Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan ke khadirat Allah swt atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Hipnotika - Sedativa “. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas dari mata pelajaran Farmakologi.

Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan - kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :

1. Ibu Henny selaku guru mata pelajaran yang telah memberi kesempatan kepada
penyusun untuk membuat karya ilmiah ini

Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Pekanbaru, 3 September 2016

Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul ........................................................................................................................................ 4
Kata Pengantar ....................................................................................................................................... 4
Daftar Isi ................................................................................................................................................. 4
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 3
Bab II Pembahasan ................................................................................................................................. 5
2.1 Pengertian Hipnotika - Sedativa.................................................................................................... 5
2.2 Insomnia dan Penyebabnya .......................................................................................................... 5
2.3 Penggolongan Obat ...................................................................................................................... 7
2.4 Kombinasi dan Interaksi Obat ..................................................................................................... 15
Bab III Penutup ..................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................................. 17
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 18
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu obat
yang pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat
farmakologi sampai sekarang. Disamping penggunaannya dalam terapi, obat-obat SSP
dipakai walaupun tanpa resep untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang.

Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun
demikian,dalam 30 tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang
metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah dapat diteliti cara kerja suatu obat pada sel-sel
tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal didalam sinaps. Informasi yang diperoleh dalam
studi studi semacam ini merupakan dasar dari sejumlah perkembangan yang utama dalam
penelitian SSP.

Pertama, telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor khusus
yang mengatur transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti anastesi umum dan alkhol dapat
bekerja secara non spesifik pada membran (meskipun perkecualian ini tidak sepenuhnya
diterima), tetapi bahkan kerja yang tidak diperantarai oleh reseptor inipun akan menghasilkan
perubahan dalam transmisi sinaps yang dapat dibuktikan.

Kedua, obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk mempelajari seluruh
aspek fisiologi SSP, mulai dari terjadinya bangkitan sampai penyimpanan memori jangka
panjang.

Ketiga, penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah


menghasilkan beberapa hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan berbagai mekanisme
penyakit. Misalnya, informasi tentang kerja obat antipsikotik pada reseptor dopamin
memberikan dasar hipotesis yang penting mengenai patofisiologi skizoprenia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Apa pengertian sedatif dan hipnotik?

2) Apa saja obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik?

3) Bagaimana mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat sedatif dan


hipnotik?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :

1) Untuk memahami pengertian sedatif dan hipnotik.


2) Untuk Memahami apa itu Insomnia
3) Untuk mengetahui obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik.
4) Untuk mengetahui mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat
sedatif dan hipnotik pada golongan sedatif dan hipnotik.
BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Hipnotika Sedativa

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat (SSP)
yang tidak selektif. Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran,
keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik diperuntukkan
untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahakan keadaan tidur yang yang
menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan
harinya.
Perkataan hipnotika berasal dari bahasa Yunani (hypnos = tidur). Jadi, obat tidur yaitu
obat yang diberikan dalam dosis pengobatan dapat mempermudah tidur atau menyebabkan
tidur.
Melihat dari definisi tersebut di atas, sebenarnya obat tidur hampir sama dengan obat
penenang. Perbedaannya: Obat tidur dalam dosis pengobatan langsung dapat menyebabkan
tidur, sedang obat penenang dalam dosis pengobatan tidak menyebabkan tidur.
Hipnotika atau obat tidur adalah zat yang umumnya diberikan pada malam hari dengan
tujuan untuk mempertinggi keinginan faal dan normal untuk tidur, mempermudah atau
menyebabkan tidur. Jika hipnotika diberikan dalam dosis yang lebih rendah dari dosis
terapinya, maka obat tersebut berfungsi sebagai sedativa (menenangkan) dan umumnya
diberikan pada siang hari.

2. 2 Insomnia dan Penyebabnya

Insomnia atau tidak bisa tidur dapat disebabkan oleh faktor-fsktor seperti: batuk, rasa
nyeri, sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan ataupun depresi. Faktor penyebab
inilah yang pertama-tama harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai seperti:
antitussiva, analgetika, obat-obat vasodilator, antidepresiva, sedativa atau transquilizer.
Dianjurkan agar penderita mengembangkan kebiasaan tidur yang tetap dan teratur, hindari kopi
dan alkohol untuk menahan kantuk.

Terdapat beberapa jenis insomnia yaitu :


1. Sama sekali tidak dapat tidur
2. Tidak cepat tidur sesuai dengan yang dikehendaki
3. Saat tidur sering terbangun
4. Tidur singkat
5. Tidur larut malam disertai mimpi buruk
6. Sesudah bangun tidur tetap merasa kurang segar

Bila penanganan diatas tidak berhasil, barulah digunakan obat-obat hipnotika dengan
dosis serendah mungkin. Hipnotika ini efektif dalam mempercepat dan memperpanjang waktu
tidur dengan mengurangi frekwensi bangun dan memperbaiki kualitas tidur. Penggunaannya
sebaiknya dihentikan segera setelah penderita dapat tidur normal untuk mencegah habituasi
dan adiksi.

Persyaratan obat tidur yang ideal

Obat tidur yang ideal harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
 Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan dengan tidur normal
 Jika terjadi kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari system saraf pusat maupun
organ lainnya kecil
 Tidak tertimbun dalam tubuh
 Tidak menyebabkan kerja ikutan yang negatif pada keesokan harinya
 Tidak kehilangan khasiatnya pada penggunaan jangka panjang

Keberatan-keberatan penggunaan Hipnotika antar lain adalah:


1. Kebanyakan Hipnotika memperpanjang waktu tidur, akan tetapi
meperpendek periode tidur-REM, misalnya golongan barbiturat, selain itu zat-zat ini
juga menghasilkan tidur dengan aktivitas l istrik yang berlainan sekali dengan E.E.G.
tidur normal.
2. Setelah digunakan 2 minggu seringkali Hipnotika tidak efektif lagi dalam hal
cepatnya menidurkan si pasien, karena dengan pesat terjadi toleransi dan kebiasaan,
seperti halnya dengan Narkotika meskipun tidak demikian hebat. Akibatnya
ialah bahwa diperlukan dosis yang lebih besar untuk mencapai efek yang sama.
Hanya golongan Benzodiazepin yang tidak atau hampir tidak kehilangan
efektifitasnya setelah penggunaan beberapa minggu.
3. Terjadinya REM-rebound, yaitu gangguan pola tidur yang erapkali
terjadi sesudah pengobatan dihentikan, seolah-olah sebagai
kompensasi dari kekurangan selama terapi, tidur-REM
diperpanjang dengan gejala-gejala tidak enak seperti tidur
menjadi gelisah dan lebih buruk, dengan rasa takut dan tertekan,
kerapkali penuh impian khayal yang hebat. Hipnotika yang paling
sedikit bahkan tidak mempengaruhi tidur-REM adalah golongan
Benzodiazepin dan Kloralhidras.
4. Menyebabkan ketergantungan atau ketagihan, padamana ada dua
jenis ketergantungan, yaitu :
a. Ketergantungan fisik ; yaitu bila pengobatan dihentikan
terjadi gejala-gejala abstinensi ( withdrawal symptoms) yang
berupa gangguan fungsi tubuh, misalnya berkeringat, gemetar,
rasa mual, muntah, obstipasi, pusing-pusing, palpitasi, dsb.
Efek-efek ini mungkin disebabkan kekurangan zat endogen
(misalnya endorfin dan zat-zat mirip benzodiazepin) untuk
menempati reseptor-reseptor bagi zat ini di otak.
b. Ketergantungan psikis ; misalnya perasaan takut, dan
gelisah, depresi, dan tidak bisa tidur (rebound insomnia).
Toleransi dan habituasi (kebiasaan) seringkali memegang
peranan pada terjadinya ketergantungan.

5. Efek-efek samping lainnya :


a. Depfresi pernafasan ; terutama pada dosis tinggi, maka perlu hati-hati pada pasien
asma.
b. Tekanan darah menurun ; terutama oleh obat-obat golongan barbiturat.
c. Obsipasi ; yaitu pada penggunaan lama terutama obat barbiturat.
d. hang-over ; yaitu efek sisa pada keesokan harinya yang dapat berupa mual,
perasaan ringan di kepala dan butek pikiran. Hal ini disebabkan oleh hampir semua
hipnotika ‘long acting’.

2. 3 Penggolongan Obat Sedatif – Hipnotik

Secara kimiawi, obat-obat hipnotika digolongkan sebagai berikut :


 Golongan benzodiazepin, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam
 Golongan barbiturat, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital dan
lain-lain
 Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida) dan metaqualon

1. Benzodiazepin
 Pengertian dan Sejarah
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek
antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan psikoleptika. Benzodiazepin memiliki
lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medula spinalis, dan amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan derivat
pertama kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula dinamakan
methaminodiazepokside) pada tahun 1960, kemudian dilakukan biotransformasi menjadi
diazepam (1963), nitrazepam (1965), oksazepam (1966), medazepam (1971), lorazepam
(1972), klorazepat (1973), flurazepam (1974), temazepam (1977), triazolam dan clobazam
(1979), ketazolam (1980), lormetazepam (1981), flunirazepam, bromazepam, prazepam
(1982), dan alprazolam (1983).
Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat yang mulai
ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi
obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitorng anestesi.

 Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu short
acting, long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit
aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi
oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya
tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada
penggunaan berulang.
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek
abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif
menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant
menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan
 Rumus Kimia Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang ada pada
benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan
karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7
ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.

 Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin


Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan
reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap
neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs
tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi
pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan
potensial aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
 Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas,
relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada
jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine
tertentu secara iv), dan blokade neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis
tinggi).

 Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine dalam
bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya
daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai
senyawa benzodiazepine.

Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini
cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar puncak
benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam, absorbsi
benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.

Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya,


dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin yang bermanfaat
sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk
ke dalam otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu
paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu
peningkatan penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah penggunaannya secara
kronik. Sebagai ansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun
disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

NAMA OBAT, CARA PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA BENZODIAZEPIN


Nama Obat
Cara Pemberian Dosis
(Nama Dagang)
Alprazolam (XANAX) Oral -
Klordiazepoksid Oral, intramuscular,
5,0 – 100,0 ; 1-3x/hari
(LIBRIUM, DLL) intravena
Klonazepam (KLONOPIN) Oral -
Korazepat (TRANXENE,
Oral 3,75 – 20,00 ; 2-4x/hari
dll)
Oral, intramuscular,
Diazepam (VALIUM, dll) 5 – 10 ; 3-4x/hari
intravena, rectal
Estazoyam (PROZOM) Oral 1,0 – 2,0
Flurazepam (DALMANE) Oral 15,0 – 30,0
Halazepam (PAXIPAM) Oral -
Oral, intramuscular,
Lorazepam (ATIVAN) 2,0 – 4,0
intravena,
Midazolam (VERSED) intramuscular, intravena -
Oksazepam (SERAX) oral 15,0 – 30,0 ; 3- 4x/hari
Quazepam (DORAL) Oral 7,5 – 15,0
Temazepam (RESTORIL) Oral 0,75 – 30,0
Triazolam (HALCION) Oral 0,125 – 0,25

2. Barbiturat

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah
banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang
memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan
asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan
dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu
20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi
yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan
beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh
barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM
dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian
obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri,
sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada
beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal
ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.

 Mekanisme kerja
Barbiturat bekarja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya.
Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada
sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui
GABA sebagai mediator. Kapasitas barbiturat membantu keraja GABA sebagian menyerupai
kerja benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-
nergik,sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
 Farmakodinamik
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma, sampai dengan mati. Efek hipnotik
barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai
tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap
masa bodoh terhadap rangsangan luar.

 Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke
dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi
serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan
menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang
lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati
sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak
mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak
berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang
mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi
hampir pada semua obat golongan barbiturat.

 Indikasi
Penggunaan babiturat sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena efek
terhadap SSP kurang spesifik, barbiturat memiliki indeks terapi yang lebih rendah
dibandingkan terhadap benzodiazepin, kecenderungan disalahgunakan lebih besar, dan banyak
terjadi interaksi obat. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat terhadap kejang, seperti
pada tetanus, eklamsia, status epilepsi, pendarahan serebral dan keracunan konvulsan.
 Efek Samping
1) Hangover.
Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Efek residu
mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang-kadang timbul kelainan emosional.
2) Alergi.
Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik.segala bentuk hipersentivitas dapat
timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang beakhir fatal
pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang diseratai demam, delirum dan kerusakan
degeneratif hati.
3) Rasa nyeri.
Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artrargia, terutama pada penderita
psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan pada keadaan nyeri, dapat
menyababkan gelisah, eksitasi dan bahkan delirium.
 Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau
ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada
penderita usia lanjut.

NAMA OBAT, BENTUK SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT BARBITURAT


Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital Kapsul,tablet,injeksi,bubuk 30-50; 3x
Aprobarbital Eliksir 40; 3x
Butabarbital Kapsul,tablet,eliksir 15-30 ; 3-4x
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 3-4x
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 30-50 ; 3-4x
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 15-40 ; 3x

3. Golongan Lain-lain

1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai
1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol
dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-
hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB
(atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan
penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik.
Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia
lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering
apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi
dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain
1%.
 Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur
ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui
interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat
di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan
menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post
sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen
spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga
terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-
450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik.
Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air
sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-
hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan
glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah
0,5-1,5 jam.

2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang
ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki
keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat
menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan
delirium.
 Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat
(NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor
muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak
seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi
inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi
netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai
mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang
menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat,
memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5
pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin
secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat
dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana
konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.

3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering
digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang
dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat
ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek
euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma,
penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan
asetaminofen.

4) Paraldehid
Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid diabsorbsi
cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit setelah pemberian dosis
hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium
tremens pada pasien yang dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%)
dan lewat pernafasan (25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.

5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama
dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di ekskresikan sebagian
besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol
dehidrogenase di hati. Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus
obatnya berat. Efek samping dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa
membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang –
kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang
over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian
mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan, yang sering
fatal.

6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara oral,
diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai dalam
1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat
dirusak di hati. Etklorfvinol dapat memacu metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan
oral. Efek samping yang paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah,
hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan
rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria.
Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.

7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai
sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi
obat ini dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine. Tidak dapat menimbulkan anestesi
umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan
depresi nafas yang berat hingga fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri tulang otot,
dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam
plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di
hati, terutama secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu
paro miprobamat dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat
diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia.
Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan
memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain.
Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada kulit,
purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme. Penyalahgunaaan
meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara klinik telah menurun.
Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot yang menghasilkan meprobamat sebagai
metabolit aktifnya, juga banyak disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan
secara mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul meliputi :
ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali timbul halusinasi. Bangkitan
umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.

2.4 Kombinasi dan Interaksi Obat

Reaksi obat , kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lainmisal etanol akan meningkatkan
efek depresinya. Antihistamin, isoniazid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat
menaikkan efefk depresi barbiturate.

Interaksi obat yang paling setring melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan
obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas
dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesic narkotik, antikonvulsi,
fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik.

Tabel. Interaksi Obat


NO Obat A Obat B Mekanisme Mekanisme Interaksi Nama Dagang
obat A obat B Obat
1 Barbiturat alkohol Bekerja pada Mengganggu Alkohol Amobarbital
seluruh system keseimbangan memperberat (AMYTAL),
saraf pusat tapi antara eksitasi
depresi SSP, Aprobarbital
hanya berikatan dan inhibisi di
memperberat (ALURATE),
dengan otak karena hipotensi (pada Butabarbital
komponen- penghambatan pemakaian (BUTISOL),
komponen atau parenteral), Mefobarbital
molekuler penekanan memperberat (MEBARAL)
reseptor saraf kelemahan otot
GABAA perangsangan (pemakaian
parenteral)
2 Benzodiazepin Disulfiram Berinteraksi Disulfiram Diazepam
dengan reseptor menghambat (CETALGIN),
penghambat metabolism Lorazepam
neurotransmitter golongan (ATIVAN),
yang diaktifkan benzodiazepin Midazolam
oleh GABA. dihati sehingga (DORMICUM),
meningkatkan
kadar
benzodiazepin
dalam darah.
3 Benzodiazepin Simetidin Berinteraksi Menghambat Simetidin Diazepam
dengan reseptor reseptor menghambat (CETALGIN),
penghambat H2secara metabolism Lorazepam
neurotransmitter selektif dan golongan (ATIVAN),
yang diaktifkan reversible benzodiazepin Midazolam
oleh GABA. sehingga dihati sehingga (DORMICUM),
menghambat meningkatkan
sekresi asam kadar
lambung. benzodiazepin
dalam darah.
4 Benzodiazepin Valproat Berinteraksi Meningkatkan Valproat Diazepam
dengan reseptor kadar GABA menurunkan (CETALGIN),
penghambat dalam otak glukuronidasi Lorazepam
neurotransmitter benzodiazepine (ATIVAN),
yang diaktifkan yang secara Midazolam
oleh GABA. utama (DORMICUM),
dimetabolisme
konjugasi
glukuronida
sehingga
meningkatkan
efek
benzodiazepin.
5 Fenobarbital Asam Bekerja pada Meningkatkan Asam Valproat Asam Valproat
Valproat seluruh system kadar GABA meningkatkan (Depakene,
saraf pusat tapi dalam otak kadar Ikalep),
hanya berikatan fenobarbital Fenobarbital
dengan 40% karena (BELLAPHEEN,
komponen- terjadinya PHENTAL,
komponen penghambatan PIPTAL
molekuler hidroksilasi PDIATRIC,
reseptor fenobarbital. SIBITAL
GABAA
Bab III Penutup

3. 1Kesimpulan

Obat-obatan jenis hipnotikadan sedativa adalah berbagai macam jenis obat-obatan


yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.

Obat-obatan jenis hipnotika dan sedativa dalam penggunaannya harus dengan


pengawasan dokter karena daya kerja obat-obatan jenis tersebut sangatlah keras dan
menimbulkan kematian apabila terdapat penyalahgunaan.

3. 2Saran

Karena daya kerjanya obat-obatan tersebut sangatlah keras, sehingga


penggunaannyapun harus melalui resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter.
Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalahgunakan akan berpengaruh dan merusak
psikis maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan ketergantungan, jadi hindari
penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotika dan sedativa karena termasuk obat-obatan
narkotika.
Daftar Pustaka

http://dianhusada-eka.blogspot.co.id/p/farmakokinetik-dan-indikasi-ssp.html

http://mypharmacis.blogspot.co.id/2012/12/interaksi-golongan-obat-sedatif-
hipnotik.html

http://headwiqlissundy.blogspot.co.id/2015/06/ farmakologi-obat-sedativ.html

http://muthmainnafaridsisila.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai