Anda di halaman 1dari 38

SUPPOSITORIA DAN OVULA

I. Nama dan Kekuatan Sediaan


Nama Sediaan : Bisalaxan dan Povula
Kekuatan Sediaan : 10 mg
II. Prinsip Percobaan dan Teori Dasar
2.1. Prinsip Percobaan
Prinsip pembuatan suppositoria dan ovula berdasarkan suhu lebur bahan
dasar yang digunakan sehingga zat aktif dapat melarut dan tersebar secara merata.
Metode yang digunakan yaitu metode penuangan.
2.2. Teori Dasar

Supositoria merupakan sediaan berbentuk padat yang penggunaannya


dapat melalui dubur, biasanya berbentuk torpedo. Dapat melarut, melunak, atau
meleleh pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1995). Supositoria memiliki bentuk yang
membuat penggunaannya mudah dimasukkan ke celah yang diinginkan.
Supositoria untuk rektum umumnya berbentuk seperti peluru, torpedo, atau jari-
jari kecil. Berat supositoria rektal untuk dewasa kira-kira 3 gram, sedangkan berat
supositoria untuk anak-anak kira-kira 1 gram dengan ukuran lebih kecil (Ansel,
2005).

Ovula merupakan sediaan farmasi (bagian dari supositoria) yang digunakan


untuk pemakaian luar melalui vaginal, baik untuk tujuan lokal atau sistemik.
Sediaan ini berbentuk padat dengan berbagai bobot dan bentuk. Sifatnya meleleh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1995). Bentuk dan ukuran
yang dibuat harus membuatnya mudah untuk dimasukkan ke celah yang
diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan, dan mampu bertahan selama waktu
tertentu (Ansel, 2005).

Teknik pemberian obat mukosa telah diteliti secara luas. Keuntungan rute
ini dibanding rute lainnya adalah aspek administrasi termasuk menghindari
metabolisme lintas pertama dan meminimalkan iritasi lambung. Rektum memiliki
darah yang pasokannya baik, tidak adanya vili dan luas permukaan yang relatif
kecil (0,02-0,05 m2). Rektum juga mengandung sedikit cairan kental (0,5-1,25
mL) tersebar di permukaan. Rute administrasi rektal berguna untuk bayi dan anak-
anak yang mengalami kesulitan menelan, selama kondisi mual dan muntah dan
ketika pasien ada di bawah sadar (Vincent dkk, 2014).

Selain itu, rute administrasi melalui penggunaan supositoria juga cocok


untuk efek terapi lokal dan sistemik (Goodman, 2001). Supositoria bentuk sediaan
solid dapat menggunakan lipofilik atau basa hidrofilik. Supositoria ini meleleh
atau larut dalam cairan tubuh, akibatnya dapat melepaskan obat yang terperangkap
(Mosbah dkk, 2016).

Pembuatan supositoria dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu dengan


tangan, dengan mencetak hasil leburan, dan dengan kompresi (Syamsuni, 2012).

1. Pencetakan dengan tangan dilakukan dengan menggerus basis sedikit demi


sedikit dengan zat aktif di dalam mortar hingga homogen. Kemudian, massa
supositoria digulung menjadi silinder dan dipotong sesuai ukuran tang
dikehendaki. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dapat
dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Talk dapat digunakan untuk mencegah
melekatnya bahan pada tangan.

2. Pencetakan dengan kompresi dilakukan dengan mencetak massa dingin ke


dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Metode ini dapat mencegah
sedimentasi padatan yang larut dalam bahan pembawa supositoria.

3. Pencetakan tuang, sering digunakan dalam skala industri. Langkahnya yaitu


melelehkan bahan pembawa di atas penangas air hingga homogen,
membasahi cetakan (agar tidak melekat pada dinding) menggunakan lubrikan,
menuang hasil leburan supositoria, lalu pendinginan yang dilakukan secara
bertahap (suhu kamar, lalu pada lemari pendingin), kemudian melepaskan
supositoria dari cetakan (Lachman, 1994).

Kelebihan sediaan supositoria yaitu:

1. Menghindari terjadinya iritasi pada lambung


2. Menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung

3. Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral

4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar

Kekurangan sediaan supositoria yaitu:

1. Daerah absorpsinya lebih kecil

2. Absorpsi hanya melalui difusi pasif

3. Pemakaian kurang praktis

4. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH asam

(Syamsuni, 2012).

Untuk memilih basis supositoria, diperlukan sifat basis yang ideal. Syarat
basis yang ideal diantaranya dapat melebur pada temperature rektal, tidak toksik,
dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat, tidak berbentuk metastabil,
mudah dilepas dari cetakan, memiliki sifat emulsifikasi, bilangan airnya tinggi,
stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan, dapat dibentuk dengan
tangan/mesin/kompresi. Jika basis adalah lemak, maka bilangan asam < 0,2,
bilangan penyabunan 200-245, bilangan iodine < 7, interval antara titik lebur dan
titik pemadatan tajam (Lachman, 1994).

Basis supositoria dibedakan menjadi dua, yaitu basis lemak dan basis larut
air. Basis lemak adalah basis yang terdiri dari oleum cacao dan macam-macam
asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan
minyak biji kapas (Lachman, 1994). Sedangkan basis larut air merupakan basis
gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi
sifatnya terlalu lunak untuk dimasukkan ke dalam rektal, sehingga digunakan
untuk vagina dan uretra. Basis ini bercampur dan melarut dalam cairan tubuh
lebih lambat dari oleum cacao, sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis
PEG merupakan polimer dari etilen oksida dan air. PEG yang umum digunakan
adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000.
Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing
polimernya. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan
dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk
memperoleh basis suppo dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan.
PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi
daripada suhu tubuh (Ansel, 2005).

Bisakodil adalah laksativa stimulan difenilmetana yang digunakan untuk


penanganan konstipasi dan untuk evakuasi usus sebelum prosedur operasi
dominal. Penggunaan bisakodil dapat menimbulkan efek samping
ketidaknyamanan seperti kolik atau kram. Penggunaan berkepanjangan atau
overdosis dapat menyebabkan diare dengan kehilangan air berlebih dan elektrolit,
khususnya kalium; ada juga kemungkinan atonia, usus besar yang tidak berfungsi.
reaksi hipersensitivitas, termasuk reaksi angioedema dan anafilaktoid. Saat
diberikan secara rektal, bisakodil terkadang menyebabkan iritasi dan dapat
menyebabkan proktitis atau pengelupasan epitel (Sweetman dkk, 2009).

Povidone-iodine adalah iodofor yang digunakan sebagai desinfektan dan


antiseptik terutama untuk pengobatan yang terkontaminasi luka dan persiapan
sebelum operasi kulit dan selaput lendir serta untuk desinfeksi peralatan.
Povidone-iodine dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan iritasi kulit dan
selaput lendir, meskipun reaksi yang parah jarang terjadi dan povidone-iodine
dianggap kurang mengiritasi daripada yodium (Sweetman dkk, 2009).

III. Tujuan Percobaan


- Dapat membuat sediaan suppositoria dan ovula yang stabil secara farmasetika
- Dapat melakukan evaluasi sediaan suppositoria dan ovula dengan beberapa
parameter
- Dapat memahami cara perhitungan dan penimbangan sediaan suppositoria
dan ovula
IV. Preformulasi Zat Aktif
4.1. Bisacodyl (Suppositoria)

Gambar struktur Bisacodyl


Rumus molekul : C22H19NO4
Berat molekul : 361,40
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hamper putih, tidak
berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 100
bagian etanol (95%), dalam 35 bagian kloroform
dan dalam 170 bagian eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Untuk pengobatan sembelit dan evakuasi usus
sebelum operasi
Katagori obat : Obat bebas
Inkompabilitas : Tidak kompatibel dengan pengoksidasi kuat
Stabilitas : Tidak stabil pada pH asam
Efek samping : Rasa tidak nyaman atau nyeri perut, diare, mual,
muntah, vertigo, pendarahan saat buang air besar,
iritasi dubur, gangguan elektrolit
Kontra indikasi : Pasien dengan sakit perut akut, mual dan muntah,
dan gejala-gejala lain apendisitis atau sakit perut
yang tak terdiagnosa serta pasien dengan
obstruksi usus
Indikasi : Laksatif stimulant, persiapan sigmoidoskopi,
proktoskopi, radiologi atau pembedahan
Farmakologi : Bisacodyl dikonversi menjadi metabolit aktif
desasetil bis (p-hidroksifenil)-piridil-2-metana
oleh enzim dan bakteri saluran cerna.

Dosis dan : Untuk konstipasi, bisacodyl diberikan 5 sampai 10


Aturan pakai mg per hari sebagai tablet salut enteric saat malam
hari atau 10 mg sebagai suppositoria diberikan
saat pagi hari.
(Dirjen POM, 1995: 115; Martindale, 2009: 457; Sweetman, 2009: 1710)

4.2. Povidone (Ovula)

Gambar struktur Povidon


Rumus molekul : C6H9NO
Bobot jenis : 1,18 g/cm3
Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah
atau tidak berbau, higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalam air, etanol 95%, dan kloroform
praktis tidak larut dalam eter p, aseton p, dan
dalam heksan, kelarutan tergantung dari bobot
molekul rata-rata
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik kedap
Kegunaan : Antiseptic pembunuh bakteri, virus, dan jamur
Katagori obat : Obat bebas
inkompabilitas : Dapat membentuk molecular addict dalam larutan
dengan sulfatazol, natrium salisilat, asam salisilat,
penobarbital, dan tannin
Stabilitas : Stabil pada pemanasan 110-130˚C dalam waktu
yang sebentar, dapat berubah warna menjadi gelap
dengan pemanasan 105˚C dan terjadi penurunan
kelarutan dalam air.
Efek samping : Rasa panas, kemerahan hingga bengkak, dan
iritasi local didaerah yang diobati
Indikasi : Membunuh bakteri, virus, dan jamur (sebagai
antiseptic), membersihkan luka

Dosis dan : Obat kumur: 10 mL dikumur selama 30 detik dan


Aturan pakai dilakukan sehari 4x dengan selang waktu 3-4 jam
selama 14 hari
Obat topikal: gunakan secukupnya ditempat yang
ingin diobati
(Dirjen POM, 1979: 510; Rowe et al, 2009: 611-616)

V. Preformulasi Zat Tambahan

5.1 Oleum Cacao

Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa


khas lemak dan agak rapuh
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol 95%, mudah larut dalam
kloroform, eter, dan eter minyak tanah
Titik leleh : 31-34˚C
Stabilitas : Pemanasan lebih dari 36˚C selama penyiapan
suppositoria dapat menyebabkan penurunan kepadatan
dan bentuk metastabil yang menyebabkan kesulitan
dalam membuat suppositoria. Oleum cacao harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Inkompabilitas : Terjadi reaksi kimia antara basis lemak suppositoria dan
jarang pada obat yang sama tetapi beberapa potensial
untuk beberapa indikasi
Kegunaan :
Basis suppositoria (40-96%)
(HOPE, hal.517; Martindale, 2009: 1110; Rowe et al, 2005: 725)
5.2 PEG 400 (Polyethylene Glycol-400)
Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak
berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol 95%, dalam aseton, dalam
glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatic
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Secara kimia stabil dalam air dan udara
Inkompabilitas : Inkompatibel dengan zat pewarna
Kegunaan : Basis ovula
(Dirjen POM, 1979: 504)
5.3 PEG 6000 (Polyethylene Glycol-6000)

Pemerian : Serbuk licin, berwarna putih, atau potongan putih


kuning gading, praktis tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95%, dan dalam
kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Secara kimia stabil didalam air dan udara
Inkompabilitas : Inkompatibel dengan zat pewarna
Kegunaan : Basis ovula
(Dirjen POM, 1979: 506)

VI. Preformulasi Wadah Kemasan


6.1. Primer
Suppositoria yang dibuat dengan basis Oleum cacao harus terjaga suhunya
karena sifatnya termolabil, mudah meleleh. Kemasan primer yang dipilih harus
bersifat tidak toksik dan tidak bereaksi dengan zat didalam sediaan. Kemasan
aluminium foil adalah yang paling tepat karena bersifat inert, menghalangi
oksigen, cahaya, bau, dan kuman. Aluminium foil juga berfungsi sebagai insulator
yang baik dan mampu melindungi sediaan dari perubahan suhu yang signifikan
jika disimpan pada suhu 30˚C (Suyitno, 1990: 43).
6.2. Sekunder
Kemasan sekunder yang digunakan untuk suppositoria dan ovula yaitu
kemasan box yang terbuat dari kertas atau karton tebal sehingga sediaan
terlindungi dari pengaruh cahaya serta untuk melindungi aluminium foil dari
gesekan saat distribusi dan penyimpanan (Suyitno, 1990)
VII. Analisis Pertimbangan Formula
7.1. Bisacodyl
Bisacodyl adalah obat untuk sembelit, menghilangkan nyeri pada buang
air besar seperti hemoroid sebelum dan sesudah operasi. Untuk memperoleh efek
local yang cepat, maka bisacodyl dibuat menjadi suppositoria sehingga dapat
merangsang saraf enteric dan menyebabkan kontraksi kolon atau usus besar (Tjay,
2007). Sediaan suppositoria ini tidak melalui absorpsi terlebih dahulu sehingga
efek yang diberikan lebih cepat disbanding sediaan oral (Martindale, 2009).
7.2. Povidone
Povidone digunakan sebagai zat aktif pada sediaan ovula karena berfungsi
sebagai antiseptik yang dapat mengobati keputihan akibat Candida. Obat ini
dibuat dengan tujuan local agar dihasilkan efek yang cepat dan sebagai
pengobatan pertama untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka-luka (Dirjen
POM, 2014).
7.3. Oleum cacao
Basis Oleum cacao dipilih untuk suppositoria bisakodil karena dapat
memadat pada suhu penyimpanan dan dapat meleleh pada suhu tubuh. Bisakodil
adalah zat yang praktis tidak larut dalam air maka untuk pengobatan local
diperlukan basis yang bersifat nonpolar sehingga dapat mengikat zat aktif secara
kuat ditempat pemberian (Dirjen POM, 1979: 115).
7.4. PEG
PEG dipilih sebagai basis ovula karena sifatnya yang inert, tidak mudah
terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan
berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis dari ovula yang
dikehendaki. PEG 400 merupakan cairan bening tidak berwarna sedangkan PEG
6000 berupa lilin putih padat. PEG 400 apabila digunakan dengan PEG 6000 akan
menurunkan titik lebur dari PEG 6000 sehingga ovula yang dihasilkan memiliki
titik lebur dan waktu larut yang dipersyaratkan. Selain itu, kelarutan PEG dan
povidone sama-sama larut didalam air sehingga PEG akan mengikat povidone
dengan kuat, lambat pelepasannya, dan terjadi efek local di vagina (Raymond,
2006).
VIII. Formula
8.1. Formula 5 (Suppositoria)
Bisakodil 10 mg
Oleum cacao 100%
mf suppo No. XII @4 gram
8.2. Formula 6 (Ovula)
Povidone 10%
PEG 400 50%
PEG 6000 50%
mf ovula No. XII @4 gram
IX. Perhitungan dan Penimbangan
9.1. Formula 5 (Suppositoria)
Bisakodil 10 mg
Oleum cacao 100%
mf suppo No. XII @4 gram
Kandungan bisakodil/suppo : 10 mg
Bobot suppositoria : 4 gram
Jumlah sediaan yang dibuat : 12 suppositoria (+2)
9.1.1. Perhitungan Bahan
a. Perhitungan Suppositoria dengan Basis 100% (Data teoritis)
100
Oleum cacao 100% = x 4 gram= 4 gram x 8 suppo= 32 gram
100
b. Perhitungan Suppositoria dengan 10% Zat aktif + 90% Basis
(Data praktis)
bisakodil = 10 mg 14 suppo= 140 mg
oleum cacao = 4 g – 0,1 g
= 3,99 g x 14 suppo
= 55,86 g
c. Hasil Praktikum (Data sebenarnya)
x 100% basis = 2,39 g
x 100% zat aktif = 2,43 g
10
10% bisakodil = x 2,43 g = 0,24 g
100
90
90% Ol.cacao = x 2,43 g = 2,19 g
100
Basis yang digunakan = basis sebenarnya – bobot basis praktikum
= 2,39 g – 2,19 g
= 0,20 g
basis yang dapat diganti ZA
Zat aktif sebenarnya = x 100%
bobot basis sebenarnya
0,20 g
= x 100%
2,39 g
= 8,37%
% Basis sebenarnya = 100% - (hasil % ZA sebenarnya)
= 100% - 8,37%
= 91,63%
9.1.2. Perhitungan Bilangan Pengganti
Boobt ZA formula yg menempati suppo ≈ bobot basis yg dapat diganti ZA
0,24 g ≈ 0,20 g
0,20 g
1g ≈
0,24 g
1 g ZA ≈ 0,83 g basis
0,01 g ZA ≈ 0,0083 g basis
10 mg ZA ≈ 8,3 mg basis
9.1.3. Perhitungan Suppo formula
Bisakodil= 10 mg
Basis yang digantikan 10 mg ZA bisakodil
= bobot suppo sebenarnya – bobot basis setara 10 mg ZA
= 2,39 g – 0,0083 g
= 2,3817 g
% Zat Aktif thd basis yg dapat diganti
bobot basis setara dgn bisakodil 10 mg
= x 100%
bobot suppo sebenarnya
0,0083 g
= x 100%
2,39 g
= 0,35%
9.1.4. Tabel Perhitungan dan Penimbangan

Nama bahan Konsentrasi Perhitungan Untuk 1 Untuk 14


1 suppo suppo suppo
Bisakodil 10 mg 10 mg 10 mg x 1 10 mg x 14
= 10 mg = 140 mg
Oleum cacao 100 % 100 2,3817 g x 1 2,3817 g x 12
x 2,3817
100
= 2,3817 g = 33,3438 g
g
= 2,3817 g

9.2. Formula 6 (Ovula)


Povidone 10%
PEG 400 50%
PEG 6000 50%
mf suppo No. XII @4 gram

Kandungan Povidone/ovula : 10 mg
Bobot ovula : 4 gram
Jumlah sediaan yang dibuat : 12 ovula (+4)
9.2.1. Perhitungan dan Penimbangan Ovula
Nama bahan Konsentrasi Perhitungan Untuk 1 Untuk 16
1 ovula ovula ovula
Povidon 10 % 10 0,4 g x 1 0,4 g x 16
x4g
100
= 0,4 g = 6,4 g
= 0,4 g
PEG-400 50 % 50 1,8 g x 1 1,8 g x 16
x 3,6 g
100
= 1,8 g = 28,8 g
= 1,8 g
PEG-6000 50 % 50 1,8 g x 1 1,8 g x 12
x 3,6 g
100
= 1,8 g = 28,8 g
= 1,8 g

X. Prosedur Pembuatan dan Evaluasi


10.1. Prosedur Pembuatan
10.1.1. Kalibrasi Alat Pencetak Suppositoria/Ovula
Persiapan alat cetak supo/ovula yang akan digunakan dengan cara
membuka alat cetak dan membersihkan dari debu atau kotoran yang mungkin
melekat lalu mengeringkannya. Kemudian Siapkan basis supo/ovula yang
digunakan dalam formula disiapkan sesuai metoda pembuatan supo/ovula yang
digunakan. Lalu alat cetak yang telah siap dilumasi dengan parafin liquid
secukupnya (jangan terlalu banyak karena akan mempengaruhi volume kalibrasi
alat cetak), lalu tutup alat cetak dan dipastikan sudah terkunci dengan rapat dan
tidak miring. Lalu basis supo/ovula dimasukkan kedalam alat cetak sampai setiap
lubang terisi penuh (lebih baik untuk dilebihkan sedikit karena akan menyusut
saat proses pemadatan). Kemudian didiamkan pada suhu kamar (± 15’) lalu
cetakan dimasukkan kedalam kulkas sampai konsistensi terlihat padat, dilanjutkan
ke dalam freezer untuk menyempurnakan kepadatan dari supositoria (basis).
Kemudian dikeluarkan dari freezer dan cetakan dan supo/ovula (basis) ditimbang.
10.1.2. Penentuan Bilangan Pengganti
Supositoria yang mengandung basis saja dibuat dengan cara membuat
basis suppo dan dituang kedalam cetakan kemudian basis suppo dibiarkan pada
suhu kamar sampai memadat sempurna dan diempurnakan pemadatannya pada
suhu dingin (4˚C) selama 30 menit. Lalu suppo basis dikeluarkan dari cetakan dan
ditimbang.
Membuat supositoria dengan 10% zat aktif dengan cara membuat lelehan
basis suppo (90%) kemudian ditimbang 10% zat aktif dan dimasukkan ke dalam
lelehan basis suppo yang sudah turun suhunya sampai nilai tertentu bergantung
stabilitas zat aktif. Lalu diaduk sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis
kemudian dituang ke dalam campuran dan dibiarkan memadat. Kemudia suppo
dikeluarkan dan ditimbang.
10.1.3. Pembuatan Suppositoria/Ovula
Alat dan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan dan dipastikan
semua alat dalam keadaan bersih dan kering sebelum proses pembuatan
dilakukan. Lalu bahan ditimbang sesuai kebutuhan berdasarkan hasil perhitungan
dan penimbangan formula. Kemudian cetakan disiapkan bisa dengan 2 cara yaitu
cara pertama cetakan dipanaskan dahulu pada penangas air dan dalam keadaan
terbuka (dipastikan untuk membalikan cetakan, agar panas merata pada keduasisi
cetakan) serta cara kedua cetakan supositoria/ovula dipastikan dalam keadaan
tertutup dan terkunci rapat, kemudian digosok dengan lilin padat pada seluruh
permukaan dimana pertemuan antarsisi pada cetakan (dipastikan seluruh
permukaan tertutup oleh lilin, agar massa supositoria/ovula yangsudah dituang
tidak keluar melalui celah cetakan yang dimaksud). Setelah itu, dilakukan proses
peleburan basis di atas penangas air menggunakan cawan penguap lalu semua
padatan digerus menggunakan lumpang sampai halus dan homogeny. Setelah
basis melebur dengan sempurna, dimasukkan kedalamnya padatan yang telah
digerus kemudian diaduk perlahan mengunakan batang pengaduk sampai
homogen. Kemudian cetakan diangkat dari penangas air dan diletakkan di atas
meja praktikum yang telah dialasi lap. Cetakan kemudian dilumasi dengan parafin
liquid (jangan terlalu banyak karena akan mengurangi volume massa
supositoria/ovula yang telah ditentukan). Lalu dilakukan penuangan massa
supositoria/ovula ke dalam cetakan dengan cara mengangkat massa
supositoria/ovula dari penangas air menggunakan penjepit kayu dan proses
penuangan dilakukan dengan cepat dan akurat, selain untuk menghindari massa
supositiria/ovula tidak memadat sebelum tertuang semua, juga supaya kandungan
zat aktif seragam, serta memastikan suhu cetakan tetap panas selama penuangan.
Penuangan tidak dilakukan langsung dari cawan penguap melainkan
menggunakan batang pengaduk sebagai jembatan penuangan ke dalam lubang
cetakan. Kemudian massa supositoria/ovula dituang sampai setiap lubang terisi
penuh (sebaiknya dilebihkan sedikit karena akan menyusut saat proses
pemadatan). Setelah itu didiamkan terlebih dahulu pada suhu kamar (± 15’) lalu
cetakan dimasukkan ke dalam kulkas beberapa saat sampai konsistensi terlihat
padat, dilanjutkan ke dalam freezer untuk menyempurnakan kepadatan dari massa
supositoria/ovula (basis + zat aktif). Setelah dikeluarkan dari freezer dan cetakan
kemudian sediaan dipisahkan untuk dilakukan evaluasi dan untuk dikumpulkan
saat penyerahan laporan (bersama dengan wadah dan kemasan). Hindari kontak
langsung dengan suhu tubuh ataupun berada pada suhu kamar dalam waktu yang
lama. Kemudian dilakukan perhitungan bilangan pengganti supositoria/ovula.
Penggunaan sediaan: Keseragaman bobot = 10 sediaan, Evaluasi penampilan
(homogenitas) = 3 sediaan, Kisaran meleleh dan waktu leleh = 3 sediaan, dan
Laporan = 3 sediaan lalu dipastikan untuk memberi label agar tidak tertukar antar
formula yang dibuat dan dengan sediaan kelompok lain.
10.2. Prosedur Evaluasi
10.2.1. Uji Organoleptik
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing 3 sediaan
suppositoria dan ovula secara acak kemudian diamati bentuk, warna, bau,
bengkok, lubang eksudasi dan keretakan pada suppositoria dan ovula.
10.2.2. Uji Homogenitas
Pengujian dilakukan menggunakan cutter atau pisah kemudian sebanyak
masing-masing 3 suppositoria dan ovula dipotong rata/simetris secara longitudinal
lalu diamati secara visual ketersebaran zat aktifnya pada bagian internal dan
eksternal dimana harus terlihat homogen. Prosedur dilakukan untuk masing-
masing sediaan kemudian alat uji dibersihkan dan dirapihkan kembali.

10.2.3. Uji Kisaran leleh dan Waktu leleh


Thermometer dan stopwatch disiapkan kemudian sediaan diambil masing-
masing 3 suppositoria dan ovula secara acak. Cawan penguap disiapkan diatas
penangas air dan dilakukan pengujian secara serempak dengan memasukkan
masing-masing 3 sediaan suppo dan ovula kedalam cawan penguap. Setelah itu
ditentukan suhu dan waktu saat sediaan mulai meleleh dan setelah meleleh
sempurna.
10.2.4. Uji Keseragaman Sediaan (Keragaman bobot)
Pengujian dilakukan menggunakan alat uji Analytical balance yang bersih
dan kering. Sampel yang digunakan pada perngujian ini adalah masing-masing 10
suppo dan ovula yang dipilih secara acak. Pengujian dilakukan dengan cara
menimbang masing-masing 10 sediaan suppo dan ovula seluruhnya dan
menimbang satu persatu sediaan. Kemudian alat uji dibersihkan dan dirapihkan
kembali.
XI. Evaluasi dan Data Pengamatan
11.1. Uji Organoleptis
 Data Pengamatan

Lubang
Supositoria Bentuk Warna Bau Eksudas Bengkok Retak
i
Kerucu Putih Tidak
1 Khas Ada Ada
t kekuningan ada
Kerucu Putih Tidak
2 Khas Ada Ada
t kekuningan ada
Kerucu Putih Tidak Tidak
3 Khas Ada
t kekuningan ada ada

Lubang
Ovula Bentuk Warna Bau Bengkok Retak
Eksudasi
Tidak
1 Torpedo Jingga Khas Ada Tidak ada
ada
Tidak
2 Torpedo Jingga Khas Ada Ada
ada
3 Torpedo Jingga Khas Tidak ada Tidak ada Ada

 Prosedur
Pengujian dilakukan menggunakan cutter dan kertas perkamen sebagai
alas. Sampel yang digunakan masing-masing sebanyak 3 sediaan
supositoria dan ovula. Sediaan dipotong secara vertikal menggunakan
cutter dengan kertas perkamen sebagai alas. Kemudian diamati secara
visual untuk melihat ada atau tidaknya keretakan, lubang eksudasi cairan,
dan pembengkakan basis. Kemudian sediaan dipotong secara vertikal
kembali untuk melihat ada atau tidaknya migrasi zat aktif. Dilakukan
pengujian yang sama pada 3 sediaan supositoria dan 3 sediaan ovula. Alat
kemudian dibersihkan.
 Penafsiran Hasil
Pada sediaan yang baik, tidak ditemukan adanya lubang eksudasi,
keretakan, dan bengkokkan.
 Kesimpulan
Sediaan supositoria dan ovula bukan sediaan yang baik atau tidak
memenuhi persyaratan karena ditemukan adanya lubang eksudasi,
keretakan dan bengkokkan.
11.2. Uji Homogenitas Zat Aktif
 Data Pengamatan

No Homogenitas Zat Aktif Dalam Sediaan


Sediaan Supositoria Ovula
1 Tidak homogen Homogen
2 Homogen Tidak homogen
3 Homogen Tidak homogen

 Prosedur
Pengujian dilakukan menggunakan cutter dan kertas perkamen sebagai
alas. Sampel yang digunakan masing-masing sebanyak 3 sediaan
supositoria dan ovula. Sediaan dipotong secara vertikal menggunakan
cutter dengan kertas perkamen sebagai alas. Kemudian diamati secara
visual untuk melihat ada atau tidaknya penumpukan zat aktif pada suatu
tempat. Dilakukan pengujian yang sama pada 3 sediaan supositoria dan 3
sediaan ovula. Alat kemudian dibersihkan.
 Penafsiran Hasil
Pada sediaan yang baik, tidak akan tampak penumpukan zat aktif
(padatan) pada suatu tempat.
 Kesimpulan
Sediaan supositoria dan ovula bukan sediaan yang baik atau tidak
memenuhi persyaratan karena masih ditemukan sediaan yang zat aktifnnya
menumpuk di suatu tempat.
11.3. Uji Kisaran Dan Waktu Leleh
 Data Pengamatan

Sediaa Supositoria Ovula


Waktu leleh Suhu leleh Waktu leleh Suhu leleh
n T0 T1 T0 T1 T0 T1 T0 T1
1 3’20’’ 10’30’’ 25°C 37°C 0’40’’ 5’27’’ 25°C 34°C
2 3’36’’ 10’40’’ 24°C 38°C 0’46’’ 5’32’’ 26°C 35°C
3 3’43’’ 10’46’’ 28°C 36°C 0’54’’ 6’08’’ 28°C 33°C

 Prosedur
Pengujian ini dilakukan menggunakan stopwatch dan thermometer.
Sampel yang digunakan masing-masing 3 sediaan supositoria dan ovula
yang dipilih secara acak. Pengujian dilakukan secara serempak dengan
memasukkan 3 sediaan pada masing-masing cawan penguap. Pada saat
sediaan mulai meleleh, diukur waktu dan suhu nya sampai sediaan meleleh
sempurna. Dilakukan pengujian yang sama untuk sediaan supositoria dan
ovula. Alat kemudian dibersihkan.
 Penafsiran Hasil
Pada sediaan yang baik memiliki suhu dan waktu leleh sempurna yaitu
pada suhu tubuh (± 37°C) selama 15 menit.
 Kesimpulan
Sediaan supositoria dan ovula bukan sediaan yang baik atau tidak
memenuhi persyaratan karena tidak meleleh sempurna pada suhu 37°C
dan dengan waktu kurang dari 15 menit.
11.4. Uji Keseragaman Bobot
 Data Pengamatan

Bobot (gram)
Sediaan
Supositoria Ovula
1 3,38 4,29
2 3,39 4,29
3 3,49 4,10
4 3,40 4,22
5 3,49 4,22
6 3,35 4,15
7 3,45 4,25
8 3,40 4,12
9 3,35 4,11
10 3,33 4,12
ΣX 34,03 41,87
Rata-rata 3,403 4,12
SD 0,003 0,006

 Prosedur
Pengujian dilakukan menggunakan alat Analytical balance yang bersih
dan kering. Sampel yang digunakan masing-masing 10 sediaan supositoria
dan ovula yang dipilih secara acak. Pengujian dilakukan dengan
menimbang seluruh sediaan kemudian dilakukan penimbangan satu
persatu tiap sediaan. Dilakukan perlakuan yang sama pada sediaan
supositoria dan ovula. Alat kemudian dibersihkan.
 Rumus dan Perhitungan

Supositoria Ovula
Penyimpangan 5%: Penyimpangan 5%:
5 5
x 3,403 g = 0,17015 g x 4,12 g = 0,206 g
100 100
Batas atas: 3,403 g + 0,17015 g = Batas atas: 4,12 g + 0,206 g = 4,326
3,57315 g g
Batas bawah: 3,403 g – 0,17015 g = Batas bawah: 4,12 g – 0,206 g =
3,23285 g 3,914 g
Rentang 5%: 3,23285 g – 3,57315 g Rentang 5%: 4,326 g – 3,914 g
Penyimpangan 10%: Penyimpangan 10%:
10 10
x 3,403 g = 0,3403 g x 4,12 g = 0,412 g
100 100
Batas atas: 3,403 g + 0,3403 g = 3,7433 g Batas atas: 4,12 g + 0,412 g = 4,532
Batas bawah: 3,403 g – 0,3403 g = g
3,0627 g Batas bawah: 4,12 g – 0,412 g =
Rentang 5%: 3,0627 g – 3,7433 g 3,708 g
Rentang 5%: 4,532 g – 3,708 g
 Penafsiran Hasil
Tidak lebih dari 2 (dua) sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata sebesar >5%, dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya
menyimpang >10%.
 Kesimpulan
Sediaan supositoria dan ovula memenuhi persyaratan karena tidak ada 2
supositoria atau ovula yang bobotnya menyimpang lebih dari 5% dan tidak
ada satu pun yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%.

XII. Pembahasan
12.1. Suppositosia
Menurut Farmakope Indonesia 1995, supositoria adalah sediaan padat
dalam berbagai bobot atau bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada tubuh. Supositoria
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau juga sebagai pembawa zat
terapeutik yang bersifat lokal maupun sistemik. Bahan dasar supositoria yang
umumnya digunakan yaitu diantaranya lemak coklat, gelatin tergliserinasi,
minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan ester asam lemak
polietilen glikol.
Penggunaan supositoria memiliki tujuan yaitu diantaranya untuk
pemberian secara lokal seperti pada pengobatan wasir, hemoroid, atau infeksi
lainnya. Untuk tujuan sistemik digunakan jika pasien tidak memungkinkan untuk
menelan obat sehingga melalui sistemik agar dapat diserap oleh membran mukosa
dalam rektum. Dan supositoria bertujuan untuk menghindari perusakan obat oleh
enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di
dalam hati (Syamsuni, 2006).
Sediaan supositoria memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk obat
yang tidak bisa diberikan melalui rute oral karena gangguan saluran cerna, dapat
diberikan pada anak bayi atau lansia yang susah menelan, dan bisa juga digunakan
untuk zat aktif yang tidak sesuai melalui rute oral karena dapat mengalami first
pass effect (FPE) atau berefek samping pada saluran cerna. Sedangka kekurangan
supositoria yaitu daerah absorpsinya lebih kecil, absorpsi hanya melalui difusi
pasif, pemakaian kurang praktis, dan tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang
rusak oleh pH di rektum (Jones D, 2008).
Basis supositoria mempunyai peranan yang penting dalam pelepasan obat
yang dikandungnya. Salah satu syarat utama basis supositoria adalah selalu padat
dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh
sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah
pemakaian (H.C. Ansel, 1989)
Yang perlu diperhatikan untuk basis yang digunakan pada supositoria
adalah asal dan komposisi kimianya, jarak lebur/leleh, solid-Fat Index (SFI),
bilangan hidroksil, titik pemadatan, bilangan penyabunan (saponifikasi), bilangan
iodide, bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak), dan
Bilangan asam.
Syarat-syarat basis yang ideal antara lain adalah melebur pada temperatur
rektal, tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi, dapat bercampur
(kompatibel) dengan berbagai obat, tidak berbentuk metastabil, mudah dilepas
dari cetakan, memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi, bilangan airnya
tinggi, stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan, dapat dibentuk dengan
tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi
Macam-macam basis suppositoria antara lain adalah sebagai berikut:
A. Basis Lemak yang diantanya:
1. Lemak Coklat, diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa bungkus dan
telah disangrai dari Theobroma cacao. Lemak coklat memiliki kontraktibilitas
yang relatif rendah, sehingga pada saat pembekuannya akan mudah melekat pada
cetakannya (Voigt, 1971).
2. Lemak Keras (Adeps solidus, Adeps neutralis), terdiri dari campuran
mono-, di-, dan trigliserida asam-asam lemak jenuh C10H21COOH. Produk
semisintesis ini didominasi oleh asam laurat warna putih, mudah patah tidak
berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk
menjadi tengik (angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39).
Sifat kontraktilitasnya tinggi sehingga pelapisan cetakan dipandang tidak perlu,
demikian pula pendinginan mendadak tidak terjadi. Pembekuan yang terlalu cepat
mengakibatkan terjadinya pembentukan celah dan kerut pada permukaan
supositoria (Voigt, 1971).
B. Basis Yang Larut Dengan Air
1. Masa melebur suhu tinggi larut air (Polietilenglikol), Polietilenglikol
merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat bermacam-macam panjang
rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam berat molekul dan yang
paling banyak digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350,
4000, dan 6000. Pemberian nomor menunjukan berat molekul rata-rata dari
masing-masing polimernya. PEG yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400,
dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul
rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya bertambah
dengan bertambahnya berat molekul (Ansel, 1989). Polietilenglikol luas
penggunaannyadalam berbagai formulasi farmasetika termasuk parenteral,
topikal, ophthalmic oral dan rektal. Polietilenglikol ini stabil dalam air dan tidak
mengiritasi kulit (Raymond, 2006).
2. Masa elastis larut air (Gliserol-Gelatin), Gliserol adalah zat cair kental
yang rasanya manis. Gliserol memberikan kelenturan gel dan memperkuat
perajutan perancah gel gelatin. Konsentrasi gliserol dalam masa supositoria pada
basis gelatin harus serendah mungkin, oleh karena gliserol dalam konsentrasi
tinggi aktif sebagai pencahar (Voigt, 1971).
C. Basis-Basis Lainnya
Basis yang termasuk dalam kelompok ini adalah campuran bahan bersifat
seperti lemak dan larut dalam air atau bercampur dengan air atau kombinasi dari
bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Beberapa diantaranya berbentuk emulsi,
umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan
berair. Polioksi 40 stearat suatu zat aktif pada permukaan yang digunakan pada
sejumlah basis supositoria dalam perdagangan dan distearat dari polioksietilen dan
glikol bebas. Panjang polimer rata-rata sebanding dengan 40 unit oksietilen
(H.C. Ansel, 1989).
Supositoria dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan
tangan, pencetakan dengan kompresi dan pencetakan dengan penuangan (HC.
Ansel, 1989).
1. Pencetakan dengan tangan /manual
Pencetakan dengan tangan /manual merupakan metode paling sederhana,
praktis dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya
dengan menggerus bahan pembawa / basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di
dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa suppositoria yang mengandung
zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong sesuai diameter
dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan
dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat
digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak
massa yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat
kompresi ini terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode
kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama,
karena metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan
pembawa suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar
produksi dan digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak
coklat / oleum cacao. Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG
1450 – heksametriol-1,2,6 6% dan 12% polietilen oksida 4000.
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk
pembuatan skala industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan.
Cara ini dapat dipakai untuk membuat suppositoria dengan hampir semua
pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 - 600 suppositoria. Pada
dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan pembawa
dalam penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk
mencegah melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan
menjadi suppo, selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar,
lalu pada lemari pendingin bersuhu 7-10 0C, lalu melepaskan suppo dari cetakan.
Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari baja tahan karat, aluminium,
tembaga atau plastik.
Pada percobaan pembuatan supositoria ini zat aktif yang digunakan adalah
bisakodil dengan kekuatan sediaan 10 mg. Bisakodil adalah zat aktif yang
berkhasiat untuk menghilangkan rasa nyeri pada saat buang air besar. Dibuat
dalam bentuk sediaan supositoria karena bentuk sediaan ini akan membantu
memberikan efek terapi yang cepat dibandingkan dalam bentuk per oral. Sediaan
dalam bentuk per oral, kerja obat harus melalui absorbsi disaluran gastrointestinal
terlebih dahulu, sedangkan sediaan supositoria tidak melalui absorbsi sehingga
efek terapi yang diberikan akan lebih cepat dan juga dapat merangsang saraf
enterik yang akan menyebabkan kontraksi pada usus besar. Basis yang digunakan
pada praktikum kali ini adalah oleum cacao yang merupakan basis lemak sebagai
pembawa zat aktif agar dapat dilepaskan pada tempat tujuan pengobatan. Basis
tersebut dipilih karena dilihat dari kelarutan zat aktif bisakodil yang praktis tidak
larut dalam air sehingga digunakanlah basis lemak. Oleum cacao dapat melebur
dalam suhu tubuh karena memiliki titik lebur 31-37℃, namun jika basis yang
telah ditambahkan zat aktif maka titik leburnya akan bertambah menjadi 35-37℃.
Pada pembuatan supositoria dengan basis oleum cacao dilebihkan penggunaanya
karena pada saat basis dilebur maka akan menguap dan pada saat didinginkan
basis akan menyusut sehingga kandungannya berkurang. oleum cacao merupakan
basis lemak coklat yang memiliki kontraktibilitas yang relatif rendah, sehingga
pada saat pembekuannya akan mudah melekat pada cetakannya. Pada praktikum
kali ini digunakan metode peleburan yang pada dasarnya langkah-langkah dalam
metode ini ialah melelehkan basis dalam penangas air hingga homogen,
membasahi cetakan dengan parafin liquid untuk mencegah melekatnya
suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo,
selanjutnya pendinginan pada lemari pendingin, lalu melepaskan suppo dari
cetakan dan dilakukan evalusi sediaan
Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk menentukan karakteristik sediaan
dan menentukan apakah sediaan memenuhi persyaratan atau tidak. Uji evaluasi
sediaan yang lakukan meliputi uji organoleptis, uji homogenitas sediaan, uji
keseragaman bobot, dan uji kisaran dan waktu leleh. Pertama, uji organoleptis
yang bertujuan untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau dari supositoria yang
dihasilkan serta untuk mengetahui mutu dari supositoria dimana pada uji
organoleptis dipastikan bahwa supositoria yang dihasilkan tidak terdapat lubang,
tidak bengkok dan tidak juga terdapat retakan. Pengujian ini dilakukan dengan
cara dilihat ketiga sediaan yang akan dievalusi. Dari hasil pengamatan yang
dilakuakan ketiga sediaan tersebut tidak memenuhi persyaratan uji organoleptis
karena ditemukan lubang, keretakan, dan sediaan yang bengkok. Dari evaluasi ini
diketahui bahwa sediaan yang dibuat tidak baik. Hal ini kemungkinan terjadi
karena pada saat penuangan pada cetakan tidak melalui batang pengaduk sehingga
sediaan tidak memadat dan merata secara baik atau penuangan tidak dilakukan
dengan cepat sehingga suhu pada alat cetak tidak sama dengan massa suppo yang
mengakibatkan massa langsung memadat sebelum penuangan selesai.
Kedua, uji homogenitas yang dilakukan untuk memastikan bahwa tidak
ada penumpukan zat aktif pada satu tempat dan memastikan bahwa sediaan yang
dihasilkan homogen. Evaluasi ini dilakukan dengan cara mengambil 3 sediaan
suppo yang kemudian di potong secara vertikal dan diamati ketersebaran zat aktif
pada bagian internal maupun eksternal. Dan dipotong kembali secara vertical
untuk melihat ada atau tidaknya penumpukan zat aktif. Dari hasil pengamatan
yang dilakuakan ketiga sediaan tersebut bukan sediaan yang baik atau tidak
memenuhi persyaratan karena masih ditemukan sediaan yang zat aktifnnya
menumpuk di suatu tempat. Hal ini kemungkinan karena proses pengadukan yang
tidak merata sehingga zat aktif tidak tersebar dengan baik.
Ketiga, uji kisaran dan waktu leleh untuk mengetahui keterpenuhinya
persyaratan zat aktif yang terdapat pada setiap sediaan. Kisaran leleh dan waktu
leleh diukur dari mulai sediaan ovula meleleh sampai sediaan meleleh sempurna.
Dari hasil pengamatan yang dilakuakan pada sediaan 1 dapat meleleh sempurna
pada suhu 37°C kurang dari 15 menit, sedangkan sediaan yang lainnya meleleh
pada suhu dibawah 37°C dengan waktu kurang dari 15 menit. Ketiga sediaan
tersebut bukan sediaan yang baik atau tidak memenuhi persyaratan karena sediaan
yang baik memiliki suhu dan waktu leleh sempurna yaitu pada suhu tubuh (±
37°C) selama 15 menit. Hal ini dikarenakan kemungkinan basis telah
terkontaminasi.
Keempat, uji keseragaman bobot dilakukan untuk memastikan proses
pembuatan dan produksi akhir yang diperoleh memiliki keseragaman bobot dan
keseragaman kandungan yang baik sesuai persyaratan. Pengujian dilakukan
dengan 10 sediaan suppo yang kemudian dicari rata-rata bobotnya dan didapat
rata-rata sebesar 3,403 gram. Bila dilakukan perhitungan penyimpangan 5% dan
10% maka didapat pada penyimpangan rentang 5% sebesar 3,23285 gram –
3,57315 gram dan pada penyimpangam rentang 10% sebesar 3,0627 gram –
3,7433 gram. Dan dapat dilihat bahwa semua suppo yang diujikan bobotnya
masuk ke dalam rentang penyimpangan 5% maupun 10%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sediaan suppo yang dibuat memenuhi persyaratan uji
keseragaman bobot karena tidak ada 2 sediaan suppo yang bobotnya menyimpang
lebih dari 5% dan tidak ada satu pun sediaan suppo yang bobotnya menyimpang
lebih dari 10%.
12.2. Ovula
Ovula adalah sediaan sediaan padat yang umumnya berbetuk telur, mudah
melunak, dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut, dan digunakan sebagai
obat luar khusus vagina. Bobot ovula 3-6 gram, umumnya 5 gram. Bahan dasar
ovula harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang
digunakan dapat berupa lemak coklat atau campuran PEG dalam berbagai
pembandingan (Syamsuni, 2006).
Tujuan penggunaan ovula adalah untuk tujuan lokal yang bisa digunakan
sebagai antiseptik dan anastetika lokal. Bertujuan untuk melawan infeksi yang
terjadi pada sekitar alat kelamin wanita seperti trichomonal dan bakteri monilial.
Memperbaiki dan mengembalikan pada keadaan normal dari mukosa vagina.
Untuk tujuan sistemik dapat diserap oleh membran mukosa dalam vagina untuk
memperoleh kerja lebih cepat (Lachman, L., et al, 1994).
Pada percobaan pembuatan ovula zat aktif yang digunakan adalah
povidone dengan kekuatan sediaan 10 mg. Povidone adalah zat aktif dalam bentuk
kompleks dengan iodin yang merupakan antimikroba yang digunakan untuk
mengobati keputihan yang disebabkan oleh Candida dan Trichomonas (ISO vol
45, 2011). Karena fungsinya sebagai obat keputihan maka dibuatlah sediaan ovula
untuk dapat mempercepat kerja obat untuk sampai ke target. Basis yang
digunakan pada pembuatan ovula ini adalah basis larut air yaitu polietilen glikol
400 dan 6000. Digunakannya polietilen glikol karena dapat bercampur dengan
cairan vagina karena sifatnya yang larut air. Kelebihan polietilen glikol adalah
sifatnya yang hidrofil, tidak iritan, dan melepas zat aktif tidak bergantung pada
titik leleh, dan stabil secara kimia pada suhu penyimpanan. Digunakan polietilen
glikol dengan kombinasi 400 dan 6000 bertujuan untuk mendapatkan basis
dengan titik leleh dan kecepatan disolusi yang diinginkan dan untuk
mengkompensasi turunnya titik leleh oleh zat aktif. Pada praktikum kali ini
digunakan metode peleburan yang pada dasarnya langkah-langkah dalam metode
ini ialah melelehkan basis dalam penangas air hingga homogen, membasahi
cetakan dengan parafin liquid untuk mencegah melekatnya ovula pada dinding
cetakan, menuang hasil leburan menjadi ovula, selanjutnya pendinginan pada
lemari pendingin, lalu melepaskan ovula dari cetakan dan dilakukan evalusi
sediaan.
Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk menentukan karakteristik sediaan
dan menentukan apakah sediaan memenuhi persyaratan atau tidak. Evaluasi yang
dilakukan yaitu uji organoleptis, uji homogenitas zat aktif, uji kisaran dan waktu
leleh, dan uji keseragaman bobot. Pertama, Uji Organoleptis dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya keretakan, lubang eksudasi cairan, pembengkakan
basis, dan ada atau tidaknya migrasi zat aktif. Pengujian dilakukan dengan 3
sediaan ovula yang diamati secara visual. Hasil evaluasi menunjukkan adanya
lubang eksudasi cairan pada sediaan 1 dan 2, adanya bengkokkan pada sediaan 2,
dan adanya keretakan pada sediaan 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan
ovula yang dibuat bukan sediaan yang baik atau tidak memenuhi persyaratan
organoleptis. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada saat penuangan massa
ovula pada cetakan tidak melalui batang pengaduk sehingga sediaan tidak
memadat secara baik atau penuangan tidak dilakukan dengan cepat sehingga suhu
pada alat cetak tidak sama dengan massa ovula yang mengakibatkan massa
langsung memadat sebelum penuangan selesai.
Kedua, Uji Homogenitas Zat Aktif dilakukan untuk melihat
pendistribusian zat aktif yang terkandung di dalam basis. Pengujian dilakukan
dengan 3 sediaan ovula yang diamati secara visual dan dilakukan bersamaaan
dengan pengujian organoleptis. Hasil evaluasi menunjukkan pada sediaan 2 terjadi
penumpukan zat aktif sementara pada sediaan lain tidak terjadi penumpukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan ovula yang dibuat bukan sediaan yang
baik atau tidak memenuhi syarat homogenitas karena masih terjadi penumpuka zat
aktif pada sediaan. Hal ini kemungkinan terjadi ketika pengadukan tidak
dilakukan dengan cepat sehingga pendistribusian zat aktif tidak merata.
Ketiga, Uji Kisaran dan Waktu Leleh ditujukan untuk mengetahui berapa
lama sediaan ovula dapat meleleh sempurna di dalam tubuh. Sedangkan uji
kisaran leleh ditujukan untuk mengetahui pada suhu berapa sediaan ovula dapat
meleleh sempurna dalam tubuh. Kisaran leleh dan waktu leleh diukur dari mulai
sediaan ovula meleleh sampai sediaan meleleh sempurna. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa sediaan meleleh dibawah suhu 37°C dengan waktu kurang
dari 15 menit. Pada sediaan 1 waktu yang dibutuhkan untuk meleleh sempurna
selama 4 menit 47 detik dengan rentang suhu 25°C - 34°C. Pada sediaan 2 waktu
yang dibutuhkan untuk meleleh sempurna selama 4 menit 46 detik dengan rentang
suhu 26°C - 35°C. Dan pada sediaan 3 waktu yang dibutuhkan untuk meleleh
sempurna selama 5 menit 14 detik dengan rentang suhu 28°C - 33°C. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sediaan ovula yang dibuat tidak memenuhi syarat
kisaran dan waktu leleh. Hal ini kemungkinan terjadi karena polietilen glikol yang
dipakai sudah terkontaminasi sehingga dapat meleleh dibawah suhu lelehnya.
Keempat, Uji Keseragaman Bobot Pengujian ini dilakukan untuk
memastikan proses pembuatan dan produk akhir yang diperoleh memiliki
keseragaman bobot yang baik sesuai persyaratan. Pengujian dilakukan dengan 10
sediaan ovula yang kemudian dicari rata-rata bobotnya dan didapat rata-rata
sebesar 4,12 gram. Bila dilakukan perhitungan penyimpangan 5% dan 10% maka
didapat pada penyimpangan rentang 5% sebesar 3,914 gram – 4,326 gram dan
pada penyimpangam rentang 10% sebesar 3,708 gram – 4,532 gram. Dan dapat
dilihat bahwa semua ovula yang diujikan bobotnya masuk ke dalam rentang
penyimpangan 5% maupun 10%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan
ovula yang dibuat memenuhi persyaratan karena tidak ada 2 sediaan ovula yang
bobotnya menyimpang lebih dari 5% dan tidak ada satu pun sediaan ovula yang
bobotnya menyimpang lebih dari 10%.

XIII. Kesimpulan
- Supositoria merupakan sediaan berbentuk padat yang penggunaannya dapat
melalui dubur, biasanya berbentuk torpedo. Dapat melarut, melunak, atau
meleleh pada suhu tubuh sedangkan Ovula merupakan sediaan farmasi
(bagian dari supositoria) yang digunakan untuk pemakaian luar melalui
vaginal, baik untuk tujuan lokal atau sistemik. Prinsip pembuatan sediaan
supositoria dan ovula yaitu berdasarkan suhu lebur bahan dasar yang
digunakan sehingga zat aktif dapat melarut dan tersebar secara merata.
Metode yang digunakan yaitu metode penuangan.
- Sediaan suppositoria dan ovula tidak memenuhi persyaratan uji organoleptic
(bukan termasuk sediaan yang baik) karena masih terdapat lubang eksudasi,
keretakan, dan bengkokkan.
- Sediaan suppositoria dan ovula tidak memenuhi persyaratan uji homogenitas
(bukan termasuk sediaan yang baik) karena masih ditemukan penumpukkan
zat aktif pada suatu tempat di sediaan tersebut.
- Sediaan suppositoria dan ovula tidak memenuhi persyaratan uji kisaran dan
waktu leleh (bukan termasuk sediaan yang baik) karena tidak meleleh
sempurna pada suhu 37˚C dengan waktu kurang dari 15 menit.
- Sediaan suppositoria dan ovula memenuhi persyaratan uji keseragaman bobot
karena tidak ada 2 suppositoria dan ovula yang bobotnya menyimpang lebih
dari 5% dan tidak ada satupun yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%.
XIV. Informasi Obat Standar
14.1. Supositoria

Komposisi : Tiap 1 supositoria mengandung Bisakodil 10 mg.


Farmakologi : Bisakodil termasuk stimulan laksativa yang merangsang
mukosa, saraf intramural atau otot polos usus sehingga
meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus.
Indikasi : Konstipasi, pembersihan kolon sebelum prosedur radiologi dan
bedah.
Kontraindikas : Ileus, obstruksi intestinal, inflammatory bowel disease akut,
i appendicitis, dehidrasi berat, fissure anal, hemoroid (untuk
supositoria).
Dosis : Dewasa dan anak > 10 tahun. Konstipasi: 5-10 mg per oral
(malam), atau supositoria 10 mg (pagi). Pembersihan kolon:
10-20 mg per oral (malam), dilanjutkan dengan 10 mg
supositoria (pagi).
Anak 4-10 tahun. Konstipasi: 5 mg per oral (malam) atau
supositoria 5 mg (pagi). Pembersihan kolon: 5 mg per oral
(malam), dilanjutkan dengan 5 mg supositoria (pagi).
Golongan obat : Laksativa
Peringatan / : Kehamilan, menyusui, anak < 4 tahun.
Perhatian
Interaksi Obat : Antasida dan susu dapat mengurangi absorpsi (beri jarak 1
jam).
Efek samping : Gangguan saluran cerna (keram & nyeri abdomen, diare),
reaksi alergi, hipokalemia, iritasi local pada penggunaan
supositoria.
Penyimpanan : Disimpan di tempat bersuhu dingin 2°C - 8°C dan dalam wadah
tertutup rapat.

14.2. Ovula
Komposisi : Tiap 1 ovula mengandung Povidone Iodine 10%
Farmakologi : Povidone iodine bekerja dengan cara merusak sel kuman dan
membuat kuman menjadi tidak aktif. Umumnya digunakan
untuk membersihkan serta membunuh bakteri, jamur, dan virus
pada daerah kulit.
Indikasi : Sebagai desinfektan dan antiseptik terutama untuk pengobatan
yang terkontaminasi luka dan persiapan sebelum operasi kulit
dan selaput lendir
Kontraindikas : Jangan sering digunakan pada pasien dengan kelainan tiroid
i atau mereka yang menerima terapi litium
Dosis : Terapi: 1 kali sehari selama 6 hari. Upaya pembersian rutin: 1-2
kali/minggu.
Golongan obat : Antiseptik.
Peringatan / :  Penggunaan povidone iodine untuk anak-anak, sebaiknya
Perhatian dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
 Hindari pemakaian povidone iodine dengan perban tertutup.
 Penggunaan povidone iodine lebih dari 7 hari, wajib
memperoleh izin dokter. Jangan menggunakan obat ini
melebihi jangka waktu yang telah disarankan oleh dokter.
 Harap berhati-hati jika ingin menggunakan obat ini,
terutama ketika mengalami luka bakar serius, luka tusuk
cukup dalam, gangguan fungsi ginjal, gangguan hormon
tiroid, atau memiliki alergi terhadap yodium.
 Selain bentuk sediaan obat tetes mata, hindari terjadinya
kontak antara obat dengan mata.
 Beri tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan lain,
baik obat bebas, suplemen, atau produk herba.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah
menggunakan povidone iodine, segera hubungi dokter.
Interaksi Obat : Povidone iodine dapat menimbulkan interaksi yang tidak
diinginkan jika digunakan bersama lithium.
Efek samping : Rasa panas, kemerahan hingga bengkak, dan iritasi lokal di
daerah yang diobati. Penggunaan pada daerah yang luas
berpotensi mengganggu hormon tiroid.
Penyimpanan : Disimpan di tempat bersuhu dingin 2°C - 8°C dan dalam wadah
tertutup rapat.
XV. Kemasan, Brosur dan Etiket
15.1. Kemasan
15.1.1.Suppositoria
15.1.2. Ovula
15.2. Brosur
15.2.1.Supositoria 15.2.2. Ovula
15.3. Etiket
15.3.1.Supositoria 15.3.2. Ovula

XVI. Daftar Pustaka


Ansel H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press
Ansel, H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press
Dirjem POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Dapertemen
Kesehatan Republik Indonesia
Dirjem POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Goodman, D. Pharmacokinetics: Disposition and Metabolism of Drugs. New
York: Chapman and Hall
Lachman, L., dkk. (1994). The Theory and Practice of Industrial Pharmacy 2nd
Edition. Philadelphia: Lea and Febiger.
Martindale, W. (2009). Martindale: the extra pharmacopoeia, 27th edition. The
Pharmaceutical Press: London.
Mosbah, A., dkk. (2016). Formulation And Evaluation Of Ibuprofen
Suppositories. International Research Journal Of Pharmacy. 7(6): 87-90.
Raymond, Chang. (2006). Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Roaa A. Nief. (2018). Design and in vitro characterization of bisacodyl as a
hollow-type suppositories. Journal of Pharmacy Research Vol 12 Issue 5
2018
Rowe, R.C.et al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.
London: The Pharmaceutical Press
Suha Alnaeb., Youssef A., and Saleh. (2019). Quality Assessment of some
Povidone- Iodine Pharmaceutical Preparations. Journal of Pharmacy
Research Vol 12 Issue 12 2019.
Suyitno dan Kamarijani. (1990). Bahan-bahan Pengemas. Jogjakarta: PAU
Pangan dan Gizi UGM
Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Syamsuni, A. (2012). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sweetman, S., dkk. (2009). Martindale 36th. London: The Pharmaceutical Press
Vincent, J., dkk. (2014). Rectal Route in The 21st Century to Treat Children.
Advanced Drug Delivery Reviews. 73: 340-9.
Voight, R. (1971). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. 558-564, 570.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai