AssalamuAlaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidyah-Nya kepada kelompok kami untuk dapat menyelesaikan sebuah makalah yang
berjudul “Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka”. Yang mana ini disusun bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Jiwa” dalam menempuh pendidikan di
DIII Keperawatan Tanjung Karang.
Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas ilmu
baru yang kami dapatkan dari makalah ini yang merupakan salah satu ilmu yang belum
pernah kami dapatkan sebelumnya.
Semoga dalam penyusunan makalah ini, dapat memberi manfaat bagi peserta diskusi,
dan kami dari tim penulis memohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata ataupun kalimat
yang tidak pantas untuk ditampilkan dalam sebuah diskusi, sehingga kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Bandar Lampung
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diridengan diri sendiri,
orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan
kesanggupannya menghadapi masalah yang biasaterjadi, sehingga individu tersebut merasa
puas dan mampu.
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat sertadipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu : kondisi fisik (somatogenik), kondisiperkembangan mental-emosional
(psikogenik) dan kondisi dilingkungan sosial(sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah
satu dari ketiga faktor tersebut dapatmengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
enyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkanpenderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHOmemperkirakan saat ini di seluruh
dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun
2006 diperkirakan 26 juta penduduk Indonesiamengalami gangguan jiwa dengan ratio
populasi 1:4 penduduk. Departemen KesehatanRI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri
ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa.Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara
maksimal sebagaimana keadaansebelum sakit, beberapa pasien meninggalkan gejala sisa
seperti adanyaketidakmampuan berkomunikasi dan mengenai realitas, serta prilaku kekanak-
kanakanyang berdampak pada penuruna produktifitas hidup. Hal ini ditunjang dengan data
BankDunia pada tahun 2001 di beberapa Negara yang menunjukkan bahwa hari-hari
produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY’s) sebesar 8,1 % dari
PEMBAHASAN
2. Psikoterapeutik
3. Terapi Modalitas
2.2 Klasifikasi
A. Anti Psikotik
Pemilihan obat ini disesuaikan dengan jenis gangguan tidur, bila sulit masuk ke dalam proses
tidur maka obat yang dibutuhkan adalah golongan benzodiazepine short acting; bila proses
tidur terlalu cepat berakhir dan sulit untuk masuk kembali ke proses tidur selanjutnya maka
obat yang dibutuhkan adalah golongan heterosiklik anti-depresan (trisiklik dan tetrasiklik);
bila siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian,
maka obat yang dibutuhkan adalah golongan Phenobarbital atau golongan benzodiazepine
long acting.
Pengaturan dosis, pemberian tunggal dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal
dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu,
kemudian secepatnya diturunkan secara gradual untuk mencegah timbulnya rebound dan
toleransi obat. Penggunaan obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih
dari 2 minggu agar resiko ketergantungan kecil. Kontra indikasi penggunaan obat anti-
insomnia adalah “sleep apnoe syndrome”, “congestive heart failure”, dan chronic respiratory
disease”.
Sampai saat ini, clomipramine masih merupakan obat yang paling efektif dari kelompok
trisiklik untuk pengobatan obsesif kompulsif. Dan merupakan pilihan utama pada terapi
gangguan depresi yang menunjukkan gejala obsesif. Selain itu SSRI juga merupakan pilihan
untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif bila ada hipersensitivitas dengan trisiklik.
Pemberian pertama dilakukan dalam dosis rendah untuk penyesuaian efek samping, namun
dosis obat ini umumnya lebih tinggi dari dosis anti-depresi. Dosis pemeliharaan diberikan
dengan sosis yang lebih tinggi meskipun sifatnya individual. Penghentian pemberian obat ini
harus dilakukan secara gradual agar tidak terjadi kekambuhan dan memberikan kesempatan
untuk menyesuaikan diri. dengan maksimal lama pemberian 2-3 bulan. meskipun respon
terhadap pengobatan sudah terlihat dalam 1-2 minggu dengan dosis antara 75-225 mg/hari.,
tetapi lama pemberian obat ini antara tidak boleh, untuk mendapatkan hasil yang memadai
setidaknya diperlukan waktu 2-3 bulan Batas lamanya pemberian obat bersifat individual,
umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap bila kondisi
klien sudah memungkinkan. Obat anti-obsesif kompulsif kontra indikasi diberikan pada
wanita hamil atau menyusui.
G. Anti Panik, yang paling sering digunakan oleh klien jiwa : Imipramine
Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama efektifnya guna
menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
Pengaturan dosis pemberian obat anti-panik adalah dengan melihat keseimbangan antara efek
samping dan kasiat obat. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan
dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah terjadiya toleransi
obat. Dosis efektif biasanya dicapai dalam aktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan umunya agak
tinggi, meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat bersifat individual, namun pada
umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
klien sudah memungkinkan. Ada beberapa klien yang memerlukan pengobatan bertahun-
tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas. Obat ini kontra indikasi
diberikan pada wanita hamil atau menyusui.
a. Diagnosa Medis
b. Riwayat Penyakit
c. Hasil Pemeriksaan Lab
d. Jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
e. Program terapi yang lain
f. mengkombinasikan obat dengan terapi Modalitas
g. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minumobat
secara teratur dan penanganan efek samping obat
h. Monitoring efek samping penggunaan obat
a. Persiapan
3. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal
Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugasterakhir yang penting
harus dilakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika:
a. Emosional stabil
b. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c. Halusinasi, Agresi, Delusi, menarik diri menurun
d. Prilaku mudah diarahkan
e. Proses berpikir kea rah logika
f. Efek samping Obat
g. Tanda-tanda Vital
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmaka yang tersedia,
tetapi informasi ini harus digunakan sebagai salah satu bagian daripendekatan holistik pada
asuhan pasien. Peran perawat meliputi hal-hal sebagai berikut:
5. Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan aman dan efektif
7. Partisipasi dalam penelitian klinis antar disiplin tentang uji coba obat.
8. Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam penelitian obat yang digunakan untuk
mengobati pasien gangguan jiwa
Evaluasi pemberian obat harus terus menrerus perawat lakukan untuk menilai efektifitas obat,
interaksi obat maupun efek samping pemberian obat.
Golongan antidepresan trisiklik dapat menjadi letal bila diberikan dalam dosis yang besar
karena efek obat menjadi lebih lama (3-4 minggu), obat ini relatif aman karena tidak
memiliki efek samping jika digunakan dalam jangka waktu yang lama jika diberikan dalama
dosis yang tepat.
Efek samping menetap dapat diminimalkan dengan sedikit menurunkan dosis, obat ini tidak
menyebabkan euphoria, dapat diberikan satu kali dalam sehari. Tidak mengakibatkan adiksi
tetapi intoleransi terhadap vitamin B6.
Perawat harus memantau kadar litium dalam darah. Jika pemberian litium tidak menimbulkan
efek yang diharapkan, obat ini dapat dikombinasi dengan obat anti depresan lain. Perlunya
pendidikan kesehatan untuk klien mengenai cara memantau kadar litium.
Penggunaan anti psikotik harus mempertimbangkan pedoman sebagai berikut bahwa dosis
anti psikotik sangat bervariasi untuk tiap individu. Dosis diberikan satu kali sehari, efek
terapi akan didapatkan setelah 2-3 hari tetapi dapat sampai 2 minggu.Pada pengobatan jangka
panjang, perlu dipertimbangkan pemberian klozapin setiap minggu untuk memantau
penurunan jumlah sel darah putih.
1. Neurologik
Tremor
Parkinsonisme
Dyskinesia
Akatisia
2. Psikiatrik
Alergi
Icterus
Gangguan akomodasi
Kenaikan berat badan
Leukopenia
CONTOH KASUS
Seorang siswa SMA berinisial U berusia 16 tahun, anak tunggal dari Tn “k” dan Ny “l”. Sdr
"u" dibawa keluarganya dalam keadaan yang miris karna mental nya terganggu pihak
keluarga menyatakan bahwa ia menglami pembuliyan di sekolah nya siswa itu ketahuman
mengosumsi obat jenis terlarang jenis benzodiazepine yang banyak, bahkan ia juga
mengosumsi obat Psikofarmaka yang mana obat ini adalah jenis obat yang untuk gangguan
mental kronik. Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan TD: 110/80 mmHg, nadi: 99x/menit,
suhu: 36 oC, RR: 20 x/ menit, TB: 164 cm, BB: 56 kg. Ruangan : PK. NAPZA Tanggal
dirawat: 28 agustus 2022
Identitas
1.Alasan Masuk
Klien mengatakan bahwa ia di paksa keluarga karena ia selalu melakukan percobaan bunuh
diri dan tidak mau kembali ke sekolah lagi
Klien mengatakan saat masuk rumah sakit dalam keadaan sadar dan paska penyalahgunaan
obat
1.Alasan Masuk
Klien mengatakan saat masuk masuk rumah sakit pasca percobaan bunuh diti serta di
temukannya obat anti depresan yanv banyak
Klien mengatakan saat MRS dalam keadaan setengah sadar dan paska penyalahgunaan obat
benzodiazepine, bahkan ia juga mengosumsi obat Psikofarmaka yang banyak sebelum MRS
3.Pemakaian Terakhir
Klien mengatakan sebelum di bawa kesini, klien mengkonsumsi obat anti depresan serta
percobaan bunuh diri terakhir tanggal 28 agustus 2022
*Klien mengatakan di bawa ke RSJ citayem, sebelumnya klien tidak pernah di rawat di
rumah sakit jiwa Pada masa smp klien mengaku pernah di di buli juga oleh teman nya
namun ia bisa mengintrol diri tapi saat sekarang ia tidak bisa dalam pikiran nya ia hanya
ingin mengakhiri hidupnya. Menurut status klien dirumah sering mengurung diri dan
menjauhi masyarakat . Klien sulit tidur.bahkan terkadang ia jyga mengosumsi obat tidur dan
berharap ia tak akan bangun lagi .*
Klien mengatakan depresi karena tidak ada yang mau berteman dengan nya bahkan kerabat
nya juga terang terangan tidak suka padanya
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital =TD: 110/80 mmHg, N: 99
x/menit, S: 39 C, RR: 20 x/menit
Ukur = TB: 164 cm BB: 56 kg
Keluhan Fisik = klien mengatakan sering sakit kepala
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
Gangguan Konsep Diri : HDR
Koping Individu inefektif
Intervensi Keperawatan
Intervensi I bina hubungan saling percaya
Intervensi II klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Intervensi III klien dapat menggunakan dukungan sosial
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu somatik terapi (terapi fisik) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat
psikofarmaka. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologisyang digunakan untuk
mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang paling seringdigunakan di Rumah Sakit Jiwa
adalah Chlorpromazine, Halloperidol, danTrihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain
dapat membantu dalam prosespenyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek
samping yang dapatmerugikan klien tersebut, seperti pusing, sedasi, pingsan, hipotensi,
pandangan kaburdan konstipasi. Untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga
kesehatanyang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus
mampumengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien terutama efek
daripemberian obat psikofarmaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bandung,
ternyata perawat tidak melakukan asuhan keperawatan pemberian obatsecara tepat,
misalkan : Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa cek kondisiumum klien, misal
pemeriksaan tekanan darah, dan lain-lain.
3.2 Saran
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum,panti kesehatan
jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di sekolah
keperawatan, perawat jiwa yang ada di strukturdepartemen kesehatan dan dinas kesehatan
diharapkan bersatu padu untukmenyuarakan kesehatan jiwa pada setiap kesempatan mulai
dari sekarang pada setiaporang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa advokasi
dan action.
DAFTAR PUSTAKA