Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKHNOLOGI SEDIAAAN SOLIDA


Percobaan V
SUPOSITORIA DAN OVULA

disusun oleh
Lia Wahyuni 10060312006
Della Diana P. 10060312007
Wisnu Satuhu P. 10060312008
Della Allauetta A. 10060312109
Kuntum Khaera U. 10060312110
Tazkia Ulfa 10060312111

Tanggal Praktikum : 26 Mei 2015


Tanggal Laporan Akhir : 3 Juni 2015
Asisten : Nur Amanah, S. Farm

LABORATORIUM STERIL
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015
SUPPOSITORIA DAN OVULA

I. Nama Sediaan

Formula A : Suppositoria Bisakodil

Formula B : Ovula Povidone

II. Kekuatan Sediaan

Formula A : setiap 4 gram suppositoria mengandung bisakodil 10 mg

Formula B : setiap 4 gram ovula mengandung povidone 400 mg

III. Formula Sediaan

Formula A Formula B

Bisakodil 10 mg Povidone 10%


Ol. Cacao 100% PEG 400 60%
PEG 6000 40%

M.f.suppo No.XII @ 4 gram M.f. ovula No. XII @ 4 g

IV. Preformulasi Zat Aktif

1. Bisakodil
 Pemerian : serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak
berbau, tidak berasa.
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam 100
bagian etanol (95%) P, dalam 35 bagian kloroform P dan dalam
170 bagian eter P.
 BM : 361,40
 Suhu lebur : 133°C sampai 135°C
 Susut pengeringan : tidak lebih dari 1,0%
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
 Khasiat : laksativa (FI edisi III, 1979 : 115)

2. Povidone
 Pemerian : serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah
atau tidak berbau, higroskopik.
 Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul rata-
rata, praktis tidak larut dalam eter P.
 Fungsi : disintegran, suspending agent, pengikat tablet, dissolution
enhancer.
 BJ : 1,18 g/cm3
 Titik leleh : 150°C
 Kecepatan alir : 20 g/s untuk povidone k-15; 16 g/s untuk povidone
k-29/22
 Stabilitas : povidone akan menghitam pada pemanasan 150°C.
stabil dalam pemanasan sekitar 110-130°C, larutan aqueous
suspectible terhadap pertumbuhan jamur, povidon harus disimpan
dalam wadah kedap udara pada tempat sejuk dan kering
 Khasiat : zat tambahan (HOPE Ed. VI : 582)
V. Preformulasi Zat Aktif
1. Polietilen glikol (PEG)
 Pemerian : cairan, tidak berbau, berwarna kekuningan, cairan
manis, rasa sedikit pedas.
 BJ : PEG 400 : 1,11 – 1,14 g/cm3
 PEG 6000 : 1,080 g/cm3
 Titik leleh : 55-63°C (PEG 6000)
 Kelarutan : larut di air dan bercampur dengan seluruh propersi.
PEG cair larut di aseton, alcohol, benzene, gliserin, dan glikol.
PEG padat larut di aseton, diklorometan, etanol (95%), dan
methanol, sedikit larut dalam alipatik hidrokarbon dan eter tapi
tidak larut dalam lemak, fixed oil, dan mineral oil.
 Stabilitas : secara kimia PEG stabil terhadap udara dan
larutan, walaupun tingkatan dengan BM yang kurang dari 2000
menjadi higroskopis. PEG tidak mendukung pertumbuhan
bakteri.
 Inkompatibilitas : PEG inkompatibel terhadap beberapa bahan
pewarna. Aktivitas antibakteri mereduksi basis PEG. (HOPE
Ed. VI : 517)
2. Oleum cacao
 Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas agak
rapuh
 Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
 Stabilitas : memanaskan oleum cacao diatas 36°C selama
preparasi akan mengakibatkan titik memadat dan bentuk
metastabil yang menyebabkan kesulitan dalam membuat
suppositoria.
 Konsentrasi : 40 – 96%
 OTT : terjadi reaksi antara basis lemak suppositoria dan
jarang pada obat yang sama, untuk beberapa indikasi reaksi
besarnya pada mulai basis hidrofil.
 Kegunaan : basis suppositoria
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat (Martindale Ed. 36 :
517)

VI. Analisis Formula

Suppositoria

Zat aktif yang digunakan Bisakodil. Bisakodil memiliki kelautan


yaitu larut dalam air, dalam aseton, alkohol, benzene, glirserin, glikol.
Tetapi tidak larut dalam lemak dan mineral oil. Bisakodil berkhasiat
sebagai bahan aktif yang berkhasiat untuk menghilangkan rasa nyeri pada
buang air besar. Dibuat dalam bentuk suppositoria karena bentuk sediaan
ini akan membantu memberikan efek terapi yang lebih cepat dari pada
dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obat harus melalui
absorbsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria tidak melalui
absorbsi sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat

Oleum Cacao berdaya guna dalam melepaskan zat aktif dari pada
yang lain, karena mempunyai titik lebur pada suhu 31°-34°.Oleum cacao
memiliki kelarutan sukar larut dalam etanol 95% mudah larut dalam
kloroform. Dibuat dalam bentuk suppositoria ditujukan untuk melebur
pada suhu tubuh, karena oleum cacao digunakan sebagai bahan dasar
suppo yang ketambahan zat aktif, jadi titik leburnya akan menjadi 35°-37°.
Obat yang larut dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada
umumnya memberi hasil pelepasan yang baik. Pada bahan tambahan
oleum cacao ini dilebihkan 20% pada basisnya, sebab basis saat
dileburkan selain melebur juga menguap, sehingga berkurang. Selain itu
saat di dinginkan basis akan menyusut dan berkurang oleh karena itu harus
dilebihkan 20% pada basisnya.

Ovula

Povidon iodin adalah sebuah polimer larut air yang mengandung


sekitar 10% iodin aktif, bisa ditoleransi kulit, mempercepat penyembuhan
luka, dan meninggalkan sisa iodin aktif yang dapat menciptakan efek
berkelanjutan. Senyawa ini merupakan salah satu antiseptik dari golongan
halogen yang merupakan kompleks antara iodin dengan polivinilpirolidon.
Bentuk kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran iodin
dengan surfaktan yang bekerja sebagai pembawa dan pelarut iodin.
Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi, namun tidak efektif untuk
membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Keuntungan dari
zat aktif povidone iodine sebagai antiseptik yaitu tidak merangsang,
mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
Penggunannya yang berulang kali akan mengendap sehingga efeknya
bertahan lama. Keuntungan lainnya yaitu povidon iodine akan tetap aktif
pada luka yang terdapat darah, nanah, serum dan jaringan neukrotik.
Warna coklat dan baunya merupakan sifat obat ini yang kurang
menguntungkan.

Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan


air, dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan
sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul
mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200,
400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian
nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing
polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200,
400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat
molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan
kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Basis
polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan cara
melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh
basis ovula dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG
menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi
daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat
dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir ovula
akan meleleh di tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak).
Keuntungan basis PEG : stabil dan inert, polimer PEG tidak mudah
terurai, Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg
memungkinkan formula supo dgn berbagai derajat kestabilan panas dan
laju disolusi yg berbeda, Tidak membantu pertumbuhan jamur.

VII. Perhitungan Dan penimbangan

A. Suppositoria (Bilangan pengganti)


Bobot basis pada suppo 100 % = 2.4595g
Bobo basis pada suppo + 10 % zat aktif = 2.566g
Bobot bisakodil dalam suppo = 10 % x 2.566 = 0.2566g
Bobot basis dalam suppo = 2.566 – 0.2566 = 2.3964g
Bobot basis yang digantikan zat aktif = 2.4595 – 2.3694 = 0.1501g
Bilangan pengganti = 0.1501 / 0.2566 = 0.58g
Kesetaraan zat aktif dengan basis = 0.01 x 0.58 = 0.058g
Bobot basis suppo 100 % - bilangan pengganti = 2.4595 – 0.058 =
2.454g
Bobot basis oleum cacao yang harus ditimbang = 2.454 x 12=
29.448g

Bahan 1 Suppo 12 Suppo +20 %


Bisakodil 10 mg 120 mg 14.400mg
Oleum cacao 2.454 mg 29.448 mg 35.3376 mg

B. Ovula

Povidone 10 / 100 x 4g = 0.4g


Basis 100 % (4g – 0.4g = 3.6g)
Polietilen glikol 400 = 3.6g x 40 / 100 = 1.44g
Polietilen glikol 600 = 3.6g x 60 / 100 = 2.61g

Bahan 1 Ovula 12 Ovula +50%


Povidone 400 mg 4800 mg 4800 mg
Polietilen glikol 1.440 mg 17.280 mg 17.280 mg
400 2.61 0mg 31.320 mg 31.320
Polietilen glikol
600

VIII. Prosedur Pembuatan

A. Suppositoria
Disiapkan cetakan terlebih dahulu dan alat dibuka. Kemudian
dibersihkan dari debu dan kotoran lalu dikeringkan. Setelah itu alat
dilumasi paraffin liquid dikunci dan digosokan lilin padat pada
permukaan alat. Disiapkan basis formula dan zat aktif sesuai dosis
yang diinginkan. Basis dipanaskan diatas water bath sampai homogen
setelahnya dicampurkan zat aktif sedikit demi sedikit sampai
homogen. lalu zat yang telah terhomogen dimasukan kedalam cetakan
sampai lubang terisi penuh hingga meluber keluar permukaan.
Diamkan ± 15 menit pada suhu ruangan dan dimasukan kedalam
kulkas sampai konsistensi sediaan sempurna. Dikeluarkan dan
diperoleh massa suppositoria.
B. Ovula
Disiapkan cetakan terlebih dahulu dan alat dibuka. Kemudian
dibersihkan dari debu dan kotoran lalu dikeringkan. Setelah alat
dilumasi paraffin liquid dikunci dan digosokan lilin padat pada
permukaan alat. Disiapkan basis formula dan zat aktif sesuai dosis
yang diinginkan. Basis dipanaskan diatas water bath sampai homogen
setelahnya dicampurkan zat aktif sedikit demi sedikit sampai
homogen. lalu zat yang telah terhomogen dimasukan kedalam cetakan
sampai lubang terisi penuh hingga meluber keluar permukaan.
Diamkan ± 15 menit pada suhu ruangan dan dimasukan kedalam
kulkas sampai konsistensi sediaan sempurna. Dikeluarkan dan
diperoleh massa ovula.

IX. Hasil Evaluasi Sediaan

Suppositoria
 Homogenitas : homogeny
 Penampilan : ada keretakan pada sebagian ovula,
sebagiannya lagi cukup baik
- Keseragaman bobot :
 2,79 gram
 2,70 gram
 2,83 gram
- Rata-rata bobot ovula : 2,773 gram
- Waktu hancur
 Waktu hancur 1 menit 35 detik pada suhu 35-37 c

Ovula
Homogenitas : kurang homogen
Penampilan : ada keretakan pada sebagian ovula, sebagiannya lagi
cukup baik
Keseragaman bobot :
 3,7 gram
 3,9 gram
 3,66 gram
Rata-rata bobot ovula : 3,753 gram
Waktu hancur
 Waktu hancur 6 menit 4 detik pada suhu 420C

X. Pembahasan

Ovula
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan ovula dengan bahan
aktif Povidone. Ovula adalah sediaan padat yang umumnya berbentuk
telur, mudah melunak (lembek), dan meleleh pada suhu tubuh, dapat
melarut, dan digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina. Bobot
ovula 3-6 gram, umumnya 5 gram. Bahan dasar untuk ovula harus dapat
larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang digunakan
dapat berupa lemak coklat atau campuran PEG dalam berbagai
perbandingan (Syamsuni, 2006).
Povidone adalah zat aktif dalam bentuk kompleks dengan iodin
yang merupakan antimikroba yang digunakan untuk mengobati keputihan
yang disebabkan oleh Candida dan Trichomonas (ISO vol 45, 2011).
Povidone iodine berbentuk serbuk amorf dengan warna coklat kekuningan
dan memiliki bau yang khas serta dapat larut dalam air dan etanol (FI IV,
1995).
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pencegah keputihan, maka
povidone dibuat dengan bentuk sediaan ovula untuk mempercepat kerja
obat dan lebih memastikan obat bekerja pada target.
Pembuatan ovula menggunakan basis sebagai pembawa zat aktif.
Pemilihan basis yang tepat juga sangat mempengaruhi kerja obat untuk
sampai ke target. Terdapat 3 jenis basis untuk sediaan supposotoria dan
ovula, yaitu basis berlemak, basis larut air dan basis surfaktan. Untuk
pembuatan ovula digunakan basis larut air yaitu kombinasi PEG.
Pelietilen glikol merupaka polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam – macam panjang rantainya. Polietilen glikol tersedia
dalam berbagai macam berat molekul rata – rata mulai dari 400 sampai
8000 ( Ansel, 377 ). Namun yang digunakan dalam percobaan kali ini
adalah PEG 400 dan PEG 6000. Basis larut air ini digunakan karena dapat
bercampur dengan cairan vagina karena sifat nya yang larut air. Kelebihan
menggunakan PEG dengan kombinasi adalah didapatkan basis dengan titik
leleh dan kecepatan disolusi yang diinginkan dan untuk mengkompensasi
turunnya titik leleh oleh zat aktif. Kombinasi PEG dipilih melalui optimasi
awal terlebih dahulu untuk mendapatkan kombinasi PEG yang lebih baik.
Pada pembuatan ovula povidone, digunakan metode cetak dengan cara
penuangan. Metode ini memanfaatkan panas untuk pelelehan basis dan
pembuatan massa ovula dalam bentuk larutan.
Pertama, bahan-bahan yang akan dibuat sebagai sediaan yaitu
povidone iodin, PEG 400, dan PEG 6000 ditimbang sesuai dengan jumlah
yang telah ditentukan. PEG 400 dan PEG 6000 dicampurkan dan dilebur
hingga bahan meleleh sempurna sambil diaduk. Sambil menunggu basis
larut, alat cetak disiapkan. Alat cetak terlebih dulu dibersihkan hal ini
dilakukan agar ovula yang terbentuk bersih dari pengotor dan didapat
bentuk yang sempurna. Kemudian alat cetak di olesi dengan gliserin hal
ini bertujuan untuk mempermudah proses mengeluarkan ovula, gliserin
berfungsi sebagai pelumas agar ovula tidak lengket saat di keluarkan dan
didapatkan hasil yang diinginkan. Lalu cetakan ditutup dan digosok
dengan lilin pada bagian yang berlubang agar pada saat penuangan, massa
ovula tidak keluar dari cetakan dan mengurangi udara yang masuk ke
cetakan agar tidak merusak bentuk ovula.
Zat aktif povidone iodin digerus dalam mortar hingga halus . Basis yang
telah meleleh dimasukkan ke dalam mortar dan dicampurkan dengan
digerus bersamaan dengan povidone. Pada saat pencampuran, povidone
tidak tersebar merata dalam basis. Hal ini disebabkan karena basis
perlahan memadat sebelum tercapur sempurna dengan povidone. Hal ini
terjadi karena mortar yang digunakan tidak dihangatkan terlebih dahulu.
Sehingga basis sangat mudah memadat.
Setelah dilakukan pengadukan, massa ovula kemudian dituang ke
dalam cetakan, penuangan dibantu dengan batang pengaduk untuk
mencegah banyaknya sediaan yang tumpah dan memastikan sediaan
masuk dan penuh pada alat cetak. Hal ini dilakukan untuk mencegagah
menyusutnya bobot sediaan saat didinginkan. Setelah proses penuangan
selesai, sediaan didiamkan pada suhu ruangan hingga mulai mengeras dan
dipindahkan ke lemari es agar ovula benar-benar memadat. Ovula tidak
langsung dimasukkan dalam lemari es agar ovula tidak rusak karena
perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah ovula didinginkan di lemari es, ovula kemudian dievaluasi
untuk melihat seberapa baik ovula yang telah dibuat dan melihat
kelayakan ovula untuk digunakan sebagai obat. Didapat hasil cetak ovula
sebanyak 12 buah, namun hanya 6 ovula yang memiliki bentuk yang baik
sementara 6 ovula lainnya rusak. Hal ini disebabkan karena kesalahan
penuangan dimana penuangan terlalu lama dilakukan sehingga basis
perlahan meamadat dan tidak bisa mengalir dengan baik ke dalam cetakan.
Hasil ovula yang terbentuk dievaluasi. Dimulai dari evaluasi organoleptis.
Dari hasil pengamatan warna dari ovula berwarna coklat namun terdapat
bintik – bintik merah dimana ini merupakan zat aktif yang tidak
terdistribusi dengan baik. Hal ini dikarenakan kesalahan pada proses
pencampuran yang telah dibahas diatas. Hal ini juga menunjukkan bahwa
ovula tidak homogen. Dimana setelah 3 ovula dibelah vertikal ataupun
horizontal terlihat penumpukan zat aktif berbentuk bintik – bintik. pada
yang kemudian ditimbang masing-masing sediaan ( penyebab telah
dibahas sebelumnya ). Bau ovula seperti bau betadine karena zat aktifnya
mengandung iodine seperti betadine.
Untuk evaluasi keseragaman bobot ovula ditimbang 3 ovula.
Setelah penimbangan masing-masing ovula, dihitung rata-rata bobot ovula
dan dicari bobot ovula yang tidak memenuhi syarat. Syarat pertama, tidak
boleh ada lebih dari 2 ovula yang bobotnya melebihi 5% dari bobot rata-
rata ovula. Didapat bobot rata – rata adalah 3, 75. Untuk bobot rata-
rata+5% adalah 3, 93 . Dari semua ovula, tidak ada yang melebihi bobot
rata-rata+5%. Syarat kedua, tidak boleh ada satupun ovula yang bobotnya
melebihi 10% Dari bobot rata-rata ovula. Didapat bobot rata-rata+10%
adalah 4, 125 g. Dari semua ovula yang, tidak ada yang melebihi bobot
rata-rata+10%. Maka ovula yang ditimbang dan digunakan telah sesuai
dengan syarat dan dapat digunakan sebagai ovula dengan bobot yang
sesuai pada formulasi.
Untuk evaluasi waktu leleh ovula dengan memasukkan ovula pada
cawan uap yang diletakkan diatas penangas. Dihitung waktu leleh ovula
dari mulai meleleh hingga ovula meleleh sempurna. Untuk basis yang larut
dalam air, memiliki syarat waktu leleh kurang dari 60 menit. Dari hasil
evaluasi uji waktu leleh, didapat waktu leleh dari 3 buah ovula di kisaran 6
menit. Maka, ovula telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai obat
karena waktu meleleh ovula yang tidak terlalu lama ( di atas 60 menit )
serta tidak dalam waktu yang terlalu cepat. Pada percobaan ini tidak
dilakukan pengujian kadar karena keterbatasan alat dan waktu praktikum.
Maka obat tidak dapat digunakan untuk terapi karena tidak diketahui kadar
dan tidak tersebarnya zat aktif dengan rata.
Ovula memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk obat yang tidak
bisa diberikan secara oral, karena gangguan cerna, pinsan dan sebagainya.
Bisa menghindari firs fast efek di hati. Namun ovula juga memiliki
kekurangan yaitu daerah absorpsi lebih kecil, absorpsi hanya melalui
difusi pasif dan pemakaian kurang praktis.
Supositoria
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan
suppositoria dan ovula. Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat
yang pemakaiannya dengan cara dimasukkan melalui lubang atau celah
pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan
memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 1989).
Prosedur yang dilakukan yaitu pertama menyiapkan alat cetak
suppositoria, dibersihkan bagian cetakannya dengan paraffin liquid. Tutup
rapat cetakan dan celah bagian luar cetakan dilapisi oleh lilin. Hal ini
bertujuan agar saat bahan suppo dicetak tidak ada yang keluar meluber
dari cetakan sehingga bentuk suppositoria yang dihasilkan baik.
Selanjutnya, bahan-bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan yang telah
dilakukan sebelumnya. Pada penimbangan bahan, semua bahan dilebihkan
sebanyak 20% dari formulasi awal. Tujuannya untuk mencegah
kekurangan dosis pada saat proses formulasi, karena ada bahan-bahan
yang tertinggal di dalam alat penampung atau cetakan. Kemudian,
pembuatan oleum cacao sebagai basis dipanaskan di atas penangas air
sebagian hingga meleleh pada suhu tidak lebih dari 38˚C karena apabila
ol.cacao dipanaskan lebih dari suhu tersebut akan merubah bentuk kristal
dari oleum cacao. Angkat basis dari penangas kemudian tambahkan sisa
basis oleum cacao ke dalam basis yang telah meleleh. Diaduk hingga
meleleh seluruhnya. Kemudian ditambahkan zat aktif CTM. Sebaiknya
sebelum dicampurkan dengan basis, zat aktif digerus terlebih dahulu agar
lebih mudah homogen dengan basis. Setelah homogen, bahan segera
dimasukkan kedalam cetakan dengan menggunakan batang pengaduk
sebelum basis kembali padat. Batang pengaduk digunakan agar
memudahkan dalam penuangan bahan ke dalam cetakan sehingga tidak
banyak bahan yang terbuang. Penuangan bahan dilakukan hingga cetakan
penuh dan dilebihkan sedikit. Karena selama pencetakan akan terjadi
penyusutan sehingga harus dilebihkan.
Setelah semua cetakan terisi penuh, sediaan didiamkan disuhu kamar
selama 15 menit. Kemudian, agar konsistensi padat sempurna maka
cetakan yang berisi massa ovula dimasukkan ke dalam freezer dengan
suhu dibawah 0oC selama kurang lebih 1 jam.
Setelah sediaan padat sempurna, alat cetakan dikeluarkan dari freezer dan
sediaan dikeluarkan dari cetakan untuk selanjutnya dilakukan evaluasi
sediaan. Evaluasi yang dilakukan meliputi:
a) Organoleptis
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui ciri fisik dari
sediaan, selain itu untuk melihat ada atau tidaknya keretakan,
lubang eksudasi dan pembengkakan basis. Evaluasi dilakukan
secara manual dan hasil evaluasi menunjukkan ada keretakan pada
sediaan ketika dipotong. Hal ini mungkin disebabkan karena zat
aktif dan basis kurang homogen sehingga dapat terjadi keretakan.
Sediaan berwarna kuning dan berbau khas coklat. Warna dan bau
sediaan dihasilkan dari basis oleum cacao.
b) Homogenitas Zat Aktif
Evaluasi ini bertujuan untuk melihat distribusi zat aktif
yang alam basis. Cara evaluasi yang dilakukan dengan memotong
sediaan ovula menjadi dua bagian. Kemudian diamati ketersebaran
zat aktif pada bagian internal dan eksternal. Hasil evaluasi secara
visual menunjukkan ketersebaran yang merata (homogen), terlihat
dari warna sediaan yang sama rata dari bagian internal maupun
eksternal sediaan. Namun, terdapat keretakan saat dipotong
sehingga kemungkinan zat aktif tidak homogen sebab pada
evaluasi secara manual ini, belum dapat menjamin zat aktif benar-
benar homogen dalam basis. Perlu dilakukan evaluasi yang
menjamin kehomogenan zat aktif dalam sediaan apabila sediaan
akan didistribusikan dan digunakan.
c) Uji Kisaran dan Waktu Leleh
Evaluasi ini dilakukan terhadap tiga sediaan, disiapkan
termometer untuk mengukur suhu dan stopwatch untuk
menghitung waktu yang diperlukan untuk ketiga sediaan meleleh
dari pertama kali meleleh hingga leleh sempurna. Ketiga sediaan
uji dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian secara
bersamaan diletakkan di atas penangas air. Dengan seksama,
dihitung suhu dan waktu saat sediaan mulai meleleh dan saat
sediaan meleleh sempurna. Hasil evaluasi dari ketiga sediaan
tersebut, sediaan ke 1 waktu mulai sediaan meleleh hingga meleleh
sempurna yaitu 95 detik (1 menit 35 detik). Uji ini menunjukkan
bahwa sediaan ketika dimasukkan ke dalam tubuh melalui rektal
menuju organ tertentu dapat mulai meleleh dan meleleh sempurna
pada selama waktu tersebut. Sedangkan kisaran leleh pada sediaan
yaitu 35oC – 38oC. Berdasarkan literatur, sediaan supositoria yang
baik yaitu sediaan yang memiliki bahan dasar yang dapat larut
dalam air atau meleleh pada suhu tubuh (Syamsuni, 2006). Pada
hasil pengujian semua sediaan uji memiliki rentang yang lebih dari
suhu tubuh yaitu 37oC. Karena hal tersebut, basis yang digunakan
yaitu oleum cacao memang cocok untuk obat yang dimaksudkan
memberikan efek setempat yang cukup lama karena suhu yang
diperlukan untuk sediaan meleleh sempurna antara 35-38˚C.
d) Keseragaman Bobot
Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
keseragaman bobot untuk menjamin dosis yang seragam dari setiap
sediaan sehingga menghasilkan efek terapeutik yang seragam pula.
Evaluasi dilakuakan dengan cara menimbang satu persatu sediaan
sebanyak 3 sediaan. Setelah dihitung, rata-rata bobot sediaan yaitu
2,8 gram. Sediaan dinyatakan bobotnya seragam apabila tidak lebih
dari 2 sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata
sebesar >5% dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya
menyimpang >10%. Apabila diperhitungkan, 5% dan 10% dari
rata-rata bobot sediaan masing-masing memiliki rentang (batas
bawah – batas atas yaitu 2,66 g sampai 2,94 g dan 2,52 g sampai
3,08 g. Seluruh bobot sediaan ovula yang dibuat berada di daerah
kedua rentang bobot tersebut. Jadi, tidak ada satupun bobot dari
sediaan yang menyimpang lebih dari 5% maupun 10% , dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa bobot ovula seragam.

Perbedaan dari sediaan supositoria dan ovula pada hasil


evaluasi yaitu pada evaluasi organoleptis, supositoria berwarna
kuning dan bau khas coklat. Sedangkan pada ovula berwarna
merah gelap hampir coklat dan berbau khas povidone iodine. Hal
tersebut jelas berasal dari zat aktif dan masing-masing basis yang
digunakan.

XI. Kesimpulan
- Hasil evaluasi ovula, menunjukkan basis ovula yang digunakan
untuk ovula povidone yang dibuat dalam praktikum ini telah
memenuhi syarat sebagai sediaan ovula yang baik.
- Dari hasil praktikum ovula tidak dapat digunakan untuk terapi
karena penyebaran zat aktif yang tidak merata dan tidak adanya
evaluasi penetapan kadar
- Suppositoria yang dihasilkan kurang homogen ditandai dengan
adanya keretakan
- Suppositoria memiliki kisaran leleh pada 35-38˚C
- Suppositoria memiliki bobot yang seragam sehingga akan
menjamin keseragaman dosis dari setiap sediaan
-
XII. Informasi Standar Obat

Informasi obat
Bisacodyl
 Indikasi:
Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi. Untuk
persipan prosedur diagnostik, terapi sebelum dan sesudah operasi
dalam kondisi untuk mempercepat defeksi.
 Kontra indikasi:
Pada pasien ileus, abstruksi usus, yang baru mengalami
pembedahan dibagian perut seperti usus buntu, penyakit radang
usus akut dan hehidrasi parah, dan juga pada pasien yang diketahui
hipersensitif terhadap bisacodyl atau komponen lain dalam produk.
 Cara kerja obat:
Bisacodyl adalah laksatif yang bekerja lokal dari kelompok turunan
difenil metan. Sebagai laksatif perangsang (hidragogue
antiresorptive laxative), bisacodyl merangsang gerakan peristaltis
usus besar setelah hidrolisis dalam usus besar, dan meningkatkan
akumulasi air dan alektrolit dalam lumen usus besar.
 Dosis dan cara pemberian:
Dosis yang dianjurkan yaitu 1-2 tablet sehari untuk dewasa dan
anak diatas 10 tahun. Untuk anak usia 6-10 tahun disarankan 1
tablet sehari. Tablet diminum pada malam sebelum tidur, disertai
air putih yang banyak, dan tidak dibarengi dengan susu atau obat-
obat maag.
Untuk dulcolax supositoria (berbentuk seperti peluru), dewasa dan
anak diatas 10 tahun dosis 1 supositoria (10 mg). Sementara anak
usia 6-10 tahun menggunakan 1 supositoria (5 mg). Obat harus
dimasukan seluruhnya ke dalam anus.
 Peringatan dan perhatian:
Sebagaimana halnya laktasit lainnya, bisacodyl tidak boleh
diberikan setiap hari dalam waktu yang sama. Jika pasien setiap
hari membutuhkan laktasif, harus diketahui penyebab terjadinya
konstipasi.
Penggunaan berlebihan dalam waktu lama dapat
menyebabkanketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan
hipokalemia, dan dapat mengendapkan onset konstipasi balik.
Pusing dan/atau syncope telah dilaporkan pada pasien yang
menggunakan bisacodyl. Detail yang ada menunjukkan bahwa
kejadian tersebut akan terus berlanjut dengan berkurangnya
kekuatan untuk defekasi (defecation syncope), atau dengan respon
vasovagal terhadap sakit perut yang dapat berhubungan dengan
konstipasi yang mendesak pasien tersebut terpaksa menggunakan
laktasif dan tidak perlu menggunakan bisacodyl. Penggunaan
supositoria dapat menyebabkan sensasi rasa sakit dan iritasi lokal,
kuhusnya pada fisura anus dan proktitis ulserativa.
Anak-anak tidak boleh menggunakan bisacodyl tanpa petunjuk
dokter.

 Masa hamil dan menyusui


Pengalaman menunjukkan tidak ada bukti efek samping yang
berbahaya selama kehamilan. Namun demikian, seperti halnya obat
lain, penggunaan bisacodyl selama kehamilan harus dengan
petunjuk medis.
Belum diketahui apakah bisacodiyl menembus air susu ibu atau
tidak. Oleh karena itu, penggunaan bisacodyl selama menyusui
tidak dianjurkan.

 Efek samping:
Sewaktu menggunakan bisacodyl, dapat terjadi rasa tidak enak
pada perut termasuk kram, sakit perut, dan diare. Reaksi alergi,
termasuk kasus-kasus angiooedema dan reaksi anafilaktoid juga
dilaporkan terjadi sehubungan dengan pemberian bisacodyl.
 Interaksi:
Penggunaan bersamaan dengan diuretik atau adreno-kortikoid
dapat meningkatkan risiko ketidakseimbangan elektrolit jika
bisacodyl diberikan dalam dosis berlebihan.
Ketidaseimbangan elektrolit dapat mengakibatkan peningkatan
sensitivitas glikosida jantung.

 Overdosis:
Gejala
Bila dosis bisacodyl terlalu tinggi, maka dapat terjadi diare, kram
perut dan berkurangnya kadar kalium serta elektrolit lainnya secara
nyata.
Overdosis kronis bisacodyl dapat menyebabkan diare kronis, sakit
perut, hipokalemia, hiperaldosteronisme dan batu ginjal.
Kerusakan tubulus ginjal, alkalosis metabolik dan kelelahan otot
akibat hipokalemia juga terjadi pada penyalahgunaan laktasif
kronis.

 Terapi
Dalam waktu yang singkat setelah minum bisacodyl, penyerapan
bisacodyl dapat dikurangi atau dicegah dengan memaksa untuk
muntah atau kuras lambung. Dalam hal ini mungkin diperlukan
penggantian cairan dan perbaikan keseimbangan elektrolit. Ini
sangat diperlukan pada pasien usia lanjut dan muda.
Pemberian antipasmodik mungkin ada manfaatnya.

 Penyimpanan:
Simpan pada suhu 25 - 30 derajat c dan lindungi dari cahaya.
Simpan di tempat yang maan, jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Pno. 1
Awas! Obat keras
Bacalah aturan memakainya
Povidone

 Nama generik
Povidone
 Sub kelas terapi
desinfektan dan antiseptik.
 Farmakologi
suatu bahan organik dari bahan aktif polivinil pirolidon yang
merupakan kompleks iodine yang larut dalam air. Bekerja sebagai
bakterisida yang juga membunuh spora, jamur, virus dan
sporozoa.;povidon diabsorbsi secara sistemik, jumlahnya
tergantung konsentrasi, rute pemberian dan karakter kulit.
 Stabilitas penyimpanan
simpan terlindung dari cahaya.
 Kontra indikasi
reaksi hipersensifitas terhadap yodium
 Efek samping
dapat timbul sensitisasi walaupun jarang. ;efek lokal : edema,
iritasi, pruritus, rash.
 Mekanisme aksi
povidon iodin adalah germisidal spektrum luas yang aktif terhadap
bakteri, jamur, protozoa dan spora.
XIII. Daftar Pustaka

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.


Jakarta: Universitas Indonesia.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4.
Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Syamsuni, H.A. 2006. “Ilmu Resep”. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta : Depkes RI.
Rowe, R. C 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipiens Ed. 6th.
NorthYorkshire : Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association.
Syamsuni. 2006. Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC
Sweetman, S. C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference
Ed. 36th. London : Pharmaceutical Press.
Tim Redaksi ISO. 2011. “ISO Indonesia volume 45”. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan.

Anda mungkin juga menyukai