Anda di halaman 1dari 37

FARMAKOLOGI HIPNOTIKA, SEDATIVA DAN STIMULANSIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
DITHA EKA WULANDARI (2210121221044)
AGNES DIANA PUTRI (2210121221006)
DEVI PERMATA PUTRI (2210121221037)
TASYA WARDANI (2210121221143)
CAHYA INDAH ARDEINI (2210121221027)

DOSEN PENGAMPU :
Apt. Mevy Trisna, S.Si, M.Farm

AKADEMI FARMASI DWI FARMA BUKITTINGGI


KELAS KARYAWAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul, “Hipnotika, Sedativa, dan Stimulansia”. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Apt. Mevy Trisna, S.Si, M.Farm selaku dosen
Farmakologi yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan
berdasarkan metode-metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami
sehingga dapat menambah wawasan pemikiran para pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun makalah ini. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata,
semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Tanjungpinang, 15 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makin tinggi suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula tingkat
kebutuhannya, dalam hal ini termasuk kebutuhan akan sistem penghantaran informasi, sistem
koordinasi, dan sistem pengaturan, di samping kebutuhan akan organ pemasok dan organ
sekresi.
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia kefarmasian sangat penting untuk
dapat mempelajari karakteristik obat secara efisien, akurat dan dapat memberikan efek
terapi dengan mengetahui efek fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Sistem saraf pusat manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Susunan saraf pusat
terdiri atas otak besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang belakang dan diliputi oleh
selaput otak (metix) yang terdiri atas pachmenix dan leptomenix. Obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat terbagi menjadi obat anti konvulsi, psikotropik, anestetik umum hipnotik-
sedatif, antiparkinson, analgesik,antipiretik serta anti inflamasi.
Efek perangsangan susunan saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam
atau sintetik dapat diperhatikan pada hewan dan manusia, beberapa obat memperlihatkan efek
perangsangan SSP yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat lain memperlihatkn
perangsangan SSP sebagai efek samping.
Obat-obat SSP khususnya obat hipnotika, sedative, dan stimulansia adalah obat yang
bekerja dengan cara mempengaruhi SSP. Obat-obat tersebut harus menggunakan resep
dokter. Hipnotik, sedative merupakan golongan obat depresan SSP. Kurang selektif
menyebabkan kantuk hingga hilang kesadaran. Fungsi obat hipnotik sedative yaitu untuk
melemas otot, antiepilepsi, insomnia, antidepresan.
Stimulansia adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam
rentang waktu singkat. Stimulansia biasanya menaikkan efektifitas dan berbagai jenis yang
lebih hebat sering kali disalahgunakan. Bila pemberian stimulan berlebihan dapat
menyebabkan kegelisahan, panik, sakit kepala, kejang peur dan agresif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Epidemiologi Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia?
2. Apa Etiologi dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia?
3. Bagaimana Patofisiologi dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia?
4. Bagaimana Penggolongan obat Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia?
5. Bagaimana Farmakokinetika dari obat Diazepam dan Koffein?
6. Bagaimana Farmakodinamik dari obat Diazepam dan Koffein?
7. Apa saja nama paten dari obat Diazepam dan Koffein?

C. Tujuan
1. Mengetahui Epidemiologi dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia.
2. Mengetahui Etiologi dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia.
3. Mengetahui Patofisiologi dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia.
4. Mengetahui Penggolongan obat dari Hipnotik, Sedativa, dan Stimulansia.
5. Mengetahui Farmakokinetik dari obat Diazepam dan Koffein.
6. Mengetahui Farmakodinamik dari obat Diazepam dan Koffein.
7. Mengetahui nama paten obat, logo dan nama produsen dari Diazepam dan Koffein.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Epidemiologi Hipnotika, Sedativa, dan Stimulansia


Hipnotika atau obat tidur (Yun: hypnos = tidur) adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
digunakan untuk meningkatkan keinginan tidur normal dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini
diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka
dinamakan sedativa (obat-obat pereda). Oleh karena itu, tidak ada perbedaan yang tajam
antara kedua kelompok obat ini. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk (drowsiness),
mempercepat tidur dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai
tidur alamiah berdasarkan sifat-sifat EEG-nya. Selain sifat-sifat ini, secara ideal obat tidur
tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya.
Hipnotika/sedativa, seperti juga antipsikotika termasuk dalam kelompok
psikodepresiva yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP
tertentu. Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan
penggunanya. Sedasi dapat didefinisikan sebagai keadaan yang diciptakan oleh sedativa yang
menurunkan kesadaran dan refleks-refleks. Keadaan ini, dengan atau tanpa penambahan
analgetika, digunakan pada prosedur-prosedur diagnostik atau terapi singkat yang nyeri dan
pada pasien-pasien yang ketakutan atau tidak cukup kooperatif. Tujuannya adalah untuk
mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan dan menciptakan sekadar amnesi, sehingga prosedur
dapat dilakukan dengan aman dan tanpa masalah. Yang penting adalah bahwa fungsi-fungsi
vital tetap terpelihara, seperti pernapasan, sirkulasi dan refleks-refleks yang melindungi
saluran pernapasan. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang
khasiat utamanya tidak menekan SSP, misalnya antikolinergika.
Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi
secara langsung ataupun tidak langsung terhadap susunan saraf pusat. Efek perangsangan
susunan saraf pusat baik oleh obat yang berasal dari alam ataupun sintetik dapat diperlihatkan
pada hewan dan manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua
mekanisme yaitu mengadakan blockade system pengambatan dan meninggikan perangsangan
sinaps. (Sunaryo,1995).

B. Etiologi Hipnotika, Sedativa, dan Stimulansia


Etiologi paling umum untuk toksisitas ansiolitik dan obat penenang termasuk namun
tidak terbatas pada pemberian dosis yang tidak tepat, penyalahgunaan/penyalahgunaan, atau
interaksi obat-obat. Contoh dari pemberian dosis yang tidak tepat adalah penggunaan
diazepam 5 hingga 10 mg pada orang lanjut usia dengan penyakit hati di mana obat tersebut
perlahan-lahan menumpuk di sistem mereka sehingga memberikan efek samping toksik
seperti sedasi dan terjatuh. Contoh lainnya adalah penggunaan inhibitor 3A4 seperti
fluvoxamine, dimana fluvoxamine menghambat metabolisme alprazolam, sehingga
menyebabkan penumpukan kadar dalam aliran darah, menyebabkan sedasi. Penggunaan
opioid dan benzodiazepin adalah penyebab lain toksisitas yang tidak disengaja. Terakhir,
penggunaan benzodiazepin atau barbiturat dengan alkohol untuk meningkatkan keracunan
dapat mengakibatkan depresi pernapasan dan kematian yang tidak diinginkan.
Kafein adalah stimulan yang paling umum digunakan di dunia, digunakan untuk
kombinasi tujuan diet dan rekreasi serta peningkatan kinerja. Stimulan legal lainnya
umumnya digunakan untuk peningkatan kinerja tetapi mungkin juga berguna untuk gejala
tertentu tergantung pada obatnya. Stimulan ilegal dan/atau resep memiliki tujuan medis tetapi
juga banyak digunakan untuk alasan rekreasi. Dengan indikasi medis, Gangguan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Narkolepsi, Asma, Kegemukan, Hidung dan sinus
tersumbat dan Hipotensi akibat anestesi.
Sebagai stimulan yang paling umum digunakan, kafein ditemukan dalam berbagai
minuman dan makanan seperti teh, kopi, dan coklat. Ini biasa dikonsumsi di banyak negara di
seluruh dunia, mengingat efek stimulan ringan hingga sedang, yang meningkatkan
kewaspadaan. Sifat umumnya juga membuatnya merajalela di kalangan pelajar dan atlet yang
mencari keunggulan kognitif atau fisik. Mereka membawa banyak efek yang mencakup
peningkatan kinerja umum dan kognitif serta efek euforia. Mereka juga menimbulkan efek
afrodisiak pada banyak pengguna. Pengobatan ADHD biasanya menggunakan kombinasi
dextroamphetamine dan levoamphetamine, serta dextroamphetamine murni dan
lisdexamfetamine. Metamfetamin adalah obat-obatan terlarang yang banyak diperdagangkan
dan digunakan untuk tujuan rekreasi. Atlet menggunakan banyak obat yang berhubungan
dengan obat golongan amfetamin untuk meningkatkan kinerja fisik. Obat-obatan ini dilarang
oleh badan anti-doping dunia.
C. Patofisiologi
Semua obat sedative-hipnotik merupakan obat depresan SSP yang umum. Sebagian
besar merangsang aktivitas asam gamma-aminobutyric (GABA), neurotransmitter
penghambat utama di SSP. Benzodiazepin, yang merupakan salah satu obat yang paling
sering diresepkan di dunia, meningkatkan efek GABA pada reseptor GABA.
GHB adalah obat penenang-hipnotis yang dilarang untuk dijual kepada publik karena
seringnya disalahgunakan (misalnya, "pelecehan seksual") dan efek samping toksik yang
serius. GHB adalah neurotransmitter neuroinhibitor atau neuromodulator di SSP. Tampaknya
juga meningkatkan aktivitas reseptor GABA dan kadar dopamin di SSP. Ia berikatan dengan
reseptor GABA di otak, menghambat pelepasan noradrenalin di hipotalamus, dan memediasi
pelepasan zat mirip opiat di striatum. Ini menghasilkan respons dopamin bifasik,
meningkatkan pelepasan pada dosis tinggi dan menghambat pelepasan pada dosis rendah.
Patofisiologi kecanduan psikostimulan akibat amphetamine and cocaine use
disorder berhubungan dengan aktivitas zat tersebut pada sistem saraf pusat. Golongan
psikostimulan ini merangsang aktivitas neurotransmiter monoamin seperti dopamin,
norepinephrine dan serotonin baik di sistem saraf pusat maupun sistem saraf perifer.
Kokain dan amfetamin bekerja pada transpor presinaps yang berhubungan dengan
ambilan neurotransmiter. Kokain bekerja sebagai inhibitor reuptake yang bekerja
memblokade reuptake oleh transporter sehingga menyebabkan lebih banyak neurotransmiter
yang bertahan di sinaps. Amfetamin bekerja dengan cara melepaskan kembali
neurotransmiter yang sudah di reuptake melalui transporter. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan konsentrasi neurotransmiter seperti dopamin, serotonin,
dan norepinephrine.

D. Penggolongan Obat Hipnotik, Sedativa dan Stimulansia


1. Penggolongan Obat Hipnotik, Sedativa
Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu senyawa barbiturat,
benzodiazepin, dan obat-obat lainnya.
a. Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate
telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital
yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan
asam malonat. Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas
barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate
dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur
fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh
golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi
umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya
fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh
terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20%
ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak
dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri,
barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan
dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.
1) Farmakokinetik Barbiturat
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke
dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan
menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan
dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan
menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang
lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam
hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak
mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak
berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang
mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi
hampir pada semua obat golongan barbiturat.

2) Kontraindikasi Barbiturat
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau
ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada
penderita usia lanjut.
Nama Obat, Bentuk Sediaan & Dosis Beberapa Obat Barbiturat
Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital Kapsul,tablet,injeksi,bubuk 30-50; 3 x sehari
Aprobarbital Eliksir 40; 3 x sehari
Butabarbital Kapsul,tablet,eliksir 15-30 ; 3-4 x sehari
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 3-4 x sehari
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 30-50 ; 3-4 x sehari
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 15-40 3 x sehari

b. Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek
antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan psikoleptika. Benzodiazepin
memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi
otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan derivat
pertama kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula dinamakan
methaminodiazepokside) pada tahun 1960, kemudian dilakukan biotransformasi menjadi
diazepam (1963), nitrazepam (1965), oksazepam (1966), medazepam (1971), lorazepam
(1972), klorazepat (1973), flurazepam (1974), temazepam (1977), triazolam dan clobazam
(1979), ketazolam (1980), lormetazepam (1981), flunirazepam, bromazepam, prazepam
(1982), dan alprazolam (1983).
Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat yang mulai
ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi
obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati.Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitorng anestesi.
1) Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu
short acting, long acting, ultra short acting.
a) Short Acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu
kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak
terakumulasi pada penggunaan berulang.
b) Long Acting
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit
aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi
oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
c) Ultra Short Acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek
abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif
menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant
menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan.

2) Rumus Kimia Benzodiazepin


Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang ada pada
benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan
karboksamid dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini
sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.

3) Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin


Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan
reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap
neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs
tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan
frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan
penghambatan potensial aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia
retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.

4) Farmakodinamik Benzodiazepin
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas,
relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini
pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan
benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade neuromuskular (yang hanya terjadi pada
pemberian dosis tinggi).

5) Farmakokinetik Benzodiazepin
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine
dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang tinggi; namun sifat
lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan
elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini
cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar
puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam,
absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya,
dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin yang bermanfaat
sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk
ke dalam otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu
paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu
peningkatan penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah penggunaannya secara
kronik. Sebagai ansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang,
meskipun disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

6) Contoh Obat Benzodiazepin


a) Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas terhadap reseptor
GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini ebih kuat
dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat
kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
b) Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki
durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan
pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya
pekat dengan pH 6,6-6,9.
c) Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada
adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam
sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya
sama.
d) Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari uji
klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara bermakna
waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun lamanya tidur.
Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhir
hingga 8 jam. Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh
metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Flurazepam cocok untuk
pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala
ansietas di siang hari.
e) Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja pada
reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia GABA
(gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia penghambat utama di
otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga
mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk,
menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam
mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga meningkatkan
panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk
bisa tetap terjadi sehari kemudian.
f) Estazolam
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan
tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara
oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur
bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter anda.
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis yang
diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk resep.
Toleransi bisa terjad pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan. Jangan digunakan
lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya tanpa konsultasi dengan dokter.
Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap. Pengguna akan mengalami sulit tidur satu
atau dua hari setelah berhenti menggunakan obat ini.
g) Zolpidem Tartrate
Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi
merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10 mg.
Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu) untuk
mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan peningkatan waktu tidur hingga 5
minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang bertahan setelah
7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa atau penyakit. Insomnia
bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak normal secara tiba-tiba
merupakan konsekuensi pada penderita dengan gangguan kejiwaan yang tidak diketahui
atau gangguan fisik.

c. Obat Lainnya
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai
1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25%
gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari
sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5
mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB)
dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30
detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat
anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat
dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan
penggunaan lidokain 1%.

2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang
ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki
keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat
menyebabkan analgesik pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan
delirium.

3) Dekstromethorphan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling
sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang
seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti
kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP
memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan
DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang
mendapat DMP dan asetaminofen.

4) Paraldelhyd
Paraldehyd merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid diabsorbsi
cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit setelah pemberian
dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan
delirium tremens pada pasien yang dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di
hati (75%) dan lewat pernafasan (25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan
nefrosis.

5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama
dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya (asam uroklorat) di ekskresikan sebagian
besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rektal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh
alcohol dehidrogenase di hati. Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala
putus obatnya berat. Efek samping dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa
membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang
– kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk.
Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus.
Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan,
yang sering fatal.

6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara oral,
diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai
dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secara meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar
90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol dapat memacu metabolisme hati obat – obat seperti
antikoagulan oral. Efek samping yang paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing,
mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dapat
merupakan rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas
meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.

7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai
sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi
obat ini dalam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi
umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan
depresi nafas yang berat hingga fatal, hipertensi, syok, dan gagal jamtung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesik ringan pada pasien nyeri tulang otot,
dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam
plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di
hati, terutama secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu
paro meprobamat dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat
diekskresikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia.
Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak,
dan memperlambat waktu reaksi. Meprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain.
Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada kulit,
purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara klinik
telah menurun. Carisoprodol (SOMA), suatu perelaksasi otot yang menghasilkan
meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak disalahgunakan. Gejala putus obat
terjadi bila obat dihentikan secara mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama.
Gejala yang timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering
kali timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.

2. Penggolongan Obat Stimulansia


Obat Stimulansia terbagi menjadi beberapa kelompok :
a. d-Amfetamin
Obat-obat dari kelompok amfetamin terutama memicu pelepasan noradrenalin dan
menghambat re-uptakenya. Akibatnya antara lain peningkatan frekuensi jantung dan tekanan
darah. Euforia terutama disebabkan oleh meningkatnya dopamin bebas yang disusul dengan
perasaan lelah serta depresi dan dapat berlangsung berminggu-minggu. Peningkatan DA juga
bertanggung jawab atas gejala ketagihan dan perubahan perilaku. Masa paruh amfetamin dan
metilamfetamin (“speed”) masing-masing 10 dan 5 jam. Ketergantungan lebih bersifat
psikologis daripada fisiologis. Party-drug MTA(4-methylthioamfetamin, “flatliner”) telah
dipasarkan (1997) sebagai drug antidepresi dan pep-pill. MTA berbahaya dan telah
mengakibatkan sejumlah kematian di Inggris, mungkin akibat dikombinasi de-ngan alkohol
atau XTC.

b. Kokain
Alkaloid ini dikandung daun pohon Erythroxylon coca (lihat juga Bab 26, Anestetika
Lokal) dan terutama terdapat pada lereng gunung di Bolivia dan Peru. Kedua negara ini
dianggap sebagai penghasil kokain dalam bentuk pasta koka mentah terbesar di seluruh
dunia, sedangkan negara tetangganya Kolumbia, dengan “jungle labs”-nya, memurnikan
pasta ini menjadi serbuk kokain murni. Equador dan Brasil mengkultivasi tanaman sejenis
tumbuhan koka, yang dinamakan epadu dan mengandung 40% lebih sedikit alkaloid aktif
daripada varietas koka yang biasa dikultivasi di pegunungan Andes. Dengan demikian usaha
kokain ini menjerat praktis tiap negara Amerika Selatan.
Dalam dunia drugs kokain diberi pelbagai nama (“cake“, “snow“, “gold dust, “lady“)
dan dijual dalam bentuk serbuk yang bervariasi dalam kemurniannya. Sering kali zat ini
dipalsu melalui “pengenceran“ dengan prokain. Serbuk kokain biasanya digunakan dengan
cara menyedotnya melalui lubang hidung (“sniffing”, intranasal), tetapi sering kali di
injeksikan melalui vena. Penggunaannya melalui lubang hidung dapat menyebabkan
komplikasi lokal di hidung (perforasi septum hidung) maupun sistemik pada praktis semua
organ.
Opium, morfin dan heroin yang memiliki sifat menenangkan terhadap jasmani dan
rohani. Kokain merupakan suatu obat perangsang, sama dengan psikostimulansia golongan
amfetamin, tetapi jauh lebih kuat. Zat ini memacu jantung (bahaya serangan jantung),
meningkatkan tekanan darah dan suhu badan, juga menghambat perasaan lapar dan
menurunkan perasaan letih serta kebutuhan tidur. Mekanisme kerjanya masih belum jelas,
mungkin berdasarkan perintangan reuptake neurotransmitter noradrenalin di ujung neuron,
yang memelihara penyaluran impuls dari SSP di otak. Dalam larutan dengan kadar rendah,
kokain menghambat penyaluran ini, sehingga digunakan untuk anestesi lokal.
Dalam konsentrasi tinggi, kokain merangsang penyaluran impuls listrik. Teori baru
menyimpulkan bahwa dopamin bertanggung jawab bagi banyak efek kokain, termasuk
khasiat stimulasi dan perasaan nyamannya. Kokain memelihara kadar DA tinggi di ujung-
ujung saraf dengan merintangi zat-zat transpor yang berfungsi mengangkut kembali dopamin
ke sel-sel produksinya. Sebaliknya, amfetamin menstimulasi produksi dan pelepasan
dopamin di sel-sel ujung saraf tertentu.
Efek buruk yang dapat timbul pada penggunaan kokain dapat berupa sembelit,
perasaan sangat gugup, kerusakan pada urat saraf, konvulsi, halusinasi, tidak bisa tidur dan
perilaku ganas. Pada dosis tinggi timbul perasaan ketakutan yang sangat kuat, destruksi dari
selaput lendir hidung dan tenggorok, kehilangan berat badan sampai ambruknya jasmaniah
total.
Kehamilan. Ibu-ibu pencandu narkoba terutama metadon, kokain dan heroin dapat
menyebabkan berkembangnya sindrom abstinensi neonatal pada bayi yang dilahirkan.
Peristiwa ini disebabkan narkotika tersebut dapat melintasi plasenta untuk kemudian masuk
ke dalam peredaran darah bayi.

c. Tembakau dan Nikotin


Bahaya merokok sudah banyak sekali ditulis dan lambat laun mulai disadari oleh
sebagian besar orang. Meskipun demikian di beberapa negara seperti Jepang dan juga
Indonesia, kebiasaan merokok masih merupakan fenomena yang umum sekali. Asap rokok
bukan saja berbahaya bagi perokoknya sendiri, tetapi mengisap rokok sekunder (“merokok
secara pasif“) juga merupakan bahaya bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. Terutama
bagi anak-anak dan ibu-ibu yang sedang mengandung, karena dapat mengakibatkan
penurunan berat badan bayi yang dilahirkan dan meningkatkan mortalitas prenatal.
Absorpsi dan eliminasi. Asap rokok mengandung banyak sekali unsur kimia dan salah
satu yang terpenting adalah senyawa nikotin dan tar yang bersifat karsinogen. Dalam asap
sigaret nikotin ini tersuspendir pada partikel-partikel ter untuk kemudian diserap dari paru ke
dalam darah dengan cepat sekali. Daya absorpsi ini hampir sama efektifnya seperti pemberian
injeksi i.v. Dalam hati nikotin dioksidasi menjadi metabolit utamanya, yaitu kotinin, dengan
t½ ±19 jam. Setelah diserap nikotin mencapai otak dalam waktu hanya 8 detik setelah
inhalasi dan merupakan unsur yang bersifat sangat adiktif.
Efeknya terhadap SSP. Nikotin meningkatkan tekanan darah (singkat) dan frekuensi
jantung, merangsang agregasi trombosit dan menurunkan produksi prostasiklin oleh endotel.
Nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan kadar berbagai
hormon dan dopamin di dalam plasma. Berdasarkan rangsangannya terhadap “chemoreceptor
trigger zone“ (CTZ) dari sumsum tulang (medulla oblongata) dan stimulasinya dari refleks
vagal, nikotin menyebabkan mual dan muntah. Di lain pihak nikotin meningkatkan daya
ingat, perhatian dan kewaspadaan, mengurangi sifat mudah tersinggung dan agresi, serta
menurunkan berat badan akibat penekanan nafsu makan dan meningkatnya pengeluaran
energi.
Toksisitas kronis. Merokok dikaitkan dengan berbagai penyakit serius, dari gangguan
arteri koroner dan penyakit vaskular perifer sampai kanker paru. Kecenderungan
mendapatkan penyakit-penyakit ini meningkat dengan derajat exposurenya, yang diukur dari
jumlah sigaret yang dihisap sehari atau diekspresikan dalam “pack years“. Perbandingan
mortalitas keseluruhan dari perokok pria terhadap non perokok adalah ±1,7 : 1.
Penghentian merokok menimbulkan suatu sindrom yang berlangsung selama 2-3
minggu dan terdiri dari keinginan keras untuk kembali merokok, mudah tersinggung,
perasaan lapar dan sering kali bertambahnya berat badan. Interaksi dengan obat-obat.
Perokok memetabolisasi berbagai jenis obat lebih cepat daripada non-perokok, yang
disebabkan oleh induksi enzim-enzim di mukosa usus atau hati oleh komponen dalam asap
tembakau. Dengan demikian, efek obat-obat tersebut berkurang, misalnya teofilin, imipramin
dan kofein. Para perokok membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari analgetika (opioida),
anksiolitika (oksazepam) dan obat-obat antiangina (nifedipin, atenolol, propranolol dan lain-
lain).
Vareniklin (Champix) tablet 0,5 dan 1 mg. Obat ini digunakan untuk membantu
berhenti merokok. Dosis awal 1 dd 0,5 mg selama 3 hari, kemudian 2 dd 0,5 mg selama 4
hari; pemeliharaan 2 dd 1 mg selama 12 minggu. Penanganan dengan vareniklin merupakan
alternatif ketiga setelah bupropion dan nortriptilin.
d. Kaffein
1) Kopi
Kopi mengandung ±24 zat, yang terpenting adalah kofein (1-2,5%), hidrat arang
(7%), zat-zat asam (chlorogenic acid, caffeic acid), tannin, zat-zat pahit, lemak (±10%)
dan minyak terbang (zat-zat aroma). Minum kopi terlalu banyak meningkatkan risiko
penyakit jantung, karena meningkatkan kadar homosistein darah.
2) Teh
Kofein juga terdapat dalam daun dari tanaman teh (Thea sinensis) dari Cina
Selatan, yang kini dibudidayakan di Jawa, Sri Lanka, Rusia Selatan, Brasilia dan Pulau
Natal.
a) Teh Hitam
Dibuat dengan jalan memfermentasi daun-daun yang telah digiling, pada mana
enzim-enzim dibebaskan dan mengubah secara oksidatif flavonoida (polifenol) dari tipe
katechin menjadi tanin (thearubigin) yang memberikan warna hitam padanya. Teh
hitam mengandung rata-rata 3% kofein, derivat-derivat ksantin lainnya, yaitu teofilin
dan teobromin, antara 7-15% tannin, polifenol, flavonoida (katechin, dan lain-lain) dan
0,5-1% zat-zat aroma (minyak terbang, a.l. geraniol).
b) Teh Hijau
Terdiri atas daun dari Camellia sinensis yang tidak difermentasi dan
dipanaskan dengan uap panas sebelum digiling. Teh hijau mengandung relatif sedikit
kofein dan banyak katechin, yang antara lain berefek antitumor dan anti-aterosklerosis.
Sekarang ini the hijau digunakan sebagai ekstrak pada penanganan alternatif semua
jenis kanker, juga pada prevensi dan penanganan aterosklerosis.

Khasiatnya. Kofein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa


letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi ditingkatkan serta
prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan
singkat daripada amfetamin. Kofein juga berefek inotrop positif terhadap jantung
(memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretik. Juga bersifat menghambat
enzim fosfodiësterase.
Minum kopi lebih dari 4-5 cangkir sehari meningkatkan kadar homosistein dalam
darah dan dengan demikian juga risiko akan PJP. Bila dihentikan sekaligus dapat
mengakibatkan sakit kepala sebagai gejala penarikan. Kofein sering dikombinasi dengan
parasetamol atau asetosal untuk memperkuat efek analgetiknya, juga dengan ergotamin untuk
memperlancar absorpsinya.
Resorpsinya di usus baik, PP-nya ±17%, plasma-t½ 3-5 jam. Dalam hati kofein
diuraikan hampir tuntas dan dikeluarkan lewat urin.
Efek samping. Minum lebih dari 10 cangkir kopi sehari dapat menimbulkan debar
jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur.
Sebaiknya jangan minum lebih dari 3-4 cangkir kopi sehari.
Dosis: pada keadaan letih 1-3 dd 100-200 mg, sebagai adjuvans bersama analgetika
50 mg sekali, bersama ergotamin pada migrain 100 mg.
E. Farmakokinetik Hipnotik, Sedative, dan Stimulansia ( Diazepam & d-Amfetamine)
1. Farmakokinetik Diazepam
Farmakologi diazepam bekerja dengan cara berikatan pada reseptor gamma-
aminobutyric acid (GABA), dan meningkatkan kemampuan inhibisi dari GABA.
Farmakokinetik dari obat Diazepam, sebagai berikut :
a. Absorpsi
Diabsorbsi dengan mudah dan sempurna dari saluran pencernaan atau setelah
pemberian rektal. Tertunda dan penurunan penyerapan dengan makanan berlemak
sedang. Ketersediaan hayati: >90%. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak:
Sekitar 30-90 menit (oral); kira-kira 10-30 menit (rektal). kira-kira 1 menit (IV); 0,25-2
jam (IM).
b. Distribusi
Melintasi sawar darah-otak dan sawar plasenta; didistribusikan kembali ke depot
lemak dan jaringan. Memasuki ASI. Volume distribusi: 1,1 L/kg (oral); 1,2 L/kg (IV); 1
L/kg (rektal). Pengikatan protein plasma: 98% (oral); 95-98% (rektal).
c. Metabolisme
Dimetabolisme di hati melalui N -demetilasi oleh CYP3A4 dan CYP2C19
menjadi N-desmethyldiazepam, hidroksilasi oleh CYP3A4 menjadi temazepam dan
selanjutnya dimetabolisme menjadi oxazepam.
d. Eliminasi/Eksresi
Melalui urin (terutama sebagai konjugat glukuronida). Waktu paruh eliminasi:
44-48 jam (oral); 33-45 jam (IV); kira-kira 60-72 jam (IM); 45-46 jam (rektal).

2. Farmakokinetik Kaffein
Kafein merupakan metilxantin yang menghambat enzim fosfodiesterase dan memiliki
aktivitas antagonis pada reseptor adenosin sentral. Ini adalah stimulan SSP, terutama di pusat-
pusat yang lebih tinggi, dan dapat menyebabkan kondisi terjaga dan meningkatkan aktivitas
mental. Meskipun mekanisme pastinya pada apnea prematuritas tidak diketahui, hal ini
diyakini memiliki beberapa efek termasuk stimulasi pusat pernapasan, mengurangi ambang
batas hiperkapnia dan kelelahan diafragma; meningkatkan ventilasi menit, tonus otot rangka,
laju metabolisme dan konsumsi oksigen.
Farmakokinetik Kaffein terdiri dari :

a. Absorpsi
Diserap dengan cepat dan sempurna dari saluran cerna. Waktu untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak: 30 menit hingga 2 jam (neonatus).
b. Distribusi
Didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh; mudah masuk ke SSP dan air liur
(kafein sitrat). Melewati plasenta; memasuki ASI (dalam jumlah kecil). Volume distribusi:
0,8-0,9 L/kg (neonatus); 0,6 L/kg (dewasa). Pengikatan protein plasma: Sekitar 36%.
c. Metabolisme
Hampir sepenuhnya dimetabolisme di hati melalui oksidasi, demetilasi, dan
asetilasi oleh CYP1A2.
d. Eliminasi/Eksresi
Melalui urin (dewasa: sekitar 1% sebagai obat yang tidak berubah; neonatus: 86%
sebagai obat yang tidak berubah). Waktu paruh eliminasi: Sekitar 3-7 jam (dewasa); kira-
kira 3-4 hari (neonatus).

F. Farmakodinamik Diazepam dan Kaffein


1. Farmakodinamik Diazepam
GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan neurotransmitter inhibisi utama pada
sistem saraf pusat. GABA berperan pada aktivitas tidur, kontrol hipnosis,
memori, ansietas, epilepsi, dan eksitabilitas neuron. Ikatan diazepam pada reseptor GABA di
sistem limbik dan hipotalamus akan meningkatkan laju ion klorida ke dalam neuron.
Kemudian menimbulkan hiperpolarisasi dari membran sehingga menurunkan eksitabilitas
saraf.
a. Indikasi dan Dosis
1) Insomnia berhubungan dengan kecemasan
a) Dewasa : 5-15 mg sebelum tidur.
b) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
2) Pada Kejang
a) Dewasa : 2-60 mg setiap hari dalam dosis terbagi.
b) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
3) Sebelum Anestesi, Sedasi pada prosedur bedah dan medis kecil (Premedikasi Oral)
a) Anak : 2-10 mg.
b) Dewasa : 5-20 mg.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
4) Kejang Otot Mulut
a) Dewasa : 2-15 mg setiap hari dalam dosis terbagi, dapat ditingkatkan hingga 60
mg/hari pada gangguan kejang berat (misalnya palsi serebral).
b) Anak : 2-40 mg setiap hari dalam dosis terbagi.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
5) Kecemasan yang parah
a) Anak : 1-2.5 mg 3-4 kali sehari, tingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan
dan
toleransi.
b) Dewasa : 2-10 mg 2-4 kali sehari tergantung tingkat keparahan gejala.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
6) Sindrom penarikan alkohol (oral)
a) Dewasa : 5-20 mg, boleh diulang dalam 2-4 jam, bila perlu. Alternatifnya, 10 mg
3-4 kali selama 24 jam pertama, dikurangi menjadi 5 mg 3-4 kali sehari
sesuai kebutuhan.
b) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
7) Kecemasan yang parah ( Parenteral)
a) Dewasa : 2-10 mg melalui suntikan IM atau IV lambat, dapat diulangi setelah 4
jam.
b) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
8) Kejang otot ( Parenteral )
a) Anak : Sama dengan dosis dewasa.
b) Dewasa : 5-10 mg melalui suntikan IM atau IV lambat, dapat diulang setelah 4
jam.
Kejang otot akibat tetanus: Awalnya, 0,1-0,3 mg/kg melalui injeksi IV
lambat (1 mL/menit), dapat diulang dengan interval 1-4 jam.
Alternatifnya, 3-10 mg/kg infus IV terus menerus selama 24 jam. Dapat
meningkatkan dosis berdasarkan tingkat keparahan kasus.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
9) Sebelum Anestesi (Premedikasi Parenteral)
a) Anak : 0,2 mg/kg injeksi lambat dengan kecepatan 0,5 mL/menit.
b) Dewasa : 10-20 mg, dosis dapat ditingkatkan berdasarkan respons klinis atau
sesuai
kebutuhan.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
10) Kejang ( Parenteral )
a) Anak : 1 bulan hingga <5 tahun 0,2-0,5 mg melalui injeksi IM atau IV lambat
setiap 2-5 menit hingga Maks 5 mg; ≥5 tahun 1 mg setiap 2-5 menit
hingga Maks 10 mg. Dapat diulangi dalam 2-4 jam jika perlu.
b) Dewasa : 10-20 mg melalui injeksi IM atau IV lambat (1 mL/menit), dapat diulang
diulang setelah 30-60 menit, jika diperlukan. Dapat diikuti dengan infus
IV lambat jika diindikasikan. Maks: 3 mg/kg selama 24 jam.
11) Pada Kejang (Rektal)
a) Anak : 2-5 tahun 0,5 mg/kg. 6-11 tahun 0,3 mg/kg. ≥12 tahun 0,2 mg/kg.
Semua dosis dapat diulangi sekali setelah 4-12 jam, jika diperlukan.
b) Dewasa : 0,5 mg/kg, dapat diulang setiap 12 jam. Maks: 30 mg.
c) Lansia : Kurangi hingga setengah dosis.
12) Pada Kejang Otot (Rektal)
a) Anak : >1 tahun: Sama dengan dosis dewasa.
b) Dewasa : 0,5 mg/kg, dapat diulang setiap 12 jam. Maks: 30mg.
c) Lansia : 0,25 mg/kg, dapat diulang tiap 12 jam. Maks: 30mg.

b. Aturan Pakai Diazepam


Dapat diminum dengan atau tanpa makanan.

c. Perhatian/Tindakan Pencegahan khusus


Pasien dengan gangguan kejang, riwayat alkoholisme dan/atau penyalahgunaan
obat-obatan glaukoma sudut terbuka, insufisiensi kardiorespirasi, insufisiensi pernapasan
kronis, pasien ataksia, obesitas, dan lemah; kerusakan neurologis (rektal). Hindari
penarikan mendadak. CYP2C19 metabolisme ekstensif, menengah dan buruk. Gangguan
ginjal dan hati ringan sampai sedang. Anak-anak dan orang tua. Kehamilan dan
menyusui. Tidak dimaksudkan sebagai monoterapi pada pasien dengan depresi,
kecemasan karena bunuh diri dapat dipicu pada pasien tersebut.

d. Kontraindikasi Diazepam
Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner
akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan
asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sendirian
pada depresi atau ansietas dengan depresi.

e. Efek Samping Diazepam


Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan
mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari
berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi,
gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan libido, retensi urin,
dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi: nyeri,
tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.

f. Interaksi Obat
Potensi efek dengan obat lain yang bekerja secara sentral (misalnya antipsikotik,
ansiolitik, antikonvulsan, antihistamin, inhibitor MAO, anestesi, barbiturat). Peningkatan
efek sedatif dengan obat lain seperti lofexidine, nabilone, dan disulfiram. Mengurangi
klirens dan mempotensiasi aksi dengan inhibitor CYP3A4 (misalnya simetidin, isoniazid,
eritromisin, omeprazol, ketokonazol). Peningkatan metabolisme dan pembersihan dengan
penginduksi CYP3A4 (misalnya rifampisin, karbamazepin, fenitoin). Efek antagonis
dengan teofilin. Penyerapan tertunda dengan antasida.
Berpotensi Fatal saat penggunaan bersamaan dengan opioid dapat menyebabkan
sedasi, depresi pernafasan, koma dan kematian. Peningkatan risiko sedasi berkepanjangan
dengan zidovudine. Dapat meningkatkan efek depresan SSP dari natrium oksibat.
g. Interaksi Makanan
Mengurangi efek sedatif dan anxiolytic dengan kafein. Peningkatan konsentrasi
plasma dengan jeruk bali atau jus jeruk bali. Penurunan konsentrasi serum dengan St
John's wort. Peningkatan efek depresan SSP dengan alkohol.

h. Overdosis Obat
Apabila overdosis diazepam gejala yang timbul antara lain ataksia, mengantuk,
disartria, sedasi, kelemahan otot, tidur nyenyak, hipotensi, kegelisahan, nistagmus,
kebingungan. Kasus yang parah dapat menyebabkan ataksia, depresi kardiorespirasi,
koma, dan sangat jarang, kematian.
Untuk Penatalaksanaan, pengobatan suportif dan simtomatik. Mulai pemberian
cairan IV, ventilasi yang adekuat, dan bersihkan jalan napas. Pemberian arang aktif dapat
diberikan dalam waktu 1 jam setelah konsumsi. Jika terjadi hipotensi, angkat kaki tempat
tidur dan berikan cairan yang sesuai; berikan agen α-adrenergik seperti norepinefrin untuk
menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik. Flumazenil dapat digunakan untuk
menghilangkan efek sedatif secara keseluruhan atau sebagian, asalkan tindakan yang
diperlukan dalam pengobatan suportif awal telah dilakukan.

2. Farmakodinamik Kaffein
a. Indikasi dan Dosis
Dosis kafein ditentukan berdasarkan usia, kondisi pasien, dan respons tubuh
pasien terhadap obat. Berikut ini adalah pembagian dosis kafein berdasarkan tujuan
penggunaannya:
1) Meredakan kantuk
Dewasa : 50–200 mg, tiap 3–4 jam.

2) Meredakan migrain atau sakit kepala tipe tension


Dewasa : 100–250 mg per hari. Obat ini juga sering dikombinasikan dengan
ergotamine atau paracetamol.

3) Mengobati neonatal apnea pada bayi premature


Bayi baru lahir : Sebagai kafein sitrat, dosisnya 10–20 mg/kgBB melalui infus IV
(intravena) sekali sehari. Dosis pemeliharaan 5-10 mg/kg (2,5-5
mg/kg kafein) setiap hari melalui infus selama 10 menit, dimulai
24
jam setelah dosis awal.

b. Aturan Pakai Kaffein


Dapat diminum dengan atau tanpa makanan.

c. Perhatian/Tindakan Pencegahan khusus


Pasien dengan gangguan kejang, penyakit kardiovaskular lain yang diketahui,
riwayat tukak lambung dan/atau GERD, hipertensi, agitasi, tremor. Pasien pulih dari
alkoholisme kronis dan menggunakan disulfiram. Individu yang naif dan sensitif
terhadap kafein. Gangguan ginjal dan hati. Neonatus dan anak-anak. Kehamilan dan
menyusui.

d. Kontraindikasi Kaffein
Gejala atau riwayat aritmia jantung, gangguan kecemasan. Penggunaan
bersamaan dengan xantin lain (misalnya teofilin).

e. Efek Samping Kaffein


Ada beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah penggunaan kafein, yaitu
mual, muntah, sakit perut, susah tidur, atau sering buang air kecil. Lakukan
pemeriksaan ke dokter jika efek samping tersebut tidak kunjung mereda atau semakin
memberat.
Selain itu, jika digunakan dalam dosis yang berlebihan, kafein bisa menyebabkan
efek samping tertentu, seperti:
1) Muntah yang berat.
2) Diare yang tidak kunjung mereda.
3) Nyeri dada.
4) Pusing yang berat.
5) Tremor.
6) Dehidrasi.
7) Detak jantung terasa cepat atau tidak teratur.
8) Palpitasi atau jantung berdebar.
9) Tekanan darah meningkat.
f. Interaksi Obat
Penurunan eliminasi atau pembersihan dengan cimetidine, ketoconazole, asam
pipemidic atau methoxsalen. Peningkatan eliminasi atau pembersihan dengan
fenobarbital, fenitoin atau disulfiram. Dapat menurunkan efek vasodilatasi adenosin
dan dipyridamole. Dapat meningkatkan efek takikardik dari fenilpropanolamin. Dapat
melawan efek obat penenang, obat penenang dan β-blocker (misalnya atenolol,
metoprolol, propranolol). Menghambat metabolisme clozapine. Efek CV yang
signifikan. dengan efedrin. Penggunaan bersamaan dengan litium karbonat dapat
menyebabkan peningkatan kadar litium serum dalam jumlah kecil hingga
sedang. Dapat meningkatkan efek stimulan dengan MAOI.
Berpotensi Fatal: Interkonversi antara kafein dan xantin lain (misalnya teofilin)
dapat terjadi pada bayi prematur.

g. Interaksi Makanan
Dapat meningkatkan kadar kafein bila diberikan bersamaan dengan makanan atau
minuman lain yang mengandung kafein yang dapat menyebabkan kegelisahan, mudah
tersinggung, sulit tidur atau detak jantung cepat.

h. Overdosis Obat
Gejala yang timbul bila overdosis kafein antara lain, kejang, kegelisahan,
takipnea, takikardia, opistotonus, kekakuan, gerakan tonik-klonik, hipokalemia, tremor
halus pada ekstremitas, iritasi lambung, kegelisahan, perdarahan saluran cerna,
pergerakan rahang dan bibir yang tidak disengaja, peningkatan jumlah WBC, gangguan
sirkulasi, muntah, demam , agitasi, hipertonia, residu lambung, hipereksitabilitas, perut
buncit, asidosis metabolik, hiperglikemia, peningkatan kadar ureum, pucat, pupil
melebar, insomnia, sakit kepala, bicara cepat, diuresis, tinitus, dan peningkatan
pernapasan.
Untuk penatalaksanaan, pengobatan suportif dan simtomatik. Pantau kadar kafein
dan elektrolit dalam darah (misalnya plasma K). Koreksi hipokalemia dan
hiperglikemia. Pertimbangkan transfusi tukar untuk kasus yang parah. Berikan
antikonvulsan IV (misalnya diazepam, fenobarbital) untuk mengatasi kejang. Dapat
memberikan arang aktif (dewasa: 50 g; anak-anak: 10-15 g) atau melakukan bilas
lambung (pada orang dewasa) dalam waktu 1 jam setelah konsumsi; memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit jika diperlukan. Pantau denyut nadi, irama jantung, dan
tekanan darah. Berikan amiodarone atau disopyramide untuk aritmia ventrikel yang
terjadi pada pasien yang mengalami kejang. Dapat memberikan β-blocker untuk
hipertensi persisten.

G. Contoh Obat Paten Diazepam dan Kaffein


1. Contoh Obat Paten Diazepam
a. Stesolid
1) Komposisi : Diazepam
2) Sediaan : Tablet diazepam 2 mg dan diazepam 5 mg ; Syrup diazepam 2
mg/5 mL ; Injeksi diazepam 5 mg/mL, Enema diazepam 5 mg
/2.5 ml dan diazepam 10 mg/2.5 ml.
3) Golongan : Psikotropika
4) Nama Produsen : Actavis

b. Valisanbe
1) Komposisi : Diazepam
2) Sediaan : Tablet diazepam 2 mg dan 5 mg ; Ampul diazepam 5 mg/mL
3) Golongan : Psikotropika
4) Nama Produsen : Sanbe Farma
c. Analsik
1) Komposisi : Methampyrone 500 mg dan Diazepam 2 mg
2) Sediaan : Kaplet Methampyrone 500 mg dan Diazepam 2 mg
3) Golongan : Psikotropika
4) Nama Produsen : Sanbe Farma

d. Valdimex
1) Komposisi : Diazepam
2) Sediaan : Tablet diazepam 2 mg dan 5 mg ; Ampul diazepam 5 mg/mL
dan 10 mg/2 mL
3) Golongan : Psikotropika
4) Nama Produsen : Mersifarma Tirmaku Mercusana
BAB III
ISTILAH

o Stimulan : obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam rentang


waktu singkat
o Euforia : perasaan gembira atau perasaan senang yang dirasakan saat
menggunakan ganja yang mengandung kanabinoid berkualitas tinggi dari tanaman ganja
yang tumbuh di tanah pegunungan dengan tanah berkualitas tinggi juga
o Etiologi : merupakan studi yang mempelajari
tentang kausalitas (penyebab) dan asal-muasal sesuatu
o Antikonvulsi : obat yang dikembangkan untuk menghambat penyebaran kejang di

otak dengan menekan penembakan neuron yang cepat dan berlebihan.


o anti-aterosklerosis : penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri akibat
penumpukan plak di dinding pembuluh darah.
o Delirium : kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif.
o Hipokalemia adalah suatu kondisi ketika tubuh kekurangan zat kalium atau
potassium. Di mana kalium merupakan zat yang memiliki peranan penting bagi tubuh,
yakni sebagai elektrolit yang membantu membawa sinyal listrik ke sel tubuh.
o Hyperglycemia atau hiperglikemia adalah kondisi ketika kadar gula darah dalam
tubuh mencapai angka di atas batas normal. Kondisi ini sering terjadi pada penderita
diabetes, terutama yang tidak menjalankan gaya hidup sehat.
o Opisthotonus:Tubuh yang kaku akibat kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh: otot
leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle dst.
o Gerd : Sebuah penyakit pencernaan yang mana asam lambung atau empedu
mengiritasi lapisan dalam saluran makanan.Ini adalah penyakit kronis yang terjadi
saat asam lambung atau empedu mengalir ke saluran makanan dan mengiritasi
dinding dalamnya. Refluks asam dan heartburn (asam lambung naik) lebih dari dua
kali seminggu dapat mengindikasikan GERD.
o Neonatus adalah sebutan bagi bayi yang baru lahir atau usianya 0-28 hari. Bayi usia
kurang dari satu bulan mempunyai tubuh yang sangat lemah dan rentan terkena
penyakit.
o Insufisiensi pulmonal dikenal juga dengan istilah regurgitasi pulmonal. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan keadaan di mana katup pulmonal 'bocor', sehingga
terjadi aliran darah balik dari arteri pulmonal menuju ventrikel kanan.
o Kardiorespiradi gambaran kemampuan sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan
dalam memenuhi kebutuhan oksigen pada jaringan otot ketika melakukan aktivitas.
o Katekin adalah segolongan metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan oleh
tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid.
o Anti ateresoklerosis : Obat untuk mencegah penggumpalan darah, seperti aspirin ·
Obat untuk menurunkan tekanan darah
o Gastrointestinal : Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan
makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan Page 2
5 penyakit kerongkongan (esophagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus
besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pancreas (Hadi, 2002).
o Elektronegativitas : Elektronegativitas atau keelektronegatifan adalah sebuah sifat
kimia yang menjelaskan kemampuan sebuah atom untuk menarik elektron menuju
dirinya sendiri pada ikatan kovalen.
o Lipolifik : Pelarut non-polar semacam itu sendiri (lipofili) memiliki arti "mencintai
lemak" atau mungkin "menyukai lemak", dan aksioma adalah yang "suka larut
seperti"
o Hepatotoksisitas : Hepatotoksisitas adalah kerusakan pada hati disebabkan oleh obat.
Kerusakan ini lebih sering terjadi bila hati kita sudah mengalami kerusakan akibat
hepatitis. Namun ada beberapa obat, terutama nevirapine, yang menimbulkan risiko
lebih tinggi terhadap hepatotoksisitas.
o Diaphoresis : Keringat dingin (diaphoresis) merupakan episode berkeringat secara
tiba-tiba yang penyebabnya bukanlah panas atau karena melakukan aktivitas tertentu.
Alih-alih merasa kepanasan, kondisi ini justru membuat seseorang kedinginan.
o Ataksia : Gangguan keseimbangan atau koordinasi, dapat disebabkan karena
kerusakan otak, saraf, atau otot.
o Agitasi : Agitasi merupakan perasaan jengkel, gelisah, atau cemas. Kondisi ini dapat
dipicu oleh beberapa hal, seperti tindakan, kata-kata, hingga peristiwa tertentu.
Namun, dalam beberapa kasus terkadang kondisi ini juga dapat dipicu tanpa alasan
yang diketahui.
o ◦Talakardia : Denyut jantung yang cepat, mungkin teratur atau tidak teratur, namun
tidak berhubungan dengan proporsi usia dan tingkat pengeluaran tenaga atau aktivitas.
o Sistem limbik : Sistem limbik adalah bagian otak yang sangat berperan dalam
pembentukan tingkah laku emosi (marah, taktit, dorongan seksual). Sistem limbik
terdiri dari amigdala, septum, hipotalamus, talamus, dan hipokampus (Masters dkk.
1992)
o Thalamokortikal adalah serabut saraf antara talamus dan korteks serebral.
o Psikoleptika : meneka atau menghambat fungsi funsi tertentu dari ssp seperti
hipnotika , sedativ
o Efek afrodisiak : Afrodisiak bekerja dengan meningkatkan potensi seksual, seperti
meningkatkan ereksi, dan meningkatkan gairah seks serta kesenangan saat
berhubungan seks.
BAB IV
SINGKATAN

EEG : Electroencephalogram
ADHD : Attention deficit hyperactivity disorder
NMDA : N-metil-D-aspartat
PJP : Perawatan jangka panjang
MAO : Monoamin-Oksidase
WBC : White blood cell count
ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
GABA : Gamma-Aminobutyric Acid
BDZS : benzodiazepin
NMDA : N-methyl-D-aspartate
DMP : dekstrometorphan
MAO : Monoamin-Oksidase
MAOI : monoamine oxidase inhibitors
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu obat
yang pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat
farmakologi sampai sekarang. Di samping penggunaannya dalam terapi, obat-obat SSP
digunakan walaupun tanpa resep untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang.
Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun
demikian,dalam 30 tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang
metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah dapat diteliti cara kerja suatu obat pada sel-sel
tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal didalam sinaps. Informasi yang diperoleh dalam
studi studi semacam ini merupakan dasar dari sejumlah perkembangan yang utama dalam
penelitian SSP
Sedativa hipnotika berkhasiat menekan SSP. Bila digunakan dalam dosis yang
meningkat, suatu sedativum, misalnya barbiturat, akan menimbulkan efek secara berturut-
turut peredaan, tidur dan pembiusan total (anestesia). Pada dosis yang lebih besar lagi terjadi
koma, depresi pernapasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu
yang lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan.
Obat stimulansia ini bekerja pada sistem saraf dengan meningkatkan transmisi yang
menuju atau meninggalkan otak. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh
dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi,
banyak bicara, agitasi dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat
menyebabkan kegelisahan, panik, sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila
pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu
lama pula. Hal tersebut dapat menghabat kerja obat depresan seperti alkohol, sehingga sangat
menyulitkan penggunaan obat tersebut. (Sunardi, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo., (1995). Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan Terapi. Editor
Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 223-224.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Tan, Hoan, Tjay dan Raharja, Kirana.2015. Obat-obat penting. Edisi Ketujuh. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.
Utama, Hendra., Vincent HS Gan., (1995). Antikonvulsan, dalam Farmakologi dan Terapi
Bab 12. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 163-165.

Anda mungkin juga menyukai