Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.       LATAR BELAKANG
Obat-obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan
suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.
Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memeliki  banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping. Protip obat gologan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut juga sebagai obat mirip aspirin Sifat dasar obat antiinflamasi non-steroid. Golongan  obat
ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadfi PGG2
terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus
parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid
seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan
oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi parasetamol praktis tidak ada.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur
dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi
obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan lain tersebut
termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika
duaatau lebih obat sekaligus dalam satu periode (polifarmasi ) digunakanbersama-sama. Interaksi
obat berarti saling pengaruh antarobat sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat
mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-
proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi.
Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat
menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang
dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan
sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk obat antiradang non-steroid (NSAID). NSAID
seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa
mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa
menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini
lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Analgesik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama parasetamol
dan kodeinpseudoefedrin untuk obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi. dijumpai di
dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut dijumpai bersama obat
pemvasocerut seperti
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Jadi analgesik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu
tubuh yang tinggi.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya
gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri
disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini
merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan
jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat
(SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam
otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
1.2         RUMUSAN MASALAH
1.        Apakah definisi dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi?
2.        Bagaimana cara kerja dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi?
3.        Apa sajakah macam-macam dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi?
4.        Apakah kegunaan dari obat analgesik, antipiretik dan antiinflamasi?
5.        Apa sajakah contoh dari masing-masing  obat analgesik, antipiretik, maupun antiinflamasi?
1.3         TUJUAN
1.           Untuk mengetahui definisi dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
2.           Untuk mengetahui cara kerja dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
3.           Untuk mengetahui macam-macam dari anlgesik.
4.           Untuk mengetahui kegunaan dari obat analgesik, antipiretik dan antiinflamasi Untuk mengetahui
gangguan atau kelainan pada tulang.
5.           Untuk mengetahui contoh obat dari masing-masing  obat analgesik, antipiretik, maupun
antiinflamasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       DEFINISI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI
2.1.1 Analgesik
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran.
2.1.2 Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik
adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
2.1.3 Antiinflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk mengaktifasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,
proses peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh
suatu zatyang tidak berbahayaseperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau
artritisrematid.
Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan peradangan

2.2    CARA KERJA DARI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI


Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa
neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa
neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa
nyerinya berangsur-angsur menghilang.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya
gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri
disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini
merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan
jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat
(SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam
otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
2.3    MACAM-MACAM ANALGESIK
2.3.1        Macam-Macam Analgesik
a.       Analgesik opioid / analgesik narkotika
Merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan
obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua
analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu
analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama
kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker. Nyeri
pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non
Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol,
obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna memperkuat analgetik
dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin
atau prednisone).
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang
terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan
menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan
kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-
gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan
efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang
besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan.
Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri
walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi
dan masih merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika
lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan ganguan mental.

Ada 3 golongan obat ini yaitu :


1.          Obat yang berasal dari opium-morfin.
2.          Senyawa semisintetik morfin, dan
3.          Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang samapi sekarang masih digunakan di
Indonesia :
-       Morfin HCL,
-       Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
-       Fentanil HCL,
-       Petinidin, dan
-       Tramadol.

b.     Analgesik Non Narkotik


Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat
inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak
menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki
kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga
analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di
hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di tempat cedera.
Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti
brandikinin, PG, dan histamine. PG dan brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan
membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brankinin sehingga
menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai
analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin
adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.
c.       Analgesik Antipiretik Non-Narkotika
                     Analgesik: anti nyeri
                     Antipiretik: anti demam
                     Obat non narcotik analgetik antipiretik: obat yang dapat menghilangkan/ mengurangi rasa nyeri
dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, tanpa mengganggu kesadaran

Cara Kerja
Analgesik:
  Central (Thalamus) → dengan jalan meningkatkan nilai ambang rasa nyeri
  Perifer: merubah interpretasi rasa nyeri
  Antipiretik: melalui termostat di hipotalamus → mempengaruhi pengeluaran panas dengan cara:
vasodilatasi perifer dan meningkatkan pengeluaran keringat
  Anti inflamasi: menghambat sintesa prostaglandin
  Prostaglandin menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal
Farmakodinamik
           Efek analgesik: efektif terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang (sakit kepala, mialgia,
artralgia, nyeri yang berasal dari integumen, nyeri inflamasi)
           Efek antipiretik: menurunkan suhu saat demam, (fenil butason dan antirematik tidak dibenarkan
sbg antipiretik)
           Efek anti inflamasi: untuk kelainan muskuloskeletal (artritis rematoid, osteoartritis, spondilitis
ankilosa), hanya simptomatis

Efek samping
           Induksi tukak lambung, kadang disertai anemia skunder akibat perdarahan saluran cerna
           Gangguan fungsi trombosit → gangguan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) → perpanjangan
waktu perdarahan (efek ini dimanfaatkan untuk profilaksin trombo-emboli)
           Gagal ginjal pada penderita gangguan ginjal → gangguan homeostasis ginjal
           Reaksi alergi: rinitis vasomotor, edem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi
sampai syok

Klasifikasi non narkotik Analgesik Antipiretik


1.                   Salisilat
2.                   Asam organik
3.                   Para aminofenol
4.                   Firazolon
5.                   Quinolon
6.                   Non Addicting Opioid

Golongan Salisilat
 Merupakan derivat asam salisilat, berasal dari tumbuhan Willow Bark = Salix alba

 Efek farmakologi:

 Anti inflamasi → menghambat sintesa prostaglandin


 Analgesik → sentral dan perifer

 Antipiretik → termostat hipotalamus

 SSP →respirasi (dosis tinggi → depresi pernafasan → respirasi alkalosis → metabolik


asidosis, behavior, nausea dan vomiting

Efek farmakologi:
 Endokrin → ACTH ↑, sintesa protrombin ↓, menghambat agregasi trombosit (blooding
time ↑)

 Farmakokinetik:

 Reabsorbsi di lambung dan usus,

 Distribusi ke semua jaringan, dapat menembus plasenta

 Ekskresi melalui urine

Penggunaan Klinis:
 Sistemik: analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti gout

 Lokal: keratolitik, counter iritant

 Reaksi merugikan:

 Efek samping: iritasi lambung, alergi

 Toksisitas: salicylisme, hipertermis, gangguan behavior, respirasi alkalosis

Sediaan:
 Acetyl Salicylic Acid (aspirin, acetosal)

 Sodium salisilat

 Salicylamid

 Salicylic acid → sebagai topikal

 Metil salicylat → sebagai topikal


Golongan Asam Organik
 Dibanding aspirin, kurang efektif (sebagai antiinflamasi, analgesik), toksisitasnya lebih
kecil

 Efek: analgesik, antipiretik, anti inflamasi, iritasi pada lambung, menghambat sintesa
protrombin dan agregasi trombosit

Sediaan:
 Mefenamic acid (Ponstan), Indometacin (Indocin), Ibuprofen (Brufen), Meclofenamat
(Meclomen), Fenbufen (Cybufen), Carprofen (Imadil), Diclofenac (Voltaren), Ketoprofen
(Profenid)

Golongan Para Amino Fenol

Indikasi:
 Sebagai analgesik dan antipiretik

 Jangan digunakan dalam jangka waktu lama → nefropati analgesik

Sediaan;
 Tablet 500mg

 Sirup 120mg/5ml

Dosis:
 Dewasa: 300 – 1g per kali maksimum 4x

 Anak: 10 mg/kgBB/kali maksimum 4x


Perbedaan dengan salisilat:
 Kurang atau tidak iritasi terhadap gaster

 Tidak mempunyai sifat anti inflamasi

 Tidak mempunyai efek uricosuric

Reaksi merugikan:
 Alergi: eritem, urtikaria, demam, lesi mukosa

 Intoksikasi akut: dizzines, excitement, diorientasi, central lobuler necrosis hepar, renal
tubuler necrosis, methaemogloninemia, anemia hemolitik

Reaksi merugikan:
 Intoksikasi kronis: hemolitic anemia, methaemoglobinemia, kelainan ginjal (interatitiel
necrosis, papillary necrosis)

Sediaan:
 Fenasetin

 Asetaminofen (Parasetamol)

Golongan Pirazolon

Efek farmakologi:
 Analgesik →meningkatkan nilai ambang rasa nyeri

 Antipiretik → mempengaruhi termostat

 Anti inflamasi → efeknya lemah

 Kurang iritasi lambung → kecuali fenilbutazon

Reaksi merugikan:
 Agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, hemolisis, udem, tremor, mual,
muntah, perdarhan lambubg, anuria.

Efek merugikan;
 Fenil butazon, Oksifenbutazon: edema (retensio urina), mulut kering, nausea, vomiting,
perdarahan lambung, renal tubuler necrosis, liver necrosis, alergi (dermatitis exfoliative),
agranulositosis

 Kontra indikasi: ulcus pepticum, hipertensi, (karena sifat retensi air dan natrium) dan
alergi

Fenilbutazon: digunakan untuk mengobati artritis rematoid


 Efek antiinflamasinya sama kuat dengan salisilat, serta punya efek uricosuric ringan

  payah jantungEfek retensi natrium dan klorida menyebabkan edema dan bertambahnya
volume plasma

 Diabsorbsi cepat po → kadar maksimum 2 jam

 Indikasi: pirai akut, artritia rematoid, gangguan sendi (spondilitis ankilosa, osteoartritis)

Sediaan:
 Aminopirin (piramidon) dan Antipirin (fenazon) → tidak digunakan lagi (1977) karena
toksik → nitrosamin (karsinogenik)

 Fenilbutazon (butazolidin) dan Oksifenbutazon → karena toksisitasnya (koma, trismus,


kejang, syok, asidosis metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria, hematuria, oliguria, gagal
ginjal, ikterus) digunakan jika obat lain yang lebih aman tidak ada

 Dipiron (antalgin/novalgin): Tablet 500 mg dan larutan suntik 500 mg/ml

 Dipiron: hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik, antiinflamasinya lemah

 Keamanan diragunakan, sebaiknya digunakan secara suntikan

Efek samping dan intoksikasi:


 Agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia (perhatikan penggunaan jangka
panjang)

 Hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarahan lambung dan anuria

AINS lainnya
 Asam mefenamat dan Meklofenamat → digunakan sebagai analgesik, sebagai anti
inflamasi kurang efektif dibanding aspirin, tidak dianjurkan untuk anak, wanita hamil dan
pemakaian >7 hari

 Terikat sangat kuat pada protein plasma → perhatikan interaksi dengan antikoagulan

 Efek samping: dispepsia, iritasi lambung, diare, alergi(eritem kulit, bronkospasme),


anemia hemolitik

 Dosis: 2-3kali 250-500mg

 Diklofenak: absorbsi cepat dan lengkap

 Efek samping: mual, gastritis, eritema kulit, sakit kepala

 Tidak disarankan pada waktu wanita hamil

 Dosis dewasa; 100 – 150 mg sehari terbagi 2-3 dosis

 Ibuprofen → bersifat analgesik, antiinflamasinya tidak kuat, tidak dianjurkan pada wanita
hamil dan menyusui

 Absorbsi melalui lambung, kadar maksimum 1-2 jam

 Efek samping: saluran cerna (lebih ringan dibanding aspirin), eritema kulit, sakit kepala,
trombositopenia

 Dosis: 4 x 400mg

Piroksikam: indikasi untuk antiinflamasi sendi (artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa),
 Efek samping: iritasi lambung, pusing, tinitus, nyeri kepala, eritema kulit,

 Tidak dianjurkan pada wanita hamil, ulcus peptikum dan terapi antikoagulan

 Dosis: 10 – 20 mg per hari

Obat Pirai

Ada 2 macam:
1. Obat yang menghentikan proses inflamasi akut: kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason,
indometasin

2. Obat yang mempengaruhi kadar asam urat: probenesid, alopurinol dan sulfinpirazon

Kolkisin
 Merupakan alkaloid dari bunga leli (Colchicum autumnale)

 Sifat anti inflamasi-nya spesifik untuk pirai tidak secara umum

 Tidak meningkatkan: ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah

 Indikasi: pirai

 Dosis: 0,5 – 0,6 mg tiap jam sampai gejala akut reda atau gangguan saluran cerna timbul

Alopurinol
 Menurunkan kadar asam urat

 Obat ini bekerja menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin →
xantin → asam urat

 Efek samping: reaksi kulit (kemerahan), alergi (demam, menggigil, leukopenia,


leukositosis, eosinofilia, artralgia, pruritus)

 Dosis: 200 – 400 mg sehari

2.3.2 Cara Pemberantasan Rasa Nyeri


  Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik perifer atau
oleh anestetik lokal.
  Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik
local.
  Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan anestetik
umum.
2.4.          KEGUNAAN DARI ANALGESIK, ANTIPIRETIK, ANTIINFLAMASI
Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus
diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk
ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar
dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.

Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik,
maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh
toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya
gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru
muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan
terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ
janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat
yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.

           Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut:
a.    Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada fase ini obat dapat
member pengaruh buruk atau mingkin tidak sama sekali.Jika terjadi pengaruh buruk biasanya
menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
b.   Fase Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.Pada fase ini
terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan
fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama
embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama waktu itu organ-
organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula
yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat
kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai
blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah).
  Berbagai pengaruh buruk yang terjadi pada fase tersebut antara lain:
  Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian
jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.
  Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
   Pengaruh sub-letal,tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur)
pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari bahasa
yunani yang berarti monster.
c. Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.Dalam fase ini terjadi maturasi dan
pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini
dapat berupa gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ.

Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan
masalah fisiologis dari si ibu karena adanya karena adanya tarikan otot-otot dan sendi karena
kehamilan maupun sebab-sebab yang lain.Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses
radang,pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife
pendek.Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang,umunya diperlukan pengobatan dalam
waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar dapat
ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID(Non steroid anti infamantory Drug ) sebaiknya dihindari pada TM III.
Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil
dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin,
menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID
selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari
sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini
adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat,
nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam
tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat
dalam induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masakehamilan.
2.5 CONTOH DARI MASING-MASING OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK, DAN
ANTIINFLAMASI
2.5.1 Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia:
1.        Aspirin menghambat sintesis prostaglandin. Ketika diberikan kepada wanita hamil dapat
menyebabkan penutupan prematur ductus arteriousus janin, persalinan dan kelahiran tertunda,
meningkatkan waktu perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti plateletnya.Penggunaan
aspirin yang kronik di awal kehamilan berhubungan dengan anemia pada wanita hamil. Aspirin
terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin. Selain itu, aspirin memicu
komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan aspirin masih ditemukan dalam ASI. Tubuh
bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa
bayi memilim ASI dari ibu yang mengkonsumsi aspirin berisiko untuk menderita Reye’s
Syndrome yang merupakan suatu penyakit gangguan fungsi otak dan hati. Karenanya, hindari
pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga.
a)      Farmakodinamik
Efek Analgesik :
-menghambat sintesis PGE&PGI
Efek Antipiretik :
-memperbaiki fungsi termostat di hypothalamus, hambatan sintesis PGE2
-me ↑ pengeluaran keringat, vasodilatasi perifer
Efek Antiinflamasi :
-hambatan sintesis PGE2 & PGI2
-tidak menghambat migrasi sel
Efek pada darah :
-waktu perdarahan
-hipoprotrombinemia
-platelet disfungsi  menghambat agregasi
Efek pada metabolisme :
-dosis >  hiperglikemia  glukosuria
Efek pada kelenjar endokrin :
-dosis >  hiperglikemia
-rangs hypothalamus  steroid bebas darah >

Efek pada SSP :


-dosis >  intoksikasi
-salisilismus  pusing, bingung, tinitus, vertigo

Efek anti Gout :


-dosis > (5 gr)  hambt reabs  urikosurik
-dosis < (1-2gr)  hambt sekresi  eks < 
 
Efek pada G.I. tract :
-iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa kerusakan jaringan
-sistemik: hambatan sints PGE 2 & PGI 2 (hambatan sekresi asm lambung & merangsang
sekresi mukus bersifat sitoprotektif)
Efek pada pernapasan :
-dosis tx  respirasi alkalosis  terkompensasi
dosis > → depresi pernafasan
Efek pd hepar & ginjal :
-hambatan PGE2  gangguan hemostasis ginjal
-SGOT & SGPT ↑  hepatomegali, ikterus

b)      Farmakokinetik
Topikal : Asam salisilat; Metil salisilat
Distribusi  :
a.       Seluruh jaringan tubuh & cairan transelular
b.      Cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur, ASI
c.       Menembus sawar otak & uri
Metabolisme  : di hepar
Ekskresi :
  - Urine >>>>  - Keringat >   - Empedu >
Efek samping :
-Iritasi lambung
-Allergi
-Kemungkinan peningkatan perdarahan
Penggunaan klinis :
-Analgesik - Antipiretik
-Demam reumatik akut
-Reumatoid artritis
-Mencegah trombus
Kontra Indikasi :
-Ulkus peptikum
-Haemophylia
-Allergi

2.        Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang


memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-
inflamasi (mengurangi proses peradangan).    Paracetamol paling aman jika diberikan selama
kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama bisa
menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan sebagai analgetik-
antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan.Parasetamol
merupakan contoh obat dalam golongan ini.Beberapa macam merk dagang, contohnya
Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa diperdagangkan dengan merk
Bodrex, Panadol, Paramex.
3.        Antalgin
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-
Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Antalgin lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya
dihindari saat hamil TM I dan 6 minggu terakhir.           
4.        Analgesik Opiate
Pemakaian obat-obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada waktu lahir. Namun
demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa disertai dengan faktor-faktor
pendorong lain, baik yang berasal dari ibu atau janin, tidak secara langsung menyebabkan
asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa obat-obat opiate dapat dipakai begitu saja.dalam
proses kelahiran. Risiko terjadinya depresi kardiorespirasi harus selalu diperhitungkan pada
pemakaian obat-obat analgetika narkotik paada kelahiran.

Kemungkinan lain juga dapat terjadi bradikardi pada neonatus. Petidin merupakan analgetika
narkotika yang dianggap paling aman untuk pemakaian selama proses persalinan (obstetric-
analgesics). Tetapi kenyataannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin selama
proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi-bayi yang
ibunya tidak mendapatkan obat apapun atau yang mendapatkan anestesi lokal. Sehingga karena
alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural
memang tidak memungkinkan. 

Pemakaian analgetika narkotik selama kehamilan atau persalinan dapat mengurangi


kontraktilitas uterus sehingga memperlambat proses kelahiran. Terhadap ibu, karena depresi
fungsi otot polos dapat terjadi penurunan motilitas usus dan stasis lambung dengan segala
konsekuensinya.
Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan
ketergantungan pada janin dalam kandungan. Hal ini akan manifest dengan munculnya gejala –
gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala-gejala tersebut meliputi muntah, diare,
tremor, mudah terangsang sampai kejang.
5.        Ibuprofen

Merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat
analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan
aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

2.5.2 Contoh Obat – Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru


       Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1.      Derivat asam propionate
2.      Derivat inidol
3.      Fenamat
4.      Asam pirolalkanoat
5.      Derivate Pirazolon
6.      Aksikam
7.      Asam salisilat

Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID  mempunyai mekanisme yang sama dengan
aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
 Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit,
basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap
bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan 
vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda.
Mereka semua juga :
1.      Analgesik
2.      Antiinflamasi
3.      Antipiretik
4.      Menghambat agregasi platelet
5.      Menyebabkan iritasi lambung
6.      Bersifat nofrotoksik

1.      Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg,
efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek analgesiknya
yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10%
diekskresi tanpa di ubah.
2.      Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi)
ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik,
nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.
3.      Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi
efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati.
Waktu paro serum 2 jam.
4.      Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide,
duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga
terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis
rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.

5.      Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu
paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek
sampingnya menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan
disbanding yang lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis
untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.
6.      Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat
disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1
minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250
mg.
7.      Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya
terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya
pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari
8.      Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di
temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia
hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta
nekrosis hepar dan tubuler ren.

9.      Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat
diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar
puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya
ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit
10.  Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah
8-12 jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai
efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri
dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11.  Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-
2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran
gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan
antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan
perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan
sesudah pengobatan.
2.5.2 Contoh Obat-Obat AntiInflamasi
NSAID dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1.      golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium salisilat,
salisil salisilat, dan salisilamid)
2.      golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan
oksametasin)
3.      golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,
indoprofen, naproxen, dan ketorolac),
4.      golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam
flufenamat, dan asam tolfenamat)
5.      golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon)
6.      golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),
7.      golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),
8.      golongan sulfonanilida (nimesulide)
9.      golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).
Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala penyakit berikut:rheumatoid
arthritis, osteoarthritis,  encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit kepala, nyeri setelah operasi,
nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan, demam, ileus, danrenal colic.
NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam efek samping
utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare,
pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek samping pada ginjal (penahanan garam dan
cairan, dan hipertensi). Efek samping ini tergantung pada dosis yang digunakan.

Obat anti inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu:


1.    Glukokortikoid (Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti Inflamsi steroid
memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan
aktivitas fosfolipase. contohnya gologan Prednisolon.
2.    NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan AINS (Anti
Inflamasi Non Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak
enzim lipoksigenase. Contoh Obat AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah Turunan Asam
Propionat (Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin), Turunan Asam Enolat
(Piroxicam).
Obat AntiInflamasi pada umumnya bekerja pada enzim yang membantu terjadinya inflamasi,
Namun Pada umumnya Obat Antiinflamasi bekerja pada enzim Siklooksigenase (COX) baik
COX1 maupun COX2

 Mekanisme Kerja   
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi   PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut
COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya
bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, salurancerna dan trombosit. Di mukosa
lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-
2 semula diduga diinduksi berbagai stimulusinflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor
pertumbuhan (growth factors).

 Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskulardan
pada proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 dari pada COX-
2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan
inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Khusus
parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi pada lingkungan yang rendah kadar peroksid
yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,suatu variant dari COX-
1. COX-3 ini hanya terdapat di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus
aktiv serin dari COX-1, trombosit sangat rentan terhadap enzim karena trombosit tidak mampu
mensintesis enzim baru. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat
siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti
bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah aktivitas
siklooksigenase  mencukupi sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung. Semua obat
mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi.  Ada perbedaan aktivitas di antara
obat-obat tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi
sifat antiinflamasinya lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan
suhu badan dalam keadaan demam.
Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik ,tidak semuanya berguna
sebagai antipiretik karena sifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan
dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutamaCOX-3 dimana hanya
parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik
lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut menghambat enzim
siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga produksi prostaglandin turun,
jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur suhu tubuh. Obat: paracetamol,
peroksikam, fenilbutazon, diklofenak, ibuprofen(neoremasil), metamizol (antalgin), asetosal
(aspirin), indometasin, dan naproxen.
BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
1.    a. Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
b.    Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik
adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
c.    Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan peradangan
2.    Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter
tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter
tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-
angsur menghilang.
3.    Macam-macam analgesik ada 2 macam, yaitu: Analgesik Narkotik dan Analgesik Non-Narkotik.
Analgesik Narkotik merupakan turunan poium yang berasal dari tumbuhanPapaver
somniferum atau dari senyawa sintetik. Sedangkan Analgesik Non-Narkotik tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak
mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan
4.    Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus
diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Jadi penggunaan Analgesik-Antipiretik harus benar-benar konsul terlebih dahulu dan
menggunakan resep dokter.

5.    a. Contoh Obat Analgesik Narkotik sekarang masih digunakan di Indonesia :


-       Morfin HCL,
-       Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
-       Fentanil HCL,
-       Petinidin, dan
-       Tramadol.
b.Obat-obat Analgesik Non-Narkotik disebut juga sebagai obat Analgesik-Antipiretik (Obat- obat
ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak
menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan, Semua analgetika perifer juga memiliki
kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga
analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di
hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat. Obat-obat yang banyak digunakan
sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol).
https://www.academia.edu/23497471/farmakologi

Anda mungkin juga menyukai