Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

PENGGOLONGAN OBAT

OLEH :

LONATRISTA SELINDA REETY KRYSANTHE 22102079|22B


ROFIATUL DELLA 22102099|22B

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Penggolongan
Obat” untuk mata kuliah Farmakologi Keperawatan.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Kami
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca.
Kami sebagai penulis merasa bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini dapat kami sempurnakan.

2
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................1

KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................4

1.3 Tujuan ..........................................................................................................4

1.4 Manfaat ........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Obat Berdasarkan Aktivitas Spesifik .........................................6

2.2 Klasifikasi Obat Berdasarkan Efek Samping dan Interaksi Obat ................7

2.3 Bahaya Pemberian Obat ...............................................................................8

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat ..............................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat adalah bahan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit, atau
menyembuhkan seseorang dari penyakit yang bisa terbuat dari bahan-bahan
kimia maupun herbal. Obat diciptakan untuk tujuan menyembuhkan,
disamping itu obat juga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan untuk
terhadap tubuh kita. Oleh karena itu, penggunaan obat harus dilakukan dengan
baik.
Perawat ikut bertanggungjawab dalam pemberian obat pada pasien.
Sebagai seorang perawat yang profesional, diharapkan perawat mampu
mengenali dan memahami jenis-jenis obat. Karena perawat memiliki peran
untuk memastikan bahwa pemberian obat-obatan sesuai dengan kebutuhan
pasien dan perawat harus mengawasi efek samping dari obat tersebut pada
tubuh pasien.
Terdapat banyak sekali jenis-jenis obat di dalam dunia medis. Jenis-jenis
obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan aktivitas spesifik, berdasarkan
efek samping dan interaksi obat, bahaya penggunaan obat, serta indikasi dan
kontraindikasi obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja klasifikasi obat berdasarkan aktivitas spesifiknya?
2. Apa saja klasifikasi obat berdasarkan efek samping dan interaksinya?
3. Bagaimana bahaya penggunaan obat?
4. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi obat?
1.3 Tujuan
1. Memahami dan mampu mengklasifikasikan obat berdasarkan aktivitas
spesifiknya
2. Memahami dan mampu mengklasifikasikan obat berdasarkan efek
samping dan interaksi obat
3. Memahami bahaya penggunaan obat
4. Memahami indikasi dan kontraindikasi obat

4
1.4 Manfaat
1. Bagi tenaga kesahatan, makalah ini diharapkan mampu menjadi acuan
dalam pemberian obat kepada pasien.
2. Bagi mahasiswa, makalah ini diharapkan bisa dikembangkan menjadi
makalah yang lebih baik lagi untuk menambah nilai dan pengetahuan.
3. Bagi masyarakat umum, makalah ini diharapkan bisa membantu dalam
penggunaan obat yang baik sesuai kondisi yang dialami.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Obat berdasarkan Aktivitas Spesifik


1. Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (Mita and Husni, 2017). Golongan obat
analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid atau narkotik dan
analgetik non-narkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fraktura dan kanker, contohnya Metadon, Fentanil, Kodein. Analgetika
perifer (non-narkotik) terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik
dan tidak bekerja secara sentral. Penggunaan obat analgetik non-narkotik
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat analgetik non-narkotik ini juga tidak
mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya.
2. Antasida adalah obat untuk meredakan gejala akibat asam lambung
berlebih, seperti nyeri ulu hati, kembung, mual, atau rasa panas di dada
(Indah and Vita Dewi, 2018). Obat ini bisa digunakan dalam pengobatan
sakit maag, penyakit asam lambung (GERD), tukak lambung, atau
gastritis.
3. Ansiolitik atau obat anticemas adalah kelompok obat-obatan yang dapat
mencegah atau menangani gejala kecemasan - terutama pada pasien
dengan gangguan cemas menyeluruh (Vildayanti, Puspitasari and
Sinuraya, 2018). Obat ini juga mungkin diresepkan untuk kondisi mental
lain seperti fobia sosial serta digunakan sebagai penenang untuk anestesi
pada prosedur medis.

4. Antibiotik adalah obat untuk mengatasi atau mencegah infeksi bakteri


(Utami, 2012). Antibiotik hanya boleh dikonsumsi atas anjuran dari
dokter. Obat-obatan ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan

6
atau membunuh sel bakteri sehingga infeksi bakteri bisa teratasi.
Antibiotik tidak boleh digunakan sembarangan, karena bisa meningkatkan
risiko terjadinya resistensi atau kekebalan terhadap antibiotik.

5. Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk menangani depresi. Obat


ini bekerja dengan cara menyeimbangkan senyawa kimia alami di dalam
otak yang disebut neurotransmiter (Wijaya et al., 2022). Cara kerja ini bisa
membantu memperbaiki dan menyeimbangkan suasana hati dan
emosi penderita depresi. Selain untuk menangani depresi, antidepresan
juga bisa digunakan untuk mengatasi gangguan mental lain, seperti
gangguan obsesif kompulsif (OCD), gangguan stress pascatrauma (PTSD),
gangguan kecemasan umum, fobia, binge eating disorder, dan bulimia.
Obat ini hanya boleh digunakan dengan resep dokter.

6. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-


inflammatory drugs (NSAID) adalah kelompok obat yang digunakan
untuk mengurangi peradangan, meredakan nyeri, dan menurunkan demam
(Fitriyani et al., 2011). NSAID sering digunakan untuk mengatasi sakit
kepala, nyeri menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi. NSAID tersedia dalam
bentuk kapsul, tablet, krim, gel, suppositoria dan suntik.

7. Antihistamin adalah kelompok obat yang digunakan untuk meredakan


gejala reaksi alergi, misalnya pada rhinitis atau biduran (Gunawijaya,
2017). Walaupun bisa meredakan gejala akibat reaksi alergi, antihistamin
tidak bisa menyembuhkan alergi itu sendiri. Pada saat tubuh terpapar zat
pemicu alergi (alergen), histamin akan meningkat jumlahnya dan
menyebabkan reaksi alergi. Antihistamin bekerja dengan cara
menghambat kerja dan menurunkan jumlah histamin yang dikeluarkan
oleh tubuh. Dengan begitu, gejala akibat reaksi alergi bisa mereda.

2.2 Klasifikasi Obat berdasarkan Efek Samping dan Interaksi Obat

Setiap obat memiliki karakteristik berbeda-beda seperti halnya pemberian


dosis obat, sifat obat, struktur molekul penyusun obat, khasiat obat, dan efek
samping obat. Penggolongan efek samping obat atau Adverse Drug Reactions

7
(ADRs) dibagi menjadi tiga yang dapat merugikan yaitu tipe A, tipe B, dan
tipe C (Widjaja and Firmansyah, 2021).

1. Efek samping tipe A adalah efek samping yang sudah terdeteksi saat uji
klinik berkaitan dengan dosis dan timbul keterkaitan dengan efek
farmakologi dari obat tersebut. Secara umum, efek samping tipe A ini
tidaklah berat, contohnya penggunaan fenotiasin yang dapat menimbulkan
ekstrapiramidal karena efek anti kolinergiknya.

2. Efek samping tipe B biasanya berupa alergi obat. Efek samping ini
umumnya berbahaya bahkan dapat mengancam nyawa, seperti syok
anafilaksis. Pemberian ini dikontraindikasikan pada orang yang
mengalami alergi ini. Efek samping tipe B biasanya tidak terdeteksi pada
pengujian klinis satu sampai tiga, namun mungkin bisa terdeteksi pada
pengujian klinis ke empat.

3. Efek samping tipe C adalah efek samping yang paling sulit dideteksi. Efek
samping ini timbul akibat pemakaian obat dalam jangka panjang.
Hubungan efek samping ini sulit untuk dibuktikan namun diduga sangat
kuat berkaitan, seperti prevalensi kanker payudara meningkat setelah
terjadi peningkatan kontrasepsi pil kontrasepsi oral di masyarakat.

2.3 Bahaya Penggunaan Obat

1. Obat bebas

Golongan obat bebas ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan


garis tepi hitam. Kode ini menunjukkan bahwa obat tersebut dapat dibeli
secara bebas tanpa menggunakan resep dokter. Di negara-negara Barat,
obat ini disebut OTC atau over-the-counter. Obat OTC paling aman dan

8
bisa dibeli bebas di warung, toko obat, maupun apotek. Obat bebas tetap
tidak boleh digunakan sembarangan meskipun tergolong dalam obat-
obatan yang aman. Pasalnya, obat apa pun memiliki kandungan kimia
yang berdampak bagi kesehatan tubuh. Obat-obatan yang dapat dibeli
secara bebas biasanya digunakan untuk mengatasi penyakit yang memiliki
gejala ringan. Contoh obat bebas adalah paracetamol, vitamin,
multivitamin, dan antasida.

2. Obat bebas terbatas

Golongan obat bebas terbatas sebenarnya masih bisa dibeli tanpa resep
dokter, namun tetap tergolong obat keras. Penggunaan obat ini harus
dilakukan dengan hati-hati dan sebaiknya menggunakan resep dokter bagi
orang-orang yang memiliki penyakit tertentu. Meski gejala dan keluhan
penyakit sama, obat yang digunakan belum tentu sama. Obat ini ditandai
dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam. Penggunaan obat ini pun harus
mengikuti aturan pengobatan yang tertera pada kemasan. Jangan lupa,
perhatikan tanggal kedaluwarsa obat, serta bacalah informasi pada
kemasan tentang petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan,
efek samping, dosis obat, cara menyimpan obat, dan lainnya.
Selain itu, terdapat 5 jenis obat bebas terbatas, yaitu:
 P.No.1: Awas! Obat keras. Baca aturan pemakaiannya.
 P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
 P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
 P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
 P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Contoh obat bebas terbatas adalah CTM, Theophylline, Tremenza,
dan Lactobion.

9
3. Obat keras

Golongan obat keras hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.


Golongan obat ini ditandai dengan lingkaran merah dengan garis tepi
berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi. Obat-
obatan yang termasuk dalam golongan ini misalnya antibiotik, obat-obatan
yang mengandung hormon, obat penenang, dan lain-lain. Contoh obat
keras adalah asam mefenamat, loratadine, alprazolam, clobazam,
pseudoefedrin, dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa contoh obat keras
tersebut tidak bisa sembarang dikonsumsi karena dapat berbahaya,
meracuni tubuh, memperparah penyakit, atau menyebabkan kematian
sehingga harus digunakan sesuai aturan yang tepat.

4. Obat golongan narkotika

Narkotika merupakan golongan obat yang paling berbahaya. Golongan


obat narkotika mempunyai simbol seperti tanda plus dengan lingkaran
berwarna merah. Obat ini hanya bisa didapatkan dengan resep dokter
dengan tanda tangan dokter yang disertai nomor izin praktik dokter pada
resep tersebut dan tidak dapat menggunakan salinan resep. Golongan obat
narkotika berbahan dasar tanaman atau buatan berupa sintetis ataupun
semi-sintetis. Obat-obatan narkotika atau psikotropika dapat menimbulkan
ketergantungan pada penggunanya sehingga pemakaiannya perlu diawasi

10
dengan ketat sesuai anjuran dan kebutuhan. Selain itu, obat narkotika
dapat memengaruhi susunan saraf pusat dan memengaruhi perilaku serta
aktivitas di titik tertentu. Golongan obat jenis ini sering digunakan dokter
sebagai obat bius dan antinyeri atau analgetik potensi kuat. Oleh karena
itu, penggunaan obat ini hanya boleh dilakukan dengan dilakukan oleh
dokter atau dengan pengawasan dokter. Contoh obat-obatan golongan
narkotik adalah obat batuk yang mengandung kodein.

5. Obat fitofarmaka

Golongan obat ini memiliki tanda kristal salju berwarna hijau di


lingkaran kuning dengan tepi warna hijau. Beda obat fitofarmaka dengan
obat herbal biasa terletak pada proses pengolahan bahan herbal yang telah
ditunjang oleh bukti ilmiah secara penelitian klinis (sampai ke manusia),
sehingga dapat disetarakan dengan obat modern. Penelitian klinis akan
lebih meyakinkan para dokter untuk menggunakan obat fitofarmaka
karena telah teruji, contoh golongan obat fitofarmaka adalah obat untuk
memperkuat daya tahan tubuh.

6. Obat herbal terstandar (OHT)

Golongan obat herbal terstandar ditandai dengan simbol lingkaran


kuning dengan garis tepi hijau dan gambar tiga buah bintang hijau di
dalamnya. Obat ini merupakan obat yang diekstrak dari bahan alami,

11
seperti dari tanaman, hewan, maupun mineral. Umumnya obat ini telah
ditunjang dengan bukti ilmiah yaitu secara penelitian praklinis, uji
toksisitas, produksinya melewati proses rumit, keterampilan dan teknologi
tinggi. Contoh obat herbal terstandar adalah obat untuk meredakan
rasa nyeri saat haid dan obat untuk menyembuhkan diare.

7. Obat herbal (Jamu)

Kemasan obat herbal dilabeli dengan gambar logo tumbuhan atau


pohon berwarna hijau dengan lingkaran hijau. Bahan dasar dari obat
herbal terbuat dari seluruh bagian tanaman yang telah diolah untuk
mendapatkan khasiatnya sesuai dengan prosedur keamanan. Obat herbal
atau jamu biasanya diwariskan secara turun temurun selama beberapa
generasi, karena dinilai berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit.
Contoh obat herbal yang sering ditemukan di pasaran adalah obat
untuk mencegah masuk angin.

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat


Indikasi adalah informasi yang menjelaskan tentang khasiat obat, misalnya
parasetamol memilki indikasi atau khasiat sebagai penurun panas dan
penghilang rasa sakit. Indikasi obat biasanya ditulis dengan menyertakan
tanda atau gejala penyakit yang bisa diatasi dengan obat tersebut. Indikasi
juga biasanya memberikan informasi tentang kandungan obat yang mampu
mengatasi penyakit tertentu.

Kontraindikasi adalah informasi tentang kondisi tertentu yang membuat


obat tidak boleh digunakan. Kontraindikasi memberikan informasi klinis
terhadap riwayat medis sebelumnya, yang mungkin saja menimbulkan risiko
ketika obat digunakan. Misalnya, obat dengan kontraindikasi penyakit

12
hipertensi berarti obat tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi. Dalam
publikasi Kementerian Kesehatan RI, kontraindikasi juga dianggap bagian
dari efek samping obat. Artinya, dapat memperparah kondisi penyakit bahkan
mengancam jiwa.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Di dalam dunia kesehatan tidak akan pernah luput dari yang namanya
obat. Obat memang diciptakan untuk menyembuhkan atau mengurangi risiko
penyakit pada seseorang. Tapi, tak dapat dipungkiri juga baik masyarakat
maupun tenaga kesehatan menyalahgunakan obat-obatan.
Sebagai seorang perawat yang profesional, diharapkan mampu dalam
memastikan obat yang dikonsumsi pasien sudah sesuai dengan kondisi pasien
itu. Karena bagaimana pun perawat adalah satu-satunya tenaga kesehatan yang
mendampingi pasien selama 24 jam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyani, A. et al. (2011) „Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav ) pada Tikus Putih‟, Majalah Obat Tradisional,
16(1), pp. 34–42.

Gunawijaya, F. A. (2017) „Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ketiga‟,


Kedokteran Trisakti, 02, pp. 123–129. Available at: http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/anthistamin.pdf.

Indah, M. and Vita Dewi, S. (2018) „Rancangan Sistem Pakar Mendiagnosa


Penyakit Lambung Menggunakan Metode Forward Chaining Design Of Expert
System To Support The Lambung Disease Using The Forward Chaining Method‟,
Journal of Informatics and Computer Science, 4(2), pp. 147–157.

Mita, R. S. and Husni, P. (2017) „Pemberian Pemahaman Mengenai Penggunaan


Obat Analgesik Secara Rasional Pada Masyarakat Di Arjasari Kabupaten
Bandung‟, Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 6(3), pp. 193–194.

Utami, E. R. (2012) „Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas terapi‟, SAINSTIS,


1(1), pp. 124–138. Available at:
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17446-.

Vildayanti, H., Puspitasari, I. M. and Sinuraya, R. K. (2018) „Review:


Farmakoterapi Gangguan Anxietas‟, Farmaka, 16(1), pp. 196–213. Available at:
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17446-.

Widjaja, G. and Firmansyah, Y. (2021) „PHARMACOVIGILANCE‟, Cross-


border, 4(2), pp. 347–358.

Wijaya, Y. A. et al. (2022) „KONSEP TERAPI KOMPLEMENTER


KEPERAWATAN Complementary Nursing Concepts‟, Universitas Brawijaya,
III(13), pp. 1–25. doi: 10.13140/RG.2.2.17112.37121.

15

Anda mungkin juga menyukai