Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

Istilah forensik sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan. Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan1. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan1,2. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian1. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapi angka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat3. Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan kimia korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin, asam jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya3. Setiap tahunnya di Amerika puluhan ribu orang meninggal akibat obat-obatan, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium toksikologi sangatlah penting sebagai bagian dari investigasi2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Toksikologi Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal4. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu Kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat mengenai Toksikologi. Sebagai contoh, menurut Ahli Kimia Toksikologi adalah ilmu yang bersangkutan paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agen-agen kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli Farmakologi, Toksikologi merupakan cabang Farmakologi yang berhubungan dengan efek samping zat kimia didalam sistem biologik. Dengan keluasan Toksikologi maka sejumlah besar ahli-ahli dibidang yang masing-masing turut terlibat dalam Toksikologi dalam bidang yang sesuai dengan keahliannya4. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian4,5. Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan; opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan; bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral; arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik; heroin4. Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga misalnya deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam pertanian misalnya insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri laboratorium dan industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan misalnya CN di dalam singkong, toksin

botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat misalnya hipnotik sedatif. Pembagian lain berdasarkan atas kerja atau efek yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja secara lokal, sistemik dan lokal-sistemik4,5. a. Racun lokal, adalah racun yang merusak kulit, terutama berasal dari asam atau basa kuat atau zat kimia lain, seperti: H2SO4, HNO3, HCL, dan NaOH. Keracunan zat ini ditandai dengan: Rasa terbakar Panas di mulut, sukar menelan, haus yang hebat, muntah berwarna hitam. Sakit perut Oliguria, konstipasi Setelah 12 jam dapat terjadi asfiksia, perforasi lambung, dan neurogenic syok. b. Racun sistemik, misalnya pada keracunan morfin, bisa terjadi asfiksia, edema paru, depresi SSP, bahkan kematian. c. Racun lokal dan sistemik Bersifat kongestif terhadap mukosa dan erosif terhadap tunika muscularis GIT Penderita muntah, kolik, diare, serta mengalami gangguan hati dan ginjal

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keracunan 1. Cara masuk Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang sehat4,5. 2. Umur Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup4.

3. Kondisi tubuh Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung absorbsi jadi lebih lambat4. 4. Kebiasaan Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan terjadi toleransi pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol4. 5. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain. Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran maka akan makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bersifat lokal, misalnya asam sulfat4. ---2.3 Pemeriksaan Kedokteran Forensik Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, kuman, virus atapun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit, sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan dalam penanganan pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi diperlukan5. - pada kasus kematian mendadak, - pada kematian mendadak yang terjadi pada sekelompok orang, - pada kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus, - pada kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya, - pada kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot, - pada kasus penganiyaan atau pembunuhan (selektif), - pada kasus yang memang diketahui atau patut diduga menelan racun, - pada kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya5. Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum diautopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan4. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan,

bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian4. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu4: 1. Pemeriksaan di tempat kejadian Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara kematian, mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian, mengumpulkan barang bukti. 2. Pemeriksaan luar Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut. Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Pada pembunuhan biasanya bercak tidak beraturan karena telah disiram. Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit. Pada keracunan sianida, berwarna merah terang, pada keracunan CO berwarna cherry-red, pada keracunan aniline, nitrobenzene, kina, potassium-chlorate dan acetanilide, berwarna coklat kebiruan. Bercak disekitar mulut. Pada keracunan yodium, kulit menjadi hitam, pada keracunan nitrat, kulit menjadi kuning, dan pada keracunan zat korosif, terdapat luka bakar berwarna merah. Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan akibat keraunan perak (Ag) kronik

(deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada kuku. Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan boraks. Sklera. Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular. 3. Percobaan binatang Ikan mas (insektisida) Anak ayam yang baru menetas (gas cyanida) Kodok (strichnin) ---2.4. Pembedahan Jenazah4 Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau racun" maka sebaiknya rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat dalam rongga tengkorak. Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolisis (bisa ular), pirogarol, hidrokuinon, dinitrophenol dan arsen. Darah dan organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak perdarahan, pada organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya sianida, alkohol, kloroform maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair tidak terdapat bekuan darah.

Pada lidah perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukan kelainan disebabkan oleh zat korosif. Pada esophagus bagian atas dibuka sampai pada ikatan atas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi dan korosi. Pada epiglotis dan glotis perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang meransang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang meransang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada pemakaian akibat syok anafilaktik, misalnya akibat penisilin. Pada pemeriksaan paru-paru ditemukan kelainan yang tidak spesifik, berupa pembendungan akut. Pada inhalasi gas yang meransang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan pembendungan dan edema hebat, serta emfisema akut karena terjadi batuk, dipsneu dan spasme bronki. Pada lambung dan usus dua belas jari lambung dibuka sepanjang kurvakura mayor dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi lambung warnanya dan terdiri dari bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau kapsul diambil.6 dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk mencegah disintegrasi tablet/kapsul. Pada kasus-kasus non-toksikologik hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai saat akhir otopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian. Hal ini penting karena umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah pada akhir autopsi ia tidak dapat menemukan penyebab kematian. Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Pada hati apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan trinitro toulena. Pada ginjal terjadi perubahan degeneratif, pada kortek ginjal dapat disebabkan oleh racun yang meransang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning. Perubahan ini dapat dijumpai pada keracunan dengan persenyawaan bismuth, air raksa, sulfonamide, fenol, lisol, karbon tetraklorida. Umumnya analisis toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada pencarian racun secara umum

atau pada pemeriksaan histologik ditemukan Kristal-kristal Caoksalat atau sulfonamide. Pemeriksaan urin dilakukan dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain untuk dilakukan pemeriksaan maka urin dibiarkan berada dalam kandung kemih dan dikirim dengan cara intoto, prostat dan kedua ureter diikat dengan tali. Walaupun kandung kemih dalam keadaan kosong, kandung kemih harus tetap diambil untuk pemeriksaan toksikologi. Pemeriksaan otak biasanya tidak ditemukan adanya edema otak pada kasus kematian yang cepat, misalnya pada kematian akibat barbiturat, eter dan juga pada keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan karbonmonoksida, barbiturat, nitrogen oksida, dan logam berat seperti air raksa air raksa, arsen dan timah hitam. Obat-obat yang bekerja pada otak tidak selalu terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan jantung dengan kasus keracunan karbon monoksida bila korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan perdarahan berbercak dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bergaris pada muskulus papilaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas. Pada pemeriksaan limpa selain pembendungan akut limpa tidak menunjukkan kelainan patologik. Pada keracunan sianida, limpa diambil karena karena kadar sianida dalam limpa beberapa kali lebih besar daripada kadar dalam darah. Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida, quabaina, morfin dan heroin. Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap beracun, paruparu diambil, dalam botol kedap udara. Jaringan lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit daerah perut. Beberapa racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan lambat dilepaskan ke dalam darah. Jika terdapat persangkaan bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar tempat suntikan diambil dalam radius 5-10 cm.

Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akar-akarnya, dan kemudian diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali mana bagian yang proksimal dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut yang telah digunting beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan setiap bagian panjangnya inci atau 1 cm. terhadap setiap bagian itu ditentukan kadar arsennya. Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-kuku kedua ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa diawetkan. Ahli toksikologi membagi kuku menjadi 3 bagian mulai dari proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3 bagian proksimal. 2.5 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologi4,5 Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan. Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2 contoh darah masingmasing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet. Urin diambil semua yang ada di dalam kandung kemih untuk pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Usus beserta isinya berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur oleh lambung. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm. Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya

beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting. Hati yang diambil sebanyak 500 gram. Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan Caoksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak mampu menahan racun Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan. Otak diambil sebanyak 500 gram. Untuk menghidari cairan empedu mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan dibuka. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara yang telah disebutkan, adalah: 1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan) 2. Darah 3. Tempat keluar (urin, empedu) Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi. Idealnya terdiri dari 9 wadah dikarenakan masing-masing bahan pemeriksaan diletakkan secara tersendiri, yaitu: 1. 2 peles 2 liter untuk hati dan usus 2. 3 peles 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal 3. 4 botol a 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu 4. Wadah harus dibersihkan dahulu dengan mencucinya memakai asam kromat hangat dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan. 5. Bahan Pengawet Yang terbaik adalah tanpa bahan pengawet, bila terpaksa dapat digunakan bahan pengawet: - Alkohol absolut - Larutan garam dapur jenuh - Larutan NaF 1 % - Larutan NaF + Na sitrat

- Na benzoat + fenil merkuri nitrat Volume pengawet sebaiknya dua kali volume bahan pemeriksaan.

2.6 Jenis-jenis Keracunan 2.6.1 Keracunan Arsen Arsen (As) merupakan bahan kimia yang secara alami ada di alam. Arsen Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam maupun pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam jumlah sedikit atau komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk laut seperti ikan laut) biasanya tidak beracun (tidak toksik). Arsen dapat dalam bentuk inorganik bervalensi tiga dan bervalensi lima. Bentuk inorganik arsen bervalensi tiga adalah arsenik trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida, sedangkan bentuk inorganik arsen bervalensi lima adalah arsenik pentosida, asam arsenik, dan arsenat (Pb arsenat, Ca arsenat). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan kimia yang cukup potensial untuk menimbulkan terjadinya keracunan akut. Bagian tubuh manusia yang rentan terhadap sifat toksik dari arsen adalah endotel pembuluh darah. Normal, manusia setiap harinya mengkonsumsi 0,03 mg arsen6. Paparan arsen di tempat kerja terutama dalam bentuk arsenik trioksid dapat terjadi pada industri pengecoran timbal, tembaga, emas maupun logam non besi yang lain. Beberapa industri yang juga mempunyai potensi untuk memberi paparan bahan kimia arsen adalah industri pestisida/ herbisida, industri bahan pengawet, industri mikro elketronik dan industri farmasi/ obat-obatan. Pada industri tersebut, arsenik trioksid dapat bercampuran dengan debu, sehingga udara dan air di industri pestisida dan kegiatan peleburan mempunyai risiko untuk terpapar kontaminan arsen. Paparan yang berasal dari bukan tempat kerja (non occupational exposure) adalah air sumur, susu bubuk, saus dan minuman keras yang terkontaminasi arsen serta asap rokok. Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat salah didiagnosis sebagai suatu penyakit6.

2.6.1.1 Tanda dan Gejala Keracunan Arsen Arsen mempunyai waktu paruh yang singkat (hanya beberapa hari), sehingga dapat ditemukan dalam darah hanya pada saat terjadinya paparan akut. Untuk paparan kronis dari arsen tidak lazim dilakukan penilaian6. a. Keracunan akut Keracunan akut dapat terjadi jika tertelan sejumlah 100 mg arsen. Gejala yang dapat timbul akibat paparan akut diawali dengan rasa terbakar di daerah tenggorok dengan rasa logam pada mulut, diikuti mual, muntah hebat, nyeri perut, diare, kedinginan, kram otot serta edema dibagian muka (facial). Isi lambung dan duodenum dapat keluar, dan muntahan dapat mengandung bubuk berwarna putih (As2O3) Kemudian timbul nyeri epigastrium yang cepat menjalar ke seluruh perut hingga nyeri pada perabaan, dan timbul diare hebat. Kadang-kadang terlihat bubuk putih pada kotoran yang dapat tampak seperti air cucian beras yang bercampur darah. Muntah dan diare hebat dapat berhenti spontan namun kemudian timbul lagi. Hal tersebut dapat menyebabkan penderita jatuh dalam dehidrasi dan syok. Arsen juga memperlemah kerja otot jantung dan mempengaruhi endotel kapiler yang menyebabkan dilatasi kapiler sehingga syok bertambah berat. Paparan dengan dosis besar dapat menyebabkan koma dan kolapsnya peredaran darah. Dosis fatal adalah jika sebanyak 200-300 mg arsenik trioksid masuk ke dalam tubuh. Jika paparan terus berlanjut dapat menimbulkan gejala hemoglobinuria dan anemia, gagal ginjal dan ikterus (gangguan hati). Kematian dapat terjadi sebagai akibat dehidrasi berat dan syok hipovolemik4,6. b. Keracunan Arsin Arsen yang berbentuk gas masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, yang selanjutnya akan mencapai darah dan menimbulkan hemolisis hebat serta penekanan terhadap SSP. Korban menunjukkan gejala menggigil, demam, muntah, nyeri punggung, ikterik, anemia dan hipoksia, serta kadang-kadang dapat timbul kerjang. Dapat terjadi hemoglobinuria, dan terdapat eritrosit dan silinder. Kematian terjadi karena kegagalan system kardio-respirasi. Bila tidak terjadi kematian dalam waktu singkat, pada ginjal dapat terjadi nekrosis

tubuler dan obstruksi tubuli oleh silinder eritrosit dengan akibat anuri dan uremia4. c. Keracunan Kronik Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, terdapat melanosis arsenik berupa pigmentasi kulit yang berwarna kuning coklat, lebih jelas pada daerah fleksor, putting susu dan perut sebelah bawah serta pada aksila. Rambut tumbuh jarang. Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna coklat, umumnya terlihat pada pelipis, kelopak mata dan leher yang menyerupai pigmentasi pada penyakit Addison, namun mukosa mulut tidak terkena. Dapat juga menyerupai pitiriasis rosea dalam gambaran dan distribusi, tetapi menetap. Keratosis dapat ditemukan pada telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula timbul rasa tebal dan kesemutan pada tangan dan kaki, kemudian terjadi kelemahan otot dan kejang otot (kram) terutama pada malam hari. Gejala lain yang tidak khas seperti malaise, berat badan menurun, mata berair, fotofobi, pilek kronis, mulut kering, dan pada lidah dapat terlihat adanya bulu-bulu halus berwarna putih perak di atas jaringan lidah yang berwarna merah4. 2.6.1.2 Pemeriksaan Forensik4 a. Korban Mati Keracunan Akut Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi mucin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel arsen dapat tertahan. Orpimen terlihat sebagai partikel-partikel arsen berwarna kuning sedangkan As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih. Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum. Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi dan bengkak keruh. Pada korban meninggal perlu diambil semua sample organ, darah, urin, isi

usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit dan tulang. Sedangkan bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi pada korban hidup adalah muntahan, urin, tinja, bilas lambung, darah, rambut, dan kuku. b. Korban Mati akibat Keracunan Arsin Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsin, akan terlihat tandatanda kegagalan kardio-respirasi akut. Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli. c. Korban Mati akibat Keracunan Kronik Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan pada dasar kuku. Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas. Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat. Nilai normal kadar arsen dalam rambut kepala adalah 0,5 mg/kg, nilai 0,75 mg/kg menimbulkan kecurigaan adanya keracunan, nilai 30 mg/kg menunjukkan adanya keracunan akut. Nilai normal kadar arsen dalam kuku adalah sampai dengan 1 mg/kg. Nilai 1 mg/kg menumbulkan kecurigaan adanya keracunan, dan pada keracunan akut dapat dijumpai kadar arsen pada kuku sebanyak 80 mg/kg. Dalam urin, arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari4. Pada keracunan kronik, arsen diekskresikan secara intermiten tergantung intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji koproporfirin urin akan memberikan hasil positif4.

2.6.2 Keracunan Sianida 2.6.3 Keracunan Insektisida4 Diantara jenis atau pengelompokan pestisida, jenis insektisida banyak digunakan dinegara berkembang. Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian, perkebunan, dan dalam rumah tangga. Keracunan insektisida biasanya terjdi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, jarang sekali karena pembunuhan.

2.6.3.1 Insektisida Golongan Hidrokarbon Terkhlorinasi Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini adalah DDT, aldrin, dieldrin, endrin, cholordine, lindane, toxaphane dan BHC (Benzene Hexa Chlorida). Takaran toksik DDT pada manusia adalah 1 gram dan takaran fatalnya adalah 30 gram. sedangkan takaran fatal pada binatang untuk aldrin 2-5 gram, dieldrin 2-5 gram, endrin 10 mg/kgBB, lindane 15-30 gram, toxaphane 2-7 gram. Gejala pada keracunan ringan adalah lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit kepala, parestesia pada lidah, bibir dan muka, serta gelisah. Sedangkan gejala pada keracunan berat adalah pusing, gangguan keseimbangan, bingung, tremor, mual, muntah, midriasis kejang,bisa sampai koma. Pada keracunan kronik, dilakukan biopsi lemak tubuh yang diambil pada perut setinggi garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermlut lebar dengan penutup dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian 0,1 mg. pada keadaan normal, insektisida golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm.

2.6.3.2 Insektisida Golongan Inhibitor Kolinesterase Insektisida yang termasuk golongan ini adalah golongan fosfat organic dan karbamat. Cara kerja golongan ini adalah mengikat enzim asetil kolinesterase. Takaran fatal untuk golongan organofosfat: malathion 1-5 gram, parathion 10 mg/kg BB. Takaran fatal untuk golonan karbamat: aldicarb 0,9-1 mg/kgBB.

Pada keracunan akut gejala timbul dalam 30-60 menit dan mencapai puncaknya dalam 2-8 jam. Pada keracunan ringan gejala yang timbul adalah anorexia, sakit kepala, gelisah, tremor lidah dan kelopak mata, miosis dan penglihatan kabur. Sedangkan gejala pada keracunan berat adalah diare, pupil pinpoint sukar bernapas, edema paru, sianosis, kejang.
2.6.4 Keracunan Karbon Monoksida (CO)4,6

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau bila murni, namun sering terkontaminasi sehingga tidak murni dan memiliki bau, tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Sejak penggantian batu bara dengan gas alam, insidensi kematian akibat karbon monoksida telah berkurang. Kandungan CO dihasilkan juga oleh bensin sekitar 4-8%, mesin diesel menghasilkan kadar CO yang lebih rendah. Walaupun gas pembuangan kendaraan bermotor akan terbawa ke udara sampai ke atmosfer, tetapi kadar CO yang rendah tersebut tetap berbahaya. Terlebih lagi polisi dan petugas lalu lintas yang bekerja di jalan raya. Kadar saturasi CO pada hemoglobin orang-orang tersebut dapat mencapai 10 persen. Keracunan CO dipengaruhi dengan keadaan lingkungan seperti ventilasi yang minimal, ruangan yang tertutup sehingga gas CO dapat terhirup. Pada kasus bunuh diri, cara yang sering

dilakukan adalah korban duduk di mobil dengan jendela terbuka pada garasi yang tertutup, sehingga mereka dapat mengirup gas pembuangan tersebut. Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal bukan karena api , melainkan karena menghisap asap yang sebagian besar kandungan asap tersebut adalah CO. Banyak proses industrial yang menyebabkan keracunan CO pembuatan besi dan baja. Gas CO memiliki afinitas yang tinggi terhadap hemoglobin dalam darah. Kekuatan kombinasi ini 250x lebih kuat dibandingkan ikatan hemoglobin dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan walaupun konsentrasi CO yang rendah dapat menggantikan oksigen dari sel darah merah dan secara progresif mengurangi kemampuan sel darah dalam transportasi oksigen ke jaringan. Konsentrasi CO yang kuat dapat membunuh. Kadar saturasi carboxyhaemoglobin (ikatan CO khususnya

dengan hemoglobin) di atas 50-60% berakibat fatal pada orang dewasa yang sehat. Orang yang berusia lanjut, memiliki penyakit paru-paru atau penyakit jantung dapat meninggal pada kadar CO yang rendah, bahkan pada kadar saturasi 25%. Gejala dari keracunan CO bersifat progresif sehingga korban tidak mendapat tanda apapun kecuali sakit kepala, hingga mereka pingsan hingga koma. Pada kadar sekitar 30-40% dapat terjadi nausea, dapat disertai vomit, pingsan, kehilangan ketajaman penglihatan, lemah, dan dapat jatuh ke dalam tahap stupor dan dapat terjadi koma. Pada kadar sekitar 40-50% terjadi sickness, lemah, inkoordinasi, convulsions, dan koma dapat terus berjalan hingga terjadi kegagalan kardiorespirasi dan kematian. Beberapa orang dewasa yang sehat dapat mencapai kadar 70% atau lebih sebelum meninggal.

2.6.4.1 Pemeriksaan Forensik Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada keracunan CO dapat terjadi kulit yang berwarna merah muda, sering disebut sebagai cherry pink, yang tampak jelas bila kadar carboxyhaemoglobin (COHb) mencapai 30% atau lebih. Bantalan kuku dan bibir dapat menunjukkan warna yang khas terutama pada kadar saturasi yang tinggi. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari jam. Pada area hipostatik dari tubuh yang telah mati, pewarnaan merah muda biasanya terlihat, kecuali pada daerah yang anemis dimana pengurangan dari kandungan hemoglobin dapat mengurangi intensitas dari pewarnaan. Pada pemeriksaan dalam seluruh organ dapat berwarna merah muda akibat carboxyhaemoglobin dan carboxymyoglobin. Edema pulmonal sering ditemukan namun tidak ada perubahan organ spesifik, kecuali pada otak dari korban yang telah bertahan selama beberapa waktu mengikuti episode keracunan CO, pada beberapa kasus dapat terjadi degenerasi kistik yang bilateral dari ganglia basal. Individu dengan paparan CO yang lama dapat mengalami parkinsonian syndrome atau dapat terjadi perburukan status neurologis. Trauma

psikologis dapat disebabkan oleh keracunan CO akibat adanya hipoksia serebral.11 Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran : Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombohialin Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombohialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring hemorrage Nekrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah. Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema dan vesikal/ bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.

2.6.5 Keracunan Narkotika, Barbiturat, dan Hipnotik Lain4,8 2.6.5.1 Keracunan Narkotika

Narkotika (Yunani: Narkosis) ialah setiap obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan suatu keadaan stupor. Sekarang, pengertian secara farmakologis pengertian diperluas dengan memasukkan obat-obat yang

sebenarnya tidak dapat menimbulkan narkosis misalnya: cocaine (golongan stimulan), marijuana (halusinogen ringan), dan jenis lain seperti yang tertera dalam Undang-Undang No.9 tahun 1976 tentang Narkotika, pasal 1 butir 1 sampai dengan 13. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997, Tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Pemeriksaan luar pada pengguna narkotika dapat ditemukan bekas suntikan (needle mark), di daerah lipat siku, punggung tangan, lengan atas, dan sekitar putting susu. Dapat ditemukan skin blisters pada korban keracunan narkotika, barbiturate, dan karbon monoksida.

2.6.5.1.1 Jenis-jenis Narkotika: 1. Opiat/ Opium Opiat atau opium adalah bubuk yang dihasilkan langsung oleh tanaman poppy/ papaver somniferum di mana di dalam bubuk tersebut terkandung morfin yang dapat menghilangkan rasa sakit dan kodein yang berfungsi sebagai antitusif. 2. Morfin Mofrin adalah alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta isolasi opium dengan zat kimia tertentu untuk penghilang rasa sakit atau hipnoanalgetik bagi pasien penyakit tertentu. Dampak atau efek dari penggunaan morfin yang

sifatnya negatif membuat penggunaan morfin diganti dengan obat-obatan lain yang memiliki kegunaan yang sama namun lebih kecil efek sampingnya. 3. Heroin Heroin adalah turunan dari morfin atau opioda semisintatik dengan proses kimiawi yang dapat menimbulkan ketergantungan/ kecanduan yang berlipat ganda dibandingkan dengan morfin. Heroin dipakai dengan cara

menyuntikkan keotot, kulit/sub kutan atau pembuluh vena. 4. Kodein Kodein adalah sejenis obat batuk yang digunakan oleh dokter, namun dapat menyebabkan ketergantungan/ efek adiksi sehingga peredarannya dibatasi dan diawasi secara ketat. 5. Opiat Sintetik/ Sintetis Jenis obat yang berasal dari opiat buatan tersebut seperti metadon, petidin dan dektropropoksiven (distalgesic) yang memiliki fungsi sebagai obat penghilang rasa sakit. Metadon berguna untuk menyembuhkan ketergantungan opium/ opiat. Opiat sintesis dapat memberi efek seperti heroin, namun kurang menimbulkan ketagihan/ kecanduan. 6. Kokain / Cocaine Hydrochloride Kokain adalah bubuk kristal putih yang didapat dari ekstraksi serta isolasi daun coca (erythoroxylon coca) yang dapat menjadi perangsang pada sambungan syaraf dengan cara / teknik diminum dengan mencampurnya dengan minuman, dihisap seperti rokok, disuntik ke pembuluh darah, dihirup dari hidung dengan pipa kecil, dan beragam metode lainnya. Kenikmatan menggunakan kokain hanya dirasakan sebentar saja, yaitu selama 1 sampai 4 menit seperti euforia, peningkatan kepercayaan diri, terangsang, menambah tanaga dan stamina, dan lain-lain. Setelah 20 menit berubah menjadi rasa lelah/ capek, depresi mental dan ketagihan. Efek yang dapat ditimbukan dari penggunaan kokain secara terus menerus adalah : Hipertensi Insomnia Miosis

Hilang nafsu makan / kurus Peningkatan detak jantung

7. Ganja/ Mariyuana/ Kanabis Mariyuana adalah tanaman semak/perdu yang tumbuh secara liar di hutan yang mana daun, bunga, dan biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan mengatasi keracunan ringan (intoksikasi ringan). Zat getah ganja/ THC (delta-9 tetra hidrocannabinol) yang kering bernama hasis, sedangkan jika dicairkan menjadi minyak kanabasis. Minyak tersebut sering digunakan sebagai campuran rokok atau lintingan tembakau yang disebut sebagai cimenk, cimeng, cimenx, joint, spleft, dan sebagainya. Ganja dapat menimbulkan efek yang menenangkan/ relaksasi. Orang yang baru memakai ganja atau mariyuana memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mabuk, mata merah. Tubuh lemas dan lelah. Midriasis

Bagi pengguna ganja alias mariyuana semua itu tidak masalah walaupun banyak menimbulkan efek buruk bagi fisik dan mental, antara lain sebagai berikut ini: - Kemampuan konsentrasi berkurang. - Daya tangkap syaraf otak berkurang. - Penglihatan kabur / berkunang-kunang. - Pasokan sirkulasi darah ke jantung berkurang. Yang penting bagi pecandu ganja adalah efek enak dan nikmat dunia yang semu seperti : - Rasa gembira. - Percaya diri/ PD meningkat pesat. - Peka pada suara.

2.6.5.1.2 Tanda dan Gejala Keracunan Keracunan dapat terjadi secara akut dan kronis. keracunan akut biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan.

Gejala keracunan lebih cepat pada morfin daripada opium. Mula-mula terjadi eksitasi susunan saraf yang kemudian disusul oleh narkosis. Korban biasanya datang ke rumah sakit sudah dalam fase narkosis. Korban merasa ngantuk yang semakin lama semakin dalam dan berakhir dengan keadaan koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran napas, nadi kecil dan lemah, pernapasan sukar, irregular, pernapasan dangkal-lambat dan dapat terjadi pernapasan Cheyne Stokes, suhu badan turun, muka pucat, pupil miosis yang akan melebar kembali setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga syok.

2.6.5.1.3 Sebab dan Mekanisme Kematian Cara kematian hanya dapat ditentukan jika kita melakukan penyelidikan ke tempat kejadian. Kecelakaan adalah sebab terbanyak, biasanya dikarenakan ketidaktahuan dosis. Cara kematian yang lain adalah pembunuhan. Pembunuhan dengan suntikan biasanya menggunakan morfin/heroin dosis letal atau dicampur dengan racun lain misalnya sianida atau strichnin. cara kematian dapat pula bersifat bunuh diri yang biasanya akibat abstinensia. kematian biasanya terjadi pada penggunaan secara intravena. Mekanisme kematian melalui : Depresi pusat pernapasan : pusat pernapasan menjadi kurang sensitive terhadap stimulus CO2 atau H+. Edema paru : terjadinya edema paru diakibatkan oleh peningkatan tekanan cairan serebrospinal dan tekanan intrakranial serta berkurangnya sensitifitas pusat pernafasan terhadap CO2. Kedua keadaan ini menyebabkan menurunnya ventilasi paru dan gangguan permeabilitas. Syok anafilaktik terjadi akibat hipersensitifitas terhadap morfin/heroin atau terhadap bahan pencampuranya. Kematian pada pemakai narkotika dapat pula diakibatkan oleh berbagai hal lain, seperti : pemakaian alat suntik dan bahan yang tidak steril sehingga menimbulkan infeksi, misalnya pneumonia, endokarditis, hepatitis, tetanus, AIDS, malaria, sepsis dan sebagainya. Bila cara penyuntikan tidak benar, dapat terjadi emboli udara.

Dosis letal tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung dari individu. Dosis letal terkecil yang pernah dilaporkan adalah sebesar 60 mg morfin, tetapi biasanya diambil patokan sekitar 200 mg. Selain itu kadar dalam urine dan darah dapat digunakan sebagai pegangan. Jika kadar morfin dalam urine sebesar 55mg% berarti orang tersebut menggunakan morfin dalam jumlah yang berlebihan. Bila kadara dalam urine sebesar 5-20 mg% atau dalam darah 0,1-0,5 mg% berarti sudah dalam keadaan toksik.

2.6.5.1.4 Pemeriksaan Forensik Pada korban hidup yang menunjukkan gejala keracunan narkotika, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urine. Apabila hasil pemeriksaan laboratoriummenunjukkan adanya narkotika, maka kita wajib melaporkannya kepada pihak yang berwewenang (Pasal 48 UU Narkotika,1976). Pemeriksaan jenasah : Bekas-bekas suntikan, tersering terdapat pada liupat siku, lengan atas, punggung tangan dan tungkai. Tempat yang jarang namun harus tetap kita perhatikan adalah pada leher, di bawah lidah atau pada daerah perineum. Pembesaran kelenjar getah bening setempat. Ini diakibatkan pemakaian kronis menggunakan suntikan yang tidak steril. Pada pemeriksaan mikroskopik kelainan ini menunjukkan hipertrofi dan hiperplasi limfositik. Lepuh kulit (skin-blister), biasanya pada kulit daerah telapak tangan dan kaki. Kelainan ini biasanya terdapat pada kasus kematian karena suntikan dalam jumlah besar. Keadaan ini juga mungkin didapatkan pada kasus keracunan CO atau barbiturat. Kelainan lain : biasanya merupakan tanda asfiksia saeperti keluarnya busa halus dari lobang hidung dan mulut, yang mulanya berwarna putih yang kemudian kemerahan (karena adanya autolysis). Kelainan ini dianggap sebagai tanda edema paru. Sianosis pada ujung-ujung jari dan bibir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan cara sniffing kadang dijumpai perforasi septum nasi.

Kelainan paru akut. Perubahan awal(3 jam pertama) didapatkan edema dan kongesti saja. Pada jangka waktu 3-12 jam didapatkan narcotic lungs. Menurut Siegel, kelainan ini khas dan dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis.

Perubahan lanjut. Terjadi lebih dari 24 jam. Paru menunjukkan gambaran pneumonia lobularis difus, penampangnya tampak berwarna coklat

kemerahan, padat seperti daging dang menunjukkan gambaran granuler. Kelainan paru kronik berupa granulomatosis vaskular paru sebagai manifestasi reaksi jaringan terhadap talk yang digunakan sebagai bahan pencampur, mungkin pula akibat bahan yang tidak larut pada penggunaan parenteral. Pada mikroskopis tampak gambaran kristal. Kelainan hati dapat berupa akumulasi sel radang. Derajat kelainannya tergantung lamanya penggunaan narkotika. Pada pemeriksaan mikroskopik juga ditemukan fibrosis ringan dan proliferasi sel-sel duktus biliaris. Pada pemeriksaan laboratorium, bahan pemeriksaan diambil dari urine (jika tidak ada dapat diambil ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan. Isi lambung diambil jika korban menggunakan narkotika peroral, apusan mukosa hidung bila menggunakan sniffing. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika minimal adalah kromatografi lapis tipis (tlc). Cara pemeriksaan lain adalah menggunakan teknik glc (kromatografi gas) dan ria (radio immunoassay). Untuk mendeteksi seorang pencandu atau bukan dapat diketahui melalui uji nalorfin, analisa urine, uji marquis, uji mikrokristal dan hanging microdrop technique.

2.6.5.2 Keracunan Barbiturat dan Hipnotik Lain Barbiturat digunakan secara luas sebagai obat adiktif, namun efek lain yang terdapat pada obat ini disalahgunakan. Obat ini memiliki batas komposisi yang luas, dari yang bersifat anestesi kerja singkat seperti thiopentone sodium hingga yang bersifat kerja sedang seperti amylobarbitone. Saat ini babiturat kerja lama (long acting) seperti phenobarbitone digunakan dalam terapi epilepsi pada manusia. Toleransi mudah diinduksi dengan cepat dan gejala withdrawal terhadap

obat dapat bersifat berat. Barbiturat (downers) dapat dikombinasikan dengan stimulan amphetamines (uppers) dalam tablet yang sama, dan dikenal sebagai purple heart. Alkohol dan barbiturat memiliki kekuatan aditif yang kuat dan dapat menyebabkan kematian. Pada awalnya amphetamine (benzedrine) dan dextroamphetamine (dexedrine) diresepkan untuk mencegah kelelahan dan menekan nafsu makan. Obat ini memiliki efek stimulan yang kuat sehingga penggunaan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan hyperexcitement, hallucinations, dan psychoses. Pada umumnya terdapat hyperpyrexia dan hypertension yang dapat mempresipitasi pendarahan serebral atau pendarahan subarachnoid, dan berisiko aritmia jantung. MDMA (methylene-dioxy-methamphetamine) dikenal juga sebagai ectasy, XTC, ADAM, yang pada beberapa tahun disebut sebagai desainer drug dan

bertanggung jawab dalam sejumlah kematian. Penggunaan MDMA dapat menyebabkan gangguan pada neurologis, ginjal, hepar, dan paru-paru, dan dapat menyebabkan rhabdomyolysis dan disseminated intravaskular coagulation. Beberapa pengguna diketahuin meminum sejumlah besar air, yang mengakibatkan intoksikasi air dan meninggal akibat oedem serebral. 2.6.6 Keracunan Alkohol4 Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan mengemudi sehingga cenderung menimbulkan kecelakaan lalu lintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.

2.6.6.1 Tanda dan Gejala Keracunan Pada kadar yang rendah, 10-20 mg% sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan keahlian keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada

kadar 30-40 mg% telah timbul penciutan lapang pandang, penurunan tajam penglihatan, dan perpanjangan waktu reaksi. Pada kadar alkohol darah 30-50 mg% dan lebih jelas pada kadar 150 mg% terdapat penurunan keterampilan mengemudi. Pada kadar kurang dari 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan, dan gangguan pendengar. Tampak gangguan pada kehidupan psikisnya, seperti penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi, dan analisa. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala banyak bicara, ramai (boisterous behaviour), refleks menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang terjadi nistagmus, dan sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit. Alkohol dengan kaadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tidak dapat mengenali warna, konjunctiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi), diplopia, sukar memusatkan pandangan/penglihatan, nistagmus. Bila kadar dalam darah dan otak makin meningkat akan timbul pembicaraan kacau, tremor tangan dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot, dan tonus otot muka menghilang. Pada kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

2.6.6.2 Sebab dan Mekanisme Kematian Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan rupture varises esophagus akibat hipertensi portal. Selain itu dapat disebabkan secara sekunder oleh pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal. Pada autopsi dapat ditemukan memar pada korteks serebri, hematoma subdural akut atau kronik. Pada kadar alkohol otak lebih dari 450 mg% dapat terjadi depresi pusat pernafasan. Pada kadar 500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.

2.6.6.3 Pemeriksaan Forensik Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol

darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah vena. Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadangkadang tidak ada kelainan. Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna. Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium. Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Pada korban yang meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain, atau cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinalis. Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik, diambil dari pembuluh darah vena perifer (vena kubiti atau vena femoralis). Salah satu cara pemeriksaan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut: Letakkan 2 ml reagen Anti eke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan melarutkan 3,70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air.

Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat, dan terus diaduk, lalu encerkan dengan 500 ml akuades. Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati supaya darah/urin bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie. Hasil: warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%. Warna hijau kekuningan sekitar 300 mg%. Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hal ini akibat dari pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian harus dilakukan meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun dalam perhitungan harus juga dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per jam digunakan dalam perhitungan. 2.6.7 Keracunan Metanol (Metil Alkohol)4 Metil alkohol banyak digunakan dalam industri dan rumah tangga. Metil alkohol mudah didapat dan murah karena tidak dapat digunakan sebagai minuman karena sangat toksik. Metal alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dengan bau khas, mempunyai titik didih 60 derajat Celcius. Kadar ambang batas metanol di udara adalah 200 ppm. Bau metanol akan tercium bila kadara diudara mencapai 100 ppm, sedangkan takaran toksik diperkirakan adalah 6 ml, dan takaran letalnya sekitar 30-100 ml. Metil alkohol dibuat dari destilasi kayu atau melalui sintetis kimia. Banyak digunakan dalam bidang industri dan kesenian. Dikenal beberapa bentuk murni metal alkohol seperti Columbian spiritus, Eagle spiritus bahan aditif untuk

meinggikan tinggi nilai oktan bensin dan sebagai cairan antibeku air radiator mobil.

2.6.7.1 Tanda dan Gejala Keracunan Umumnya gejala timbul tiba-tiba setelah masa laten yang lamanya sangat bervariasi. Keracunan metanol menunjukkan gejala rasa lemas, mual, muntah, sakit kepala, sesak napas, dan sianosis. Mungkin pula diikuti dengan delirium, kejang, kulit teraba dingin, stupor, dan koma. Gejala-gejala ini timbul akibat depresi SSP, edema otak, dan juga akibat oksidasi metanol yang menyebabkan asidosis. Kebutaan dapat terjadi pada keracunan akut dan kronis, sebagai akibat kerja racun pada sel ganglion retina yang menimbulkan atrofi nervus optikus. Bila kebutaan tidak menyeluruh, maka dapat mengakibatkan lapang pandang yang menyempit dan buta warna. Kebutaan dapat terjadi bila meminum sebanyak 15 ml metanol.

2.6.7.2 Sebab dan Mekanisme Kematian Keracunan metil alkohol umumnya terjadi akibat kecelakaan. Dosis letalnya 30-100 ml. kematian biasanya terjadi dalam 24-36 jam, namun pernah tercatat ada yang dapat bertahan hidup 24 hari, dengan mekanisme yang telah diuraikan di atas.

2.6.7.3 Pemeriksaan Forensik Tanda-tanda yang ditemukan tidak khas. Pada pemeriksaan luar mungkin hanya tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia. Pada pemeriksaan dalam ditemukan edema organ visera, perdarahan pada permukaan paru, dan mukosa organ visera, dan bintik-bintik perdarahan pada selaput otak. Pada pemeriksaan histopatolgik dapat dijumpai degenerasi bengkak keruh pada hati dan ginjal serta edema otak. Bahan pemeriksaan dari darah, otak, hati, ginjal, urin. Dalam urin dapat ditemukan metil alkohol dan asam formiat sampai 12 hari setelah keracunan.

BAB III KESIMPULAN

Toksikologi forensik berperan dalam melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya. Pemeriksaan laboratorium forensik mempunyai peranan yang penting dalam membantu proses tindak kriminal pada kasus kematian yang diduga karena keracunan. Jenis-jenis racun dapat dibagi berdasarkan sumber, tempat dimana racun tersebut didapat, dan efek kerja yang dihasilkan. Kelainan atau perubahan yang terjadi pada korban yang meninggal karena keracunan dapat mengetahui jenis racun yang terdapat dalam tubuhnya. Karena setiap jenis racun memiliki tanda dan gejala keracunan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1. I.M.A. Gelgel Wirasuta. 2009. Analisis Toksikologi Forensik. http://gelgelwirasuta.blogspot.com/2009/12/analisis-toksikologi-forensik.html. tanggal 21 Agustus 2011 2. DiMaio VJ, DiMaio Dominick. 2001. Forensic Pathology 2nd ed. New York: CRC Press 3. Anonim. Pencegahan Keracunan Secara Umum. Diunduh

http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/CegahRacunUmum.pdf 4. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta 5. Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara 6. Mukono. 2009. Arsen (As), Dampak terhadap Kesehatan Serta

Penanggulangannya.

http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/arsen-as-

dampak-terhadap-kesehatan-serta-penanggulangannya-profdrdrhjmukonomsmph/ 7. Spheherd R. 2003. Simpsons Forensic Medicine 12th ed. London: Arnold Publishers 8. Anonim. 2008. Macam/Jenis Narkotika Yang Sering Disalahgunakan/Dipakai - Ganja, Opium, Kokain, Morfin, Heroin, Dkk. http://organisasi.org/macamjenis-narkotika-yang-sering-disalahgunakan-dipakai-ganja-opium-kokainmorfin-heroin-dkk.

Anda mungkin juga menyukai