Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“SKRINNING HIPOKRATIK”

Disusun Oleh:

Kelompok 4C

1. Hasna Dzakiyah Martha 11171020000059


2. Annisa Fadhilah 11171020000061
3. Wulan Sari 11171020000069
4. Flowerenza Ambaroh 11171020000071
5. Ade Nanda Alrisky 11171020000073

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018/2019
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2.1 Definisi Skrining


Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas suatu
obat atau bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal dari
alam maupun senyawa sintetis atau semisintesis.

1.2.2 Prinsip Skrining Hipokratik


Cara ini didasarkan atas bahwa obat bila berinteraksi dengan materi
biologis dalam tubuh akan menghasilkan efek tertentu tergantung pada
dosis yang diberikan. Prinsip ini diambil dari cara dokter (hypocrates)
mendiagnosa suatu penyakit melalui gejala-gejala yang ditunjukkan.
Skrining ini dapat membedakan suatu obat atau bahan yang berguna dan
yang tidak berguna dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Darinya
akan dihasilkan profil farmakodinamik obat atau bahan.
1.2.3 Tujuan Skrining
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Semua skrining
dengan sasaran pengobatan dini ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
orang-orang simpatomatik yang beresiko mengidap gangguan kesehatan
serius.
1.2.4 Persyaratan Skrining
Menurut Wilson and Jungner (1986) persyaratan skrining antara lain :
a. Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining harus merupakan
masalah kesehatan yang penting.
b. Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang terdiagnosa setelah proses
skrining.
c. Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.
1.2.5 Obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang
menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik
pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat.
Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran
seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat psykoaktif.
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari
ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari kopi dan
kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein diperoleh dari tanaman
opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein. Marijuana berasal
dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis (canabis sativum)
sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari resin tanaman tersebut,
begitu juga ganja.
Alkohol adalah suatu produk yang berasal dari bahan alami juga yang
diproses melalui mekanisme fermentasi, itu terjadi bila buah, biji-bijian atau
sayuran dibuat kompos. Jamur seperti mushroom dan beberapa jenis
tanaman kaktus dapat diproses menjadi obat yang bersifat halusinogenik.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum
obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat adiktif
maupun yang non-adiktif.
a. Obat stimulansia SSP
Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua
mekanisme yakni memblokade system penghambatan dan meninggikan
perangsangan synopsis.

Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan


meningkatkan transmisi yang menuju atau meninggalkan otak.
Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang merasa tidak dapat tidur,
selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan
denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya
adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi
dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat
menyebabkan kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut, agresif dan
paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi
gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat
menghabat kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat
menyulitkan penggunaan obat tersebut.

b. Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:


- Cafein dalam kopi, teh dan minuman kokakola
- Ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis dan asthma
- Nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan
untuk relaks/istirahat.
c. Obat yang bersifat stimulansia kuat:
- Amphetamine, termasuk amphetamine yang illegal seperti
“Shabu”
- Kokaine atau coke atau crack
- Ecstasy
- Tablet diet seperti Duromine dsb.
Obat-obat tersebut yang termasuk dalam kelompok ii) adalah obat yang
termasuk golongan obat terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi
orang yang bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami dan terampil melakukan skrining farmakodinamik obat
menggunakan teknik skrining hipokratik.
1.2.2 Memahami dan mampu menganalisis hasil-hasil skrining farmakologi
obat.
BAB II

Landasan Teori

2.1 Pengertian Skrinning Hipokratik

Skrining/penapisan farmakologi adalah suatu metode untuk mengetahui


aktivitas farmakologik suatu zat. Prinsipnya adalah melihat gejala-gejala yang
timbul pada hewan coba setelah diberi zat uji. Penapisan atau skrining
farmakologi dilakukan untuk mengetahui aktivitas farmakologi suatu zat yang
belum diketahui efeknya. Hal ini dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang
timbul pada hewan coba setelah diberi zat uji.
Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas suatu
obat/bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal daribahan
alami maupun senyawa sintetis atau semi sintetis. Cara ini didasarkan atas
bahwa obat bila berinteraksi dalam materi biologis dalam tubuh akan
menghasilkan efek tertentu tergantung pada dosis yang diberikan. Penapisan
farmakologi pendahuluan dilakukan menurut metode Malon-Robichoud
mengenai penapisan hipokratik yang dimodifikasi. Prinsipnya adalah melihat
gejala-gejala yang timbul pada hewan percobaan setelah diberi suatu obat.
Skrining ini dapat membedakan suatu obat/bahan yang berguna dan
yang tidak berguna dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Darinya akan
dihasilan profil farmakodinamik obat/bahan. Selain itu dapat diketahui efek
farmakologi pada suatu obat yang belum diketahui sebelumnya, sehingga
diperoleh perkiraan efek farmakologi berdasarkan pendekatan data parameter-
parameter yang diketahui. Penelitian ini menggunakan metode penapisan
hipokratik yang dipertajam dengan uji-uji spesifik diantaranya seperti uji
viskositas, ujiaktivitas motorik, uji perpanjangan waktu tidur, uji anti konvulsi
dan uji efek hipotensi.
Dalam percobaan farmakologi, volume cairan yang diberikan kepada
hewan percobaan tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
Zat atau obat yang disediakan dalam praktikum ini antara lain yang
memberikan efek depresan SSP, perangsang SSP,
simpatomimetik, parasimpatomimetik, simpatolitik, muscle relaxant,
analgesik, vasokonstriktor, dan vasodilator. Pada percobaan ini akan dilakukan
evaluasi dan pengelompokan efek-efek yang timbul padahewan uji (tikus)
berdasarkan efek yang dapat ditimbulkan oleh zat atau obat tersebut. Prinsip
dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari persen aktivitas
yangterjadi pada setiap kelompok efek–efek tersebut, kemudian dapat ditarik
kesimpulan berdasarkan persen aktivitas yang paling besar. Semakin besar
persen aktivitas pada suatu efek maka zat atau obat uji semakin mempunyai
kecenderungan berasal dari kelompok efek tersebut. Uji ini merupakan tahap
awal penelitian farmakologi atau zat-zat yang belum diketahui efeknya serta
untuk mengetahui apakah obat tersebut memiliki efek fisiologis atau tidak
sehingga disebut sebagai penapisan hipokratik (penapisan awal). Penapisan ini
masih merupakan prediksi.

2.2 Efek-fek Obat yang digunakan:


2.2.1 Parasimpatomimetik atau kolinergika adalah sekelompok zat yang
dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan
parasimpatis, karena melepaskan neuro hormon asetilkolin di ujung-
ujung neuronnya. Efek-efek yang muncul setelah pemberian
kolinergikaadalah:
a. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan
sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air
mata, dll.
b. Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan
jantung,vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah.
c. Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresidahak diperbesar.
d. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan
menurunnya tekanan intra okuler akibat lancarnya pengeluaran air
mata.
e. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar
pengeluaran urin.
f. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
g. Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.
2.2.2 Simpatomimetik atau adrenergika adalah zat-zat yang dapat
menimbulkan (sebagian) efek yang sama dengan stimulasi susunan
sipaticus dan melepaskan noradrenalin di ujung-ujung sarafnya. Efek-
efek yang ditimbulkan adalah:
a. Vasokonstriksi otot polos dan menstimulsi sel-sel kelenjar dengan
bertambahnya antar lain sekresi liur dan keringat.
b. Menurunkan peristaltik usus.
c. Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
d. Bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
2.2.3 Simpatolitik atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian
atau seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Efeknya melawan efek
yang ditimbulkan oleh simpatomimetika.
2.2.4 Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
2.2.5 Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan
pembuluh darah secara langsung.
2.2.6 Vasokonstriktor. Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan
vasodilator.
2.2.7 CNS Activation. Zat-zat yang dapat merangsang SSP. Efek-efek yang
ditimbulkan adalah:
a. Konvulsi.
b. Meningkatkan laju pernapasan.Misal pada tikus, efek yang
diitmbulkan antara lain:
c. Aktivitas motorik meningkat
d. Temperatur rektum naik
e. Rasa ingin tahu meningkat
2.2.8 CNS Depressant. Zat-zat yang dapat menekan SSP. Efek yang
ditimbulkan berlawanan dengan CNS activation. Misal pada tikus, efek
yang ditimbulkan antara lain:
a. Aktivitas motorik menurun
b. Laju pernapasan menurun
c. Hilang refleks pinal
d. Paralisa kaki
e. Hilang daya cengkeram
2.2.9 Muscle Relaxant.
BAB III
Metodologi Praktikum
3.1 Alat dan Bahan

a. Spuit 1 cc
b. Thermometer
c. Rotaroad
d. Stopwatch
e. Hotplate
f. Platform
g. Pinset
h. Alat Gelantung
i. Jaring Kawat
j. Alat-alat gelas lainnya.
k. Obat X dengan dosis 300mg/Kg

3.2 Metode Kerja

a. Timbang mencit dan hitung VAOnya.


b. Amati parameter seperti yang tertera pada data pengamatan dan beri skor 0,
1 atau 2 untuk respon kualitatif dan 1,2 atau 3 untuk respon kuantitatif.
c. Injeksi mencit secara I.P dengan obat X dan amati perubahan tingkah laku
dengan membandingan sikapnya dengan sebelum diberikan obat X.
d. Amati semua parameter yang tertera pada menit ke 5,10,15,30,60, dan 120
setelah penyuntikan obat X.
e. Evaluasi hasil yang diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a) Kumpulkan nilai menurut bobot untuk masing-masing parameter
sesuai dengan dosis.
b) Lakukan hal yang sama untuk semua parameter yang lain.
c) Hitung skor total dengan mengalikan skor dengan faktor bobot untuk
masing-masing parameter pada tiap-tiap dosis dan bandingkan dengan
skor maksimum.
d) Kumpulkan nilai parameter yang relevan untuk aktivitas tertentu.
e) Rangking persentase respon aktivitas yang didapat menurut dosis dan
katagori aktivitas.
f) Bahas hasil yang diperoleh dan buat beberapa kemungkinan kategori
aktifitas senyawa yang diuji sebagai kesimpulan.
BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

Obat 4C: Diazepam

4.2 Pembahasan

Pencarian senyawa obat baru pada prinsipnya dapat dilakukan


berdasarkan skrining atu penapsian dengan berorientasi pada efek farmakologis
tertentu seperti pencarian obat antidiabetes, antikanker, analgesic dan
sebagainya. Pada skrining yang terorientasi seringkali efek – efek farmakologis
lainnya mungkin juga lebih potensial dibandingkan dengan efek yang dicari
terabaikan.

Untuk menghindari hal tersebut di atas pencarian efek farmakologis


terhadap suatu sediaan yang sama sekali baru dapat dilakukan dengan
melakukan skrining buta. Pada aktivitas skrining ini efek yang terlihat
semuanya diamati sehingga dapat melakukan pemiliham terhadap suatu sediaan
yang mempunyai atau tidak mempunyai efek farmakologis atau toksik. Selain
itu hasilnya dapat memberikan arahan untuk penelitian selanjutnya.
Bagan evaluasi skrining buta :

Efek Farmakologi Kelas Farmakologi

Aktivitas Psikohanaleptik

Motorik Gelantung ( + )
Neuroleptik
Kotalep Pemulihan
si posisi

Ptosis
Gelantung ( - )
Hipnotik
Pemulihan
posisi

Psikoleptik Hipotermi

( sikap tubuh normal )

Zat yang kelompok kami peroleh termasuk kedalam obat depresansia,


dimana obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek menghambat
aktifitas SSP secara spesifik maupun umum yakni obat Diazepam golongan
benzodiazepin. Dikarenakan tikus hilang kesadarannya hanya dalam hitungan
detik yakni 20 detik. Salah satu obat antidepresan yaitu golongan hipnotik,
Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang menyebabkan depresi
ringan (sedative) sampai terjadi efek tidur (hipnotika). Pada efek sedative
penderita akan menjadi lebih tenang karena kepekaan kortek serebri berkurang.
Disamping itu kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan reaksi
spontan menurun. Kondisi tersebut secara klinis gejalanya menunjukkan
kelesuan dan rasa kantuk. Namun hasil yang kami peroleh menunjukkan hanya
48% obat tersebut merupakan golongan antidepresan hal tersebut dikarenakan
kelompok kami tidak teliti dan agak bingung terhadap penilaian parameter.

Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu


benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam;
barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain,
contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan
alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).

Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:

- depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada
flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada
kloralhidrat dan paraldehida
- tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturate
- sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturate
- “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan
ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-
t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang
disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudag melarut dan
berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002).

Skrining farmakologi: terjadi pengurangan jumlah jengukan,


pengurangan aktivitas motorik, hilangnya refleks pineal, refleks fleksi dan daya
pulih posisi tubuh, adanya ptosis, lakrimasi, dan pengurangan bobot badan
selama 2 hari setelah pemberian dekok. Kematian terjadi dalam waktu 24 jam
setelah pemberian dekok dosis 4000 dan 8000 mg/kg b.b.
Efek terhadap tekanan darah normal: dekok menurunkan tekanan darah normal.
Intensitas dan lamanya efek meningkat dengan bertambahnya dosis, dengan efek
maksimum pada dosis 100mg/kgbb
Interaksi dengan obat lain:

- Dekok mempotensiasi efek penurunan tekanan darah asetil kolin dan


isoproterenol
- Atropin memperkecil efek penurunan tekanan darah dekok
- Propanolol memperbesar efek penurunan tekanan darah dekok
- Pemberian yohimbin sebelum dekok dan adrenalin sesudahnya
memperkecil penurunan tekanan darah dekok
- Tiramin memperbesar intensitas penurunan tekanan darah dekok.
- Lama efek pada setiap interaksi tidak berbeda dari lamanya efek oleh
dekok itu sendiri.

Diazepam

Golongan Benzodiazepin

Benzodiazepine (Diazepam). Benzodiazepin telah merupakan obat


terpilih untuk gangguan kecemasan umum. Benzodiazepin dapat diresepkan
atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepin kerja
cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternatif adalah
dengan meresepkan benzodiazepin untuk suatu periode terbatas, selama mans
pendekatan terapetik psikososial diterapkan.

Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai antiantisietas ialah:


klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alprazolam dan halozepam. Sedangkan klorazepam dianjurkan
untuk pengobatan panic disorder.

Contoh Antiansietas : Alprazolam, Diazepam, Clobazam, Lorazepam


- Farmakodinamik: Klordiazepoksid dan diazepam merupakan prototip
derivat benzodiazepin yang digunakan secara meluas sebagai
antiansietas.
- Mekanisme kerja: Mekanisme kerja benzodiazepin merupakan
potensial inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Efek
farmakodinamik derivat benzodiazepin lebih luas daripada efek
meprobamat dan barbiturat. Klordiazepoksid tidak saja bekerja sentral,
tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik dan
triptaminergik.

Klordiazepoksid lebih berguna untuk mengatasi sifat agresif


hewan coba (monyet) daripada penobarbital, meprobamat dan CPZ.
Berbeda dengan CPZ, klordiazepoksid dan diazepam bersifat
nonselektif dalam menghambat respon terkondisi. Setelah pemberian
per oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan
tetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi klordiazepoksid melalui ginjal
lambat; setelah pemberian satu dosis, obat ini masih ditemukan dalam
urin beberapa hari.

- Efek Samping dan Kontraindikasi: Pada penggunaan dosis terapi


jarang menimbulkan kantuk; tetapi pada takar lajak benzodiazepin
menimbulkan depresi SSP. Efek samping akibat depresi susunan saraf
pusat berupa kantuk dan ataksia merupakan kelanjutan efek
farmakodinamik obat-obat ini. Efek antiansietas diazepam dapat
diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400 ng/mL;
pada kadar yang sama terjadi pula efek sedasi dan gangguan psikomotor.
Intoksikasi SSP yang menyeluruh terjadi pada kadar di atas 900-1.000
ng/mL. Kadar terapi klordiazepoksid mendekati 750-1.000 ng/mL.

Peningkatan hostilitas dan iritabilitas dan mimpi-mimpi hidup


(vivid dreams) dan mengganggu kadang-kadang dikaitkan dengan
pemberian benzodiazepin, mungkin dengan kekecualian oksazepam.
Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas. Respon
semacam ini rupa-rupanya terjadi pada pasien yang merasa ketakutan
dan terjadi penumpulan daya pikir akibat efek samping
sedasi antiansietas. Dapat ditambahkan bahwa salah satu penyebab
yang paling sering dari keadaan bingung yang reversibel pada orang-
orang tua dalah pemakaian yang berlebihan berbagai jenis sedatif,
termasuk apa yang biasanya disebut sebagai benzidiazepin “dosis kecil”.
Efek yang unik adalah perangsangan nafsu makan, yang mugkin
ditimbulkan oleh derivat benzodiazepin secara mental .

Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepin rendah.


Bertambahnya berat badan, yang mungkin disebabkan perbaikan nafsu
makan terjdi pada beberapa pasien. Banyak efek samping yang
dilaporkan untuk obat ini tumpang tindih dengan gejala ansietas, oleh
karena itu perlu anamnesis yang cermat untuk mengetahui apakah yang
dilaporkan adalah benar sustu efek samping atau gejala ansietas.
Diantara reaksi toksik klordiazepoksid yang dijumpai adalah rash, mual,
nyeri kepala, gangguan fungsi seksual, vertigo, dan kepala rasa ringan.
Agranulositosis dan reaksi hepatik telah dilaporkan, namun jarang.
Ketidakteraturan menstruasi dilaporkan terjadi dan wanita yang sedang
menggunakan benzodiazepin dapat mengalami kegagalan ovulasi.

Obat ini sering digunakan untuk percobaan bunuh diri oleh


pasien dengan mental yang labil, tetapi intoksikasi benzodiazepin
biasanya tidak berat dan tidak memerlukan terapi khusus. Beberapa
kematian pernah dilaporkan dengan dosis di atas 700 mg
klordiazepoksid atau diazepam. Tidak jelas apakah hanya karena obat
ini, kombinasi dengan antidepresi lainnya atau kondisi tertentu pasien.
Derivat benzodiazepin sebaiknya jangan diberikan bersama alkohol,
barbiturat atau fenotfazin. Kombinasi ini mungkin menimbulkan efek
depresi yang berlebihan. Pada pasien gangguan pernafasan
benzodiazepin dapat memperberat gejala sesak nafas.

- Indikasi dan sediaan: Derivat benzodiazepin digunakan untuk


menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas dan keadaan
psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain sebagai
ansietas, derivat benzodiazepin digunakan juga sebagai hipnotik,
antikonvulsi, pelemas otot dan induksi anestesi umum. Sebagai
ansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat
diperlukan suntikkan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25-
100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalam 2-20
mg sehari; pemberian suntikan dapat diulang 3-4 jam. Klorazepat
diberikan sebagai oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi.
Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg. Diazepam
berbentuk tablet 2 dan 5 mg. Diazepam tersedia sebagai larutan untuk
pemberian rektal pada anak dengan kejang demam
Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat
pada rentang rendah terapetiknya dan meningkatkan dosis untuk
mencapai respon terapetik. Pemakaian benzodiazepin dengan waktu
paruh sedang (8 sampai 15 jam) kemungkinan menghindari beberapa
efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin
dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah
perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma
puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepin
mungkin lebih dan sekedar efek antikecemasan. Sebagai contohnya,
obat dapat menyebabkan pasien memandang berbagai kejadian dalam
pandangan yang positif. Obat juga dapat memiliki kerja disinhibisi
ringah, serupa dengan yang dilihat setelah sejumlah kecil alkohol.
Untuk diazepam sediaan tab. 2-5mg, ampul 10 mg/2cc dosis anjuran l0-
30mg/hari 2-3xsehari, i.v./i.m 2-10mg /3-4 jam.
BAB V

Kesimpulan

Jadi dari hasil praktikum kali ini mengenai Skrining Hipokratik dapat ditarik

beberapa kesimpulan yaitu :

1. Praktikan dapat memahami dan terampil melakukan skrining hipokratik.

2. Praktikan mampu menganalisa hasil dari skrining farmakologi obat.

3. Skrining hipokratik berfungsi untuk membedakan suatu bahan/sampel berguna

atau tidak berguna secara cepat dan relative murah.

4. Obat X kelompok 4 pada praktikum kali ini menunjukkan efek Penurunan

Sistem Saraf Pusat setelah dilakukan skrining.

5. Kesalahan dalam praktikum bisa saja terjadi karena beberapa faktor :

a. Human Error

b. Ketidaktepatan penyuntikan obat.

c. Larutan sampel obat yang terkontaminasi

d. Dan faktor-faktor lain.


Daftar Pustaka

Agung, E. N. 2012. Prinsip Aksi dan Nasib Obat Dalam Tubuh. Yogyakarta. Penerbit
Pustaka Pelajar.
Andrajati, Retno. 2007. Penuntun Praktikum Farmakologi. Depok : Laboratorium
Farmakologi dan Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia
Anonym. 1995. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Darmono, Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Jakarta. UI-Press.
Tim departemen Farmakologi FKUI.2007. Farmakologi dan Terapi.
FKUI:Jakarta.

Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Gilman, A.G., 2007, Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan
oleh Tim

Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X, 877, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai