Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat, dan merupakan penyakit
yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit menular,
namun kita juga tidak bisa menganggapnya sepele, selayaknya kita harus senantiasa waspada.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arterosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua
kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak
jarang tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini, usaha-usaha
baik untuk mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, hal
ini dikarenakan banyak faktor penghambat yang mempengaruhi seperti kurang pengetahuan
tentang hipertensi (pengertian, klasifikasi, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan
juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai
6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan
sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu
140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia).
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada
jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak
menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan upaya-upaya untuk menekan angka
peyakit hipertensi terlebih bagi penderita hipertensi perlu diberikan perawatan dan
pengobatan yang tepat agar tidak menimbukan komplikasi yang semakin parah. Selain itu
pentingnya pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan
untuk melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi.
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi
penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kesakitan serta kematian karena hipertensi
dalam masyarakat.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
b. Tujuan Khusus
1) Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan fisiologi penyakit
jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet
2) Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan metodologi asuhan
keperawatan yang benar




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hipertensi
a. Anatomi
1) Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya terdapat
pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
a) atas: pembuluh darah besar
b) bawah: diafragma
c) setiap sisi: paru-paru
d) belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2) Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari
lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-
cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk
menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot
(mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal
ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:
a) Aktivitas memompa jantung berkurang,
b) arteri mengalami pelebaran,
c) banyak cairan keluar dari sirkulasi.
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi
ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis).
3) Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c) Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
4) Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol
dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila
kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi
umum, tekanan darah akan meningkat.
5) Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol
ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah
utama
6) Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat
kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial.
Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan
pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7) Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan
venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
b. Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem
arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah
yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk
reoksigenasi (Black, 2010).

2.2 Definisi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai
primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari
kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk,
1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin,
2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas
160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik
sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
stage I
140-150 90-99
Hipertensi
stage II
>150 >100
(Arif Muttaqin, 2009).
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II 160 Atau 100
Hipertensi Sistol
Terisolasi
140 Dan <90
(Andy Sofyan, 2012)



2.4 Etiologi
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah
Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:
a) Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis
b) Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal
c) Hipertensi hormonal
d) Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik (Andy Sofyan, 2012)

2.5 Manifestasi Klinis
sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
berupa:
a. nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
b. penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Elizabeth J. Corwin, 2000).
2.6 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistem saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat.
Yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner
dan Suddarth, 2001).

2.7 Pathway
download di sini







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pemeriksaan Fisik
Melakukan pengkajian:
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
b. Riwayat
1) Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Manifestasi klinis penyakit jantung seperti dyspnea, angina
5) Kebiasaan sehari-hari: nutrisi, istirahat, olah raga
6) Faktor psikologis dan lingkungan: stes emosional, budaya makan, dan status ekonomi
7) Faktor risiko
8) Riwayat alergi
9) Riwayat pemakaian obat: pil KB, steroid, NSAID
c. Pemeriksaan fisik
1) Berat badan dan tinggi badan.
2) Mata: pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan retinal arteriol, perdarahan, eksudat dan
papill edema
3) Leher: JVP, bising karotis dan pembesaran thyroid
4) Paru: pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)
5) Jantung: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal 2 kali
dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya
setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya dilakukan pada kedua
sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil
6) Abdomen: bising, pembesaran ginjal
7) Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi: tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
1) EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung
koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubngan dari sel-sel terhadap
terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkogulabilitas, anemia
3) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
4) Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5) Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic
6) Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8) Asamm urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi
9) Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang melebar
10) Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah
terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Diklat PJT-RSCM, 2008).




3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk klien hipertensi mencakup:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vaskonstriksi, iskemia
miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vasculer serebral
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (Doenges, dkk. 1999).
3.3 Intervensi dan Rasional Tindakan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventrikelar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima
2) berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau kerja jantung
3) memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tekanan darah. Ukur pada
kedua tangan/paha untuk evaluasi
awal. Gunakan ukuran manset yang
tepat dan teknik yang akurat.
Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang lebih
langkap tentang keterlibatan/bidang
masalah vaskuler. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa
sebagai peningkatan tekanan diastolik
sampai 130 mmHg, hasil pengukuran
diastolik di atas 130 mmHg
dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna.
Hipertensi sistolit juga merupakan
faktor risiko yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular dan
penyakit iskemi jantung bila tekanan
diastolik 90-115
Catat keberadaan, kualitas denyutan
sentral dan parifer
Denyutan karotis,jugularis, radialis
dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari
vasokonstriksi (peningkatan SVR)
dan kongesti vena
Auskultasi tonus jantung dan bunyi
napas
S
4
umum terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium (peningkatan
volume/tekanan atrium). Perkemba-
ngan S
3
menunjukkan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi.
Adanya krakles, mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu,
dan masa pengisian kapiler
Adanya pucat, dingin, kulit lembab
dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan
vasokonstriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah
jantung.
Catat edema umum/tertentu Dapat mengindikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskular
Berikan lingkungan tenang, nyaman,
kurangi aktivitas/keributan
lingkungan. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal
Membantu menurunkan rangsang
simpatis meningkatkan relaksasi
Pertahankan pembatasan aktivitas,
seperti: istirahat di tempat tidur/kursi,
jadwalperiode istirahat tanpa
gangguan, bantu pasien melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
Menurunkan stres dan ketegangan
yang mempengaruhi tekanna darah
dan perjalanan peyakit hipertensi
Lakukan tindakan-tindakan yang
nyaman, seperti: pijatan punggung
dan leher, meninggikan kepala tempat
tidur
Mengurangi ketidaknyamanan dan
dapat menurunkan rangsang simpatis
Anjurkan teknik relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas pengalihan
Dapat menurunkan rangsangan yang
menimbulkan stres, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan
TD
Pantau respon terhadap obat untuk
mengontrol takanan darah
Respon terhadap terapi obat
stepped (yang terdiri dari atas
diuretik, inhibitor simpatis dan
vasodilator) tergantung pada individu
dan efek sinergis obat. Karena efek
samping tersebut, maka penting untuk
menggunakan obat dalam jumlah
paling sedikit dan dosis paling rebdah
Kolaborasi:
Berikan obat-obat sesuai indikasi,
contoh:
Diuretic tiazin, misalnya:
kortikosteroid (diuri), hidroklorotiazid
(esidrix/hidroDIURIL),
bendroflumentiazid (Naturetin)
Tiazid mungkin digunakan sendiri
atau dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan TD pada pasien dengan
fungsi ginjal yang relative normal.
Diuretic ini memperkuan agen-agen
antihipertensif lain dengan membatasi
retensi cairan.
Berikan pembatasan cairan dan diit
natrium sesuai indikasi
Pembatasan ini dapat menangani
retensi cairan respon hipertensif,
dengan demikian menurunkan kerja
jantung

b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekan vasculer serebral
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah nyeri
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan terkontrol
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
INTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan tirah baring selama fase
akut
Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan
relaksasi
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala, missal:
kompres dingin pada dahi, pijat punggung
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar,
teknik relaksasi (panduan imajinasi,
distraksi) dan aktivitas waktu senggang
Tindakan yang menurunkan
tekanan vaskular serebral
dan yang memperlambat
atau memblok respon
simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala
dan komplikasinya
Hilangkan/minimalkan aktivitas
vasokonstriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, misalnya mengejan saat BAB,
batuk panjang, membungkuk
Aktivitas yang meningkatkan
vasokonstriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya
peningkatan tekanan
vaskularserebral
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
kebutuhan
Pusing dan penglihatan kabur
sering berhubungan dengan
sakit kepala. Pasien juga
dapat mengalami episode
hipotensi postural
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan
mulut yang teratur bila terjadi perdarahan
hidung atau kompres hidung telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan
Meningkatkan kenyamanan
umum. Kompres hidung dan
mengganggu menelan atau
membutuhkan napas dengan
mulut, menimbulkan stagnasi
sekresi oral dan menger
membran mukosa
Kilaborasi:
Berikan sesuai indikasi: analgesik
Menurunkan/mengontrol
nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf
simpatis
Antiansieta, missal lorazepam (ativan),
diazepam (valium)
Dapat mengurangi tegangan
dan ketidaknyamanan
diperberat oleh stres

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
1) Peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
2) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji respons pasien terhadap
aktivitas, perhatikan frekuensi nadi
lebih dari 20 kali permenit di atas
frekuensi istirahat, peningkatan TD
yang nyata selama/sesudah aktivitas
(tekanan sistolik meningkat 40 mmHg
atau tekanan diastolik meningkat 20
mmHg), dispnea atau nyeri dada,
keletihan dan kelemahan yang
berlebihan, diaphoresis, pusing atau
pingsan
Menyebutkan parameter membantu
dalam mengkaji respons fisiologi
terhadap stress aktivitas dan bila ada
merupakan indikator dari kelebihan
kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas
Instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energi, missal:
menggunakan kursi saat mandi,
duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi, melakukan aktivitas
dengan perlahan
Teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
Berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas/perawatan diri terhadap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan
sesuai kebutuhan.
Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba. Memberikan bantuan
hanya sebatas kebutuhan akan
mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas.
(Doenges, dkk. 1999)






BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik
sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik, Usia, keadaan
emosi seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal, Neurologik ,dll.
Orang yang sugah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak komplikasi yang
diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris, CHF, gagal ginjal, infark miokard,
dll.
4.2 Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas medis
sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,
dan juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum teruji kesehatannya.










DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2. Jakarta: EGC.
Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1. Elsevier :St. Louis
Missouri 63146.
Diklat PJTRSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4. Jakarta: RSCM.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai