Surfaktan mempunyai kemampuan dapat memperbesar kelarutan senyawa sukar larut dalam
air. Pengaruh surfaktan dalam memperbesar kelarutan senyawa yang dikarenakan adanya
efek pembasahan dan solubilisasi senyawa dalam misel dari surfaktan (Florence dan Attwood,
1988). Solubilisasi dapat terjadi media air dan media bukan air. Dalam media air, solubilisat
berupa material yang tak larut dalam air. Dalam media bukan air, solubilisat yang larut dalam
air.
Solubilisasi dalam media air memegang berbagai peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari, seperti dalam
Formulasi produk yang mengandung material yang tak larut dalam air ( misel sebagai
pengganti pelarut organik atau cosolvent), misalnya dalam farmasi, kosmetik dan
insektisida.
Detergency, untuk menghilangkan pengotor oil
Micellar catalysis untuk reaksi organik.
Polimerisasi emulsi
Pemisahan material
EOR
Sistim biologi, kelarutan obat dalam lipid bilayer dan membran.
Pelarutan zat organik di dalam misel surfaktan dapat terjadi pada tempat yang berbeda-beda
yang dinamakan lokus. Lokus ini ada lima posisi yaitu pada permukaan misel, diantara
kepala-kepala hidrofilik, antara gugus hidrofob dengan atom C pertama hidrofil (lapisan
palisade), lebih dalam dari lapisan palisade dan dalam pusat misel. Lokasi solubilisasi dapat
diamati dengan XRD, UV, NMR dan Fluorescence dimana XRD, mengukur dimensi misel
setelah solubilisasi dan UV, NMR dan Fluorescence, mengukur perubahan lingkungan
solubilisat.
Lokus ini tergantung pada sifat zat organik yang akan tersolubilisasi sebagai contoh zat
organik yang polar tersolubilisasi pada permukaan misel atau antara kepala-kepala hidrofilik,
makin non polar zat organik tersebut semakin dalam posisi solubilisasinya dan zat organik
yang non polar akan tersolubilisasi pada pusat misel. Contohnya hidrokarbon alifatik jenuh
atau alisiklik yang bersifat non polar akan tersolubiliasai pada pusat misel (inner core),
molekul polar kecil, seperti Fenol rantai pendek terdisolubilisasi di lapisan palisade, molekul
polar besar seperti alcohol berantai panjang atau zat warna polar terdisolubilisasi di lapisan
palisade dimana terjadi ikatan H atau dipole-dipole antara solubilisat dengan surfaktan.
1) Struktur surfaktan, makin besar bagian hidrofobik dari surfaktan makin besar pengaruhnya
terhadap kelarutan.
Bila diameter misel dan bilangan Agregasi makin meningkat solubility meningkat
Bila rantai hidrofob surfaktan makin panjang kapasitas solubilisasi senyawa
hidrokarbon makin meningkat.
Surfaktan FC lebih melarutkan FC dibandingkan surfaktan HC.
Alkil sulfat bivalen lebih melarutkan HC dibandingkan alkil sulfat Na, karena yang
bivalen bil. Agregasi, asimetri dan volumeny lebih besar.
Untuk POE dalam air, makin panjang ggs hidrofob dan makin pendek rantai OE,
melarutkan HK alifatis makin besar, karena bil. Agregasi makin besar.
Secara umum, Solubilizing power (kapasitas solubility) untuk senyawa hidrokarbon dan polar
yang larut dalam inner core adalah : nonionik > kationik > anionik
Dimana Kationik > anionik, karena molekul surfaktan kationik dalam misel looser
packing.
2) Struktur solubilisat
• Untuk hidrokarbon alifatik dan alkil aril, semakin panjang rantai, solubility makin
kecil dan adanya rantai tak jenuh atau siklis meningatkan solubility.
• Untuk solubilisat polar, makin kurang polar dan makin panjang rantai, solubility
makin kecil atau makin masuk ke lapisan palisade.
3) Elektrolit
Penambahan elektrolit pada surfaktan ionic mengurangi gaya tolak antar gugus ionik,
menurunkan CMC, meningkatkan bilagan Agregasi dan volume misel. Apabila bilangan
Agregasi makin besar maka kelarutan Hidrokarbon dalam inner core makin besar pula.
Berkurangnya gaya tolak, menyebabkan molekul surfaktan dalam lapisan palisade
closer packing, volume yang tersedia untuk melarutkan senyawa polar berkurang.
K+ > Na+ > Li+ ; Ca2+ > Al3+ ; SO42- > Cl-
Efek penambahan elektrolit terhadap solubility senyawa polar tidak diketahui dengan jelas.
seperti Hidrokarbon terlarut dalam misel, misel swelling menyebabkan material polar dapat
masuk ke lapisan palisade.
7) Suhu, pengaruh surfaktan dalam membantu pelarutan, meningkat dengan kenaikan suhu.
Solubility tergantung pada jenis solubilisat. Solubilisat nonpolar (HK alifatik dan alkil
halida) dalam inner core, suhu makin meningkat maka solubility makin besar.
8) Hidrotropi
Apabila terjadi interaksi ekor-ekor dan kepala-kepala yang kuat antar molekul surfaktan
(karena rantai lurus, panjang dan closed-packed head), terbentuk Kristal tak larut dan Liquid-
crystal.
Struktur liquid crystal yang rigid, ruang untuk solubilisasi sangat berkurang, sehingga
kapasitas solubilisasi makin kecil.
• Struktur hydrotrop :
Mirip dengan surfaktan, memiliki gugus hidrofilik dan hidrofob. Perbedaannya, gugus
hidrofob umumnya pendek, siklis dan/atau bercabang.
Contoh :
- p-cymenesulfonat
- 1-hydroksi-2- naphthoat
- 2-hydroksi-1-naphtalenesulfonat
Mekanisme :
Karena struktur hidrotrop dan surfaktan mirip, terbentuk struktur misel campuran.
Struktur hidrotrop. VH kecil dan ao besar → packing parameter << 1 → cenderung bentuk
bulat daripada lamelar (≈ struktur liquid-crystal). Jadi pembentukan liquid crystal dicegah →
solubility surfaktan dalam air makin > → kapasitas solubilisasi makin >.
Surfaktan ionik jarang digunakan, karena tidak larut dalam pelarut bukan air, tetapi ada
beberapa yang dapat digunakan.
Mula-mula terjadi interaksi ion-dipole antara solubilisat dan counterion surfaktan yang
berada dalam interior misel. Selanjutnya, interaksi yang lebih lemah (ikatan Hidrogen) antara
solubilisat dan ion surfaktan.
Nonionik POE larut dalam HK alifatik dan aromatik, lebih sering dipakai dalam pelarut
bukan air.
Mekanisme solubility molekul polar dalam misel POE berupa interaksi solubilisat dan
Oksigen eter pada rantai POE.
Solubility air ke dalam misel ionik dalam media bukan air, meningkat apabila meningkatnya
konsentrasi surfaktan, Valensi counterion, dan rantai alkil makin panjang serta Ada ikatan
rangkap pada gugus hidrofob, Rantai cabang lebih melarutkan air daripada rantai lurus,
karena misel rantai lurus lebih compact dan rigid, penambahan elektrolit (gaya tolak gugus
ionik surfaktan makin berkurang, gugus ionik semakin berdekatan, space untuk solubility air
makin kecil), Temperatur makin besar, solubility air makin besar, karena jarak antar gugus
ionik makin besar.
- Efek kenaikan temperatur dalam pelarut alifatik, aromatik dan yang mengandung Cl,
kelarutan air dalam misel POE tidak banyak berubah, dalam misel ionik agak meningkat.
- Penambahan elektrolit, pengurangan solubity air dalam misel POE tidak sebesar misel
ionik.
Penurunan solubility air oleh efek anion elektrolit lebih besar daripada kation, hal ini
dikarenakan anion menyebabkan salting out ikatan hidrogen antara oksigen eter pada POE
dengan solubilisat air.
• Untuk surfaktan dengan gugus hidrofob yang sama, solubility air ke dalam pelarut
HK makin < sesuai urutan :
Solubilisat : nonpolar
Semakin besar jumlah solubilisat dalam inner core makin >, VH makin besar, berubah
menjadi lamelar, inverted lamelar micelle, akhirnya menjadi spherical inverted micelle
Larut dalam lapisan palisade, a0 makin >, cenderung membentuk misel bulat. Kekuatan ionik
makin>, a0 makin < → cenderung silinder atau lamelar.
3.B. Perubahan cloud point surfaktan nonionik dalam media air
• Jika digunakan misel normal dalam pelarut air , umumnya reaksi katalisis terjadi pada
interface misel-air.
. Jika digunakan reverse misel dalam pelarut nonpolar. reaksi katalisis terjadi di inner core.
. Misel kationik dapat mengkatalis reaksi antara anion nuklleofilik dengan substrat netral.
2. Tempat solubilisasi harus sedemikian rupa agar sisi aktif substrat mudah
dicapai oleh reagent penyerang.