FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA
: JUMRIANI
NIM
: 15020150125
ASISTEN
: DINA MARDIANA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
Asisten pendamping
Dina Mardiana
(nama asisten)
LAPORAN PRAKTIKUM
ABSTRAK
Latar Belakang: sistem saraf otonom bersama dengan sistem endokrin,
mengoordinasi pengaturan dan integrase fungsi-fungsi tubuh. Jika sistem endokrin
dapat mengirim sinyal ke jaringan target melalu jaringan, maka berbeda dengan
halnya sistem saraf karena dapat memicu pengaruhnya melalui transmisi impuls
listrik secara capat pada serabut-serabut saraf yang yang berakhir pada sel-sel
efektor, yang secara spesifik merespon pelepasan substansi-substansi
neuromediator.
Tujuan Prakitkum: untuk menentukan efek farmakodinamik dari obat pada
hewan coba yaitu mencit (Mus muscullus) dengan parameter pengamatan berupa
grooming salivasi, vasokontriksi, vasodilatasi, takikardia, bradikardia, srraub,
piloreksi dan diare
Metode: pada praktikum ini kita menggunakan 5 mencit yang nantinya akan di
bagi menjadi 5 kelompok dan diberi perlakuan yang berbeda-beda dengan obat
yang kita gunakan nanti yaitu cendocarpin, cendotropin, efinefrin, dan propanolol
Hasil: pada percobaan sistem saraf otonom ternyata setelah perlakuan
cendotropin mencit mengalami midriosis, vasodilatasi, vasokontriksi, grooming,
piloereksi, takikardia, dan bradikardia.
Kesimpulan: setelah melihat hasil pengamatan ini ternyata efek yang terjadi pada
mencit terjadi pada menit 15, 30, dan 90. Namun paling sering terjadi pada menit
ke 90.
Kata Kunci: obat golongan simpatis dan parasimpatis
PENDAHUHULUAN
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kemampuan suatu
obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan
fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang efek racun dari obat
ketika masuk ke dalah tubuh, karena pada dasarnya obat memiliki efek teraupetis
yang cukup berbahaya jika penggunaan dosis tidak sesuai. Sehingga pada jumlah
dosis yang besar maka obat tersebut akan menjadi racun dan membunuh
oraganisme.
Sedangkan Sistem saraf otonom bekerja menghantarkan rangsang dari SSP
ke otot polos, otot jantung dan kelenjar.Sistem saraf otonom merupakan saraf
eferen (motorik), dan merupakan bagian dari saraf perifer. Sistem saraf otonom ini
dibagi dalam 2 bagian, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Pada umumnya jika fungsi salah satu sistem dirangsang maka sistem yang lain
akan dihambat.
Sistem saraf otonom tersusun atas saraf praganglion, ganglion dan saraf
postganglion. Impuls saraf diteruskan dengan bantuan neurotransmitter, yang
dikeluarkan oleh saraf praganglion maupun saraf postganglion.
Pada praktikum kali ini kita melakukan uji pada hewan coba untuk
mengetahui efek yang akan terjadi, dan pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan
setelah pemeberian obat, yang berkaitan dengan mekanisme kerja sistem saraf
otonom.
TINJAUN PUSTAKA
Sistem saraf otonom merupakan bagian sistem syaraf yang mengatur
fungsi visceral tubuh. Sistem ini mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi
gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh dan
aktivitas lain. Karakteristik utama SSO adalah kemampuan memengaruhi yang
sangat cepat (misal: dalam beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat
hampir dua kali semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik,
berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga
pengosongan kandung kemih). Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk melakukan
pengendalian terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadap homeostasis
dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, SSO
merupakan komponen dari refleks visceral (Guyton, 2006).
Susunan Saraf Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang yaitu
Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis: bila suatu sistem
merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam
beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat sinergis (Tjay,
2002).
Susunan saraf motoris mengatur otot-otot lurik dengan impuls listrik
(rangsangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot
tersebut (Tjay, 2002).
Pada susunan saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor,
organ ujung) secara tak langsung. Saraf otonom di beberapa tempat terkumpul di
sel-sel ganglion, dimana terdapat sinaps, yaitu sela di antara dua neuron (sel
saraf). Saraf yang meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron
preganglioner, sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron
post-ganglioner. Impuls dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada
yang lain secara kimiawi dengan jalan neurotransmitter (juga disebut
neurohormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba di sinaps, maka pada saat itu
juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon di ujungnya, yang
melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikut
dibebaskan pula neurohormon dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor
(Tjay, 2002).
Didalam sistem saraf otonom terdapat obat otonom. Obat otonom adalah
obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel
saraf sampai dengan sel efektor. Banyak obat dapat mempengaruhi organ otonom,
tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis
kecil. Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan
saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan atau
penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik (Pearce,
2002).
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan
impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa,
juga
ditemukan
di
medulla
adrenal.
Dopamin
melalui
perangsangan
reseptor
pada
arteriol,
menimbulkan
Metaproterenol
menghasilkan
dilatasi
bronkiolus
dan
ANTAGONIS ADRENERGIK
Berikatan dengan adrenoseptor, tetapi tidak mencetuskan efek intraseluler
yang diperantai reseptor pada umumnya. Obat-obat ini bekerja secara reversible
dan irreversible melalui perkenalan pada reseptor sehingga mencegah pengaktifan
reseptor oleh katekolamin endogen. Pada tahap ini ada 3 golongan obat yang
dimilikinya yaitu penghambat- yang mempengaruhi tekanan darah, penghambat yang dapat menurunkan tekanan darah namun efektif untuk pengobatan angina,
aritmia jangtung, infark miokardium, gagal jangtung kongestif, hipertiroidisme,
dan glaucoma, serta sebagai profilaksis untuk nyeri kepala migraine. Sedangkang
obat-obat
yang
mempengaruhi
pelepasan
atau
pengambiln
kembali
kandung kemih, dan saluran ceerna, dengan masa kerja sekitar 1 jam.
Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu berkeringat, nyeri
abdomen, diare dan bronkospasme.
c. Carbachol
Mempunyai mekanisme kerja muskarinik dan nikotinik karena tidak
memiliki gugus metil. Obat ini merupakan suatu ester carbamic acid
dan substrat yang tidak sesuai untuk asetilkolinesterase. Efek
pemberiang tunggal senyawa ini bertahan selama 1 jam. Efek
sampingnya, jika diberikan dalam dosis oftalmologi, maka efek
sampingnya kecil atau tidak ada sama sekali karena memenetrasi
sistemis (amina kuartener).
d. Pilocarpin
Merupakan alkaloid adalah suatu amina tersier dan bersifat stabil
terhadap hidrolisis oleh asetilkolonesterase. Pilokarpin digunakan pada
bidang oftalmologi. Dengan efek samping, dapat mencapai otak dan
menyebabkan gangguan SSP, juga dapat merangsang keringat dan
saliva yang berlebihan.
2. Agonis kolinergik kerja tidak langsung/antikolinesterase (reversible)
Asetilkolinesterase adalah suatu enzim yang khusus memecah
asetilkolin menjadi asetat dan kolin sehingga mengakhiri kerja asetilkolin.
Enzim ini terdapat pada ujung saraf pra- dan pasca-sinaps tempat terikat
pada membrane. Obat ini menghambat asetilkolinesterase secara tidak
langsung
bersifat
kolinergik
dengan
memperpanjang
keberadaan
asetilkolin endogen yang dilepas oleh ujung saraf kolinergik.. obat ini
mampu memacu respon pada semua kolinoseptor dalam tubuh baik
reseptor muskarinik maupun nikotinik sistem saraf otonom, demikian pula
pada taut neuromuscular dan otak. Pada golongan ini terdapat obat
physostigmin, neostigmine, pyridostigmin, ambenonium, demecarium,
edrophonim, tacrin, donezepil, rivastigmin, daln galantamin.
3. Agonis kolinergik kerja tidak langsung/antikolinesterase (irreversible)
HASIL PENGAMATAN
Perlakuan
Obat
Pronanolol
Miosis
Midriasis
Diare
Tremor
Vasodilatasi
Vasokontriksi
Grooming
Piloereksi
15
II
Perlakuan
Obat Cendotropin
BB Mencit : 1 = 25 g
90
II
15
1
30
2
60
2
90
2
2 = 24 g
Miosis
Midriosis
Diare
Tremor
Vasodilatasi
Vasokontriksi
Grooming
Piloereksi
Takikardia
Bradikardia
Saliva
PEMBAHASAN
norepinefrin
atau
epinefrin,
sedangkan
antagonis
adrenergic
DAFTAR PUSTAKA
Harvey, A. Richard. 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4 Jakarta: Widya
medika.
Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya
medika.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum.
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Kompoitindo Gramedia.