Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KIMIA FARMASI

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANALGETIKA NON

NARKOTIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : IRNA YANTI

NIM : NH0518040

KELAS :A

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan berkat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul

Hubungan Struktur Aktifitas Obat Analgetika Non Narkotik sebagai salah satu

penilaian pada mata kuliah Kimia Farmasi.

Dalam penyusunan makalah ini saya mengucapkan terima kasih kepada

pihak yang teah membantu dalam penyusunan makalah ini.Saya menyadari bahwa

dalam penyusunan makalah ini masih banyak memilih kekurangan dalam

penyusunannya. Oleh karena itu,sayai membutuhkan kritik dan saran dari

pembaca agar dalam penulisan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Dalam

penyusunan makalah ini, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Makassar, 23 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..……………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………..……………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..……

A. Latar Belakang………………….……………………............................

B. Rumusan Masalah………………….…………...………………………

C. Tujuan………………………………..………………………................

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...

A. Pengertian Analgetika Narkotik……………………...………………..

B. Mekanisme Kerja Analgetika Non Narkotika………………………….

C. Penggolongan analgetika non narkotika……………………………..

BAB III PENUTUP………………………………………………………………..

A. Kesimpulan……………………………………………………………..

B. Saran…………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem

syaraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa

mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai

ambang persepsi rasa sakit. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan

memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam

tubuh,seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau

kejang-kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan

mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakankerusakan

pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-

mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit,

selaput lendir, atau jaringan- jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini

rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris keSistem Saraf Pusat

(SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke

pusatnyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai

nyeri. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri

timbul bila ada jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan

individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Dengan kata

lain, nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang

nyata. Senyawa analgetik dibagi menjadi dua yaitu Analgetik narkotik dan
Analgetik non narkotik, yang akan dibahas lebih mendalam pada makalah

ini.

A. Rumusan masalah

1. Apa pengertian analgetika non narkotik?

2. Bagaimana mekanisme kerja analgetika narkotika?

3. Bagaimana penggolongan analgetika non narkotika?

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian analgetika narkotik

2. Untuk mengetahui mekanisme kerja analgetika non narkotika

3. Untuk mengetahui penggolongan analgetika non narkotika


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Analgetik Non Narkotik

Analgetika non narkotik digunakan untuk menggunakan rasa sakit

yang ringan sampai moderat,sehingga sering disebut analgetika ringan, juga

untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan

sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja

pada perifer dan sentrai sistem saraf pusat. Obat golongan ini mengadakan

potensiasi dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat.

Analgetik non narkotika adalah golongan obat analgesik untuk

menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Golongan obat ini disamping

bekerja sebagai analgesik umumnya dapat memberikan efek antipiretik dan

antiinflamasi, sehingga disebut juga obat analgesik – antipiretik dan

antiinflamasi.

Golongan analgesika non narkotika atau obat analgesik-antipiretik

dan antiinflamasi merupakan kelompok obat yang heterogen, secara

kimia banyak yang tidak berhubungan (meskipun kebanyakan obat

tersebut termasuk asam organik), tetapi semuanya mempunyai kerja

terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Aspirin atau asetosal dikenal

sebagai prototipe obat golongan analgesik non-narkotika, sehingga golongan

obat ini disebut juga obat menyerupai aspirin (aspirin-like drugs) atau sering
juga disebut obat antiinflamasi non-steroid (non-steroid antiinflammatory

drugs).

B. Mekanisme kerja Analgetika non narkotik

1. Analgesik

Analgetika non narkotika menimbulkan efek analgesik dengan cara

menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf

pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti

siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh

mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonim,

prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat

merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.

2. Antipiretik

Analgetika non narktik menimbulkan kerja antipiretik dengan

menigkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi,

dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air

sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh

obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah

hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol

suhu di hipotalamus.
3. Antiradang

Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase, enzim yang

menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi

prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetika non narkotik

menimbulkan efek antiradang melalui beberapa kemungkinan, antara lain

adalah menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara

memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan

gejala keradangan. Mekanisme antiradang yang lebih lengkap dapat dilihat

pada bab hormon steroid. Mekanisme yang lain adalah menghambat

enzim- enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan

glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan

memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-

enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang.

Analgetika non narkotik efektif untuk mengurangi keradangan tetapi tidak

dapat mencegah kerusakan jaringan pada penderita artritis.

C. Penggolongan Analgetika Non Narkotika

Berdasarkan struktur kimiawi analgetika non narkotik dibagi menjadi

dua kelompok yaitu analgetik- antipiretika dan obat antiradang bukan steroid

(Non Steroid Antiinflamatory Drugs = NSAID).

1. Analgetik- Antiperetika

Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu

hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau


menghilangkan penyebab penyakit. Berdasarkan struktur kimiawi obat

analgetik- antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin

dan para- aminofenol, dan turunan 5-pirazolona.

a. Turunan Anilin dan para aminofenol

Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen,

asetanilid dan fenasetin, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik

sebanding dengan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek ntiradang dan

antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri

kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurunan panas yang

cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah

methemoglobin dan hepatotoksik.

Hubungan struktur aktivitas :

1) Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya

juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk

hemoglobinyang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.

2) Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat

menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino

(asetanilid) dapat merunkan toksisitasnya pada dosis terapi relatif

aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan

pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung.

Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan

dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretik

juga rendah.
3) Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzanilid, sukar larut

dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor

sehingga tidak menimbulkan efek analgesik sedang salisilanilid

sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat

digunakan sebagai antijamur.

4) Para–aminofenol adalah produk metabolik dari anilin, toksisitasnya

lebih rendah dibanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi

masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat

sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi

toksisitasnya.

5) Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol ( asetaminofen ) akan

menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi

pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang

dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.

6) Eterifikasi gugus hidroksi dari para aminofenol dengan gugus metil

(anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik

tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan

methemoglobin akan menigkatkan.

7) Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat

dan sulfonat, ke inti benzen akan menghilangkan aktivitas

analgesik.

8) Etil eter dari asetaminofen ( fenasetin ) mempunyai aktivitas

analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunan jangka panjang


menyebabkan methemoglobin kerusakan ginjal dan bersifat

karsinogenik sehingga obat ini dilarang beredar di ndonesia.

9) Ester salisil dari asetaminofen ( fenetsal ) dapat mengurangi

toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik.

Contoh:

Asetaminofen (paracetamol, panadol, Tempra, Tylenol,

Dumin),merupakan analgesik-antipiretik yang populer dan banyak

digunakan di Indonesia, dalam bentuk sediaan tunggal maupun

kombinasi. Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat dan hampir

sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam ± 0,5-1 jam setelah

pemberian oral, dengan waktu paro plasma ±1-2,5 jam Dosis : 500 mg

4 dd.

b. Turunan 5-Pirazolon

Turunan 5-pirazolon, seperti antipiridin, amidopirin dan

metampiron, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan

antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk

mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma

usus, ginjal, saluran empedu dan urin, neuralgia, migrain, dismenorhu,

nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek samping yang ditimbulkan

oleh turunan 5- pirazolon adalah agranulositosi, yang dalam beberapa

kasus dapat berakibat fatal.


Contoh :

 Antipirin (Fenazon), mempunyai aktivitas analgesik hampir sama

dengan asetanilid, dengan awal kerja yang lebih cepat. Efek

samping agranulositosisnya cukup besar sehingga sekarang tidak

lagi digunakan untuk pemakaian sistemik. Antipirin mempunyai

efek paralitik pada saraf sensori dan motorik, sehingga digunakan

untuk anestesi setempat dan vasokontriksi pada pengobatan rinitis

dan laringitis. Dosis : larutan 5-15%.

 Amidopirin ( pyramidin, Aminopirin,Aminofenazon ), mempunyai

aktivitas analgesik serupa dengan antipirin, awal kerjanya lebih

lambat dan massa kerjanya lebih panjang. Absorpsi obat dalam

saluran cerna cepat, dan ± 25-30% akan terikat oleh protein

plasma, waktu paro plasmanya ± 2-3 jam. Efek samping

agranulositosisnya besar dan dapat berakibat fatal, sehingga

sekarang tidak lagi digunakan dan dilarang beredar di indonesia.

 Metampiron Na (Metamizol Na, Antalgin, Novalgin, Dipiron),

merupakan analgesik- antipiretik yang cukup populer di Indonesia.

Absorpi obat pada saluran cerna cepat, dan cepat pula

termetabolisis di hati. Efek samping agranulositosisnya cukup

besar sehingga dilarang beredar di Amerika Serikat, Inggris,

Jepang dan Australia. Dosis : 500 mg 4 dd.


 Profifenazon (Isopirin, Larodon), digunakan terutama sebagai

antirematik. Senyawa dapat menimbulkan spasma pada otot

analgesik lain. Dosis : 500 mg 4dd.

2. Obat Antiradang Bukan Steroid

Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid

dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-

pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan asam

arilasetat,turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain lain.

a. Turunan Asam Salisilat

Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan

antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik.

Yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah senyawa

turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa

sakit pada nueri kepala, sakit otot dan sakit yang berhubungan dengan

rematik. Kurang efektif untuk mengurangi sakit gigi,sakit pada waktu

menstruasi dan sakit karena kanker. Tidak efektif untuk mengurangi

sakit karena kram, kolik dan migrain. Turunan asam salisilat

menimbulkan efek samping iritasi lambung. Iritasi lambung yang akut

kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat

asam, sedang iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh

penghambatan pembentukan prostaglanding E1 dan E2, yaitu suatu

senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung,


sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan vasokonstriksi

mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan

mukosa lambung.

Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan

menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan asam salisilat

telah dilakukan melalui empat jalan, yaitu :

1) Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau

amida. Turunan tipe ini mempunyai efek antipiretik rendah dan

lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant

dan obat gosok karena diabsorpsi dengan baik melalui kulit.

Contoh : metilsalisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin

salisilat,magnesium salisilat dan sulsilamid.

2) Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : asam asetilslisilat

(aspirin) dan salsalat.

3) Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini

berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in vivo senyawa

dihidrolisis menjadi aspirin. Contoh : aluminium aspirin dan

karbetil salisilat.

4) Memasukkan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin

aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh

flufenisal, diflunisal dan meseklazon.


Hubungan struktur aktivitas turunan asam salisilat :

1) Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat.

Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil

harus berdekatan dengannya.

2) Turunan halogen seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan

aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.

3) Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.

4) Pemasukan gugus metil paa posisi 3 menyebabkan metabolisme

atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa

kerja obat menjadi lebih panjang.

5) Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat

meningkatkan aktivitas.

6) Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus

karboksilat ( diflunisal ) dapat meninggkatkan aktivitas analgesik,

memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping,

seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan

darah.

7) Efek iritasi lambung dari aspirin dihubungkan dengan gugus

karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek

iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil

salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak

berasa.
Contoh :

 Aspirin (asam asetilsalisilat, asetosal, aspro, rhonal), digunakan

sebagai analgesik-antipiretik dan antirematik. Pemberian aspirin

dalam dosis rendah dan dalam waktu yang lama dapat digunakan

untuk mencegah serangan jantung. Aspirib juga digunakan untuk

untuk pengobatan trombosis karena mempunyai efek antiplatelet.

Absorbsi aspirin dalam saluran cerna cepat,terutama pada usus

kecil dan lambung, dan segera terhidrolisis menjadi asam salisilat

yang aktif. Asam salisilat terikat oleh protein plasma ± 90%, kadar

plasma tertinggi aspirin dicapai dalam waktu 14 menit, sedang

asam salisilat ± 3,15 jam. Dosis analgesik :500 mg, setiap 4 jam,

bila diperlukan.

 Salisilamid (orto-hidroksibenzamid), mempunyai aktivitas

analgesik-antipiretik hampir sama dengan aspirin, tetapi tidak

menunjukkan efek anti radang dan antirematik. Karena salisilamid

tidak terhidrolisis menjadi asam salisilat maka yang bertanggung

jawab terhadap aktivitas analgesik adalah seluruh molekul.

Dibanding aspirin, salisilamid mempunyai awal kerja lebih cepat,

lebih cepat diekskresikan ( masa kerja pendek) dan menimbulkan

toksisitas yang relatif lebih rendah. Pada sediaan sering

dikombinasikan dengan obat analgesik lain seperti asetaminofen.

Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi


dicapai dalam waktu 0,3-2 jam, dengan waktu paro± 1 jam. Dosis

analgesik: 500 mg 3 dd.

 Diflunisal (diflonid), mempunyai aktivitas analgesik, antiradang

dan antipiretik yang lebih besar dibanding aspirin. Absorbsi obat

dalam saluran cerna cepat dan sempurna, awal kerja obat ± 1 jam

sesudah pemberian. Kadar plasma tertinggi dicapai setelah ± 2 jam,

dengan waktu paro biologis dan masa kerja ± 12 jam. Diflunisal

efektif untuk mengurangi rasa nyeri sesudah oprasi dan osteortritis.

Dosis analgesik : 250 mg 2 dd.

b. Turunan 5-pirazolidindion

Turunan 5-pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan

oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang banyak digunakan

untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik,

penyakit pirai dan sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek

samping agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung.

Hubungan struktur aktivitas :

Turunan 5-pirazolidindion mengandung gugus keto (C3) yang

dapat membentuk gugus enol aktif yang mudah terionisasi. Mekanisme

pembentukan gugus enol dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Subsitusi atom H pada (C4) dengan gugus metil akan

menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat

membentuk gugus enol.


2) Penggantian satu atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O,

pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan

penggantian gugus n-butil dengan gugus alil atau propil ternyata

tidak mempengaruhi aktivitas antiradang, atau aktivitasnya tetap.

3) Penggantian cincin benzen dengan siklopenten atau siklopentan

akan membuat senyawa menjadi tidak aktif.

Peningkatan keasaman akan menurunkan aktivitas antiradang

dan meningkatkan efek urikosurik.

Contoh:

 Fenilbutazon, adalah suatu pra-obat, dalam tubuh akan mengalami

metabolisme, yaitu hidroksilasi aromatik, menjadi oksifenbutazon

yang aktif sebagai antiradang dan analgesik. Absorbsi obat dalam

saluran cerna cepat, ± 99% obat terikat oleh protein plasma. Kadar

plasma tertingginya dicapai dalam waktu 1-7 jam, dengan waktu

paro ± 3 hari.

 Oksifenbutazon ( tanderil, reozon), menimbulkan efek samping

iritasi lambung yang lebih rendah dibanding fenilbutazon. Absorbsi

obat dalam saluran cerna cepat, ± 99% obat terikat oleh protein

plasma. Kadar plasma tertingginya dicapai dalam waktu 2-12 jam,

dengan waktu paro 2-3 hari.

 Sulfinpirazon (pKa = 2,8), mengandung sulfinil yang bersifat

hirofil, dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga digunakan

untuk pengobatan pirai yang kronik. Masa kerja sulfinpirazon


relatif pendek, pada manusia mempunyai waktu paro 2 jam, bila

dibandingkan dengan fenilbutazon (pKa = 4,5) atau oksifenbutazon

(pKa= 4,7), yang mempunyai waktu paro 48-72 jam.

 Bumadizon kalsium semihidrat ( eumotol), merupakan produk

utama hidrolisis fenilbutazon, mempunyai efek analgesik,

antipiretik dan antiradang. Bumadizon digunakan untuk

pengobatan rematik artritis akut.

c. Turunan asam N-arilantranilat

Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan

asam N-arilantranilat terutama digunakan sebagai antiradang untuk

pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri

yang ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping iritasi

saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan

trombositopenia

Hubungan struktur aktivitas :

1) Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila

pada cincin benzen yang terikat atom N mempunyai substituen-

substituen pada posisi 2, 3dan 6.

2) Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini

menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar

apabila gugus-gugus pada N-aril berada diluar koplanaritas asam


antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor

hipotetik antiradang.

Contoh :

 Asam mefenamat ( ponstan, benostan, mefinal), mempunyai analgesik

2-3 kali aspirin dan aktivitas anti radang seperlima kali fenilbutazon.

Asam mefenamat banyak digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri

setelah operasi gigi. Asam mefenamat dapat menimbulkan toksisitas

hemopoitik dan efek samping iritasi lambung. Batas keamanannya

menurun bila diberikan dalam dosis yang besar dan jangka waktu yang

lama sehingga untuk pengobatan tidak boleh lebih dari 1 minggu.

Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, ± 99%

obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam

± 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma ± 3-4 jam.

 Asam flufenamat ( arlef), mempunyai aktivitas antirematik lebih besar

dan masa kerja lebih panjang dibandingkan asam mefenamat. Efek

samping yang ditimbulkan serupa dengan asam mefenamat. Asam

flufenamat digunakan untuk antirematik dan analgesik. Absorbsi obat

dalm saluran cerna cepat, dengan waktu paro plasma ± 3 jam.

 Natrium meklofenamat ( meclomen), mempunyai aktivitas antiradang

25 kali lebih besar dibanding asam mefenamat. Aktivitas

antirematiknya lebih besar dibanding asam flufenamat meklofenamat

digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan,

pada berbagai kondisi rematik dan artritis.


 Glafenin ( glaphen, glifanan, biofenin), aktivitas analgesiknya 5 kali

lebih besar dibanding aspirin dengan efek samping lebih rendah dan

batas keamanan yang lebih luas. Absorbsi obat dalam saluran cerna

cepat, awal kerja obat ± 15-30 menit. Kadar plasma tertinggi dicapai

dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral, dan masa kerja obat ± 6-

8 jam. Glafenin digunakan terutama untuk analgesik pada nyeri akut

dan kronik, misalnya nyeri setelah operasi gigi.

 Floktafenin (idarac), merupakan analgesik dalam aktivitas yang hampir

sama dengan glafenin, digunakan terutama untuk mengurangi rasa

nyeri yang akut dan kronik. Absorbsi dalam saluran cerna cepat, dan

obat segera termetabolisis menjadi asam floktafenat yang aktif. Kadar

plasma teringgi dicapai dalam ± 0,5-2,5 jam setelah pemberian oral.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Analgetik non narkotika adalah golongan obat analgesic untuk

menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Golongan obat ini disamping

bekerja sebagai analgesic umumnya dapat memberikan efek antipiretik dan

antiinflamasi, sehingga disebut juga obat analgesic–antipiretik dan

antiinflamasi. Berdasarkan struktur kimiawi analgetika non narkotik dibagi

menjadi dua kelompok yaitu analgetik- antipiretika dan obat antiradang bukan

steroid (Non Steroid Antiinflamatory Drugs = NSAID).

B. Saran

Menyadari bahwa penyusun masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

diperlukan saran dan kritik yang konstruktif untuk menanggapi seluruh isi

makalah ini agar penyusunan makalah kedepannya lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B. G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik (edisi 6). Jakarta : EGC.

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya

Airlangga University Press.

Sujatno, H. R. M. 1998. Tinjauan farmakologik obat analgesik narkotik dan

analgesik Non narkotik serta kombinasinya untuk rasa nyeri. Jakarta

Kedokteran Indonesia., vol: 48, nomor:3, 135-139.

Tjay, T. H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Khasiat dan Penggunannya

edisi 5. Jakarta : PT. Elex Media Computindo.

Wilmana, P. F. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi 3. Jakarta: Bagian

Farmakologi Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai