Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ANALGESIK DAN KORTIKOSTEROID


Disusun untuk memenuhi nilai tugas kelompok
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Farmasi

Dosen Pengampu
Apt. Yani Ambari, S. Farm., M. Farm.

Kelompok 2
Atita Aisyatus Setyani : (23020200038)
Fariska Chalita Putri : (23020200059)
Fasikhatul Lisan : (23020200063)
Nabilla Hawan Zayain : (23020200058)
Sherly Mardhatillah Mahfudz : (23020200060 )

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ANWAR MEDIKA KRIAN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia Nya kepada kami, sehingga penyusunan makalah
ini dapat kami selesaikan dengan baik.

Penyusunan makalah ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah pengantar ilmu farmasi, dengan judul ”Analgesik dan Kortikosteroid”
disusun berdasarkan beberapa sumber, penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.
Oleh karna itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun
harapkan.

Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penyusun.

Sidoarjo, 28 November 2023


Tim Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…............................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... .. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3


2.1 Analgesik ………………… ……...................................................... 3
2.1.1. Pengertian Analgesik ………………………………………………. 3
2.1.2. Macam - Macam Obat Analgetik ………………………………….. 4
2.1.3 Cara Kerja Obat Analgetik ……………………............................. .. 5
2.1.4. Indikasi dan Kontraindikasi Obat Analgesik ……………………… 6
2.2. Kortikosteroid.................................................................................... 8
2.2.1. Pengertian Obat Kortikosteroid........................................................ 8
2.2.2 Macam macam obat Kostikosteroid ………………………………. 9
2.2.3 Cara kerja obat kostikosteroid ……………………………………..10
2.2.4 Indikasi dan kontra indikasi obat Kostokosteroid ………………… 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………….. 14
3.2 Saran …………………………………………………………………. 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analgesik merupakan obat yang digunakan dalam menghilangkan rasa sakit
atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Obat
analgesik digunakan untuk membantu meredakan rasa sakit, dalam kondisi sadar
tidak sadar kita sering menggunakannya contohnya ketika sakit kepala atau sakit
gigi, salah satu komponen obat yang diminum biasanya mengandung analgesik
atau pereda rasa nyeri (Mita dan Husni, 2017). Analgesik diklasifikasikan menjadi
dua golongan besar yaitu analgesik sentral (golongan narkotik/opioid) dan
analgesik perifer (golongan non narkotika/non opioid) (Tan&Rahardja, 2008).

Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar


adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon
inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki efek penting pada metabolisme
karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan mineralokortikoid memiliki efek kuat
terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit (Katzung, 2012; Gilman, 2012;
Johan, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, penyusun akan melakukan penelitian terkait obat-


obatan analgesik dan kortikosteroid untuk memenuhi nilai tugas kelompok dari
mata kuliah pengantar ilmu farmasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas maka didapatkan Rumusan Masalah sebagai


berikut :

1. Apa pengertian dari analgesik dan kortikosteroid?


2. Ada berapa macam obat analgesik dan obat kortikosteroid?
3. Bagaimana cara kerja obat analgesik dan kortikosteroid?
4. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi dari obat analgesik dan
kortikosteroid?

1.3 Tujuan

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas maka didapatkan Tujuan pembuatan


makalah ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari analgesik dan kortikosteroid


2. Untuk mengetahui macam-macam obat dari analgesik dan kortikosteroid
3. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja obat analgesik dan kortikosteroid
4. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi dari obat analgesik dan
kortikosteroid.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analgesik

2.1.1 Pengertian Analgesik

Analgesik adalah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat


yang digunakan sebagai pereda nyeri. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit, namun tidak mengatasi penyebab yang
mendasarinya. (Chandra dkk, 2016) juga menjelaskan bahwa Analgesik adalah
obat- obatan yang memiliki indikasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan
bertindak dalam sistem saraf pusat tanpa mengubah kesadaran . Obat- obat
analgesik dapat dibedakan menjadi dua yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik.

Menurut Smeltzer & Bare, 2002 dalam Aisyah, 2017, International


Association for the Study of Pain (IASP) menyatakan nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang kurang mengenakan berkaitan dengan
kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial yang dirasakan dalam suatu
kejadian dimana terjadi kerusakan. KEMENKES juga menjelaskan bahwa Nyeri
adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan resiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, timbul
ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri.

Obat analgesik digunakan untuk meredakan rasa sakit atau nyeri, seperti
sakit kaepala, sakit gigi, nyeri otot, nyeri pasca operasi, dan nyeri haid. Analgesik
bekerja dengan cara mengurangi peradangan di tempat rasa sakit atau mengubah
cara otak dalam memproses dan merasakan rasa sakit. Obat ini tersedia dalam
berbagai bentuk, seperti oral (pil, tablet, kapsul, dan cairan), topikal (gel dan
salep), dan supositoria (obat yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus.

3
2.1.2 Macam-Macam Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atu Analgesik Narkotika

Analgetik Opioid atau Analgetik Narkotika merupakan turunan opium yang


berasal dari tumbuhan Papever somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik
ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang
bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat
menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Semua Analgesik opioid memiliki
sifat-sifat seperti opium atau narkotik, dan digunakan untuk mengurangi nyeri
sedang sampai berat, terutama pada bagian viseral. Obat ini bekerja dengan
menekan fungsi sistem saraf pusat secara refleks. Efek samping dari analgesik
narkotik berbeda-beda baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek yang paling
sering terjadi adalah mual, muntah, konstipasi dan mengantuk. Penggunaan
dengan dosis yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan.

Analgesik narkotik yang paling sering digunakan adalah opioid. Opioid


digunakan untuk mengurangi nyeri sedang hingga berat, terutama pada bagian
visual. Beberapa jenis opioid yang sering digunakan meliputi morfin, oksikodon,
dan petidin.

Morfin tetap menjadi pilihan utama untuk nyeri berat, meskipun dapat
menyebabkan efek samping seperti mual dan muntah. Opioid memiliki efek
samping yang lebih banyak dibandingkan dengan analgesik non-opioid, seperti
ketergantungan dan kecanduan. Oleh karena itu, penggunaan opioid hanya
disarankan dengan resep dokter dan harus dilindungi secara ketat. Selain itu, obat
ini juga digunakan dalam terapi medis untuk mengatasi nyeri akibat kanker, nyeri
pasca operasi, dan kondisi nyeri lain yang tidak dapat diatasi dengan analgesik
yang lebih rendah potensinya. Berikut adalah contoh analgesik narkotik yang
sering di pakai di Indonesia saat ini :

 Morfin HCL
 Kodein
 Fentanil HCL

4
 Petidin
 Tramadol
2. Analgesik Non-Opioid atau Non-Narkotika Obat Analgesik

Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah


Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non- Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik.

Beberapa contoh obat analgesik non-narkotika yang sering digunakan antara


lain paracetamol, aspirin, ibuprofen, asam mefenamat, dan naproxen. Obat-obat
ini termasuk dalam kelompok analgesik perifer yang bekerja pada reseptor nyeri
di sekitar area yang terasa sakit, tanpa memberikan pengaruh pada sistem saraf
pusat. Analgesik non-narkotika umumnya tidak menimbulkan efek kecanduan
pada penggunanya.

2.1.3 Cara Kerja Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atau Analgesik Narkotika

Analgetik narkotik disebut juga analgetik opioid yaitu obat-obat yang daya
kerjanya meniru opioid endogen yaitu endorfin. Endorfin merupakan sistem
penghambat nyeri tubuh sendiri yang bekerja dengan menduduki reseptor nyeri di
sistem saraf pusat (SSP), sehingga perasaan nyeri dapat diblokir. Analgetik
narkotik bekerja dengan menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati
dengan endorfin tersebut, sehingga jika digunakan terus menerus akan

5
menstimulasi pembentukan reseptor-reseptor baru yang mengakibatkan kebiasaan
dan ketagihan (Tjay, 2007 dalam Taba, 2016).

Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan titik
kerja yang terletak di sistem saraf sentral, zat ini umumnya menurunkan
kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman
(euphoria), serta mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan,
adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan (Sariana,
2011).

2. Analgesik Non-Opioid atau Analgesik Non-Narkotika

Analgesik golongan non-narkotik adalah obat yang digunakan untuk


mengurangi rasa nyeri (biasanya gejala nyeri ringan sampai nyeri sedang) dan
obat golongan ini bekerja di sistem saraf tepi sehingga tidak mempengaruhi
kesadaran serta tidak menimbulkan ketergantungan.

Mekanisme kerja analgetik ini adalah menghambat enzim siklooksigenase


yang menyebabkan asam arakhidonat menjadi endoperoksida siklik.
Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin, sehingga proses
sintesa prostaglandin dipengaruhi. Sebagai efek samping yang paling umum
terjadi dari analgetik golongan ini adalah gangguan saluran cerna, perdarahan
saluran cerna, kerusakan hati, ginjal, retensi air, dan retensi natrium. Efek samping
ini terjadi terutama pada penggunaan jangka panjang atau dalam dosis tinggi
(Mutschler, 1991 dalam Taba, 2016). Biasanya obat yang kerjanya triple action
yaitu bekerja sebagai analgesik, anti inflamasi, dan antipiretik digolongan sebagai
obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS).

2.1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atau Analgesik Narkotika

 Morfin dan Alkaloid Opium

Indikasi : Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan dengan analgesic non-opioid- seperti paca operasi. Mengurangi atau

6
menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung
kiri.Mengehentikan diare.

Kontraindikasi: orang laanjut usia daan pasien penyakit berat emfesiem,


kifoskoliosis, korpuimonarele kronik dan obisitas extrim.

 Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin

Indikasi : digunaakan untuk menimbulkan analgesia obsteric dan sebagai obat


praanestatik.

Kontraindikasi: pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis harus dikurangi
karena terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu
dikurangi bila bersama antisipkosis.hipnotif sedativ dan obat-obat lain penekan
SSP.

2. Analgesik Non-Opioid atau Non-Narkotik

 Salisilat

Indikasi: mengobati nyeri tidak spesifik misal sakit kepala, nyeri sendi, nyeri
haid , neualgia dan myalgia, demam reumatik akut.

Kontraindikasi: pada anak dibawah 12 tahun.

 Paracetamol

Indikasi: sebagai mengobati nyeri, sakit kepala dan bisa menurunkan demam.
Paracetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan
menimbulkan nefropati analgesik.

Kontraindikasi: penggunaan semua jenis analgesik besar secara menahun


terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesik.

 Asam Mefenamat

Indikasi : sebagai analgesik dan anti inflamasi.

7
Kontraindikasi : tidak dianjurkan diberikan pada anak dibawah usia 14 tahun dan
wanita hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.

2.2 Kortikosteroid

2.2.1 Pengertian Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan kelompok hormon steroid yang dihasilkan di


bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas
angiotensin II. Penggunaan kortikosteroid efektif untuk berbagai gangguan
inflamasi dan autoimun (Aristia dan Supadmi, 2018).

Menurut Aprianto (2016) dalam hal terjadi gangguan penyakit, dibutuhkan


steroid dari luar untuk menambah ketersediaan steroid dalam tubuh, karena itu
dibuatlah bentuk sintetiknya. Kortikosteroid yang beredar dipasaran meliputi
deksametason, metilprednisolon, prednison, hidrokortison, betametason,
mometason, triamsinolon, dan lain-lain. Perbedaan antara kortikosteroid sintetik
dan alami yaitu cara memproduksi yaitu secara ilmiah oleh tubuh dan sintesis
senyawa-senyawa kimia, sehingga efek obat dapat ditingkatkan (Aprianto, 2016).

Kortikosteroid dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan


penggunaannya kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kondisi paling
sering memerlukan obat kortikosteroid adalah kondisi peradangan, seperti nyeri
sendi, radang pada kulit (dermatitis), peradangan asma, peradangan di telinga,
peradangan di mata, peradangan saluran pencernaan dan reaksi alergi. Kondisi
kelainan sistem imun atau penyakit autoimun, misalnya rhematoid arthtitis,
sindrom nefrotik, dan lain lain (Aprianto, 2016).

Obat ini dapat diperoleh hanya melalui resep dokter, sehingga sangat
penting untuk tidak membeli tanpa pengawasan dokter. Ketika kortikosteroid akan
digunakan untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang
masih efektif, kemudian secara bertahap ditingkatkan, dan diturunkan secara

8
bertahap pula. Terapi untuk mengatasi keadaan kronis, dosis awal harus besar, dan
dapat ditingkatkan dua kali lipat bila efek belum terlihat dan untuk keadaan yang
mengancam jiwa, dapat diberikan dosis yang besar dan waktu yang singkat.

2.2.2 Macam-Macam Obat Kortikosteroid

1. Obat Kortikosteroid Oral

Obat kortikosteroid adalah obat anti nyero yang penggunaanya melalui mulut.

Berikut contoh obat kortikosteroid :

a. Prednison contoh nama dagang ( inflason, eltazon, lexacort, lupred, dll. )


b. Dexametason contoh nama dagang ( molacort, carbidu, bufacaryl,
licodexon, dll. )
c. Metilpredinsolon contoh nama dagang ( rhemafar, lameson, sanexon,
medixon, dll. )
d. Deflazacot contoh nama dagang ( deflozed, dll. )

2. Obat Kortikosterid Topical

Kortikosteroid topical obat anti nyeri yang penggunaanya dioleskan pada


permukaan kulit atau mukosa.

Contohnya salep ( mometason, pirofel, hidrokortison, desoksimetason, cinolon,


dll.)

9
2.2.3 Cara Kerja Obat Kortikosteroid

Obat kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Obat-obat ini


menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat.
Asam arakidonat tidak terbentuk hal tersebut menyebabkan tidak terbentuknya
Cycloxygenase (COX) dan Lipoxygenase. COX terdiri dari COX 1 dan COX 2.
Enzim COX 2 berfungsi menginduksi prostaglandin sebagai mediator inflamasi.

Begitu juga pada lipoxygenase tidak akan terbentuk sehingga leukotrien yang
menyebabkan vasokontriksi dan bronkokontriksi pun tidak terbentuk (Sudewa dan

( Sumber: Sudewa dan Budiarta, 2017.)

10
2.2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat Kortikosteroid

1. Prednison

 Indikasi Prednison :

Prednison digunakan sebagai antiinflamasi, antialergi, dan imunosupresan yang


umumnya menggunakan dosis 5–60 mg per hari, akan tetapi dosis ini dapat
berbeda sesuai kondisi klinis pasien. Pada pasien anak dengan kondisi inflamasi,
prednison dapat diberikan dengan dosis 0,05–2 mg/kgBB diberikan dalam dosis
tunggal atau terbagi.

Prednison dapat digunakan pada berbagai kondisi seperti rheumatoid arthritis,


Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP), asma akut, lupus eritematosus
sistemik, sindrom nefrotik, dan berbagai kondisi inflamasi dan gangguan
autoimun lainnya.

 Kontraindikasi Prednison:

1. Hipersensitivitas terhadap obat ini, atau komponennya;

2. Infeksi jamur sistemik;

3. Wanita hamil trimester pertama;

4. Seseorang yang memiliki gangguan imunitas, dan sedang dalam keadaan sakit,
misalnya orang dewasa, atau anak yang non-imun dan terserang penyakit infeksi,
dan campak.

2. Dexametasone

 Indikasi Dexametasone:

11
Dexametason digunakan sebagai antiinflamasi dan imunosupresan, misalnya pada
penyakit sendi inflamatori, meningitis bakterial, ataupun eksaserbasi akut multiple
sklerosis. Belum terdapat bukti klinis yang dapat digunakan sebagai acuan dosis
dexamethasone. Secara umum, penggunaan glukokortikoid, termasuk
dexamethasone, sebaiknya dengan dosis minimal, dan durasi sesingkat mungkin.

 Kontraindikasi Dexametasone:

Kontraindikasi dexamethasone adalah pada pasien yang dilaporkan hipersensitif


terhadap obat ini atau kortikosteroid lainnya. Kontraindikasi lain adalah pada
pemberian bersamaan dengan vaksin yang mengandung virus hidup, pemberian
intramuskular pada pasien yang memiliki risiko perdarahan, misalnya
menderita idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) dan infeksi jamur sistemik,
kecuali bila dibutuhkan untuk mengatasi reaksi obat akibat amphotericin.

infeksi akut yang tidak diobati misalnya tuberkolosis dan herper zoster, juga
merupakan kontraindikasi lain penggunaan dexamethasone, karena
dexamethasone memiliki efek imunosupresan sehingga dapat memperparah
infeksi. Tetes mata dexamethasone dikontraindikasikan pada pasien dengan
infeksi jamur atau virus, karena dapat memperparah infeksi.

3. Methylprednisolon

 Indikasi Methylprednisolon

Indikasi methylprednisolone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan


dalam berbagai kondisi medis, seperti sindrom Stevens-Johnson, multiple
sclerosis, reaksi penolakan pada transplantasi organ, dan kondisi alergi.

 Kontraindikasi Methylprednisolon

Kontraindikasi methylprednisolon pada keadaan seperti adanya riwayat


hipersensitivitas terhadap obat ini atau komponennya, serta pemberian dosis tinggi
pada pasien imunokompromais. Peringatan penggunaan methylprednisolone
diperlukan terkait penurunan dosis yang bertahap setelah penggunaan jangka
panjang. Penggunaan methylprednisolone kontraindikasi pada pasien

12
hipersensitivitas dan penggunaan pada pasien yang akan melakukan vaksinasi
virus hidup.

1. Tbc, ulkus peptikum, osteoporosis, infeksi jamur sistemik, herpes simplek


diabetes mellitus, dan varicella;

2. Pasien yang diimunisasi;

3. Hipersensitif (reaksi berlebihan) terhadap methyl prednisolone atau


glukokortikoid lainnya.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.1.1 Pengertian Analgesik

Analgesik adalah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat


yang digunakan sebagai pereda nyeri. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit, namun tidak mengatasi penyebab yang
mendasarinya. (Chandra dkk, 2016) juga menjelaskan bahwa Analgesik adalah
obat- obatan yang memiliki indikasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan
bertindak dalam sistem saraf pusat tanpa mengubah kesadaran . Obat- obat
analgesik dapat dibedakan menjadi dua yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik.

3.1.2 Macam-Macam Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atu Analgesik Narkotika


Berikut adalah contoh analgesik narkotik yang sering di pakai di indonesia
saat ini :
 Morfin HCL
 Kodein
 Fentanil HCL
 Petidin
 Tramadol

14
2. Analgesik Non-Opioid atau Non-Narkotika Obat Analgesik
Beberapa contoh obat analgesik non-narkotika yang sering digunakan
antara lain parasetamol, aspirin, ibuprofen, asam mefenamat, dan
naproxen.

3.1.3 Cara Kerja Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atau Analgesik Narkotika

Analgetik narkotik disebut juga analgetik opioid yaitu obat-obat yang daya
kerjanya meniru opioid endogen yaitu endorfin. Endorfin merupakan sistem
penghambat nyeri tubuh sendiri yang bekerja dengan menduduki reseptor nyeri di
sistem saraf pusat (SSP), sehingga perasaan nyeri dapat diblokir. Analgetik
narkotik bekerja dengan menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati
dengan endorfin tersebut, sehingga jika digunakan terus menerus akan
menstimulasi pembentukan reseptor-reseptor baru yang mengakibatkan kebiasaan
dan ketagihan (Tjay, 2007 dalam Taba, 2016).

2. Analgesik Non-Opioid atau Analgesik Non-Narkotika

Analgesik golongan non-narkotik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi


rasa nyeri (biasanya gejala nyeri ringan sampai nyeri sedang) dan obat golongan
ini bekerja di sistem saraf tepi sehingga tidak mempengaruhi kesadaran serta tidak
menimbulkan ketergantungan.

3.1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat Analgesik

1. Analgesik Opioid atau Analgesik Narkotika

 Morfin dan Alkaloid Opium

Indikasi : Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan dengan analgesic non-opioid- seperti paca operasi. Mengurangi atau

15
menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung
kiri.- Mengehentikan diare.

Kontraindikasi: orang laanjut usia daan pasien penyakit berat.emfesiem,


kifoskoliosis, korpuimonarele kronik dan obisitas extrim.

2. Analgesik Non-Opioid atau Non-Narkotik

 Salisilat

Indikasi: mengobati nyeri tidak spesifik misal sakit kepala,, nyeri sendi, nyeri haid
, neualgia dan myalgia, demam reumatik akut.

3.2 Kortikosteroid

3.2.1 Pengertian Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan kelompok hormon steroid yang dihasilkan


di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau
atas angiotensin II. Penggunaan kortikosteroid efektif untuk berbagai
gangguan inflamasi dan autoimun (Aristia dan Supadmi, 2018).

3.2.2 Macam-Macam Obat Kortikosteroid

1. Obat Kortikosteroid Oral

Obat kortikosteroid adalah obat anti nyero yang penggunaanya melalui mulut.

Berikut contoh obat kortikosteroid :

a. Prednison contoh nama dagang ( inflason, eltazon, lexacort, lupred, dll. )

b. Dexametason contoh nama dagang ( molacort, carbidu, bufacaryl, licodexon,


dll.)

2. Obat Kortikosterid Topical

Kortikosteroid topical obat anti nyeri yang penggunaanya dioleskan pada


permukaan kulit atau mukosa.

16
Contohnya salep ( mometason, pirofel, hidrokortison, desoksimetason, cinolon,
dll.)

3.2.3 Cara Kerja Obat Kortikosteroid

Obat kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Obat-obat ini


menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat.
Asam arakidonat tidak terbentuk hal tersebut menyebabkan tidak terbentuknya
Cycloxygenase (COX) dan Lipoxygenase. COX terdiri dari COX 1 dan COX 2.
Enzim COX 2 berfungsi menginduksi prostaglandin sebagai mediator inflamasi.
Begitu juga pada lipoxygenase tidak akan terbentuk sehingga leukotrien yang
menyebabkan vasokontriksi dan bronkokontriksi pun tidak terbentuk (Sudewa dan
Budiarta, 2017).

3.2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat Kortikosteroid

1. Prednison

 Indikasi Prednison :

Prednison digunakan sebagai antiinflamasi, antialergi, dan imunosupresan yang


umumnya menggunakan dosis 5–60 mg per hari, akan tetapi dosis ini dapat
berbeda sesuai kondisi klinis pasien. Pada pasien anak dengan kondisi inflamasi,
prednison dapat diberikan dengan dosis 0,05–2 mg/kgBB diberikan dalam dosis
tunggal atau terbagi.

Prednison dapat digunakan pada berbagai kondisi seperti rheumatoid arthritis,


Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP), asma akut, lupus eritematosus
sistemik, sindrom nefrotik, dan berbagai kondisi inflamasi dan gangguan
autoimun lainnya.

 Kontraindikasi Prednison:

1. Hipersensitivitas terhadap obat ini, atau komponennya;

2. Infeksi jamur sistemik;

3. Wanita hamil trimester pertama;


17
4. Seseorang yang memiliki gangguan imunitas, dan sedang dalam keadaan sakit,
misalnya orang dewasa, atau anak yang non-imun dan terserang penyakit infeksi,
dan campak.

3.2. SARAN
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakanlah obat
tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita, jangan menggunakan obat kurang
atau melebihi batasnya
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta


Drs.Priyanto, Apt, M. Biomed. 2008. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa
Farmasi dan Keperawatan. Liskonfi. Jawa Barat

18

Anda mungkin juga menyukai