terutama dalam jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimuls
eksternal dipantau dan diatur oleh kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitifitas
terhadap stimulus, dan konduktifitas atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap
stimulus, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama (Sloane, 2013).
Organisasi struktur sistem saraf terbagi atas (Sloane, 2013): 1. Sistem saraf pusat (SSP)
terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindung tulang kranium dan kanal vertebral. 2.
Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf
kranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan
efektor. 2.1 Sistem Saraf Pusat Sistem saraf pusat merupakan bagian dari system syaraf, yang
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP mempunyai fungsi mengkoordinasi segala
aktivitas bagian tubuh manusia (Tjay, 2007).
Dalam menjalankan fungsinya, SSP dibantu oleh system syarat perifer yang berfungsi
menghantarkan impuls dari dan ke susunan saraf pusat atau dengan istilah yang lain yaitu dari
saraf efferent (motor) ke saraf afferen. Pada rangsangan seperti sakit, panas, rasa, cahaya, suara
mula-mula diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) dan kemudian dilanjutkan ke otak dan sum-
sum tulang belakang.Rasa sakit dapat disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar
sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang timbulkan oleh rasa sakit tersebut
(Ganiswara, 2007). Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan mengubah
beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat
bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja
nurotransmiter. Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor postsinaptik.
memberikan tujuan umum SSP dengan focus pada neurotransmitter yang terkait dalam
penggunaan obat-obat SSP dalam klinik (Mycek, 2013).
Obat-obatan stimulant susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap susunan saraf pusat. Efek perangsangan susunan saraf
pusat baik oleh obat yang berasal dari alam ataupun sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan
manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu mengadakan
blockade sistem pengambatan dan meninggikan perangsangan sinaps (Sunaryo, 1995). Obat
stimulan ini bekerja pada sistem saraf dengan meningkatkan transmisi yang menuju atau
meninggalkan otak. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah.
Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi
dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panik,
sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama
dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghabat kerja
obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan penggunaan obat tersebut (Sunardi,
2006). Hipnotika atau obat tidur adalah obat-obat yang dalam dosis terapi diperuntukkan untuk
meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Lazimnya obat
ini diberikan pada malam hari. Bilamana zatzat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang
rendah untuk tujuan menenangkan maka dinamakan sedative (Tjay, 2007). Sedative berfungsi
menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi
juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiatnya tidak menenangkan system saraf
pusat misalnya antikolinergik, hipnotik menimbulkan rasa kantuk, (dowsiness) mempercepat
tidur sepanjang malam, mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah
mengalami sifat-sifat EEGnya selain sifat-sifat ini. Secara ideal obat tidur tidak memiliki
aktivitas sisa terhadap esok harinya (Kadzung, 2013).