Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUMFARMAKOLOGI KLINIK

“ANALGETIK DAN ANTIPIRETIK”

OLEH:
DEAN PRATAMA PUTRA
1701053

HARI PRATIKUM:
SABTU 22-05-2021

DOSEN PEMBIMBING:
Apt, NOVIA SINATA, M.Si

ASISTEN DOSEN :

JIHAN FAHIRA SASMITO


MARGARETTA FEBIOLA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU


FARMASI RIAU YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2020
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesik suatu
obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgesik berbagai analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan yang kritismengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan
bentuk untuk sediaan-sediaan farmasi analgetik.
4. Memahami teknik evaluasi obat antipiretika.
5. Memahami manifestasi dari demam dan penggunaan obat-obatan antipiretika
serta penggunaannya secara kimia.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Analgesik
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi
penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya
kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan
jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya karena dipandang merugikan
maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya.
Obat analgetik atau biasa disebut obat penghilang atau setidaknya mengurangi
rasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang dan penyakit kanker kronis.
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau
mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya.
Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi
(sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga
nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh
misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan
pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan
prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan
diteruskan ke otak) yang secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
analgetika non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik
(seperti : morfin).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan
berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa
nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada
tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini
umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai untuk mengurangi atau
meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik
(seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir
pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu
meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri. Namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri
terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan
mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri
dinamakan ambang nyeri (Tjay, 2002).
Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga
komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan asetilanilida (Anonim,
2005).
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal,
mefenamat atau aminofenazon). Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan
kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu
analgetikum antiradang (aminofenazon, mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin. Obat terakhir yang disebut dapat
menimbulkan ketagihan dan menimbulkan efek samping sentral yang merugikan
(Tjay, 2002).
Kombinasi dari 2 analgetik sangat sering digunakan karena terjadi efek
potensial misalnya kofein dan kodein khususnya dalam sediaan parasetamol dan
asetosal.
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar yaitu:
1. Obat Analgetik Narkotik
Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium atau
morfin. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan
atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini
umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai.
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesic opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesic yang ideal
masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesic yang sama kuat dengan
morfin tanpa bahaya adiksi. Ada 3 golongan obat ini yaitu :
- Obat yang berasal dari opium-morfin,
- Senyawa semisintetik morfin, dan
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme kerja: menduduki reseptor opioid (agonis opioid), bertindak seperti opioid
endogen. Yang termasuk opioid endongen adalah: endorfin dan enkephalin.
Efek dari opioid:
- Respiratory paralisis: hati-hati dalam penggunaan karena dapat menyebabkan
kematian karena respirasi dapat tertekan.
- Menginduksi pusat muntah (emesis).
- Supresi pusat batuk (antitusif): kodein
- Menurunkan motilitas GI tract: sebagai obat antidiare, yaitu loperamid.
- Meningkatkan efek miosis pada mata .
- Menimbulkan reaksi alergi: urtikaria (jarang terjadi).
- Mempengaruhi mood.
- Menimbulkan ketergantungan: karena reseptor dapat berkembang.
Hal penting dari opioid:
- Dapat diberikan berbagai rute obat: oral, injeksi, inhalasi, dermal.
- Antagonis morfin (misalnya nalokson dan naltrekson): digunakan apabila
terjadi keracunan morfin.
- Rawan penyalahgunaan, sehingga regulatory obat diatur.
Obat selain morfin:
 Meperidin dan petidin: struktur berbeda dengan morfin, diperoleh dari sintetik.
 Methadon: potensi analgesik mirip dengan morfin, tetapi sedikit menginduksi euforia.
 Fentanil: struktur mirip meperidin, efek analgesik 100x morfin, diberikan jika memerlukan anastesi
kerja cepat, dan digunakan secara parenteral.
 Heroin: merupakan turunan morfin, diperoleh dari proses diasetilasi morfin, potensi 3x morfin,
bukan merupakan obat, sering terjadi penyalahgunaan.
 Kodein: efek analgesik ringan, berfungsi sebagai antitusif.
 Oksikodon, propoksiten.
 Buprenorfin: parsial agonis, mempunyai efek seperti morfin tetapi efek ketergantungannya kurang,
sering digunakan untuk penderita kecanduan morfin.
 Tramadol: analgesik sentral dan efek depresi pernapasan kurang.

Demam
Seseorang dikatakan demam jika suhu tubuh diatas suhu normal. Hal ini tentu pernah dialami setiap
orang di dalam hidupnya, entah itu saat masih kanak-kanak atau setelah dewasa.Suhu tubuh dikendalikan oleh
bagian otak yang dinamakan hipothalamus. Hipothalamus mengatur suhu dengan cara menyeimbangkan
produksi panas dari otot dan hati dengan melepaskan panas dari kulit dan paru. Walapun hipothalamus mampu
mempertahankan perbedaan suhu dalam nilai relatif sempit, suhu tubuh bervariasi dalam sehari. Saat suhu
tubuh berada diatas normal, maka terjadilah demam yang ditandai oleh kenaikan set-point hipothalamus. Suhu
tubuh mengikuti irama sirkardian, suhu pada dini hari rendah dan suhutertinggi terjadi pada pukul 16.00
-18.00. Tidak ada nilai tunggal suhu tubuh untuk penetapan demam karena perbedaan suhu di berbagai tempat
di tubuh. Kisaran suhutubuh yang diterima di seluruh dunia untuk demam adalah sebagai berikut :Suhu rektal
atau anus diatas 38ºSuhu oral atau mulut diatas 37,5ºC

III. Alat dan Bahan


Metode siegmund Hewan
Alat :
 seperangkat alat siegmund
 stopwatch
 alat suntik 1ml
 timbangan mencit
 sonde oral
Bahan :
 mencit jantan 6 ekor.
 Lar. Benzokuinon 0,02% dalam etanol 10% atau asam asetat 0,1%
 Lar. Asetosal 1%
 Lar. Antalgin 1%

Prosedur Kerja
a. Analgetic
a. Mencit putih di timbang dan dicatat beratnya.
b. Hitung VAO nya.
c. Siapkan jarum suntik oral, isi dengan larutan asetosal yang telah disiapkan
d. Suntikkan kepada mencit secara oral.
e. Diamkan selama 30 menit.
f. Setelah 30 menit, suntikkan penginduksi Asam Asetat 1% sebanyak 0,1 ml kepada mencit tadi secara
intra peritonial.
g. Amati geliatan Mencit.
h. Hitung geliatan Mencit setiap 10 menit, amati geliatan sampai 60 menit.

b. Antipiretik
a. Semua hewan yang digunakan ditimbang dan periksa temperature dasar tubuhnya.
b. 2.Hitung dosis yang diperlukan untuk hewan.
c. 3.Suntikkan suspense ragindalam air suling secara intravena brachial.
d. 15 menit kemudian, hewan-hewan disuntik secara ip dengan suspense obat. Untuk kelompok 1
berikan asetosal, kelompok 2 berikan parasetamol dan kelompok 3 berikan antalgin. Untuk
kelompok 4 adalah kelompok kontrol yang hanya diberi air suling.
e. Catat suhu rectum pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60, dan 120 setelah penyuntikkan ragi.
f. Tabelkan hasil saudara dan buat grafik hubungan antara waktu dan temperature tubuh hewan.
g. Bandingkan grafik hasil kelompok saudara dengan kelompok lain.
h. Hitung persen proteksi.
i. Bahaslah hasil saudara dan ambil kesimpulan percobaan.
IV. Hasil
Hasil Praktikum Analgetik dan Antipiretik
Hasil Analgetik
No Perlakuan 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
1 NaCMC 1% 37 30 24 25 23 18 15 13 12 8 3 0
2 Asetosal 100 23 25 19 16 17 9 11 9 4 2 2 0
mg/kgbb
3 Asetosal 200 26 20 18 16 17 10 6 6 7 8 1 0
mg/kgbb
4 Antalgin 100 22 20 15 16 13 17 15 9 6 4 2 0
mg/kgbb
5 Antalgin 200 24 18 19 12 17 15 7 5 1 2 0 0
mg/kgbb
6 Asam mefenamat 22 17 12 16 15 14 6 7 4 2 0 0
100 mg/kgbb
7 Asam mefenamat 27 17 19 14 10 7 3 0 0 1 0 0
200 mg/kgbb

Hasil Antipiretik
No Perlakuan T0 T demam T 15 T 30 T 45 T 60
1 Kontrol NaCMC 1% 36,2°C 38,4°C 38,4°C 38,3°C 38,2°C 38°C
2 Antalgin 100 mg/kg 36,4°C 38,5°C 38,1°C 37,7°C 37,3°C 36,8°C
3 Antalgin 200 mg/kg 36,4°C 38,6°C 38°C 37,5°C 37°C 36,6°C
4 Ibuprofen 100 mg/kg 36,5°C 38,7°C 38,2°C 37,8°C 37,3°C 36,8°C
5 Ibuprofen 200 mg/kg 36,3°C 38,4°C 37,8°C 37,3°C 36,9°C 36,6°C
6 Paracetamol 100 mg/kg 36,5°C 38,4°C 38°C 37,6°C 37,2°C 36,7°C
7 Paracetamol 200 mg/kg 36,4°C 38,7°C 38,3°C 37,8°C 37,2°C 36,5°C

Hasil Uji Analgetik Hasil Uji Antipiretik


Kelompok 1 (Kontrol NaCMC 1%)
Menit ke 5 Menit ke 15
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-38,4℃)/(38,4℃-36,2℃)
% Proteksi=100%- (23/37 x 100%)=37,83% x 100%
Asetosal 200mg/kgBB % Proteksi=(0℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (26/37 x 100%)=29,73% % Proteksi=0%
Antalgin 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (22/37 x 100%)=40,54% Menit ke 30
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-38,3℃)/(38,4℃-36,2℃)
% Proteksi=100%- (24/37 x 100%)=35,14% x 100%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(0,1℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (22/37 x 100%)=40,54% % Proteksi=4,545%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB
% Proteksi=100%- (27/37 x 100%)=27,03% Menit ke 45
% Proteksi=(38,4℃-38,2℃)/(38,4℃-36,2℃)
Menit ke 10 x 100%
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(0,2℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (25/30 x 100%)=16,67% % Proteksi=9,091%
Asetosal 200mg/kgBB Menit ke 60
% Proteksi=100%- (20/30 x 100%)=33,33% % Proteksi=(38,4℃-38℃)/(38,4℃-36,2℃) x 100%
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=(0,4℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (20/30 x 100%)=33,33% % Proteksi=18,182%
Antalgin 200mg/kgBB Kelompok 2 (Antalgin 100 mg/kg)
% Proteksi=100%- (18/30 x 100%)=40% Menit ke 15
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(38,5℃-38,1℃)/(38,5℃-36,4℃)
% Proteksi=100%- (17/30 x 100%)=43,33% x 100%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(0,4℃)/(2,1℃) x 100%
% Proteksi=100%- (17/30 x 100%)=43,33% % Proteksi=19,048%
Menit ke 30
Menit ke 15 % Proteksi=(38,5℃-37,7℃)/(38,5℃-36,4℃)
Asetosal 100mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (19/24 x 100%)=20,83% % Proteksi=(0,8℃)/(2,1℃) x 100%
Asetosal 200mg/kgBB % Proteksi=38,095%
% Proteksi=100%- (18/24 x 100%)=25% Menit ke 45
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=(38,5℃-37,3℃)/(38,5℃-36,4℃)
% Proteksi=100%- (15/24 x 100%)=37,5% x 100%
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=(1,2℃)/(2,1℃) x 100%
% Proteksi=100%- (19/24 x 100%)=20,83% % Proteksi=57,143%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (12/24 x 100%)=50% Menit ke 60
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(38,5℃-36,8℃)/(38,5℃-36,4℃)
% Proteksi=100%- (19/24 x 100%)=20,83% x 100%
% Proteksi=(1,7℃)/(2,1℃) x 100%
Menit Ke 20 % Proteksi=80,952%
Asetosal 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (16/25 x 100%)=36% Kelompok 3 (Antalgin 200 mg/kg)
Asetosal 200mg/kgBB VAO=(BB (kg)x Dosis
% Proteksi=100%- (16/25 x 100%)=36% (mg/kgbb))/(Konsentrasi obat (mg/ml))
Antalgin 100mg/kgBB VAO=(0,026 kg x 200 mg/kgbb)/(
% Proteksi=100%- (16/25 x 100%)=36% mg/ml)
Antalgin 200mg/kgBB VAO= ml
% Proteksi=100%- (12/25 x 100%)=52% Menit ke 15
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(38,6℃-38℃)/(38,6℃-36,4℃) x 100%
% Proteksi=100%- (16/25 x 100%)=36% % Proteksi=(0,6℃)/(2,2℃) x 100%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=27,273%
% Proteksi=100%- (14/25 x 100%)=44% Menit ke 30
% Proteksi=(38,6℃-37,5℃)/(38,6℃-36,4℃)
Menit ke 25 x 100%
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(1,1℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (17/23 x 100%)=26,09% % Proteksi=50%
Asetosal 200mg/kgBB Menit ke 45
% Proteksi=100%- (17/23 x 100%)=26,09% % Proteksi=(38,6℃-37℃)/(38,6℃-36,4℃) x 100%
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=(1,6℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (13/23 x 100%)=43,48% % Proteksi=72,727%
Antalgin 200mg/kgBB Menit ke 60
% Proteksi=100%- (17/23 x 100%)=26,09% % Proteksi=(38,6℃-36,6℃)/(38,6℃-36,4℃)
Asam Mefenamat 100mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (15/23 x 100%)=34,9% % Proteksi=(2℃)/(2,2℃) x 100%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=90,909%
% Proteksi=100%- (10/23 x 100%)=56,53% Kelompok 4 (Ibuprofen 100 mg/kg)
Menit ke 30 VAO=(BB (kg)x Dosis
Asetosal 100mg/kgBB (mg/kgbb))/(Konsentrasi obat (mg/ml))
% Proteksi=100%- (9/18 x 100%)=50% VAO=(0,026 kg x 100 mg/kgbb)/(
Asetosal 200mg/kgBB mg/ml)
% Proteksi=100%- (10/18 x 100%)=44,45% VAO= ml
Antalgin 100mg/kgBB Menit ke 15
% Proteksi=100%- (17/18 x 100%)=5,56% % Proteksi=(38,7℃-38,2℃)/(38,7℃-36,5℃)
Antalgin 200mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (15/18 x 100%)=16,67% % Proteksi=(0,5℃)/(2,2℃) x 100%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=22,727%
% Proteksi=100%- (14/18 x 100%)=22,22% Menit ke 30
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(38,7℃-37,8℃)/(38,7℃-36,5℃)
% Proteksi=100%- (7/18 x 100%)=61,11% x 100%
% Proteksi=(0,9℃)/(2,2℃) x 100%
Menit ke 35 % Proteksi=40,909%
Asetosal 100mg/kgBB Menit ke 45
% Proteksi=100%- (11/15 x 100%)=26,67% % Proteksi=(38,7℃-37,3℃)/(38,7℃-36,5℃)
Asetosal 200mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (6/15 x 100%)=60% % Proteksi=(1,4℃)/(2,2℃) x 100%
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=63,636%
% Proteksi=100%- (15/15 x 100%)=0% Menit ke 60
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=(38,7℃-36,8℃)/(38,7℃-36,5℃)
% Proteksi=100%- (7/15 x 100%)=53,33% x 100%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(1,9℃)/(2,2℃) x 100%
% Proteksi=100%- (6/15 x 100%)=60% % Proteksi=86,364%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB Kelompok 5 (Ibuprofen 200 mg/kg)
% Proteksi=100%- (3/15 x 100%)=80% VAO=(BB (kg)x Dosis
(mg/kgbb))/(Konsentrasi obat (mg/ml))
Menit ke 40 VAO=(0,026 kg x 100 mg/kgbb)/(
Asetosal 100mg/kgBB mg/ml)
% Proteksi=100%- (9/13 x 100%)=30,77% VAO= ml
Asetosal 200mg/kgBB
% Proteksi=100%- (6/13 x 100%)=53,85% Menit ke 15
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-37,8℃)/(38,4℃-36,3℃)
% Proteksi=100%- (9/13 x 100%)=30,77% x 100%
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=(0,6℃)/(2,1℃) x 100%
% Proteksi=100%- (5/13 x 100%)=61,54% % Proteksi=27,273%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (7/13 x 100%)=46,15% Menit ke 30
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-37,3℃)/(38,4℃-36,3℃)
% Proteksi=100%- (0/13 x 100%)=100% x 100%
% Proteksi=(1,1℃)/(2,1℃) x 100%
Menit ke 45 % Proteksi=52,381%
Asetosal 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (4/12 x 100%)=66,67% Menit ke 45
Asetosal 200mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-36,9℃)/(38,4℃-36,3℃)
% Proteksi=100%- (7/12 x 100%)=41,67% x 100%
Antalgin 100mg/kgBB % Proteksi=(1,5℃)/(2,1℃) x 100%
% Proteksi=100%- (6/12 x 100%)=50% % Proteksi=71,428%
Antalgin 200mg/kgBB Menit ke 60
% Proteksi=100%- (1/12 x 100%)=91,67%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-36,6℃)/(38,4℃-36,3℃)
% Proteksi=100%- (4/12 x 100%)=66,67% x 100%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(1,8℃)/(2,1℃) x 100%
% Proteksi=100%- (0/12 x 100%)=100% % Proteksi=85,714%

Menit ke 50 Kelompok 6 (Paracetamol 100 mg/kg)


Asetosal 100mg/kgBB Menit ke 15
% Proteksi=100%- (2/8 x 100%)=75% % Proteksi=(38,4℃-38℃)/(38,4℃-36,5℃) x 100%
Asetosal 200mg/kgBB % Proteksi=(0,4℃)/(1,9℃) x 100%
% Proteksi=100%- (8/8 x 100%)=0% % Proteksi=21,052%
Antalgin 100mg/kgBB
% Proteksi=100%- (4/8 x 100%)=50% Menit ke 30
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=(38,4℃-37,6℃)/(38,4℃-36,5℃)
% Proteksi=100%- (2/8 x 100%)=75% x 100%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=(0,8℃)/(1,9℃) x 100%
% Proteksi=100%- (2/8 x 100%)=75% % Proteksi=42,105%
Asam Mefenamat 200mg/kgBB
% Proteksi=100%- (1/8 x 100%)=87,5% Menit ke 45
% Proteksi=(38,4℃-37,2℃)/(38,4℃-36,5℃)
Menit ke 55 x 100%
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(1,2℃)/(1,9℃) x 100%
% Proteksi=100%- (2/3 x 100%)=33,33% % Proteksi=63,157%
Asetosal 200mg/kgBB Menit ke 60
% Proteksi=100%- (1/3 x 100%)=66,67% % Proteksi=(38,4℃-36,7℃)/(38,4℃-36,5℃)
Antalgin 100mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (2/3 x 100%)=33,33% % Proteksi=(1,2℃)/(1,9℃) x 100%
Antalgin 200mg/kgBB % Proteksi=89,474%
% Proteksi=100%- (0/3 x 100%)=100% Kelompok 7 (Paracetamol 200 mg/kg)
Asam Mefenamat 100mg/kgBB Menit ke 15
% Proteksi=100%- (0/3 x 100%)=100% % Proteksi=(38,7℃-38,3℃)/(38,7℃-36,4℃)
Asam Mefenamat 200mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (0/3 x 100%)=100% % Proteksi=(0,4℃)/(2,3℃) x 100%
% Proteksi=17,391%
Menit ke 60 Menit ke 30
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(38,7℃-37,8℃)/(38,7℃-36,4℃)
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% x 100%
Asetosal 100mg/kgBB % Proteksi=(0,9℃)/(2,3℃) x 100%
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% % Proteksi=39,130%
Antalgin 100mg/kgBB Menit ke 45
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% % Proteksi=(38,7℃-37,2℃)/(38,7℃-36,4℃)
Antalgin 200mg/kgBB x 100%
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% % Proteksi=(1,5℃)/(2,3℃) x 100%
Asam Mefenamat 100mg/kgBB % Proteksi=65,217%
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% Menit ke 60
Asam Mefenamat 200mg/kgBB % Proteksi=(38,7℃-36,5℃)/(38,7℃-36,4℃)
% Proteksi=100%- (0/0 x 100%)=100% x 100%
% Proteksi=℃/(2,3℃) x 100%
% Proteksi=95,652%
V. PEMBAHASAN
Didalam praktikum, dilakukan percobaan pada mencit dengan membaginya
menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok I. Kali ini kami gunakan
mencit karena mencit mempunyai proses metabolisme dalam tubuh yang berlangsung
cepat sehingga cocok digunakan sebagai objek pengamatan. Sebelum masing-masing
kelompok diberikan perlakuan, mencit akan diukur terlebih dahulu suhu tubuhnya,
pengukuran suhu tubuh seharusnya dilakukan di bagian rektal karena suhu rektal lebih
tinggi satu derajat dari suhu urin maupun oral. pada Kelompok I (kelompok control)
adalah kelompok mencit yang tidak mendapat perlakuan apapun. Setelah diamati suhu
tubuh pada rentang waktu setiap 15 menit Pada percobaan diatas terlihat bahwa control
menunjukkan hasil yaitu setelah penyuntikan pepton mencit mengalami kenaikan suhu.
Dari percobaan yang telah dilakukan,diperoleh bahwa pada pemberian larutan
pepton 10 % sebanyak 0,5 ml menyebabkan kenaikan suhu atau demam pada mencit
tersebut.dan terjadinya demam tersebut dapat terlihat setelah pengukuran suhu dengan
menggunakan thermometer rectal. Hal ini disebabkan karena larutan pepton 10%
merupakan pirogen eksogen yang dapat meningkatkan set point thermostat
hipotalamus sehingga memicu timbulnya kenaikan suhu (demam). Demam terjadi
karena terganggunya keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas di
hipotalamus.
Demam terjadi karena terganggunya keseimbangangan antara produksi dan
hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan
demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat
antalgin ,paracetamol,dan asetosal dengan dosisi yang berbeda–beda pada setiap
kelompok. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali
penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) yang
memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus.Selain itu
PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau
disuntikkan ke daerah hipotalamus.
Obat tersebut menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis
PG. Tetapi demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian
pula peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik (P.F.Wilmana, 1995).
Dari data rata-rata diperoleh dari semua kelompok bahwa obat antalgin 100 mg/kgBB
lebih baik dalam menurunkan suhu tubuh dengan kata lain lebih kuat efek
antipiretiknya dibandingkan dengan paracetamol, artinya sebagai obat antipiretik obat
Antalgin 100 mg/kgbb memiliki efek farmakologi yang lebih baik dibanding
Paracetamol. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini
pada umumya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk
swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetisnya diperkuat oleh kofein dengan
kira-kira 50% dan kodein Wanita hamil dapat menggunakan paracetamol dengan
aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Pada dosis tinggi dapat
memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif. (Tjay, 2002).
Setelah penyuntikan pepton 10 % yang menyebabkan kenaikan suhu, pada mencit
diberikan suspense obat astosal dosis 150 mg/kgBB ternyata memberikan aefek
antipiretik yang lebih lambat bila dibandingkan paracetamol secara oral. Berdasarkan
literature yang didapat antipiretik yang bagus memberikan efek adalah bahwa
paracetamol lebih cepat menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan jalan
bekerja secara sentral menurunkan disuhu dipusat pengatur suhu dipusat pengatur
suhu di hipotalamus dengan menghambat enzim sikooksigenase yang berperan pada
prostaglandin yang merupakan mediator penting untuk menginduksi
demam.penurunan pusat pengaturan tubuh akan diikuti respon fisiologis berupa
penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah kekulit, serta penigkatan
pelepasan panas melalui kulit secara radiasi, konveksi dan penguapan. Selain itu juga
paracetamol dapat mengembalikan thermostat kembali kenormal dan cepat
menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan pengeluaran panas sebagai akibat
vasedilatasi perifer dan berkeringat.

Mekanisme kerja obat antipiretik


Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/
analgesik. Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan
mekanismenya diduga berdasarkan efeksentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampaisedang.
Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai
antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui
saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Dari
data juga terlihat suhu setelah pemberian obat naik turun, ini mungkin dipengaruhi
cara pengukuran suhu tubuh pada rektal kurang tepat dan jugadipengaruhi duration of
action serta onset of actionnya Antalgin adalah derivatmetansulfonat dari Amidopirina
yangbekerja terhadap susunan sarafpusat yaitu mengurangi sensitivitasreseptor rasa nyeri
danmempengaruhi pusat pengatur suhutubuh. Tiga efek utama adalahsebagai analgesik,
antipiretik dananti- inflamasi.Antalgin mudah larut dalam air danmudah diabsorpsi ke
dalam jaringan.

Pada percobaan ini, terjadi perbedaan hasil pada beberapa kelompok. Hal ini
mungkin disebabkan beberapa hal, antara lain perlakuan pada mencit saat percobaan
yang berbeda-beda. Karena stres dapat dialami oleh mencit dan dapat berpengaruh
pada suhu tubuhnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil percobaan ini
adalah termometer yang digunakan Pada pada bagian rectal, pada saat memasukkan
thermometer tidak pas / tidak masuk kedalam rectalnya. Kemudian kurangnya waktu
bagi mencit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang memungkinkan
pengaruh terhadap hasil pengamatan.
Pada grafik hasil % proteksi, menunjukkan antalgin dosis 100 mg/kgbb
memberikan hasil % proteksi yang bagus. Hal ini dapat dilihat pada kenaikan grafik
dan memberikan hasil yang positif. Pada dosis ini obat bekerja memberikan efek pada
menit ke5 (t5) setelah suhu demam. Naik dan turunnya suhu tersebut dikarenakan
tidak diberinya antipiretik dan kemungkinan dipengaruhi oleh factor stress dari luar.
Sedangkan pada paracetamol yang seharusnya bagus dan cepat memberikan efek
terlihat pada dosis 100 mg/kg bb setelah penyuntikan pepton akan mengalami
kenaikan suhu dan setelah diberi paracetamol secara oral suhunya semakin menurun
dari 37,5 menjadi 36,5 hal ini bisa saja dipengaruhi karena kesalahan pengerjaan,
sehingga % proteksi yang didapat, grafiknya menunjukkan hasil yang negative.
Pada kelompok – kelompok lain juga begitu pada asetosal 100 mg/kgbb memberikan
hasil yang salah karena suhu sesudah disuntikkan dengan pepton malah semakin
menurun suhu demamnya dibandingkan suhu sebelum demam sehingga % proteksi
yang didapat juga memeberikan hasil yang sama negative.
VI. KESIMPULAN
 Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.
 Prinsip pengujian efek analgetik secara eksperimental pada hewan percobaan adalah mengukur
kemampuan obat untuk menghilangkan atau mencegah kesadaran sensasi nyeri yang ditimbulkan
secara eksperimental, yang timbul dengan cara-cara fisik ataupun cara-cara kimia.
 Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri:
 Nyeri akut, yang dapat ringan, sedang, atau berat
 Nyeri kronik
 Nyeri superfisial
 Nyeri somatik (tulang, otot rangkam dan sendi)
 Nyeri viseral, atau nyeri dalam.
 Larutan pepton 10 % dapat meningkatkan suhu tubuh mencit dan disuntikkan secara intra
peritonial sebagai penginduksi untuk merangsang agar terjadi peningkatan suhu tubuh dari
hewan coba. setelah itu, suhu rektal kembali di ukur lalu masing-masing diberi obat peroral
yakni antalgin, paracetamol, asetosal dan Na. CMC sebagai kontrol. Kemudian diukur suhu
rektal kembali untuk melihat efek antipiretik dari obat yang digunakan pada menit
 Semakin tinggi dosis maka efek terapi obat semakin lama. Hubungan dosis-respon adalah
berbading lurus dengan intensitas efek obatnya. Semakin besar dosis yang diberikan
semakin cepat obat memberikan efek, karena obat yang didistribusikan lebih banyak
sehingga banyak obat yang menduduki reseptor. Namun, obat yang dosisnya terlalu besar
dapat mendekati atau malah telah berubah menjadi toksik didalam tubuh, sedangkan dosis
obat yang terlalu kecil tidak akan memberikan efek terapi yang berarti, karena obat yang
didistribusikan terlalu sedikit sehingga tidak cukup banyak menduduki reseptor yang ada.
VII. DAFTAR PUSTAKA

 Andrajati, Retnosari dkk. 2008. Penuntun Praktikum Farmakologi : analgetik, Depok :


Departemen Farmasi FMIPAUI
 Ganong, William F. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

 Lubis,Y.,(1993),PENGANTARFARMAKOLOGI,PT.Pustaka

 Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB.
 Sloane, Ethel. 2004. Farmakologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.Indonesia
lampiran

alat dan bahan yang digunakan untu percobaan antipiretik

mencit ditimbang untuk menghitung vao

cek suhu mencit sebelum dan sesudah perlakuan


peyuntikkan secara ip Nacmc

mencit dimasukkan didalam tempatnya untuk menunggu 15 menit setelah diberi perlakuan
PERTANYAAN
a. ANTIPIRETIK
1. jelaskan tempat pengaturan temperature tubuh di otak
2. bagaimana mekanisme kerja obat antipiretik? kemukakan efek samping yang dapat
muncul akibat penggunaannya
jawaban

1. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Manusia

Pusat pengataruran suhu terdapat di hipotalamus otak. Ketika suhu tubuh meningkat dia atas
normal, hipotalamus akan mengerimkan pesan ke kelenjar keringat untuk meningkatkan
sekresi keringat. Di saat yang sama, hipotalamus mengirimkan pesan ke otot dinding pembuluh
darah di kulit, yang menyebabkan pembuluh darah melebar, akibatnya semakin banyak darah
yang beredar di kulit membawa panas ke permukaan tubuh. Kulit bertindak sebagai radiator
panas, yang memungkinkan panas beradiasi dari permukaan tubuh ke lingkungan.

a. Proses mekanisme suhu tubuh ketika kondisi panas

Pada saat kondisi panas, tubuh akan membuang panas ke lingkungan. Ada empat cara
membuang panas tubuh, yaitu konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi.
Proses mekanismenya adalah sebagai berikut:
1. Kelenjar keringat mensekresikan keringat. Di tubuh mnusia, terdapat sekitar 2,5 juta
kelenjar keringat. Keringat mengalir di saluran keringat, melalui pori-pori keringat
menuju permukaan kulit. Keringat yang membawa panas akan menguap ke lingkungan.
Ini merupakan proses membuang panas melalui proses evaporasi. Evaporasi dari
permukaan kulit menurunkan suhu tubuh.

2. Rambut di kulit rebah untuk mencegah rambut memerangkap panas. Rambut yang rebah
ini meniingkatkan aliran udara sehingga meningkatkan pembuangan panas, melalui
konveksi.

3. Dinding pembuluh darah arteri relaksasi sehingga arteri melebar. Dengan demikian, aliran
darah melalui arteri meningkat. Aliran darah arteri ke permukaan kulit akan
meningkatkan pembuangan panas tubuh melalui konveksi dan konduksi.
2. Cara kerjanya yaitu dengan cara menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior
yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen (zat hormon penyebab demam
dalam tubuh),sehingga jika dihambat maka suhu tubuh akan tetap stabil.

penggunaan obat-obatan antipiretik tak luput dari beberapa efek samping. Efek samping
antipiretik yang sering terjadi adalah tekanan darah rendah dan adanya gangguan pada fungsi
hati dan ginjal.

Efek samping antipiretik yang juga sering terjadi adalah oliguria dan retensi garam dan air.
Di samping itu, penggunaan obat antipiretik juga bisa menimbulkan efek samping berupa
gangguan saluran cerna.

Fungsi hati dan ginjal bisa terganggu pada beberapa kasus pengguna obat antipiretik. Inilah
salah satu alasan mengapa orang yang memiliki gangguan fungsi hati dan ginjal tidak bisa
menggunakan obat antipiretik.

Orang-orang yang memiliki riwayat alergi terhadap kandungan bahan aktif dari obat-obatan
antipiretik bisa mengalami reaksi alergi. Adapun beberapa tanda reaksi alergi yang bisa
muncul seperti gatal-gatal, ruam, pusing, mual muntah, sesak napas, dan nyeri ulu hati.

Hentikanlah penggunaan obat antipiretik jika Anda mengalami efek samping yang telah
disebutkan. Segeralah mencari bantuan medis agar efek samping antipiretik dapat diatasi
sehingga tidak berkembang menjadi lebih parah.
b. ANALGETIK
1. Kemukakan beberapa implikasi praktis dari hasil pengamatan saudara
? Jawab:
Implikasinya pada mencit yang telah diberikan obat antalgin dosis 200 mg/Kg BB pada
waktu diberi induksinya geliatan yang terjadi sedikit dari pada mencit yang diberikan
asetosal 200mg/Kg karena efek analgesik antalgin lebih kuat dari pada asetosal.

2.Rumuskan dari pengamatan saudara beberapa parameter untuk pengujian efek analgetik?
Jawab:
Parameter yang digunakan pada pengamatan kali ini ketahanan mencit menahan nyeri saat di
berikan asam asetat dan seberapa cepat hilangnya nyeri saat di berikan obat analgetika.

3.Kemukakan beberapa alasan mengapa saudara mengamati perbedaan-perbedaan dalam


daya analgesik obat-obat yang digunakan dalam eksperimen ini ?
Jawab:
Untuk mengetahui efek terapi yang terjadi pada tubuh. Karena efek terapi setiap obat berbeda-
beda.

4.Indonesia index of medical specialities (IIMS) membuat sejumlah analgesik- antipiretik


yang beredar di indonesia dengan susunan dan indikasinya. Pilih salah satu sediaan yang
menurut saudara dinyatakan secara wajar khasiat dan satu sediaan yang tidak demikian
halnya. Kemukakan alasan saudara.
Jawab:
• Paracetamol/acetaminophen
Merupakan derivat paraamino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik
dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol
sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam
sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya
tanpa perlu meningkatkan dosisnya

5.Kemukakan secara spesifik penderita nyeri diperingan oleh masing-masing ergotamine


senyawa-senyawa nitrit dan kolkhisin serta cara perwujudan efek ini.
Jawab:
Beberapa obat (yg meskipun tidak digolong analgetik) bekerja secara spesifik untuk
meringankan penderita nyeri contohnya argotamie, senyawa-senyawa nitrit kolkhisin.
jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
- Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo.Pada
nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.
- Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti: asetosal, ibuprofen dan
indometasin.
- Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin (bustopan),
camylofen ( ascavan).
- Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic,neuralgia berat.Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik,
seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.

6.Kemukakan metode lain untuk uji efek analgesik secara


eksperimental Jawab:
Metode lainya adalah dengan metode hot plate test dan metode flick tail.
Metode hotplete menggunakan plat panas dengan suhu ±50˚C, mencit diletakan diatas plat
panas sampai melompat atau metasakan sensasi panas dari plate tersebut. Sedangkan pada
metode tail flick dilakukan dengan mencelupkan ekor mncit kedalam beker glass yang telah
di isi air dan dipanaskan sebelumnya. Berdasarkan literatur, metode hotplate lebih sensitiv
memberikan sensasi panas karena pada metode hot plate bagian tubuh yang terkena rangsang
panas adalah kaki. Kaki memiliki luas permukaan lebih besar dari pada bagian ekor,
sehingga metode hotplate lebih sensitive merasakan panas.

Anda mungkin juga menyukai