Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stimulan SSP


Stimulan adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisik dan
kewaspadaan dengan meningkatkan gerak jantung dan pernapasan serta meningkatkan
fungsi otak dengan berkerja pada sistem saraf pusat, stimulan bisa merangsang tubuh
baik secara mental dan fisik. Obat system saraf pusat (SSP) adalah semua obat yang
berpengaruh terhadap system saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan
dapat mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini
disebut obat psikoaktif. Ada obat yang merangsang system saraf pusat (stimulant) dan
ada juga obat yang menekankan system saraf pusat (ibhibitor) (Dewi Arisanthi, 2015).
Stimulan system saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum meduladan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-depan
oleh senyawa stimulant SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan
kelelahan pikirian dan semangat bertambah. Contohnya senyawa stimulant SSP yaitu
kafein dan amfetamin. Obat system saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat
menimbulkan rangsangan tidak selektif pada system saraf pusat (Amanda Rizky dkk,
2013).
2.2 Penggolongan Stimulan SSP
Obat Stimulan susunan saraf pusat di kelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu
a. Stimulan Psikomotorik
Perangsang psikomotor adalah senyawa yang dapat merangsang pusat
psikomotor system saraf pusat, digunakan terutama untuk meningkatkan suasana
hati dan harapan pada penderita mental (Siswando dan B. Soekadjo, 2016)
Contoh: Cafein, Nikotin, amfetamin
1. Cafein :
Cafein merupakan zat psikoaktif yang paling sering dikonsumsi. Kafein
digunakan sebagai stimulant system saraf pusat dan mempercepat
metabolisme. KOnsumsi kafein berguna untuk meningkatkan
kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood.
Mekanisme kafein sebagai stimulan adalah menghambat pengikatan
reseptor adenosin yang bekerja secara berlawanan dengan kafein, dimana
adenosin sangat berpengaruh terhadap aktifitas sel saraf, kafein
meningkatkan kesadaran dengan menstimulasi neuron kolinergik, serta
menghambat neuron GABA Adrenergik yang menyebabkan berkurangnya
rasa kantuk, dan secara tidak langsung memodulasi reseptor dopamin
postsynaptic (Katzung 2002).
Interaksi post-synaptic dari reseptor adenosin dan reseptor dopamin
menyebabkan aktivitas stimulansia dari kafein dengan penghambatan
tersebut maka kafein dapat meningkatkan kewaspadaan, penambahan
energi, meningkatkan konsentrasi, serta meminimalisasi kelelahan. Selain
itu, kafein termasuk golongan alkaloid penghambat enzim fosfodiesterase.
Fosfodiesterase adalah enzim yang berfungsi mengubah adenosin-3',5'-
monofosfat (siklik AMP = CAMP) menjadi 5'AMP (Boutrel dan Koob,
2004).
2. Nikotin
Pada dosis rendah, nikotin menyebabkan stimulasi ganglion dengan
depolarisasi. Pada dosis tinggi menyebabkan penghambatan nganglionik.
3. Amfetamin
Bentuk rasematnya digunakan sebagai analeptic, untuk pengobatan
narkoleps, sebagai penunjang pengobatan alkoholisme dan sebagai
penurun nafsu makan untuk mengontrol kegemukan. Waktu paro plasma ±
30 jam. Dosis oral : 5-20 mg 1-3 dd. Bentuk isomer dekxtro amphetamine
mempunyai aktivitas perangsang system sarad pusat lebih besar
dibandingkan campuran rasemat. Levo-amfetamin terutama digunakan
sebagai penurun nafsu makan diri (Siswando dan B. Soekadjo, 2016).
b. Psikotomimetik (halusinogen)
Halusinogen merupakan senyawa yang dapat merangsang system saraf pusat,
mengubah suasana hati, pikiran, persepsi dan tingkah laku, serta menimbulkan
ilusi dan halusinasi yang mirip dengan keadaan psikosis. Halusinasi ditandai
dengan terjadinya eksitasi, euphoria dan hilangnya identitas diri (Siswando dan B.
Soekadjo, 2016).
Obat–obat psikomimetik atau halusinogen, menimbulkan perubahan mendasar
dalam pola pemikliran dan perasaan, dan sedikit berpengaruh pada sambungan
otak sumsum tulang belakang. Contoh : Asam Lisergat Dietilamida (LSD),
Fensiklidin (PCP), Tetrahidrokanabinol (THC) (Mycek, 2001).
1. Asam Lisergat Dietilamida (LSD)
Asam Lisergat Dietilamida (LSD) merupakan suatu narkotika halusinogen.
Obat ini bersifat psikedelik dari keluarga ergolina. Reaksi fisik pada LSD
bervariasi dan tidak spesifik. Gejala berikut telah dilaporkan : konstruksi
Rahim, hipotermia, demam (Listriana Ifa, 2015)
- Mekanisme Kerja LSD
Dengan merangsang produksi serotonin di korteks dan struktur di
dlaam otak dengan cara mengaktifkan reseptor serotonin, ootak akan
merespon stimulasi dan stimulasi berlebih ini yang akan menyebabkan
perubahan dalam pikiran, perhatian, persepsi dan emosi, perubahan-
perubahan ini muncul sebagai halusinasi yang merupakan sensasi
tampah nyata tetapi diciptakan oleh pikiran sendiri.
2. Fensiklidin (PCP)
Fensiklidin merupakan psikotropika golongan II yang mempunyai khasiat
pengobatan yang jelas dan apabila di salahgunakan sangat merugikan
kesehatan. PCP merupakan seyawa halusinasi yang bersifat dissociative
bahkan bisa menyebabkan delirium ( tidak bisa membedakan sama sekali
antara mana yang nyata dengan mana yang tidak nyata) jika dikonsumsi
dalam dosis tinggi (Dunika Ayu, dkk, 2015).
3. Tetrahidrokanabinol (THC)
Tetrahidrokanabinol (THC) dapat membuat pemakainya mengalami
euphoria (rasa senang berkepanjangan tanpa sebab).
- Mekanisme Kerja THC
THC terutama berpengaruh pada jaringan otak, system kardiovakular,
dan paru-paru. Sifatnya akut dan reversible. THC bekerja pada reseptor
Beta 1 dan Beta 2 yang terdapat di seluruh otak. Terutama korteks
serebri, hipokampus, serebelum, dan striatum. Tubuh menghasilkan
agonis THC endogen.

Dapus :
Amanda Rizky dkk. 2013. Makalah Kimia Farmasi I Obat Susunan Saraf Pusat.
Pangkal Pinang. Poltekkes Kemenkes Ri Pangkalpinang
Boutrel, B.&Koob, G.F, 2004. What Keeps Us Awake : Neuropharmacology of
Stimulans and Wakefulness, Promoting Medications. Sleep, 27
Dewi Arisanthi. 2015. Penyalahgunaan Zat Terlarang (Doping Dan Napza) Sebagai
Upaya Peningkatan Stamina Dalam Olahraga. Bali. Fakultas
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali Program Studi
Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi
Dunika Ayu, dkk, 2015. Analisis Kadar Metamfetamin Pada Sampel Darah Dengan
Metode GC-MS. Bali : Program Studi Kesehatan STikes Wira Medika
Bali, Program Studi Kimia FMIPA Universitas Udayana.
Katzung, B., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, Jilid II, 337-338,
diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta
Listriana Ifa. 2015. Teknik Therapeutic Community (TC) Rehabilitasi Bekas Pecandu
Narkoba Di Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri II Dinas Sosial Provinsi
Jawa Tengah. Semarang : Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar
2nd ed. H. Hartanto, ed., Jakarta, Widya Medika.
Siswando dan B. Soekadjo. 2016. Kimia Medisinal Edisi Kedua. Surabaya : Airlangga
University Press.

Anda mungkin juga menyukai