Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan
atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama
seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan
200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral
faringitis.1
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang
menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2
1.2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior di departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan
Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a. Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta

berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.


b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit Faringitis.

c.Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain
yang ada kaitannya dengan penyakit ini.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. 3,4,5,6
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.3,4,5,6
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap
bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otototot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor
ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.3,4,5,6

Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus


2

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan M.Palatofaring.
letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik
laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada
waktu menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring
dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu
dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini, M.Tensor veli palatine,
M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula. M.Levator vela palatine membentuk
sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar
ostium tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini
membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum
mole dan membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Palatoglosus
membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus faring. M.Palatofaring
membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya
adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. 3,4,5,6
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial)
serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 3,4,5,6
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus. 3,4,5,6
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah
bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar
getah bening servikal dalam bawah. 3,4,5,6
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring). 3,4,5,6

Gambar 2.2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing


Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain :

- batas atas : Basis Kranii


- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,
Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 3,5,6
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole


- batas bawah : tepi atas epiglottis
4

- batas depan : rongga mulut


- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum.

3,5,6

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas


dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

Dinding anterior Ruang retrofaring

(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia
faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis.
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia
servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral
ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 3,5,6
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan
dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu mayus
os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas luarnya
adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior
kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid
dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas
dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid)
berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu
sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang
retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 3,5,6

2.2. Fisiologi Faring


5

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi. 3,4,5,6
2.2.1. Fungsi Menelan
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus
yang terjadi secara

berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai

berikut: 3,4,5,6
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke
arah lambung
f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan air
liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui dorsum
lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi M.Levator veli
palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat
dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan
nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi
M.Paltoglossus

yang

menyebabkan

ismus

fausium

tertutup,

diikuti

oleh

kontraksi

M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 3,4,5,6
Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M.Stilofaring,
M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter
laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi
M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran
udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan akan
meluncur kea rah esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.
3,4,5,6

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M.Krikofaring, sehingga introitus
esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat,
maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada saat
istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat
dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter
esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di
dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal
sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk
mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka sfingter ini
akan menutup kembali. 3,4,5,6

Gambar 2.3. Proses Menelan


2.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.
7

Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M.Salpingofaring dan
M.Palatofaring, kemudia M.Levator veli palatine bersam-sam M.Konstriktor faring superior.
Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum mole ke atas
belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
(fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M.Palatofaring (bersama M.Salpingofaring) dan
oleh kontraksi aktif M.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak
pada waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada
periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum. 3,4,5,6
2.3. Definisi
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
1,7,8,9

2.4. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%)
bakteri (5-40%). Respiratory viruses

merupakan penyebab faringitis yang paling banyak

teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza
virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis. 1,2,3,5,7,8,9
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 9

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2
2.5. Insidens
Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan
atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama
seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan
200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral
faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis
menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi
bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan
infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun.1,9
2.6. Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat
hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi
menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. 2,3,4,7,8,,9
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena
fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema
pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain
9

itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi.2,3,5,7,8,9
2.7. Klasifikasi Faringitis
2.7.1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash. 3,5

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis


Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 3,5
10

b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan. 3,5

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis


Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis
akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi
streptococcus group A.9
11

c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 3,5
2.7.2. Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut
karena hidungnya tersumbat. 3,5
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 3,5
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 3,5
2.8. Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah

12

teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit.1,2,3,7,8,9
2.9. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan
leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
2.10. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus
group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas. 9
2.11. Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur
dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)
diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 46 kali pemberian/hari. 1,2,3,7,8,9
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A
diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid
karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid
yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3
mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,
13

antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau
antiseptik. 1,2,3,7,8,9
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis
kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya
ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1,2,3,7,8,9
2.12. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.1,9
2.13. Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,
pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain
berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara
perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik. 1,9

14

BAB 3
KESIMPULAN
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor
resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah
teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai
dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi
tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di
leher.
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka
diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan
pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang
adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya
sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat
terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.
Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

15

Anda mungkin juga menyukai