Disusun oleh :
Kelompok 3
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
1.2 Tujuan...........................................................................................................................3
BAB II ISI.......................................................................................................................................4
2.4. Mekanisme Kerja Kodein, Morfin, Analgesic Narkotika dan Non Narkotika...........12
2.5. Efek Samping Penggunaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika...............14
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................16
3.2 Saran............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
LAMPIRAN.................................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analgetik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau dapat
disebut pula sebagai obat penghalang rasa nyeri, misalnya sakit kepala, otot, perut, dan gigi
dengan tanpa mengurangi atau menghilangkan kesadaran dari penderita. Obat analgesik ini
digunakan oleh sebagian besar masyarakat dikarenakan obat ini dapat menghilangkan rasa sakit
atau nyeri meskipun obat analgesik ini tidak dapat menyembuhkan penyakit dari penyebabnya
Obat golongan analgesik ini biasanya digunakan untuk pengobatan rasa nyeri. Adapun rasa nyeri
sendiri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh.
Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti
peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Proses peradangan di sekitar jaringan akibat
infeksi luka atau langsung dari kerusakan jaringan adalah penyebab utama rasa sakit (nyeri).
Rasa nyeri dapat dirasakan seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa
nyeri tersetrum yang dapat mengganggu kegitan sehari-hari. Nyeri juga dapat bersifat prosfektif,
yaitu dengan menyebabkan individu menjahui suatu rangsangan yang berbahaya, atau tidak
memiliki fungsi seperti pada nyeri kronik. Rasa nyeri juga dapat disebut sebagai suatu gejala
yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan. Ambang nyeri
didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan
kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang
ambang nyerinya adalah konstan
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Membedakan antara obat analgesic narkotika dan non narkotika
2. Menggolongkan obat analgesic narkotika dan non narkotika
3. Menentukan struktur obat analgesic narkotika dan non narkotika
4. Menjelaskan mekanisme kerja kodein, morfin, dan obat analgesic narkotika dan non
narkotika
5. Menjelaskan efek samping penggunaan obat analgesic narkotika dan non narkotika
6. Menjelaskan penanganan obat analgesic narkotika dan non narkotika
BAB II
ISI
2.1. Perbedaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
Analgesik merupakan obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak dalam
sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara signifikan mempengaruhi
kesadaran. Analgesik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang
nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), Menimbulkan sedasi atau
sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Analgesik
berdasarkan cara kerjanya dibedakan menjadi analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik,dimana penggunaanya berdasarkan skala nyeri.
Narkotik adalah bahan atau zat yang punya efek mirip morfin yang menimbulkan efek
narkosis (keadaan seperti tidur). Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus
mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek samping
yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan adiksi (ketagihan). obat analgesik
golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri derajat sedang ke atas. Pada umumnya analgesik narkotik digunakan untuk
mengatasi nyeri sedang sampai berat tetapi potensi, efek samping, dan onzetnya berbeda- beda.
Nyeri yang mendapatkan terapi analgesik narkotik seperti pasca bedah, penyakit ginjal, penyakit
kanker dan serangan jantung akut. Berdasarkan cara kerja pada reseptor obat, golongan narkotik
dibagi menjadi Agonis kuat, Agonis persial, Campuran agonis dan antagonis serta Antagonis.
Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik
Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga
efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /Obat Analgesik Perifer ini
juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya.
Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol,
salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen,
derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat
pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat
golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi
nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate
oksikam, fenamat, fenilbutazon.
.
Gambar 2.3. Rumus Struktur Dihidroksimorfin
d. Gugus N-Metil
Atom nitrogen morfin mengikat reseptor dan terionisasi. Gugus NH lebih polar daripada
gugus N-metil tersier. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan
untuk aktivitas analgesik. Penghapusan atom N akan mengakibatkan hilangnya aktivitas.
Gambar 2.6. Gugus fungsi yang penting dalam ikatan morfin dengan reseptor
h. Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini
menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik.
i. Penghilangan Cincin D
Menghilangkan jembatan oksigen menghasilkan serangkaian senyawa yang disebut
morfin yang memiliki efek analgesik yang menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa
jembatan oksigen kurang penting.
2.4. Mekanisme Kerja Kodein, Morfin, Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
1. ` Mekanisme kerja Analgetika Narkotika
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel
dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa
mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan
morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik yaitu:
1. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatic obat melalui ikatan van der Waals
2. Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan muatan positif obat
3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi
cincin piperidin yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatic dan pusat dasar
2. Mekanisme kerja KODEIN dan MORFIN
Kodein dan morfin merupakan analgesik opioid yang bekerja pada reseptor-µ opioid. Kodein
adalah prodrug dengan afinitas rendah dan aktivitas intrinsik rendah pada reseptor opioid µ
(mu). Jika dibandingkan dengan morfin, kodein termasuk dalam opioid yang lemah, karena
merupakan agonis reseptor opioid µ yang kurang kuat.
Secara farmakologi, codeine atau kodein merupakan agonis reseptor opiat yang bekerja dengan
mengaktifkan reseptor µ, dan ditandai dengan efek analgesik kerja cepat, sangat dipengaruhi
oleh polimorfisme CYP2D6 dan terutama dikeluarkan melalui urin.
Antara 0% sampai 15% dari kodein diubah dari O-demethylated menjadi morfin, metabolit yang
paling aktif, yang memiliki afinitas 200 kali lipat lebih besar untuk reseptor opioid µ
dibandingkan dengan kodein. Reaksi metabolik ini dimediasi oleh CYP2D6 (Gaedigk, 2008;
Cartabuke, 2014).
3. Mekanisme Kerja Analgetika Non narkotika
Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan
struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-
antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID)
(Siswandono dan Soekardjo, 2008).
a. Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung
dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-
mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion
hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
b. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas,
pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer
dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono
dan Soekardjo,2008).
c. Antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan
pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase
sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim
yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian
jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-
enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang (Siswandono dan Soekardjo,
2008).
2.5. Efek Samping Penggunaan Obat Analgesic Narkotika dan Non Narkotika
1. Efek samping obat analgesik narkotik
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onzet, dan
efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling
sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan
hipotensi serta depresi pernafasan. Berbagai analgesik opioid memiliki banyak efek samping
yang sama walaupun ada perbedaan kualitatif dan kuantitatif. Untuk semua analgesik narkotik
yang dapat timbul dengan cara internal dan obat-obatan narkotika, memiliki afinitas yang tinggi
dengan respon yang sangat besar. Analgesik narkotika bekerja pada bagian tingkatan sumsum
tulang belakang sebagai perangsang serabut saraf yang memberikan sinyal nyeri yang buruk
pada otak. Obat ini juga dapat memberikan efek yang sangat kuat pada bagian batang otak untuk
memberikan sinyal ke bagian sumsum tulang belakang agar dapat mengurangi transmisi rasa
sakit. Selain itu, obat analgesik opioid menghasilkan euforia yang didapat dari reseptor mu
seperti rasa nyeri.
2. Efek samping obat analgesik non narkotik
a. Efek Samping umum berupa pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri
abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam.
b. Tidak umum: rinitis, ansietas, insomnia, somnolen, paraestesia, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, asma, dispnea, ulkus mulut, perforasi lambung, ulkus
lambung, gastritis, hepatitis, gangguan fungsi hati, urtikaria, purpura, angioedema, nefrotoksik,
gagal ginjal. kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
c. Jarang: meningitis aseptik, gangguan hematologi, reaksi anafilaktik, depresi, kebingungan,
neuritis optik, neuropati optik, edema. Sangat jarang: pankreatitis, gagal hati, reaksi kulit, gagal
jantung, infark miokard, hipertensi.
3.2 Saran
Dalam makalah ini telah kami bahas mengenai hubungan struktur dan aktivitas obat
analgesic narkotika dan non narkotika. Jika terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini,
kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami dengan senang hati menerima
kritik dan saran dari teman-teman agar kedepannya kami akan lebih baik lagi dalam pembuatan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Cartika, H. 2016. Bahan Ajar Kimia Farmasi. 2016. Jakarta: Pusdik SDM Kemenkes
RI.
Patrick, Graham.. 1995. An Introduction To Medicinal Chemistry. New York: Oxford
University Press.
Siswandono. Soekarjo,B. 2000. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University
Press.
Cartabuke, R. S. Joseph D. T., Thomas T., Julie Rice. 2014. Current Practices
Regarding Codeine Administration Among Pediatricians and Pediatric
Subspecialists. Clinical Pediatrics 2014, Vol 53(1) 26–30
Harnis, Z. E. 2019. FREKUENSI PENGGUNAAN OBAT ANALGESIK PADA PASIEN
PASCA BEDAH SESAR DI RUMAH SAKIT UMUM TANJUNG PURA
KABUPATEN LANGKAT PERIODE JANUARI SAMPAI JUNI 2018. JIFI
(Jurnal Ilmiah Farmasi Imelda), 2(2), 51-58.
Kriatiyaningrum, K., Pratiwi, R. I., & Barlian, A. A. 2021. GAMBARAN
PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK NON NARKOTIK PADA PASIEN POLI
GIGI DIPUSKESMAS BELIK (Doctoral dissertation, Politeknik Harapan
Bersama Tegal).
Indra, I. 2013. Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(1), 50-54.
LAMPIRAN
SKENARIO 6
KODEIN UNTUK MENGHILANGKAN RASA SAKIT
Beberapa kasus melaporkan kondisi anak-anak yang menderita efek samping parah berupa
depresi pernafasan yang serius dan fatal akibat mengkonsumsi kodein untuk mengatasi apnea
tidur obstruktif setelah operasi pengangkatan amandel atau kelenjar gondok. Penelitian
menemukan bahwa pasien anak-anak tersebut memiliki metabolisme yang mengubah kodein
menjadi morfin di dalam tubuhnya dengan cepat, sehingga kadar morfin dalam darah menjadi
tinggi dan menyebabkan efek toksik seperti depresi pernafasan. Komite manajemen risiko obat
di Eropa memberikan rekomendasi untuk meminimalkan risiko pemberian obat:
1. Obat yang mengandung kodein hanya boleh digunakan untuk mengobati nyeri sedang
akut (berumur pendek) pada anak di atas usia 12 tahun, dan hanya jika tidak dapat dihilangkan
dengan obat penghilang rasa sakit lain seperti parasetamol atau ibuprofen, karena risiko depresi
pernapasan terkait dengan penggunaan kodein.
2. Kodein tidak boleh digunakan sama sekali pada anak-anak (berusia di bawah 18 tahun)
yang menjalani operasi pengangkatan amandel atau kelenjar gondok untuk mengobati apnea
tidur obstruktif, karena pasien ini lebih rentan terhadap masalah pernapasan.
3. Informasi produk obat-obatan ini harus mencantumkan peringatan bahwa anak-anak
dengan kondisi yang berhubungan dengan masalah pernapasan tidak boleh menggunakan kodein.
Disadur dari :
Codeine-containing medicines, Restrictions on use of codeine for pain relief in children –
CMDh endorses PRAC recommendation.
https://www.ema.europa.eu/en/medicines/human/referrals/codeine-containing-medicines
ISTILAH
1. Depresi pernapasan
2. Kodein
3. Apnea tidur obstruktif
4. Amandel atau kelenjar gondok
5. Morfin
6. Ibuprofen
7. Paracetamol
8. Toksik
9. Metabolism
10. Rasa sakit atau nyeri
11. Nyeri sedang akut
PENGERTIAN ISTILAH
1. Depresi pernapasan
Depresi pernapasan atau hipoventilasi terjadi ketika paru-paru tidak secara efektif menukar
gas oksigen dan karbon dioksida
Depresi pernapasan mengambil napas lebih lambat dan dangkal dari biasanya.
2. Kodein
Merupakan obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas sedang hingga parah
Adalah obat untuk menghilangkan nyeri walaupun menyebabkan mual hingga muntah
Morfin adalah jenis obat yang masuk dalam golongan analgesic opium atau narkotik
6. Ibuprofen
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika kita mengalami cedera
atau kerusakan pada tubuh kita
Mekanisme dalam tubuh untuk menyampaikan ada yang salah pada tubuh
11. Nyeri sedang akut
BRAIN STROMING
1. Apa yang menyebabkan anak-anak mengalami depresi pernapasan
Karena mengkonsumsi kodein untuk mengatasi apnea tidur obstruktif setelah operasi
pengangkatan amandel atau kelenjar gondok
2. Mengapa obat yang mengandung kodein hanya digunakan untuk nyeri yang sedang akut
dan ringan pada anak usia 12 tahun
Karena efek yang ditimbulkan dari kodein sangat keras anak usia dibawah 12 tahun
Kodein ini hanya ketika dibeli harus diberi dari resep dokter,termasuk dalam obat yang keras
3. Mengapa mengkonsumsi kodein menyebabkan efek samping berupa depresi pernapasan
Kodein : bisa menghambat signal otak atau bisa dikatakan neutrontransmitter dan berikatan
pada reseptor di otak.
Ditandai dengan efek analgesic kerja cepat,sangat dipengaruhi oleh polimorvisme dan
dikeluarkan melalui urin
5. Apa saja informasi produk obat-obatan yang berhubungan dengan masalah pernapasan
yang tidak boleh menggunakan kodein