Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Nyeri adalah perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri.
Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang nyeri berbeda –
beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada
44o-45o C (Tjay, 2007).
Sebagai upaya untuk menghilangkan rasa nyeri dapat digunakan obat
analgetik. Analgetik dibedakan menjadi dua, yaitu analgetik narkotik dan non-
narkotik. Analgetik baik non-narkotik maupun narkotik, diresepkan untuk
meredakan nyeri sedangkan pilihan obat tergantung dari beratnya rasa nyeri.
Untuk mengevalusi efek obat analgetik maka dilakukanlah beberapa
metode eksperimental. Salah satunya dengan melakukan pengujian efek
analgetik pada hewan percobaan yaitu pada mencit, tikus, atau kelinci. Prinsip
pengujian efek analgetik secara eksperimental pada hewan uji adalah dengan
mengukur kemampuan obat untuk menghilangkan rasa nyeri yang diberikan
secara eksperimental kepada hewan percobaan, yaitu seperti dengan
pemberian rangsangan berupa rangsangan panas.
B. Tujuan Percobaan
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesik suatu obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat
pemberian berbagai dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon.

1
BAB II
PENDAHULUAN
A. Analgetik
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek
menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau
fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang
nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),
menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau
mengubah persepsi modalitas nyeri.
Berdasarkan efek farmakologisnya, analgetik dapat dibagi dalam 2
kelompok yaitu :
1. Analgetik Perifer (Non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat analgesik Non-narkotik
dalam Ilmu farmakologi juga sering dikenal dengan istilah analgetik atau
analgetika analgesik perifer. Penggunaan obat analgetik non-narkotik atau
Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat
atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik
Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat
Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Analgetik narkotik tidak memperngaruhi saraf perifer, nyeri tetap
ada tetapi dapat diabaikan atau pasien dapat mentorerirnya. Untuk
mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus diberikan
sebelum tindakan bedah.Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri
yang hebat, tetapi potensionzet dan efek sampingnya berbeda-beda secara
kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling sering adalah
mual, muntah,konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan. Morfin dan petidin

2
merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri
hebat walaupun menimbulkan mual danmuntah. Obat ini di indonesia
tersedia dalam bentuk injeksi dan masihmerupakan standar yang
digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain
menghilangkan nyeri morfin dapat menimbulkan euforia dan gangguan
mental.
2. Analgetik Sentral (Narkotik), khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat, seperti pada froctura dan kanker. Obat Analgetik Narkotik
merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium atau morfin.
Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain,
golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis
obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Obat
Analgetik Narkotik ini biasanya khusus digunakan untuk mengahalau rasa
nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker kronis.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi
nonsteroid (AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang.
Disebut AINS karena selain sebagai analgetik, sebagai anggotanya
mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik) dansecara
kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering disebut(Analgetik,
antipiretik dan antiinflamasi ) atau 3A. Beberapa AINS hanya berefek
analgetik dan antipiretik sedangkan yang lain ada yang mempunyai efek
analgetik, anti inflamasidan anti piretik. Hipotalamus merupakan bagian
dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperatur. AINS
secara selektif dapat mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan
suhu tubuhketika demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat
sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat
meningkatkanaliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat
sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek analgetik timbul karena
mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap
cederaumumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti

3
brandikinin, PG dan histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi ujung
saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. AINS
dapatmenghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat
terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan
sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilatdan
asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling
efektif dari golongan salisilat. Antipiretik yang banyak digunakan dan
dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal).
B. Tramadol
Tramadol adalah analog kodein sintetik yang meruapakan agonis reseptor
μ yang lemah. Sebagian dari efek analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi
ambilan norepinefrin dan serotonin. Tramadol sama efektif dengan morfin
atau mepedrin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau
kronik lebih lemah. Untuk nyeri per salinan tramadol sama efektif dengan
mepedrin dan kurang menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus.
Bioavailabilitas tramadol setelah dosis tunggal secara oral 68% dan 100%
bila digunakan secara IM. Afinitas terhadap reseptor μ hanya 1/6000 morfin,
akan tetapi metabolit utama hasil demetilasi 2-4 kali lebih poten dari obat
induk dan berperan untuk menimbulkan efek analgetiknya. Preparat tramadol
merupakan campuran rasemik, yang lebih efektif dari masing-masing
enansiomernya. Enansiomer (+) berikatan dengan reseptor μ dan menghambat
ambilan serotonin. Enansiomer (-) menghambat ambilan norepinefrin dan
merangsang reseptor α2- adrenergik. Tramadol mengalami metabolism di hati
dan eksresi oleh ginjal,dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan
7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam stetelah
penggunaaan secara oral, dan mencapai puncak selama 2-3 jam. Lama
analgesia selama sekitar 6 jam. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan
adalah 400 mg.
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, muntah, pusing, sedasi,
mulut kering, dan sakit kepala. Depresi pernapasan nampaknya kurang
dibandingkan dengan dosis ekuianalgetik morfin, dan derajat konstipasinya

4
kurang daripada dosis ekuivalen kodein. Tramadol dapat meyebabkan
konvulsi atau kambuhnya serangan konvulsi.
C. Hubungan Dosis – Respon
Respon obat masing – masing individu berbeda-beda. Respon idiosinkratik
biasanya disebabakan oleh perbedaana genetik pada metabolisme obat atau
mekanisme – mekanisme munologik, termasuk rasa alergi. Empat mekanisme
umum yang mempengaruhi kemampuan merespon suatu obat :
1. Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor.
2. Variasi dalam konsentrasi suatu ligan reseptor endogen.
3. Perubahan dalam jumlah atau fungsi reseptor-reseptor.
4. Perubahan-perubahan dalam komponen respondastal dari reseptor.

5
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Mencit 2 ekor/kelompok
2. Obat : Tramadol dosis 50 mg/kg, 100 mg/kg, 150 mg/kg
3. Timbangan hewan
4. Alat suntik
5. Hot plate
6. Thermometer
7. Beaker glass
8. Stopwatch

B. Prosedur Pengerjaan
1. Metode Jentik Ekor (Tail Flick)
a. Timbang masing-masing mencit, beri tanda, catat.
b. Sebelum pemberian obat catat dengan menggunakan stopwatch waktu
yang diperlukan mencit untuk menjentikkan ekornya keluar dari air
panas. Tiap rangkaian pengamatan dilakukan 3 kali selang 2 menit.
Pengamatan pertama diabaikan, pengamatan terakhir dirata-ratakan dan
dicatat sebagai respon normal masing-masing mencit.
c. Suntikan secara intra muscular kepada masing-masing mencit obat
dengan dosis yang telah dikonversikan ke dosis mencit.
d. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 10, 30, dan 45 setelah
pemberian obat. Jika mencit tidak menjentikkan ekornya keluar dari air
panas dalam waktu 10 detik maka dapat dianggap bahwa dia tidak
menyadari stimulus nyeri tersebut.
e. Buatlah table pengamatan dengan lengkap.
f. Gambar suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan terhadap
respon mencit untuk stimulus nyeri.
2. Metode Pelat Panas (Hot Plate)
a. Timbang masing-masing mencit, beri tanda, catat.

6
b. Sebelum pemberian obat, catat waktu yang diperlukan mencit
mengangkat dan menjilat kaki depannya sebagai waktu respon dengan
menggunakan stopwatch catat sebagai respon normal atau respon
sebelum diperlakuan.
c. Suntikkan secara intra muscular kepada masing-masing mencit obat
dengan dosis yang telah dikonversikan ke dosis mencit.
d. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 10, 30, dan 45 setelah
pemberian obat.
e. Buatlah table pengamatan dengan lengkap.
f. Gambar suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan terhadap
respon mencit untuk stimulus nyeri.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Metode Tail Flick
0,019 Kg x 100 mg/KgBB
VAO I = = 0,02 ml
50 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,024 Kg x 100 mg/KgBB
VAO II = = 0,048 ml ~ 0,05 ml
50 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,017 Kg x 100 mg/KgBB
VAO III = = 0,051 ml ~ 0,05 ml
50 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Pengamatan (Detik)
Mencit BB VAO
Sebelum 5’ 10’ 30’ 45’
50 mg/kg 0,019kg 0,02 ml 1:43 2:06 2:09 6:00 3:59
100 mg/kg 0,024kg 0,04 ml 9:26 1:28 2:60 3:10 3:06
150 mg/kg 0,017kg 0,05 ml 3:34 3:47 6:14 2:09 3:02

2. Metode Hot Plate


0,011 Kg x 100 mg/KgBB
VAO I = = 0,01 ml
50 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,022 Kg x 100 mg/KgBB
VAO II = = 0,044 ml ~ 0,04 ml
50 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,026 Kg x 100 mg/KgBB
VAO III = 50 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,078 ml

BB Pengamatan (Detik)
Mencit VAO
(Kg) Sebelum 5’ 10’ 30’ 45’
50 mg/kg 0,011 0,01 ml 1:65 2:37 4:99 6:00 3:00
100 mg/kg 0,022 0,04 ml 1:25 2:78 0:85 3:10 0:63
150 mg/kg 0,026 0,078 ml 1:07 2:50 3:05 2:09 1:20

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian analgetik dan hubungan
dosis – respon. Pengujian dilakukan terhadap hewan coba dengan tujuan
untuk mengukur kemampuan obat untuk menghilangkan atau mencegah
kesadaran sensasi nyeri. Pada percobaan ini, digunakan tramadol, dan metode

8
yang digunakan adalah metode jentik ekor (tail flick) dan metode pelat panas
atau hot plate. Namun, selain kedua metode tersebut ada pula metode induksi
asam asetat, akan tetapi pada percobaan kali ini metode induksi asam asetat
tidak dilakukan.
Pada percobaan digunakan tramadol yang merupakan salah satu obat
analgetik yang bekerja secara sentral pada SSP sehingga memblock sensasi
rasa nyeri dan respon terhadap nyeri. Parameter yang digunakan dalam
pengamatan ini adalah waktu ketahanan hewan coba (mencit) terhadap
stimulasi panas yang dihasilkan dengan metode hot plate dan tail flick.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan digunakan tramadol dengan
dosis 50 mg/KgBB, 100 mg/KgBB, 150 mg/KgBB.pada metode jentik ekor
dilakukan dengan cara mencelupkan ekor mencit pada air panas suhu 50oC
dan dengan respon nyeri mencit akan menjentikkan ekornya keluar dari air
panas. Sedangkan pada metode pelat panas, mencit diletakkan pada hot plate
dengan suhu antara 55oC – 56oC dan respon nyeri ini menyebabkan mencit
akan mengangkat kaki serta menjilatnya. Pada masing – masing metode obat
diberika secara intra muscular pada masing – masing mencit.
Pada percobaan dengan menggunakan metode tail flick didapatkan MEC
(maxcimal Effect Concentration) pada penggunaan dosis 50 mg/kg
didapatkan MEC pada menit ke -30 dan pada dosis 100 mg/kg juga
didapatkan MEC pada menit ke-30. Sedangkan pada penggunaan dosis 150
mg/kg didapatkan MEC pada menit ke-10. Perbedaan MEC ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain suhu air yang digunakan tidak
tepat 50oC sehingga mencit dapat lebih cepat atau lebih lambat menerima
respon dari yang seharusnya. Selain itu, pada metode tail flick pemegang
mencit oleh praktikan tidak memberikan rasa nyaman pada mencit sehingga
mencit lebih cepat menggerakkan ekornya dari waktu yang seharusnya.

9
Metode Tail Flick
7

6
Lamanya Respon (Detik)

4 50 mg/ml

3 100 mg/ml
150 mg/ml
2

0
5' 10' 30' 45'

Berdasarkan percobaan dengan menggunakan metode hot plate


didapatkan MEC pada dosis 50 mg/kg terjadi pada menit ke-30. Sedangkan
pada penggunaan dosis 100 mg/kg didapatkan MEC pada menit ke-10 dan
pada dosis 150 mg/kg didapatkan MEC terjadi pada menit ke-5 dan kemudian
terjadi penurunan pada menit ke-10 dan terjadi peningkatan respon lagi pada
menit ke-30.

Metode Hot Plate


7

6
Lamanya Respon (Detik)

4 50 mg/ml
100 mg/ml
3
150 mg/ml
2

0
5' 10' 30' 45'

Berdasarkan literature, metode pelat panas atau hot plate lebih sensitif
memberikan sensasi panas karena metode hot plate bagian tubuh yang
terkena rangsangan panas adalah kaki. Kaki memiliki luas permukaan yang
lebih besar dari pada bagian ekor., sehingga metode hot plate lebih sensitive
merasakan panas.

10
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Analgetik adalah obat yang memiliki efek menghilangkan atau
mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
2. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik
narkotik dan analgetik non – narkotik.
3. Tramadol merupakan obat analgetik opioid yang digunakan untuk
meredakan nyeri sedang sampai berat.
4. Metode hot plate lebih sensitive memberikan sensasi panas dari pada
metode jentik ekor karena metode pelat panas atau hot plete bagian tubuh
yang tekena rangsangan yaitu kaki yang memiliki luas permukaan lebih
besar dari pada bagian ekor.

11
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Betram G. 2010. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta: EGC.
Sukandar. 2010. Farmakoterapi. Jakarta: ISFI.
Tjay, Tan Hoan. 2013. Obat – obat Penting. Jakarta: Gramedia.

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai