Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN Ruang parafaring dapat mengalami infeksi secara langsung akibat tusukan saat tonsilektomi, limfogen dan

hematogen.1,2,4,5 Berdasarkan bakteri penyebab sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai jenis kuman baik aerob maupun anaerob.1,6-8 Abses parafaring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis berupa demam, nyeri tenggorok dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus, pembengkakan disekitar angulus mandibula, pembengkakan dinding lateral

faring hingga menonjol ke arah medial. Pemeriksaan penunjang berupa foto polos jaringan lunak leher dan tomografi komputer.1,3,5 Secara umum terapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa dan drainase. Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman aerob maupun anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinis yang timbul. Drainase abses dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu insisi eksterna dan intra oral. 1,3,6,9-11

NINA 051

Page 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia dan ruang potensial. Fasia servikal terdiri atas lapisan jaringan fibrosa yang meliputi organ, otot, saraf dan pembuluh darah yang memisahkan area leher menjadi rangkaian ruang-ruang potensial. Fasia ini dibagi atas fasia servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh m. platisma. Fasia servikal superfisial meluas dari perlekatan superiornya di prosesus zygomatikus turun ke area toraks dan aksila yang terdiri atas jaringan subkutan berlemak. Ruang antara fasia servikal

superfisial dan profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. Fasia servikal profunda terbagi menjadi 3 bagian yaitu lapisan luar/superfisial, tengah/media dan dalam/profunda.1,8 Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda membungkus seluruh leher meluas dari insersinya di linea nuchae tengkorak ke dada dan area aksila. Anterior ke daerah wajah dan melekat ke klavikula. Lapisan jaringan fibrosa ini membungkus otot sternokleidomastoideus dan masseter serta membungkus kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan media dari fasia servikal profunda dibagi atas divisi muskuler dan viseral. Divisi muskuler berada di bawah lapisan superfisial dan membungkus sternohyoid, sternotyroid, tyrohyoid dan omohyoid. Fasia ini melekat di os hyoid, kartilago tyroid, sternum, klavikula dan skapula. Divisi viseral melingkupi area visera anterior leher termasuk kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Lapisan profunda dari fasia servikal profunda membentuk cincin dengan pembuluh-pembuluh darah besar di luar cincin tersebut serta saraf frenikus didalamnya.1,3,8 Dari berbagai lapisan fasia servikal dan sepanjang perjalanannya mengadakan perlekatan ke berbagai struktur di leher akan membentuk beberapa
NINA 051 Page 2

ruang potensial. Tulang hyoid merupakan struktur penting yang membatasi penyebaran infeksi daerah leher dan merupakan landmark yang reliabel saat melakukan tindakan pembedahan dalam mengatasi abses leher dalam. Ruang potensial di leher dibagi menjadi 3 yaitu : 1. ruang yang melibatkan seluruh panjang leher yang terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra; 2. ruang di atas tulang hyoid (ruang suprahyoid) terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang temporal dan ruang parotis; 3. ruang dibawah tulang hyoid (ruang infrahyoid) mencakup ruang visera anterior.1,8

Gambar 1. Potongan sagital kepala dan leher. 1

NINA 051

Page 3

2.2 DEFINISI Ruang parafaring disebut juga sebagai ruang faringomaksila, ruang faringeal lateral atau ruang perifaring. Ruang ini berbentuk kerucut terbalik dengan dasarnya pada bagian superior di dasar tengkorak dan puncaknya pada inferior tulang hyoid.10

Gambar 3. Potongan koronal melalui ruang parafaring. 5

2.3 BATAS-BATAS Batas ruang ini adalah dasar tengkorak di bagian superior (pars petrosus os temporal dan os sphenoid), os hyoid di inferior, rafe pterygomandibular di anterior, fasia prevertebra di posterior, fasia bukofaringeal di medial dan lapisan superfisial fasia servikal profunda yang meliputi mandibula, pterygoid medial dan parotis di lateral. Ruang parafaring berhubungan dengan beberapa ruang leher dalam termasuk ruang submandibula, ruang retrofaring, ruang parotis dan ruang mastikator.8
NINA 051

Page 4

2.4 KLASIFIKASI Ruang parafaring dibagi menjadi 2 bagian yang tidak sama besarnya oleh prosesus styloid menjadi kompartemen anterior atau muskuler atau prestyloid dan komponen posterior atau neurovaskuler atau poststyloid. Ruang prestyloid berisi lemak, otot, kelenjar limfe dan jaringan konektif serta dibatasi oleh fossa tonsilar di medial dan pterygoid medial di sebelah lateral. Ruang poststyloid berisi a. karotis interna, v. jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam suatu sarung

Pharingomaxillary Space Infection


dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan yang tipis. 1,2,5,8

yang disebut selubung karotis dan saraf kranialis IX, X, XII. Bagian ini

16 / 4 / 2005

Gambar 2. Potongan oblik melalui leher menunjukkan ruang potensial. 1


LR / IH

17

NINA 051

Page 5

2.5 POTENSIAL INFEKSI Infeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar ke jaringan sekitar dan membentuk abses sublingual, submental, submandibula, mastikator atau parafaring. Dari gigi anterior sampai M1 bawah biasanya yang mula-mula terlibat adalah ruang sublingual dan submental. Bila infeksi dari M2 dan M3 bawah, ruang yang terlibat dulu adalah submandibula. Hal ini disebakan posisi akar gigi M2 dan M3 berada di bawah garis perlekatan m. milohiod pada mandibula sedang gigi anterior dan M1 berada diatas garis perlekatan tersebut.10

Gambar 4. Jalur infeksi odontogenik. 13

NINA 051

Page 6

Gambar 5. Jalur potensial perluasan infeksi. 13,15

Ruang potensial ini berbentuk sperti corong dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak pada setiap sisi berdekatan dengan foramen jugularis dan apeksnya pada kornu mayor tulang hyoid. Batas bagian dalam adalah ramus asenden mandibula dan perlekatan otot pterigoideus media dan bagian posterior kelenjar parotis. Batas bagian dorsal terdiri dari otot-otot prevertebra. Setiap fosa dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besar oleh prosesus stiloideus dan perlekatan otot-otot. Bagian anterior (prestiloideus)merupakan bagian yang lebih besar. Dan bagian ini dapat terkena proses supuratif sebagai akibat dari tonsil yang terinfeksi, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, karies gigi, dan pembedahan. Bagian posterior yang lebih kecil terdiri dari arteri karotis interna, vena jugularis, saraf vagus, dan saraf simpatis. Bagian ini dipisahkan dari spatium retrofaring oleh selaput fasia yang tipis. 7

NINA 051

Page 7

KESIMPULAN
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara : langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang terkontaminasi kuman (aerob dan anaerob) menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula. Gejala yang dikeluhkan pasien yaitu nyeri tekan daerah submandibula terutama pada angulus mandibula, leukositosis dengan pergeseran ke kiri, dan adanya demam. Terlihat edema uvula, pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke medial dinding lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses peritonsil hanya tonsil yang terdorong ke medial. Pada rontgenogram lateral mungkin tampak pergeseran trakea ke arah anterior. Trismus yang disebabkan oleh menegangnya M. Pterigoid internus merupakan gejala menonjol, tetapi mungkin tidak terlihat jika infeksi jauh di dalam sampai prosesus stiloid dan struktur yang melekat padanya sehingga tidak mengenai M. Pterigoid internus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemerksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT scan.

NINA 051

Page 8

DAFTAR PUSTAKA 1. Fachruddin D.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok.

Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 2. Driscoll BP, Scott B, Stiernberg C. Deep neck space infection. In: Bailey, ed. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 2nd ed. Vol 1. Philadelphia New York:Lippincott-Raven; 2002.hlmn 819-35

3. Lee Kj. Neck spaces and fascial planes. In: Essential Otolryngology Head &
Neck Surgery. 8th ed. New York:McGraw-Hill.hlmn 422-37 4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid Satu, Edisi 13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1994 5. Liston SL. Embriologi, anatomi dan fisiologi rongga mulut, faring, esophagus dan Leher. Dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.1997. 6. Ruamarjono. Kartosoediro, Soerjadi. Odinofagi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006. 7. Adams,L.George. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.1997. Hlmn 320-354 8. Raharjo, Sutji Pratiwi. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Dexfi Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi 2008 9. Adrianto, Petrus. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran 1986. 10. Davis, Gwilym G. Applied Anatomy: The Construction Of The Human Body. Available from URL :// chestofbooks.com/. Acessed

NINA 051

Page 9

NINA 051

Page 10

Anda mungkin juga menyukai