Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

“ ANALGETIK”
Kelas B

Disusun Oleh:

Widya Adfri Susanti 16330084


Lulu Hayati Addiyar 16330085
Siti Julaeha 16330110
Ajrin firly channisa 16330049
Reinhard Jesaya simbolon 17330740

Nama Dosen :
Thia Amalia, M.Si., Apt

PROGRAM FARMASI, FAKULTAS FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Analgetik”. Terimakasih
pula kepada Ibu Thia Amalia, M.Si., Apt. sebagai dosen pengampu untuk makalah ini,
kami juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan anggota kelompok yang telah
ikut berpartisipasi dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pengetahuan dan
untuk menambah wawasan kita semua dalam hal analgetik Makalah ini banyak sekali
kekurangan pada penulisan maupun pembahasanya sehingga kami sangat membutuhkan
saran dari pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 5 Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar ........................................................................................................i
Daftar Isi ...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analgetik ..............................................................................................................2
2.2 Penggolongan Analgetik ......................................................................................2
2..2.1 Analgetik Narkotik....................................................................................2
2.2.2 Analgetik Non Narkotik .............................................................................16
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................23
Daftar Pustaka ..........................................................................................................24

ii
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Analgetika (Obat Penghilang rasa nyeri) ialah obat yang digunakan
untuk mengurangi/ menekan rasa sakit, misalnya rasa sakit kepala, otot,
perut, gigi dan sebagainya.Analgetik dapat meringankan rasa nyeri Tanpa
menghilangkan kesadaran penderita. Karena khasiat dari obat analgetika ini
dapat mengurangi rasa sakit atau nyeri, maka obat analgetika ini menjadi
sangatpopuler dan disenangi oleh masyarakat, meskipun tidak dapat
menyembuhkan/menghilangkan penyakit dari penyebabnya.Karena itu, dalam
makalah ini akan dijelaskan mengenai sifat-sifat dari obat golongan analgetik,baik
dari struktur kimianya, pengaruh terhadap lingkungan maupun cara
pembuatan obat itu sendiri.

1.2 Rumusan Maslaah


1. Bagaimana struktur kimia dari senyawa obat analgetika?
2. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap senyawa-senyawa obat analgetika?
3. Bagaimana sifat obat golongan analgetika?
4. Bagaimana cara pembuatan obat golongan analgetika?

1.3 Tujuan Masalah


Mengetahui sifat-sifat obat, struktrur kimia,pengaruh lingkungandan cara
pembuatan obat-obat analgetika,Mempelajari macam-macam senyawa obat
analgetika,Mempermudah mahasiswa dalam mengenal senyawa-senyawa obat
anlalgetika

1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Analgetika
Analgestika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat
secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran.Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa
sakit.Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi
dua golongan yaitu analgetika narkotika dan analgetika non narkotik (Siswandono
dan Soekardjo, 2008).
Analgetik atau obat-obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang mnegurangi
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai
tanda adanya penyakit atau kelainan tubuh dan merupakan bagian dari proses
penyembuhan (inflamasi).

2.2 Penggolongan Analgetika


2.2 1 Analgetika Narkotik
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat
ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan
jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus atau ginjal (Siswandono dan
Soekardjo, 2008).
Aktivitas analgetika narkotika jauh lebih besar dibanding golongan analgetik
non narkotik, sehingga disebut pula analhetika kuat. Golongan ini pada
umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan.
Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan
mental suatu kecanduan, dan efek ini terjadi secara tepat. Penghentian pemberian
obat secara tiba-tiba menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal.
Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernapasan.

2
Mekanisme Kerja
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor
khas pada sel dalam otak dan spinal cord.Rangsangan reseptor juga menimbulkan
efek euforia dan rasa mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Ada empat macam reseptor opiod yaitu reseptor 𝜇, 𝛿,𝑥, dan NOP
(nociception/Orphanin FQ receptor) yang semuanya termasuk dalam kelompok
GPCR (G Protein-Coupled Receptor)

Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang
sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik yaitu:
1. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatic obat melalui ikatan
van der Waals
2. Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan muatan positif obat
melalui ikatan ionik
3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2-CH2-
dari proyeksi cincin piperidin dan mengikatnya melalui ikatan van der waals
atau hidrofobik.

Penggolongan
Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotika dibagi menjadi lima kelompok
yaitu
A. Turunan Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman papaver somniferum.
Opium mengandung tidak kurang dari 40 alkaloida, antara lain adalah morfin (8-
7%), noscapin (1-10%), codein (0,7-5%), tebain (0,1-2,5%) dan papaverin (0,5 -
1,5%).
Morfin merupakan prototipe dari reseptor 𝜇, selain efek analgesik turunan
morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak digunakan. Oleh karena itu
distribusi turunan morfin dikontrol secara tepat oleh pemerintah. Karena turunan
morfin menimbulkan efek kecanduan yang terjadi secara cepat, maka dicara

3
turuna atau analoknya yang masih mempunyai efek euforia tetapi efek kecanduan
lebih rendah.

Untuk dapat menimbulkan aktivitas analgesik narkotika, senyawa harus


mempunyai gugus farmakofor sebagai berikut :
a. Cincin aromatik
b. Cincin piperidin
c. Atom N tersier yang bermuatan negatif
d. Atom c kuartener (atom c yang tidak mengikat atom H)

Adapula yang menganggap bahwa OH fenolik merupakan gugus farmakofor


karena gugus tersebut akan mengikat reseptor melalui ikatan hidrogen dan
meningkatkan aktivitas analgesik, tetapi hilangnya gugus tersebut tidak
megakibatkan penurunan aktivitas secara bermakna.

4
Hubungan struktur dan aktivitas morfin dijelaskan sebagai berikut:

a. Fenolik OH

Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan


aktivitasanalgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial
untuk aktivitasanalgesik (Patrick, 1995).

b. 6-Alkohol

5
Penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah sering
menghasilkan efekyang berlawanan. Peningkatan aktivitas lebih disebabkan
oleh sifatfarmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor
analgesik.Dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang
mencapaireseptor, bukan seberapa terikat dengan reseptor (Patrick, 1995)
Analog morfin menunjukkan kemampuan untuk mencapai reseptor
lebihefisien dibandingkan dengan morfin itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena reseptoranalgesik terletak di otak dan untuk mencapai otak, obat harus
melewati sawardarah otak. Dalam rangka untuk mencapai otak, maka terlebih
dahulu harusmelewati barier ini. Mengingat barier tersebut adalah lemak maka
senyawa yangbersifat polar akan kesulitan menembus membran. Morfin
memiliki tiga guguspolar (fenol, alkohol dan, amin) sedangkan analognya
telah kehilangan gugus polaralkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil.
Dengan demikian maka analogmorfin akan lebih mudah masuk ke otak dan
terakumulasi pada sisi reseptor dalamjumlah yang lebih besar sehingga
aktivitas analgesiknya juga lebih besar (Patrick,1995).

c. Ikatan Rangkap pada C7 dan C8

Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan


rangkaptidak penting untuk aktivitas analgesik (Patrick, 1995)

6
d. Gugus N-Metil

Atom nitrogen dari morfin akan terionisasi ketika berikatan dengan


reseptor.Penggantian gugus N-metil dengan proton mengurangi aktivitas
analgesik tetapitidak menghilangkannnya. Gugus NH lebih polar
dibandingkan dengan gugus N-metiltersier sehingga menyulitkannya dalam
menembus sawar darah otakakibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik.
Hal ini menunjukkan bahwasubstitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk
aktivitas analgesik. Sedangkanpenghilangan atom N akan menyebabkan
hilangnya aktivitas (Patrick, 1995).

e. Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa
tidakmemiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas analgesik.
Cincin Adan nitrogen merupakan dua struktur yang umum ditemukan dalam
aktivitasanalgesik opioid. Cincin A dan nitrogen dasar adalah komponen
penting dalamefek untuk μ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen
ini saja, tidak akancukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga
penambahan gugus farmakofordiperlukan. Substitusi pada cincin aromatik
juga akan mengurangi aktivitasanalgesik (Patrick, 1995).

f. Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan munurunkan
aktivitas(Siswandono dan Soekardjo, 2008).

7
g. Stereokimia
Morfin adalah molekul asimetrik yang mengandung beberapa pusat
kiral dansecara alami sebagai enansiomer tunggal. Ketika morfin pertama kali
disintesis,dibuat sebagai sebuah rasemat dari campuran enansiomer alami dan
bagian mirrornya.Ini selanjutnya dipisahkan dan “Unnatural” morfin dites
aktivitasanalgesiknya dimana hasilnya tidak menunjukkan aktivitas (Patrick,
1995). Hal ini disebabkan karena interaksi dengan reseptornya dimana
telahdiidentifikasi bahwa setidaknya ada tiga interaksi penting melibatkan
fenol, cincinaromatik dan amida pada morfin. Reseptor mempunyai gugus
ikatan komplemenyang ditempatkan sedemikian rupa sehingga mampu
berinteraksi dengan ketigagugus tadi. Sedangkan pada “Unnatural” morfin
hanya dapt terjadi satu interaksiresptor dalam sekali waktu (Patrick, 1995)

Epimerization pusat kiral tunggal seperti posisi 14 tidak juga


menguntungkan,karena perubahan stereokimia di bahkan satu pusat kiral
dapat mengakibatkanperubahan bentuk yang drastis, sehingga mustahil bagi
molekul untuk berikatandengan reseptor analgesik (Patrick, 1995).

8
h. Penghilangan Cincin D
Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian senyawa yang
disebutmorphinan yang memiliki aktivitas analgesik yang bermanfaat. Ini
menunjukkanbahwa jembatan oksigen tidak terlalu penting (Patrick, 1995).

i. Pembukaan Cincin C dan D


Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus senyawa yang
dinamakanbenzomorphan yang mempertahankan aktivitas analgesik. Hal ini
menandakanbahwa cincin C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik
(Patrick, 1995).

9
j. Penghilangan Cincin B, C, dan D
Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa 4-
phenylpiperidineyang memiliki aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan
bahwa cincn B,C dan Dtidak penting untuk aktivitas analgesik (Patrick,
1995).

k. Penghilangan Cincin B,C,D, dan E.


Penghilangan cincin B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa analgesik
yaitumethadone (Patrick, 1995).

Hubungan struktur-aktivitas lain


a. Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan
aktivitasanalgesik, meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek
kejang. Penurunan aktivitas disebabkan karena cincin aromatik merupakan
gugus farmakofor, sehingga modifikasi pada cincin akan menyebabkan
halangan ruang pada proses interaksi obat reseptor.
b. Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil
alkoholdengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas
analgesik,meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
Disini yang berperan adalah peningkatkan sifat lipofilik yang dapat
meningkatkan proses penembusan membran.
c. Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8
menurunkanaktivitas analgesik secara drastis.

10
d. Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan efekanalgesik.
e. Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau
lebih tinggi dibanding morfin karena peningkatan lipofilitas.
f. Substitusi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgetik
g. Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas
h. Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
i. Demetilasi pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom
N dapat menurunkan aktivitas karena pembentukan amin sekunder tersebut
akan menghilangkan sifat kationik senyawa.
j. Perpanjangan rantai alifatik pada atom N, misal penggantian gugus metil
gugus alil, menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif karena
pengaruh halangan ruang pada proses interaksi ligan resesptor.

11
B. Turunan Meperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi
masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener,
rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi
dengan reseptor analgesik.

Hubungan struktur dan aktivitas turunan meperidin :


Contoh :
a. Meperidin (Pethidine = Dolantin), mempunyai efek analgetik antara morfin
dan kodein. Meperidin dugunakan untuk mengurangi rasa sakit pada kasus
obsetri dan untuk pramedikasi pada anestesi.
b. Difenoksilat (Lomotil), strukturnya berhubungan erat dengan meperidin,
tetapi efek analgetiknya sangat rendah karena adanya gugus besar yang besar
pada atom N.
c. Loperamid (Imodium), strukturnya berhubungan erat dengan difenoksilat,
tetapi efeknya lebih spesifik, lebih kuat dan lebih lama.
d. Fentanil Sitrat (sublimaze), analgesik narkotik sangat kuat, yang digunakan
sebagai penunjang (premedikasi) pada anestesi sistemik, sebelum operasi.
e. Sufentanil (sufenta), sifat dan kegunaan seperti fentanil.

12
C. Turunan Metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam
bentukgaram HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada
turunanmorfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk
“cincin” biladalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya
tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.

Hubungan struktur dan aktivitas turunan metadon :


Contoh :
1. Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin.
Dalam sediaan biasanya sebagai garam HCl dan campuran rasemat.
2. Levanon, adalah isomer levo metadon tidak menimbulkan euforia seperti
morfin dan diajurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan
kecanduan. Bentuk isomer dekstro aktivitas analgesiknya sangat rendah.
3. Propoksifen, dalam sediaan biasanya sebagai garam HCl atau napsilat, yang
aktif sebagai analgesik adalah isomer 𝛼(+). Bentuk isomer α (-) dan β-
diastereoisomer aktivitas analgesiknyarendah. α (-) Propoksifen mempunyai
efek antibatuk yang cukup besar.Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-
kira sama dengan kodein,dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen
digunakan untukmenekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik
nyeri gigi.Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen
tidakmempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.

13
4. Turunan Morfina
Dalam upaya mengembangkan turunan morfin dilakukan penyerdahanaan struktur
dengan menghilangkan jembatan eter dan ikatan rangkap C7-8, dan didapatkan
turunan yang mempunyai aktivitas lebih besar dibanding morfin seperti
levorfanol. Hal ini disebabkan karena struktur turunan morfinan tersebut lebih
lentur dan dapat mengikat semua reseptor narkotik analgesik lebih kuat dibanding
morfin.
Contoh : levorfanol dan dekstrometorfan

14
5. Turunan Lain-lain
Contoh : Tramadol

Tramadol (Tramal, Seminac), analgesi kuat dnegan aktivitas 0,1-0,2 kali morfin.
Senyawa dapat menghambat reuptake dari norepinefrin, serotonin dan
meningkatkan pelepasan serotonin yang dapat mengubah persepsi dan respons
nyeri dengan mengikat reseptor opiat 𝜇. Meskipun efeknya melalui reseptop
opiat, tetapi efek depresi pernafasan dan kemungkinan resiko kecanduan relatif
kecil. Awal kerja obat ± 1 dan lama kerja 9 jam. Senyawa diabsorpsi dengan
cepat dalam saluran cerna lebih kuran 90%. Ketersediaannya 70-75%.
Diekresikan melalui urin, waktu paro eliminasinya 6 jam. Dosis : 50 mg 1 dd

2.2 2 Analgetika Non Narkotika


Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
ringansampai moderat sehingga sering disebut analgetika ringan, juga
menurunkan suhubadan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai
antiradang untukpengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada
perifer dan sentralsistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika
non narkotik dibagimenjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat
antiradang bukan steroid(Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID)
(Siswandono dan Soekardjo, 2008).

15
Mekanisme Kerja
a. Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara
menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf
pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase,
sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator
rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin,
prostaglandin, ionion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa
sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

b. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan
meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi,
dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air
sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat
(Siswandono dan Soekardjo, 2008).

c. Antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan
menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara
memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan
gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim
yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein,
meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan
penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui
stabilisasi membran yang terkena radang (Siswandono dan Soekardjo,
2008).

16
Penggolongan
A. Analgetik-Antipiretika
Berdasarkan struktur kimianya obat analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua
kelompok yaitu turunan anilin adan para-aminifenol, dan turunan 5-pirazolon.

Turunan Anilin dan para-Aminofenol, Hubungan struktur-aktivitas


1.) Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar
karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak
dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2.)Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat
menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid)
dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada
dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan
mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai
kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya
juga rendah.
3.) Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air,
tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan
efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek
analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4.) Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih
rendah disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu
toksik untuk langsung digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan
modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
5.) Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan
toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar
dan pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan
kerusakan hati.
6.) Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin)
dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena

17
mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan
meningkat.
7.) Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat,
ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8.) Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup
tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin,
kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di
Indonesia.
9.) Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan
meningkatkan aktivitas analgesik.

B. Obat Antiradang Bukan Steroid


a. Turunan asam salisilat
Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat
1.) Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus
karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus
berdekatan dengannya.
2.) Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan
aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
3.) Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas. 4.)
Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau

18
hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat
menjadi lebih panjang.
5.) Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat
meningkatkan aktivitas.
6.) Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat
(diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang
masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran
cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
7.) Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat.
Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut.
Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak
menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.

Contoh :
1. Aspirin (Asam salisilat, acetosal, aspro, rhonal) digunakan sebagai
analgesik antipiretik, dan antirematik. Mekanisme kerja dengan
menghambat enzim COX-2 yang bertanggung jawab pada sintesis
prostaglandin dan trombosap. Pemberian aspirin dalam dosis rendah (80-
100 mg) dalam waktu yang lama dapat digunakan untuk pengobatan

19
trombosis dan mencegah serangan jantung karena dapat menghambat
agresig platelet. Absorbsi aspirin dalam saluran cerna cepat, terutama
pada usus kecil dan lambung dan segera terhidrolisi menjadi asam
salisilat yang aktif. Asam salisilat terikat oleh protein plasma 80-90%,
kadar plasma tertinggi aspirin dicapai dalam waktu 14 menit. Sedangkan
asam salisilat 0,5-1 jam, waktu paruh aspirin ± 17 menit. Sedangkan asam
salisilat ± 3,15 jam, waktu paruh elimininasi aspirin 15-20 menit. Dosisi
analgesik 500 mg setiap 4 jam bila diperlukan.
2. Salisilamit (ortho-hidrobenzamid) mempunyai aktivitas analgesik
antipiretik sama dengan aspirin, tetapi tidak memiliki efek antiradang dan
antirematik. Karena salisilamit tidak terhidrolisis menjadi asam salisilat,
maka yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik adalah seluruh
molekul. Dinding aspirin, salisilamid mempunyai awal kerja lebih cepat,
ekresikan (masa keruja singkat) dan menimbulkan toksisitas yang relatif
rendah pada sediaan dikombinasi dengan obat analgesik lainnya, seperti
acetaminophen. Absorbsi dalam saluran cerna cepat, kadar plasma
tertinggi dicapai dalam waktu 0,3-2 jam dengan waktu paruh ± 1 jam.
Dosis analgesik 300 mg 3 dd.
3. Diflunisal (Diflonid), mempunyai aktvitas analgesik, antiradang dan
antipiretik yang lebih besar dibanding aspirin, awal kerja obat 1 jam
sesudah pemberian oral dengan masa kerja 8-12 jam. Absorpsi obat
dalam saluran cerna cepat dan sempurna, kadnag tertinggi dalam plasma
dicapai setelah 2-3 jam, dengan waktu paro plasma 8-12 jam. Pengikatan
protein plasma > 99%. Diekresikan terutama melalui urin sebagai
konjugat glukuronoida. Diflunisal efektif untuk mengurangi rasa nyeri
sesudah operasi dan osteoartritis. Dosis analgesik :250 mg 2 dd.

b. Turunan Asam N-Arilantranilat


Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Hubungan struktur
aktivitas:

20
1.) Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila
pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituensubstituen
pada posisi 2,3, dan 6
2.) Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar apabila gugus-
gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam antranilat. Struktur
tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor hipotetik antiradang.
Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-klor
pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgesic
3.) Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik
seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas. (Siswandono dan
Soekardjo, 2008)

Hubungan struktur aktivitas turunan asam arilasetat


1.) Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam enolat, asam
hidroksamat, sulfonamide dan tetrasol yang terpisah oleh suatu atom C dari inti

21
aromatic datar.Pemisahan dengan lebih dari satu atom C, missal pada turunan
asam propionate atau butirat, akan menurunkan aktivitas.
2.) Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat akan meningkatkan aktivitas
antiradang, contoh ibufenak tidak mempunya gugus α-metil dan bersifat
hepatotoksik
3.) Adanya α-substitusi menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan
kadangkadang isomer satu lebih aktif disbanding yang lain.Konfigurasi yang
aktif adalah bentuk isomer S-(+)
4.) Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada atom C inti aromatic pada posisi
meta atau para dari gugus asetat.
5.) Turunan ester dan amida juga mempunyai aktivitas antiradang karena secara in
vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.

C.Turunan Asam Heteroarilasetat


Contoh : indometasin, sulidak, asam tiaprofenat, asam metiazinat, dan ketorolak
Hubungan struktur aktivitas :
1.) Pada turunan asam heteroarilasetat seperti pada indometasin, gugus
karboksilpada R1 penting untuk aktivitas antiradang, penggantian dengan
gugus lain akan menurunkan aktivitas
2.) Penggantian gugus C=O (X) dengan –CH2- akan menurunkan aktivitas
3.) Adanya gugus para halogen (R3), CF3, & SCH3 dapat meningkatkan aktivitas
4.) Penggantian gugus metil (R2) dengan gugus aril akan menurunkan aktivitas

22
5.) Turunan isosterik 1-indeninindenil mempunyai aktivitas yang serupa dengan
indometasin
6.) Penggatian gugus metoksi dengan gugus F(R2) dan gugus Cl dengan gugus
metilsulfinil (R3), meningkatkan kelarutan dalam urine dan menurunkan efek
samping iritasi lambung

Gambar Struktur Indometasin

D.Turunan Oksikam
Bersifat asam, mempunyai efek antiradang, analgesic dan antipiretik.Untuk
pengobatan simptomatik rematik arthritis, osteoarthritis dan antipirai.Contoh
piroksikam, tenoksikam dan meloksikam. Mekanisme menghambat sintesis
prostaglandin, menurunkan panas dengan bekerja pada pusat regulasi panas di
hipotalamus, menghambat tromboksan A2, dan menurunkan sensititivitas reseptor
nyeri.

Gambar Struktur Piroksikam

E.Turunan lain-lain

23
Menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, serta menyebabkan ketidak
normalan hematologis dan kadang-kadang bersifat hepatotoksik .Contoh
benzidamin, tinoridinnimesulid, fenazopiridin.

Gambar Struktur Benzidamin

24
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Analgestika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran.
2. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi
dua golongan yaitu analgetika narkotika dan analgetika non narkotik

25
DAFTAR PUSTAKA

Foye, W. O., T. L. Lemke, and D. A. Williams. 1995. Principles of Medicinal


Chemistry: Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Patrick, Graham. 1995. An Introductin To Medicinal Chemistry. New York: Oxford
University Press. Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal.
Surabaya: Airlangga University Press.

26

Anda mungkin juga menyukai