Anda di halaman 1dari 25

INTOKSIKASI NARKOTIKA (OPIAT)

 Dalam menangani intoksikasi dibutuhkan kecepatan dan ketepatan


 Kasus keracunan sering sulit diketahui penyebabnya
 kerusakan melibatkan banyak organ
 Setiap kelainan multisistem yang penyebabnya tidak jelas harus dicurigai
keracunan/intoksikasi.
Simtomatologi opiat
Obat yang sama dengan golongan opiat
1. Narkotika
2. Barbiturat
3. Benzodiazepin
4. Meprebamat
5. Etanol

Tanda dan gejala


Koma, depresi napas, miosis, hipotensi, bradikardi, hipotermi, edema paru, bising usus menurun, hiporefleksi,
kejang.
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan kegawatan
2. Penilaian klinis
3. Dekontaminasi racun
4. Pemberian antidotum
5. Terapi suportif
6. Observasi dan konsultasi
7. Rehabilitasi
PENATALAKSANAAN KEGAWATAN

Penilaian terhadap tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan penurunan kesadaran harus
cepat dan seksama agar resusitasi cepat dilakukan, yaitu dengan Airway, Breathing,
Circulation
Airway : bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lendir, gigi palsu. Bila perlu
dengan perubahan posisi dan oropharyngeal airway dan alat penghisap lendir.
Breathing : jaga agar pernapasan sebaik mungkin dan bila memang diperlukan dapat dengan
alat respirator
Circulation : tekanan darah dan volume cairan harus dipertahankan secukupnya dengan
pemberian cairan dalam keadaan tertentu dapat diberikan cairan koloid. Bila terjadi henti
jantung lakukan RJP.
PENILAIAN KLINIS

Harus segera ditangani tanpa menunggu hasil penapisan toksikologis. Walaupun diagnosis
etiologis hampir sebagian sulit ditegakkan akan tetapi dengan penilaian dan pemeriksaan klinis
yang cermat dapat ditemukan kelompok kelainan yang memberi arah kepada diagnosis etiologi.

Anamnesis
Kumpulkan informasi mengenai obat yang sering digunakan
Kumpulkan informasi dari anggota keluarga ataupun teman mengenai obat yang digunakan
tanyakan dan simpan sisa obat (untuk pemeriksaan toksikologis), ataupun muntahan yang masih
ada
Tanyakan riwayat alergi obat atau riwayat syok anafilaksis.
Pemeriksaan fisis
Temukan tanda keracunan:
 Pemeriksaan kesadaran
 Tekanan darah
 Nadi
 Denyut jantung
 Ukuran pupil
 Keringat
 Air liur
DEKONTAMINASI

Dapat diberikan arang aktif, pencahar, pemberian obat perangsang muntah, dan kumbah
lambung, maupun dengan dialisis (jika tidak tersedia, terapi diuretik sebagai pengganti)
PEMBERIAN ANTI DOTUM

Tidak semua keracunan ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi sesuai
dengan besar masalah. Apalagi antidotum belum tentu tersedia setiap saat.
SUPORTIF, KONSULTASI, REHABILITASI

Terapi Suportif, konsultasi, rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan cost
effectiveness disesuaikan dengan kondisi dimasing-masing pelayanan kesehatan.
OPIAT

Punya efek depresan pada otak


Golongan opiat: morfin, petidin, heroin, kodein

Farmakologi opiat
Heroin dalam tubuh akan dihidrolisis oleh hepar menjadi 6 monoacetyl morphine dan setelah
itu akan diubah menjadi morfin. Yang selanjutnya diubah menjadi Mo 3 monoglucoronide dan
Mo 6 monoglucoronide yang larut dalam air. Bentuk ini yang dapat dites dalam urin.
Oleh karena heroin larut dalam lemak maka dapat melalui sawar darah otak dalam waktu
cepat.

Mekanisme toksisitas
Menstimulus ssp melalui reseptornya yang menyebabkan efek sedasi dan depresi napas
Reaksi toksisitas bergantung dari rute pemberian, efek toleransi (pemakai kronik), lama kerja
dan masa paruh obat.
Mekanisme toksisitas dan antidotnya dapat diterangkan melalui beberapa reseptor yaitu:
 Reseptor Mu1 (m1) : analgesik, euforia, dan hipotermi
 Mu2 (m2): bradikardi, depresi napas, miosis, euforia, penurunan kontraksi usus, dan
ketergantungan fisik
 Reseptor Kappa (k) : spinal analgesik, depresi napas, dan miosis, hipotermia
 Reseptor Delta : depresi napas, disporia, halusinasi, vasomotor stimulasi
 Reseptor Gamma: inhibisi otot polos, spinal analgesik
DIAGNOSIS

 Gejala klinis yang khas (pin point, depresi, napas, dan membaik setelah pemberian
nalokson) penegakan klinik dapat dengan mudah

 Kadang bisa itemukan bekas suntikan yang khas (needle track sign)

 Pemeriksaan laboratorium tidak selalu seiring dengan gejala klinis

- Pemeriksaan secara kualitatif dari bahan urin cukup efektif untuk memastikan diagnosis
keracunan opiat dan zat adiktif lainnya
GAMBARAN KLINIK

Kasus keracunan dari golongan narkotika pada umumnya:


 cenderung adanya penurunan kesadaran (sampai koma)
 Gangguan sistem pernapasan (depresi napas)

Dosis toksik akan selalu menyebabkan kesadaran yang turun sampai koma, pupil pin
point,tapi dapat pula terjadi dilatasi pupil jika anoksia berat. Sianosis, nadi yang lemah,
hipotensi spasme darisaluran cerna dan bilier, dapat terjadi edema paru dan kejang.
Kematian terjadi karena gagal napas dapat terjadi dalam 2 -4 jam setelah pemberian oral
maupun subkutan. Sedang intravena dapat lebih cepat lagi.
Beberapa tanda gejala lain yang dapat terjadi:
 Hipertermi
 Aritmia jantung
 Hipertensi
 Bronkospasme
 Parkinson like syndrome
 Nekrosis tubular akut
 Gagal ginjal
 Kulit berwarna kemerahan
 Leukositosis
 hipoglikemia
Pemeriksaan laboratorium untuk melihat kadar dalam darah tidak selalu diperlukan karena
pengobatan berdasar besar masalah sangat diperlukan daripada konfirmasi kadar/jenis obat

Pada evaluasi perlu pemeriksaan analisa darah serial, penilaian fungsi paru dan foto dada
untuk kasus dengan kelainan paru, disamping pemeriksaan glukosa darah dan elektrolit.
PENATALAKSANAAN INTOKSIKASI OPIAT

 Gejala Klinis

Penurunan kesadaran disertai salah satu dari:


1. Frekuensi pernapasan < 12 kali/menit
2. Pupil miosis (seringkali pin-point)
3. Adanya riwayat pemakaian morfin/heroin/terdapat needle track sign.
 Tindakan

1. Penanganan kegawatan: bebaskan jalan napas. Beri oksigen 100 % sesuai kebutuhan. Infus dextrose
5% emergensi atau NaCl 0,9%, cairan koloid bila diperlukan
2. Pemberiam antidotum nalokson: tanpa hipoventilasi dosis awal diberi 0,4 mg iv. Dengan hipoventilasi
dosis awal diberi 1-2 mg iv. Bila tidak ada respon diberi1-2 mg iv tiap 5-10 menit hingga timbul
respons perbaikan kesadaran, hilang depresi napas, dilatasi pupil atau telah mencapai dosis maks 10
mg. Setelah itu evaluasi ketat kesadaran, pernapasan dan pupil karena efek nalokson berkuran 20-40
menit. Untuk pencegahan dapat diberi drips nalokson 1 ampul dalam 500 cc D5% atau Nacl 0,9 %
diberi dalam 4-6 jam.
simpan sampel urin untuk diperiksa opiat dalam urin dan lakukan foto dada. Pertimbangkan
pemasangan ETT bila pernapasan tidak adekuat, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, dan
hipoventilasi menetap setelah pemberian nalokson ke 2. pasien dipuasakan 6 jamuntuk menghindari
aspirasi akibat spasme pilorik
3. Pasien dirawat dan dikonsultasikan ke Tim Narkoba Bagian Ilmu Penyakit Dalam untuk
penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi
4. Dalam menjalankan semua tindakan harus memperhatikan prinsip-prinsip kewaspadaan
universal oleh karena tingginya angka prevalensi hepatitis C dan HIV.
5. Bila diperlukan, pasien sebelumnya dipasang NGT untuk mencegah aspirasi
PENGOBATAN

 Nalokson, antidotum dari intoksikasi opiat baik kasus dewasa maupun anak
 Edema paru diobati sesuai dengan antidotnya yaitu pemberian nalokson disamping
oksigen dan respirator bila diperlukan
 Hipotensi diberikan cairan intravena yang adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian
dopamin dengan dosis 2-5 mcg/kg BB/menit dan dapat di titrasi bila diperlukan
 Pasien jangan dicoba untuk muntah (pada intoksikasi oral)
 Kumbah lambung. Dapat dilakukan segera setelah intoksikasi dengan opiat oral, awasi
jalan napas dengan baik
 Acitvated Charcoal, dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml
cairan dengan 30g charcoal. Dapat diberikan sampai 100 gram
 Diazepam iv 5-10 mg bila terjadi kejang dan dapat diulang bila diperlukan. Monitor tekanan
darah dan depresi napas dan bila ada indikasi dapat dilakukan intubasi

Anda mungkin juga menyukai