DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Klien dengan pengguna NAPZA biasanya dijumpai kondisi yang disebut
intoksikasi atau ‘teler’ yang menyebabkan perubahan memori, perilaku,
kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah: hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguankeseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : mengantuk, nyeri, tidak bisa tidur, kelelahan
Perhatikan pula:
a. Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki
bahkan pada tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
b. Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti
Hepatitis, Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-
lain.
c. Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil,cara
jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi,
caries gigi, aritmia jantung,edema paru, pembesaran hepar dan
lain-lain
2. Pemeriksaan Psikiatri
Pemeriksaan psikiatri pada pasien dengan suspek ketergantungan NAPZA
dapat memperhatikan beberapa poin antara lain:
a. derajat kesadaran
b. daya nilai realitas
c. gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi
labil, sedih, depresi, euforia)
d. gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
e. gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif
gangguan pola tidur, sikap manipulatif dan lain-lain)
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan pemakaian NAPZA pada seorang individu,
pemeriksaan NAPZA seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen
biologis seperti darah, urine, cairan oral, keringat ataupun rambut. Urine
merupakan spesimen yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan NAPZA
rutin karena ketersediaannya dalam jumlah besar dan memiliki kadar obat dalam
jumlah besar sehingga lebih mudah mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen
lain. Teknologi yang digunakan pada pemeriksaan NAPZA pada urin sudah
berkembang baik. Kelebihan lain spesimen urin adalah pengambilannya yang
tidak invasif dan dapat dilakukan oleh petugas yang bukan medis. Urine
merupakan matriks yang stabil dan dapat disimpan beku tanpa merusak
integritasnya. Obat-obatan dalam urine biasanya dapat dideteksi sesudah 1-3hari.
Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat pada
golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil presumptif positif atau
negatif. Secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang cepat,
sensitif, tidak mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima,
walaupun kurang spesifik dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena
terjadinya reaksi silang dengan substansi lain dengan struktur kimia yang mirip.
Pada pemeriksaan skrining, metode yang sering digunakan adalah immunoassay
dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi.
Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar laboratorium dengan metode onsite
strip test maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay).
Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif
pada pemeriksaan skrining. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan metode yang
sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif palsu. Metoda
konfirmasi yang sering digunakan adalah gas chromatography / mass
spectrometry (GC/MS) atau liquid chromatography/ mass spectrometry (LC/MS)
yang dapat mengidentifikasi jenis obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi
silang dengan substansi lain. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu
pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya
pemeriksaan yang tinggi.
10. TERAPI
Beberapa orang dengan ketergantungan zat akan hilang sendiri dengan
bertambahnya usia. Pasien dengan kecanduan ringan, penanganan dalam waktu
singkat juga akan efektif. Penatalaksanaan paling utama adalah mengubah
motivasi dari pengguna untuk lepas dari zat. Selain itu perlu mengubah
lingkungan sehingga mendukung penghentian. Terapi individu,terapi keluarga dan
terapi kelompok juga diperlukan. Untuk mencegah relaps diperlukan juga terapi
farmakologi sesuai dengan jenis kecanduan.
1. Terapi Medikamentosa
Terapi ini antara lain ditujukan untuk :
a. Terapi Intoksikasi
Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC
dapat pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali
Intoksikasi kanabis (ganja): Ajaklah bicara yang menenangkan
pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral,
Clobazam 3x10 mg.
Intoksikasi kokain dan amfetamin Beri Diazepam 10-30 mg oral atau
pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau Clobazam 3x10
mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk
mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
b. Terapi Overdosis
1) Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika
diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
Hilangkan obstruksi pada saluran napas
Bila perlu berikan oksigen
2) Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi
adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari
biru,hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai,
beri infus 50 ml sodium bikarbonas
3) Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada
indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai
kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
4) Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau trauma yang membahayakan Observasi terhadap
kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui
IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum
teratasi.
5) Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
c. Terapi Sindrom Putus Zat
1) Terapi putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi
dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Detoksifikasi
hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.
2) Terapi putus zat sedatif/hipnotika dan alkohol
Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu
test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang
dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan
kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
3) Terapi putus kokain/amfetamin
Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan
percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
4) Terapi waham dan delirium pada putus NAPZA
Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Inj.
Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari.
Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM
Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam
seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
2. Rehabilitasi
11. PROGNOSIS
Prognosis dari ketergantungan NAPZA didasarkan dari derajat keparahan
dari tilikan atau insight. Semakin baik tilikan semakin baik prognosis. Motivasi
kepatuhan terapi juga mempengaruhi prognosis. Prognosis pasien adiksi
tergantung pada berbagai faktor yang mencetuskan, apakah karena genetik,
psikologik atau akibat pengaruh lingkungan sosial.
12. PENCEGAHAN
Pencegahan adalah kegiatan penyuluhan dan bimbingan untuk memberi
pengetahuan dan kesadaran, tentang akibat buruk/bahaya penyalahgunaan NAPZA, untuk
meningkatkan ketahanan daya tangkal perseorangan, keluarga atau masyarakat terhadap
masalah penyalahgunaan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilaksanakan melalui kegiatan
diskusi, peningkatan kemampuan teknis, penyuluhan sosial. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa tujuan dari upaya pencegahan ini, yaitu :
1. Terhindar dan terbebasnya generasi muda dari penyalahgunaan NAPZA,
menumbuhkan, memulihkan, dan mengembangkan keberfungsiaan sosial
eks korban penyalahgunaan NAPZA sehingga dapat hidup secara wajar
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
2. Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA sehingga masyarakat memiliki ketahanan sosial
dan daya tangkal terhadap permasalahan penyalahgunaan NAPZA
Masyarakat juga perlu ikut mengambil bagian dalam upaya pencegahan,
penanggulangan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap
narkoba/NAPZA dengan singkatan P4GN). Hal itu tertuang pada Bab III dalam
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Bab XII dalam
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, yaitu mengenai
peran serta masyarakat.
SIMPULAN
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang
disebabkan oleh pengguna yang terus-menerus sampai terjadi masalah. Prevalensi
penyalahgunaan NAPZA di Indonesia terus meningkat. Terdapat faktor individu
dan faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang dalam menyalahgunakan
NAPZA. Diagnosis penyalahgunaan NAPZA dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatri dan pemeriksaan penunjang. Terapi yang
dapat diberikan pada pasien dengan ketergantungan NAPZA maupun sindrom
putus obat hingga overdosis dapat berupa medikamentosa, terdapat pula program
rehabilitasi bagi para penyalahguna NAPZA. Prognosis dari ketergantungan
NAPZA didasarkan dari derajat keparahan dari tilikan atau insight serta motivasi
individu tersebut. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dapat dilaksanakan
melalui kegiatan diskusi, peningkatan kemampuan teknis, penyuluhan sosial.
Daftar Pustaka