Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KIMIA FARMASI

HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS ANALGESIK NARKOTIKA DAN NON


NARKOTIKA

Disusun oleh :
Kelompok 3

Andi Whidya Meilia Meilia Nur Hasanah


Cinta Johanna T. P. Putria Dewi
Herdiana Verliani Razak Nurul Amin
Iis Puspa Subekti Riza Aulia
Irene Euke Tanod Shinta Bella W. B. B
M. David Setiawan

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PERTUKARAN MAHASISWA MERDEKA DALAM NEGERI


2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................3

1.2 Tujuan...........................................................................................................................3

BAB II ISI.......................................................................................................................................4

2.1. Perbedaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika............................................4

2.2. Penggolongan Obat Analgesic......................................................................................5

2.3. Struktur Aktivitas Obat-obat Analgetika Narkotika dan Non Narkotika.....................5

2.4. Mekanisme Kerja Kodein, Morfin, Analgesic Narkotika dan Non Narkotika...........12

2.5. Efek Samping Penggunaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika...............14

2.6. Penanganaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika.....................................15

BAB III PENUTUP......................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................16

3.2 Saran............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

LAMPIRAN.................................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analgetik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau dapat
disebut pula sebagai obat penghalang rasa nyeri, misalnya sakit kepala, otot, perut, dan gigi
dengan tanpa mengurangi atau menghilangkan kesadaran dari penderita. Obat analgesik ini
digunakan oleh sebagian besar masyarakat dikarenakan obat ini dapat menghilangkan rasa sakit
atau nyeri meskipun obat analgesik ini tidak dapat menyembuhkan penyakit dari penyebabnya
Obat golongan analgesik ini biasanya digunakan untuk pengobatan rasa nyeri. Adapun rasa nyeri
sendiri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh.
Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti
peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Proses peradangan di sekitar jaringan akibat
infeksi luka atau langsung dari kerusakan jaringan adalah penyebab utama rasa sakit (nyeri).
Rasa nyeri dapat dirasakan seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa
nyeri tersetrum yang dapat mengganggu kegitan sehari-hari. Nyeri juga dapat bersifat prosfektif,
yaitu dengan menyebabkan individu menjahui suatu rangsangan yang berbahaya, atau tidak
memiliki fungsi seperti pada nyeri kronik. Rasa nyeri juga dapat disebut sebagai suatu gejala
yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan. Ambang nyeri
didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan
kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang
ambang nyerinya adalah konstan

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Membedakan antara obat analgesic narkotika dan non narkotika
2. Menggolongkan obat analgesic narkotika dan non narkotika
3. Menentukan struktur obat analgesic narkotika dan non narkotika
4. Menjelaskan mekanisme kerja kodein, morfin, dan obat analgesic narkotika dan non
narkotika
5. Menjelaskan efek samping penggunaan obat analgesic narkotika dan non narkotika
6. Menjelaskan penanganan obat analgesic narkotika dan non narkotika
BAB II
ISI
2.1. Perbedaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
Analgesik merupakan obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak dalam
sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara signifikan mempengaruhi
kesadaran. Analgesik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang
nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), Menimbulkan sedasi atau
sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Analgesik
berdasarkan cara kerjanya dibedakan menjadi analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik,dimana penggunaanya berdasarkan skala nyeri.
Narkotik adalah bahan atau zat yang punya efek mirip morfin yang menimbulkan efek
narkosis (keadaan seperti tidur). Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus
mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek samping
yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan adiksi (ketagihan). obat analgesik
golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri derajat sedang ke atas. Pada umumnya analgesik narkotik digunakan untuk
mengatasi nyeri sedang sampai berat tetapi potensi, efek samping, dan onzetnya berbeda- beda.
Nyeri yang mendapatkan terapi analgesik narkotik seperti pasca bedah, penyakit ginjal, penyakit
kanker dan serangan jantung akut. Berdasarkan cara kerja pada reseptor obat, golongan narkotik
dibagi menjadi Agonis kuat, Agonis persial, Campuran agonis dan antagonis serta Antagonis.
Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik
Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga
efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /Obat Analgesik Perifer ini
juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya.
Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol,
salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen,
derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat
pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat
golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi
nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate
oksikam, fenamat, fenilbutazon.

2.2. Penggolongan Obat Analgesic


A. Analgesik opioid / analgesik narkotika
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver
somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan
papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang
sampai hebat. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat dan hanya nyeri yang
tidak dapat diredakan dengan obat analgetik dan antipiretik. Contoh jenis analgetik golongan
opioid seperti kodein, morfin, methadone, oksikodon, dan hidrokodon.
B. Analgesik non Opioid
Analgetik golongan non-opioid merupakan golongan obat yang bekerja di sistem saraf
perifer untuk menghasilkan efek analgesia. Golongan non-opioid sangat efektif dalam mengatasi
nyeri akut derajat ringan, dan penyakit radang kronik seperti artritis. Contoh jenis analgetik non-
opioid seperti Asetaminofen, obat-obat golongan OAINS (obat anti-inflamasi nonsteroid) seperti
Ibuprofen, Aspirin, Naproxen, Diklofenak, Asam mefenamat dan Piroksikam. Analgetik
golongan non-opioid menghasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi
sintesis prostaglandin dari prekusor asam arakidonat. Prostaglandin mensensitasi dan bekerja
secara sinergis dengan produk inflamatori lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan
histamin untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan dihambatnya proses ini, prostaglandin tidak
terbentuk untuk memberi stimulus terhadap nosiseptor.

2.3. Struktur Aktivitas Obat-obat Analgetika Narkotika dan Non Narkotika


A. Struktur Analgetika Narkotik
Analgetika narkotik menurut strukturnya terbagi atas empat yaitu turunan morfin,
tirinan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) ,dan turunan lain-lain.
1. Turunan Morfin

Gambar 2.1. Struktur Umum Morfin


Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin berdasarkan gugus yang dimilikinya
dijelaskan sebagai berikut:
a. Gugus Fenolik OH
Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas
analgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik.

Gambar 2.2. Metilasi gugus hidroksil fenol menurunkan aktivitas analgesik


b. Gugus Alkohol
Penghilangan gugus alkohol tak akan mengakibatkan penurunan efek analgesik dan di
kenyataannya malah tak jarang menghasilkan pengaruh yg berlawanan. Biasanya senyawa yg
bersifat polar akan kesulitan menembus membran sawar darah otak. Morfin mempunyai tiga
gugus polar (fenol, alkohol serta, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar
alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil.
c. Ikatan Rangkap C7 dan C8
Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 bisa membuat efek sama atau lebih tinggi dibanding
morfin. Beberapa analog termasuk dihidromorfin memperlihatkan ikatan rangkap tidak
penting untuk aktivitas analgesik.

.
Gambar 2.3. Rumus Struktur Dihidroksimorfin
d. Gugus N-Metil
Atom nitrogen morfin mengikat reseptor dan terionisasi. Gugus NH lebih polar daripada
gugus N-metil tersier. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan
untuk aktivitas analgesik. Penghapusan atom N akan mengakibatkan hilangnya aktivitas.

Gambar 2.4. Substitusi pada gugus N-metil


e. Cincin Aromatik
Cincin aromatik memainkan peran penting, tetapi jika senyawa tersebut tidak memiliki
cincin aromatik, maka tidak memiliki efek analgesik. Cincin aromatik dan cincin nitrogen
adalah dua struktur yang biasa ditemukan dalam analgesia opioid. Mengganti cincin aromatik
mengurangi efek analgesik.
f. Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas.
g. Stereokimia
Morfin merupakan molekul asimetris yang memiliki pusat kiral dan sebagai enansiomer
tunggal. Ketika morfin pertama kali disintesis, morfin diproduksi sebagai rasemat dari
campuran enansiomer alami dan unit cerminnya. Ini kemudian dipisahkan dan morfin
"unnatural" diuji untuk aktivitas analgesik yang tidak menunjukkan aktivitas. Hal ini
disebabkan interaksi dengan reseptornya yang telah ditemukan memiliki setidaknya tiga fenol
penting, cincin aromatik dan interaksi amida dalam morfin. Reseptor memiliki gugus pengikat
komplementer yang ditempatkan sehingga dapat berinteraksi dengan ketiga gugus tersebut.
Sedangkan pada morfin “Unnatural” hanya satu interaksi reseptor yang dapat terjadi pada saat
yang bersamaan.
Gambar 2.5. Perbandingan morfin dan unnatural morfin
Epimerisasi pusat kiral tunggal seperti posisi 14 juga tidak berguna, karena perubahan
stereokimia di pusat tunggal dapat menyebabkan perubahan bentuk yang drastis, sehingga
molekul tidak mungkin untuk mengikat reseptor kiral.

Gambar 2.6. Gugus fungsi yang penting dalam ikatan morfin dengan reseptor
h. Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini
menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik.
i. Penghilangan Cincin D
Menghilangkan jembatan oksigen menghasilkan serangkaian senyawa yang disebut
morfin yang memiliki efek analgesik yang menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa
jembatan oksigen kurang penting.

Gambar 2.7. Senyawa morphinan yang dihasilkan setelah penghilangan cincin D


j. Pembukaan Cincin C dan D
Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus senyawa yang dinamakan
benzomorphan yang mempertahankan aktivitas analgesik. Hal ini menandakan bahwa cincin
C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik.

Gambar 2.8. Senyawa-senyawa yang dihasilkan setelah pembukaan cincin C dan D


k. Penghilangan cincin B,C, dan D
Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa 4-phenylpiperidine yang
memiliki aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa cincin B,C dan D tidak penting
untuk aktivitas analgesik.

Gambar 2.9. Senyawa-senyawa yang dihasilkan setelah penghilangan cincin B, C dan D


l. Penghilangan cincin B,C,D,dan E
Pelepasan cincin B, C, D, dan E akan menghasilkan senyawa analgesik yang disebut
metadon. Pada saat yang sama, karena gaya tarik dipol, cincin piperidin dalam metadon akan
terbentuk dalam larutan atau cairan tubuh.
2. Turunan Meperidin
Walaupun strukturnya tidak berhubungan dengan morfin, namun tetap memiliki
kesamaan yaitu memiliki pusat karbon kuaterner, rantai etilen, gugus N-tersier, dan cincin
aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.
Gambar 2.10. Struktur Meperidin
3. Turunan Metadon

Gambar 2.11. Struktur Metadon


Turunan metadon memiliki sifat optis aktif dan digunakan pada bentuk garam HCl.
Tidak seperti turunan morfin atau meperidin, mereka tidak memiliki cincin piperidin, tetapi
turunan metadon dapat membentuk cincin dalam larutan atau cairan tubuh. Ini karena ada
gaya gravitasi dipol-dipol antara basa N dan gugus karboksil.
B. Struktur Analgetika Non Narkotik
1. Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol seperti asetaminofen, asetanilida dan fanacetin
memiliki efek analgesik dan antipiretik yang sebanding dengan aspirin, tetapi tidak memiliki
efek antiinflamasi dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk meredakan sakit kepala dan
nyeri otot atau persendian dan merupakan obat antipiretik yang baik. Efek samping termasuk
methemoglobin dan hepatotoksisitas. Substitusi gugus amino akan mengurangi kebasaan dan
mengurangi aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi amino (acetanilide) dapat mengurangi
toksisitasnya dan relatif aman pada dosis terapeutik, tetapi pada dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung.
Gambar 2.12. Struktur Umum Anilin dan p-aminofenol
2. Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolinon, seperti antipirin, aminopiridin dan metamfetamin, memiliki
aktivitas analgesik-antipiretik dan antirematik yang mirip dengan aspirin. Turunannya
digunakan untuk meredakan sakit kepala, usus, ginjal, saluran empedu dan nyeri kejang usus,
neuralgia, migrain, dismenore, sakit gigi dan nyeri rematik. Efek samping dari turunan 5-
pirazolon adalah agranulositosis, yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.

Gambar 2.13. Struktur Umum 5-Pirazolon


3. Anti Radang Bukan Steroid
Menurut struktur kimiaobat antiradang bukan steroid terbagi atas tujuh grup diantaranya
turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan salisilat,
turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan lain-lain.
4. Turunan asam salisilat

Gambar 2.14. Stuktur Umum Turunan Asam Salisilat


Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala, nyeri otot
dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-
antipiretik dan menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan asam salisilat telah
dilakukan dengan cara mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau
amida contohnya seperti metilsalisilat, asetaminosasol, natrium salisilat, dan salisilamid.
Substitusi pada gugus hidroksil contohnya seperti asam asetil salisilat ( aspirin ) dan salsalat.
Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in
vivo senyawa di hidrolisis menjadi aspirin. Serta memasukan gugus hidroksil atau gugus yang
lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional seperti flufensial, diflunisal
dan meseklazon.
6. Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan dari 5-pirazolidinedion seperti fenilbutazon dan oksifenbutazon merupakan
obat anti inflamasi nonsteroid yang banyak digunakan untuk meredakan nyeri yang
berhubungan dengan rematik, asam urat, dan nyeri sendi. Derivatif ini menyebabkan efek
samping yang signifikan berupa agranulositosis dan iritasi lambung.

Gambar 2.15. Struktur Umum 5-Pirazolidindion


7. Turunan Asam N-Arilantranilat
Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan asam N-
arylanthranilic digunakan sebagai obat anti-inflamasi dalam pengobatan rematik dan sebagai
analgesik untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Derivatif ini dapat
menyebabkan efek samping dan iritasi gastrointestinal, mual, diare, sakit perut, anemia,
agranulositosis dan trombositopenia. Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang
lebih tinggi bila pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituen pada posisi
2,3, dan 6. Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti
O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas

Gambar 2.16. Struktur Umum Turunan N-Arilantranila

2.4. Mekanisme Kerja Kodein, Morfin, Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
1. ` Mekanisme kerja Analgetika Narkotika
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel
dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa
mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan
morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik yaitu:
1. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatic obat melalui ikatan van der Waals
2. Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan muatan positif obat
3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi
cincin piperidin yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatic dan pusat dasar
2. Mekanisme kerja KODEIN dan MORFIN
Kodein dan morfin merupakan analgesik opioid yang bekerja pada reseptor-µ opioid. Kodein
adalah prodrug dengan afinitas rendah dan aktivitas intrinsik rendah pada reseptor opioid µ
(mu). Jika dibandingkan dengan morfin, kodein termasuk dalam opioid yang lemah, karena
merupakan agonis reseptor opioid µ yang kurang kuat.
Secara farmakologi, codeine atau kodein merupakan agonis reseptor opiat yang bekerja dengan
mengaktifkan reseptor µ, dan ditandai dengan efek analgesik kerja cepat, sangat dipengaruhi
oleh polimorfisme CYP2D6 dan terutama dikeluarkan melalui urin.
Antara 0% sampai 15% dari kodein diubah dari O-demethylated menjadi morfin, metabolit yang
paling aktif, yang memiliki afinitas 200 kali lipat lebih besar untuk reseptor opioid µ
dibandingkan dengan kodein. Reaksi metabolik ini dimediasi oleh CYP2D6 (Gaedigk, 2008;
Cartabuke, 2014).
3. Mekanisme Kerja Analgetika Non narkotika
Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan
struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-
antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID)
(Siswandono dan Soekardjo, 2008).
a. Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung
dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-
mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion
hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
b. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas,
pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer
dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono
dan Soekardjo,2008).
c. Antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan
pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase
sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim
yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian
jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-
enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang (Siswandono dan Soekardjo,
2008).

2.5. Efek Samping Penggunaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
1. Efek samping obat analgesik narkotik
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onzet, dan
efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling
sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan
hipotensi serta depresi pernafasan. Berbagai analgesik opioid memiliki banyak efek samping
yang sama walaupun ada perbedaan kualitatif dan kuantitatif. Untuk semua analgesik narkotik
yang dapat timbul dengan cara internal dan obat-obatan narkotika, memiliki afinitas yang tinggi
dengan respon yang sangat besar. Analgesik narkotika bekerja pada bagian tingkatan sumsum
tulang belakang sebagai perangsang serabut saraf yang memberikan sinyal nyeri yang buruk
pada otak. Obat ini juga dapat memberikan efek yang sangat kuat pada bagian batang otak untuk
memberikan sinyal ke bagian sumsum tulang belakang agar dapat mengurangi transmisi rasa
sakit. Selain itu, obat analgesik opioid menghasilkan euforia yang didapat dari reseptor mu
seperti rasa nyeri.
2. Efek samping obat analgesik non narkotik
a. Efek Samping umum berupa pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri
abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam.
b. Tidak umum: rinitis, ansietas, insomnia, somnolen, paraestesia, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, asma, dispnea, ulkus mulut, perforasi lambung, ulkus
lambung, gastritis, hepatitis, gangguan fungsi hati, urtikaria, purpura, angioedema, nefrotoksik,
gagal ginjal. kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
c. Jarang: meningitis aseptik, gangguan hematologi, reaksi anafilaktik, depresi, kebingungan,
neuritis optik, neuropati optik, edema. Sangat jarang: pankreatitis, gagal hati, reaksi kulit, gagal
jantung, infark miokard, hipertensi.

2.6. Penanganaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika


Dalam hal penanganan obat analgesic narkotika dan non narkotika dapat dilakukan
dengan berkonsultasi dengan pihak yang lebih paham dengan penanganan obat analgesic
seoerti dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Dosis opioid yang tercantum mungkin perlu
disesuaikan sesuai masing-masing individu tergantung pada derajat penghilang rasa nyeri
dan efek samping. Respon pasien terhadap analgesik opioid sangat beragam. Penggunaan
opioid selama pembedahan mempengaruhi peresepan analgesik pasca bedah dan pada
banyak kasus mungkin diperlukan penundaan penggunaan analgesik pasca bedah. Opioid
pasca bedah sebaiknya digunakan secara hati-hati karena kemungkinan dapat memicu
depresi pernafasan residual. Analgesik non opioid juga dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri pasca bedah.
Ketergantungan psikologi jarang muncul pada anak jika opioid digunakan untuk
penanganan nyeri, tetapi toleransi dapat terjadi selama penggunaan jangka panjang, oleh
karena itu obat sebaiknya dihentikan secara bertahap untuk menghindari gejala putus obat.
Buprenorfin mungkin dapat melawan efek analgesik dari analgesik yang digunakan
sebelumnya dan karenanya tidak direkomendasikan. Petidin dimetabolisme menjadi
norpetidin yang dapat terakumulasi, terutama pada gangguan fungsi ginjal; norpetidin
menstimulasi sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan kejang. Meptazinol jarang
digunakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Analgesik merupakan obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak dalam
sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara signifikan mempengaruhi
kesadaran. Analgesik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Narkotik adalah bahan atau zat yang punya efek mirip
morfin yang menimbulkan efek narkosis (keadaan seperti tidur). Dalam penggunaan obat
analgesik narkotik harus mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki
banyak efek samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan adiksi (ketagihan).
obat analgesik golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang ke atas. Analgetika perifer (non-narkotik),
yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat
Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga
efek menurunkan tingkat kesadaran.

3.2 Saran
Dalam makalah ini telah kami bahas mengenai hubungan struktur dan aktivitas obat
analgesic narkotika dan non narkotika. Jika terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini,
kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami dengan senang hati menerima
kritik dan saran dari teman-teman agar kedepannya kami akan lebih baik lagi dalam pembuatan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Cartika, H. 2016. Bahan Ajar Kimia Farmasi. 2016. Jakarta: Pusdik SDM Kemenkes
RI.
Patrick, Graham.. 1995. An Introduction To Medicinal Chemistry. New York: Oxford
University Press.
Siswandono. Soekarjo,B. 2000. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University
Press.
Cartabuke, R. S. Joseph D. T., Thomas T., Julie Rice. 2014. Current Practices
Regarding Codeine Administration Among Pediatricians and Pediatric
Subspecialists. Clinical Pediatrics 2014, Vol 53(1) 26–30
Harnis, Z. E. 2019. FREKUENSI PENGGUNAAN OBAT ANALGESIK PADA PASIEN
PASCA BEDAH SESAR DI RUMAH SAKIT UMUM TANJUNG PURA
KABUPATEN LANGKAT PERIODE JANUARI SAMPAI JUNI 2018. JIFI
(Jurnal Ilmiah Farmasi Imelda), 2(2), 51-58.
Kriatiyaningrum, K., Pratiwi, R. I., & Barlian, A. A. 2021. GAMBARAN
PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK NON NARKOTIK PADA PASIEN POLI
GIGI DIPUSKESMAS BELIK (Doctoral dissertation, Politeknik Harapan
Bersama Tegal).
Indra, I. 2013. Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(1), 50-54.
LAMPIRAN
SKENARIO 6
KODEIN UNTUK MENGHILANGKAN RASA SAKIT
Beberapa kasus melaporkan kondisi anak-anak yang menderita efek samping parah berupa
depresi pernafasan yang serius dan fatal akibat mengkonsumsi kodein untuk mengatasi apnea
tidur obstruktif setelah operasi pengangkatan amandel atau kelenjar gondok. Penelitian
menemukan bahwa pasien anak-anak tersebut memiliki metabolisme yang mengubah kodein
menjadi morfin di dalam tubuhnya dengan cepat, sehingga kadar morfin dalam darah menjadi
tinggi dan menyebabkan efek toksik seperti depresi pernafasan. Komite manajemen risiko obat
di Eropa memberikan rekomendasi untuk meminimalkan risiko pemberian obat:
1. Obat yang mengandung kodein hanya boleh digunakan untuk mengobati nyeri sedang
akut (berumur pendek) pada anak di atas usia 12 tahun, dan hanya jika tidak dapat dihilangkan
dengan obat penghilang rasa sakit lain seperti parasetamol atau ibuprofen, karena risiko depresi
pernapasan terkait dengan penggunaan kodein.
2. Kodein tidak boleh digunakan sama sekali pada anak-anak (berusia di bawah 18 tahun)
yang menjalani operasi pengangkatan amandel atau kelenjar gondok untuk mengobati apnea
tidur obstruktif, karena pasien ini lebih rentan terhadap masalah pernapasan.
3. Informasi produk obat-obatan ini harus mencantumkan peringatan bahwa anak-anak
dengan kondisi yang berhubungan dengan masalah pernapasan tidak boleh menggunakan kodein.

Disadur dari :
Codeine-containing medicines, Restrictions on use of codeine for pain relief in children –
CMDh endorses PRAC recommendation.
https://www.ema.europa.eu/en/medicines/human/referrals/codeine-containing-medicines
ISTILAH
1. Depresi pernapasan
2. Kodein
3. Apnea tidur obstruktif
4. Amandel atau kelenjar gondok
5. Morfin
6. Ibuprofen
7. Paracetamol
8. Toksik
9. Metabolism
10. Rasa sakit atau nyeri
11. Nyeri sedang akut

PENGERTIAN ISTILAH
1. Depresi pernapasan

Depresi pernapasan atau hipoventilasi terjadi ketika paru-paru tidak secara efektif menukar
gas oksigen dan karbon dioksida
Depresi pernapasan mengambil napas lebih lambat dan dangkal dari biasanya.
2. Kodein

Kodein adalah obat untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang


Kodein merupakan obat bisa untuk meredakan batuk
3. Apnea tidur obstruktif

Kondisi dimana pernapasan berhenti sementara saat seseorang sedang tidur


Karena pengidap kekurangan oksigen dan berkali-kali terbangun karena merasa tercekik
4. Amandel atau kelenjar gondok

Merupakan kelenjar tenggorokan yang mengalami pembengkakan karena infeksi bakteri


Atau tonsil merupakan 2 kelenjar kecil yang berada di tenggorokan
5. Morfin

Merupakan obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas sedang hingga parah
Adalah obat untuk menghilangkan nyeri walaupun menyebabkan mual hingga muntah
Morfin adalah jenis obat yang masuk dalam golongan analgesic opium atau narkotik
6. Ibuprofen

Obat anti inflamasi non steroid


Ibuprofen adalah obat untuk meredakan nyeri atau peradangan
7. Paracetamol

Adalah obat untuk meredakan demam dan nyeri


Merupakan suatu obat yang dapat mengatasi sakit kepala
8. Toksik

Merupakan efek samping yang menimbulkan keracunan


Adalah zat yang dapat menyebabkan racun dalam dosis yang tidak seharusnya
9. Metabolism

Adalah proses pengolahan zat gizi dari makanan


Adalah pemecahan molekul dari enzimatik
10. Rasa sakit atau nyeri

Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika kita mengalami cedera
atau kerusakan pada tubuh kita
Mekanisme dalam tubuh untuk menyampaikan ada yang salah pada tubuh
11. Nyeri sedang akut

Merupakan nyeri yang datangnya secara tiba-tiba


Sakit yang dirasakan hanya sebentar,cedera seperti di tulang
PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan anak-anak mengalami depresi pernapasan
2. Mengapa obat yang mengandung kodein hanya digunakan untuk nyeri yang sedang akut
dan hanya pada anak usia 12 tahun
3. Mengapa mengkonsumsi kodein menyebabkan efek samping berupa depresi pernapasan
4. Bagaimana mekanisme kerja dari kodein,morfin,analgesic narkotika dan non narkotika
5. Apa saja informasi produk obat-obatan yang berhubungan dengan masalah pernapasan
yang tidak boleh menggunakan kodein
6. Seperti apa struktur obat-obatan analgesic narkotika dan non narkotika sehingga bisa
mempengaruhi kerja obat
7. Bagaimana metabolisme pengubahan kodein menjadi morfin di dalam tubuh
8. Bagaimana penanganan apabila sudah mengkonsumsi kodein secara berlebihaN

BRAIN STROMING
1. Apa yang menyebabkan anak-anak mengalami depresi pernapasan

Karena mengkonsumsi kodein untuk mengatasi apnea tidur obstruktif setelah operasi
pengangkatan amandel atau kelenjar gondok
2. Mengapa obat yang mengandung kodein hanya digunakan untuk nyeri yang sedang akut
dan ringan pada anak usia 12 tahun

Karena efek yang ditimbulkan dari kodein sangat keras anak usia dibawah 12 tahun
Kodein ini hanya ketika dibeli harus diberi dari resep dokter,termasuk dalam obat yang keras
3. Mengapa mengkonsumsi kodein menyebabkan efek samping berupa depresi pernapasan

Mengkonsumsi kodein yang berlebihan mengganggu mood,dapat meningkatkan kecemasan


dan kepanikan
Bekerja di saraf pusat
4. Bagaimana mekanisme kerja dari kodein,morfin,analgesic narkotika dan non narkotika

Kodein : bisa menghambat signal otak atau bisa dikatakan neutrontransmitter dan berikatan
pada reseptor di otak.
Ditandai dengan efek analgesic kerja cepat,sangat dipengaruhi oleh polimorvisme dan
dikeluarkan melalui urin
5. Apa saja informasi produk obat-obatan yang berhubungan dengan masalah pernapasan
yang tidak boleh menggunakan kodein

Tanda peringatan penggunaan pada kemasan


Kemungkinan informasi pembatasan umur
6. Seperti apa struktur obat-obatan analgesic narkotika dan non narkotika sehingga bisa
mempengaruhi kerja obat
7. Bagaimana metabolisme pengubahan kodein menjadi morfin di dalam tubuh
8. Bagaimana penanganan apabila sudah mengkonsumsi kodein secara berlebihan

Anda mungkin juga menyukai