Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat antipiretik dan analgesik merupakan obat yang sudah di kenal luas seperti obat
asetaminofen. Bayak dijual sebagai kemasan tunggal maupun kemasan kombinasi dengan
bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai obat bebas sehingga mudah ditemukan di
apotik toko obat maupun warung pinggr jalan. Karena mudah didapatkan resiko untuk
terjadi penyalahgunaan obat ini semakin besar. Di Amerika Serikat di laporkan lebih dari
100.000 kasus per tahun yang menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus
datang ke unit gawat darurat, 26.000 kasus memerlukan perawatan intensif di rumah
sakit. Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. Bagi para
pengguna mungkin memerlukan bantuan dalam mengkonsumsi obat yang sesuai dengan
dosisi-dosis obat. Penggunaan Obat Analgetik Narkotik atau Obat Analgesik ini mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf
pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik atau
Analgesik ini tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna.
Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang
digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang non-steroid
(NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit,
malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik
seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi
terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit
dibandingkan NSAID.
Analgesik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama
parasetamol dan kodeinpseudoefedrin untuk obat sinus, atau obat antihistamin untuk
alergi. dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut
dijumpai bersama obat pemvasocerut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tinjauan penyakit pada obat Analgetik dan Antipiretik?
2. Apa saja penggolongan pada obat Analgetik dan Antipiretik?
3. Apa farmakodinamik dan farmakokinetik pada obat Analgetik dan Antipiretik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PENYAKIT
1. Tinjauan Penyakit pada obat Analgetik
Nyeri
Nyeri bukan hanya merupakan modalitas sensorik tetapi juga merupakan sebuah
pengalaman. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Definisi tersebut menjelaskan interaksi antara aspek
objektif yaitu aspek psikologi dari nyeri serta aspek subjektif yaitu aspek emosional
dan komponen psikologi.
Kata nociception berasal dari noci pada bahasa latin yang berarti cedera,
digunakan untuk menggambarkan respon saraf yang hanya digunakan pada trauma
atau stimulasi berbahaya. Semua nosisepsi menghasilkan nyeri, tetapi semua nyeri
dihasilkan dari proses nosisepsi. Nyeri dibagi kedalam dua kategori. Kategori
pertama adalah nyeri akut, yaitu nyeri yang bergantung pada proses nosisepsi.
Kategori kedua adalah nyeri kronik, yaitu nyeri yang mungkin didapatkan dari nyeri
akut, tetapi faktor psikologis dan faktor kebiasaan juga merupakan faktor yang
penting didalamnya.
Persepsi nyeri menjadi sangat subyektif tergantung kondisi emosi dan
pengalaman emosional sebelumnya. Toleransi terhadap nyeri meningkat bersama
pengertian, simpati, persaudaraan, alih perhatian, pendekatan kepercayaan budaya,
pengetahuan, pemberian analgesi, ansiolitik, antidepresan dan pengurangan gejala.
Sedangkan toleransi nyeri menurun pada keadaan marah, cemas, kebosanan,
kelelahan, depresi, penolakan sosial, isolasi mental, dan keadaan yang tak
menyenangkan. Platisitas saraf sentral maupun perifer menjadi dasar pengetahuan
nyeri patologik atau yang diidentikkan sebagai nyeri kronik.
Nyeri operasi merupakan keadaan yang sudah terduga sebelumnya, akibat
trauma dan proses inflamasi, terutama bersifat nosiseptif, pada waktu istirahat dan
seringkali bertambah pada waktu bergerak. Nyeri operasi memicu respon stress yaitu
respon neuro endokrinyang berpengaruh pada mortalitas dan berbagai morbiditas
komplikasi pascaoperasi. Nyeri operasi bersifat self limiting (tak lebih dari 7 hari)
dan nyeri hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari. Nyeri berat
dijumpai pada operasi thorakal, abdomen atas, sendi lutut, dan operasi aorta. Nyeri
sedang pada operasi abdomen bawah, mandibula, replasemen pinggul. Sedangkan
nyeri ringan timbul menyertai operasi herniorafi inguinal, varisektomi, dan
laparoskopi.
Nyeri akut hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari, penyebab
penting respon stress dan alasan humanitas maka nyeri operasi harus ditanggulangi
berbeda dengan nyeri kronik berdasarkan three step analgetic ladder WHO. Nyeri
operasi umumnya berlangsung 24 jam, minimal pada hari ke 3-4 dan tak lebih dari 7
hari. Prinsip terapi nyeri akut adalah descending the ladder.

2
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri akut pasca operasi derajat ringan
dapat ditangani dengan menggunakan parasetamol yang merupakan jenis obat
analgesik.
Analgesik
Analgesik adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri. Istilah ini
pada masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses
penderita bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh
beberapa pakar dalam kaitannya dengan istilah anestesi lokal atau regional.
Obat analgesi dibagi ke dalam dua kelompok, yakni obat golongan NSAID
dan golongan opioid, yang bekerja di perifer atau sentral, sedangkan obat untuk
melakukan analgesi lokal adalah kelompok obat anestesi lokal, seperti prokain,
lidokain, dan bupivakain. Analgesik golongan opioid terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat.dengan efek samping
seperti mual, muntah, konstipasi, retensi urin, dan sedasi. Golongan opioid
dibedakan menjadi opioid lemah seperti kodein, tramadol, dan opioid kuat seperti
morfin, fentanil. Kodein biasa digunakan pada step 2 analgesik ladder dari WHO,
dosis awal 6 x 10 mg dengan dosis maksimal 6 x 40 mg, seringkali digunakan
bersama parasetamol.
Berbeda halnya dengan obat golongan opioid, obat golongan non opioid
seperti parasetamol dan NSAID hanya dapat mengurangi nyeri pascaoperasi yang
bersifat ringan sampai sedang. Golongan anelgesik non opioid ini digunakan sebagai
tambahan penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid
yang berupa depresi napas dan jika kemungkinan terdapat banyak peradangan.
Golongan ini selain bersifat antiinflamasi juga bersifat analgesik, antipiretik, dan
antipembekuan darah.

3
2. Tinjauan Penyakit pada obat Antipiretik
Demam
Demam pada anak merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan
kecemasan, stress dan fobia tersendiri bagi orangtua. Oleh karena itu, ketika anak
demam orangtua seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam
anak. Salah satu upaya yang sering dilakukan orangtua untuk menurunkan demam
anak adalah pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol,
ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo, 2006).
Penelitian Crocetti menemukan 85% orangtua di Baltimore Maryland
membangunkan anaknya untuk memberikan antipiretik. Empat belas persen orangtua
memberikan asetaminofen dan ibuprofen secara selang seling. Di Oldham Inggr is
hampir semua orangtua membangunkan anaknya pada malam hari untuk
memberikan antipiretik. Antipiretik yang digunakan sebagian besar parasetamol
(64%). Pada penelitian Kramer 53% orangtua membangunkan anaknya untuk
memberikan antipiretik.
Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen dan aspirin
(Soedjatmiko, 2005). Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah
parasetamol, ibupr ofen, dan aspirin (asetosal) (Wilmanadan Gan, 2007). Oleh
karena itu antipiretik yang akan dibahas lebih lanjut ketiga jenis obat tersebut.

B. PENGGOLONGAN OBAT

ANALGETIK
a) Penggolongan Analgetika
1. Analgetika Narkotik
Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja
yang terletak di sistem saraf sentral, mereka umumnya menurunkan kesadaran
(sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia),
serta mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan, adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Analgetika narkotik atau
analgesic opioid merupakan kelompok obat yang mempunyai sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Termasuk golongan obat ini yaitu:
1) Obat yang berasal dari opium-morfin,
2) Senyawa semi sintetik morfin,
3) Semi sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat adenilat
siklase dari neuron, sehingga terjadi penghambatan sintesis c-AMP (siklik
Adenosin Mono Phosphat), selanjutnya menyebabkan perubahan keseimbangan
antara neuron noradrenergik, serotonik dan kolinergik. Mekanisme kerja yang
sesungguhnya belum benar-benar jelas.
2. Analgetika Non Narkotik
Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat dibandingkan
dengan analgetika narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan analgetika perifer,
tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan secara kimiawi.
Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang
dan dapat dibeli bebas. Obat-obatan ini efektif untuk nyeri perifer pada sakit
kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, nyeri otot, dan
arthritis ringan sampai sedang.
Kebanyakan dari analgetika menurunkan suhu tubuh yang tinggi,
sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin,

4
mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. Efek samping dari
analgetika yang paling umum adalah gangguan lambung, kerusakan darah,
kerusakan hati, dan juga reaksi alergi di kulit.
Analgetika secara kimiawi dibagi atas 4 golongan yaitu :
a. Golongan salisilat
1) Asetosal
2) Salisilamid
3) Natrium salisilat
b. Golongan pirazolon
1) Antipirin
2) Aminopirin
3) Fenilbutazon
c. Golongan p-aminofenol
1) Fenasetin
2) Paracetamol
b) Obat-obat Analgetik Narkotik
a. Asam mefenamat (golongan antranilat)
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja
dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik.
 Uraian Kimia
Nama resmi : Acidum Mefenamicum
Sinonim : Benzoic acid, 2-[(2,3-etilfenil) amino], N-(2,3
Xyly) anthranilic acid, ponstan.
Rumus molekul : C15H15N3NO2
 Farmakodinamika :
Asam mefenamat mempunyai sifat analgesik, tetapi efek antiinflamasinya
lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin, karena terikat kuat pada
protein plasma maka interaksi terhadap antikoangulan harus diperhatikan.
 Farmakokinetika
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99%
obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2
jam setelah pemberian oral, dan waktu paruh dalam plasma 2-4 jam.
 Efek Samping dan Intoksikasi
Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari
seluruh pasien) melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa
dispepsia atau ketidaknyamanan gastrointestinal bagian atas, diare yang
mungkin berat dan disertai pembengkakan perut, serta perdarahan
gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan
penglihatan juga umum terjadi.
 Interaksi Obat
Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan
insulin.
 Cara Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering.
 Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada
penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.

5
 Indikasi
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, demam, serta saat terjadinya
suatu peradangan. Obat ini juga bisa digunakan untuk mengobati serta
mencegah apabila terjadi serangan jantung, stroke ataupun rasa nyeri pada
dada.
 Dosis
Untuk nyeri dosis awal 500 mg, dilanjutkan dengan dosis 250 mg, setiap
6 jam jika di perlukan, penggunaan sebaiknya tidak lebih dari 1 minggu.
Untuk dismenore penggunaan saat terjadi haid, pnggunaan tidak lebih
dari 2 -3 hari.
b. Parasetamol
Penemuan parasetamol sebagai senyawa analgetika dan antipiretik dari
adanya kerancuan asetanilida yang semula digunakan sebagai antipiretik
kemudian dikembangkan senyawa-senyawa yang kurang toksik sebagi
antipiretik. Pada mulanya dicobakan senyawa para-aminofenol yang
merupakan komponen hasil oksidasi asetanilida di dalam tubuh, walaupun
demikian toksisitasnya tidak berkurang.
Nama lain parasetamol adalah asetaminofen, sedangkan nama dagang
dari parasetamol adalah Panadol®, Tylenol®, Tempra®, Nipe®, derivat
asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan
sebagai analgetika, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya, yaitu nefrotoksisitas dan karsinogen. Khasiatnya sebagai
analgetika dan antipiretik tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya
dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi
(pengobatan sendiri). Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri, tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menghilangkan kesadaran.
Juga tidak menimbulkan ketagihan (adiktif). Obat anti nyeri parasetamol juga
digunakan pada gangguan demam, infeksi virus atau kuman, salesma, pilek
dan rematik atau encok walaupun jarang (Tjay dan Rahardja, 2002).
 Mekanisme kerja
Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat
dalam proses nyeri dan edema dengan menghambat enzim
cyclooxygenase (COX).
 Efek samping
Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan
darah. Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan
hati, pada dosis diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak
reversibel. Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah dan
anorexia. Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan
menyusui meskipun dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan
pendarahan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan.
 Farmakokinetik
Parasetamol adalah ekstensif dimetabolisme di hati dan dikeluarkan
melalui urin terutama sebagai tidak aktif dan konjugat glukuronat sulfat,
Metabolit parasetamol termasuk dihidroksilasi kecil menengah yang
memiliki aktivitas hepatotoksim, metabolit intermediate didetoksifikasi
melalui konjugasi dengan glutation, namun dapat mengakumulasi berikut
overdosis parasetamol (lebih dari 150mg/kg atau total parasetamol 10g
tertelan) dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan hati
ireversibel.

6
 Farmakodinamika
Parasetamol adalah-aminofenol derivatif p yang menunjukkan aktivitas
analgesik dan antipiretik, tapi tidak memiliki aktivitas anti-inflamasi,
Parasetamol adalah pemikiran untuk menghasilkan analgesia yang
melalui penghambatan pusat sintesis prostaglandin.
 Interaksi
- resin penukar ion, kolesteramin, menurnkan absorbs paracetamol
- antikoagulan :pengunaan paracetamol secara rutin dapat menyebabkan
peningkatan kadar warfarin.
- metoklorpropamid dan domperidon : metoklorpropamid mempercepat
absorbs paracetamol (meningkatkan efek )
 Dosis :
- Oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 jam
perhari.
- Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi
- Dibawah usia 3 bulan hanya dengan nasehat dokter.
- 3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari, dosis-dosis ini boleh diulang tiap
4-6jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam waktu 24
jam)
 Contoh produk yang ada dipasaran :
a. parasetamol (generik)
b. afebrin (konimex) tablet 500mg
c. afidol (afiat) tablet 500mg
d. biogesik (medifarma) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
e. bodrex (tempo) tablet 500 mg
f. dumin (dumex) sirup 120mg/5 ml dan tablet 500 mg
g. fasidol (ifars) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
h. itramol (itrasal) sirup 120mg/5 ml

c. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan
dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa
sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi
(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan
dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918
ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Awal mula
penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang
menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer
menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah
obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat
diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia
FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai
bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri
berbagai ide").
 Mekanisme kerja
Penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam
hipotalamus dan periferdi daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan
sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa

7
sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi. Aspirin juga menekan
rangsang nyeri pada daerah subkortikal (yaitu, talamus dan hipotalamus).
 Farmakodinamika
Asetosal merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai
analgesic, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis tinggi terapi bekerja
cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksis ini justru
memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi
demam dan hiperhidrosis.
Untuk memperoleh efek inflamasi yang baik kadar plasma perlu
dipertahankan antara 250-350 µg/ml. kadar ini tercapai dengan dosis
aspirin oral 4gram perhari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam
reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh ains yang lain dan
masih dianggap sebagai standar dalam studi banding penyakit arthiritis
rheumatoid.
 Farmakokinetika
Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam
bentuk utuh dilambung. Ttapi sebagian besar diusus halus bagian atas.
Kadar tertingi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan
absorbsinya tergantung dri kecepatan disintegrasi dan disolusi obat, pH
permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Setelah diabsorbsi
salisilat segera menyebar keseluruh jaringan tubuh dan cairan transellular
sehingga ditemukan dalam cairan senovial, cairan spinal, liur dan air
susu. Obat ini dapat menembus sawar darah otak dan sawar urin. Kira-
kira 80% sampai dengan 90% salisilat plasma terikat di albumin. Aspirin
diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama
dalam hati sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.
 Efek samping
a) Reye's syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
b) Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala,
epilepsi, agitasi, perubahan mental, koma, paralisis, pusing, limbung,
depresi, bingung,amnesia, sulit tidur.
c) Efek lain : Demam, myopathy, epistaxis, kerusakan ginjal, penurunan
fungsi ginjal, meningkatkan kreatinin, hematouria, oligouria, UTI,
asidosis, asidosis metabolit, hiperfosfatemia, hipomag-nesemia,
hiponatremia, hipernatremia, hipokalemia, hiperka-lemia
hiperkalsemia, abnormalitis elektrolit. Tumor lisi sindrom sepsis,
infeksi lain, Kerusakan jantung, gangguan pernafasan.
 Interaksi obat
a) Dengan Obat Lain : Meningkatkan konsentrasi serum alopurinol
sehingga dapat meningkatkan toksisitas allopurinol.
b) Chlorpropamide : Meningkatkan reaksi hepatorenal, monitor
hipoglikemi.
c) Obat lain : Cotrimoxazole : Trombositopenia Cyclosporin :
Meningkatkan konsentrasi cyclosporin dalam darah (penyesuaian
dosis) .
d) Dengan Makanan : Makanan & susu : Menurunkan efek merugikan
terhadap saluran cerna.
 Dosis
a) Dosis : untuk nyeri dan demam

8
b) Oral : 4 dd 0,5 1 g p.c., maksimum 4 g sehari anak-anak sampai 1
tahun 10 mg/kg 3-4 kali sehari, 1 – 12 tahun 4-6 dd, di atas 12 tahun 4
dd 320-500 mg, maksimum 2 g/hari.
c) Rektal : dewasa 4 dd 0,5 – 1 g, anak-anak sampai 2 tahun 2 dd 20
mg/kg, di atas 2 tahun 3 dd 20 mg/kg p.c.
 Contoh produk yang ada dipasaran
a) Aptor - Aspilets - Aspimec - Aspirin Bayer
b) Astika - Bodrexin - Cardio Aspirin – Farmasal
c) Procardin - Restor - Thrombo Aspilets - Ascardia

d. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang
tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak
dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
 Indikasi
Nyeri & radang pada penyakit artritis (rheumatoid arthritis, juvenile
arthritis, osteoarthritis) & gangguan non sendi (otot kerangka), nyeri
ringan sampai berat termasuk dismenorea, paska bedah, nyeri & demam
pada anak-anak
 Mekanisme kerja
Menghambat sintesis prostaglandin dgn menghambat COX-1 & COX-2
 Efek samping
Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare,
konstipasi, anoreksia dll.
Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing,
Gangguan pendengaran & penglihatan : tinitus, penurunan pendengaran,
gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT & SGPT.
Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah
meningkat, hipotensi, aritmia, reaksi hipersenstivitas, mulut kering
 Interaksi obat
Dengan Obat Lain :
Antikoagulan & antitrombotik : Meningkatkan efek samping perdarahan
saluran cerna.
Aspirin : Meningkatkan efek samping & menurunkan efek
kardioprotektif dari aspirin.
Litium : Meningkatkan konsentrasi litium dalam plasma & serum dan
dapat menurunkan klirens.
 Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas, asma, urtikaria, rinitis parah,
angioudema
 Dosis
Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimun 3.2 g/hari)
Juvenile artritis : 30-40 mg/kg berat badan per hari dalam 3-4 dosis
terbagi (maksimum 50 mg/kg berat badan)
Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6 jam, bila perlu (max 1,2
g/hari)
 Contoh produk yang ada dipasaran
- Dofen - Dolofen Forte - Farsifen – Febryn
- Fenris - Helafen - Iprox – Nofena

9
- Ostarin - Profen - Proris - Ribunalm Shelrofen
- Anafen

e. Na-diklofenak
 Indikasi
Nyeri paska bedah, nyeri & radang pada penyakit artritis & gangguan otot
kerangka lainnya, nyeri pada gout akut dan dismenorea.
 Mekanisme kerja
Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan pada beberapa
percobaan, mempunyai hubungan penting dengan mekanisme kerja kalium
diklofenak. Prostaglandin mempunyai peranan penting sebagai penyebab dari
inflamasi, nyeri dan demam. Pada percobaan-percobaan klinis Kalium
Diklofenak juga menunjukkan efek analgesik yang nyata pada nyeri sedang
dan berat. Dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau setelah
operasi, kalium diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada waktu
bergerak serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak secara in
vitro tidak menekan biosintesa proteoglikan di dalam tulang rawan pada
konsentrasi setara dengan konsentrasi yang dicapai pada manusia.
 Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas, asma, urtikaria, rinitis parah, angioudema,
tukak lambung aktif
 Efek samping
a) Pencernaan : gangguan pada saluran cerna bagian atas (20% pasien)
tukak lambung, perdarahan saluran cerna.
b) Saraf : sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas.
c) Ginjal : (kurang dari 1% pasien) terganggu fungsi ginjal
(azotemia,proteinuria,nefrotik sindrom dll),
d) Kardiovaskular : retensi cairan, hipertensi, (3-9% pasien),
e) Pernapasan : asma (kurang dari 1% pasien)
f) Darah : lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang
dari 1% pasien)
g) Hati : hepatitis, sakit kuning (jarang), peningkatan SGOT
h) Lain-lain : ruam, pruritus, tinnitus, reaksi sensitivitas (1-3%
pasien).
 Interaksi
Dengan Obat Lain :
Antikoagulan : Dapat memperparah perdarahan saluran cerna.
Metotreksat : Meningkatkan konsentrasi metotreksat.
Glikosida jantung : Meningkatkan toksisitas glikosida jantung.
Diuretik : Secara bersamaan dengan HCT, meningkatkan kadar
kalium dalam serum, dengan triamterene
meningkatkan resiko kerusakan ginjal.
NSAID : Penggunaan bersama aspirin dapat meningkatkan
eksresi diklofenak melalui empedu.
Siklosporin : Meningkatkan efek nefrotoksik siklosporin.
Litium :Meningkatkan konsentrasi plasma litium dan
menurunkan klirens litium.
Antidiabet :Kasus hipoglikemik & hiperglikemi (jarang terjadi)
Kuinolon :Dapat meningkatkan resiko stimulasi sistem saraf pusat
Antasid :Dapat menunda absorpsi diklofenak.

10
Kortikosteroid : Meningkatkan resiko ulser saluran cerna
 Dosis
Nyeri & dismenore :
Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu
Pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak perlu penyesuaian dosis,
tetapi perlu pemantauan yang ketat
 Contoh obat yang ada dipasaran
- Alflam - Atranac - Berifen SR - Cataflam
- Cataflam D - Catanac - Deflamat - Dicloflam
- Diclomec - Diclomec Gel - Exaflam - Fenaren
- Fenavel - Flamenac - Kadiflam - Kaditic
- K Diklofenak - Klotaren - Laflanac - Matsunaflam
- Megatic - Merflam - Nadifen - Neuorofenac
- Nichoflam - Nilaren - Potazen - Prostanac
- Provoltar - Reclofen - Renadinac - Renvol
- Scanaflam - Scanteran - Tirmaclo - Valto
- Volmatik - Voltadex - Voltadex SR - Voltaren
- Voren - X-flam - Xepathritis - Zegren
- Adiflam

c) Obat-obatan golongan narkotik


Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti
opium. Berdasarkan kerjanya pada reseptor, obat golongan opioid :
1. Morfin dan Alkaloid opium
 Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi
melalui kulit luka morfin juga dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara
pemberian in absorbs morfin kecil sekali. Morfin dapat diabsorbsi usus,
tetapi efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis
yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sangat
cepat, sedangkan setelah suntikan subkutan absorbs berbagai alkaloid
berbeda-beda. Setelaah pemberian dosis tunggal sebagian morfin mengalami
kunjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian dikleluarkan dalam
bentuk bebas dan 10 % tidak diketahui nasibnya.
Morfin dapat melintasi sawar urin dan mempengaruhi janin. Ekskresi
morfin terutama melalui ginjal, sebagian kecil bebas ditemukan dalam tinja
dan keringat. Morfin yang terkonyugasi ditemukan dalam empedu, sebagian
yang sangat kecilkn dikeluarkan melalui cairan lambung. Opium atau candu
adalah getah papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Secara kimia
opium dibagi menjadi 2 golongan : 1) gol. Penantren 2) gol.
Benzilisokinolin. Dari alkaloid derivate fenantren yang alamiah telah dibuat
berbagai derivate sintetik.
 Farmakologi
Dari masing-masing derivat secara kualitatif sama dan bebeda secara
kuantitatif dengan morfin. Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus
terutama di timbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis pada reseptor µ,
selain itu morfin mempunya afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor δ
dan K. efek berupa analgesia oleh morfin dan nakrosis dengan cara berikatan
dengan reseptor opioid yang terutama yang didapakan di SSP dan medulla

11
spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Agonis opioid
melalui reseptor µ, δ dan K pada ujung sinaps aferen primer nosiseptif
mengurangi penglepasan tramsmiter, dan selanjutnya menghambat saraf
yang mentransmisi nyeri di komu dorsalis medulla spinalis. Dengan
demikian opioid memiliki efek analgesic yang kuat melalui pengaruh pada
medulla spinalis, selain itu µ agonis juga menimbulkan efek inhibisi
pascasinaps melalui reseptor µ di otak.
Ekskresi morfin sebagian besar melalui ginjal sebagian kecil di
keluarkan melalui tinja dan keringat
 Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering
digunakan nyeri yang menyertai 1) infark miokard; 2) neoplasma; 3)kolik
renal atau kolik empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal
atau koroner; 5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan 6)
nyeri akibat trauma.
 Efek samping
Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah
terutama pada wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah
timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang dillirium lebihjarang
lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak lebih peka terhadap
alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan,
tetapi oranng lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka
terhadap efek morfin.
 Toleransi
Toleransi timbul terhadap efek depresi, tetapi tidak timbul terhadap efek
eksitasi, miosis dan efek pada usus. Toleransi silang dapat timbul antara
morfin, dihidromorfinon, metopon, kodein dan heroin. Toleransi timbul
setelah pemakaian 2-3 minggu, kemungkinan timbul efek toleransi lebih
besar apabila digunakan dosis besar secara teratur.
 Adiksi
Disebut juga daya untuk menimbulkan adiksi berbeda-beda untuk masing-
masing obat. Bahaya terbesar terdapat di heroin menimbulkan euphoria yang
kuat yang tidak disertai mual ddan konstipasi.
Contoh nama obat golongan Opioid :
1) Morfin 8) Hidralorfinokodon 16) Tebain
2) Heroin 9) Oksikodon
3) Hidromorfon 10) Nalorfin
4) Oksimorfon 11) Nalokson
5) Levorvanol 12) Naltrekson
6) Levalorfan 13) Butorfanol
7) Kodein 14) Nalbufin

2. Mefiridin dan Derivat Fenilpiperidin


 Farmakodinamik
Bekerja terutama kerja sebagai agonis reseptor µ. Obat lain yang mirip
dengan meperidin ialah piminodin, ketobemidon dan fenoperidin.
 Farmakokinetik
Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan
tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar

12
puncak dalam plasma dalam 45 menit dan kadar yang dicapai sangat
berfariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral sekitar 50 %
mengalami metabolism lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma
tercapai dalam 11-2 jam. Setelah pemberian IV kadarnya dalam plasma
menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan
berlangsung dengan lambat. Kurang lebih 60 % meferidin dalam plasma
terikat protein metabolism meferidin terutama berlangsung dihati.
 Farmakologi
efek dari mefiridin serupa dengan morfin.
 Indikasi
Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa
keadaan klinis seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan
gastroskopi. Mefiridin digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia
obstetric dan sebagai obat praanastetik.

 Efek samping
Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemahl,
gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
 Sediaan dan dosis
Mefiridin : 50-100 mg ( dalam bentuk tablet dan ampul)
Alfaprodin : 60 mg ( dalam bentuk ampul 1 ml dan vial 10 ml)
Difoneksilat : 20 mg per hari dalam dosis terbagi (dalam bentuk tablet dan
sirop)
Loperamid : 4 – 8 mg /hari
Fentanil dan Derivatnya

3. Metadon
 Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang
tinggi dalam 10 menit pertama. Sekitar 90 % metadon terikat protein plasma.
Metadon diabsorbsi secara baik di usus dan dapat ditemukan diplasma
setealah pemberian secara oral, kadar puncak dicapai setelah 4 jam. Metadon
cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru, hati, ginjal dan limpa.
Hanya sebagian kecil yang masuk otak kadar maksimal metadon dalam otak
dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian parenteral dan kadar ini sejajar
dengan intensitas dan lama analgesia.
 Farmakodinamik
Efek analgetik 7,5 – 10 mg metadon sama kuat dengan morfin, setelah
pemberian berulang kali timbul efek sedasi yang jelas, mungkin karena
adanya akumulasi.
 Indikasi
Analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan
jenis nyeri yang dapat dipengaruhi morfin.
Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti tusif 1,5 -2 mg
/oral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi
pada metadon jauh lebih besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang
metadon sudah mulai ditinggalkan sebagai antitusif.
 Efek Samping

13
Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,
berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul
adalah delirium, halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik.
 Sediaan dan Dosis
Metadon : 2,5 – 15 mg ( dalam bentuk tablet, vial dan ampul)

4. Propoksifen
 Farmakodinamik
Propoksifen terutama bekerja terikat pada reseptor µmeskipunkurang
selektif disbandingkan dengan morfin. Propoksifen 65-100 mg memberikan
efek yang sama kuat denga 65 mg kodein. Propoksifen menimbulka
perasaan yang panas dan iritasi ditempat suntikan. Kombinasi propoksifen
dengan asetosal berefek analgesic jauh lebih baik jika masing-masing obat
diberikan secara sendiri-sendiri.
 Farmakokinetik
Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti
kodein, efektivitas jauh berkurang jika propoksifen diberikan secara oral.
Biotransformasi propoksifen dengan cara enbemetilasi yang terjadi dalam
hati.
 Indikasi
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang
tidak cukup baik diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan
asetosal sama kuat seperti kombinasi kodein dengan asetosal.
 Efek samping
Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan
kantuk, kurang lebih sama dengan kodein
 Sediaan dan dosis
Propoksifen : 65 mg 4x sehari ( dalam bentuk tablet dan vial)

5. Antagonis Opioid
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak
menimbulkan banyak efek kecuali bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid
aatau bila opioid endogen edang aktif misalnya pada keadaan stress atau syok.
Nalokson merupakan prototif antagonis opioid yang relative murni, demikian
pula naltrekson yang dapat diberikan secara oral dan memperlihatkan masa
kerjalebih yang lama dari pada nalokson.
Nalorfin, levalorfan, siklazosin dan sejenisnya disamping
memperlihatkan efek antagonis, menimbulkan efek otonomik, endokrin,
analgetik dan depresi nafas mirip efek yang ditimbulkan oleh morfin. Obat-obat
ini merupakan antagonis kompetitif reseptor µ, tetapi juga memperlihatkan efek
agonis pada reseptor-reseptor lain.
 Farmakodinamik
Efek tanpa pengaruh opioid pada berbagai eksperimen bahwa nalokson
memperlihatkan :
a) Menurunkan ambang nyeri pada mereka yang biasanya ambang nyerinya
tinggi
b) Mengantagonis efek analgetik placebo
c) Mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan leawat jarum
akupuntur, semua efek ini diduga berdasarkan antagonisme nalokson
terhadap opioid endogen yang dalam keadaan lebih aktif

14
Nalorfin dan levalorfan juga menimbulkan depresi nafas yang diduga
karena kerjanya pada reseptor K. berbeda dengan morfin, depresi nafas
ini tidak bertambah dengan bertambahnya dosis, kedua obat ini bekerja
memperberat depresi nafas oleh morfin dosis kecil, tetapi mengantagonis
depresi nafas akibat morfin dosis besar.
Efek dengan pengaruh opioid frekuensi nafas meningkat dalam 1-2
menit setelah pemberian IV, IM nalokson pada pasien dengan depresi
nafas akibat agonis opioid, efek sedatef dan efek terhadap tekanan darah
juga segera dihilangkan. Antagonis nalokson terhadap efek agonis opioid
sering disertai dengan terjadinya fenomena overshoot misalnya berupa
penigkatan frekuensi nafas melebihi frekuensi sebelum dihambat oleh
opioid. Fenomena ini diduga berhubungan dengan terungkapnya
(unmasking) ketergantungan fisik akut yang timbul 24 jam setelah
morfin dosis besar.
 Indikasi
Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas akibat
takar kajak opioid, pada bayi yang dilairkan oleh ibu yang mendapat opioid
sewaktu perdalinan atau akibat tentamen suicide dengan suatu opioid. Dalam
hal ini alokson merupakan obat pilihan untuk kasus ini.
 Sediaan dan Dosis
Nalorfin HCL : 0,2 mg /ml unutuk anak, 5 mg/ml untuk dewasa
Levalorvan : 1 mg/ml
Nalokson : 0,4 mg/ml

6. Agonis Parsial
a. Pentazosin
 Farmakodinamik
Obat ini merupakan antagonis lemah pada reseptor µ tetapi merupakan
agonis yang kuat pada reseptor K dan δ sehingga tidak mengantagonis
depresi nafas oleh morfin. Efeknya terhadap SSP mirip dengan efek opioid
yaitu nyebabkan analgesi, sedasi dan depresi nafas. Analgesi yang timbul
agaknya karna efek pada reseptor K, karena sifatnya berbeda dengan
analgesi akibat morfin. Analgesi timbul lebih dini dan hilang lebih cepat
daripada morfin, setelah pemberian secara IM analgesi mencapai maksimal
dalam 30 – 60 menit dan berakhir setelah 2-3 jam. Setelah pemberian oral
efek maksimal dalam 1 – 3 jam dan lama kerja agak panjang darimpada
setelah pemberian IM. Depresi nafas yang ditiimbulkannya tidak sejalan
dengan dosis, pada dosis 60-90 mg obat ini menyebabkan disporia dan efek
psikotomimetik mirip dengan morfin yang hanya dapat di antagomnis oleh
aloksan. Diduga timbulnya disporia dan efek psikotomimetik karena
kerjanya pada reseptor δ.
 Farmakokinetik
Pentazosin diserap baik melalui pemberian apa saja, tetapi karena
mengalami metabolism lintas pertama, bioavailabilytas per oral cukup
berpariasi. Obat ini dimetabolisme secara intensif di hati untuk kemmudian
di ekskresi sebagai metabolit melalui urin. Pada penderita sirosis hepatis
bersihannya sangat kuat.
 Indikasi
Pentazosin diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang tetapi kurang
efektif dibandingkan morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga digunakan

15
untuk medikasi pre anastetik. Bila digunnakan untukk analgesi opstertik
pentazosin dapat mengakibatkan depresi nafas yang sebanding meferidin.
 Sediaan dan Dosis
Pentazosin : 30 mg (secara IV/IM) dapat diulang tiap 3-4 jam, dosis total
maksimal 360 mg/ hari
Untuk analgesi optaltik diberikan dosis tunggal 20 atau 30 mg secara IM.
Sediaan : vial 1, 1,5, 2 dan 10 ml
b. Butorfanol
Secara kimia mirip levorfanol akan tetapi profil kerjanya mirip pentazosin.
Pada penderita paska beda, suntikan 2 -3 mg butorfanol menimbulkan analgesi
dan depresi nafas menyerupai efek akibat suntikan 10 mg morfin atau 80 mg
meferidin. Seperti pentazisin dan obat lain yang dihipotesiskan bekerja pada
reseptor K dan σ, peningkatan dosis juga disertai memberatnya depresi nafas
dan menonjol.

 Farmakodinamik
Efek farmakodinamik butorfenol sama seperti pentazosin.
 Efek Samping
Butorfanol menyebabkan ngantuk, mual, berkeringat kadang-kadang terjadi
gangguan kardiocaskular yaitu kalpitasi dan gangguan kulit rash.
 Indikasi
Butarfanol efektif mengatasi nyeri akut pasca operasi sebanding dengan morfin
eferidin atau pentazosin. Demikian pula butorfanol sama efektif dengan
mefiridin untuk medikasi preanastetik akantetapi efek sedasinya lebih kuat.
 Sediaan dan dosis
Butorfanol : dewasa 1-4 mg IM atau 0,5 – 2 mg IV dan dapapt diulang sampai
dengan 2-4 jam

ANTIPIRETIK
a) Pengertian Obat Antipiretik
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu badan pada
keadaan demam. Obat antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh yang
tinggi atau hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada
orang normal. Pada umumnya demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan suatu
penyakit tersendiri. Oleh sebab itu pembahasan antipiretik secara khusus jarang ada, pada
umumnya pembahasannya antipiretik ada pada pembahasan obat anti nyeri (analgetika).
Sebagai nantipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya dalam
keadaan demam. Walaupun keadaan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro,
tidak semua berguna sebagai antipeiertik karena bersifat toksik bila digunakan secara
rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada disentral otak
terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan obat AINS lainnya dapat menghambat.
Fenilbutazon dan antiruematik lainnya tidak dibenarkan untukdigunakan sebagai
antipiretik atas alasan tersebut.
b) Mekanisme kerja obat antipiretik
Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior
(yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).
c) Macam-macam obat antipiretik
Contoh obat antipiretik :
 parasetamol,
 panadol,

16
 paracetol,
 paraco,
 praxion,
 primadol,
 santol,
 zacoldin,
 poldan mig,
 acetaminophen,
 asetosal atau asam salisilat,
 salisilamida.
d) Kontra Indikasi
Pada obat antipiretik dimana pada segala penyakit yang menghasilkan gejala demam.
Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik sebaiknya diberikan jika demam
lebih dari 38,5oC. Demam kurang dari 38,5oC. Sebaiknya jangan cepat-cepat diberi
obat, selain dapat menurunkan demam, sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga
memiliki khasiat mengurangi nyeri.
e) Efek samping dari obat Antipiretik
 Gangguan saluran pencernaan
Selain menimbulkan demam dan nyeri ternyata prostaglandin berperan melindungi
saluran cerna. Senyawa ini dapat menghambat pengeluaran asam lambung dan
mengeluarkan cairan (mukus) sehingga mengakibatkan dinding saluran cerna rentan
terluka, karena sifat asam lambung yang bisa merusak.
 Gangguan hati (hepar)
Obat yang dapat menimbulkan hepar adalah parasetamol karena penderita gangguan
hati disarankan mengganti dengan obat lain.
 Reaksi obat
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan reaksi alergi. Reaksi dapat berupa
asma bronkial hingga mengakibatkan syok.
 Alergi obat, gatal-gatal, pusing, mual muntah, dan nyeri ulu hati.
f) Jenis-Jenis Obat Antipiretik
1. Paracetamol
a. Nama dagang : Asetaminopen, Panadol (glaxso), Tylenol, Tempra, Nipe,
pamol(intrbat),sanmol (sanbe) .
Paracetamol merupakan derivat-asetanilida, adalah metabolit dari fenasetin,
yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah
ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan
karsinogen).Komposisi dari obat parasetamol :
o Tiap sendok teh (5ml) mengandung paracetamol 120mg
o Tiap tablet mengandung paracetamol 100mg
o Tiap tablet mengandung paracetamol 100mg
b. Cara kerja obat parasetamol adalah derivate paminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik atau analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga berdasarkanefek sentral. Sifat analgesic parasetamol
dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Pada penggunaan oral
parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam
plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian, dapat
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan
sebagian besar dalam bentuk terkonyugasi.

17
c. Indikasi:
Untuk nyeri dan demam. Khasiat paracetamol antara lain sebagai analgetik (nyeri
ringan sampai sedang) dan antipiretik tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada
umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk
swamedikasi (pengobatan mandiri).Nyeri ringan sampai sedang termasuk
dysmenorrhea, sakit kepala; pereda nyeri pada osteoarthritis dan lesi jaringan
lunak; demam termasuk demam setelah imunisasi; serangan migren akut, tension
headache.
d. Kontraindikasi :
Tidak boleh digunakan pada penderita dengangangguan fungsi hati berat,
hipersensitif terhadap paracetamol. Hipersensitif terhadap paracetamol dan
defisiensi glucose-6 fosfat dehidrogenase.
e. Peringatan dan Perhatian :
o Pemberian harus berhati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal serta
penggunaan jangka lama pada pasien anemia
o Jangan melampaui dosis yang disarankan
o Harap ke dokter bila gejala demam belum sembuh dalam waktu 2hari atau
rasa sakit tidak berkurang selama5 hari.
f. Efek samping dari obat parasetamol adalah
Efek samping jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan
darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati,
pada dosis 6 gram mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversibel. Dosis besar
menyebabkan kerusakan fungsi hati.Wanita hamil dapat menggunakan
parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
g. Dosisnya itu sendiri melalui :
o Oral 2-3x sehari 0,5-1 gram, maximum 4 gram per hari, pada gangguan
kronis maksimum 2,5 gram per hari, anak-anak 4-6x 10mg/kg BB, yakni rata-
rata usia 3-12 bulan 60mg, 1-4 tahun 120-180mg,4-6 th 180mg, 7-12 th 240-
360mg, 4-6x sehari.
o Rectal 20mg/kg setiap kali, dewasa 4x sehari 0,5-1 gram. Anak-anak usia 3-
12 bulan 2-3x 120mg, 1-4 th 2-3x 240mg, 4-6 th 4x 240mg, dan 7-12th 2-3 x
0,5 g.
Cara penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, dapat terlindung dari cahaya.

2. Asam Asetilsalisilat
Nama dagang : asetosal, Aspirin, Cafenol, Naspro
Asetosal adalah obat anti nyeri tertua (1899), yang sampai kini paling banyak
digunakan di dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat. Komposisi dari obat
asam asetilsalisilat yaitu tiap tablet mengandung asam asetilsalisilat 100mg . Cara
kerja obat asam asetilsalisilat bekerja dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam, dan menghambat pembentukan
prostaglandin sehingga meringankan rasa sakit.
a. Indikasi:
Dapat menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot.
b. Kontraindikasi:
Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu sebaiknya jangan diberikan
asetosal melainkan parasetamol, karena beresiko terhadap syndrom grey yang
berbahaya. Syndrom ini bercirikan muntah hebat, termangu-mangu, gangguan
pernafasan, konvulsi dan adakalanya koma.Wanita hamil tidak dianjurkan
menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama pada triwulan terakhir dan

18
sebelum persalinan, karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang,
juga kecenderungan perdarahan meningkat.
c. Dosis dan cara pemberian
o Pada nyeri dan demam oral dewasa 4x 0,5-1g setelah makan, maksimum 4g
sehari, anak-anak sampai 1th 10mg/kgBB 3-4x sehari, 1-12th 4-6x, diatas
12th4x 320-500mg, maksimum 2g per hari
o Rectal dewasa 4x 0,5-1gr, anak-anak sampai 2th 2x 20mg/kgBB, diatas 2th
3x 20mg/kg BB.
d. Efek samping:
Efek samping yang paling sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan
resiko tukak lambung dan perdarahan samar. Penyebabnya adalah sifat asam dari
asetosal, yang dapat dikurangi dengan kombinasi dengan suatu antasidum (MgO,
alumuniumhidroksida, CaCO3atau garam kalsiumnya (carbasalat, Ascal).
Pada dosis besar, faktor lain memegang peranan yakni hilangnya efek pelindung
dari prostasiklin terhadap mukosa lambung. Selain itu asetosal menimbulkan efek
–efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus (telinga mendengung) pada
dosis lebih tinggi. Efek yang lebih serius adalah kejang-kejang bronki hebat pada
pasien asma meski dalam dosis kecil dapat mengakibatkan serangan.

3. Asam mefenamat
Nama dagang : mefinal, (sanbe), mefentan (kalbe)
Cara kerja obat itu sendiri yaitu asam mefenamat merupakan kelompok anti
inflamasi non steroid, bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam
jaringan tubuh dengan menghambat enzyme siklooksigenase sehingga mempunyai
efek antiinflamasi dan antipiretik.
a. Indikasi :
Meredahkan nyeri ringan sampai sedang sehubung dengan sakit kepala, sakit
gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri otot dan nyeri
sesudah operasi.
b. Kontra indikasi adalah :
o Pasien yang hipersensitif terhadap asam mefenamat.
o Penderita dengan tukak lambung dan usus.
o Penderita dengan gangguan ginjal berat.
c. Dosis yang digunakan dan cara pemberian asam mefenamat
Pada dewasa dan anak-anak > 14 tahun dosis awal 500 mg, selanjutnya 250 mg
setiap 6 jam sesuai kebutuhan.
d. Peringatan dan perhatian pemberian asam mefenamat itu sebaiknya
o Diminum sesudah makan
o Jangan digunakan lebih dari 7 hari atau melebihi dosis yang dianjurkan
kecuali atas petunjuk dokter
o Hati-hati jika digunakan pada wanita hamil dan menyususi
e. Efek samping dari asam mefenamat
o Sistem pencernaan terasa mual, muntah, diare dan rasa sakit pada abdominal
o Pada sistem saraf akan terasa ngantuk, pusing, penglihatan kabur dan
insomnia.
f. Cara penyimpanannya dapat disimpan pada suhu kamar (25-30)OCdan tempat
kering serta terhindar dari cahaya langsung.

19
4. Praxion
Praxion adalah obat untuk menurunkan demam, meringankan rasa sakit pada
keadaan sakit kepala dan sakit gigi. Komposisi :
Praxion drops tiap ml mengandung 100 mg paracetamol micronized.
Praxion 120 suspensi tiap 5 ml mengandung 120 mg paracetamol micronized.
a. Cara kerja obat
Sebagai analgesik- antipiretik, dimana sebagai analgesik bekerja dengan
meningkatkan ambang rangsangan rasa sakit, sedangkan antipiretik diduga
bekerja langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus.
b. Kontra indikasi
o Pada penderita gangguan fungsi hati yang berat.
o Penderita hipersensitif terhadap komponen obat ini.
c. Dosis yang digunakan pada obat ini antara lain
o Dibawah 1 tahun dosis 60 mg ( alat tetes0,6 ml) 3-4 kali sehari.
o 1-2 tahun dosis 60-120 mg ( alat tetes 0,6 ml-1,2 ml) 3-4 kali sehari atau
sesuai petunjuk dokter.
d. Peringatan dan perhatian.
o Hati hati pengguna obat ini pada penderitapenyakit ginjal.
o Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, segera hubungi unit pelayanan kesehatan.
o Penggunaan obat ini penderita mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan
kerusakan hati.
e. Efek samping pada penggunaa obat jangka lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati dan reaksi hipersensitifitas.

TABEL INTERAKSI OBAT

Mekanisme Interaksi obat


No Nama Obat A Nama Obat B Mekanisme obat B
obat A A+B
1. Aspirin Antasida Mengasetilasi Menetralisir asam Antasida
enzim lambung dengan meningkatkan
siklooksigenase meningkatkan pH pH urine
dan sehingga
menghambat klirens salisilat
pembentukan meningkat
enzim cyclic àdosis salisilat
endoperoxides dalam darah
menurun
2. Aspirin Acetazolamide Mengasetilasi Memblok enzim Aspirin
enzim karbonik anhidrase menggeser
siklooksigenase ikatan
dan acetazolamid
menghambat dengan protein
pembentukan plasma à
enzim cyclic akumulasi
endoperoxides acetazolamid
dalam darah à
toksisitas
acetazolamid
3. Aspirin Kortikosteroid(Betamethas Mengasetilasi Menyebabkan Betamethason

20
one) enzim vasokonstriksi, juga e menstimulasi
siklooksigenase berkhasiat merintangi metabolisme
dan atau mengurangi aspirin di hati
menghambat terbentuknya cairan dan
pembentukan peradangan dan udema meningkatkan
enzim cyclic setempat klirens renal à
endoperoxides kadar aspirin
menurun à
turunnya
efektivitas
aspirin
4. Aspirin Methotrexate Mengasetilasi Mengganggu aktivsi Aspirin
enzim folat dengan menurunkan
siklooksigenase menginhibisi klirens ginjal
dan dihidrofolatereduktase dan menggeser
menghambat sehingga mengganggu ikatan protein
pembentukan replikasi DNA pada sel methotrexate à
enzim cyclic kadar
endoperoxides methotrexate
meningkat à
toksisitas
methotrexate
5. Aspirin Antikoagulan(warfarin) Mengasetilasi Mengganggu aktivasi Meningkatkan
enzim factor pembekuan darah aktivitas
siklooksigenase yang bergantung pada antikoagulan à
dan vitamin K, yaitu factor, masa
menghambat II, VII, IX, X perdarahan
pembentukan meningkat
enzim cyclic
endoperoxides
6.. Aspirin Kafein Mengasetilasi -meningkatkan Kafein
enzim mobilisasi kalsium meningkatkan
siklooksigenase intraselular- bioavaliabilita
dan peningkatan akumulasi s dan laju
menghambat nukleotida siklikkarena absorpsi dari
pembentukan hambatan aspirin
enzim cyclic phosphodiesterase
endoperoxides
7. Asam Antasida menghambat Menetralisir asam Antasida akan
mefenamat sintesa lambung dengan mempercepat
prostaglandin meningkatkan pH absorpsi asam
dengan mefenamat
menghambat
kerja enzim
cyclooxygenas
e (COX-1 &
COX-2)
8. Diklofenak Sukralfat Menghambat Melindungi permukaan Terjadi
kerja enzim sel dari asam lambung, penurunan

21
siklooksigenase pepsin dan empedu. absorpsi
diklofenak à
efektivitas
diklofenak
menurun
9. Diklofenak Methotrexate Menghambat Mengganggu aktivsi Na-diklofenak
kerja enzim folat dengan menurunkan
siklooksigenase menginhibisi klirens renal
dihidrofolatereduktase methotrexate à
sehingga mengganggu peningkatan
replikasi DNA pada sel kadar
methotrexate
àtoksisitas
methotrexate
10. Diklofenak Kolestiramin Menghambat Menurunkan kadar Peningkatan
kerja enzim kolesterol plasma klirens plasma
siklooksigenase dengan mengikat asam diklofenak à
empedu dalam saluran absorpsi
cerna diklofenak
menurun à
efektivitas
diklofenak
menurun
11. Ibuprofen Lithium Menghambat Menstabilkan suasana Ibuprofen
kerja enzim hati (mood stabilizer) menghambat
siklooksigenase produksi
prostaglandin
à eliminasi
lithium
menurun à
toksisitas
lithium
12. Ibuprofen Gentamisin Menghambat Antibiotik golongan Ibuprofen
kerja enzim aminoglikosida yang menurunkan
siklooksigenase bersifat bakteriostatik laju filtrasi
dengan berikatan secara glomerulus à
irreversibel pada sub akumulasi
unit 30S dari ribosom gentamisin à
dan karena itu toksisitas
menyebabkan gangguan gentamisin
yang kompleks pada
sintesis protein
13. Ibuprofen Fluconazole Menghambat menghambat enzim Fluconazole
kerja enzim cytochrome P450, menginhibisi
siklooksigenase sehingga merintanqi metabolisme
sintesa ergosterol ibuprofen
melalui
CYP2C9 à
kadar

22
ibuprofen
meningkat.
14. Indometasin Probenesid Menghambat Menghambat reabsorpsi Probenesid
kerja enzim asam urat di tubulus menurunkan
siklooksigenase ginjal sehingga sekresi klirens
asam urat meningkat indometasin à
kadar plasma
indometasin
meningkat

CONTOH OBAT DI PASARAN

Nama
No. Nama Obat Nama di Pasaran Indikasi
Produsen
1. Hidrokortison Hidrokortison Kalbe FarmaDermatitis (alergi, atopik), neurodermatitis
2. Deksametason Dexamethasone SampharindoMengatasi gejala inflamasi akut, penyakit
alergi, edema serebral, arthritis rematoid.
3. Prednisone Prednison Berlico Berlico Mulia Demam rematik akut, asma bronkial, obat anti-
Farma inflamasi.
4. Parasetamol Paracetamol Errita Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan
menurunkan panas.
5. Asam salisit Aspirin Bayer Demam, sakit kepala, sakit gigi, pusing, nyeri
otot
6. Antalgin Antalgin Generik Untukmenghilangkan rasa sakit,
INF terutamakolikdan
sakitsetelahoperasi.
7. Asam Allogon Konimex Nyeriringan,
Mefenamat sedangsampaiberatsepertisakitkepala, nyeriotot,
artralgia (nyerisendi), sakitgigi,
osteoartitisrematoid, gout, nyerisaathaid,
nyerisetelahoperasi.
8. Ibuprofen Profenal Yarindo Meredakan nyeri misalnya pada sakit gigi, sakit
Farmatama kepala, nyeri otot dan dismenore primer

Interaksi Dengan Makanan


Analgesik Asetosal dan NSAID kuat lain, jika diminum bersama makanan untuk mengurangi
resiko iritasi saluran cerna. Tapi jika diminum bersama dapat mengurangi absorpsi.
jika diinginkan efek cepat, Jangan dikonsumsi bersama alcohol karena dapat meningkatkan resiko
perdarahan.
Pemakaian sering obat-obat ini, menurunkan absorpsi asam folat dan vit C

Obat Makanan Efek


Parasetamol Kopi, teh, minuman cola Potensiasi
(kandungan : kafein)
Meningkatkan resiko toksik dari
parasetamol
AINS Kunyit (kandungan : Sinergistik

23
kurkumin)
Meningkatkan aktivitas analgetik-
antiinflamasi dalam tubuh
Anti Inflamasi Steroid Jus buah anggur Potensiasi

Meningkatkan kadar obat dan resiko


toksik dari obat AIS
Aspirin Gingseng, bawang putih, Sinergistik
ginkgo biloba
Meningkatkan aktivitas antikoagulan
aspirin dan resiko pendarahan

C. Cara Kerja dan Tempat Kerja Obat Analgesik-Antipiretik NSAID dan Steroid
Menurut Ganiswarna et al. (1995), obat analgesik antipiretik serta obat anti-
inflamasi nonsteroid (NSAIDs) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan
beberapa obat memiliki perbedaan secara kimia. Namun, obat-obat NSAID mempunyai
banyak persamaan dalam efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat golongan ini
adalah aspirin, sehingga sering disebut juga sebagai aspirin like drugs. Efek terapi dan
efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung dari penghambatan
biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan.
Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase,
sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap
obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda. Parasetamol dapat
menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar
peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek
anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak
peroksida yang dihasilkan oleh leukosit. Aspirin dapat menghambat biosintesis
prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase.
Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase
karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase. Semua
obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Efek samping
obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin.
Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel
yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek samping lain
diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis
tromboksan A2 dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek
ini telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping
lain diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan
oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin.
PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk menghambat
sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat
sitoprotektan.
Menurut Insel (1991), Reynolds (1982) diacu dalam Mansjoer (2003), obat
antiradang menurut struktur kimia dapat dibagai menjadi delapan golongan, diantaranya
adalah :
 Turunan asam salisilat, yaitu asam asetilsalisilat dan diflunisal
 Turunan pirazolon, yaitu fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin, dan arninopirin

24
 Turunan para-aminofenol, yaitu fenasetin
 Indometasin dan senyawa yang masih berhubungan, yaitu indometasin dan sulindak
 Turunan asam propionat, yaitu ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen, dan
flurbiprofen
 Turunan asam antranilat, yaitu asam flufenamat dan asam mafenamat
 Obat antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu, yaitu tolmetin,
piroksikam, diklofenak, etodolak, dan nebutemon
 Obat pirro (gout), yaitu kolkisin dan alopurinol
Menurut Martin (1989), Obat-obatan yang dapat menghambat produksi
prostaglandin (NSAIDs) melalui penghambatan sintesis prostaglandin mempunyai
kemampuan untuk menurunkan aliran rangsang dari saraf afferent (nociceptive afferents),
sehingga berperan sebagai analgesik lemah. Substansi yang dapat menghambat efek atau
pelepasan autokoid lainnya (selain prostaglandin) diduga mempunyai peran sebagai
analgesik. Glukokortikoid mampu menghambat pelepasan dan produksi autokoid, serta
mempunyai efek analgesik perifer.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon kortikosteroid memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara
difusi pasif, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma
sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini akan mengalami
perubahan konformasi dan akan bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini akan menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi
sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Steroid akan merangsang
transkripsi dan sintesis protein spesifik di hati. Steroid juga bersifat sebagai katabolik
pada sel limfoid dan fibroblas. Selain itu, steroid juga merangsang sintesis protein yang
bersifat menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid. Umumnya kortikosteroid
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek
utama glukokortikoid diantaranya adalah penyimpanan glikogen di hati dan efek anti-
inflamasi. Prototipe glukokortikoid diantaranya adalah kortisol. Kortisol dan analog
sintetiknya dapat mencegah atau menekan munculnya gejala peradangan akibat radiasi,
zat kimia, infeksi, mekanik, dan alergen. Kortisol dapat menghambat migrasi leukosit ke
tempat radang dan aktivitas fagositosis, serta menghambat manifestasi inflamasi yang
sudah berlanjut. Kortikosteroid sebagai terapi antiinflamasi bekerja dengan cara
menghambat gejala inflamasi (Ganiswarna et al. 1995).
Menurut Farell dan Kelleher (2003), glukokortikoid dapat mengambat aktivasi
sel T dan sekresi sitokin. Peran glukokortikoid sebagai anti-inflamasi terjadi melalui
ikatan dengan intracellular glucocorticoid receptor (GR). Menurut Martin (1989),
glukokortikoid dapat berperan sebagai anti-inflamasi dan imunosupresan. Beberapa
aktiftas glukokortikoid sebagai anti-inflamasi :
 Menghambat dilatasi kapiler dan penurunan permeabilitas kapiler
 Penurunan ekstravasasi plasma
 Penurunan pergerakan neutrofil dan monosit ke daerah radang
 Penurunan aktivasi makrofag melalui penghambatan produksi limfokin oleh limfosit
 Mengurangi pembentukan kolagen dan mukopolisakarida
 Mengurangi pelepasan mediator inflamasi karena kestabilan membran sel lisosom dan
sel mast
 Glukokortikoid menginduksi pelepasan protein spesifik (lipocortin atau lipomodulin)
dari leukosit. Lipocortin kemudian akan menghambat enzim fosfolipase A2 yang
berperan dalam produksi asam arachidonat dari membran sel. Adanya hambatan

25
terhadap produksi eikosanoid yang merupakan mediator inflamasi, maka
glucocorticoid mampu menghambat peradangan.
Selain berperan sebagai anti-inflamasi, glukokortikoid juga berperan dalam
menekan respon imun, beberapa aktivitas glukokortikoid sebagai imunosupresan
diantaranya adalah :
 Peningkatan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang, tetapi menurunkan pemasukan
neutrofil ke daerah radang
 Eosinofil terletak jauh dari sirkulasi perifer dan jauh dari daerah radang, sehingga
terjadi eosinopenia
 Monosit tidak dilepaskan dalam jangka lama dari sumsum tulang, sehingga
menyebabkan monositopenia
 Limfosit juga tidak terdapat di daerah radang dalam jangka lama
 Produksi interleukin 2 (growth factor sel T) dihambat sehingga menyebabkan
penurunan proliferasi sel T

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi semua
kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan efek samping,
respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai dengan hasil interaksi
obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan sulit diberikan. Karena banyak obat
tidak ideal, semua anggota tim kesehatan harus berlatih “care” untuk meningkatkan efek
terapeutik dan meminimalkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
Sebagai salah satu dari tim kesehatan, seyogyanya harus paham betul akanpemanfaatan
obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan minimal. Dan berikut
ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan :
 Mengkaji kondisi pasien
 Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
 Memberikan pengetahuan tentang indikasi obat dan cara penggunaannya.

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
 Untuk obat analgesik-antipiretik , dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi obat ini
secara berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan bagi pemakainya.
 Dan untuk obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu berlebihan atau
ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan kerja enzim.

27
DAFTAR PUSTAKA

Fitrianingsih Dwi, dkk.2009. farmakologi obat-obat dalam praktek kebidanan.yogyakarta :


Binari Media Utama.

Anonim. 2006. Informai spesialite obat indonesia : volume 41; Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia : jakarta

Richard, Harkness. (1989). Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan
MathildaB.Widianto. Bandung: Penerbit ITB.

Tatro DS (Ed.) .(1992).Drug Interaction Facts. J.B. Lippincott Co. St. Louis

Tatro, D. (2009). Drug Interaction Facts. The authority on drug interactions.

28

Anda mungkin juga menyukai