Anda di halaman 1dari 84

1

2
MEMBERI BEKAL KEMAMPUAN PADA
MAHASISWA AGAR MAMPU
MEMAHAMI ASPEK KERACUNAN
DALAM TUBUH MANUSIA,
MENGIDENTIFIKASI RACUN,
MENDIAGNOSIS KERACUNAN, SERTA
MELAKSANAKAN TERAPI KERACUNAN
YANG TEPAT PADA BERBAGAI KASUS
KERACUNAN
3
Pendahuluan
Keracunan
Toksikokinetika
Penatalaksanaan secara umum keracunan
Penatalaksanaan keracunan makanan dan
minuman beralkohol (2)
Penatalaks. keracunan pestisida, insektisida
Penatalaks. keracunan logam berat (1)
Penatalaks. keracunan obat (3)
Penatalaks. keracunan yang lain
4
PUSTAKA ACUAN
Goldfrank L.R., et al (editors)., 1990, Toxicologic
Emergencies, 4th ed., Appleton & Lange,
Norwalk. Baru th. 2008
Olson K.R., et al (editors), 1993, Poisoning &
Drug Overdose, 2nd ed., Appleton & Lange,
Norwalk. Panduan RS (cukup)
Stine K.E. & Brown T.M. , 1996, Principles of
Toxicology, CRC Press, Florida.
Donatus I.A., 1992, Toksin Pangan , UGM Press,
Yogyakarta.
Flanagan R.J.,Braithwaite R.A., Brown S.S.,
Widdop B., de Wolff F.A., 1995, Basic
Analytical Toxicology, WHO, Geneve, alih
bahasa oleh Sri Noegrohati dkk., Pusat
Informasi Obat Dan Makanan, BPOM, Jakarta.
Kasaret and, edisi 2008-2009
5
Jurnal jarang
K nitrit antidotum : metilen blue + vit C (sbg
reduktor)

6
Pokok Bahasan I
PENDAHULUAN

Takrif dan Makna
Arti Penting
Ruang Lingkup
Hubungannya dengan mata kuliah
lain yang terkait
7
Takrif
Ilmu yang mempelajari aksi
berbahaya zat kimia atas sistem
biologis yang berguna untuk
diagnosis, penyembuhan dan
mengurangi resiko
keberbahayaan pada pasien atau
korban keracunan
8
Makna
Dengan mempelajari aksi berbahaya
suatu zat kimia atas sistem biologis
maka diharapkan dapat berguna untuk
mendiagnosa, menyembuhkan dan
mengurangi keberbahayaan dengan
cara mengobati, menanggulangi dan
mencegah menjalarnya intensitas efek
berbahaya zat kimia tersebut pada
pasien atau korban keracunan
9
Arti Penting
Toksikologi klinik

Identifikasi racun
Diagnosis keracunan
Aspek toksikokinetika
Terapi keracunan
Menyembuhkan
Mengurangi resiko
Mengobati
Menanggulangi
Membatasi menjalar
Mencegah bahaya
lebih lanjut

10
Ruang Lingkup
T. Lingkungan T. Ekonomi T. Kehakiman
?
Toksikologi klinik
Toksikologi Dasar
Contoh !
11
Toksikologi lingkungan : pemejanan thd px scr tdk
sengaja, krn senyawa yg mrpkn suatu polutan. Co.
Pasien dtg ke rs krn makan kangkung (krn area
tanam, akibat pestisida yg mencemari sungai yg
ttanam kangkung)
Toksikologi Ekonomi : Pemejanan disengaja u/
mendapat nilai ekonomi yg lebih. Co. Krn zat
pewarna pakaian yg digunakan pd makanan u/
pewarna u/ menambah nilai ekonomi. (geplak yg
bwarna cerah, formalin)
12
Toksikologi Kehakiman : Bila sudah merambah k
urusan yg berwajib, melanggar aturan dan
meimbulkan masalah.
Bs suatu kasus hy masuk dl 1 lingkup ilmu
toksikologi, tp 1 kasus masuk 2 lingkup atau
bahkan 3 lingkup tsb.
Co. Kangkung tercemari, saat masak di+ bahan yg
memperparah (zat tambahan), keracunan, dan
dilaporkan ke polisi.
13
Klinis : cari penyebab, cari antidotum, obati
Pencegahan atau pengeluaran racun dr tubuh yg
tpenting

14
Hubungannya Dengan Ilmu
Lain
Toksikologi dasar
Farmakologi Peny. Dalam

Kimia Analisis Toksikologi Klinik Patologi Klinik

Biokimiawi Farmakol. Klinik

Farmakoterapi Kedokt. Forensik
15
Pokok Bahasan II
KERACUNAN



FAKTOR EKSOGEN




EFEK LOKAL SISTEMIK




PENYAKIT
DIBEDAKAN MENJADI 2
16
Bukan suatu penyakit atau penyakit yg timbul
akibat suatu senyawa yg masuk (eksogen) yg
menimbulkan suatu luka atau kerusakan
Menyebabkan efek lokal
Sistemik
Yg akan menimbulkan suatu penyakit


17
1. A K U T
Terpejani Dosis Tunggal (bs >1x atau dalam waktu singkat) dalam
Jumlah yang Cukup Besar suatu Senyawa.

Gejala : Segera setelah pemejanan
Biasanya berat
Harus segera diberi pertolongan / ke RS

Senyawa dapat berupa
Obat : teofilin, inhalasi bbrp x, minum panadol 10 tab
Pestisida : piretroid (nyamuk, semut, dll, tp u/ manusia tdk
menyebabkan kematian, tp terjd multiple organ damage)
Produk rumah tangga : gas RT (luka yg degenerasi bs menimbulkan
luka kronis, tp bkn akibat lgs gasnya
Bahan makanan dan minum)an:
Bahan di tempat kerja : membersihkan ruangan dg antiseptik,
terpajan larutan nitrit (terminum)
18
2. K R O N I S
Pemejanan berulang senyawa toksik dalam jumlah kecil pada diri
manusia, baik disengaja ataupun tidak disengaja

Lama pemejanan beberapa hari sampai beberapa tahun

Gejala : Umumnya bertingkat
Pada pemejanan awal belum terlihat
Kadang tertutupi muncul sesudah parah

Penyebabnya :
Polusi : air , udara , tanah :
Makanan dan minuman :
Pestisida : organofosfat (sdkt demi sdkt, akut : mual, muntah, efek muskarinik
busa, kejang), u/ organofosfat : paralisis (diagnosa awal bs menjadi stroke, akibat
keracunan tdk tdeteksi). Kdg awal trasa pd saraf perifer : kesemutan, kaki tak
berasa .
Keracunan kronis : Napoleon Bonaparte (akibat arsen)
Arsen yg ada d tubuh stlh dikubur tinggi krn absorpsi dr tanah sktr, tp yg plg tepat
adalah pemeriksaan rambut.
Toksin alami :
Obat atau senyawa kimia :
19
KERACUNAN DIKATEGORIKAN :
1. Tak disengaja
a. Kecelakaan pada anak
Obat (co. amoksisilin, aspirin)
produk rumah tangga (co. Pasta gigi, keracunan Fl akan
mengganti di dl tulang : akibat lama terjd kekeroposan
tulang pd anak)
minyak mineral
meniru kebiasaan ortu
b. Kecelakaan secara umum
pada orang dewasa
kecelakaan kerja
Kebakaran (asap, gas metan sampai yg tdk
diperkirakan : gas H2S, dll)
2. Disengaja
a. Bunuh diri / percobaan (akut)
b. Pembunuhan / percobaan (bs kronis)
c. Polle`s syndrome (pembunuhan jg, kasus
pembunuhan anak mll racun o/ ibunya. Awal senang
hamil tp g senang anak)
20
Pokok Bahasan III
TOKSIKOKINETIKA

Takrif :
Toksikokinetika adalah nilai kinetika
absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi dari suatu obat yang dosisnya
lebih tinggi dari dosis terapinya
terutama pada kasus-kasus keracunan
dan dalam penelitian toksikologi
21
1. Nasib zat beracun di dalam tubuh






















Ekskresi
Toksik Tak toksik
Absorpsi
Zat Beracun
SIRKULASI SISTEMATIK
Disposisi
Eliminasi Distribusi
Metabolisme
Metabolit
EFEK TOKSIK
Tempat aksi
Reseptor
Sel Sasaran
(Antaraksi)
22
2. Parameter Toksikokinetika
* Safety margin : level pemejanan tak
menimbulkan efek toksik hewan / level
pemejanan klinis manusia
* Tetapan kecepatan absorpsi ( Ka )
* Kadar puncak (Cmaks)
* Waktu kadar puncak (Tmaks)
* Tetapan kecepatan eliminasi (Kel)
* Waktu paro (T1/2)

* AUC
* Volume distribusi (Vd)
* Metabolisme

23
3. Hub. dg. Keracunan (strategi terapi)
24
PB IV. Penatalaksanaan secara
umum terapi keracunan
SUMBER DAN MACAM RACUN
Bahan-bahan kimia beracun
Racun tumbuh-tumbuhan
Racun binatang
Racun yg terdpt pd bahan makanan

BENTUK BAHAN BERACUN
Padat (debu, kabut)
Liquid (cairan, larutan)
Gas dan Uap
25
IDENTIFIKASI RACUN
Mengenali bahan yang diduga
menjadi penyebab keracunan


Penting untuk diagnosis


Jenis/ sifat berbeda


pertolongan / pengobatan berbeda
26

CARA :

- wawancara dengan pasien /
keluarga atau teman
- identifikasi di tempat kejadian
- pemeriksaan laboratorium
^ sampel biologis
^ pakaian
^ barang-barang disekitar


TREAT THE PATIENT NOT THE
POISON

27
Prinsip Penatalaksanaan Terapi
Keadaan Darurat
Tujuan : Menstabilkan Kondisi Pasien

Aturan ABC
A. Airway
Pemeliharaan aliran udara
B. Breathing
Pemeliharaan pernafasan
C. Circulation & Central Nervous System
- Pemeliharaan peredaran darah
- Pemeliharaan sistem syaraf pusat
28
Pengaruh Racun Pada Tubuh
1. Mempengaruhi sistem sirkulasi
darah
2. Mempengaruhi sistem sarap pusa
3. Alat pencernaan
4. Alat perkencingan
5. Hepar
6. Keseimbangan air dan elektrolit
7. Luka bakar kimia pada kulit, sela-
put lendir pada mulut/tenggorok-
an, selaput lendir mata
29
DIAGNOSIS KERACUNAN
A. Riwayat
Pengakuan pasien belum 100% dapat dipercaya,
harus didengar keterangan keluarga, polisi,
pemadam kebakaran atau personil paramedis.
Juga bukti yang ada di TKP harus dibawa ke RGD

B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital : tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan dan suhu tubuh, contoh
2. Mata : konstriksi, dilatasi pupil, nistagmus,
ptosis & oftalmoplegia
3. Mulut : tanda luka bakar, jelaga, bau.
4. Kulit : merah, panas dan kering, keringat yang
berlebihan, sianosis, dan ikterus.


30
DIAGNOSIS KERACUNAN
5. Abdomen : adanya ileus, bunyi usus yang hiper-
aktif, kram perut dan diare.
6. Sistem saraf : pemeriksaan neurologik yang teliti
adalah penting.
Contoh :
kejang fokal lesi struktural
nistagmus, disartria, ataksia
kekakuan & hiperaktivitas otot
kejang antidepresan trisiklik
C. Sindrom Toksik (foto kopi)
D. Prosedur Lab. & Sinar X
1. Gas darah arteri :PCO2 hipoventilasi
PO2 aspirasi pneumonia, edema paru,
hipoksia, hipotensi, asidosis metabolik (sianida),
hanya mengukur oksigen dlm plasma



31
DIAGNOSIS KERACUNAN
2. Elektrolit : natrium, kalium, klorida dan bikar -
bonat harus diukur. Anion gap dihitung, normal
12-16 meq/L, naik ketoasidosis diabetik,
gagal ginjal, asidosis laktat karena syok
aspirin, metanol, etilenglikol, INH dan besi
3. Uji fungsi ginjal
Kadar nitrogen urea darah/ureum/ BUN dan
kreatinin darah harus diukur, juga dilakukan
urinalisa
4. Uji fungsi hepar
SGPT, SGOT dan juga bilirubin, bila perlu enzim
hepar yang lain
5. Osmolalitas serum
Pada keracunan alkohol terjadi perbedaan
osmolalitas serum dari yang diukur dan yang
dihitung, ini bergantung pada natrium, glukosa,
32
DIAGNOSIS KERACUNAN
dan BUN serum
5. Elektrokardiogram
6. Sinar X : fotoabdomen, fototorak
E. Saat Penelanan Racun
Sangat penting tahu saat racun ditelan
- dibandingkan dengan kadar racun dlm plasma,
keparahan tahu
- dapat tahu racun sudah sampai pada fase apa
- untuk dapat memperkirakan racun mencapai
organ apa
F. Kadar Toksin Dalam Darah
Kadang sangat diperlukan dlm keadaan gawat
darurat keracunan akut untuk mengevaluasi
beratnya keracunan, untuk petunjuk terapi.

33
DEKONTAMINASI
Pengeluaran toksin dari kulit atau
saluran cerna
A. Kulit
Pakaian terkontaminasi ditanggal kan
dan diamankan utk analisis
Penetrasi melalui kulit cuci
berulang dengan sabun dan air banyak
B. Saluran Cerna
Peringatan : a. ada peralatan lengkap, b.kejang, c.reflek mun
tah - , d. ulser kontra indikasi induksi muntah,
e. zat-zat korosif diencerkan
34
DEKONTAMINASI
1. Muntah, induksi muntah
a. sirop ipekak peroral, dosis : dewasa 30
ml, anak 10 15 ml, bila perlu dapat
diulang setelah 15 menit.
b. Apomorfin, lebih toksik (pada anak),
efek emetika menetap, depresi ssp
2. Bilas lambung :
- pasien sadar
- pipa endotrakheal (besar)
- suhu cairan sesuai suhu tubuh
- air, air hangat, susu, lart. Na fisiologis
35
DEKONTAMINASI
3. Katarsis : pengeluaran toksin dari saluran
cerna dan me ngi absorpsi, senyawa yang
biasa digunakan :
- Sorbitol 70%, dewasa 50 100 ml, anak
1 ml / kg BB, paling disukai
- magnesium sitrat 10% (1,6 meq/ml),
dewasa 100 150 ml, anak 1ml/ kg BB
- magnesium sulfat 10% (0,8 meq/ml), de
wasa 150 250 ml, anak 1-2 ml/ kg BB
- natrium sulfat 10% (1,4 meq/ml), dewa
sa 150 250 ml, anak 1- 2 ml/ kgBB
catatan :
hindari magnesium pada penyakit ginjal dan penelanan
nefrotoksin, hindari natrium pada hipertensi & gagal jantung
kronis, katartika dg dasar minyak dilarang
36
DEKONTAMINASI
4. Arang aktif
Dosis : 1 g / kg BB atau 10 X senyawa
yang tertelan, bisa diulang 0,5 1 g/kg
BB/ 2 - 6 jam
Cara : a. campur dg 4 8 bag air minumkan
b. campur dg katartikanya (jangan
diulang
c. bila muntah, ulangi, dosis kecil sering,
atau dg nasogastrik, bisa di+antimuntah
d. diulang bila : obat dg distribusi dan
ikatan protein-plasma kecil, sekresi
lewat hepar &usus, metabolit aktif
mengalami resirkulasi
37
DEKONTAMINASI
Kontraindikasi :
- asam kuat & basa kuat akumulasi ditem-
pat luka endoskopi sukar
- ileus, dosis ulang
- resiko aspirasi & unprotected airway
5. Antidotum spesifik
-Tidak setiap racun ada antidotum
-Antidotum yang tersedia sedikit
6. Peningkatan eliminasi toksin
a. Prosedure dialisis : dialisis peritonial,
hemodialisis, hemoperfusi
b. peningkatan eliminasi lewat ginjal:
perubahan pH urin, diuresis paksa
38
DEKONTAMINASI
Kesalahan :
* Antidotum universal (arang roti panggang, magnesium
oksida, asam tanat) tidak bermanfaat, merusak
* Sirop ipekak diberikan segera
* Zat asam/alkali kuat tidak boleh dinetralisir, tapi diencerkan.
* Induksi muntah, hati-hati dapat merusak mulut dan
esofagus
* Bilas lambung, tak harus dilakukan, pemejanan lebih dari 2
jam tak perlu, cairan pembilas yg banyak mengandung na-
trium dan fosfat gangguan keseimbangan elektrolit yg
berat
*Stimulan pernafasan & obat analeptik tidak bermanfaat,
merusak
* Pengasaman urin gagal ginjal
* Dialisis dan jumlah cairan yang besar menurunkan suhu
tubuh & gangguan fungsi kardiovaskular
* Hati-hati dalam mendiagnosis kematian otak overdosis
sedatif-hipnotik
39
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
1. RACUN BOTULISMUS
Mekanisme
Adalah neurotoksin yg termolabil, diproduksi oleh bakteri
clostridium botulinum, keracunan 0,05 mcg berakibat fatal.
Mengikat syaraf terminal kholinergik secara irreversibel dan
mencegah pelepasan asetilkholin dari axon.
Gejala klinis
Inkubasi :18-36 jam. Gejala awal menyerupai gejala flu dan
gangguan gastrointestinal. Selanjutnya diplopia, ptosis, dysar -
thria , kelemahan syaraf kranial, paralisis, berhentinya nafas.
Diagnosis
Makanan, gejala klinis,lab. : darah rutin, elektrolit, gula darah, gas
darah arteri, elektromiogram, CSF
Pengobatan
Obati gangguan pernafasan, airway dan ventilasi, infus kristaloid.
Antitoxin botulinum : bivalent dan trivalent
Guanidine, terapi tambahan utk peningkatan pelepasan asetilkholin,
dosis 15 50 mg/kg/hari dibagi dalam 4 5 dosis.
Dekontaminasi
Induksi muntah dan bilas lambung. Pemberian arang aktif & katartika
40
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
2. TEMPE BONGKREK
Mekanisme
Dibuat dari ampas kelapa dg proses peragian, timbul asam
bongkrek dan aflatoksin. Ini akan menyebabkan :
- inhibisi enzim2 mitokondria
- gangguan mekanisme fosforilasi oksidatif metabolisme glikogen
- menghambat sintesis ATP
hipoglikemia
Sifat racun ini tahan panas sampai 170 C
Gejala klinis
1. Badan kurang segar, perut kejang, muntah dan mencret
2. Pusing, keluar keringat banyak, kejang
3. Kesadaran menurun, dapat meninggal dalam beberapa jam
Diagnosis
Sejarah, gej. klinis, Lab. : darah rutin, gula, fungsi ginjal dan hepar.
Pengobatan
1. Terapi suportif : infus kristaloid, glukosa
2. Dekontam. : pengosongan lambung, arang aktif, katartika
3. Tiosulfat dan injeksi vitamin B komplek.
41
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
3. Sianida dalam Makanan
Mekanisme
Gol. umbi, gadung, biji2an. Racun poten. Ini akan menyebabkan :
- mengikat cyt. oksidase (irreversibel)
- gangguan pengikatan oksigen oleh Hb sianhemoglobin
Sifat racun ini tahan panas, ttp mudah larut dlm air
Gejala klinis: Terjadinya cepat sekali
Pusing, mual, bingung, hipoksia, dispnea, sianosis, pingsan, anoxia,
kejang, koma, gagal pernafasan, kolaps kardiovaskular, mati
Diagnosis
Sejarah, gej. klinis, adanya asidosis laktat, Lab. : darah rutin, gula,
elektrolit, gas darah arteri, fungsi ginjal dan hepar, EKG.
Pengobatan
1. Terapi suportif : infus kristaloid, oksigen, obati koma, kejang
2. Dekontam. : pengosongan lambung, arang aktif, katartika
3. Lilly cianide antidote kit : amil-nitrit dan NaNO2 300 mg i.v
4. Na tiosulfat 12,5 g i.v; hidroksokobalamin (Ind ?)

42
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
4. KERACUNAN MAKANAN : GOLONGAN IKAN
Golongan ikan yang dapat menyebabkan keracunan antara lain
golonan siput; kerang; ikan laut besar, bertulang, dan berdaging
banyak misal tuna, makarel; udang, dan gurita.
Mekanisme
Scombroid, bila histidin dlm jaringan ikan rusak, maka akan menjadi
histamin dan senyawa seperti histamin; Neurotoxic shellfish,
neurotoksinnya menstimulasi postganglionic cholinergic neurons;
Paralytic shellfish, produksi saxitoxin memblok konduksi Na dan
transmisi syaraf di otot skeletal;Tetrodotoxin, diproduksi oleh kulit
bbrp ikan, sama saxitoxin.
Gejala klinis
Mual, muntah, diare, sakit kepala, hipotensi, mialgia, peresthesias
mulut dan anggota badan, skin flushing yang kadang diikuti
dengan urtikaria, bradikardi, sesak nafas, dan dalam keadaan
parah dapat terjadi kejang ataupun gagal pernafasan.
Diagnosis
Sejarah, gejala klinis, Lab.: hematologi komplit, elektrolit, glukosa,
BUN, kreatinin, gas darah arteri, EKG, dan fungsi hepar
43
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
Pengobatan
1. Terapi suportif
2. Pemuntahan atau bilas lambung dapat dilakukan
3. Antidotum spesifik tergantung dari penyebab keracunan, untuk
golongan ikan laut besar dan udang diberi obat antihistamin, misal
difenhidramin, juga diberi simetidin. Untuk golongan gurita diberi
manitol intravena dan untuk golongan kerang dapat juga diberi
antihistamin.
4. Dapat juga diberikan arang aktif dan katartika.

5. KERACUNAN MAKANAN KARENA BAKTERI
Mekanisme
Infeksi bakteri
Toksin yg dikeluarkan bakteri Mukosa intestinal


Gastroenteritis
- Kurang bersih :
penyiapan, penyimpanan sbl digunakan
- Toksin dibuat setelah bakteri masuk
44
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
Gejala klinis
A. Muncul stlh 2 jam sampai 3 hari : gastroenteritis dg mual,
muntah, kram abdominal dan diare.
B. Demam, bloody stools, fecal leukocytosis, pada infeksi bakteri
Diagnosis
Susah dibedakan dg gastroenteritis krn virus, periode inkubasinya
pendek dan korbannya cukup banyak (bersama), makanan yg sama,
tempat sama.
Stool culture dapat membedakan infeksi krn Salmonella, Shigella &
Campylobacter, kultur bakteri dari sampel makanan.
Data lab. : darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal dan fungsi hepar
Pengobatan
1. Terapi suportif
2. Hipotensi, beri cairan resuscitation dlm jumlah yg cukup banyak
3. Dapat diberi antiemetik bila memang diperlukan
4. Jangan beri antidiare seperti lomotil dll.
5. Bila kultur bakteri ada, beri antibiotik sesuai bakterinya
45
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
6. Formalin
Camp. formaldehida (30-50)% + metanol (6-15)% atau lebih + air.
Mekanisme
Inhalasi: iritasi lokal pd sal. nafas atas, kejang & udem laring
Oral : Iritasi sal. pencernaan sp. Lambung. Metabolit akhirnya as.
format asidosis metabolik & terakumulasi
Formaldehida Ca pd hewan & dicurigai pd manusia
Gejala klinis
- Korosif esofagus, luka pd lambung, asidosis metabolik
- iritasi pd mata, bersin, batuk, udem paru, hemolisis
Diagnosis
Sejarah, adanya iritasi pd mukosa, sal. nafas & sal. pencernaan
Lab. : darah, elektrolit, osmolar gap, fungsi ginjal dan fungsi hepar
Pengobatan
1. Terapi suportif: oksigen, cairan kristaloid
2. Asidosis metabolik Na bikarbonat
3. Asam folat utk metabolisme as, format
46
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
7. Etanol
Mekanisme
Depresan SSP, pd keracunan akut. Hipoglikemia, terutama pd anak2
& keadaan kurang gizi. Menyebabkan pasien trauma, menginduksi
hipotermia, mengacaukan metabolismme mabuk
Gejala klinis
A. Keracunan Akut
1. Ringan sp sedang : euforia, mild incoordinasi, ataksia, nistagmus,
kehilangan pertimbangan dan reflek. Penurunan hubungan sosial,
tingkah laku yg agresif, mungkin terjadi hipoglikemia.
2. Berat : koma, depresi pernafasan, dan kemungkinan terjadi
aspirasi pulmo. Pupil biasanya mengecil , suhu, TD, nadi biasanya
menurun. Mungkin terjadi rhabdomyolisys.
B. Kronis (abuse) : perdarahan lambung, ulcer, varises esofagal,
pankreatitis, hepatitis, sirrhosis dan hepatik ensofalopati; hipoka-
lemia, hipofosfatemia dan hipomagnesemia; defisiensi tiamin,
ketoasidosis alkoholik, resisten pada infeksi menurun.
C. Alcohol withdrawal: tremulousness, anxiety, overaktivitas sistem
syaraf simpatik dan kejang. Dapat terjadi delirium tremens, severe
autonomic hyperactivity, hipertermia dan delirium, akan menjadi
parah dan kematian bila tidak diobati.
47
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
Diagnosis
1. Sejarah ingesti, bau segar etanol / bau busuk metabolit. Perubah-
an status mental, nistagmus dan ataksia, gejala klinis lain.
2. Kadar dlm darah dpt dideterminasi dg mudah & cepat di RS/lab.
Tak ada korelasi ant kadar dlm darah dg gejala klinis. Konsentrasi
etanol di dlm darah dpt diestimasikan dg menghitung osmolar gap
3. Lab.: darah rutin, glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim
transaminase hepar, PT, magnesium, gas darah arteri, dan X-ray
Pengobatan
1. Keracunan akut, terapi sebag. besar adalah suportif, lindungi air
way, beri glukosa dan tiamin. Obati koma dan kejang. Perbaiki
hipotermi dg gradual rewarming, sembuh dlm 4 6 jam
2. Alcohol withdrawal , diasepam 2-5 mg iv atau fenobarbital 130
mg iv perlahan, bisa diulangi bila diperlukan.
3. Emetika dan bilas lambung tidak perlu dilakukan secara
cepat diabsorpsi, kecuali bila ingesti tidak lebih dari 30 menit atau
dicurigai ingesti dg obat lain

48
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
7. Metanol
Mekanisme
Dimetabolisme lambat oleh
1. alkohol dehidrogenase formaldehide,
2. aldehide dehidrogenase asam format : asidosis, kebutaan
Gejala klinis
A. Terlihat mabuk & gastritis. Asidosis belum terjadi. Kenaikan
secara nyata osmolar gap, osmolar gap sekecil 10 mosm/l sudah
menunjukkan kadar toksik metanol.
B. Periode latent, sampai 30 jam. Asidosis metabolik (severe anion
gap), gangguan visual seperti haziness, kebutaan, seizure, koma,
dan kematian mungkin terjadi.
Diagnosis
Sejarah, gejala & hasil lab. Osmolar gap dan anion gap dpt untuk
memprediksi kadar metanol dan keparahan ingesti.
A. Spesifik level, > 20 mg/dl toksik,
> 40 mg/dl serius toksik.
Pada periode latent kadar metanol serum nol, adanya keracunan
serius, metanol asam format.
Kenaikkan kadar serum asam fomat utk menegaskan diagnosis dan
baik utk mengukur toksisitas, tapi tak semua lab. bisa.
49
PB V. Penatalaksanaan terapi
keracunan makanan
B. Lab.: darah rutin, elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, osmolalitas
serum dan osmolar gap, gas darah arteri, anion gap dan kadar
etanol dalam serum.
Pengobatan
A. Pelihara airway dan ventilasi, obati koma dan kejang, obati
asidosis metabolik dg Na bicarbonat iv. Koreksi asidosis dg cara
mengamati gas darah arteri
B. Obat spesifik dan antidot
1. Etanol. Diberikan secara iv atau oral, utk mengikat enzim alkohol
dehidrogenase dan mencegah terbentuknya metabolit toksik dari
metanol. Terapi etanol dilakukan apabila :
a. ada sejarah ingesti metanol, dan osmolar gap > 5 mosm/l
b. Asidosis metabolik dan osmolar gap > 5-10 mosm/l tidak
terhitung untuk etanol.
2. Asam folat, meningkatkan perubahan asam format CO2
+ H2O. Dg dosis 50 mg iv setiap 4 jam
3. 4- metilpyrazole, menghambat alkohol dehidrogenase dan men-
cegah metabolisme metanol.
4. Induksi muntah dan bilas lambung.
50
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
I. GOLONGAN ORGANOFOSFAT
Mekanisme
Organofosfat dan derivat2nya yg poten menghambat enzim
asetilkholinesterase, diikuti dg akumulasi berkelebihan
asetilkholin pada reseptor muskarinik (sel2 efektor
kholinergik), pd reseptor nikotinik (skeletal neuomuskular
junctions & autonomic ganglia) dan di CNS
Gejala klinis
Manifestasi klinik dapat diklasifikasikan menjadi :
A. Muskarinik (parasimpatik) muntah, diare, kram perut,
kejang bronko, miosis, bradikardi, dan keluarnya saliva dan
keringat yg berlebihan (SLUDGE)
B. Nikotinik (ganglionik) muscle fasciculations, tremor
dan kelemahan. Kematian kadang disebabkan oleh paralisis
otot pernafasan. BP & nadi karena efek nikotinik atau
karena efek muskarinik
C. CNS agitasi, seizures dan koma
D. Karena penundaan efek toksik neurophaty perifer yg
permanen
E. Terjadi pneumonitis bila terjadi aspirasi ke dalam paru
51
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
Diagnosis
Sejarah, efek muskarinik, nikotinik dan CNS yg karakteristik
bau pembawa & bau bawang dari organofosfat
A. Level spesifik
1. Mengukur aktivitas asetilkholinesterase (AChE) dalam darah,
turun 25% /> dr base line true exposure
2. Atau aktivitas pseudokholinesterase (PChE), sangat sensitif
ttp tidak reliabel
B. Lab. : darah komplit, elektrolit, glukose, BUN, kreatinin, enzim2
hepar, gas darah arteri, EKG, X-ray
Pengobatan
1. Pelihara airway dan ventilasi. Beri perhatian pd kelemahan otot
pernafasan, berhenti mendadak pernafasan. + suplemen oksigen
2. Obati hydrocarbon pneumonitis, kejang dan koma
3. Observasi paling tidak 6-8 jam, kemungkinan adanya gejala
penundaan onzet atau penyimpanan di lemak
4. Beri atropin sbg muskarinik agent, 0,5 2 mg iv, diulangi
sesering mungkin sesuai kebutuhan.
5. Pralidoksim sebagai aktivator enzim pada semua tempat yg
terkena (muskarinik, nikotinik dan mungkin juga CNS), dg dosis
dewasa 1 2 g iv, anak 25 50 mg/kg maks 1g
52
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
Dekontaminasi
Jangan induksi muntah, bilas lambung, beri arang aktif.

II. GOLONGAN KARBAMAT
Mekanisme
Spt organofosfat, ttp hambatannya tak kuat dan bersifat
terbalikkan
Gejala klinis
Tanda & gejala akibat kholinergik terjadi 30 menit, tetapi
mungkin tidak akan timbul sp 1-2 jam setelah pemejanan.
Gejala sama dg gol. organo- fosfat, tetapi durasi toksisitas
lebih pendek dan gejalanya terbatas
Diagnosis
Sejarah pemejanan dan gejala yg terlihat , Lab.: darah rutin,
elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, gas darah arteri
Pengobatan : s.d.a tapi tanpa pralidoksim
53
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
III. GOLONGAN ORGANOKLORIN
Mekanisme
A. Mengganggu transmisi impuls syaraf, terutama di otak
perubahan tingkah laku, aktivitas otot diluar kemauan dan
depresi pusat pernafasan
B. Membuat peka miokardium terhadap efek aritmogenik dari
katekolamin. Bbrp menyebabkan gangguan hepar dan
ginjal, mungkin disebabkan karena metabolit toksik
C. Bbrp bersifat karsinogenik
Gejala klinis
Akut: mual, muntah diikuti dg kebingungan, tremor, ber-nya
kesadaran, koma, seizures dan depresi pernafasan. Gol. ini
sangat larut lipid durasi toksisitasnya lebih panjang
Ada penundaan onzet kejang, mungkin terjadi aritmia,
karena kepekaan miokardium thd efek katekolamin
Tanda2 adanya hepatitis dan gangguan ginjal
54
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
Diagnosis
A. Sejarah dan gejala klinis, kadar dlm darah tidak tersedia
pd setiap lab.
B. Lab.: darah rutin, elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, enz.
transaminase hepar, PT, EKG
Pengobatan
Obati kejang, koma, depresi pernafasan. Aritmia ventrikular
propranolol. Pasang monitor elektrokardiograf, obser-
vasi pasien paling tidak 6 8 jam
Antidotum dan obat spesifik : tidak ada
Bilas lambung, jangan induksi muntah, resiko terjadinya
kejang, arang aktif dan katartika
Peningkatan eliminasi:
Ulangi pemberian arang aktif atau resin kholesteramin
55
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
IV. GOLONGAN PIRETHRIN
Mekanisme
* Pada insek mengganggu transport ion sistem membran
dalam nerve akson paralisis sistem syaraf
kematian
*Pada manusia akan cepat dimetabolisme, menyebabkan
reaksi hipersensitif, efek iritasi
Gejala klinis
*Inhalasi gejala spt asma, hipersensitivitas paru
*Oral, pada dosis besar berpengaruh pd SSP kejang,
koma, dan gagal pernafasan. Reaksi anafilaksis
Diagnosis
Sejarah, gas darah arteri, X-ray, tes fungsi paru
Pengobatan (dosis besar > 100mg/kg BB)
Terapi suportif (oksigen, cairan kristaloid)
Induksi muntah, bilas lambung, arang aktif katartika

56
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
I. Arsen
Mekanisme
Camp. Organik/anorganik dlm bentuk trivalent/pentavalent.
Pentavalent : banyak dialam, cepat diekskresi, nontoksik
Trivalent : sangat toksik
Iritasi : kulit, mukosa membran, saluran pernafasan & pencernaan.
Menggangu metabolisme seluler dg cara mengikat berbagai gugus
sulfhidril dari enzim. Bersifat karsinogenik pada manusia.
Dosis 120mg arsen trioksida fatal
Gejala klinis
Akut : cepat sekali stl ingesti, sakit pd leher & abdominal, mual,
muntah, diare (watery) kehilangan cairan & elektrolit yg
sangat parah kematian dlm 24 jam. Delirium, koma,
takikardia. Yang selamat peripheral sensory neuropathy,
dermatitis bersisikdan kehilangan rambut
Kronis : Iritasi kulit, mukosa membran, saluran pernafasan & perfo-

57
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
rasi pada nasal septum. Efek sistemik : kelemahan, anoreksia,
mual, muntah, diare, hepatitis, peripheral sensory neuropathy,
alopecia. Hiperpigmentasi pd kulit, adanya tanda garis putih pada
kuku. Kanker kulit dan paru.
Diagnosis
* Sejarah dan gejala klinis yang tampak
* Kadar dalam serum yg tinggi kadang tidak berhubungan dg gejala
Kadar yg tinggi > 50mcg/L dlm urin 24 jam abnormal
*Lab : darah rutin, elektrolit, fungsi ginjal & hepar, urinalisis, EKG &
monitoring, abdominal X-ray (garam arsenik akan terlihat)
Pengobatan
* Terapi suportif : air way & ventilasi, obati koma , shock & aritmia.
Infus kristaloid, monitoring tanda vital & EKG (akut)
* Antidote : BAL (dimercaprol) 3 5 mg/kg i.m setiap 4 6 jam
penisilamin atau 2,3 DMSA stl stabil atau kronik
* Induksi muntah, bilas lambung, arang aktif (tidak diulang)
58
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
II. Cadmium
Mekanisme
Inhalasi 60X lebih toksik dp ingesti. Asap & debu pneumonitis
udem dan hemorragi paru.
Ingesti iritasi saluran pencernaan. Bila diabsorpsi akan
berikatan dg metalotionin, difiltrasi di ginjal kerusakan
tubulus renal.
Pemejanan 5 mg/m3 inhalasi selama 8 jam letal
Lrt garam cadmium > 15mg/L induksi muntah, dosis letal
350 8900 mg
Gejala klinis
Akut inhalasi : batuk, wheezing, sakit kepala, demam, jika berat
udem paru (12 24 jam stl terpejani)
Akut oral : mual, muntah, kram abdominal, diare, kadang perdarahan.
Kematian : shok atau gagal ginjal akut

59
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
Diagnosis
* Sejarah, gangguan pernafasan (inhalasi), gangguan pencernaan (
ingesti)
* Adanya cadmium dlm darah & sejml kecil dlm urin menunjukkan
adanya pemejanan cadmium
* Lab. : darah rutin, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal & hepar, gas
darah arteri, X-ray, mikroproteinuria (beta-mikroglubolin, retinol-
binding protein, albumin, metalotionin)
Pengobatan
* Terapi suportif : Inhalasi oksigen, obati wheezing dan udem
paru (observasi 6 8 jam , bisa sampai 1 2 hari )
Ingesti : cairan kristaloid, hindari overhidrasi krn ada udem paru
* Bilas lambung, jangan induksi muntah, arang aktif.
60
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
III. Timah
Mekanisme
* Menggantikan logam lain (Fe, Zn, Co) dari tempat ikatannya
efek biokimiawi (mengganggu sintesis heme). Berikatan dg grup
sulfhidril mengganggu fungsi seluler. Sistem yg dipengaruhi
SSP, ginjal, reproduksi, & hematopoietik. Jarang terabsorpsi,
umumnya inhalasi, keracunan terjadi stl pemejanan kronik. Batas
pemejanan yg diperbolehkan (PEL) : anorganik 0,05 mg/m3
selama 8 jam, organik (tetrametil/tetraetil) 0,075 mg/m3
Gejala klinis
* Akut (dosis besar): sakit abdominal, muntah, diare
* Kronik : kelelahan, kolik abdominal, konstipasi, anoreksia, sakit
kepala, iritability, anemia mikrositik, motor neuropati perifer
* Encephalopathy : ataksia, delirium, koma, kejang, umum pd anak
* Inhalasi berulang dr lead gasoline : ataksia, delirium, kejang

61
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
Diagnosis
Sangat sukar didiagnosis, krn gejala gastrointestinal yg tidak spesifik,
biasanya kronis. Terlihat bila sudah ada anemia mikrositik, keluhan
abdominal atau neuropati. Pada anak terjadi kejang, terlihat
adanya grs timah pada long bones (x ray).
Kadarnya dalam darah merupakan indikasi yg baik adanya pemejanan
1. 25 mcg/dL tak ada tanda toksik, pada anak gangguan
perkembangan syaraf dan tingkah laku
2. 25 50 mcg/dL abnormalitas ginjal & konduksi syaraf
3. 50 70 mcg/dL gejala gastrointestinal, anemia/efek
hematologik lain
4. > 70 mcg/dL ketoksikan serius terjadi
5. Ensefalopati dapat terjadi pada level < 100 mcg/dL
* Mobilisasi timah dlm urin oleh EDTA > 0,6 positif
* Dg Free erythrocyte protoporphyrin (FEP) dan ZPP test yg
sensitif utk pemejanan kronis, ttp sangat mahal , dapat naik krn
anemia, pada keracunan akut naik setelah beberapa minggu
62
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
Pengobatan
* Terapi suportif : Untuk anak dg delirium & encepalofati
monitor secara ketat kejang dan koma. Cairan rehidrasi utk
memelihara urin flow , hindari over hidrasi
* Pemberian chelating agent tgt kadarnya dlm darah
> 70 mcg/dL BAL (dimercaprol) + EDTA
50 70 mcg/dL dg gejala/tanpa , + urin mobilisasi tes EDTA
dg gejala/tanpa penisilamin atau 2,3 DMSA
* Ingesti akut : dosis besar (> 1 g) induksi muntah / bilas
lambung, arang aktif & katartika. Katartika berulang & whole gut
lavage diberikan bila tampak pd X-ray
Peluru operasi
63
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
III. Merkuri
Merkuri metal, garam, organik
Mekanisme
* Bereaksi dg grup sulfhidril, berikatan dg protein & enzim inaktivasi,
yg paling sensitif sistem syaraf
* Metal diabsorpsi SSP & iritasi paru
Garam korosif pd kulit, mata, pencernaan & nefrotoksik
Organik SSP & metil merkuri teratogenik
Gejala klinis
* Akut inhalasi : pneumonitis (zat kimia), udem paru nonkardiogenik
* Akut ingesti : muntah, diare (bloody), shok. Gagal ginjal (24 jam )
proteinuria & hematuria. Mungkin hepatitis.
organik : parestesia, ataksia, gangguan penglihatan & pendenga-
ran, disartria, SSP (permanen), teratogenik
* Kronis : SSP (permanen), kehilangan ingatan, depresi, insomnia,
tremor. Salivasi, stomatitis, gingivitis
64
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan logam berat
Diagnosis : Tgt sejarah pemejanan
Dilihat dari gejala klinis yg terjadi.
Lab.: darah rutin, elektrolit, glukosa, urinalisis, fungsi hepar & ginjal
Pengobatan
* Terapi suportif : Inhalasi oksigen, observasi pneumonitis
Ingesti (garam) cairan kristaloid, hemodialisis
(organik) cairan
* Antidote : BAL , 3 5 mg/kg i.m setiap 6 jam
Oral penisilamin, chelator yg efektif stop < 50 mcg/L
Tdk efektif utk toksisitas neurologik
* Ingesti cairan merkuri : dosis tinggi tgt hasil X-ray (operasi )
Ingesti garam merkuri : bilas lambung, arang aktif. Endoskopi.
Ingesti organik merkuri : stop pemejanan, breast feeding. Pasien
hamil aborsi
* Lakukan hemodialisis bila gagal ginjal
65
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan obat
I. Parasetamol

Mekanisme : Metabolit reaktif Nabki
Pada overdosis, metabolit reaktif melebihi kapasitas glutation
bereaksi makromolekul hepar liver injury
Dosis toksis :
A. Akut, > 140 mg/kg BB pada anak
6 gram pada dewasa potensial hepatotoksik
* Kronik alkohol, pasien dg sit.P450 terinduksi
* Anak < 12 th
B. Kronik, dilaporkan setelah mengkonsumsi setiap hari pada dosis
terapetik, yg tinggi pada alkoholik
Gejala klinis : tergantung waktu pemejanan
A. Setelah akut, kecuali : anoreksia, nausea dan vomiting
B. Setelah 24 48 jam : bila ada PT dan ensim transaminase
nekrosis hepar
Bila gagal hepar akut terjadi ensefalopati dan kematian
bisa terjadi. Gagal ginjal akut dapat terjadi.


66
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan obat
Diagnosis :
A. Sejak awal diketahui terpejankan parasetamol dan terlihat pada
kadar di dalam serum. Lihat kadar spesifik serum
B. Data lab. yg lain : gas darah, elektrolit, glukosa, fungsi hepar dan
ginjal, PT
Pengobatan :
A. Terapi suportif dan pertolongan GD
Pengobatan muntah, metoklopramida 10 20 mg iv (anak 0,1
mg/kg BB), menunda pemberian antidote & arang.
Terapi suportif untuk gagal hepar & ginjal akut, bila terjadi
B. Antidot dan obat spesifik, bila serum level diatas kurva, dg
asetilsisteina 140mg/kg , secara oral. Efektifitasnya tergantung
pada cepat tidaknya, sebelum terjadi akumulasi metabolit,
biasanya setelah 12-16 jam. Bila muntah gastric tube
C. Dekontaminasi
Induksi muntah atau cuci lambung sebelum antidot atau dosis
antidot dinaikkan.
Beri arang aktif dan katartika bila perlu. Arang aktif akan
mengganggu absorpsi antidotum, sehingga pemberian arang
merupakan kontroversial
67
PB VI. Penatalaksanaan terapi
keracunan obat

toksisitas parasetamol
1
10
100
1000
0 5 10 15 20 25 30
waktu stl ingesti
p
l
a
s
m
a
/
s
e
r
u
m

p
a
r
a
s
e
t
a
m
o
l
probable tox.
no toxicity
68
II. Teofilina
Mekanisme :
Secara pasti belum diketahui, diketahui menghambat
fosfodiesterase pada level tinggi, cAMP intraseluler,
juga melepas katekolamin endogen dan menstimulasi
reseptor beta-adrenergik, serta merupakan antagonis
reseptor adenosin.
Pada keadaan normal t 4 6 jam dapat sampai 20 jam
dalam keadaan fungsi hepar terganggu, influensa,
eritromisin dan simetidin.
Dosis toksis : Akut dosis tunggal 8 10 mg/kg akan
level terapetik 15 20 mg/L. Akut overdosis > 50mg/kg
level serum > 100 mg/L dan secara signifikan toksik.
Gejala klinis :
A. Overdosis akut
1. Vomiting (kadang dg hematemesis), tremor, anxiety, &
takikardia. Juga hipokalemia, hipofosfatemia,
hiperglikemia, dan metabolik asidosis.
2. Level serum > 100mg/L, hipotensi, aritmia dan kejang
B. Kronis, korbannya anak kecil atau orangtua. Vomiting
mungkin terjadi, takikardia, hipotensi jarang terjadi,
hipokalemia dan hiperglikemia tak terjadi.Kejang jarang
terjadi dengan serum level 40 60 mg/L
69
II. Teofilina
Diagnosis
Dilihat dari gejala klinis yang timbul.
A. Spesifik serum level. Sangat penting untuk diagnosis dan
pengobatan. Biasanya dilakukan pengukuran berulang setiap 2 4
jam. Level 20 90 mg/L setelah akut tidak selalu berhubungan dg
gejala klinis yang berat. Toksisitas yang berat umumnya terjadi
pada level 40 60 mg/L.
B. Data lab.
Data rutin , ditambah monitoring EKG
Pengobatan
A. Terapi suportif dan pertolongan GD
Pemeliharaan sirkulasi udara. Pengobatan kejang, aritmia dan
hipotensi. Hipokalemia, terobati dg terapi suportif. Monitoring
tanda vital, dan EKG
B. Antidotum spesifik
Hipotensi, takikardia dan aritmia ventrikuler bisa diberi propranolol
0,01-0,03 mg/kg iv atau dosis rendah esmolol 25-50 mcg/kg/min.
C. Dekontaminasi
induksi muntah, dg sirop ipekak mungkin lebih efektif dp bilas
lambung. Pemberian arang aktif dan katartik secara oral.Untuk
sustained release, pengulangan dosis arang aktif, katartika dan
dilakukan bilas lambung
D. Percepatan eliminasi
Hemoperfusi, pasien epilepsi atau serum level > 100mg/L
Pengulangan arang aktif dpt dilakukan bila serum level < 100 mg/L
70
III. GLIKOSIDA JANTUNG
Berasal dari berbagai tanaman, dlm terapi bntk tablet sbg digoxin dan
digitoxin. Digoxin tersedia dlm bentuk cairan dlm kapsul yg
mempunyai ketersediaan hayati > . Keracunan sering terjadi krn
akut, pemejanan bunuh diri dan terapi kronis.
Mekanisme
Inhibisi fungsi pompa Na-K-ATPase
Overdosis akut : hyperkalemia
Kronis : umumnya normal atau cenderung rendah ini ada hubungan
nya dg terapi diuretik
Dosis toksik
Akut : stl ingesti < 2 mg digoksin anak dan < 5 mg dewasa
keracunan parah
Gejala klinis : akut berbeda dg kronis
Akut: vomiting, hiperkalemia, bloking sinus & atrioventikular ,
ventrikular takhiaritmia terlihat pada keracunan parah
Kronis: weakness, dan ventrikular takhiaritmia sering terjadi. Hipoka
lemia dan hipomagnesemia karena obat diuretika buruk
takhiaritmia
Diagnosis
* Sejarah dan karakteristik dari aritmianya pd kronik terapi
* Hiperkalemia pd akut ingesti dan keracunan parah dan kadar serum
K+ > 5,5 meq/L berasosiasi dg prognosis yg jelek
71
III. GLIKOSIDA JANTUNG
A. Serum level direkomendasi, wlp tidak ada hubungan dengan
keparahan keracunan. Level terapetik utk digoksin 0,5 2 ng/ml
dan digitoksin 10 30 ng/ml
B. Lab.: Darah, elektrolit, BUN, kreatinin, ECG dan monitoring
elektrokardiografik
Pengobatan
A. Suportif dan emergensi : Airway dan ventilasi. Monitoring pasien
12 24 j. Obati hiperkalemia > 5,5 meq/L dg natrium bikarbonat
(1 meq/kg), glukosa (0,5 g/kg iv) dg insulin (0,1 unit/kg iv) atau
natrium polistiren sulfonat. Jangan gunakan kalsium. Obati bradi
kardia atau heart block dg atropin 0,5 2 mg iv. Ventrikular takhi
aritmia bisa berespon dg lidokain /fenitoin, atau dg penggantian
kalium atau magnesium. Jauhi kinidin, prokainamid dan brettilium
B. Antidotum spesifik: Digibind, akan dg cepat mengikat digoksin,
tetapi kurang pada digitoksin komplek inaktif, cepat
diekskresikan lewat urin
C. Dekontaminasi : Induksi emesis atau bilas lambung, peringatan
hati2 karena stimulasi vagal mungkin akan memperberat
bradikardia dan heart block .Pemberian arang aktif dan katartika
D. Percepatan eliminasi: Dialisis, hemoperfusi dsbnya tidak efektif
untuk digoksin, krn Vd besar.
Digitoksin Vd kecil dan sirkulasi enterohepatik eliminasi dg
pengulangan arang aktif

72
IV. Anti Inflamasi Non Steroid
Mekanisme
Secara umum :
inhibit enz. cyclooxygenase mengurangi produksi
prostaglandin pain & inflamasi
* menjaga mukosa lambung akut & kronik
* regulating renal blood flow pd organ2 tsb
Berpeng.: fungsi SSP, paru, hemodinamika & hepar
Dosis toksik
Secara umum keracunan terjadi stl ingesti > 5 10
kali dosis terapi
Gejala klinis
# lambung bagian atas, mual, muntah, abdominal pain,
kadang hematemesis
# bisa terjadi lethargy, ataksia, nystagmus, tinnitus dan
disorientasi
# asam mefenamat, piroksikam & ibuprofen (over dosis) :
kejang, koma, gagal ginjal, gangguan fungsi hepar,
hipoprotrombinemia, metabolik asidosis, cardiorespiratory
arrest, sering dilaporkan
73
IV. Anti Inflamasi Non Steroid
Diagnosis
Dari sejarah menelan ains, karena gejala nonspesifik dan
kadar dalam darah tidak tersedia
Laboratorium : Darah komplit, elektrolit, glukosa, fungsi
ginjal, fungsi hepar, PT, urinalisis
Pengobatan
A. Suportif dan emergensi
Airway & ventilasi, kalau perlu di+ oksigen. Sembuhkan ke
jang, koma, hipotensi. Antasida, gangguan lambung atas.
Ganti cairan dengan infus kristaloid
B. Antidotum tidak ada, Vit K utk pasien dengan PT > normal
C. Dekontaminasi
1. Induksi emesis, cuci lambung utk obat dg resiko kejang
2. Arang aktif & katartika
D. Percepatan eliminasi
Karena high protein binding & metab. jg luas, dialisis dan
diuresis paksa tak efektif.
74
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
Sedatif dan hipnotik penggunaannya sangat luas terutama
untuk pengobatan anxiety dan insomnia, yang termasuk
dalam golongan ini antara lain,
A. Golongan barbiturat
B. Golongan benzodiazepina
C. Antihistamine
D. Antikholinergik
Yang lain tidak termasuk diatas, yang umum digunakan
sbg sedatif-hipnotik, misal kloral hidrat, glutethimide,
meprobamate, methaqualone, methypryion
Mekanisme
Mekanisme aksi ataupun farmakokinetika obat sangat
bervariasi. Efek toksik terbesar dalam keracunan atau
kematian adalah depressi SSP yang menghasilkan koma,
gagal pernafasan, dan terutama depressi kontraktilitas
jantung.
Dosis toksik
Bervariasi, tergantung dari masing2 obat, toleransi tiap2
individu dan ada tidaknya obat lain yang bersama-sama,
misal alkohol. Untuk sebagian besar obat, ingesti 3-5 kali
dosis menyebabkan koma.
75
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
A. BENZODIAZEPIN
Overdosis benzodiazepin, jarang menjadi penyebab kematian,
kecuali bila dikombinasikan dg depresan SSP yang lain
misal , alkohol, barbiturat. (Tabel II-9 P&DO)
Mekanisme
Menaikkan aksi penghambatan neurotransmiter GABA. Juga
menghambat sistem neural yang lain, hasilnya adalah
depresi secara umum reflek spinal dan sistem aktivasi
retikular koma dan gagal pernafasan
A. Gagal pernafasan sering terjadi karena triazolam,
alprazolam dan midazolam
B. Cardiopulmonary arrest terjadi setelah pemberian secara
cepat inj. diazepam, karena depresi SSP
Dosis toksik
Secara umum sangat tinggi bila dibandingkan dengan dosis
terapi, contoh
* overdosis diazepam 15 20 X dosis terapi tidak
memperlihatkan keadaan depresi consciousness yang
serius
* Gagal pernafasan ingesti 5 mg triazolam dan i.v.
secara cepat diazepam, midazolam dan benzodiazepin
yang lain
76
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
Gejala klinis
# Onset depresi SSP terjadi 30-120 menit stl ingesti, tgt msing2 obat
# Lethargy, slurred speech, ataksia, koma,gagal pernafasan mungkin
# Tanda koma yang khas hyporeflexia dan small pupil,hypothermia
# Bersama dg obat depresi lain komplikasi serius
Diagnosa
* Sejarah, ada tandanya suntikan. Koma dan small pupil tidak
berespon dg nalokson, tetapi sembuh kembali dg flumazenil
* Skrining kualitatip darah dan urin cara yg tercepat utk mengetahui
pasien terpejani
* Lab.: darah rutin, elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, gas darah
arteri
Pengobatan
A. Suportif dan emergensi: airway dan ventilasi, sembuhkan koma
hipotermia, hipotensi jika terjadi
B. Flumazenil (antagonis reseptor benzodiasepin), untuk koma
C. Dekontaminasi
Induksi emesis, jangan lakukan pd triazolam, bilas lambung ,
arang aktif dan katartika, tidak ada percepatan eliminasi

77
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
B. BARBITURAT
Mekanisme (Tabel II-8 P&DO)
A. Depresi secara umum aktivitas neural dlm otak.
Efek tak langsung dengan menaikkan inhibisi
GABA-mediated synaptic. Hipotensi terjadi dg
dosis tinggi yg disebabkan depresi central
symphathetic tone maupun depresi langsung
kontraktilitas kardiak
B. Bbrp ob. berbeda parameter farmakokinetikanya
1. barbiturat ultrashort-acting sangat lrt lemak dan
cepat penetrasi ke otak induksi anestesia,
kmd cepat terdistribusi ke jar. Lain
durasinya lebih pendek dari t1/2 elim.
2. barbiturat long-acting distribusinya lebih lama
dan t1/2 eliminasinya panjang
78
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
Dosis toksik
Bervariasi tgt obat, jalur dan kecepatan pemberian, serta
toleransi individual. Secara umum keracunan terjadi bila
dosis 5-10 X dosis hipnotik
1. Berpotensi fatal secara oral pada short-acting 2-3 gram,
sebanding dg 6-10 gram utk fenobarbital
2. Beberapa kematian dilaporkan pemakaian inj. i.v. secara
cepat 1-3 mg/kg metoheksital (aborsi)
Gejala klinis
Keracunan sedang: slurred speech, letargi, nistagmus, dan
ataksia sering terjadi
Pada dosis tinggi sering terjadi hipotensi, koma, dan gagal
pernafasan. Pd koma yang dlm pupil biasanya kecil,
pasien kehilangan semua refleknya, tampak seperti
meninggal
Pada koma yg dlm juga sering terjadi hipotermia terutama bila
pemejanan terjadi pd lingkungan yang dingin. Hipotensi
dan bradikardi biasanya mangikuti hipotermia.
Diagnosis
1. Dari sejarah, harus curiga pada pasien epilepsi dg tanda
stupor atau koma
2. Adanya skin bullae, walaupun tidak spesifik
79
IV. SEDATIF DAN HIPNOTIK
3. Kadar serum > 60-80 mg/L berhubungan dg koma, > 150-
200 mg/L dg hipotensi parah. Pd short-acting, koma terjadi
pada kadar 20-30 mg/L. Barbiturat mudah ditemukan pada
skrining rutin
4. Lab. : darah rutin, elektrolit, glkosa, BUN, kreatinin, arterial
blood gases, dan X-ray
Pengobatan
A. Suportif dan emergensi: airway dan ventilasi, obati koma,
hipotermia dan hipotensi
B. Antidotum spesifik tak ada
C. Dekontaminasi
Induksi emesis dan bilas lambung, dipilih bilas lambung
karena resiko koma. Arang aktif dan katartika
D.Percepatan eliminasi
1. Alkalinisasi urin menaikkan eliminasi fenobarbital, tidak
yang lain. Hati2 dapat menyebabkan kelebihan cairan dan
udem paru
2. Pengulangan dosis arang aktif menurunkan t1/2
fenobarbital, tapi tak memperpendek durasi koma
3. Hemoperfusi mungkin diperlukan untuk keracunan parah
yang tidak berespon terhadap terapi suportif
80
V. Amfetamin
Beberapa obat yg termasuk dlm gol. Ini digunakan sebagai obat utk
menurunkan bobot badan (benzphetamin), dekstroamfetamin
dan metilfenidat utk pengobatan narcolepsy dan anak hiperaktif.
Metamfetamin dan beberapa derivat amfetamin (termasuk LSD)
digunakan secara oral atau iv sbg stimulan.
Mekanisme
Aksi utama adalah aktivasi susunan syaraf simpatik melalui stimulasi
SSP, pelepasan katekolamin perifer, menghambat monoamin
oksidase. Diabsorpsi dg baik lewat oral dan dimetabolisme
secara ekstensif lewat hepar, ekskresinya tergantung pada pH
urin, dan akan lebih cepat dieliminasi pada urin asam.
Dosis toksik (lihat Tabel II.1 P&DO)
IT sempit, dg toksisitas sedikit diatas dosis pemakaian. Wlp dmk
derajat toleransinya akan meningkat setelah penggunaan
berulang. Ingesti akut dekstroamfetamin > 1mg/kg
Gejala klinis
A. Akut pd SSP, euphoria, talkativeness, anxiety, restlessness,
agitation, seizures dan koma. Hemoragi intrakranial mungkin
terjadi pd hipertensi atau cerebral vasculitis
81
V. Amfetamin
B. Akut pd perifer, keringat dingin, temor, fassikulasi dan kekakuan
otot , hipertensi, acute myocardial ischemia, and infarction.
C. Kematian mungkin disebabkan krn aritmia ventrikular, status
epilepticus, hemoragi intrakranial, hipertermia. Hipertermia
sering merupakan akibat dari seizures, hiperaktivitas otot dan
karena kerusakan otak, rhabdomyolysis, serta gagal ginjal
mioglobinuria
D. Kronis, biasanya karena penyalahgunaan, kehilangan berat BB,
kardiomiopati, stereotypic behavior, paranoid psychosis. Utk
gangguan kejiwaan dapat terjadi beberapa hari atau minggu.
Penghentian kecapaian, hipersomnia, hiperfagia & depressi
Diagnosis
Sejarah & gejala klinis krn keracunan obat simpatomimetika
Serum level, tak ada hubungannya dg tingkat keparahan keracunan.
Untuk memastikan keracunan dapat dilihat keberadaannya di
dlm urin atau cairan lambung
Lab. : darah komplit, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal, urinalisa, urin
mioglobin, ECG, CT-Scan kepala
Pengobatan
A. Supotif & emergensi: Airway dan ventilasi. Obati agitasi, kejang,
koma dan hipertermia. Monitoring tanda vital dan ECG (paling
tidak 6 jam)
82
V. Amfetamin
B. Obat spesifik dan antidotum (tdk ada antidotum
spesifik)
1. Hipertensi, baik dg vasodilator parenteral,
fentolamin atau nitroprussid
2. Obati takiaritmia dg propanolol atau osmolol
3. Obati vasospasme arterial (nitrogliserin atau
nifedipin)
C. Dekontaminasi
1. Jangan induksi muntah. Bilas lambung.
2. Arang aktif dan katartika
D. Percepatan eliminasi
1. Dialisis dan hemoperfusi tidak efektif
2. Pengasaman urin dapat dilakukan tetapi dg
resiko memperberat keadaan nefrotoksik.

83
VI. ANTIBIOTIKA
Untuk antibiotika efek yg berbahaya berupa reaksi alergi.
Keracunan yg serius karena dosis tunggal jarang
Mekanisme
Tergantung dari masing2 senyawanya dan tidak mudah
difahami. Pada beberapa kasus keracunan terjadi pada
dosis terapinya yang berupa reaksi alergi atau idiosinkrasi
Dosis toksis
Sangat bervariasi tergantung pada senyawanya. Reaksi
alergi kadang terjadi pd individu yang hipersensitif dg dosis
yg cukup rendah (dosis subterapetik)
Gejala klinis
Setelah overdosis akut berupa nausea, vomiting dan diare.
Spesial tanda lihat tabel II-4 (Poisoning & drug overdose).
Diagnosis
A. Serum level. Biasanya digunakan untuk memprediksi efek
toksik pada aminoglikosida, kloramfenikol dan vankomisin
B. Lab.: Darah komplit, elektrolit, glukose, fungsi ginjal, fungsi
hepar, urinalisa, level methemoglobin (dapson)
84
VI. ANTIBIOTIKA
Pengobatan
A. Suportif & emergensi : Ventilasi dan airway bila perlu. Obati
koma, seizures, hipotensi, dan anafilaksis. Ganti cairan yg
hilang karena diare (gastroenteritis) dg infus kristaloid
B. Antidotum spesifik
1. Trimetoprim leucovorin (asam folinat)
2. Dapson metilen blue jika terjadi methemoglobin
C. Dekontaminasi
1. Induksi muntah atau bilas lambung
2. Arang aktif atau katartika bila tidak diare
D. Percepatan eliminasi
1. Sebagian besar a.b. diekskresikan lewat urin dalam bentuk
tidak berubah, maka menjaga kecukupan urin flow sangat
penting. Hemodialisis tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dg gangguan fungsi ginjal dan serum level yang sangat
tinggi
2. Hemoperfusi dg arang aktif cukup efekif pd keracunan berat
kloramfenikol (dg serum level yg tinggi) dan asidosis
metabolik
3. Dapson mengalami resirkulasi enterohepatik, akan lebih
cepat dieliminasi dg pengulangan dosis arang aktif.

Anda mungkin juga menyukai