Anda di halaman 1dari 42

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH CASE Nama

Mahasiswa NIM : Muhamad Rosaldy : 030.09.158 Dosen Pembimbing :

IDENTITAS PASIEN Nama Lengkap Umur Status Perkawinan Pekerjaan Alamat Tn. A 52 thn Menikah Wiraswasta Jl. Mampang Prapatan XV RT 03/04 Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Tanggal Masuk RS No. RM Laki-laki Sunda Islam SMA 15 November 2013 904376

ANAMNESIS Diambil secara autoanamnesis, tanggal 16 November 2013, pukul 13.00 WIB Keluhan Utama Pingsan 1 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD BA dalam keadaan pingsan yang dialaminya sejak 1 jam yang lalu. Sebelum pingsan, pasien muntah sebanyak satu kali berisi makanan. Saat itu, pasien sudah mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan makin bertambah berat. Sebelumnya, pada hari yang sama, pasien sempat BAB, frekuensi satu kali, dengan konsistensi lunak kental, berwarna hitam pekat dan berbau busuk, serta tidak disertai darah berwarna merah segar. Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas terdekat, datang ditemani keluarganya. Pasien diberikan rujukan untuk ditangani di RSUD BA sebelum akhirnya kejadian muntah dan jatuh pingsan tersebut terjadi. Pasien merasakan nyeri perut sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengutarakan, nyeri perut yang dirasakan melilit ini muncul terus menerus sepanjang hari, namun sekitar empat hari terakhir

ini, kualitas nyeri makin bertambah berat. Nyeri dirasakan di sekitar ulu hati dan makin bertambah nyeri jika ditekan, terutama di daerah kiri atas perut dan ulu hati. Menurut pasien, nyeri tidak pernah menjalar ke bagian lain dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas, makan atau minum. Pasien merasakan ulu hatinya keras pada perabaan. Tanggal 12 November, pasien muntah berwarna hitam dengan konsistensi kental, sebanyak kirakira dua setengah gelas belimbing, dengan frekuensi satu kali. Muntah berwarna hitam terjadi sesaat setelah pasien minum segelas jamu tradisional. Setelah muntah, pasien langsung merasa lemas, pusing, dan pandangan berkunang-kunang. Saat itu, nyeri perut yang dirasakan makin terasa melilit di daerah ulu hati. Beberapa saat kemudian, pasien merasakan ingin buang air besar. Pasien buang air besar berwarna hitam menyembur dan berbau busuk. Konsistensi lebih makin lunak dan kental. Setelah selesai BAB, pasien jatuh pingsan untuk pertama kalinya. Setelah kira-kira 10 menit, pasien tersadar dan diberi minum segelas air teh manis, namun rasa lemas dan nyeri perut makin dirasakan hebat. Bersama keluarga, pasien dibawa ke klinik 24 jam dengan keluhan BAB berwarna hitam. Pasien diberikan obat untuk menghentikan perdarahan (pasien lupa nama obat), setelah itu keluhan BAB berwarna hitam tidak dialaminya. Nyeri perut masih ada dan tidak berkurang kualitas nyerinya, namun rasa lemas sudah mulai berkurang. Pasien juga mengaku memiliki wasir yang dirasakan sebagai suatu benjolan padat di dalam dubur yang pertama kali dirasakan pada tahun 1982. Sekitar sepuluh tahun pertama wasir dapat keluar masuk sendiri, namun, tetap dirasakan mengganjal pada saat BAB. Nyeri pada benjolan disangkal. Pada tahun 2004 pasien mengaku BAB dengan darah merah segar menetes, sebanyak satu kali. Pasien mengaku darah yang keluar bersama tinja tak terlalu banyak, kira-kira seperempat gelas aqua. Saat BAB berdarah, pasien juga tidak merasakan nyeri. Pasien tidak pernah memberikan pengobatan atau pergi ke dokter sekalipun BAB berdarah tersebut dialaminya. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, benjolan dirasakan makin membesar dan cukup mengganggu BAB, terutama BAB dengan konsistensi tinja keras. Tidak ada BAB berdarah merah segar lagi sejak tahun 2004 tersebut, namun setiap setelah BAB, benjolan sulit masuk sendiri sehingga harus dimasukkan dengan jari. Rasa gatal pada wasir atau sekitar dubur disangkal.

Riwayat sesak napas disangkal, perut membuncit disangkal, riwayat batuk-batuk lama disangkal, riwayat BAK sering, penurunan berat badan berarti yang tidak dapat dijelaskan sebabnya disangkal, namun sejak nyeri perut makin berat dirasakan (4 hari SMRS), pasien mengalami penurunan nafsu makan, yaitu makan hanya satu porsi, sehari sekali. antiinflamasi non-steroid (AINS) jangka panjang juga disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan nyeri perut, BAB dan muntah warna hitam, serta badan lemas baru pertama kali dialami. Riwayat nyeri ulu hati/sakit maag disangkal, riwayat sakit kuning disakngkal, riwayat sakit liver disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat asma, alergi, sakit jantung atau paru, serta riwayat operasi juga disangkal. Riwayat Penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang sedang atau pernah memiliki keluhan serupa seperti yang dialami pasien sekarang. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit jantung atau paru di dalam keluarga disangkal Riwayat Sosial dan Kebiasaan Sejak 2 tahun terakhir, pasien memiliki kebiasaan minum jamu tradisional Putri Sakti untuk menambah nafsu makan. Pasien minum jamu tersebut 1-2 gelas per hari, tiap harinya. Dalam sebulan, pasien mengkonsumsi 4-5 botol jamu. Menurut pasien, setelah minum jamu, selain menambah nafsu makan, pasien menuturkan rasa badan lebih enak. Pasien mulai berhenti minum jamu sejak keluhan nyeri perut dirasakan memberat, yaitu empat hari SMRS, dan sejak saat itulah diikuti penurunan nafsu makan. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-2 batang per hari sejak 21 tahun yang lalu. Riwayat penggunaan narkotika dan meminum minuman beralkohol disangkal. Riwayat pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama disangkal. Pembiayaan selama di RSUD BA menggunakan Kartu Jakarta Sehat. Peenggunaan obat

PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu

: Tampak sakit sedang : Compos mentis : 110/60 mmHg : 80/menit : 20/menit : 37,1oC

Kesan status gizi : Cukup Tinggi badan Berat Badan IMT Sianosis Edema umum Ikterus Habitus Mobilitas Taksiran usia : 170 cm : 65 kg : 22,5 kg/m2 (BB normal) : tidak ada : tidak ada : tidak ada : atletikus : aktif : sesuai

2. Aspek Kejiwaan Tingkah laku wajar Alam perasaan biasa Proses pikir wajar

3. Kulit Warna sawo matang, tidak terdapat kesan efloresensi abnormal, pertumbuhan rambut merata, keringat umum, pigmentasi merata, lembap, turgor baik, varises tidak ada, jaringan parut tidak ada, oedem tidak ada, ikterus tidak ada. 4. Kepala Normocephali, simetris, distribusi rambut merata, lurus, berwarna hitam. 5. Mata Eksoftalmus Kelopak Konjungtiva : tidak ada : tidak oedem : anemis Enoftalmus Lensa Visus : tidak ada : jernih : baik

Gerakan mata : tidak ada hambatan Sklera Lapang pengluhatan : normal 6. Telinga Tuli Liang Serumen Cairan 7. Hidung Napas cuping hidung : tidak ada Deformitas Mukosa dan concha Sekret dan darah 8. Mulut : tidak ada : tidak ada : lapang : tidak ada : tidak ada

: tidak ikterik

Tekanan bola mata : tidak meningkat

Membran timpani Penyumbatan Pendarahan

: intak : tidak ada : tidak ada

Septum deviasi

: tidak ada

: tidak ada oedem/livid/hiperemis/pucat : tidak ada

Bibir : bentuk normsal, tidak ada kelainan, warna bibir merah Lidah : normoglosia, hiperemis tidak ada, ulkus tidak ada, sianosis tidak ada Bukal : tidak ada hiperemis, tidak ada sianosis Uvula : tampak di linea mediana, tidak hiperemis, livid, maupun sianosis Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis, tidak ada PND, maupun pseudomembran Tonsil : ukruan T1-T1, tenang, tidak ada kelainan seperti kripta dan detritus Gigi : tidak ada caries dentis

Trismus : tidak ada 9. Leher Bentuk leher normal, tampak lurus ditengah, JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kelenjar getah bening leher tidak tampak membesar. 10. Dada Bentuk Pembuluh darah Buah dada 11. Paru-paru Pemeriksaan Inspeksi Kiri Depan Simetris saat statis dan dinamis Belakang Simetrissaat statis dan : datar, tidak cekung : tidak melebar : simetris, tidak ada retraksi putting susu

dinamis Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris dinamis Palpasi Kiri Kanan Perkusi Kiri Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi Kiri Suara napas vesikuler Wheezing (-), ronki (-) Kanan Suara napas vesikuler Wheezing (-), ronki (-) Suara napas vesikuler Wheezing (-), ronki (-) Suara napas vesikuler Wheezing (-), ronki (-) saat statis dan

12. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat : Teraba pulsasi iktus kordis 1 cm medial linea midklavikularis kiri : o Batas kanan : sela iga V, linea sternalis kanan dengan suara redup o Batas kiri : sela iga V, kurang lebih 1 cm medial linea midklavikularis kiri dengan suara redup o Batas atas : sela iga III, linea parasternalis kiri dengan suara redup Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, suara gallop maupun murmur tidak ada

13. Pembuluh Darah Arteri temporalis Arteri karotis Arteri brakialis Arteri radialis 14. Perut : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi Arteri femoralis Arteri poplitea : teraba pulsasi : teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior: teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi

Inspeksi

Datar, tidak terdapat shagging of the flanks, warna kulit tidak ikterik, tidak ada spider navy, tidak tampak efloresensi bermakna, tidak tampak dilatasi vena, tidak tampak smiling umbilicus.

Auskultasi Palpasi

Bising usus 11x/menit Dinding perut supel, tidak ada defans muscular, nyeri tekan di regio epigastrium, , hepar tidak teraba, Murphys sign negatif, lien tidak teraba, ballottement negatif, undulasi negative

Perkusi

Timpani, batas bawah hepar setinggi sela iga VII linea midklavikularis kanan dengan suara pekak, batas atas hepar setinggi sela iga V linea midklavikularis kanan dengan suara redup, shifting dullness negative

15. Anggota Gerak Lengan Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Kanan Normotonus Normal Normal Aktif +5 Kiri Normotonus Normal Normal Aktif +5

Oedem Petekie/purpura Hematom 16. Tungkai dan Kaki Tungkai dan kaki Luka Varises Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Kanan Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5

Kiri Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5

Oedem Petekie/purpura Sikatriks Hematom 17. Refleks Tipe Refleks tendon Bisep Trisep Patela Achilles Refleks patologis

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Kanan Positif Positif Positif Positif Positif Negatif

Kiri Positif Positif Positif Positif Positif Negatif

18. Pemeriksaan Khusus Regio Analis Inspeksi Palpasi Rectal Touche (RT) : luka di sekitar anus (-), perdarahan (-), hiperemis (-), pus (-) : nyeri tekan (-) : tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti tidak kolaps,

teraba massa pada arah jam 7, nyeri tekan (-). ST : feses hitam lunak lengket, lendir (-), darah (-), bau busuk (+)

LABORATORIUM RUTIN Hasil laboratorium, 15 November 2013, IGD RSUD BA Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Leukosit Hemoglobin Hematokrit 12,8 6,3 18 ribu/uL g/dL % 3,8 10,6 13,2 17,3 40 52

Trombosit

254

ribu/uL

150 - 440

Kimia Klinik Glukosa Darah Sewaktu Elektrolit Serum Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) 144 3,8 110 mmol/L mmol/L mmol/L 135 155 3,6 5,5 98 - 109 131 mg/dL <110

RINGKASAN Pasien pria, berusia 52 tahun datang diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD BA dalam keadaan pingsan sejak 1 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang makin memberat di bagian ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Sebelum pingsan, pasien sempat muntah satu kali berisi makanan dan BAB berwarna hitam, konsistensi tinja lunak kental, sebanyak satu kali. Tiga hari SMRS, segera setelah pasien mengkonsumsi segelas jamu tradisional, pasien merasa nyeri perut melilit di ulu hati disertai muntah warna hitam sebanyak satu kali, pasien langsung lemas, pusing dan pandangan berkunang-kunang. Beberapa saat kemudian, BAB hitam menyembur sebanyak satu kali. Setelah itu, pasien pingsan dan dibawa ke klinik 24 jam. Pasien lalu diberi obat penghenti perdarahan namun nyeri perut tidak kunjung hilang. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak keluhan nyeri perut makin bertambah hebat, termasuk berhenti meminum jamu. Biasanya, pasien minum jamu hampir tiap hari sejak 2 tahun terakhir, untuk memulihkan kesegaran pada badan dan menambah nafsu makan. Pasien juga seorang perokok sejak 21 tahun yang lalu, dan menyangkal menggunakan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama, termasuk obat penghilang rasa nyeri seperti AINS. Pasien mengaku memiliki wasir yang mengganjal sejak tahun 1984. Wasir awalnya dapat keluar masuk sendiri, namun akhir-akhir ini harus dimasukkan dengan jari setelah BAB. Nyeri wasir disangkal, namun terasa makin membesar 10 tahun terakhir. Pada tahun 2004, BAB dengan darah merah segar sebanyak satu

kali tapi tidak dilakukan pengobatan. Pada pemeriksaan fisik, setelah pasien sadar, tampak sakit sedang dengan tekanan darah 110/60 mmHg, konjungtiva anemis, nyeri tekan di regio epigastrium, serta bising usus 11x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat kadar hemoglobin selalu dibawah normal sejak MRS dengan nilai terrendah pada hari ke-2 perawatan, yaitu 6,4 g/dL. Selain itu terdapat penurunan hematokrit sampai 18%. Kadar besi plasma dan TIBC juga menurun. DAFTAR MASALAH 1. Hematemesis melena et causa suspek gastritis erosif 2. Anemia et causa perdarahan saluran cerna 3. Hemoroid interna grade III DIAGNOSIS DAN DASAR DIAGNOSIS 1. Hematemesis melena et causa suspek gastritis erosif dd/ ruptur varises esofagus Dipikirkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan BAB dan muntah berwarna hitam pekat. BAB hitam memiliki konsistensi lunak kental. Terdapat juga riwayat nyeri ulu hati 1 minggu SMRS yang makin memberat pada empat hari terakhir. Terdapat keluhan mual dan muntah berisi makanan sebanyak satu kali beberapa saat sebelum pingsan. Nyeri perut tidak dipengaruhi makan atau minum. Temuan-temuan klinis tersebut mengarahkan pada dugaan terjadinya perdarahan pada saluran cerna yang dimuntahkan keluar (hematemesis) atau ikut keluar lewat usus (melena). Pasien juga memiliki riwayat minum jamu tradisional setiap hari selama 2 tahun terakhir, walaupun penggunaan obat-obatan tertentu, seperti AINS dalam jangka waktu lama disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan nyeri epigastrium pada palpasi perut. Tidak didapatkan kulit maupun sklera ikterik, palmar eritema, spider navy, maupun splenomegali. Bagaimanapun, pemeriksaan penunjang tetap dilakukan untuk menguatkan dugaan penyebab terjadinya gejala-gejala perdarahan; non-varises, seperti non-varises maupun varises esophagus karena sirosis hepatis.

2. Anemia et causa perdarahan saluran cerna

Dipikirkan atas dasar anamnesis, pasien datang dalam keadaan pingsan 1 jam SMRS setelah sebelumnya muntah berisi makanan dan BAB hitam sebanyak satu kali dengan konsistensi lunak kental. Pasien juga merasa lemas setelah muntah dan sesaat sebelum BAB hitam pada saat yang sama. Rasa lemas juga diikuti pusing dan penglihatan berkunang-kunang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis. Menurut kriteria WHO, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) dibawah 13 g/dL atau hematokrit (Ht) <37% pada pria dewasa. Anemia akut biasanya terjadi karena kehilangan darah atau terjadi hemolisis. Gejala akan kehilangan darah tergantung jumlah darah, namun biasanya kehilangan darah >20% volume tubuh biasanya memberikan gejala berupa sinkop (pingsan), pusing, mual, berkeringat, dan kehausan. Kejadian akut dan keparahan dari suatu anemia menentukan apakah terapi dengan PRC (Packed Red blood Cells) diindikasikan. Kejadian yang cepat dari anemia berat (misalnya setelah perdarahan saluran cerna akut yang menyebabkan penurunan hematokrit <25%) merupakan salah satu indikasi transfusi. Pada pasien ini dasar kejadian anemia yang berlangsung cepat didasarkan bahwa pasien memiliki riwayat BAB hitam kental yang diduga berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas sebelum akhirnya pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Selain itu pasien juga memiliki riwayat muntah hitam beberapa hari sebelumnya. Hasil pemeriksaan laboratorium pertama kali menunjukkan adanya penurunan konsentrasi hemoglobin(<13 g/dL) dan juga hematokrit (<37%) yakni berturut-turut 6,3 g/dL dan 18%.

3. Hemoroid interna grade III Dasar dugaan hemoroid interna didasarkan atas pemikiran bahwa, pada anamnesis, pasien mengaku memiliki wasir yang sudah dirasakannya pada tahun 1982. Wasir terasa mengganjal, namun tidak nyeri hingga sekarang. Pada tahun 2004, pasien pernah BAB dengan darah merah segar yang menetes, sebanyak 1 kali/hari. Sejak itu, pasien tidak pernah lagi mengalami BAB berdarah merah segar dan tidak pernah dilakukan pengobatan. Hemoroid Pemeriksaan yang dianjurkan : Pemeriksaan darah perifer lengkap per hari

Pemeriksaan fungsi hepar, seperti SGOT dan SGPT Pemeriksaan albumin serum dan globulin Pemeriksaan kadar bilirubin direk, indirek, total Pemeriksaan HbSAg Pemeriksaan gambaran darah tepi Pemeriksaan kadar besi (Fe) serum

RENCANA PENGELOLAAN Non Medikamentosa Tirah baring total (rawat inap) Konsultasi gizi

Medikamentosa IVFD Asering 500 mL/6 jam Transfusi PRC (Packed Red Blood Cells) dengan target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Rantin 2 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sannationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP (SOAP) Tanggal 16 November 2013, 06.08 WIB Subjective Objective Lemas, kepala sedikit pusing, nyeri ulu hati Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/60 mmHg, HR: 80x/mnt, t : 36,7oC, RR 20x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 12x/mnt, nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Hemoroid interna grade III Planning Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/6 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Rantin 2 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV R/ DPL per hari Hasil Laboratorium, tanggal 16 November 2013, ruang rawat inap lantai 7 Barat Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Besi (Iron) TIBC (Daya ikat total) 19 231 ug/dL ug/dL 65 175 240 - 400

Kimia Klinik SGOT (AST) SGPT (ALT) Ginjal Ureum Kreatinin 35 0,68 mg/dL mg/dL 13 43 <1,2 16 17 mU/dl mU/dl <33 <50

Tanggal 17 November 2013 , 11.44 WIB Subjective Objective Lemas berkurang Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/75 mmHg, HR: 84x/mnt, t : 36,2oC, RR 24x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 10x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Hemoroid interna grade III Planning Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/6 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Rantin 2 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV R/ DPL per hari Hasil Laboratorium, tanggal 17 November, ruang rawat inap lantai 7 Barat Pemeriksaan Hematologi Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit 5,3 6,4 21 243 ribu/uL g/dL % ribu/uL 3,8 10,6 13,2 17,3 40 52 150 440 Hasil Satuan Nilai Rujukan

Tanggal 18 November 2013, pkl 08.00 Subjective Lemas masih ada, nyeri ulu hati berkurang, BAB masih warna hitam, lunak kental sebanyak satu kali. Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/75 mmHg, HR: 84x/mnt, t : 36,2oC, RR 24x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 10x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Planning Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Konsul bedah Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Rantin 2 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV Ardium 3x1 tab Ultraproct supp 1x1 R/ DPL per hari

Tanggal 19 November 2013, 13.00 WIB Subjective Pingsan sekali setelah BAB. BAB hitam ada, konsistensi kental lunak, BAB menyembur. Muntah hitam tidak ada. Nyeri ulu hati ada. Mual ada. Objective Jumlah BAB hitam kurang lebih 500cc

Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/70 mmHg, HR: 80x/mnt, t : 36,2oC, RR 24x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 11x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Planning Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive O2 2 liter/mnt Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Rantin 2 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV Ardium 3x2 tab Ultraproct supp 2x1 R/ DPL per hari Hasil Laboratorium, tanggal 19 November, ruang rawat inap lantai 7 barat Pemeriksaan Hematologi Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit 4,1 7,5 24 232 ribu/uL g/dL % ribu/uL 3,8 10,6 13,2 17,3 40 52 150 440 Hasil Satuan Nilai Rujukan

Tanggal 21 November 2013, 15.00, lantai 7 Barat

Subjective Objective

Nyeri ulu hati berkurang, lemas masih ada, sulit tidur Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 100/60 mmHg, HR: 80x/mnt, t : 36,7oC, RR 20x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 11x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik

Assessment Planning

Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive O2 2 liter/mnt Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL Omeprazole 1 x 40 mg, IV Vit. K 3 x 10 mg, IV Kalnex 3x50 mg, IV stop Rantin 2 x 50 mg, IV stop Ondancentron 2 x 2 mg, IV Adona 3x1 drip Lactulac syr, 3 x cth I Ardium 3x2 tab Ultraproct supp 2x1 R/ DPL per hari

Hasil Laboratorium, tanggal 21 November, ruang rawat inap lantai 7 barat Pemeriksaan Hematologi Leukosit Hemoglobin 6,1 7,8 ribu/uL g/dL 3,8 10,8 13,2 17,3 Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematokrit Trombosit

25 220

% ribu/uL

40 52 150 440

Tanggal 22 November 2013, 13.00 WIB Subjective Lemas masih ada. Muntah dan BAB hitam tidak ada. Nyeri ulu hati berkurang. Merasa demam namun tidak terlalu tinggi (pada perabaan tangan) 2 jam yang lalu setelah dilakukan pemasangan infuse transfusi. Objective Jumlah BAB hitam kurang lebih 500cc Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/70 mmHg, HR: 80x/mnt, t : 38oC, RR 24x/mnt Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 4x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Hemoroid interna grade III Planning O2 2 liter/mnt Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10% 1 x 10ml) Omeprazole 1 x 40 mg, IV Vit. K 3 x 10 mg, IV Kalnex 3 x 50 mg, IV Ondancentron 2 x 2 mg, IV Lactulac syr, 3 x cth I Adona 3x1, drip

Paracetamol 3x 500 mg tab, PO Ultraproct supp, 2x1 R/ DPL per hari Hasil Laboratorium, tanggal 22 November 2013, lantai 7 Barat Pemeriksaan Hematologi Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit 8,1 9,5 30 256 ribu/uL g/dL % ribu/uL 3,8 10,8 13,2 17,3 40 52 150 440 Hasil Satuan Nilai Rujukan

Tanggal 23 November 2013, 13.00 WIB Subjective Objective Masih meriang, belum BAB 3 hari, nyeri perut (-) Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/70 mmHg, HR: 88x/mnt, t : 37,6oC, RR 20x/mnt Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 3x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Hemoroid interna grade III Planning O2 2 liter/mnt Diet tinggi serat IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10% 1 x 10ml)

Omeprazole 1 x 40 mg, IV Cefobactam 2 x 1 gr, IV Vit. K 3 x 10 mg, IV stop Kalnex 3 x 50 mg, IV stop Ondancentron 2 x 2 mg, IV stop Lactulac syr, 3 x cth I Paracetamol 3x 500 mg tab, PO Emibion 2 x 1 caps Adona 3x1, drip -- stop Ultraproct supp, 2x1

Tanggal 25 November 2013, 14.18 WIB Subjective Pada saat BAB, wasir keluar dan semakin sulit dimasukkan, BAB ada tetesan darah merah segar. BAB kedua wasir keluar lagi dan sulit dimasukkan, BAB bersama darah merah segar menetes. Selama BAB pertama ada nyeri karena konsistensi tinja keras. BAB hitam (-), Nyeri perut (-), mual (-), muntah hitam (), lemas (-) Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/80 mmHg, HR: 92x/mnt, t : 36,6oC, RR 18x/mnt Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : datar, soepel, BU 3x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive Hemoroid interna grade III Planning Diet tinggi serat Cek GDS, darah samar, DPL

IVFD Asering 100 mL/8 jam Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10% 1 x 10ml) Omeprazole 1 x 40 mg, IV Cefobactam 2 x 1 gr, IV Lactulac syr, 3 x cth I Paracetamol 3x 500 mg tab, PO Emibion 2 x 1 caps Ultraproct supp, 2x1

BAB TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI SALURAN CERNA Visera abdomen utama ialah esophagus, gaster (ventrikulus), intestinum tenue, dan intestinum crassum, lien, pancreas, hepar, saluran empedu, dan vesika fellea, vena porta hepatis, fasia renalis serta lemaknya, kedua ren, kedua ureter, dan kedua glandula suprarenalis. 1 Lambung (gaster, ventrikulus) terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J, dan bila penuh seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2L. 1 Secara anatomis, lambung terbagi atas; 1). Kurvatura gastrika minor sebagai tepi gaster yang cekung, 2) Kurvatura gastrika mayor sebagai tepi gaster yang cembung dan lebih panjang, 3) Insisura angularis merupakan suatu takik tajam kira-kira dua pertiga distal kurvatura gastrika minor, yang merupakan batas antara corpus dan pylorus, 4). Kardia, yaitu daerah sekitar muara esophagus, 5) Fundus yakni bagian cranial gaster yang melebar dan berbatas pada kubah diafragma kiri, 6) Korpus, yaitu suatu daerah antara fundus dan antrum pilorikum 7) Pars pilorika,bagian gaster yang menyerupai corong; bagian yang lebar, yakni antrum pilorikum beralih ke bagian yang sempit, yakni kanalis pilorikus. 8) Pilorikus, daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk membentuk muskulus sfingter pilori guna mengatur pengosongan lambung melalui ostium pilorikum ke dalam duodenum. 2 Gaster tertutup oleh peritoneum. Kedua lembar omentum minor meluas mengelilingi gaster dan melepaskan diri pada kurvatura mayor sebagai omentum mayor. Permukaan ventral gaster bersinggungan dengan; 1) diafragma, 2) lobus hepatis sinistra, 3) dinding abdomen ventral. Arteri-arteri gaster berasal dari trunkus coeliacus dan cabangnya: a. Arteri gastrika sinistra berasal dari trunkus coeliacus dan melintas dalam omentum minor ke kardia, lalu membelok secara tajam untuk mengikuti kurvatura minor dan beranostomosis dengan Arteri gastrika dekstra

b. Arteri gastrika dekstra dilepaskan dari arteri hepatica dan melintas ke kiri, mengikuti kurvatura mayor untuk mengadakan anastomosis dengan arteri gastrika sinistra. c. Arteri gastroepiploika dekstra merupakan cabang arteri gastroduodenalis dan melintas ke kiri di sepanjang kurvatura mayor, lalu mengadakan anostomosis dengan arteri gastroepiploika sinistra. d. Arteri gastroepiploika sinistra berasal dari arteri lienalis dan beranostomosis dengan arteri gastroepiploika dekstra. e. Arteri gastrika brevis berasal dari ujung distal arteri lienalis dan menuju lurus ke fundus gaster. Vena-vena di gaster mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal letak dan lintasan. Vena gastrika dekstra dan vena gastrika sinistra mencurahkan isinya ke dalam vena porta hepatis, sementara vena gastrika brevis dan vena gastroepiploika membawa isinya ke dalam vena lienalis yang bersatu dengan vena mesenterika superior untuk membentuk vena porta hepatis. Vena gastroepiploka dekstra langsung bermuara pada vena mesenterika superior. Persarafan gaster parasimpatis berasal dari trunkus vagalis anterior dan trunkus vagalis posterior dan cabangnya. Persarafan simpatis berasal dari segmen medulla spinalis torakalis 6 (T6) sampai T9 melalui pleksus coeliacus dan disebarkan melalui pleksus sekeliling arteri gasrika dan arteri gastroepiploika. Intestinum tenue (usus halus) terbentang dari pylorus sampai ke ileosekal (ileocaecal junction), tempat ileum bersatu dengan intestinum crassum. Pilorus membawa isi gaster ke dalam duodenum, bagian pertama intestinum tenue, dan dua bagian lainnya ialah jejunum dan ileum. Duodenum adalah bagian intestinum tenue terpendek, terlebar dan paling stabil kedudukannya. Lintasannya merupakan huruf C yang melingkar kaput pancreas. Duodenum berawal pada pylorus di sebelah kanan dan berakhir pada peralihan duodenojejunal di sebelah kiri. Untuk tujuan deskriptif, duodenum dibedakan menjadi empat bagian: Bagian proksimal (pertama), yang pendek (5 cm), terletak ventrolateral dari corpus vertebrae lumbal pertama (L1), yakni pars superior.

Pars desendens (kedua), yang lebih panjang (7 10 cm), melintas ke kaudal sejajar dengan sisi kanan vertebrae L1 L3. Pars horizontalis (ketiga) yang panjangnya 6 8 cm dan melintas ventral terhadap vertebrae L3

Pars asendens (keempat) yang pendek (5 cm) dan berawal di sebelah kiri vertebrae L3, lalu melintas ke cranial sampai setinggi tepi cranial vertebrae L2.

Dua sentimeter pertama duodenum memiliki mesenterium dan dapat bergeser-geser. Sisa bagian pertama, 3 cm serta ketiga bagian yang lain tidak memiliki mesenterium dan terletak retroperitoneal. Pars horizontalis duodenum disilang oleh pembuluh mesenterika superior. Bagian duodenum yang naik ke cranial, melintasi sampai sisi kanan aorta untuk mencapai kaudal dari pancreas. Disini, bagian tersebut melengkung kearah ventral untuk bersatu dengan jejunum pada fleksura duodenojejunalis. Bagian yang melengkung ini diperkuat oleh sebuah pita fibromuskular yang dikenal sebagai musculus suspensorius duodeni (ligamentum Treitz). Kontraksi otot ini akan melebarkan sudut fleksura dan memudahkan jalannya isi duodenum. Arteri-arteri duodenum berasal dari trunkus coeliacus dan arteri mesenterika superior. Trunkus coeliacus memberikan cabangnya, yakni arteri gastroduodenalis superior dan dan arteria pankreatikoduodenalis memasok darah pada bagian duodenum yang letaknya proksimal dari muara duktus koledokus. Arteria mesenterika superior, melalui cabangnya, yakni arteri pankreatikoduodenalis inferior memasok darah pada duodenum yang letaknya distal terhadap muara duktus koledokus. Vena-vena duodenum mengikuti arteri-arteri dan bermuara dalam vena porta hepatis. Persarafan duodenum berasal dari nervus vagus dan saraf simpatis melalui pleksus sekitar arteri pankreatikoduodenalis. 2 Tabel berikut ini menyajikan perbedaan secara anatomis antara jejunum dan ileum: Sifat Warna Diameter Dinding Jumlah pembuluh darah Jejunum Merah tua 2-4 cm Tebal dan berat Lebih banyak Ileum Merah muda 2-3 cm Tipis dan ringan Lebih sedikit

Vasa rekta Lengkung-lengkung arteri Lemak dalam mesenterium Plika sirkulares

Panjang Hanya beberapa Kurang Besar, tinggi, dan rapat

Pendek Banyak lengkung pendek Lebih banyak Rendah dan jarang, tidak ada di bagian distal.

Plak-plak limfoid (Peyers sedikit patch)

banyak

HISTOLOGI LAMBUNG Secara histologis, lambung tersusun atas empat lapisan, Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor dan memanjang membentuk omentum minum, sedangkan pada kurvatura mayor, omentum terus kebawah membentuk omentum mayor. Tunika muskularis memiliki tiga lapis otot polos; lapisan longitudinal di bagian luar, sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot seperti ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi untuk memecah makanan, mengaduk, dan mencampur dengan cairan lambung, serta mendorong kearah duodenum. Subumukosa tersusun atas jaringan longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan muskularis sehingga memungkinkan mukosa bergerak secaraperistaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. 2 Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propria dengan lekukan yang bervariasi. Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Yang memisahkan mukosa dari submukosa dibawahnya adalah selapis otot polos, yaitu muskularis mukosa. Epitel yang menutupi permukaan gaster yang berlekuk-lekuk ini ialah epitel selapis silindris dan mensekresi mucus alkalis. Bila mucus dilepaskan dari sel-sel ini maka mucus akan membentuk selapis gel tebal yang melindungi selsel tersebut dari pengaruh asam yang diproduksi lambung. Asam klorida (HCl), pepsin, lipase, dan asam empedu juga dipandang sebagai zat iritatif endogen terhadap epitel. Kardia gaster secara histologis merupakan suatu pita melingkar yang sempit dengan lebar 1,5 3 cm, pada

batas antara esophagus dan lambung. Kebanyakan sel sekresinya mucus dan lisozim (suatu enzim yang menyerang dinding bakteri). Lamina propria dari fundus dan korpus dipenuhi kelenjar gaster tubular bercabang. Bagian leher kelenjar mengandung sel induk, sel mucus leher, dan sel parietal (oksintik). Dasar kelenjar gaster mengandung sel parietal, sel zimogen (chief cell), dan sel enteroendokrin. Sel induk (stem cell) berbentuk silindris rendah dengan inti lonjong. Sel-sel ini memperlihatkan banyak gambaran mitosis dan bergerak keatas menggantikan sel epitel permukaan. Sel mukosa leher terdapat berkelompok atau sendiri-sendiri di antara sel-sel parietal. Sekresi mukusnya agak berbeda dengan yang diproduksi sel epitel permukaan. Sel parietal (oksintik) banyak dijumpai di separuh atas kelenjar gaster, bentuknya bulat atau berbentuk pyramid, dengan satu inti bulat di tengah. Sel parietal mensekresi HCl, KCl, sedikit elektrolit dan faktor ekstrinsik gaster. Salah satu mekanisme sekresi sel parietal adalah melalui ujung saraf kolinergik, yang kemudian menstimulasi produksi gastrin dan histamine. Sel zimogen (chief cell) memiliki granul di dalam sitoplasmanya yang mengandung pepsinogen yang tidak aktif. Di dalam fundus gaster, sel enteroendokrin mensekresi 5-hidroksitriptamin (serotonin). Pilorus lambung memiliki kelenjar pilorus tubular bercabang dengan foveola yang lebih dalam. Kelenjar ini mensekresi mucus dan cukup banyak enzim lisozim. Sel gastrin (G) yang melepaskan gastrin tersebar di antara sel-sel mukosa kelenjar pylorus. Sel enteroendokrin (sel D) mensekresi somastotatin, yang menghambat pembebasan hormon-hormon lain, termasuk gastrin. 3 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA) Definisi Perdarahan SCBA adalah perdarahan yang terjadi saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang menggantungkan pars tertium (bagian ketiga) duodenum ke diafragma dekat dengan fleksura lienalis kolon. Untuk keperluan klinik, dibedakan perdarahan varises esophagus dan non-varises, karena keduanya terdapat perbedaan dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi klinik perdarahan SCBA dapat beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. 4

Etiologi Hematemesis yang profus merupakan kegawatan di rumah sakit yang paling lazim terjadi yang dapat menyebabkan 8 14% mortalitas di RS. Angka mortalitas ini tidak pernah berubah sejak tahun 1954, walaupun telah tejadi perkembangan akan pengobatan medis, endoskopik, intensive care units, dan manajemen pembedahan mutakhir. Tabel berikut ini menyajikan prevalensi dan sumber paling sering terjadinya perdarahan SCBA di Amerika Serikat. Sumber Perdarahan Tukak duodenum Erosi gaster Ulkus gaster Varises gastroesofageal Mallory-Weiss tears Esofagitis Duodenitis erosive Prevalensi (%) 24,3% 23,4% 21,3% 10,3% 7,2% 6,3% 5,8%

Pada perdarahan SCBA karena varises, patofisiologi yang mendasari adalah meningkatnya tekanan vena porta yang menyebabkan vena-vena esophagus dan lambung melebar dan juga menyebabkan gastropati. Sedangkan non-varises, melibatkan perdarahan arterial seperti ulkus dan ruptur mukosa yang dalam, atau perdarahan vena tekanan rendah seperti telengiektasi dan angioektasis. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dapat menentukan kira-kira lokasi perdarahan SCBA. Riwayat penyakit hati kronis/alcohol bisa memperkirakan perdarahan berasal dari gastropati, hipertensi portal, atau pecahnya varises esophagus. Riwayat konsumsi obat antiinflamasi non-steroid/obat-obat anti rematik/penghilang nyeri yang berkaitan dengan siklooksigenase-1 (COX-1) yang menyebabkan penurunan ketahanan mukosa terhadap asam lambung, yang dapat menuntun kita kea rah ulkus lambung. Manifestasi Klinis Kemungkinan pada perdarahan SCBA, pasien akan datang dengan: 1) anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2) hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa disertai anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik karena derajat hipovolemi

menentukan tingkat kegawatan pasien. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan SCBA atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas yang timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Maka, melena merupakan salah satu tanda perdarahan SCBA yang tidak dimuntahkan, namun demikian, melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam merupakan melena, sebab ingesti bismuth, sarkol, Lycorice, obat-obat yang mengandung besi (obat penambah darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Hematokezia diartikan sebagai darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna baguan bawah. Hematokezia lazimnya menunujukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat. Istilah darah samar (occult bleeding) diartikan bilamana ada perdarahan ringan dan tidak sampai mengubah warna feses sehingga tidak terlihat adanya perdarahan secara kasat mata. Perdarahan jenis ini diketahui dengan tes guaiac. Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkop, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik, dan gambaran klinis komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit ginjal, dsb. Tabel berikut menyajikan pervalensi terbesar manifestasi klinis pasien yang datang dengan perdarahan SCBA. Hematemesis, termasuk coffee ground emesis Melena Hematokezia Sinkop Dispepsia Nyeri epigastrium Nyeri abdomen difus Berat badan menurun Ikterus 40 50% 70 80% 15 20% 14% 18% 41% 10% 12% 5%

Pengelolaan Perdarahan SCBA Pengelolaan dasar pasien dengan perdarahan SCBA sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan berulang. Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi adalah wajib dan harus dapat dikerjakan di semua lini pelayanan kesehatan masyarakat. Langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan inisial yang difokuskan pada evaluasi status hemodinamik pasien 2. Resusitasi dalam rangka stabilisasi hemodinamik 3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang dianjurkan dan memastikan perdarahan SCBA atau saluran cerna bagian bawah 4. Menegakkan diagnosis penyebab perdarahan 5. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab, dan mencegah perdarahan berulang. Pemeriksaan Awal Langkah awal pada semua kasus perdarahan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik penderita. Pemeriksaannya meliputi 1). Tekanan darah dan nadi posisi baring, 2). Perubahan ortostatik tekanan darah dan frekuensi nadi, 3). Ada tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). Pernapasan, 5). Tingkat kesadaran, 6). Produksi urin. Tanda-tanda hemodinamik tak stabil muncul bila perdarahan >20% volume intravaskuler: Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100x/menit Tekanan sistolik ortostatik turun >20 mmHg dan diastolic ortostatik >10 mmHg Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit Akral dingin Kesadaran menurun Anuria atau oliguria (produksi urin <30cc/jam)

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik (NGT), hipotensi persisten, dan menghabiskan transfusi darah >800-1000 mL. Pemasangan pipa nasogastrik (NGT/nasogastric tube) sebaiknya dilakukan untuk setiap perdarahan saluran cerna walupun hal ini masih controversial karena sebanyak 16% pasien dijumpai negatif palsu. Pemasangan NGT bertujuan diagnostik, yaitu mencari sumber perdarahan (dari saluran cerna bagian atas versus bawah), serta pemantauan perdarahan dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil, serta sudah jelas adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah, pemasangan NGT tidak perlu dilakukan. Bila cairan yang keluar dari NGT berwarna hitam seperti ampas kopi atau berwarna merah segar, maka artinya perdarahan aktif masih berlangsung. Pada pasien dengan dengan perdarahan SCBA, beberapa faktor prognostik dapat menjadi petunjuk adanya dugaan prognosis yang buruk. Pasien yang menjalani perdarahan SCBA sebagai pasien rawat jalan memiliki angka mortalitas 7,1%, dibandingkan dengan pasien-pasien yang dirawat inap, yaitu sebesar 32,7%. Pada pasien yang berusia lebih muda dari 60 tahun, angka mortalitasnya 8,7%; pada pasien yang berusia lebih dari itu, memiliki angka mortalitas 13,4%. Angka mortalitas meningkat seiring dengan jumlah penyakit penyerta (komorbiditas) yang diderita individu; pasien yang memiliki dua penyakit penyerta memiliki angka mortalitas 2,6%, empat penyakit penyerta 2,6%, empat penyakit penyerta 9,9%, dan delapan penyakit penyerta 66,7%. Tabel berikut menyajikan faktor resiko dari prognostik yang buruk pasien dengan perdarahan SCBA. 5 Usia > 60 tahun Keadaan syok Terdapat keganasan atau varises sebagai sumber perdarahan Pasien yang dirawat inap Memiliki penyakit penyerta, seperti keganasan, COPD (Chronic Obstructibe Pulmonary Disease), CAD (Coronary Arterial Disease), dan lain-lain. Keadaan perdarahan yang masih aktif (hematemesis, aspirasi NGT terdapat darah, atau hematokezia)

Terjadi perdarahan berulang Penyakit koagulosi parah/berat, konsumsi obat-obatan antikoagulan (heparin, warfarin), antiplatelet (klopidrogel), NSAID (Non-steroid Antiinflammation Drugs)

Skor Rockall merupakan sistem penilaian yang dipakai untuk menduga adanya perdarahan berulang dan mortalitas pada pasien yang mengalami perdarahan SCBA non-varises. Scoring Rockal ini berkisar antara nol sampai tiga yang menilai faktor-faktor seperti usia, adanya syok, penyakit penyerta, diagnosis, dan tanda yang terlihat pada endoskopi emergensi. Tabel Penilaian (Scoring) Rockall Skor Usia (tahun) Syok 0 < 60 1 70-79 Takikardia (>100/mnt), SBP >100 mmHg Komorbiditas Tidak ada CHF, CAD, dan Gagal hepar atau lain-lain ginjal, dengan sebar Diagnosis Mallory-Weiss Tears, tidak ada tanda-tanda perdarahan sekarang Tanda mayor Tidak ada, atau berupa Bekuan terlihat pembuluh darah, atau menyembur darah darah, Lainnya Kanker traktus gastrointestinal atas pada kanker anak 2 >/= 80 Hipotensi 3 -

akan perdarahan hanya sekarang

bintik-bintik perdarahan

Skor 2 menunjukkan low risk, 4,3% kemungkinan terjadi perdarahan berulang dan angka mortalitas 0,1% | Skor 3 5 merupakan intermediate-risk (perdarahan berulang dan angka mortalitas 2 7,9%) | Skor 6 merupakan high-risk (perdarahan berulang dan mortalitas sebesar 15,1 39,1%). Kelemahan dari tata penilaian prognostik menurut Rockall adalah ketersediaannya endoskopi yang nyatanya hanya dimiliki oleh RS dengan fasilitas yang lengkap, tidak akan berlaku untuk RS yang tidak memiliki endoskopi emergensi. 5 Resusitasi untuk Stabilisasi Hemodinamik Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infuse cairan kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan jarum berdiameter besar (minimal 16 gauge) , tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya Dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan leukosit. Adanya kecurigaan diathesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, PTT, aPTT. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini: 1). Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil, 2). Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih (1000 cc), 3). Perdarahan baru atau masih berlangsung (ongoing bleeding) dengan hemoglobin <10g% atau hematokrit <30%, 4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menrun. Nilai hematokrit dalam rangka memperkirakan jumlah perdarahan sebenarnya kurang akurat apabila perdarahan sedang atau baru berlangsung karena proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24 72 jam setelah onset perdarahan. 4 Pada orang muda atau dengan kondisi badan yang sehat, transfusi dilakukan untuk mempertahankan kadar hematokrit >20%. Pasien-pasien dengan koagulopati sebaiknya dikoreksi jika mungkin, dengan pemberian transfusi FFP (fresh frozen plasma) atau pemberian vitamin K. Pasien-pasien dengan kadar trombosit rendah (<50.000/uL), transfusi platelet sebaiknya diberikan. 5

Pemeriksaan Lanjutan Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik, lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis perlu ditekankan mengenai sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, adakah riwayat perdarahan sebelumnya atau tidak, riwayat perdarahan dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan pada bagian tubuh lain, penggunaan obat-obatan terutama anti-inflamasi non-steroid dan anti-koagulan, kebiasaan minum alcohol, dan mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, dan lain-lainnya. Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain, tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang dapat disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma PeutzJegher. Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan adalah: 1). Elektrokardiogram; terutama pada pasien yang berusia >40 tahun, 2). BUN, kreatinin serum (pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman di usus akan meningkatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum akan tetap atau sedikit meningkat, 3). Elektrolit (sodium, potassium, dan klorida), karena perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau setelah lavase lambung. 4). Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi. Membedakan Perdarahan SCBA atau Bawah Tabel berikut ini menyajika pembedaan perdarahan SCBA dan saluran cerna bagian bawah: Perdarahan SCBA Perdarahan Saluran Cerna

Bagian Bawah Manifestasi klinik klasik Aspirasi NGT Rasio (BUN/Kreatinin) Auskultasi abdomen Hematemesis dan atau melena berdarah Meningkat > 35 hiperaktif Hematokezia Jernih < 35 Bising usus positif normal

Timbul melena, BAB hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sejumlah 50 100 ml atau lebih. Kita perlu memastikan keterangan melena yang diperoleh dari anamnesis dengan cara melakukan pemeriksaan colok dubur (digital rectal). Pada semua kasus perdarahan saluran makanan disarankan untuk pemasangan pipa nasogastrik (NGT), kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang sudah jelas perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perbandingan BUN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24 48 jam sejak terjadinya perdarahan. Normalnya, perbandingannya 20, diatas 35 memungkinkan perdarahan berasal dari SCBA, dan dibawah 35 kemungkinan perdarahan dari saluran cerna bagian bawah. Pada kasus yang masih sulit untuk menentukan asal perdarahannya, langkah pemeriksaannya ialah endoskopi SCBA. Diagnosis Penyebab Sarana diagnostic yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan adalah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang asal perdarahannya masih meragukan, pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan, karena sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan dapat ditegakkan, selain itu juga dapat dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut dan asal perdarahan sulit diidentifikasi, pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi perlu dipertimbangkan sekaligus dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi sangat bergantung pada keahlian, keterampilan, dan pengalaman pelaksana. Terapi Perdarahan Untuk PSCA non varices obat-obat yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: Pemberian Vasopresin (Pitresin) : Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena. Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Pemberian vasopresin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopresin 50 unit dalam 100 ml Dextrose

5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit, dapat diulang tiap 3-6 jam. Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya. PPI (Proton Pump Inhibitor). Obat-obat golongan ini lebih efektif dalam menghentikan perdarahan tukak peptik dibanding dengan anti sekresi asam lain (H2 receptor-blocker). Diberikan dalam dosis tinggi. Tujuannya adalah untuk menjaga pH lambung > 6, untuk menjamin terjadinya agregasi trombosit, pembekuan darah, stabilisasi trombus yang terbentuk, dan pepsin menjadi tidak aktif. Preparatnya bisa pantoprazole/esomeprazole 80 mg i.v.bolus, dilanjutkan 8mg/jam selama 72 jam. Efek samping PPI : sakit kepala, alergi, diare, mual, konstipasi, sekit perut, kembung, polipfundus, hiponatremi. Antasida, sukralfat, mukoprotektor. Antasida diberikan untuk menetralisir asam yang sudah disekresi. Sedangkan sukralfat sebagai mukoprotektor yang akan melapisi lesi-lesi agar cepat sembuh. Begitu juga mukopromoter lain seperti rebamipide dan tripenon dikatakan untuk lebih memacu pulihnya mukosa yang cedera. Somatostatin dan analognya ( octriotide). Obat ini dimaksudkan untuk menurunkan aliran darah splanknik terutama berguna untuk menghentikan PSCA akut karena varices dengan keberhasilan sekitar 70-80%. Obat ini dapat juga untuk perdarahan non varices, karena menekan sekresi asam lambung. Dosis somatostatin 250 mcg bolus, dilanjutkan 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Octreotide 100 mcg i.v.dilanjutkan dengan 25 mcg/jam selama 8-24 jam / sampai perdarahan berhenti. Selain itu semua obat yang bisa menimbulkan luka lambung seperti OAINS, glukokortikoid, dan aspirin dihentikan. sesuai dengan protokol. S-B tube ( Sengstaken-Blakemore). Ada 2 jenis tube untuk hal ini : Sengetaken-Blakemore dan Minnesota tube. Balon yang tamponade pada tube dikembangkan untuk menghentikan perdarahan varices esofagus. Di Indonesia pada umumnya S-B tube yang biasa dipakai. Saat ini sudah jarang di pasaran. Pemasangan dilakukan oleh tenaga medik terlatih. Komplikasi yang fatal aspirasi dan perforasi esofagus. Pengembangan balon seyogyanya tidak melebihi 24 jam agar esofagus tidak nekrosis esofagus. Bila terjadi infeksi H. Pylori obati

Endoskopi.

Endoskopi dilakukan untuk mendeteksi penyebab perdarahan, memperkirakan

prognosis, terapi hemostasis, penyuntikan obat (adrenalin, histoacryl, polidokanol ), mechanicalhaemostasis (endoloops /clip, staple, suture), thermal (contact dan non contact), penyuntikan adrenalin 1: 1000 pada tukak peptik sub mukosa di sekitar sumber perdarahan dengan dosis 0.5 cc setiap suntikan sampai maksimal 10 cc, dapat menghentikan perdarahan 95% dengan kemungkinan perdarahan ulang 15-20%. Untuk tukak peptik dengan pembuluh darah yang tampak (visible vessel) pemakaian klip dapat menghentikan perdarahan sampai 100%. Dengan laju perdarahan ulang lebih rendah daripada adrenalin. Thermal hemostasis terdiri contact (bipolar electrocoagulation; heater probe thermocoagulation) dan non contact (Argon Plasma Coagulation dan laser Nd YAG). Panas yangditimbulkan menyebabkan edema, protein jaringan menggumpal mengakibatkan konstraksi dinding pembuluh darah sehingga perdarahan berhenti.Terapi hemostasis dengan endoskopi dikatakan dapat mengurangi perdarahan ulang, menurunkan tindakan pembedahan, mengurangi mortalitas. Untuk PSCA karena varises, Hemostasis endoskopik varises esofagus yang berdarah, sebagai pilihan utama adalah ligasi varises. Ligasi ini lebih sedikit efek sampingnya (perdarahan, ulkus esofagus, striktur) dibandingkan dengan suntikan sclerosan (ethoxysclerol).Bila perdarahan masif, sehingga ligasi sukar dilakukan atau secara tehnis sulit, skleroterapi merupakan pilihan alternatif. Untuk varices di gaster disuntik dengan histoacryl sebagai pilihan terapi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Radiologi intervensi. Dilakukan terutama untuk pasien dengan kondisi kritis dimana pembedahan merupakan kontraindikasi/berisiko tinggi. Dengan menggunakan gel foam, tissue adhesive dan coilmetal menggunakan keteter yang sangat super selective dipandu dengan flouroskopi untuk menyumbat pembuluh darah yang bocor. Komplikasi yang bisa timbul bisa dari ileus sampai nekrosis saluran cerna. Pembedahan. Dalam penanganan perdarahan, sebaiknya ahli bedah sudah dilibatkan sejak awal dalam tim penanggulangan PSCA. Hal ini agar bisa menentukan waktu yang tepat untuk

bertindak. Tindakan bedah dilakukan pada dasarnya bila segala upaya terapi medik, endoskopik dan radiologi gagal. Indikasi intervensi bedah pada tukak peptik : Perdarahan hebat yang tidak bisa diatasi dengan resusitasi. Pengobatan medikamentosa, endoskopi hemostasis maupun radiologi intervensi gagal menghentikan perdarahan/perdarahan berulang. Perforasi, obstruksi, atau keganasan. Perdarahan yang berkepanjangan (prolong bleeding) dengan kehilangan darah 50% volume darah. Darurat I-II, dimana kebutuhan transfusi 2000 cc darah dalam 8-24 jam atau 6 kantong dalam 24 jam. Perdarahan berulang kali tukak peptik

Terapi diet. Pada prinsipnya makanan tidak diberikan selama hemodinamik tidak stabil dan perdarahan aktif masih berlangsung. Namun puasa yang berkepanjangan tidak baik untuk keutuhan mukosa dan vili saluran cerna disamping memudahkan translokasi bakteri yang akan menimbulkan infeksi. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair yang bertahap ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien (start low, go slow). Prognosis Dalam penatalaksanaan perdarahan PSCA banyak faktor yang berperan terhadap hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan PSCA antara lain. umur diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok, adanya koagulopati, onset perdarahan di rumah sakit yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit, tetap berlangsungnya perdarahan segar di lambung, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan berhenti, perdarahan PSCA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih berlangsung.

GASTRITIS Definisi Gastritis adalah suatu kondisi dimana terjadi inflamasi pada mukosa lambung. Gastritis mengindikasikan adanya inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan pada mukosa lambung. Gatritis dapat bersifat akut, kronik, dan difus, atau lokal. Pada beberapa literature menyebutkan gastritis melibatkan inflamasi sampai submukosa lambung. Spektrum gastritis terlalu luas terutama dalam hal patologik, etiologik, dan distribusi anatominya. Proses inflamasi yang terjadi pada gastritis seringkali merupakan akibat dari infeksi bakteri yang sama yang menyebabkan ulkus lambung. Bagaimanapun, faktor-faktor lain, seperti trauma, penggunaan obat-obatan pereda nyeri atau konsumsi alcohol juga dapat berkontribusi menyebabkan gastritis. Klasifikasi Terdapat berbagai macam anutan tentang klasifikasi Gastritis, namun secara umum, gastritis dibagi menjadi akut dan kronis. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang jelas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronis, penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifactor dengan perjalanan klinis yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan dengan infeksi Helycobacter pylori. Dari dua jenis gastritis ini yang paling sering terjadi yaitu gastritis akut erosif dan gastritis atrofik kronis. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis. Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Selanjutnya, gastritis kronis dibagi menjadi dua kategori, yaitu gastritis tipe A (atrofik atau fundal), dan tipe B (antral). Gastritis kronis tipe A juga disebut sebagai gastritis atrofik atau fundal (karena mengenai fundus lambung). Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya auotantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan yang cukup berat tidak terjadi

pembentukan faktor intrinsic sehingga menyebabkan terjadinya anemia pernisiosa, dimana faktor intrinsik ini justru memegang peranan dalam fasilitas absorpsi vitamin B12 ke dalam ileum. Gastritis kronis tipe-B disebut juga gastritis antral karena lesinya terdapat di antrum lambung dan terjadi lebih sering daripada gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis lebih sering terjadi pada pasien yang berusia lebih tua. Penyebab utamanya adalah infeksi kronis oleh kuman H. pylori, dan tidak ada hubungannya dengan anemia pernisiosa.

Kerja Lambung Fisiologis Lambung adalah ruang berbentuk huruf J yang terletak antara esophagus dan usus halus. Lambung memiliki beberapa fungsi, fungsi terpenting adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan yang optimal. Karena usus halus adalah tempat utama pencernaan dan penyerapan makanan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung ialah mensekresikan asam klorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein. Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk sekresi terletak di lapisan lambung, mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua bagian terpisah: 1. Mukosa oksintik, yang melapisi fundus dan korpus lambung 2. PGA (pyloric gland area), yang melapisi antrum Di dinding mukosa oksintik terdapat tiga jenis sel sekretorik; daerah yang terdapat di leher kantung lambung dilapisi oleh sel leher mukosa yang mensekresikan mucus encer. Sel-sel leher ini cepat membelah dan berfungsi juga sebagai induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahansel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan, atau ke bagian dalam menjadi sel parietal atau sel utama. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti tiap tiga hari. Bagian yang lebih dalam dilapisi oleh sel-sel utama (chief cell) yang mengeluarkan enzim prekusor pepsinogen, dan sel parietal (oksintik) yang mengeluarkan HCl dan faktor intrinsic. Sel parietal tidak berkontak dengan lumen lambung akan tetapi tetap menyalurkan sekresi HCl ke lumen lambung melalui saluran-saluran halus, atau kanalikulus, yang berjalan di antara sel-sel utama. Sementara sel-sel endokrin pada PGA mengeluarkan hormone gastrin ke dalam darah.

Diantara kantung-kantung lambung, terdapat sel epitel permukaan yang mengeluarkan mucus kental alkalis dan membentuk lapisan setebal beberapa millimeter untuk menutupi permukaan mukosa. Ketika HCl disekresikan oleh sel-sel parietal ke dalam lumen lambung, pH isi lumen turun sampai serendah 2. Sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria untuk menghasilkan energi. Energi ini diperlukan untuk transportasi ion H+ melawan gradient konsentrasi yang sangat besar, mengingat konsentrasi ion H+ di dalam lumen usus adalah 3 4 juta kali lebih besar daripada konsentrasinya di darah. Hal yang sama juga terjadi pada ion klorida (Cl-), namun dengan konsentrasi yang lebih kecil. HCl yang disekresikan berfungsi untuk; 1). Mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin, 2). Bersama lisozim air liur mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan, walaupun sebagian dapat lolos ke usus besar. Pepsinogen merupakan enzim inaktif yang disekresi oleh sel utama jika ada stimulasi yang sesuai. Saat disekresikan, pepsinogen akan bereaksi oleh HCl pepsin, suatu enzim yang sudah aktif. Pepsin yang baru terbentuk akan menguraikan pepsinogen yang lain untuk menghasilkan pepsinogen lain, suatu mekanisme yang disebut otokatalitik. Pepsin kemudian memecah ikatan asam amino tertentu pada protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Proses pencernaan ini paling efektif pada suasana lingkungan yang asam. Mukus yang disekresikan oleh sel epitel permukaan dan sel leher mukosa menjaga beberapa bentuk cidera pada mukosa lambung karena sifat lubrikatifnya. Selain itu mucus membantu terjadinya pencernaan diri oleh pepsin, dan menetralisasi keasaman dalam rangka menurunkan kejadian cidera mukosa oleh karena asam. Faktor intrinsic yang disekresi oleh sel parietal membantu penyerapan vitamin B12 dari diet makanan. Vitamin B12 ini bertanggungjawab dalam produksi eritrosit. Kadang-kadang mukosa oksintik mengalami atrofi atau degenerasi yang menyebabkan sel-sel parietal dan sel-sel utama lenyap. Hilangnya faktor intrinsic menyebabkan anemia pernisiosa. Sekresi gastrin menyebabkan terangsangnya sel utama dan parietal sehingga terjadi sekresi getah lambung yang sangat asam. Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menyimpan asam tanpa ia sendiri mengalami kerusakan disebabkan adanya sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier). Mukosa lambung dipertahankan lewat 3 lapisan sawar; preepitelial, epithelial, dan subepithelial. Lapisan pertama (preepitelial) merupakan mucus bikarbonat yang dapat menjadi sawar bagi cidera fisik atau molekul-molekul tertentu, seperti ion H+. Lapisan pertahanan ini disekresikan

oleh sel epitel permukaan. Mukus akan menghambat difusi dari pepsin. Sifat alkalis dari mucus juga membentuk gradien pH mulai dari 1 2 hingga 6 7 ketika mendekat di lumen lambung. Jika pertahanan lini depan ini tidak adekuat dan menyebabkan sel epitel rusak, maka akan digantikan oleh sel-sel epitel baru lewat mekanisme migrasi sel (restitusi) tergantung kecepatan pembelahan sel di area kerusakan. Efektif atau tidaknya kecepatan pembelahan ditentukan oleh adekuatnya aliran darah dan suasana alkali. Jika area kerusakan terlalu luas, maka akan digantikan oleh mekanisme proliferasi sel, yang diatur oleh prostaglandin dan growth factors seperti EGF (epidermal growth factor) dan TGF-a (transforming growth factor-a). Regenerasi sel-sel baru membutuhkan vaskularisasi baru (neovaskularisasi) atau angiogenesis pada daerah kerusakan. Pada tingkat epithelial, prostaglandin banyak memegang peranan penting; 1). Mengatur pelepasan bikarbonat dari mukosa, 2). Menghambat sekresi dari sel parietal, 3). Mempertahankan aliran darah mukosa dan restitusi sel. Prostaglandin merupakan turunan dari asam arakidonat, yang dibentuk dari fosfolipid (komponen membrane sel) oleh kerja dari enzim fosfolipase A. Suatu enzim penting yang mengontrol laju produksi dari prostaglandin disebut COX (siklooksigenase) yang memiliki 2 isoform, yaitu COX-1 dan 2 (dibedakan dari struktur kimia, distribusi ke jaringan, dan ekspresi). COX-1 didapatkan di usus, ginjal, platelet, dan sel endotel, sehingga fungsinya untuk mempertahankan integritas mukosa gastrointestinal, agregasi platelet, dan fungsi ginjal. COX-2 lebih banyak terdapat di makrofag, leukosit, fibroblast, dan sel-sel synovial, sehingga lebih terstimulasi pada keadaan inflamasi. Keuntungan obat NSAID pada inflamasi jaringan disebabkan adanya inhibisi terhadap COX-2. Toksisitas NSAID muncul oleh karena inhibisi juga terjadi pada COX-1 yang menyebabkan hambatan produksi dari prostaglandin. Hal ini berakibat pada penurunan integritas mukosa gastrointestinal, seperti ulserasi, dan juga gangguan fungsi ginjal. Peranan subepitel, seperti sirkulasi darah yang memungkinkan pasokan bikarbonat (HCO3-) dari plasma. Bikarbonat akan menetralisasi asam yang dihasilkan sel parietal. Selain itu sirkulasi darah juga penting dalam menyediakan kebutuhan nutrisi untuk kelangsungan hidup sel dan menyediakan oksigen untuk detoksikasi.

Etiopatogenesis

Infeksi Helicobacter pylori berhubungan dengan gastritis kronik, namun hanya 10 15% individu yang terinfeksi menderita ulserasi yang nyata. Prinsipnya, akibat dari infeksi H. pylori ini (pada gastritis, penyakit ulkus peptic, limfoma MALT gaster, dan karsinoma lambung) ditentukan oleh interaksi antara faktor inang dan bakteri.

Anda mungkin juga menyukai