Disusun oleh:
1. Rizka Ayu Melykhatun
2. Intan Yani Pratiwi
(4301412029)
(4301412033)
Rombel 1 Kelompok 10
ANALGETIKA
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit
atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua
proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional
dan individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi
proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan
narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya
adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di
dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang
3
otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang
dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang
disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput
lendir, atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui
saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke
thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan
sebagai nyeri. Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin,
plasmakinin-plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, serta ion-ion kalium.
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara, yaitu:
1) Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh
analgetika perifer
2) Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika lokal
3) Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral
(narkotika) atau anestetika umum.
4) Pada nyeri kanker dan saraf biasanya menggunakan antidepresiva trisiklis
5) Meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri dengan
antipileptika.
Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis turut berperan,
misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri dari si pasien. Secara umum
analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu analgeti non-narkotinik atau analgesik nonopioid atau integumental analgesic (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika
narkotik atau analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya morfin).
Penggolongan Analgetika
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar,
yakni:
a. Analgetika Perifer (non-narkotik)
Obat-obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem
Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika
perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam,
maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap
4
pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit)
dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut:
1) Parasetamol
2) Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
3) Penghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen, dll.
4) Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin
5) Derivat-pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol
6) Lainnya: benzidamin (Tantum)
Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi
SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga
berdaya antipiretis dan atau anti radang. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan
sebagai obat anti nyeri, melainkan juga pada gangguan demam (infeksi virus/kuman, selema,
pilek) dan peradangan seperti rema dan encok. Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan
sampai sedang, yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau
sendi (rema, encok), perut, nyeri haid (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan
(trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih layak. Pada nyeri lebih berat seperti
setelah pembedahan atau fraktur (tulang patah), kerjanya kurang efektif.
Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hypothalamus, yang mengakibatkan vasolidatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Daya antiradang (antiflogistis).Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang,
khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAIDs,termasuk
asetosal),begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri disertai
peradangan.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan,karena terjadi efek
potensiasi. Lagi pula efek sampingnya,yang masing-masing terletak di bidang yang berlainan,
berkurang,karena dosisnya masing-masing dapat diturunkan. Kombinasi analgetika dengan
kofein dan kodein sering kali dibuat,khusunya dalam sendian dengan parasetamol dan
asetosal.
Efek samping
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada
5
penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan analgetika secara
kontinu tidak dianjurkan.
Interaksi
Kebanyakan analgetika memperkuat efek koagulansia, kecuali parasetamol dan
glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu
maksimal dua minggu.
Kehamilan dan laktasi
Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun
dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu
janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon belum terdapat
cukup data.
Zat-Zat Tersendiri
1) Parasetamol (asetaminofen, panadol, Tylenol, tempra, nipe)
Efek Samping
Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersesitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6
gram mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh
metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat di tangkal oleh glutathione (suatu
tripeptida dengan -SH). Pada dosis diatas 10g, persedian peptide tersebut habis dan metabolitmetabolit mengikat pada protein dengan SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan
irreversible. Dosis dari 20g sudah berefek fatal. Overdose bisa menimbulkan antara lain
mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan
zat-zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam
8-10 jam setelah intoksikasi.
Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi
walaupun mencapai air susu ibu.
Interaksi
Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak
interaktif. Masa paruh klorafenikol dapat sangat diperpanjang. Kombina
si dengan obat AIDS zidovudin dapat meningkatkan risiko akan neutropenia.
2) Asam asetilsalisilat (Asetosal,Aspirin,Cafenol,Naspro)
Asetotsal adalah obat anti nyeri tertua(1899), yang sampai kini paling banyak
digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat dan pada dosis rendah
sekali (40mg) berdaya menghambat agregasi trombosit. Efek anti trombosit ini tidak
reversible dan berdasarkan blokade enzim siklo-oksigenase yang bertahan selama hidupnya
trombosit. Dengan demikian, sintesa tromboksan A2 yang bersifat trombotis dan
vasokonstriktif dihindarkan. Pada dosis besar dari normal (diatas 5g sehari) obat ini juga
berkhasiat anti radang akibat gagalnya sintesa prostaglandin-E.
Penggunaan
7
Selain sebagai analgetikum, asetosal dewasa ini banyak digunakan sebagai alternative
dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infark kedua setelah terjadi serangan. Hal ini
berkat daya antitrombotisnya. Obat ini juga efektif untuk profilaksis serangan stroke kedua
setelah menderita TIA (Transient Ischaemic Attack = serangan kekurangan darah sementara
di otak), terutama pada pria.
Resorpsinya cepat dan praktis lengkap, terutama dibagian pertama duodenum.
Namun, karena bersifat asam, sebagian zat diserap pula di lambung. BA-nya lebih rendah
akibat FPE dan hidrolisa selama absorpsi. Mulai efekl analgetis dan antipiretisnya cepat,
yakni selama 30 menit dan bertahan 3-6 jam, kerja antiradangnya baru nampak setelah 1-4
hari. Resorpsi dari rectum (suppositoria) lambat dan tidak menentu, sehingga dosisnya perlu
digandakan. Dalam hati, zat ini segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dengan daya antinyeri lebih ringan. PP-nya 90-95%, plasma waktu paruhnya 15-20 menit, masa paruh asam
salisilat adalah 2-3 jam pada dosis 1-3g/hari.
Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak
lambung dan perdarahan samara (occult). Penyebabnya adalah sifat asam dari asetosal, yang
dapat dikurangi melalui kombinasi dengan suatu antasidum (MgO, alumuniumhidroksida,
CaCO3) atau garam kalsiumnya (carbasalat, Ascal). Pada dosis besar, factor lain memegang
peranan yakni hilangnya efek pelindung dari prostasiklin terhadap mukosa lambung, yang
sintesanya turut dihalangi akibat blokade siklo-oksigenase.
Selain itu asetosal menimbulkan efek-efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan
tinnitus (telinga berdengung) pada dosis lebih tinggi. Efek yang lebih serius adalah kejangkejang bronchi hebat, yang pada pasien asma meski dalam dosis kecil dapat mengakibatkan
serangan. Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu/selesma sebaiknya jangan
diberikan asetosal (melainkan parasetamol) karena beresiko terkena syndrome rye yang
berbahaya. Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernapasan,
konvulsi, dan adakalanya koma.
Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama
pada triwulan terakhir dan sebelum persalinan karena lama kehamilan dan persalinan dapat
diperpanjang, juga kecenderungan perdarahan meningkat. Kendati masuk ke dalam air susu,
ibu dapat menggunakan asetosal selama laktasi meski sebaiknya secara insidentil.
Interaksi
Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral, dan metotreksat.
Efek obat encok probenesit dan sulfinpirazon berkurang, begitu pula diuretika furosemida
8
dan spironolakton. Kerja analgetisnya diperkuat oleh antara lain kodein dan d-propoksifen.
Alcohol meningkatkan risiko perdarahan lambung-usus. Karena efek antitrombotisnya yang
mengakibatkan risiko perdarahan meningkat, penggunaan asetosal perlu dihentikan satu
minggu sebelum pencabutan gigi (geraham bungsu).
Dosis
Pada nyeri dan demam oral 4 dd 0,5-1gp.c, maksimum 4 g sehari, anak-anak sampai 1
tahun 10mg/kg 3-4 kali sehari, 1-12 tahun 4-6 dd, diatas 12 tahun 4 dd 320-500mg,
maksimum 2g/hari. Rectal dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak-anak sampai 2tahun 2 dd 20mg/kg,
diatas 2 tahun 3 dd 20mg/kg p.c. pada rema oral dan rectal 6 dd 1g, maksimum 8g/hari, pada
serangan migren single dose dari 1g, 15-30 menit sesudah minum domperidon atau
metoklopramida. Untuk prevensi sekuder infark jantung 1 dd 100mg dan setelah TIA 1 dd
40-100mg dengan loading-dose dari 100mg.
Bentuk-bentuk asetosal yang melarut
Karbasalatkalsium (Ascal) adalah garam kalsium dari asetosal, dimana air kristal diganti
oleh urea(1951). Garam ini tidak bereaksi asam dan kurang merangsang mukosa lambung.
100 mg Ascal=80mg asetosal. Lysin-asetosal adalah persenyawaan yang setelah melarut
pecah dalam bentuk asam amino lisin (lysine) dan asetosal, yang kemudian dihidrolisa
menjadi salisilat. Kombinasinya (1620 mg) dengan metoklopromida (10 mg) dianjurkan
untuk migraine (migrafin).
a)
c)
Metilsalisilat (wintergreen oil, sloansliniment) adalah cairan dengan bau khas yang
diperoleh dari daun dan akar tumbuhan akar wangi (Gaultheria procumbens). Zat ini
juga dibuat sintetis. Khasiat analgetisnya pada penggunaan local sama dengan
salisilat-salisilat lainnya. Metilsalisilat diresorpsi baik oleh kulit dan banyak
digunakan dalam obat gosok dan krem (3-10%) untuk nyeri otot, sendi dan lain-lain.
Penggunaan oral sebanyak 30 ml sudah bisa fatal, terutama anak-anak yang sangat
peka untuknya.
10
Dosis
Pada serangan rema atau encok oral dan rectal 2-3 dd 200 mg.
5) Glafenin ( glaphen, glifanon)
12
memiliki daya antiradang yang lebih kuat dan khusus digunakan sebagai obat rema. Dosis:
permulaan 500 mg, lalu3-4 dd 250 mg p.c.
6) Tramadol (tramal, theradol)
endorfin, dynorfin dan enkefalin (Yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor
berlainan. Secara kimiawi zat-zat ini berkaitan dengan hormon-hormon hipofisis dan berdaya
menstimulasi pelepasan dari kortikotropin (ACTH), juga dari somatropin dan prolaktin.
Sebaliknya, pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat-zat ini. -endorfin pada hewan
berkhasiat menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Lagi
pula berdaya analgetik kuat, dalam arti tidak mengubah persepsi nyeri, melainkan
memperbaiki penerimaannya. Rangsangan listrik dari bagian-bagian tertentu otak
mengakibatkan peningkatan kadar endorfin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek
analgesia yang timbul selama elektrostimulasi pada akupuntur atau pada stress, misalnya
pada cedera hebat. Peristiwa efek plasebo juga dihubungkan dengan endorfin.
Penggolongan
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni :
1) Agonis opiat, yang dapat dibagi dalam:
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai potensi dan lama
kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik.
2) Antagonis opiat: nalokson, nalofin, fentazosin dan buprenofin (Temgesic). Bila digunakan
sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.
3) Campuran : nalorfin, nalbufin (nubain). Zat-zat ini dengan kerja campuran juga mengikat
pada reseptor opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya. Kurva
dosis/efeknya memperlihatkan plafon, sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak
memperbesar lagi efek analgetiknya. Praktis tidak menimbulkan depresi pernapasan.
Potensi analgetik
Khasiat
analgetik
dari
morfin
oral
30-60
mg
dapat
disamakan
dengan
dekstromoramida 5-10 mg, metadon 20 mg, dekstropropoksifen 100 mg, tramadol 120 mg,
pentazosin 100/180 mg dan kodein 200 mg.
Khasiat analgetik dari morfin subkutan/ i.m 10 mg adalah kurang lebih ekivalen
dengan fentanil 0,1 mg, heroin 5 mg, metadon 10 mg, nalfubin 10 mg, petidin 75/100 mg,
pentazosin 30/60 mg dan tramadol 100 mg.
14
Undang-undang narkotika
Dikebanyakan negara, beberapa unsur dari kelompok obat ini, seperti propoksifen,
pentazosin, dan tramadol tidak termasuk dalam Undang-undang narkotika karena bahaya
kebiasaan dan adikisnya ringan sekali. Namun penggunaannya untuk jangka waktu lama
tidak di anjurkan. Sejak tahun 1978 sediaan-sediaan dengan kandungan propoksifen di atas
135 mg di negeri Belanda dimasukkan dalam opiumwat (Undang-undang opiat).
Mekanisme kerja
Endorfin bekerja dengan jalan meduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP, hingga
perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opiopida berdasarkan kemampuannya untuk
menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Tetapi bila analgetika
tersebut digunakan terus-menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan
diproduksi endorfin di ujung saraf otak. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
Penggunaan
Rasa nyeri hebat (seperti pada kanker). Ada banyak penyakit yang disertai rasa
nyeri, yang terkenal adalah influenza dan kejang-kejang (pada otot atau organ), artrose dan
renal (pada sendi) dan migrain. Untuk gangguan-gangguan ini tersedia obat-obat khasiat
(parasetamol, NSAIDs, sumatriptan) tetapi yang paling hebat dan mencemaskan adalah rasa
sakit pada kanker, walaupun sebetulnya hanya k.1. dua per tiga dari penderita yang
mengalaminya. Begitu pula hanya k.1. 70% disebabkan langsung oleh penyakit ganas ini,
diluar ini perasaan sakit memiliki etiologi lain, misalnya artritis. Oleh karena itu prinsip
untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit berupa penelitian dengan saksama
penyebabnya, obat-obat apa yang layak digunakan sesuai tangga analgetika dan
memantaunya secara periodik untuk mendapatkan cara pengendalian rasa sakit yang optimal.
Rasa sakit merupakan suatu pengalaman yang rumit dan unik untuk tiap individu yang
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial dan spiritual dari yang bersangkutan. Oleh
karena itu untuk kasus-kasus perasaan nyeri yang tidak/sukar terkendalikan adalah penting
untuk memperhitungkan faktor-faktor tersebut.
Tangga anlagetika (tiga tingkat). WHO telahg menyusun suatu program penggunaan
analgetika untuk nyeri hebat, seperti pada kanker, yang menggolongkan obat dalam tiga
kelas, yakni :
a) Non-opiopida : NSAIDs termasuk asetosal, parasetamol dan kodein
15
dengan kodein
c) Opiopida kuat : morfin dan derivatnya (heroin) serta opiopida sintetis.
Supresi SSP, ,misalnya sedasi, menekan pernapasan dan batuk, mioisis, hipothermia
dan perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemo
Trigger Zone) timbul mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan
aktivitas mental dan motoris.
Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradyacardia.
Saluran urogenital: retensi urin (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih),
motolitas uterus berkurang (waktu persalinan di perpanjang).
Kebiasaan dengan risiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat
terjadi gejala abstinensi.
Kehamilan dan laktasi. Opiopida dapat melintasi plasenta, tetapi boleh digunakan
sampai beberapa waktu sebelum persalinan. Bila diminum terus-menerus, zat ini dapat
16
merusak janin akibat depresi pernapasan dan memperlambat persalinan. Bayi dan ibu yang
ketagihan menderita gejala abstinensi. Selama laktasi ibu dapat menggunakan opiopida
karena hanya sedikit terdapat dalam air susu ibu.
Kebiasaan dan ketergantungan
Penggunaan untuk jangka waktu lama pada sebagian pemakai menimbulkan
kebiasaan dan ketergantungan. Penyebabnya mungkin karena berkurangnya resorpsi opioid
atau perombakan/eliminasinya yang dipercepat, atau bisa juga karena penurunan kepekaan
jaringan. Obat menjadi kurang efektif, sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk
mencapai efek semula. Peristtiwa ini disebut toleransi (menurunnya response) dan bercirikan
pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa menimbulkan efek intoksikasi.
Di samping ketergantungan fisik tersebut terdaapat pula ketergantungan psikis, yaitu
kebutuhan mental akan efek psikotrop (euforia, rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi
sangat kuat, hingga pasien seolah-olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat.
Gejala abstinensi (withdrawal syndrome) selalu timbul bila penggunaan obat
dihentikan dengan mendadak dan semula dapat berupa menguap, berkeringat hebat dan air
mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu timbul muntah-muntah, diare tachycardia,
mydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi yang dapat disertai
dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah, kekhawatiran mati).
Efek-efek ini
sekali menghentikan penggunaan opiat. Guna menghindari efek-efek tidak nyaman ini,
mereka terpaksa melanjutkan penggunaannya.
Ketergantungan fisik lazimnya sudah lenyap dua minggu setelah penggunaan obat
dihentikan. Ketergantungan psikis sering kali sangat erat, maka pembebasan yang tun tas
sukar sekali dicapai.
Antagonis morfin
Antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping opiopida
tertentu tanpa mengurangi kerja analgetisinya. Yang paling terkenal adalah nalokson,
naltrekson, dan nalorfin. Obat ini terutama digunakan pada everdose atau intoksikasi.
Khasiat antagonisnya diperikakan berdasarkan penggeseran opioida dari tempatnya
di reseptor-reseptor otak. Antagonis morfin ini sendiri juga berkhasiat analgetik, tetapi tidak
digunakan dalam terapi karena khasiatnya lemah dan efek samping tertentu mirip morfin
(depresi pernapasan, reaksi psikotis).
17
Zat-Zat Tersendiri
1) Morfin (F.L) : MST continus, MS contin, Kapanol.
Candu atau opium adalah getah yang dikeringkan dan diperoleh dan tumbuhan
Papaver somniferum (Lat menyebabkan tidur). Morfin mengandung dua kelompok alkaloida
yang secara kimiawi sangat berlainan. Kelompok fenantren meliputi morfin, kodein dan
tebam; kelompok kedua adalah kelompok isokinolin dengan struktur kimiawi dan khasiat
amat berlainan (a.1. non-narkotik) yakni papaverin, noskapin (=narkotin) dan narsein.
2) Kodein (F.L) : metilmorfin, *Codipront.
Alkaloida candu ini memiliki khasiat yang sama dengan induknya, tetapi lebih lemah,
misalnya efek analgetiknya 6-7 x kurang kuat. Efek samping dan risiko adiksinya lebih
ringan, sehingga sering digunakan sebagai obat batuk, obat anti diare dan obat anti nyeri,
yang diperkuat melalui kombinasi dengan parasetamol/asetosal. Obstipasi dan mual dapat
terjadi terutama pada dosis lebih tinggi (di atas 3 dd 20 mg).
*etilmorfin (Dionin) adalah derivat dengan khasiat analgetik dan hipnotik lebih lemah;
penghambatannya terhadap pernapasan juga lebih ringan. Untuk menekan batuk, zat ini
kurang efektif dibandingkan dengan kodein, tetapi dahulu banyak digunakan dalam obat
sediaan batuk.
*noskapin (narkotin, Longatin, Mercotin, Necodin) adalah alkaloida candu lain, tanpa sifat
narkotik, yang lebih efektif sebagai obat batuk. Noskapin tidak termasuk dalam Daftar
Narkotika karena tidak menimbulkan ketagihan.
3) Fentanil : Fentanyl, Durogesic, *Thalamonal.
18
Derivat piperidin ini (1963) merupakan turunan dari petidin yang jarang digunakan
lagi karena efek samping dan sifat adiksinya, lagi pula daya kerjanya singkat (3 jam)
sehingga tidak layak untuk meredakan rasa sakit jangka panjang. Efek analgetik agonis-opiat
ini 80 x lebih kuat dari pada morfin. Mulai kerjanya cepat, yaitu dalam 2-3 menit (i.v), tetapi
singkat, hanya k.1. 30 menit. Zat ini digunakan pada anastesi dan infark jantung. Efek
sampingnya mirip moefin, termasuk depresi pernapasan, bronchospasme dan kekuatan otot
(thorax).
*sufentanil (sufenta/forte) adalah derivat dengan daya analgetik k.1. 10 x lebih kuat. Sifat
dan efek sampingnya sama dengan fentanil. Zat ini terutama digunakan pada waktu anastesi
dan pasca bedah, juga pada waktu his dan persalinan (terkombinasi dengan suatu
anastetikum).
4) Metadon : Amidon, Symoron
Zat sintetis ini adalah suatu campuran rasemis, yang memiliki daya analgetik 2 x lebih
kuat daripada morfin dan juga berkhasiat anastetik lokal. Umumnya metadon tidak
menimbulkan euforia, sehingga banyak digunakan untuk menghindari gejala abstinensi
setelah penghentian penggunaan opiopida lain. Khusus digunakan pada para pecandu sebagai
obat pengganti heroin dan morfin pada terapi substitusi. Efek sampingnya kurang hebat dari
morfin, terutama efek hipnotis dan euforianya lemah, tetapi bertahan lebih lama.
Pengguanaan lama juga menimbulkan adiksi yang lebih mudah disembuhkan. Efek
obstipasinya agak ringan, tetapi penggunaannya selama persalinan harus dengan beerhati-hati
karena dapat menekan pernapasan.
5) Tramadol : Tramal
19
Antagonis morfin ini memiliki rumus morfin dengan gugus alil pada atom-N. Zat ini
dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opiopida lainnya, terutama depresi pernapasan
tanpa mengurangi efek analgetiknya. Efek sampingnya dapat berupa tachycardia (setelah
bedah jantung), jarang reaksi alergi dengan shock dan udema paru-paru. Pada penangkalan
efek opiopida terlalu pesat dapat terjadi mual, muntah, berkeringat, pusing-pusing, hipertensi,
tremor, serangan epilepsi dan berhentinya jantung.
7) Pentazosin : Fortral
20
Zat sintetis ini diturunkan dari morfin, dimana cincin fenantren diganti oleh naftalen.
Gugus-N-allil memberikan efek antagonis terhadap opiopida lainnya. Khasiatnya beragam,
yakni disamping antagonis lemah, juga merupakan agonis parsiil. Khasiat analgetiknya
sedang sampai kuat, k.1. antara kodein dan petidin (3-6 x lebih lemah dari pada morfin).
8) Kanabis : marihuana, *hashiz, weed, grass
Pusuk dengan kembang dan buah-buah muda yang dikeringkan dari bentuk wanita
tumbuhan. THC banyak khasiat farmakologisnya, yang terpenting di antaranya adalah sedatif,
hipnotik, dan analgetik, antimual dan spasmolitik. Khasiat analgetik dari THC terjadi di
batang otak, dimana terletak pula titik kerja dan opiopida. Hanya mekanisme kerjanya yang
berlainan. Dahulu kanabis digunakan sebagai obat tidur, sedativum dan spasmolitikum pada
tetanus, umumnya dalam bentuk ekstrak, sekarang kanabis banyak disalah gunakan sebagai
zat penyegar narkotik (drug).
2. HIPNOTIKA
Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: Hypnos = tidur) adalah zat-zat yang
diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faaldan normal
untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja,2002). Hipnotika
bekerja dengan cara mendepresi susunan saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur,
menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur (Anonim,1994) yang realtif tidak
selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang ataukantuk, menidurkan, hingga
yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan
mati, bergantung pada dosis.
21
22
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dariuji klinik
terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara bermakna waktu
induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur, maupun lamanya tidur. Mula efek
hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat secara oraldan berakhir hingga 8 jam. Efek
residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besarpenderita, oleh metabolit aktifnya yang
masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka
panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.
Midazolam
Midazolam digunakan agar pemakai menjadi mengantuk atau tidur dan menghilangkan
kecemasan sebelum pasien melakukan operasi atau untuk tujuanlainnya Midazolam kadangkadang digunakan pada pasien di ruang ICU agar pasien menjadi pingsan. Hal ini dilakukan
agar pasien yang stres menjadi kooperatif dan mempermudahkan kerja alat medis yang
membantu pernafasan. Midazolam diberikan atas permintaan dokter dan penggunaannya
sesuai dengan resep dokter.
Nitrazepam
23
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan tetap
tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara oral
diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur bila
diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter anda.
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosisyang
diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama dari pada petunjuk resep. Toleransi
bisa terjadi pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan. Jangan gunakan lebih dari 12
minggu atau berhenti menggunakannnya tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter anda akan
24
mengurangi dosis secara bertahap. Anda akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah
berhenti menggunakan obat ini.
Zolpidem Tartrate
hang over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala
dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t-nya
panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting.
Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di
jaringanlemak (Tjay, 2002). Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja
golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang
merupakan kerja golongan inipada jaringan perifer: vasodilatasi koroner setelah pemberian
dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV dan blokade neorumuskular yang hanya terjadi
pada pemberian dosis sangat tinggi (Ganiswarna dkk, 1995).
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat
anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Keuntungan obat ini
dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak
merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa
efek hipnotisnyasemakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya
menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002).
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek
hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidurREM
dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar
(Ganiswarna dkk, 1995).
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeritanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20%
ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak
dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri,
barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan
dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan (Ganiswarna
dkk, 1995).
Gangguan yang akan dialami bila memakai sedativa:
menyebabkan gejala sindrom putus sedativa atau gejala ketagihan dan ketergantungan.
Ciriciri orang yang terkena gejala sindrom putus sedativa:
Timbul perilaku maladaptive ( sifat curiga dan merasa terancam dari orang lain).
mengonsumsi sedatif yang biasanya tercampur dalam obat tidur, demikian hasil riset terbaru,
para pasien lanjut usia berisiko memanen gejala yang disebut delirium. Gejalatersebut antara
lain susah bicara, kurang konsentrasi, dan mengalami kebingungan. Adalah Joseph Agostini,
ahli penyakit dalam dari Universitas Yale, di Connecticut, Amerika Serikat, yang menggelar
riset mengenai efek sedatif. Agostini menganalisiskondisi kesehatan 470 pasien rawat inap
yang berusia di atas 70 tahun. Sebagian pasien, sekitar 120 orang, mendapatkan obat sedatif
jenis difenilhidramin. Kemudian, Agostini mendapati bahwa lebih dari 70 persen pasien yang
mengonsumsi sedatif menunjukkan gejala delirium. Daya konsentrasi mereka merosot sampai
sepertiga, dan kemampuan berbicara melorot hingga tinggal seperlima.
Seperti dilaporkan Agostini dalam Archives of Internal Medicine edisi terbaru, obat
sedatif juga melambatkan proses pemulihan sehingga pasien harus tinggal di rumah sakit
lebih lama. Karena ituAgostini menyarankan agar para dokter berhati-hati meresepkan
difenilhidramin bagi pasien lanjut usia. Mengingat efek sampingnya, gangguan tidur pada
pasien sebaiknya diatasi dengan cara yang lebih aman. Misalnya, mengupayakan konseling
psikologis dan menyediakan lingkungan yang tenang.
27
b. Acetaminophen
c. Glafenin
d. Dipiron
e. Asam Mefenamat
5. Analgetik-antipiretik yang satu ini penggunaannya sangat luas dan digolongkan
sebagai obat bebas, hanya sayang sekali memiliki efek samping yang dapat
menyebabkan iritasi lambung. Analgetik-antipiretik yang dimaksud adalah....
a. Antalgin
b. Acetosal
c. Paracetamol
d. Piroksikan
e. Asam mefenamat
6. Senyawa yang tergolong benzodiazepin terbaik yang merupakan senyawa fluor
adalah:
a. Flurazepam
a. Flunitrazepam
b. Nitrazepam
c. Zolpidem Tartrat
d. Estazolam
7. Senyawa yang disamping mempunyai khasiat hipnotik sedatifnya, juga berfungsi
sebagai obat epilepsi adalah:
a. Flunitrazepam
b. Flurazepam
c. Nitrazepam
d. Midazolam
e. Estazolam
8. Obat yang mengandung senyawa apakah yang digunakan dokter untuk
menghilangkan kecemasan sebelum pasien melakukan operasi:
a. Estazolam
b. Midazolam
c. Nitrazepam
d. Zolpidem Tartrat
e. Flurazepam
9. Stadium tidur, dimana terjadi mimpi, disebut...
a. Tidur Tenang
b. Tidur REM
c. Tidur N-REM
d. REM Rbound
e. Tidur Ortodoks
10. Suatu obat tidur yang bersifat toksik dimana menyebabkan kelahiran bayi cacad
terutama pada tangan dan kakinya adalah....
a. Barbiturat
b. Talidomida
c. klorahidrat
d. Triazolam
e. Nitrazepam
29
30