Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

OUTCOME PENGOBATAN PADA DEWASA DAN


MANULA

Dosen Pengampu : Dr. apt. Lili Musnelina, M. Si

KELOMPOK V :
HARI SETIAWAN 22334767
FRISKA MARTIKA LUMBAN GAOL 22334769
LURI YANTI SINAGA 22334770

INSTITUT SAINS TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA


2023
BAB I

PENDAHULAN

I.1 Latar Belakang

Pengobatan merupakan suatu tindakan nyata dari keputusan ilmiah yang


dilakukan oleh dokter yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk
melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko
sekecil mungkin bagi pasien. Tindakan pengobatan ini dilakukan berdasarkan
temuan-temuan atau diagnosis yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan oleh dokter. Terapi dengan obat biasanya terwujudkan pada
penulisan suatu resep sebagai tindakan terakhir konsultasi penderita dengan
dokter. Terapi obat bisa sangat efektif dalam mencegah penyakit atau
memperlambat perkembangan penyakit. Namun, seringkali ada ketidak sesuaian
antara pedoman penggunaan obat dan pelaksanaannya pada kondisi medis
tertentu atau komplikasi penyakit yang ditemukan pada pasien. Misalnya pasien
dewasa dengan beberapa kondisi penyakit atau komplikasi penyakit,
pelaksanaan sejumlah rekomendasi pengobatan yang berdasarkan pedoman
mungkin tidak rasional, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya efek atau
reaksi obat yang tidak diinginkan (Departemen Kesehatan RI, 2008; Scottish
Government, 2015).

Menua merupakan proses yang terjadi terus menerus secara alamiah.


Proses menua cenderung menimbulkan masalah kesehatan secara umum
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada manula. Menurut World Health
Organization (WHO) yang dikutip oleh Sutikno, manusia usia lanjut
diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu usia pertengahan (middle age) kelompok
usia 45- 59 tahun, usia lanjut (elderly) kelompok usia 60 – 70 tahun, usia lanjut
tua (old) kelompok usia antara 75 – 90 tahun, usia sangat tua (very old)
kelompok usia diatas 90 tahun. Usia lanjut usia di dunia bertambah dengan
cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia yang lain. Tahun 2000 manula
Indonesia berjumlah 14,4 juta (7,18%), tahun 2007 mecapai 18,96 juta (8,42 %),
dan diprediksi akan berlipat ganda menjadi 28,8 juta (11,34%) pada tahun 2020.

Asuhan kefarmasian didefinisikan sebagai penyediaan terapi obat secara


bertanggung-jawab yang ditujukan untuk memperoleh hasil nyata untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil-hasil tersebut antara lain
penyembuhan penyakit, menghilangkan atau mengurangi gejala-gejala penyakit
yang dialami pasien, menahan atau memperlambat proses penyakit, serta
mencegah penyakit atau gejala-gejala. Secara spesifik farmasis memiliki 3
tanggung jawab utama yaitu (Jones, 2008) :

a. Memastikan bahwa terapi obat pasien diindikasikan secara tepat,


paling efektif, paling aman, paling nyaman digunakan, dan paling
ekonomis,

b. Mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah


permasalahanpermasalahan terapi obat,

c. Memastikan bahwa tujuan terapi obat pasien terpenuhi dan hasilhasil


yang optimal terkait kesehatan tercapai.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memperoleh Outcome pada pengobatan


dewasa dan manula..?

2. Aspek- aspek apa saja yang harus di perhatikan untuk


mendapatkan outcome pengobatan dewasa dan manula..?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OBAT
2.1.1 Definisi Obat
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejalah
penyakit,luka atau kelainan badania dan rohaniah pada
manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan
manusia (Anief, 2006).Besarnya efektifitas obat tergantung pada
biosis dan kepekaan organ tubuh. Setiap orang berbeda
kepekaan dan kebutuhan biosis obatnnya.Tetapi secara umum
dapat dikelompokan, yaitu dosis bayi, anak-anak, dewasa dan
orang tua (Djas, dalam kasibu, 2017).
Peran obat dalam upaya kesehatan besar dan merupakan
suatu unsur penting (Simanjutak dalam Kasibu. 2017). Begitu
juga dengan bagaimana penggunaan obat melalui mulut,
tenggorokan masuk keperut, disebut secara oral, cara
penggunaan lainnya pemakaian luar (Anief, 2006).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang
dialami. Pelaksaanya harus memenuhi kreteria penggunaan obat
yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan
dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontra
indikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya poli
farmasi (Depkes RI, 2008). Pada prakteknya, kesalahan
penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi,
terutama karena ketidak tepatan obat dan dosis obat. Apabila
kesalahan terjadi terus menerus dalam waktu yang lama di
kawatirkan dapat menimbulkan resiko pada kesehatan. ( Depkes
RI. 2007).
2.1.2 Penggolongan Obat
Penggolongan obat berdasarkan peraturanDepartemen
Kesehatan (2007) , antara lain :
a. Obat Bebas
Obat golongan ini termasuk obat relatif aman, dapat
diperoleh tanpa resep dokter, selain diapotek juga didapat di
warung- warung.Obat bebas dalam kemasannya ditandai
dengan lingkaran berwarna hijau contohnya adalah
Paracetamol, Vitamin C, Asetosal (aspirin), Antasida daftar obat
Esensial, dan obat batuk hitam (OBH).

Gambar 2.1 Simbol obat bebas (Depkes, 2007).

b. Obat Bebas Terbatas


Obat golongan ini juga relatif aman selama penggunaanya
mengikuti aturan pakai yang ada.Penandaan obat ini adaalah
adannya lingkaran berwarna biru daan 6 peringatan khusus
bagai mana obat bebas.Obat ini juga dapat diperoleh tanpa
resep dokter diapotek, toko obat atau diwarung-
warung.Contohnya obat flu kombinasi (tablet), Klotrimaleat

(CTM), dan Membedasol

Gambar 2.2 Simbol obat bebas terbatas (Depkes, 2007 ).


Obat bebas terbatas tanda peringatan pada kemasan
obat,berupa empat persegi panjang berwarna hitam, panjang 5
(lima) cm, lebar 2 (dua) cm danpemberitahuan berwarna putih,
sebagai berikut( Depkes, 2007)
Gambar 2.3 Tanda peringatan nomor-6 untuk obat bebas
terbatas (Depkes, 2007).
2.1.3 Efek Samping Obat
Efek samping menurutDepartemen Kesehatan RI (2007).
Merupakan setiap respon obat yang merugikan dan tidak
diharapkan yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis
atau takaran normal pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi (Depkes, 2007).
Yang perlu diketahui tentang efek samping obat antara lain
(Depkes, 2007):
• Baca kemasan, brosur obat, efek samping yang timbul.
• Untuk mendapat informasi tentang efek samping yang
lengkap dan tanyakan langsung pada Apoteker.
• Efek samping yang timbul antara lain reaksi alergi gatal-gatal,
ruam, mengantuk, mual dan lain-lain
• Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu
hamil, menyusui, lanjut usia, gagal ginjal dan lail-lain dapat
menimbulkan efek samping yang fatal, penggunaan obat
harus di bawah pengawasan dokter-Apoteker.
2.1.4 Indikasi Obat
Interaksi obat Menurut Gitawati R. (2008) digolongkan menjadi
3, yaitu:
1. Interaksi farmasetik, yang bersifat langsung dan dapat
secara fisik atau kimiawi
2. Interaksi farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Interaksi obat
secarafarmakokinetikterjadipada obatyang tidak dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lain meskipun
masih dalam satu kelas terapi, disebabkan adanya
perbedaan sifat fitokimia, yang menghasilkan sifat
farmkokinetik yang berbeda.
3. Interaksi farmakodinamik, adalah interaksi antara obat yang
bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem
fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang adiktif,
sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar
plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. klasifikasi obat
adalah berdasarkan efek farmakodinamik diketahui sehingga
dapat dihindari jika diketahui mekanisme kerja obat tersebut.

2.2 Cara Penyimpanan Obat


Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan (2007), tata
cara penyimpanan obat, antara lain ( Depkes, 2007):
1. Simpan dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari
langsung atauseperti yang tertera pada kemasan.
3. Simpan ditempat yang tidak terkenapanas atau tidak lembab
karena dapat menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat dalam bentuk cair dalam lemari
pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang sudah kadaluarsa.
6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
2.3 Tanggal Kadaluarsa
Tanggal kadaluarsa menunjukkan bahwa sampai dengan tanggal
yang dimaksud, mutu dan kemurnian obat dijamin masih tetap
memenuhi syarat. Kadaluarsa biasanya dinyatakan dalam bulan
dan tahun. Obat yang rusak termasuk obat yang mengalami
perubahan mutu seperti:
1. Tablet
- Terjadinya perubahan warna, bau dan rasa
- Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing.
pecah, dan atau terdapat benda lain atau benda asing , jadi
serbuk dan lembab
- Kaleng atau botol rusak
2. Tablet Salut
- Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
- Basah dan lengket satu dengan lainnya
- Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
3. Kapsul
- Perubahan warna isi kapsul
- Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu sama lain
4. Cairan
- Menjadih keruh atau timbul endapan
- Konsistensi berubah
- Warna atau rasa berubah
- Botol plastik rusak atau bocor
5. Salep
- Warna berubah
- Pot atau tube rusak atau bocor
- Bau berubah
2.4 Cara Pemakaian Obat Yang Tepat
Obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan pada saat
yang tepat dan dalam jangka waktu tertentutetapi sesuai dengan
anjuran (Depkes RI 2007).

Gambar 2.4 Minum obat sesuai waktunya (Depkes, 2007)

Gambar 2.5 Bila anda hamil atau menyusui tanyakan obat yang
sesuai (Depkes, 2007)

Gambar 2.6 Gunakan obat sesuai dengan cara penggunaanya


(Depkes, 2007)

Gambar 2.7 Minum obat sampai habis (Depkes, 2007)


2.4.1 Petunjuk pemakaian obat berdasarkan jenisnya, antara lain
(Depkes, 2007)
a. Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat
melalui mulut)
 Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis,
mudah dan aman, minum obat dengan segelas air.

Gambar 2.8 Petunjuk pemakaian obat oral (Depkes, 2007)


 Ikut petunjuk dari profesi dari pelayanan kesehatan
( saat makan atau saat perut kosong)

Gambar 2.9 Minum obat saat makan (Depkes, 2007)

Gambar 2.10 Minum obat sebelum makan (Depkes, 2007)

Gambar 2.11 Minum obat setelah makan (Depkes, 2007)


 Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus
ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah
Gambar 2.12 Kerja obat long acting (Depkes, 2007)
 Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang
telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan
gunakan sendok rumah tangga.
 Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang
dianjurkan oleh dokter minta pilihan bentuk sediaan
lain.
b. Petunjuk pemakaian obat oral untuk bayi / anak balita:
 Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya,
gunakan sendok takar dalam kemasan obatnnya.
 Segera berikan minuman yang disukai anak setelah
pemberian obat yang terasa tidak enak/ pahit.
c. Petunjuk pemakaian Obat Tetes Mata
 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda
apapun (termasuk mata) dan selalu ditutup rapat
setelah digunakan
 Untuk glaukoma, petunjuk penggunaan yang tertera
pada kemasan harus sesuai dengan benar.
 Cara penggunaan adalah cuci tangn, kepala
ditengadakan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian
bawah ditarik kebawah untuk membuka kantung
konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva
dan mata ditutup selama 1-2 menit,jangan mengedip.
 Ujung mata yang dekat dengan hidung ditekan selama
1-2 menit.
 Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang
mungkin terpapar pada tangan.
Gambar 2.13 Petunjuk pemakaian obat tetes mata (Depkes, 2007)
d. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata
 Ujung tube jangan tersentuh oleh benda apapun
(termasuk mata).
 Cuci tangan, kepala ditengadakan, dengan jari telunjuk
kelopak mata bagian bawah ditarik kebawah untuk
membuka kantong konjungtiva, tub saleb mata ditekan
hingga salep masuk dalam kantong konjungtiva dan
mata ditutup selama 1-2 menit. Mata digerakan ke kiri-
kanan, atas bawah.
 Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap
dengan tisu bersih (jangan dicucu dengan air hangat)
dan wadah salep ditutup rapat.
 Cuci tangan untuk menghilangkan obat yang mungkin
terpapar pada tangan.

Gambar 2.14 Petunjuk pemakaian obat tetes hidung (Depkes, 2007)


Gambar 2.15 Petunjuk pemakaian obat tetes hidung (Depkes, 2007)

2.5 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil yang didapatkan dari tahu, trierjadi
setelah seseorang melakukan suatu pengindaran yang dilakukan
melalui panca indra, sebagian besar pengetahuan di dapatakn dari
indra pengelihatan atau mata dan indra pendengaran atau telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang( Notoatmojo dalam Ambada,
2013):
2.5.1 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007), tingkat pengetahuan dibagi
menjadi 6 tingkat, yaitu (Notoatmodjo,2007)
1. Tahu (Know)
Tahu dalam tingkat ini merupakan
mengingatkanterhadap suatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima
dengan menguraikan, menyatakan dan mengidentifikasi.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampun untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dimana dapat menyebutkan, memberi contoh, atau
menyimpulkan apa yang telah dipelajarisecara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi sebagai kemampuan untuk materi yang
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnnya dengan
metode, prinsip, hukum-hukum, rumus dan sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi
atau suatu objek kedalam komponen- komponen tetapi
masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis(Syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan dalam
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi(Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek
dengan kriteria sendiri atau kriteria yang sudah ada.
2.5.2 Faktor Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain
(Notoatmodjo, 2003):
1. Pengalaman
Pengalaman adalah salah satu cara untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman dianggap pengetahuan yang
paling benar, seseorang yang memiliki pengalaman yang
lebih banyak mata pengetahuan pun lebih banyak.
2. Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang maka tingkat
pengetahuannya juga semakin bertambah sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman yang pernah di dapat, dengan
bertambahnya usia maka dapat mempengaruhi kesadaran
dalam perilaku.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
luas pengetahuan yang didapatkan dan semakin mudah
dalam menerima
informasi sehingga dapat mempengaruhi kesadaran dalam
berperilaku.
4. Pekerjaanan
Sebuah kegiatan yang berulang yang dilakukan
seseorang untuk menunjang kehidupannya dimana pekerjaan
berkolerasi dengan keadaan sosial ekonomi seseorang.
Sehingga dapat memperbanyak mendapatkan pengetahuan.
Dengan keadaan sosial yang baik maka untuk memperolah
informasi dan pengetahuan semakin baik (Wawan dan Dewi,
2010).
5. Intelegensia
Intelegensia dalam pengertiannya disebut dengan
kecerdasan. Kecerdasan adalah kemampuan dalam
memahami pembelajaran dengan cepat sekali. Pengetahuan
yang dipengaruhi dengan intelegensia, sehingga seseorang
dapat mengambil keputusan yang cepat, tepat, dan mudah
mengambil suatu kesimpulan.
2.5.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Penilaian didasarkan pada suatu kreteria yang lebih
ditentukan sendiri dan menggunakan kriteria yang suda ada.
Menurut Arikunto (2006), kriteria penilaian dibagi menjadi 3,
yaitu (Arikunto, 2006).
1. Baik : Hasil presentase 76 % - 100%
2. Cukup : Hasil 56% - 75%
3. Kurang : Hasil kurang dari 56%

2.6 Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman
serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Perilaku merupakan tindakan yang memiliki
frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar
maupun tidak sadar (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang disadari atau tidak tidak dapat mempunyai tujuan
yang baik.
Perilaku dipengaruhi dua faktor atara lain yaitu faktor genetik atau
keturunan dan faktor lingkungan. Dalam pertemuan kedua faktor
tersebut dapat menciptakan dan mempengaruhi suatu perilaku
seseorang (Wawan.D, dalam Ambada, 2013).
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah respon atau reaksi
seseorang terhadap simulus atau rangsangan dari luar. Perilaku
manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dri manusia
itu sendiri ysng mempunyai bentengan yang sangat luas seperti
berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Menurut
notoatmojo (2007), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus
membedakan perilaku menjadi dua (Notoatmodjo, 2007).
1. Perilaku tertutup atau Covert Bahavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup.
Respon stimulus ini masih pada batas perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada seseorang,
dan belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka atau Overt Behavior
Respon seseorang terhadap simulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap simulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah diamati
dan dilihat oleh orang lain.
2.6.1 Faktor Perilaku
Pembentukan suatu perilaku dapat ditentukan oleh 3 faktor
diantaranya (Notoatmodjo, 2003):
1. Faktor predisposisi atau predidposing factors yaitu faktor yang
didapat mempermudah terjadinya suatu perilaku.
2. Faktor pendukung atau pemungkin meliputi semua karakter
lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang
mendukung atau memungkinkan terjadinya perilaku
3. Faktor pendorong atau penguat yaitu faktor yang memperkuat
terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau
sekelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari
para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (presiden, gubernur,
bupati, kepala desa, dan pihak-pihak yang bersangkutan).

2.7 Dosis
Dosis atau jumlah takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat dalam
ataupun obat luar. Kecuali dinyatakan lain, dosis adalah dosis maksimum dewasa
untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan, dan rektal. Selain itu dikenal
juga dengan istilah dosis lazim. Dalam Farmakope Indonesia edisi III tercantum
dosis lazim untuk dewasa dan bayi atau anak yang merupakan takaran petunjuk
yang tidak mengikat. (Syamsuni, 2005:51). Ketentuan umum FI ed. III tentang
dosis :
2.7.1 Dosis Maksimum
Dosis maksimum berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari.
Penyerahan obat yang dosisnya melebihi dosis maksimum dapat dilakukan
dengan cara menambahkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep,
memberikan garis bawah nama obat tersebut, dan menuliskan banyaknya
obat dengan huruf secara lengkap. (Syamsuni, 2005:54).
2.7.2 Dosis Maksimum Gabungan (DM Sinergis)

Jika dalam satu resep terdapat dua atau lebih zat aktif (bahan obat) yang
kerjanya pada reseptor atau tempat yang sama maka jumlah obat yang
digunakan tidak boleh melampaui jumlah dosis obat-obat yang berefek sama
tersebut, baik sekali pemakaian ataupun dalam pemberian dosis harian.
Contoh obat yang memiliki efek yang sama - Atropin sulfat dengan ekstrak
belladoina - Pulvis opii dengan pulvis overi - Kofein dan aminofilin - Arsen
trioxida dan Natrii arsenas.

2.7.3 Dosis Manula


Manusia lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun keatas, yang umumnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya,
karena perubahan-perubahan fisiologis, seperti menurunnya fungsi ginjal dan
metabolisme hati, meningkatnya rasio lemak air dan berkurangnya sirkulasi
darah. Karena fungsi hati dan ginjal sudah menurun, maka eliminasi obat pun
lebih lambat. Eliminasi obat akan mempengaruhi kadar obat di dalam tubuh
pasien. Hal lain selain eliminasi obat adalah adanya pengurangan jumlah
albumin dalam darah manula. Jumlah albumin darah pada manula lebih
sedikit, sehingga pengikatan obat pun berkurang. Hal ini menyebabkan bentuk
bebas dan aktif dari obat menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin
meningkat, terutama untuk obat-obatan anti-koagulan, fenilbutson, obat tidur,
obat opioida, psikofarmaka, obat jantung, hormone insulin. Oleh Karena
faktor-faktor tersebut, bagi manula dianjurkan menggunakan dosis yang lebih
rendah. Tujuan dari pengurangan dosis ini untuk menjaga atau mengurangi
resiko rusaknya organ yang bisa berakibat fatal pada kondisi pasien.
2.8 Terapi
Pengukuran Outcome terapi dilihat dari pengukuran saat periksa dan data
rekam medis yang memuat perkembangan selama pasien menjalani
pengobatan.Data disajikan dalam bentuk diagram dan persentase untuk
menunjukkan tercapainya target pengobatan pasien.
Sebagian besar populasi manula telah memahami cara untuk
mendapatkan dan menggunakan obat dengan baik dan benar. Namun,
sebagian besar manula masih kurang memahami cara menyimpan dan
membuang obat yang baik dan benar. Saran yang dapat kami berikan kepada
masyarakat luas agar lebih memperhatikan tentang pengelolaan obat terutama
aspek penyimpanan dan pembuangan obat yang baik dan benar sehingga
didapatkan outcome terapi yang diharapkan. Untuk apoteker dan tenaga
kesehatan lain adalah agar dapat memberikan edukasi kepada pasien,
sehingga masyarakat lebih mengetahui tentang cara mendapatkan,
menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan baik dan benar.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable


Development Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
2. DepKes RI. 2007. Pedoman Penggunaan Obat. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
3. Syamsuni, 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta,

Anda mungkin juga menyukai