Anda di halaman 1dari 6

TOKSIKOLOGI

A. Latar belakang
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara fisiologik dan kimiawi yang dalam
dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau menyebabkan kematian.
Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara
maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari keracunan di Indonesia belum
diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah
sakit, tetapi angka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenanya di masyarakat.
Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di
Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat-obatan, bahan kimia korosif , alkohol dan
beberapa racun alamiah termasuk bisa ular. Setiap tahunnya di Amerika puluhan ribu orang
meninggal akibat obat-obatan baik langsung maupun tidak langsung.
Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan
dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya. Pemeriksaan
laboratorium forensik mempunyai peranan yang penting dalam membantu proses tindak
kriminal pada kasus yang diduga keracunan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
tertarik untuk menulis referat” Peran Forensik Klinik dalam Kasus Keracunan“.

B. Pengertian
Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui identitas bahan, zat, atau obat
yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penanggulangannya
dapat dilakukan dengan tepat, cepat, dan tuntas.
Usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari yang paling sederhana sampai
yang paling canggih. Tapi dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan
keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan kecepatan
untuk bertindak dengan segera, maka diperlukan cara yang cepat dengan menggunakan
peralatan yang sederhana. Selain mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul, serta
penyakit akibat keracunan pada penderita, juga digunakan cara-cara lain yang meliputi cara
fisika dan cara kimia untuk menetapkan racun penyebabnya.
Jika bahan, zat, atau obat, dalam bentuk campuran atau tercampur dan terdapat dalam
muntahan atau isi perut maka perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu. Untuk maksud
ini dapat digunakan metode "Goldstone" (yang semula hanya digunakan untuk analisa
makanan) untuk analisa racun pada umumnya dan metode "Stas-Otto-Gang" khusus untuk
obat-obatan. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan metode modern yang lebih cepat, tapi
memerlukan peralatan yang canggih.

C. Faktor yang mempengaruhi keracunan


Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan :
a. Cara masuk.
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara
masuk lain, berturut-turut ialah intravena, intra muscular, intraperitoneal,
subkutan, peroral, dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.
b. Umur,
Kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih
sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena
eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktivitas mikrosom dalam hati belum
cukup.
c. Kondisi tubuh.
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan.
Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorbsi dapat terjadi dengan
lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.
d. Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin,
sebab dapat terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu
ketika dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.
e. Idiosinkrasi
Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran makin
cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekerja secara
lokal, misalnya asam sulfat. struktur kimia, misalnya calomel (Hg2Cl2) jarang
menimbulkan keracuanan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan kematian.
Morfin dan nalorfin yang mempunyai struktur kimia hampir sama merupakan
antagonis. Terjasi addisi antara alkohol dan barbiturat atau alkohol dan morfin.
Dapat pula terjadi sinergisme yang seperti addisi, tetapi lebih kuat. Addisi dan
sinergisme sangat penting dalam masalah mediko-legal.
f. Waktu pemberian.
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorbsi terjadi
lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka pemberian untuk waktu
lama (kronik) atau waktu singkat/sesaat.

D. Bahan pemeriksaan
1. organ/jaringan tubuh:
a) lambung beserta isi (100 gr);
b) hati (100 gr);
c) ginjal (100 gr);
d) jantung (100 gr);
e) tissue adipose (jaringan lemak bawah perut) (100 gr); dan
f) otak (100 gr)
2. cairan tubuh
a) urine (25 ml);
b) darah (10 ml); dan
3. sisa makanan, minuman, obat-obatan, alat/peralatan/wadah antara lain piring, gelas,
sendok/garpu, alat suntik, dan barang-barang lain yang diduga ada kaitannya dengan
kasus; dan
4. barang bukti pembanding bila diduga sebagai penyebab kematian korban.

E. Cara penanganan sampel


1. Pengambilan barang bukti
1) Pengambilan barang bukti organ tubuh/jaringan tubuh dan cairan tubuh untuk
korban mati dilakukan oleh dokter pada saat otopsi;
2) pengambilan barang bukti darah dan cairan lambung untuk korban hidup dilakukan
oleh dokter atau para medis; dan
3) apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi
petugas Labfor untuk mengambil barang bukti.

2. Pengumpulan barang bukti


1) tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah yang terpisah;
2) khusus untuk organ tubuh, gunakan wadah berupa botol mulut lebar/toples yang
terbuat dari gelas atau plastik yang masih bersih dan baru (hindari pemakaian
botol/toples bekas);
3) barang bukti tidak diawetkan dengan formalin, kecuali untuk pemeriksaan
Pathologi Anatomi, menggunakan bahan pengawet formalin 10%;
4) barang bukti yang mudah membusuk, organ tubuh, muntahan, dan sisa makanan
diawetkan dengan menggunakan alkohol 96% hingga terendam;
5) contoh alkohol yang digunakan sebagai bahan pengawet juga dikirimkan sebagai
pembanding;
6) untuk kasus dengan dugaan keracunan alkohol, barang bukti tidak diawetkan
dengan Alkohol, tetapi barang bukti yang telah ditempatkan dalam wadah,
wadahnya dimasukkan ke dalam Ice Box yang telah diisi es batu;
7) untuk kasus-kasus keracunan gas CO, alkohol dan obat-obatan, barang bukti darah
diawetkan dengan antikoagulan heparin; dan
8) setiap wadah barang bukti ditutup serapat mungkin, gunakan cellotape atau yang
sejenis untuk menghindari kebocoran.

3. Pembungkusan dan penyegelan barang bukti


1) tiap jenis barang bukti harus dibungkus terpisah, diikat, dilak, disegel dan diberi
label;
2) tempat barang bukti dalam tempat/peti yang cukup kuat dan tidak mudah rusak;
3) memberikan sekat antara botol yang satu dengan botol yang lain agar tidak
berbenturan dan pecah;
4) menutup peti dengan rapat, diikat dengan tali dan disegel serta diberi label; dan
5) menandai peti dengan tanda “jangan dibalik dan jangan dibanting, awas pecah”.
4. Identifikasi Muntahan
1. Fisika
Jika bahan atau zat yang diperiksa dalam keadaan murni, maka dari
pemeriksaan pendahuluan secara fisika yang meliputi pemeriksaan titik leleh, titik
didih, indeks bias, dan lain-lain, sudah dapat untuk mengidentifikasi racun. Dari
penentuan tetapan-tetapan tersebut, pemeriksaan titik leleh merupakan pemeriksaan
yang memadai, mudah, dan hanya memerlukan peralatan yang sederhana dan murah.
Banyak obat yang dapat diidentifikasi dengan cara menentukan titik leleh, setelah
direkristalisasi atau dirubah menjadi senyawa turunan pikrat. Titik leleh obat dan
bahan kimia lain dapat dilihat dalam buku-buku rujukan.

2. Kimiawi
Identifikasi racun yang akurat harus dilakukan oleh seorang ahli racun yang
terlatih dan terampil dalam analisa racun secara kimia. Racun yang diperiksa, antara
lain dapat dari muntahan, isi perut, jaringan dan organ tubuh penderita keracunan yang
sudah mati. Tetapi yang biasa dan sering terjadi ialah kita menghadapi penderita
keracunan yang masih hidup, dan ditemukan bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai
penyebabnya. Identifikasi racun yang sederhana dan cepat, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan secara kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Dhia Afra, DLL. (2015). peran forensik klinik dalam kasus keracunan. Tugas akhir , 4-10.

Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. (2006). TOKSIKOLOGI UMUM . Buku panduan ,
9-17.

Soebiyanto. (2019). Toksikologi Klinis . surakarta : Universitas SetiaBudi.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57d776f0b156c/prosedur-pemeriksaan-racun-
pada-jenazah/

https://pdfs.semanticscholar.org/b899/3ebdb3f62fce5ffa3d52f446183aa4d6b1cc.pdf

Anda mungkin juga menyukai