Anda di halaman 1dari 505

1

1. Altered Mental State

Caveats
Fokus perhatian utama dalam evaluasi ED pada pasien dengan Altered Mental
State (AMS) antara lain :
1 Untuk menentukan penyebab reversibel yang mudah terjadi seperti
hipoksemia, hiperkarbi, hipoglikemi
2 Untuk membedakan penyebab struktural dengan penyebab toksik
metabolic dimana penyebab yang pertama lebih memerlukan
pemeriksaan pencitraan CNS secepatnya, sedangkan penyebab yang
kedua lebih mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan laboratoris.
3 Menentukan sistem skor yang sering digunakan menurut Glasgow
Coma Scale untuk mendefinisikan keadaan koma yang terjadi.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
Selalu mempertimbangkan penyebab AMS yang reversible sehingga dapat
segera memberikan terapi awal, misalnya : hipoglikemi (pemberian minuman gula
per oral atau dextrose 50% iv), hipoksemia (pemberian Oksigen), Heat
stroke/serangan panas (upaya mendinginkan dan pemberian normal saline iv)
sebelum merujuk pasien kepada ED dengan menggunakan ambulan.

Manajemen :
Prioritas Awal :
1
Lihat bagan 1 untuk mengetahui diagnosa banding penyebab Altered Mental State
2
Pasien harus segera ditangani pada area gawat darurat
3
Jika penyebab AMS yang reversibel telah dapat ditentukan, maka pasien
dapat ditangani pada area intermediate acuity.
4
Kontrol jalan nafas/imobilisasi C spine
1.Buka jalan nafas dan cari adanya benda asing
didalamnya 2.Masukkan oral atau nasofaringeal
airway
3.Aplikasikan stiff collar atau imobilisasi manual jika tidak dapat menyingkirkan
riwayat adanya trauma.
4.Aplikasikan definitive airway jika pasien koma, intubasi dengan atau tanpa
rapid sequence intubation atau lakukan pembebasan jalan nafas secara
pembedahan misalnya dengan emergency krikotirotomi.
Oksigenasi/ventilasi 1.Pemberian
oksigen dengan aliran yang tinggi
2.Jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakranial, maka usahakan sedikit menurunkan
hiperventilasi yang terjadi untuk mencapai PCO2 sebesar 30-35 mmHg. Pada kasus bisaa,

kadar PCO2 seharusnya berada pada kisaran 35-40 mmHg.

Output jantung
1.Periksa adanya pulsasi, jika tidak ada maka mulailah CPR !
2.Perdarahan eksternal yang jelas terlihat harus dihentikan dengan penekanan langsung.

Periksa kadar gula darah kapiler


Monitoring EKG, pulse oksimetri, tanda-tanda vital tiap

5-15 menit.

Mulai pemberian infus intravena dengan tetesan kecil


(kecuali terjadi hipoperfusi) dengan menggunakan cairan kristaloid isotonic.
Lab: FBC, ureum/elektrolit/kreatinin, BGA (cari adanya
asidosis metabolic & hiperkarbia)
Catatan : keracunan CO2 bisaanya langsung timbul pada keadaan distress respiratori,
bisaanya keadaan tersebut muncul pada keadaan depresi respiratori. Perhatikan
kalsium serum, drug screen, serum etanol, kadar karboksihemoglobin, GXM.

Jenis cairan yang digunakan pada keadaan AMS: pertimbangkan untuk


menggunakan nya separuh atau seluruhnya
1. .D50 W 40 ml iv jika pasien mengalami hipoglikemia, diikuti dengan infus D 10 W
selama 3-4 jam.
2. Naloxon (Narcan) 0,8-2,0 mg iv bolus
3. Thiamine 100 mg iv bolus pada pasien dengan keracunan alcohol atau malnutrisi.
4. Flumazenil (Anexate) 0,5mg iv bolus a.Dapat
diulang setiap 5 menit jika diperlukan

b.Jangan digunakan berdasarkan perkiraan saja, harus ada riwayat OD. Jika
pasien telah mengkonsumsi antidepressant golongan siklik atau
menggunakan benzodiazepine dalam jangka lama, maka penggunaan
Flumazenil dapat mengakibatkan intractabel fits.
5. Foto C spine dengan cross tabel lateral film jika riwayat trauma tidak dapat
disingkirkan.
Bagan 1. Bagan Pendekatan Diagnosa Banding Pada Keadaan AMS

3
Altered Mental
State

Airway
Cek
SpO2
Breathing
Berikan 02 100%
Circulation
Periksa Nadi
Tar
get
ana
mn
esa
dan
Pe
mer
iksa
an
Fisi
k:
Ad
any

Penyebab

Struktural

Trauma
Kepala
- Perdarahan
intra kranial

Catatan :
Penyebab
structural
bisaanya akan
mengakibatka
n terjadinya
tanda deficit
neurologik
fokal,
sedangkan
penyebab
toksik/metabol
ic tidak ada.
SAH bisaanya
tidak

m
e
n
u
Trauma Non
n
kepala j
Perdarahan
u
intracerebral
Perdarahan k
k
subarachnoid
a
Stroke
braintemn

k
fo
k
al
.
P
a
d
a
S
A
H
Stroke
t
d
cerebellar
a
Tumor cerebral a
n
n
d
b
a
e
b
d
e
e
r
f
a
i
p
c
a
i
p
t
e
n
n
y
e
e
u
b
r
a
o
b
l
to
o
k
g
si
i
k/

Tanda-tanda vital/temperature
Monitoring EKG
Periksa kadar gula darah

a trauma kepala
Kekakuan pada leher
Laju nafas dan ukuran pupil
Tanda deficit neurologik
fokal 1
Tanda kegagalan organ
kronik

Penyeba
b
toksik/metab
olik
m
et
a
b
ol
ic
,
d
a
p
at
te
rj
a
di
p
a
n
a
s/
d
e
m
a
m
.
S
tu
p
o
r
p
si
k
o

g
e
n
i
k
m
e
r
u
p
a
k
a
n
s
u
a
t
u
k
e
a
d
a
a
n
d
i
s
o
s

iatif dimana
pasien terlihat
sangat sadar,
namun tidak
dapat
membuat
suatu gerakan
spontan serta
hanya sedikit
merespon
stimulus dari
luar. Bisaanya
terkait pada
suatu kejadian
yang bersifat
stressful
dengan onset
yang
mendadak.
Pasien yang
sering
mengalami
flickering/ked
ipan pada
kelopak
matanya
merupakan
diagnosa
eksklusinya.

n, ekstasi
Alkohol
Wernick
es
ensefalo
pati
Karbon
monoksi
da

A
f
e
b
ri
s
Ke
ra
cu
na
n
O
v
e
r
d
o
s
i
s
o
b
a
t
:
o
p
i
o
i
d
,
B
Z
D
,
b
a
r
b
i
t
u
r
a
t
e
,
T
C
A
,
k
e
t
a
m
i

Metabolik
Hipoglikemi,
hipoperfusi
serebral,
hiperkarbia,
koma
diabetikum,
hipotermi,
dehidrasi,
abnormalitas
elektrolit &
asam basa
Kegagalan organ
Uremia, hepatic,
respirasi,
kardiak
(jantung)
P
o
s
t
i
c
t
a
l
s
t
a
t
e
P
s
i
k
i
a
t
r
i
k

Stu
por
psi
kog
eni
k2
De
me
nsi
a

4
Tabel 1 : Petunjuk anamnesa dan pemeriksaan fisik yang

Penyebab Non-struktural
Ditemukannya wadah obat yang kosong
Riwayat medis : epilepsy, penyakit hati,
diabetes
Kemungkinan paparan CO
Tidak adanya tanda neurologik fokal
Tanda asidosis metabolic
Tanda antikolinergik

Penyebab Struktural
Keluhan nyeri kepala sebelum terjadinya
AMS
Riwayat tumor otak
Trauma
Adanya tanda neurologik fokal
Trauma kepala

1 Evaluasi klinik : fokusnya adalah membedakan penyebab AMS,


yaitu struktural atau toksik-metabolik (tabel 1)
2 Riwayat anamnesa : cari petunjuk melalui heteroanamnesa
kepada keluarga pasien, teman, informasi lain dari petugas ambulan
atau paramedic yang berada langsung pada tempat kejadian.
3 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik eksternal singkat untuk mencari tanda
kecacatan yang terjadi pada berbagai proses penyakit. Pemeriksaan dari
kepala hingga ujung kaki tetap penting, namun lebih difokuskan pada
pencarian gejala neurologik.

AMS yang dicurigai karena penyebab structural :


1 Berikan suplemen Oksigen untuk mempertahankan SpO 2 pada
kisaran 95%
2 Mulai pemberian infus dengan aliran lambat
3 Lakukan CT scan kepala
4 Turunkan tekanan intracranial jika ada indikasi
1. kontrol ventilasi : kerjakan dengan lebih cepat.
2. Mannitol iv bermanfaat dilakukan dengan konsultasi pada bagian
bedah saraf. Dosis 1g/kgBB. BB
menggunakan larutan manitol 20%.

mls/KgBB

dengan

3. penggunaan steroid masih diperdebatkan.


AMS yang dicurigai karena penyebab toksik-metabolik
1
Lakukan Gastric Lavage; dilakukan dengan tetap
melindungi airway
2
Gunakan bahan arang aktif pada kasus yang dicurigai
overdosis obat. Lihat BAB Prinsip Penanganan Umum
Keracunan.
3
Periksa temperature rectum dan pertimbangkan adanya
heat stroke jika temperature > 40oC dan mengkonsumsi
antikolinergik.
4
Jika ada kecurigaan meningitis, pertimbangkan pungsi
lumbal lebih dini (setelah CT scan kepala). Mulai pemberian
antibiotik berdasarkan data empiris sebelum melakukan tes
serta konsul pada bagian neurologi. Rujuk kepada keadaan
meningitis.

Disposition/penempatan
1 MRS-kan seluruh pasien AMS. Masukkan pasien yang diintubasi
atau dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil ke dalam
ICU.

2. Bleeding, GIT ( Perdarahan GIT )

Caveats
Manajemen penting pada perdarahan GIT yaitu dapat :
1. Identifikasi adanya syok dan resusitasi.
2. Identifikasi penyebab potensial perdarahan dan usahakan mengembalikan
keadaan yang terjadi (misalnya dengan pemberian antikoagulasi).
3. Identifikasi keadaan fisiologis lain yang terjadi akibat syok (iskemik jantung, renal
compromised atau anemia simptomatik yang membutuhkan transfuse darah).
1
Selalu waspada terhadap terjadinya aneurisme aorta yang
manifestasinya mirip dengan perdarahan GIT.
2
Selalu lakukan pemeriksaan rectum untuk menentukan apakah frank
melena terjadi atau adanya perdarahan local pada area anal kanal/perianal.
3
Melena yang terjadi akibat terapi dengan Fe akan berwarna hijau/hitam.
4
Penyebab umum perdarahjan GIT antara lain:
1. Ulkus peptikum
2. erosi gastric
3. varises GIT bagian atas
4. hemoroid pada GIT bagian bawah
5. malignansi

Tips Khusus Untuk Dokter Umum :


1 Periksa adanya syok (takikardi dan atau hipotensi) jika ada, hubungi
ambulan dan kirim ke ED terdekat. Pasang iv line dengan infus NS.
2 Jika terdapat muntah darah dan pasien tetap sadar, tempatkan pada
posisi recovery serta pasang iv line.
3 Periksa abdomen untuk mencari adanya nyeri tekan serta lakukan RT
untuk mengkonfirmasi adanya melena.
4 Cari adanya riwayat penyalahgunaan alcohol atau terapi antikoagulan.
5 Selalu periksa pulsasi abdomen dan pikirkan kemungkinan aneurisme aorta.
6 Tanyakan pasien mengenai penggunaan NSAID dan obat cina
tradisional. (Traditional Chinese Medicine = TCM).
7 Sarankan pasien untuk tetap NBM.

Manajemen
Perawatan suportif
1. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
1 pasien harus ditempatkan pada area critical care
2 pertahankan airway. Pertimbangkan intubasi jika hematemesis terjadi
berlebihan dan pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya
sendiri, misalnya pada keadaan depresi mental akibat CVA.
3 Berikan O2 aliran tinggi untuk mempertahankan SpO 2 >94%.
4 Monitoring EKG, tanda vital tiap 5 menit, pule oksimetri.

1 Lakukan pemerikasaan EKG 12 lead untuk menyingkirkan adanya


disritmia kardiak.
2 Pasang 2 atau lebih iv line perifer dengan jarum yang besar (14/16G).
3 Lab :
1. GXM paling tidak 4 unit.
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi.
3. Lakukan tes fungsi hati jika pasien mengalami jaundice
4. Periksa enzim jantung jika ada indikasi iskemik/injury miokard
pada EKG.
Infus 1 liter NS secara cepat dan periksa kembali parameter. Lakukan
transfusi darah jika tidak ada perbaikan dengan pemberian fluid challenge.
Masukkan NGT untuk tujuan drainase dan kepentingan diagnostic (serta
untuk mencegah terjadinya aspirasi jika terjadi muntah/vomit) jangan
masukkan NGT jika ada kecurigaan varises esophagus.
Pasang kateter untuk monitoring output urin.

Catatan : Peran dari Omeprazole (proton Pump Inhibitor). Bukti terbaru menyebutkan
bahwa ada beberapa keuntungan dalam menurunkan perdfarahan yang terjadi dalam
jangka pendek (meningkatkan pH lambung, memungkinkan terjadinya kondisi yang
mendukung terbentuknya clot) namun, penelitian yang lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efek mortalitas dan morbiditasnya. Berikan omeprazole 40 mg secara iv.

2. Pasien dengan Hemodinamik Normal


1 Pasien dapat ditangani pada area intermediate care walaupun harus tetap
diingat bahwa pasien dapat mengalami dekompensasi setelah evaluasi
yang pertama karena kehilangan darah yang terus menerus.
2 Berikan oksigen untuk mempertahankan SpO2 >94%.
3 Monitoring tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri. Pasang iv line
paling tidak 1 buah dengan jarum 14/16G.
4 Lakukan pemeriksaan EKG 12 lead.
5 Lab :
1. GXM 2 unit.
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi.
3. Lakukan tes fungsi hati jika pasien mengalami jaundice, atau
menunjukkan tanda penyakit liver kronis.
4. Periksa enzim jantung jika ada indikasi iskemik/injury miokard
pada EKG.
1 Mulai pemberian infus salin 500ml selama 1-2 jam.
2 Pasang NGT dengan tujuan drainase dan kepentingan diagnostik
(serta untuk mencegah terjadinya aspirasi jika terjadi muntah/vomit).
3 Berikan omeprazole 40 mg secara iv.
4 Pindahkan pasien ke area critical care jika terjadi ketidakstabilan kondisi.
Pemeriksaan Spesifik
1 Cari adanya luka bekas operasi aneurisma aorta abdominalis sebelumnya;
perdarahan GIT yang terjadi mungkin akibat adanya fistula aortoenterik. Jika
kecurigaan terbukti ada, maka konsulkan pada bagian bedah umum dan TKV.
2 Jika ada kecurigaan varises esophagus pertimbangkan penggunaan somatostatin 250g
bolus iv, kemudian diikuti dengan infus iv 250 g/jam (sukses diberikan pada 85-90%
pasien). Jika somatostatin tidak berhasil menghentikan perdarahan, serta ada resiko

sebelum endoskopi dapat dilakukan, maka insersi Sengstaken-Blakemore


tube dapat dipertimbangkan. Insersi alat ini hanya dapat dilakukan oleh
operator yang berpengalaman.
Disposition/penempatan
1 Konsultasi MRS pada bagian bedah umum atau bagian Gastroenterologi
tergantung pada kebijakan tiap institusi.

3. Bleeding ( Perdarahan ), Vaginal, Abnormal

Caveats
1 Riwayat anamnesa yang teliti sangatlah penting untuk assessment perdarahan
vaginal yang abnormal. Harus meliputi riwayat menstruasi yang lengkap
(termasuk HPHT), riwayat medis dan obat-obatan, riwayat obstetric dan riwayat
seksual (termasuk penggunaan kontrasepsi pengatur kelahiran). Adanya gejala
nyeri, lokasinya, durasinya, onset dan tingkat keparahan juga harus diperiksa.
2 Kehamilan harus dieksklusi pada pasien usia subur.
3 Juga penting untuk mengeksklusi perdarahan yang terjadi diluar vagina,
misalnya perdarahan saluran kemih atau dari usus besar.
4 Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab perdarahan per vaginam abnormal
yang bersifat emergency
5 Lihat tabel 2 untuk mengetahui penyebab penting lain yang mengancam
nyawa namun tidak segera/immediate
Tabel 1 : Penyebab Perdarahan Pervaginal Abnormal yang Bersifat Emergency
Kehamilan Ektopik
Abortus inkomplit (mungkin juga septic) dan abortus inevitabel
Plasenta previa
Abruptio plasenta
Perdarahan post partum (1-5 merupakan komplikasi kehamilan)
Trauma vagina
Menorrhagi pada pasien yang tidak hamil
Perdarahan dari tumor pada traktus genitalis bagian bawah (misalnya
carcinoma cervix atau endometrial)
Tips khusus Untuk Dokter Umum
1 Kehamilan harus dapat dieksklusi pada pasien yang berusia subur.
2 Rujuk semua pasien dengan perdarahan pada kehamilan pada ED.
Sebuah pengecualian yaitu pada pasien dengan abortus iminen namun
tidak ada nyeri, serta dimana viabilitas fetal dapat diperiksa/diketahui.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tabel

1. Terkait Kehamilan
Abortus imminen (Threatened miscarriage)
Missed abortion
Gestational trophoblastic disease (jarang terjadi)
Show (dapat terjadi pada kehamilan normal sebelum persalinan)
Lochia (timbul normalnya setelah persalinan)
2. Tidak terkait Kehamilan
Perdarahan pada gadis pre-pubertas
Perdarahan vaginal irregular
Perdarahan vaginal yang memanjang (prolonged)
Perdarahan post coital
Perdarahan intermenstrual
Perdarahan post menopause

Manajemen
1 Pastikan stabilitas tanda vital. Infus intra vena untuk menggantikan volume
yang hilang harus segera dilakukan jika pasien tidak stabil. Bahan specimen
untuk pemeriksaan FBC, GXM dan kehamilan harus didapatkan.
2 Jika terdapat perdarahan yang berat, berikan suplementasi oksigen,
monitoring pulse oksimetri, dan blood pressure.
3 Jumlah perdarahan dapat diperkirakan dari riwayat anamnesa serta
memeriksa kain/pakaian yang digunakan.
4 Resusitasi umum harus dilakukan sementara menunggu pemeriksaan dari para spesialis.
5 Pasien dengan perdarahan pada awal kehamilan harus diperiksa dengan
USG untuk mengetahui viabilitas fetal dan lokalisasinya. Namun, apabila ada
tanda-tanda perdarahan intrabadomen (misalnya rupture kehamilan ektopik),
diindikasikan untuk melakukan resusitasi diikuti dengan pembedahan segera.
Lihat BAB kehamilan ektopik untuk lebih detailnya.
6 Pada pasien yang hamil dimana uterusnya teraba melalui abdomen, Doptone
dapat dilakukan untuk mengetahui viabilitas fetal.
7 Pasien dengan perdarahan antepartum harus dirujuk segera pada kamar bersalin.
Pemeriksaan koagulasi harus dilakukan. Namun kadangkala sulit untuk membedakan show
dengan perdarahan antepartum. Jika meragukan pasien harus dikirim ke kamar bersalin.

Perdarahan Pervaginam
Abnormal

10
Hamil

Tidak Hamil

Hemodinamik
tidak stabil

Hemodinamik
stabil

Hemodinamik
tidak stabil

Resusitasi

Rujuk ke OBG

Resusitasi

Rujuk ke OBG

Butuh pelvic

dan Bedah TKV

scan

Hemodinamik stabil

Berikan progesterone 50-200mg im


Cek Hb

1. Hb<8mg%
2.Perdarahan terus
berlangsung
setelah pemberian
progesterone im

Rujuk ke OBG
untuk MRS
Gambar 1. Rencana Manajemen Pada perdarahan
Per Vaginam Abnormal

1.Hb N atau > 8mg


%
2.Perdarahan
berhenti 1-2 jam
setelah
pemberian
progesterone im

KRS dengan :
Kontrol pada poli spesialis
OBG dalam 2 hari
Norethisterone 5 mg 2 x/hari
10mg 3x/hari
Suplemen zat besi dan folat
jika anemis

4. PENGLIHATAN KABUR
MENDADAK

11
1- Keluhan subyektive mungkinberarti sesuatu, dari penglihatan kabur pada
salah satu lapang pandang pada satu sisi mata, sampai buta total.
2- Aturan mayor dari dokter EM adalah mengenalihilangnya penglihatan dan
penyebabnya. Sudah diketahui bahwa sejumlah pilihan terapi di ED terbatas.

3- Anggap keluhan hilangnya penglihatan adalah benar sampai terbukti


sebaliknya, kirim ke bagian mata untuk dilakukan pemeriksaan lanjut.
4- Pada kasus cidera mata korosif, segera lakukan irigasi dengan saline
sebelum ambulan datang membawa pasien ke rumah sakit.
MANAGEMEN
1- pasien seharusnya dirawat di critical case sampai keluhan penglihatan
yang menurun membaik. Periksa tajam penglihatan di triase.
2- Anamnesa : ini penting untuk mendefinisikan apa arti kehilangan
penglihatan bagi pasien:
1. apakah unilateral atau bilateral? Bilateral menunjukkan kelainandi optik chiasma.
2. apakah kelainan ada di lapangan pandang tertentu atau semua?
Kehilangan penglihatan lapang pandang tertentu menunjukkan
problem retina segmental tertentu.
3. apakah kehilangan penglihatan tiba-tiba atau mendadak? Kehilangan
penglihatan kronis progresif diduga katarak atau makular degenerasi.
4. apakah ada gejala awal flashes of light (retinal tear) atau
floaters (vitreus haemorrhages)?
5. apakah ada nyeri? Kehilangan penglihatan yang mendadak dengan
nyeri bisanya oleh karena penyebab dari pembuluh darah.
6. bila jelas, dimana lokasinya? Nyeri retrobulbar diasosiasikan sebagai neuritis optic.
7. apakah ada riwayat serupa sebelunya yang membaik spontan?
Kemungkinan suatu oklusi vaskuler , mungkin dari atherosclerosis plaque.
8. adakah riwayat trauma? Hal ini meningkatkan ablasio retina ,
perdarahan vitreus atau subluksasi lensa.
9. adakah riwayat minum toxin? Methanol, salisilat dan quinine dapat
mengganggu penglihatan
10. adakah riwayat trauma korosif pada mata? Ini dapat mengakibatkan
kerusakan signifikan pada bola mata. Asam menyebabkan nekrosis
koagulasi biasanya superficial, dimana alkalis menyebabkan nekrosis
lebih dalam, mengakibatkan ulcerasi kornea.
Pemeriksaan(spesifik)
1. kartu snellen atau hand-held ; pasien harus harus membaca 50%
tulisan dalam suatu barisan dikatakan itulah tajam penglihatannya
2. jika pasientidak menggunakan snellen chard, nilai kemampuan menghitung
jari, mendeteksi pergerakan tangan atau penerimaan cahaya.
3. pinhole cover akan memperbaiki kesalahan refraksi untuk membantu
melihat apakah ini disebabkan penurunan tajam penglihatan.

Inspeksi : point penting apakah mengindikasikan patologis meliputi


1. opasitas kornea dari infeksi atau proses infiltrasi
2. iridodonesisgerakan goncangan pada iris) mungkin muncul trauma subluksasi lensa

12
3. kesulitan visualisasi dari retina : mungkin disebabkan oleh katarak,
darah dalam vitreus atau ablasio retina.
4. reaksi pupil : chek respon terhadap cahaya dan akomodasi
5. chek marcus gunn pupil indikasi defeck pada afferent atau chiasma
seperti disfungsi retina atau saraf optik
ophthalmoscopy; jarang diperlukan dilatasi pupil dg midriatikum.
Kontraindikasi pada glaucoma sudut tertutup atau perlu monitor untuk
perubahan pupil pada pasien trauma kepala.
1. check defeck retinal; catat posisi
2. check oklusi arteri atau vena retina central, ablasio retina, hipertensi
atau diabetes retinopathy, papilloedema atau papillitis
check lapang penglihatan dan extraoculer movement
pemeriksaan (tambahan)
1- slit lamp examination: chek flare dan cells, posterior keratitis precipitates,
dan/atau hipema anterior
2- tonometri dilakukan setelah local anestes, untuk mengukur tekanan
intraokuler, tekanan abnormal bila lebih dari 20 mmHg.
3- Disposisi; kosultasi segera bag mata jika terdapat penurunan
penglihatanatau indeks tinggi dugaan kehilangan penglihatan.

5. Breathlessness, Akut

Caveats

13
1 Ketika menghadapi pasien yang menderita henti nafas yang akut, selalu pertimbangkan
penyebab yang dapat diatasi segera (dalam beberapa detik atau menit).

1. Obstruksi jalan nafas atas akut : dengan maneuver Heimlich atau Magills forceps
2. Tension pneumothorax akut : thoracostomy dengan jarum, diikuti dengan
insersi chest tube.
3. Gagal nafas akut : intubasi endotrakeal.
1
Penyebab umum henti nafas tertera pada tabel 1
2
Ingat bahwa hiperventilasi psikogenik merupakan diagnosa eksklusi.
3
Secara umum, sangatlah bermanfaat untuk membagi penyebab
henti nafas yaitu pasien tanpa kelainan paru (istilah hiperventilasi) atau
pasien dengan kelainan paru.
4
Ingat bahwa tidak semua pasien wheezing menderita asma atau cold.
5
Pertimbangkan diagnosis dari kondisi lain seperti asma kardiak,
anafilaksis, dan aspirasi.
6
Lihat tanda dan gejala gagal jantung, misalnya orthopnoea, edema
pedis dan peningkatan tekanan vena jugularis, untuk membedakan asma
kardiak dengan asma respiratori.
7
Tidak semua pasien takipneu dengan krepitasi menyeluruh disebabkan
oleh edema pulmonary. Mungkin pasien mengalami pneumonia atau bronkiektasis.

Tips khusus untuk Dokter Umum :


1 Berikan oksigen dan akses intravena pada
pasien henti nafas yang harus dirujuk ke ED.
2 Kirim pasien dengan ambulan jika ada
kecurigaan keadaan patologis yang serius.
Tabel 1 : Penyebab Umum Henti nafas akut
Kardiak
Acute Pulmonary Edema
Gagal jantung
Cardiac tamponade
Respiratori Asma berat atau chronic Obstructive
airway Disease
Chest infection
Pulmonary embolism
Pneumothorax : tension dan simple
Efusi pleura
Trauma dada, misalnya : tension
pneumothorax, hemothorax, kontusio
pulmonal, flail chest
Aspirasi, termasuk obstruksi benda
asing akut
Keadaan nyaris tenggelam
Lainnya
Kompensasi respiratori pada
asidosis metabolic karena DKA,
uremia
Keracunan, misalnya keracunan
salisilat
Adult respiratory distress syndrome

Lihat bab Pulmonary oedema, Cardiogenic


Lihat bab Gagal jantung
Lihat bab Asma dan Chronic Obstructive
Lung Disease
Lihat bab pneumonia
Lihat bab pulmonary embolism
Lihat bab pneumothorax
Lihat bab trauma, dada

Lihat bab keadaan nyaris tenggelam


Lihat bab Keracunan, salisilat
Lihat bab demam
Lihat bab reaksi alergi/anafilaksis

14
Demam
Anafilaksis
Hyperventilation syndrome

Lihat bab hiperventilasi

Manajemen
1 Gunakan pendekatan ABC dan resusitasi secepatnya: kebanyakan pasien dispneu
akan membutuhkan evaluasi pada area intermediate atau area high acuity.

2 Anamnesa yang baik akan membantu menentukan diagnosis. Misalnya factor


yang menyebabkan eksaserbasi atau factor yang memperingan, juga gejala
apa saja yang terkait, akan sangat membantu. Mungkin saja tidak didapatkan
adanya riwayat terpapar allergen atau racun, namun tetap saja
pertimbangkan kemungkinan anafilaksis dan keracunan.
3 Selalu aplikasikan pulse oksimetri dan monitoring laju nafas.
4 Pemeriksaan dapat dipandu dengan anamnesa serta dapat meliputi EKG,
FBC, BGS, GDA dan CXR.
5 Penempatan pasien tergantung pada diagnosis dan keadaan klinis pasien.
1. Pasien dengan gagal jantung ringan bukan disebabkan oleh infark
miokard dan secara klinis masih merasa nyaman tanpa adanya takikardi
atau bukti adanya edema pulmonal pada CXR dapat ditangani dan dirujuk
ke spesialis jantung sebagai pasien rawat jalan. Lihat bab Gagal Jantung.
2. pasien dengan hyperventilation syndrome mungkin memerlukan bantuan
pekerja social medis atau dirujuk pada psikiatrik, terutama jika terjadi
berulang kali. Lihat bab hiperventilasi.
1
Mulai terapi sesuai penyebab henti nafas akut yang telah teridentifikasi.

BAB
6

15
ANAK DENGAN KELUHAN NYERI PERUT
1 Durasi rasa sakit sangat menentukan, karena diagnosis sakit perut pada
tindakan bedah lebih jarang terjadi pada sakit perut yang kronis
2 Adanya panas menunjukkan adanya proses infeksi atau peritonitis
3 Pada anak usia kurang dari 5tahun, penyebab rasa sakitnya adalah organik
4 Kemungkinan terjadinya sakit perut karena sebab fungsional pada anak yang
lebih besar
5 Pengetahuan mengenai usia anak sangat penting, pendekatan diagnosis juga
tergantung usia anak
6 Bila ditemukan adanya muntah bilus atau muntah menetap yang disertai
dengan keluhan sakit perut harus diwaspadai adanya obstruksi mekanik
sampai dibuktikan tidak.
Tips Khusus untuk Dokter Umum
1
Pemeriksaan fisik sangat penting untuk dilakukan
mengingat anamnesa pada anak mungkin tidak jelas dan lebih
dari sepertiga pasien anak memberikan gambaran penyakit
yang tidak atipikal
2
Pemeriksaan palapasi dilakukan terakhir kali
2 Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan daerah genital dan
melakukan pemeriksaan colok dubur

Neonatus
Gastroenteritis
hebat
Sepsis
Hernia inkarserata
Malrotasi/volvulus
Stenosis pilorus
Hirschprung
Trauma

Tabel 1. PENYEBAB NYERI PERUT


YANG PALING SERING MENGANCAM JIWA
Bayi (<2tahun)
Anak (2-10tahun)
Dewasa
Gastroenteritis hebat Appendiksistis
Overdosis
Overdosis
Sepsis
Intususepsi
Appendiksitis
Hernia inkarserata
Divertikulum
Meckel
Trauma
Ketoasidosis
Diabetik

Trauma
Intususepsi
Overdosis
Sepsis
Ketoasidosis
Diabetik
Megakolon

Trauma
Appendiksitis
Kehamilan ektopik
Tukak lambung
Pankreatitis
Ketoasidosis
Diabetik
Diseksi
aorta/aneurisma
Megakolon

MANAJEMEN
1 Hampir seluruh pasien anak dengan keluhan nyeri abdomen dapat
ditempatkan diruangan rawat jalan
2 Lakukan pemeriksaan ABC dan pindahkan ke ruangan intermediate atau
ruangan critical untuk mendapatkan oksigen, monitor tanda vital dan
oksimetri, berikan infus cairan kristaloid melalui vena perifer.

16

ANAMNESA
1 Hasil anamnesa keseluruhan mungkin tidak menunjukkan hal yang spesifik
2 Karakter dari rasa nyeri penting untuk membedakan proses yang sedang terjadi
Onset
1 Onset yang mendadak menunjukkan kemungkinan terjadi perforasi,
intususepsi, torsio atau kehamilan ektopik.
2 Nyeri yang onsetnya perlahan atau tersembunyi terjadi pada appendiksitis,
pankreatitis dan cholesistitis.
3 Nyeri kolik khas pada iritasi organ berongga atau obstruksi.
4 Nyeri kronis yang hebat lebih berhubungan dengan inflamatory bowel disease.
Lokasi nyeri pada saat onset
1 Nyeri daerah periumbilikal menunjukkan adanya proses patologi pada
usus keci atau diproksimal kolon.
2 Nyeri epigastrium menunjukkan proses di proksimal traktus
gastrointestinal termasuk pankreas.
3 Nyeri di daerah hipogastrik berhubungan dengan penyakit dikolon distalis,
patologi proses dipelvis, termasuk hernia inkarserata.
4 Nyeri yang menjalar ke bahu menunjukkan adanya iritasi pada diafragma.
Gejala lain yang menyertai
1 Muntah yang mengawali atau menyertai rasa nyeri menunjukkan adanya
intususepsi, gastroenteritis atau kolik ureter.
2 Muntah yang terjadi setelah onset nyeri lebih mengarah pada iritasi
peritoneum seperti pada appendiksitis, obstruksi usus atau cholesistitis.
3 Muntah bilus selalu mengindikasikan adanya obstruksi mekanik
4 Diare menunjukkan adanya gastroenteritis namun dapat juga terjadi pada
kasus-kasus bedah.
5 Panas dan muntah tidak khas pada anak, dapat terjadi pada nyeri
abdomen baik yang disebabkan oleh kondisi ekstra abdomen maupun
intraabdomen, seperti pada infeksi virus.
Riwayat penyakit dahulu
1 Penting dan harus digaris bawahi bahwa anamnesa pada anak mungkin
tidak jelas dan lebih dari sepertiga pasien anak memberikan gambaran
penyakit yang atipikal. Diperlukan kesabaran untuk melakukan observasi saat
orang tua menceritakan perjalan penyakit anaknya.
2 Hal yang perlu diperhatikan
1. Tingkat aktivitas
2. Interaksi dengan orang tua
3. Rasa tidak nyaman
1
Penampakan Secara umum
1. Berguling-guling, berputar kedepan dan belakang atau keluhan rasa sakit
yang hilang-timbul.
2. Anak tampak sakit berat dan letargi menunjukkan kondisi dehidrasi atau sepsis
3. Anak gerakan minimal atau berbaring dengan lutut ditekuk menunjukkan
adanya iritasi peritoneum.

17

Pemeriksaan tanda vital yang lengkap harus selalu diulang dan dicatat
Lakukan pemeriksaan perut setelah pemeriksaan fisik lainnya lengkap
1. Inspeksi : apakah perut tampak cekung atau distensi? cari adanya luka
bekas operasi, defek pada dinding perut dan gambaran peristaltik usus.
2. Auskultasi : lakukan pada empat kuadaran perut :
1. Suara usus yang hipoaktif menunjukkan adanya peritonitis atau
obstruksi usus (ileus).
2. Suara usus yang hiperaktif menunjukkan adanya gastroenteritis atau awal
dari obstruksi usus (mekanik).
3.Perkusi : hindari daerah yang paling nyeri, sebagai alternatif lakukan
goyangan pada posisi duduk untuk mengetahui adanya iritasi peritoneum.
4.Palpasi : merupakan pemeriksaan yang paling informatif namun harus
dilakukan terakhir kali karena akan merangsang rasa nyeri. Tehnik distraksi
atau melakukan palpasi dengan tangan anak sendiri mungkin akan berguna.
1. Tahanan dan nyeri menunjukkan adanya iritasi peritoneum
2. Adanya kekakuan menunjukkan perforasi
3. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan daerah genital dan
melakukan pemeriksaan colok dubur

INVESTIGASI
Investigasi sangat penting pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas,
pada anamnesa yang menunjukkan kemungkinan penyebab dari kasus bedah
dan adanya gejala iritasi peritoneum.
1.
Pemeriksaan darah lengkap : sangat berguna untuk mengetahui
adanya proses infeksi atau adanya kehilangan darah. Perhatikan adanya
peningkatan sel darah putih dapat terjadi pada setiap kondisi
intraabdomen atau panas badan, interpretasi mungkin sulit.
2.
Ureum/elektrolit/creatinin dan kadar gula darah : sangat berguna
pada pasien yang membutuhkan cairan resusitasi intravena seperti pada
obstruksi usus, peritonitis atau gastroenteritis.
3.
Pemeriksaan lainnya : pemeriksaan fungsi hati dan amilase dapat
dilakukan bila ada indikasi secara klinis.
4.
Urinalisis : indikasi untuk dilakukan pada pasien dengan nyeri perut
semua usia, bila ada pyuria, hematuria dan ketonuria glikosuria.
5.
Pemeriksaan kehamilan melalui urin : diindikasikan pada remaja
putri dengan kemungkinan kehamilan berdasarkan siklus menstruasi dan
riwayat kehidupan seksualnya.
6.
Pemeriksaan foto rontgen abdomen : memberikan hasil yang
penting bila dilakukan pada :
1.
Riwayat pembedahan perut
2.
Tertelan benda asing
3.
Suara usus yang tidak normal
4.
Tanda-tanda iritasi peritoneum
Gambaran yang mungkin tampak adalah :
1.
Batas air udara
2.
Penurunan udara didalam usus
3.
Sentinel loops
4.
Fekalit
5.
Udara bebas

18

6.
Benda asing
7.
Masa
8.
Konstipasi
7.
Pemeriksaan USG perut : merupakan metode yang sensitif untuk
mendeteksi proses patologi didalam perut, termasuk intususepsi,
appendiksistis, stenosis pilorus, adanya masa dan abses. Sangat berguna
pada wanita dewasa dengan keluhan nyeri perut bagian bawah untuk
membedakan appendiksitis dengan kelainan pelvis yang lain.
Tabel 2. PENYEBAB NYERI PERUT YANG PALING SERING
Neonatus
Bayi (<2tahun)
Anak (2-10tahun)
Dewasa
Kasus non-bedah
Kolik
Gastroenteritis
Gastroenteritis
Gastroenteritis
Alergi susu
Sindroma virus
Konstipasi
Sindroma virus
Gastroenteritis
Konstipasi
Sakit fungsional
Sakit fungsional
Refluks
Infeksi
traktus Sindroma virus
Pneumonia
gastroesophageal urinarius
Sepsis
Infeksi
traktus
urinarius
Pneumonia
Kasus bedah
Volvulus/malrotasi Intususepsi
Appendiksitis
Appendiksitis
Hernia inkarserata Hernia inkarserata Trauma
Trauma
Stenosis pilorus
Trauma
Divertikulum
Kehamilan ektopik
Meckel
Kelainan usus
Divertikulum
Intususepsi
Torsio testis
Meckel
Hirschsprung
Appendiksistis
Tumor
Tumor
Perforasi usus
Tumor (Wilms)
Trauma
Tabel 3. KONDISI DILUAR PERUT YANG MENYEBABKAN NYERI PERUT
Inflamasi
Toksikologi
Penyakit virus
Keracunan logam berat
Pharingitis streptokokus
Termakan alkohol, aspirin, insektisisda
Purpura Henoch-Schonlein
Sepsis
Sumber diluar abdomen
Demam rematik akut
Pneumonia
Penyakit kolagen-vaskuler
Pyelonephritis
Urolitiasis
Metabolik/hematologi
Torsio testis
Ketoasidosis diabetik
Epididimitis
Leukemia
Migrain abdomen
Krisis sickle sel
Miokarditis dan perikarditis
Nyeri abdomen fungsional
DISPOSISI
Semua anak dengan kemungkinan kasus bedah memerlukan konsultasi

ke bagian bedah segera

19

Keputusan pemerintah memerintahkan semua anak dengan tanda dan gejala


yang meragukan sebaiknya dirawat di ruah sakit. Bila orang tua tetap
menginginkan anak dirawat dirumah maka harus disertakan nasehat dari dokter.

7. SESAK NAPAS PADA ANAK


Caveats
1 Ingat ABC : jangan terlambat mentransfer anak dengan sesak napas akut ke
critical area dengan anamnesa dari orang tua.
2 Anak dengan sesak napas yang tidak menangis menunjukkan adanya bahaya
terjadinya henti napas: transfer ke critical area.
3 Anak yang menangis kuat menunjukkan fungsi paru masih baik.
4 Anak dengan sesak napas dapat dalam keadaan nyeri hebat dari kolik bilier
(kista koledokus), akut abdomen (peritonitis, intususepsi). Setiap anak yang
mengalami nyeri dapat sesak napas!
5 Anak yang sesak dengan pemeriksaan thorax normal dan ronteng thorax
normal dapat terjadi akibat DKA (tipikal air hunger, peningkatan gula darah
perifer, keton pada nafas dan urine).

20

1 Auskultasi pada dada anak harus ditenangkan dulu untuk menghindari


kesalahan hasil pemeriksaan akibat teriakan anak.
2 Saat auskultasi dada, perhatikan udara masuk, tidak hanya crackles dan
wheezing: penurunan udara masuk pada satu lobus mungkin satu-satunya
tanda untuk diagnosis konsolidasi lobaris sebelum timbul crackles local dan
suara bronchial, adanya efusi pleura atau pneumothorak.
3 Aspirin atau overdosis obat dapat terjadi sesak napas akibat asidosis metabolic
4 Selalu pertimbangkan penyebab jantung seperti gagal jantung akibat penyakit
jantung bawaan, myokarditus atau supra ventricular takikardi (SVT).
Tips khusus
1 Letakkan anak yang sesak napas dalam posisi nyaman, jangan
memaksanya untuk berbaring.
2 Jika anak ketakutan karena pemberian masker oksigen, berikan pada
ibunya untuk memegang masker dari jarak dekat dari muka anak.
Pertanyaan pada orang tua atau pengasuh
1 Onset sesak
1. apakan sesak terjadi tiba-tiba saat bermain dengan mainan atau saat makan ?
2. Anak sesak saat muntah: muntah dan sianosis curiga aspirasi.
3. Muntah, nyeri dada dan sesak curiga pneumonia lobus bawah.
4. Muntah, sesak dan wheezing mungkin mengindikasikan sticky phlegm
seperti bronkitisa.
2 Paparan anggota keluarga dari PTB, pneumonia atau infeksi dada, atau virus
3 Riwayat asma atau wheezing sebelumnya.

Pemeriksaan
Catatan:
1. gagal jantung, seperti bronchitis, dengan wheezing; suara jantung mungkin
sulit didengar.
2. retraksi kepala mungkin dengan tanda iritasi meningen, lihat tanda
peningkatan tekanan intrakranial pada anak yang gelisah, sesak atau apneu.
3. gagal to thrive mungkin dengan refluks gastroesofageal, fistula
trakeoesofageal, kistik fibrosis, atau imunokompromised.
1 Tanda terpenting untuk menilai status mental: indicator awal hipoksemia atau
hiperkarbia. Waspada iritabilitas, gelisah, ketidakmampuan mengenal orang
tua dan tidak ada respon social.
2 Lihat sianosi sentral, transfer ke critical care area dan beri 100% oksigen
dengan masker.
3 Tanda distress pernafasan: sianosis, retraksi kepala, penggunaan otot
pernafasan asesorius, trakeal tug, retraksi, grunting atau nafas cuping hidung,
stridor. Transfer ke critical care dan beri 100% oksigen dengan masker.
4 Hitung frekuensi pernafasan
5 Tanda penyakit saluran napas atas atau bawah?
1. Obstruksi saluran napas atas : ngorok dan stridor
2. Grunting menunjukkan patologis pada alveoli perlu PEEP untuk membersihkan
alveoli seperti pada konsolidasi dari pneumonia, atau edema paru, atau sepsis

21
1 Observasi dada untuk tanda ekspansi yang tidak sama; palpasi posisi trakea;
emfisema subcutan; resonansi vokal paling baik dievaluasi dengan meminta
anak mengulang nama karakter kartun kesukaannya.
2 Lengkapi pemeriksaan system THT.
Penatalaksanaan
1 Pertimbangan rontgen dada
1. diagnosis klinis harus ditegakkan sebelumnya
2. pada bayi sesak dimana sulit dimana sulit menilai pemeriksaan paru sebaik jantung.
3. tidak semua pasien asma memerlukan roentgen dada tapi berguna untuk
menyingkirkan aspirasi benda asing, pneumonia dan atelektasis
4. diindikasikan pada wheezing yang pertama kali disertai trias klinis panas,
batuk dan sesak
5. mungkin berbahaya mengirim anak untuk rontgen dada dari pada roentgen
dilakukan di critical care area, misalnya pada croup dan epiglotitis.
2 Anak dengan sesak napas berat
1. penatalaksanaan di critical care area
2. evaluasi dan dukungan jalan napas
3. berikan oksigen 100% dengan masker
4. monitoring: ECG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
5. pemeriksaan dada dengan teliti
6. roentgen dada sesuai keperluan
7. nebulisasi salbutamol untuk anak dengan wheezing
dosis: 0,5 ml : 1,5 ml saline untuk < 1 tahun
1 ml : 3 ml saline untuk > 1 tahun, dapat diulang tiap
menit
lakukan konsultasi pediatrik dan transfer ke pediatric ICU.
8. heparin plug pada vena perifer: buat analisa gas darah vena yang
berguna untuk menilai pH dan pCO2
2 Anak sesak sedang
1. Penatalaksanaan di intermediate care area
2. Monitoring: pulse oksimetri
3. Berikan Oksigen jika SpO2 < 96%
4. Pada asma :
1. PEFR dilakukan pada anak yang dapat melakukan dengan adekuat
( umumnya usia 6-7 tahun keatas )
2. Nebulisasi salbutamol sesuai kebutuhan tiap 20 menit.
3. Berikan prednison oral 1 2 mg/kg sejak awal pulang dari UGD
Disposisi
1 Masuk Rumah Sakit
1. Anak dengan intubasi, diikuti dengan konsultasi pediatrik
2. tidak ada perbaikan setelah terapi
3. SpO2 pada udara ruangan < 96 %
4. Orang tua / pengasuh tidak kompeten mengikuti instruksi
2 Rawat Jalan
1. Anak yang berespon terhadap terapi
2. Orang tua/ pengasuh kompeten mengikuti instruksi.

22

8. ANAK / BAYI, MENANGIS


Caveats
1- Kirim bila ada anak yang menangis terus menerus dan menolak untuk didiamkan.
2- Harus sadar bahwa situasi ini penuh dengan kecemasan, sejak pengasuh
tidak dapat menenangkan sampai dibawa ke IRD dan terlihat putus asa.
3- Hindari pemberian obat sedatif: Jangan mengabulkan permintaan orang tua
untuk beberapa pengobatan. Menangis adalah gejala dari suatu masalah dan
memberikan obat sedatif pada anak akan menghilangkan penyebab utamanya.
Tips untuk dokter umum
1- Ingat, harus membuka seluruh pakaian anak untuk melihat perur,
perineum dan ekstremitas secara keseluruhan
Penanganan

23
Apakah anak dalam keadaan sakit?
1- Kondisi perut
1. Intususepsi akut: tidak berhenti menangis, muntah dan menolak diberi
makan. Catatan: lakukan pemeriksaan dubur untuk melihat adanya
darah atau faeces yang lembek dan kemerahan
2. Volvulus: perut yang tegang
3. Obstruksi hernia inguinalis ( bayi laki dan perempuan ): ingat untuk
melihat lipat paha dan meraba testis untuk mengetahui torsio testis.
4. Kolik ureter, kolik bilier atau UTI akut: adanya lekosit, darah atau
nitrit pada pemeriksaan urin dipstik
2- Kondisi kepala, mata, THT
1. Otitis media akut: hati-hati pada membran timpani yang kelihatan normal
pada bayi yang menangis.
2. Periksa
oropharing
untuk luka
bakar, herpangina
atau
gingivostomatitis dengan ulkus dimulut.
3. Periksa adanya abrasi kornea
4. Periksa kepala untuk melihat fontanel yang menonjol ( untuk anak < 15
sampai 18 bulan )
3- Kondisi ekstremitas
1. Lilitan : kaki, jari-jari atau bahkan penis dapat strangulasi karena
sarung tang-an, selimut atau rambut siibu.
2. Cedera tulang panjang: pikirkan cedera yang bukan karena kecelakaan.
3. Osteomielitis: periksa tanda-tanda sakit, bengkak, kemerahan pada
ekstremi-tas.

4- Sakit dada ( jarang, tapi mungkin )


1. Iskemi jantung: penyakit Kawasaki atau perikarditis
2. SVT bisa tampak pada saat menangis dengan perfusi yang jelek;
ingat untuk Menghitung denyut nadi.
5- Pertimbangkan iritasi meningeal
1. Anak yang menangis dengan nada tinggi.
2. Tampak kepala yang tertarik, fontanel yang cembung, mengantuk, kaku kuduk
6- Pertimbangkan sindroma bayi yang menggigil: Bisa dicurigai jika bayi pucat, mengantuk
dengan tidak adanya tanda-tanda cedera fisik dan atau perdarahan retina

Disposisi
Rawat anak ke rumah sakit: Keadaan ini harus diwaspadai sejak terlihat tandatanda pengasuh sering tertidur karena terlalu lelah akibat tidak dapat mengatasi
bayi yang tak henti-hentinya menangis. Keadaan ini memungkinkan pengasuh
tertidur. Keadaan ini juga dapat mengetahui lebih lanjut faktor penyebabnya,
sebagai contoh kemungkinan cedera yang bukan karena kecelakaan.

24

9. DIARE PADA ANAK


Elizabeth Khor * Peter Maning
PETUNJUK
1 Pada anak dengan diare saja, tanpa muntah
2 Pertimbangkan kemungkinan bahwa diare dan disebabkan
oleh: 1. Konstipasi: dapat diraba adanya masa feses pada perut

2. Laxative/ pencahar , antasida atau antibiotik


3. terlalu banyak jus buah yang mengandung sorbitol (contoh jus apel)
3 Kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi gastrointestinal akut:

25

1. Viral contoh rotavirus: gejala ISPA diikuti dengan muntah yang tidak
kekuningan, kemudian diare cair dan banyak
2. Infasif Salmonela, Shigela, Campilobakter jejuni atau E. Coli kotoran yang
mukuid bercampur darah, panas tinggi, tenesmus, nampak sakit.
3. Toddler`s diare: sering dimulai setelah menderita akut GE tetapi anak nampak
sehat tanpa demam, penurunan berat badan ataupun tenesmus; orang tua
prihatin dengan buang air lunak dan berulang, buang air seperti bubur dengan
sayuran yang tidak tercerna
1 Jangan memberikan resep Lomotil atau Imodium pada anak di bawah 6 tahun
sebab obat ini dapat menyebabkan ileus paralitik
2 Ajarkan pada orangtua bahwa walaupun dengan pengobatan, beberapa diare
diperhatikan: tujuan dari pengobatan adalah menghindari dehidrasi
Khusus untuk dokter umum
1 Ingat untuk memperhatikan riwayat dan pemeriksaan untuk dehidrasi
PERTANYAAN YANG DIAJUKAN PADA ORANG TUA ATAUPUN ORANG YANG
MERAWAT
1 Bagaimana kebiasaan buang air yang terakhir? Contoh: konstipasi
2 Apakah makanan yang diberikan pada anak ini? Contoh: berserat, jus
yang mengandung sorbitol
3 Apakah akhir 2 ini anak ini mendapatkan pencahar, antasid ataupun antibiotik?
PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN
1 Periksa dehidrasi secara cepat
1. Apakah diaper kering atau basah? Jika kering tanyakan kapan anak itu
kencing terakhir; tanpa urin lebih dari 8 jam adalah gejala dari dehidrasi
2. Hati-hati pada anak yang menangis tanpa air mata
2 Fokus pada pemeriksaan dehidrasi (tabel 1)
1. Lihat mata yang cowong, mulut kering, perfusi perifer yang jelek, turgor
kulit yang menurun
2. jika penderita dehidrasi berat, bahaya syok hipovolemik; mulailah berikan
resusitasi intravena sebelum dirawat

26
1 Takikardia dapat menjadi indikasi hiperpireksia atau adanya metabolik asidosis.
2 Kondisi H.E.E.N.T:
1. periksa telinga untuk otitis media akut
2. Periksa dasar paru untuk melihat pneumonia basiler
3. lihat tenggorokan untuk adanya tanda pharyngitis ataupun tonsilitis; tidak
adanya semua kelainan ini membuat diagnosa lebih tepat
3 Periksa perut untuk:
1. Nyeri perut (apendisitis ataupun peritonitis)
2. Hepatomegali ( sepsis)
3. Massa (obstruksi intestinal atau ileus paralitik)
4 Lakukan pemeriksaan colok dubur ( dapat merasakan adanya massa feses
yang keras): adanya darah seharusnya sudah nampak di popoknya
PENANGANAN:
1 Kultur feses tidak mendapat tempat di gawat darurat
2 Pemeriksaan urine untuk ketonuria: berguna, terutama pada anak gemuk
yang susah untuk melihat tanda dehidrasi
3 Urinalisis untuk melihat nitrit/ leukosit: dugaan infeksi saluran kencing
4 X-ray : BOF jika didapatkan distensi abdomen atau adanya diare dalam darah
5 Lakukan pemeriksaan gula darah perifer jika didapatkan penurunan kesadaran
6 Rehidrasi pada anak dengan dehidrasi berat (dehidrasi 10%): kirim ke
Pediatri untuk resusitasi cairan
1. Lakukan pemasangan infus
2. Berikan infus kristaloid (normal salin atau cairan Hartman) 20 ml/ kg BB
dalam 20-30 menit
3. Laboratorium: Darah lengkap, ureum/elektrolit/kreatinin, glukostik
4. Konsul pediatri dan kirim penderita ke ICU anak
DISPOSISI
1. Masuk RS untuk terapi intra vena
1 Neonatus atau infant yang masih muda dengan diare yang profus
2 Anak dengan tanda dehidrasi sedang dan berat dan yang menolak cairan oral

27
1 Anak dengan diare kronik yang patologis dengan gagal tumbuh, atau
tanda kolitis dan kemungkinan defisiensi elektrolit dan cairan
2. Pulangkan penderita yang tidak kelihatan toksik dan yang tidak ditemukan
adanya keton dalam urin
1. Rehidrasi dengan cairan rehidrasi (Oralit) contoh Servidrat atau sereal nasi
2. Lanjutkan susu ibu jika mungkin
3. Jika durasi diare lebih dari 24 jam, anak dapat deberikan susu
bebas laktosa, contoh O-Lac atau susu formula kedelai atau
HNMilupa 25 dalam 48-72 jam
4. Perbolehkan anak makan makanan padat sesegera ditoleransi dan
napsu makan kembali; kebanyakan makanan padat diterima
5. Produk kaolin tidak membantu; Smecta malahan akan berkurang,
tetapi tidak dieliminasi keseluruhan, jumlah dari kotoran 30-40%
6. Toddler`s diare: hindari produk sorbitol dan laktosa, dan kurangi
makanan yang mengandung serat dalam satu minggu

10. FEVER PADA ANAK


Titik berat
1 Panas merupakan respon normal

28
1
2
3
4
5
6

Panas merupakan gejala, bukan suatu penyakit


Panas akan tetap ada sampai proses penyakit teratasi
Penentuan panas tidak selalu membutuhkan ketepatan
Panas sering merupakan mekanisme pertahanan yang sangat berguna
Panas, terutama yang tidak terlalu tinggi, tidak selalu membutuhkan terapi
Gejala klinis lebih penting daripada tingginya derajat panas

Efek fisiologis panas


1 Adanya panas menunjukkan:
1. aktivitas fagositosis dan bakterisidal dari neutrofil
2. efek sitotoksik dari limfosit
2 Setiap peningkatan suhu 1, akan terjadi:
1. peningkatan konsumsi oksigen 13 %
2. takikardia (10 kali/mnt/C)
3. takipnoe (2,5 kali/mnt/C)
3 Peningkatan kebutuhan metabolisme mungkin memberikan tekanan pda
fetus seperti pada pasien jantung atau suplai vaskuler serebral
Komplikasi yang potensial terjadi akibat panas:

dehidrasi

kejang tiba-tiba

delirium (terutama pada umur sangat muda)

hyperpireksia (> 41), harus difikirkan adanya infeksi bacterial yang

serius
catatan: infeksi bacterial yang serius meliputi: meningitis, pneumonia, sepsis,
osteomielitis, UTI, Salmonella enteritis, Listeria, E. coli, infeksi
streptokokus/staphilokokus. Gejala yang timbul: iritabilitas, penurunan aktifitas,
tangisan lemah, nafsu makan berkurang (malas menyusu), diare dan muntah,
distensi abdomen, respiratory distress, hipotermia/hipertermia, perfusi perifer lemah.

Managemen: hal-hal yang harus diperhatikan


Pertimbangan jika ada kasus panas
1
definisi panas: suhu tubuh 1 lebih besar dari rata-rata standart
deviasi dari site of recording
2
suhu bayi normal menurut site of recording:
1
rectal: 38.0 C
2
oral : 37,5 C
3
aksilar : 37,5 C
4
tympanik : 38.0 C

Berapa umur anak?


1
umur anak berkorelasi dengan resiko infeksi bacterial yang serius.

29
Tabel 1 Resiko Infeksi Bakterial yang serius menurut umur
< 1 bulan
1-2 bulan
> 3 bulan

12 %
6%
21 X resiko

Bagaimana durasi panas?


Table 2 pembagian Panas yang ditemukan pada Pediatrik dan Durasinya
Grup
Penyebab terbanyak
Panas dengan gejala local Inf. Tr. Respiratorius bag < 2mgg
atas
Panas tanpa gejala lokal Inf. Virus, UTI, bakteremia, < 2mgg
malaria, pneumonia ( T
maks >39C dan leukosit
>20 X 109 /L)
Pyrexia of unknown origin Infeksi, arthritis reumatoid > 2mgg
(PUO)/ panas yang tidak
diketahui sebabnya

Durasi

Apakah ada focus infeksi?


1 panas tanpa disertai gejala lokal:
1. 20% dari kejadian
2. sering disebabkan viral
3. infeksi backerial: UTI, bakteremia, pneumonia
4. insiden bakteremia pada unur 3-24 bulan: 3-4 %
5. insiden bakteremia menurtut tingginya suhu:
40C 40.4C = 1.7 %
40.5C-40.9C = 2.4%
> 40.9C = 2.8%

6. septicemia: meningitis, otitis media oleh karna Strept. Grup B, E. coli,


Listeria, Strept. Pneumonia, H. influensa
2 pyrexia of unknown origin:
1. 38.3C pada beberapa kejadian
2. > 1mgg setelah ditemukan dan diagnosa masih meragukan
3. infeksi 50-60% ( viral 15%)
4. penyakit kolagen 20%
5. keganasan 5%
6. miscelaneus 5-10%
7. idiopatik 5%

apkah ada red flags?


Tips untuk dokter unun.
terdapat sedikit bukti bahwa panas dengan derajat rendah sedang adalah

berbahaya atau bisa dikatakan bahwa hal tersebut dapat diterapi dengan antipiretik.

30
Kecuali pada anak dengan kejang dan anak dengan ketidak normalan
jantung, paru dan fungsi serebral.
Red Flags
1. bayi usia muda
2. tanda tidak spesifik : tidak batuk, ingusan, diare dll
3. tanda bahaya:
panas yang berkepanjangan
kelihatan labih parah dari seharusnya
pucat, memar, penurunan berat badan, iritabilitas, letargi,
tangisan lemah, tidak mau menyusu, hipotermia, perfusi lemah
panas biasanya >
40C Anak dengan rewsiko rewndah:

Gejala klinis:
1. kelihatan baik
2. riwayat kesehatan sebelumnya: lahir cukup bulan, tidak mendapat terapi
antibiotik, tidak ada riwayat MRS, tidak mempunyai penyakit kronis

3. tidak mempunyai riwayat infeksi pada kulit, jaringan lunak,


tulang, persendian, dan telinga
Nilai laboratorium:
1. eritrosit : 5-15 X 109/L
2. absolute band form 1.5 X 109/L
3. urinalisis normal
Managemen: Diterapi atau Tidak Diterapi

antipiretik tidak memperpendek masa febris

indikasi pemberian antipiretik:


1. panas > 38.5C yang disertai dengan nyeri atau gejala seperti:
otitis media, myalgia, discomfort
2. panas > 39C tanpa gejala yang khas
3. nutrisi kurang, penyakit kardiovaskuler, combus atau post Op
4. terdapat riwayat kejang atau delirium karena panas
catatan: di singapor, sulit untuk mencegah orang tua memberi antipiretik
kecuali > 38.5C, jadi > 37.5C merupakan ambang batas

Antipiretik
1. Parasetamol
1J
dosis: 10-15 mg/kg 4-6 jam oral/rectal
2J
dosis maksimum perhari: 65 mg/kg/hari
3J
onset 30 mnt, durasi 3-6 jam
4J
meningkatkan aktifitas dan kesadaran tapi tidak
memperbaiki nafsu makan
5J
efek samping jarang
catatan: hati-hati penggunaan antipiretik penyakit liver atau ikterus
2. Ibuprofen (Brufen )
1
merupakan satu-satunya NSAID yang diperbolehkan
sebagai antipiretik di USA dan UK
2
dosis: 5-10 mg/kg/hari
3
onset lebih cepat, lebih poten, labih lama daripada paracetamol
4
efek samping ringan

31
3.

Diklofenak (Voltaren )
Sebebenarnya tidak diindikasikan sebagai antipiretik, tetapi berguna
pada keadaan myalgia yang biasanya menyertai fever
tambahan untuk fever
menyeka dengan air hangat-hangat kuku (suhu air 27C-34C). berguna jika suhu
> 41C atau 40C dengan discomfort, dapat dimulai setelah pemberian antipiretik

2
3
4

bed rest tidak memberikan efek penurunan panas


pendinginan tubuh, es, AC hanya diindikasikan pada keadaan hipertermia
seka dengan alcohol merupakan kontraindikasi pada anak

Disposisi
1x
umur < 3 bulan: perlakukan seperti penanganan sepsis
2x
umur 3-36 bulan;
1. fokus clear cut: tangani seperti

kasus clear cut


2. bukan fokus clear cut:

non toksik dan resiko


rendah: KRS dengan kontrol 24 jam

toksik atau resiko tinggi:


MRS dengan penatalaksanaan sepsis dan
antibiotik catatan; urinalisis dan DL jika panas > 3hari
pertimbangan lain untuk MRS:

infeksi yang mengancam jiwa: cth. Meningitis

infeksi jaringan lunak yang parah: cth. Arthritis


septic, selulitis orbital / bukal

hipoksia sebab infeksi traktus respiratorius

ketidak seimbangan elektrolit, misalnya pada


gastroenteritis

kompetensi orang tua dalam merawat


-

apakah orang tua bisa merawat dengan benar?

Apakh pemberian antibiotik sesuai dengan


rekomendasi?
Apakah yakin orang tua akan membawa
anaknya ke RS bila keadaan memburuk?
Apakah kontrol dapat terlaksana?

BAB 11..

32

BAB 12
ANAK MUNTAH
Penting :
1 Anak muntah tidak semuanya karena gangguan gastrointestinal hati-hati
dengan meningitis, peningkatan tekanan intrakranial, otitis media, akut asma,
pneumonia bagian bawah atau infeksi saluran pernafasan atas.
2 Pada bayi muntah banyak disebabkan karena kelebihan makanan atau refluk
ringan yang terjadi setelah pengobatan atau pembedahan dapat diabaikan.
Hati-hati

jika

muntah

karena

sepsis,

gangguan

metabolisma,

akaut

apendixitis, meningitis atau stenosis pilorik.


3 Tidak dianjurkan memakai metochlopramide dan prochlorperazine pada anak kurang
dari 12 tahun karena akan terjadi kris oculogyric karena tekanan dan efek samping.

4 Sirup prometasin oral aman juga untuk antiemetik ringan.


5 Tidak diperbolehkan menggunakan pemijatan karena berbahaya meskipun
tidak ada tanda perut harus dibedah mendadak.
Tip Khusus
Ingat akan riwayat hidrasi dan tanda klinis. Hal yang perlu ditanyakan kepada
orang tua .
1. Apa warna muntahan
1- Kuning (malrotasi usus) atau darah merupakan keadaan yang harus
dibedah mendadak.
2- Tanda klinis muntah terus menerus.
Catatan :
Empedu selalu kelihatan seperti jus buah dan darah seperti milo.

33
2. Apa obat yang diberikan dan berapa dokter yang dikonsuli
Obat yang bermacam-macam bisa menyebabkab iritasi dan muntah
seperti antibiotik macrocida, teofilin oral, NSAID oral dan preknisolon.
3. Kapan BAB dan BAK terakhir
Jika tidak ada kencing lebih dari 8 jam berarti gejala dehidrasi,
4. Apakah ada riwayat trauma kepala.
5. Apakah ada riwayat keluarga yang sakit dengan gejala sama
Rotavirus GE bisa menyebabkan URTI, diikuti muntah dan diare yang terus
menerus sehingga sangat berbahaya untuk anak-anak kurang dari 3 tahun.

Pemeriksaan Fisik
1. Cek status hidrasi
1-

Popok basah atau kering berapa lama.

2-

Bayi nangis atau tidak keluar air mata atau tidak.

2. Fokuskan pada status hidrasi terutama pada anak karena menunjukkan


berat ringannya dehidrasi.
1.

Lihat

cowong

tidaknya

mata,

mulut

kering,

penurunan

perfusiperifer, turgor kulit turun.


2.

Derajat berat ringan dehidrasi menentukan bahaya tidaknya

hipovolumik sok, segera diinfus untuk resusitasi cairan.


3. Tachypneu mengindikasikan panas atau meningkatnya metabolik asidosis.
4. Takikardi indikasi impending sok pada orang muda.
Kondisi Khusus
1. Lihat telinga apakah ada otitis media akut.
2. Dengarkan paru bagian basal untuk basiler pneomonia.
3. Cek tenggorokan adakah tanda paringitis atau tonsilitis lihat tanda
diagnosa dari situ.
4. Cek cekung tidaknya di ubun-ubun (jika umur antara 15 18 bulan).
Periksa Perut
1. Adakah ketegangan perut (apendixitis/peritonitis)
2. Hepatomegali (sepsis).
3. Masa (pylorix stenosis/intussuscepsi).
4. Distensi (obstruksi usus/ileus paralitik).

34

5. Colok dukur untuk mengecek apakah ada darah atau berak kecoklatan
untuk intususcepsi.
6. Riwayat trauma kepala :
1-

Ada pembekakan di permukaan kepala.

2-

Respon pupil

3-

Fundus

4-

Parameter neorologi berupa cara jalan dan keseimbangan.

Penatalaksanaan
1. Cek keton urine : pada anak yang gemuk sangat sulit dilihat tanda dehidrasi.
2. Cek nitrit urine/lekosit : jika curiga infeksi ssaluran kencing atas.
3. Foto sinar X :
1.

Dada pada anak yang muntah dengan gejala nafas atau nyeri

abdominal/ketegangan epigastrium.
2.

Ginjal, ureter, kandung kencing jika muntahan empedu atau darah.

3.

Kepala jika ada riwayat trauma terutama pada anak-anak.

4. Cek gula darah jika terjadi penurunan kesadaran


1.

Anak-anak yang mengantuk dengan kadar gula rendah dan

hepatomegali biasanya sepsis atau sindrom reyes.


2.

Anak-anak yang mengantuk hiperglekemi dan pernafasan berat

biasanya diabetis keton asidosis.


5. Rehidrasi pada dehidrasi berat 10%
1.

Pasang infus.

2.

Beri crystalloid (NS/cairan Hartmanns) 20 ml/kg selama 20 30 menit.

3.

Laborat : DL, RFT, elektrolit

4.

Konsul dokter anak dan bawa ICU anak.

Disposisi
1. Konsul
a. Anak dengan muntah /diare memperlihatkan anoreksia dan dehidrasi
dimana tidak mempan dengan antiemetik/ antispasmodik/sudah terjadi
kegagalan pengobatan awal.
b. Anak dengan tanda ketegangan epigastrik dengan dehidrasi ringan
tetapi anak kurang bisa minum air dan oralit.

35
3.

Anak dengan riwayat trauma kepala dengan muntah berat

dikonsulkan bedah anak.


2. Monitoring :
1.

Tanpa atau dengan dehidrasi.

2.

Orang tua memberi air atau oralit dalam jumlah kecil tapi sering

kira-kira 6 8 jam .
3.

Sirup prometasi dan antiemetik ringan .

4.

Jika karena virus maka timbul gejala 24 48 jam rehidrasi

sebelum 8 12 jam beritahu orang tuanya.

13. Diare dan Muntah


Caveats
1 Diare dan muntah merupakan keluhan yang sering di IRD dan pada
kebanyakan kasus, diare toksigenik akibat makanan, yang dapat sembuh
sendiri dan hanya memerlukan terapi simtomatis dan rehidrasi.
2 Kesalahan diagnosis yang paling berbahaya pada diagnosis banding diare
akut adalah pada kasus bedah abdominal, seperti apendisitis, obstruksi usus,
kehamilan ektopik, dsb.
3 Pada pediatrik, muntah dan diare mungkin memberi gambaran non spesifik
untuk berbagai penyakit yaitu otitis media, infeksi traktus urinarius, asidosis
metabolik, peningkatan TIK, racun/obat-obatan, malrotasi dan invaginasi.
4 Pada orang tua, hati-hati kemungkinan kolitis iskemia, yang berhubungan
dengan tingginya mortalitas.
5 Bila muntah timbul tanpa diare, harus dicari penyebab non infeksi.
6 Pada penilaian klinis status umum hidrasi dan nutrisi harus dicatat. Harus
disingkirkan penyebab diare dan muntah dari kasus bedah abdomen dan
ekstraintestinal, pasien kemudian dapat diterapi simtomatis.
Tips Khusus untuk
dokter umum

36

1 Pasien yang berkunjung ke area endemis dapat terkena diare traveller, terapi empiris
yang disarankan yaitu fluoroquinolone (ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin 400 mg
atau ofloxacin 300 mg) dua kali sehari selama 3 hari + loperamide saat diare.

2 Pada pasien anak jangan lupa memfokuskan riwayat hidrasi dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Terapi simtomatis
1 Lihat tabel 1 untuk terapi simtomatis diare dan muntah
2 Terapi rehidrasi
1. Rehidrasi Intravena (IV)
1. Indikasi: muntah berat; dehidrasi berat; penurunan status mental dan ileus.
2. Harus dipertimbangkan pada pasien dengan dehidrasi ringan yang
tidak dapat mentoleransi cairan secara oral. Keluhan simtomatis
akan membaik setelah hidrasi IV 1 1,51 cairan Hartman selama 2
4 jam. Pada anak, lihat pemberian cairan pada pediatrik.
3. Penilaian klinis dalam terapi: selain tanda klinis, adanya ketonuria
pada urine dapat dipakai sebagai indikator dehidrasi.
2. Rehidrasi Oral
1. Rehidrasi oral sama efektifnya dengan IV pada pasien yang dapat
mentoleransi secara oral.
2. Pemberian dalam jumlah kecil secara berulang.
3. Prinsip: air dan sodium memasuki sel intestinal melalui linking (coupling)
satu molekul organik, glukosa. Cairan oral harus mengandung glukosa

untuk menstimulasi absobsi air dan elektrolit melalui usus kecil.


Sodium glukosa ini ini coupled dengan mekanisme absorbsi aktif
yang tidak bekerja akibat toksin enterik.
Pemeriksaan di IRD
Umumnya tidak diperlukan dehidrasi klinis dan dalam waktu yang lama
memerlukan pemeriksaan urea/ elektrolit.
Pemberian antibiotik
Kebanyakan diare toksigenik akibat makanan tidak memerlukan antibiotik.

37
1 Durasi diare traveler (E. Coli, Shigella) dapat diperpendek sebagian dengan
ciprofloxacin atau bactrim.
2 Indikasi: diare invasif ditandai demam dan diare berdarah dapat diduga diare bakterial.
3 Pilihan:
1. Ciprofloxacin merupakan obat pilihan secara empiris. Dosis: 500 mg sehari 2
kali. Durasi: 3 hari (dosis tunggal dapat digunakan efektif). Kontraindikasi
pada pediatri (<18 tahun). Berikan bactrim sebagai alternatif.

2. Metronidazole (Flagyl)
Dosis: 800 mg sehari 3 kali. Durasi 5 hari. Indikasi pada dugaan infeksi
protozoa (giardiasis atau amoebiasis).
Indikasi perawatan:
1 Diare invasif memerlukan pemeriksaan feses
2 Tidak mampu menerima cairan oral
3 Memastikan diagnosis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.
4 Penatalaksanaan komplikasi: dehidrasi berat, abnormalitas elektrolit.
Tabel 1: Obat untuk terapi simtomatis diare dan muntah
Obat
Pemberia
Dosis
Perhatian
n
Anti emetik
Maxolon
IM
10 mg
Untuk menyembuhkan mual
(Metoclopramide) Tab
10 mg per 8 jam
dan muntah
Stemetil
IM
(Prochlorperazine) Tab

12,5 mg
5-10 mg per 8 jam

Phenergan
(Promethazine)

IM
IM/PO

Anti diare
Lomotil
(diphenoxylate)

25 mg (dewasa)
0,25-1,0 mg/kg (> 2
th)

PO
2 tablet 3 x sehari

Imodium
PO
(Loperamide)
Activated charcoal PO
Bismuth
subsalicylate

2 mg 3 x sehari
1-2 tablet 3x sehari/
prn

PO
Dewasa

Perhatian pada anak


berhubungan dengan efek
samping ekstra piramidal

Untuk menurunkan frekuensi


diare
Tidak direkomendasikan pada
anak < 9 tahun
Catatan: pemberian antidiare
umumnya tidak
direkomendasikan untuk
invasive enteritis yang dapat
meningkatkan resiko invasi
organisme ke usus. Hindari

38

PO

Antispasmodik/
motilitas
Buscopan
(hyoscine Nbutylbromide)

IM
PO

2 atau 30 ml tiap 1 jam pada pasien yang sensitif


prn
dengan aspirin.
Anak
(9-12 th) 1 tab atau 15
ml tiap 1 jam prn
sampai 8 dosis dalam
24 jam
(6-9 th) 2/3 tab atau 10
ml tiap 1 jam prn
sampai 8 dosis dalam
24 jam
(3-6 th) 1/3 tab atau 5
ml tiap 1 jam prn
sampai 8 dosis dalam
24 jam
Untuk simtomatis kolik
abdomen yang berhubungan
20-40 mg
dengan diare
10 mg 3x sehari
Secara umum kontraindikasi
pada enteritis invasif.
14. Demam (Fever)

Caveats
1 Demam dapat disebabkan oleh banyak penyebab yang bervariasi mulai dari sakit
ringan, akibat infeksi virus yang bersifat self limiting hingga septisemia sistemik.
2 Sangatlah penting untuk mengidentifikasi dan menangani pasien
febrisdengan penyebab infeksi, terutama pasien anak dan lansia, dimana
demam dapat merupakan gejala satu-satunya dari severe sepsis.
3 Terapi pasien febris yang tidak stabil dengan sepsis berat meliputi maintenance
oksigenasi yang adekuat serta perfusi organ, mendapatkan specimen untuk
kultur serta mulai pemberian terapi antibiotik sesuai data empiris.
4 Pertimbangkan kemungkinan meningococcaemia pada pasien febris dengan
purpuric rash.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Penting untuk mengidentifikasi febrile septic patiens dengan atau tanpa
lokasi sumber sepsis yang jelas kemudian rujuk pada RS secepatnya.
2 Antibiotik tidak diberikan sembarangan pada kasus non specific viral fever
atau infeksi saluran nafas bagian atas
3 Berikan penisilin 4 mega unit iv pada seluruh pasien dengan suspek
meningococcemia sebelum merujuk pasien ke RS dengan ambulan.
4 Manifestasi klinik pada pasien geriatric bisaanya tidak spesifik, misalnya
adanya kelemahan umum, kebingungan dan letargi. Demam ditemukan
pada 50% kasus sepsis pada lansia.
Pemeriksaa
n

39

1 Anamnesa melputi berat dan lamanya demam, tanda dan gejala local, penyakit
lain yang menyertai, riwayat melakukan perjalanan, riwayat imunisasi, riwayat
kontak, riwayat pengobatan, alergi, penyalahgunaan obat atau alkohol.
Catatan : jika terdapat riwayat perjalanan maka daerah tujuan sangat penting untuk
diketahui karena ada penyekit tertentu terkait dengan daerah tertentu, misalnya di
Thailand, malaria falsiparum sudah resisten terhadap berbagai obat-obatan.

1 Pemeriksaan Fisik harus meliputi :


1. AMS : mengantuk dan letargi mungkin merupakan indicator tunggal pada
sepsis berat pada pasien pediatric dan geriatric.
2. Kaku leher
3. Rash : bervariasi mulai dari makulopapular yang disebabkan oleh
eksantema viral, cacar atau rubella, ptechiae yang disebabkan oleh DHF
sampai purpura yang disebabkan oleh disseminated meningococcaemia.
4. Lonjungtivitis, jaundice, tanda otitis eksterna atau media
5. Faringitis, tonsillitis dan sinusitis.
6. Periksa krepitasi pada paru yang mengindikasikan pneumonia atau pada
pericardial rub, atau adanya murmur kardiak untuk mengindikasikan
mioperikarditis atau endokarditis bacterial.
7. Nyeri tekan pada perut mengindikasikan adanya peritonitis, apendisitis,
kolesistitis, hepatitis atau divertikulitis.
8. Dysuri, frekuensi atau urgensi mengindikasikan adanya UTI
9. Selulitis, deep venous thrombosis pada ekstremitas bawah atau vena
pelvic atau adanya ulkus dekubitus terinfeksi.
Manajemen
Manajemen pasien febris tergantung pada keadaan pasien apakah pasien
stabil dengan penyakit ringan yang bersifat self-limiting atau tidak stabil
dengan penyebab potensial untuk menyebabkan kematian.
Pada pasien Febris yang Stabil
1
adalah secara hemodinamik stabil, sadar penuh dan secara klinis non-toksik
2
dapat mentolerir demam yang terjadi tanpa adanya dekompensasi
3
tidak ada underlying disease yang serius
4
pemeriksaan fisik didapatkan normal
5
kemungkinan mengalami infeksi viral saluran nafas atau demam
akibat virus non spesifik jika demam yang terjadi kurang dari 1 minggu.
6
Meliputi pasien dengan demam dan rash yang mengindikasikan
adanya measles, varicella, rubella atau infeksi mononucleosis.
Pada Pasien Febris yang Tidak Stabil
1 Jika ada hipotensi, dengan AMS, pasien berada dalam keadaaan syok
septi atau toksis secara klinis.
2 Demam memanjang lebih dari 1 minggu tanpa adanya respon terhadap terapi.
3 Demam dengan penyebab local yang serius misalnya meningitis atau apendisitis
4 Terdapat underlying disease yang serius seperti diabetes atau sedang dalam
keadaan immunocompromised akibat kemoterapi kanker atau terapi steroid jangka lama.

40

Termasuk pasien dengan rash yang mengindikasikan DHF atau


disseminated meningococcaemia atau malaria (tanpa rash).
Pemeriksaan penunjang (Bisaanya tidak diperlukan pada pasien febris yang stabil)
1 FBC : termasuk hitung lekosit total, diff count, hitung netrofil absolute, trombosit.
2 Cek GDA untuk mengetahui adanya komplikasi hiperglikemi seperti KAD,
terutama pada seluruh pasien febris toksik, bahkan pada pasien tanpa riwayat
diabetes sebelumnya.
3 Urine dipstick dan kultur
4 Blood film untuk mencari parasit malaria
5 Kultur darah
6 CXR

Penatalaksanaan
1 Jika pasien dalam keadaan syok septic, lihat bab Sepsis/septic shock
2 Terapi simtomatis dengan antipiretik, seperti paracetamol 1g tiap 6 jam
atau pemberian NSAID seperti diklofenac (Voltaren) atau ibuprofen.
Catatan : Diklofenak (Voltaren), meskipun secara umum dapat digunakan
sebagai antipiretik, namun tidak diindikasikan untuk mengatasi gejala demam
yang timbul secara tunggal.
1 Antibiotik empiris (Ceftriaxone 1 g iv) harus diberikan pada pasien sepsis
setelah memperoleh specimen untuk pemeriksaan kultur darah.
2 Pada pasien dengan sepsis neutropeni, Ceftazidime 1 g dengan 1-1,5mg/kgBB
Gentamycin harus diberikan pada pasien. Lihat bab Oncology Emergencies

3 Untuk sepsis intraabdominal, ampicillin iv 500mg bersama dengan


gentamycin 80mg iv dan metronidazole 500mg iv atau Ceftriaxone 1 g
dengan metronidazole 500mg harus mulai diberikan.
Penempatan
1 MRS-kan pasien febris yang tidak stabil pada medical department (High
Dependency Unit atau ICU)
2 Jika ada sepsis netropenik, MRS kan pada bagian High Dependency Oncology Ward.
3 Jika berpotensi untuk dilakukan operasi akibat sepsis intraabdominal,
masukkan pada bagian Bedah.
4 Rujuk pasien yang dicurigai menderita Dengue Fever pada Medical SOC
untuk FBC ulang. Lihat Bab Dengue fever.

41
15

15. Pusing (Giddiness)


Francis Lee- Shirley Oei
Penting
1 Walaupun perbedaan jelas antara vertigo dan non spesifik pusing atau rasa melayang
berguna dalam menentukan suatu diagnosa, banyak penderita tidak dapat
menceritakan dengan tepat yang mereka rasakan
1 Vertigo condong menunjukkan masalah di telinga atau otak sedangkan
pusing yang tidak spesifik mempunyai banyak penyebab.
2 Perasaan melayang sebagai gejala seringkali lebih berbahaya dan
penanganannya seperti pada sinkop/ presinkop
3 Penting, pada saat pertama kali, harus dipastikan bahwa penderita tidak
mempunyai penyakit yang membahayakan kehidupan yang berarti:
1. Penyakit jantung iskemi, contoh sindrom koroner akut
2. Gagal jantung
3. Irama jantung yang tidak teratur
4. Stroke
5. Sumber dari hipovolemi, contoh perdarahan saluran gastro intestinal
6. Problem ginekologis: kehamilan ektopik/ perdarahan pervaginam
7. Hipoglikemia
4 Penilaian pada orang tua lebih kompleks karena masalah menahun seperti
pada kelainan penglihatan dan langkah yang tidak stabil dapat dianggap
sebagai pusing/ giddiness

..

42
16. Haemoptysis
Definisi
1 Haemoptysis didefinisikan sebagai pengeluaran/batuk darah atau sputum
yang mengandung darah yang berasal dari bagian bawah vocal cord atau
yang telah teraspirasi ke dalam tracheobronchial tree.
2 Haemoptysis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan : darah kurang dari 5 ml dalam 24 jam.
2. Massif : 50 ml pada setiap kali usaha pengeluaran/batuk atau lebih dari 600ml
darah dalam 24 jam. Ini terjadi pada 5% dari seluruh kasus Haemoptysis.
Caveats
1
Haemoptysis dapat dikaburkan dengan hematemesis (tabel 1).
2
Pemeriksaan fisik digunakan untuk menentukan keparahan
Haemoptysis namun tidak dapat menetukan lokasi perdarahannya.
3
Pencarian deep vein thrombosis pada ekstremitas bawah
diindikasikan untuk mengetahui adanya pulmonary embolism sebagai salah
satu penyebab Haemoptysis. (tabel 2)
4
Haemoptysis massif dapat mengancam nyawa karena ancaman asfiksia,
daripada exsanguination. Sedikitnya 150ml darah dapat menyebabkan sufokasi.

5
Perdarahan yang sampai berakibat pada distress respiratori dan
perubahan pertukaran gas akan mengancam nyawa, tidak bergantung pada
jumlah darah yang dikeluarkan.
6
Penyebab umum Haemoptysis ringan adalah URTI.
Tabel 1 : Poin Pembeda Haemoptysis dengan Hematemesis
Poin Pembeda
Haemoptysis
Adanya Riwayat
Batuk
Warna sputum
Merah terang
pH
Alkalis
Karakter
Berbusa

Hematemesis
Gejala GIT
Merah tua
Asidik
Halus tidak berbusa

Tabel 2 : Penyebab Umum Haemoptysis


Respiratori
Bronchitis
Tuberkulosis
Carsinoma paru
Bronkiektasis
Aspirasi darah dari epistaksis
Sinusitis
Kardiovaskular
Pulmonary oedema
Pulmonary embolism
Mitral stenosis
Aorto-bronchial fistula
Kelainan Koagulasi
Bleeding dyscrasias (congenital atau didapat)
Lain-lain
Aspirasi benda asing
Protracted coughing
Tips khusus bagi Dokter Umum :
1 Disarankan untuk merujuk kasus Haemoptysis kecuali CXR dapat
dilakukan di klinik.
2 Insersikan 2 buah kanul intravena ukuran besar sebelum merujuk
pasien dengan Haemoptysis massif.

43

Manajemen Haemoptysis Masif


1 Transfer pasien pada area resusitasi
2 Lindungi airway dan berikan oksigen. Pasien dengan kesadaran yang
berkurang atau beresiko untuk mengalami asfiksia harus diintubasi.
3 Pasang 2 jalur iv ukuran besar dan lakukan resusitasi cairan.
4 Lab :
1. FBC
2. urea/elektrolit/kreatinin
3. profil koagulasi
4. GXM 4-6 unit darah
5. BGA
1
CXR disarankan pada pasien Haemoptysis.
2
Pasien dengan Haemoptysis yang berasal dari satu paru (jika
diketahui) harus diposisikan agar tidak mengenai paru kontralateralnya.
3
Disposition/penempatan :
1. Pasien dengan Haemoptysis ringan dapat dipulangkan untuk istirahat dan
diberikan obat yang mensupresi batuk.
2. Rujuk pada spesialis paru pada polikliniknya untuk follow up dini kecuali
terdapat penyebab lain seperti sinusitis atau epistaksis yang harus dirujuk
pada spesialis THT.
3. Pertimbangkan MRS pada seluruh pasien lainnya. Pasien dengan
Haemoptysis massif membutuhkan perawatan pada ICU.

44

17. Sakit Kepala (Headache)


Caveats
1 Penyebab sakit kepala yang berpotensi mengancam nyawa dan penglihatan antara lain :
1. SAH (Subarachnoid Haemorrhage): pasien datang dengan sakit kepala
yang onsetnya tiba-tiba, sering terkait dengan nausea, vomiting,
penurunan kesadaran (yang dapat terjadi secara singkat) serta kaku
kuduk, lihat bab Subarachnoid Haemorrhage.
2. Meningoencefalitis : pasien bisaanya febris dan mengantuk dengan tandatanda meningeal.
3. Space-occupying atau lesi massa (abses otak, tumor otak): sakit kepala
kadang memburuk pada pagi hari dan bertambah dengan adanya maneuver
valsava dan batuk. Pasien sering memiliki gejala neurologik fokal atau kejang.
4. Arteritis temporalis : pasien bisaanya wanita, usia lebih dari 50 th dan sering
muncul dengan sakit kepala berdenyut yang keras, rasa terbakar dan unilateral.
Ada nyeri tekan pada arteri temporal ipsilateral. Lihat bab Temporal Arteritis.

5. Glaukoma : Sakit kepala bisaanya terdapat didalam dan di sekitar bola


mata. Terdapat injeksi atau kemerahan pada mata, terdapat edema
kornea dan dilatasi ringan pupil. Lihat bab Blurring of Vision, Acute.
1
Perhatikan pasien yang datang dengan keluhan sakit kepala berat
untuk pertama kalinya atau dengan perubahan kualitas dan intensitas sakit
kepala yang berbeda dengan sakit kepala sebelumnya.
2
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang sering dikaitkan sebagai
penyebab sakit kepala. Jangan menyimpulkan peningkatan tekanan darah yang
terjadi sebagai penyebab sakit kepala kecuali tekanan diastolic melebihi 130 mmHg.

3
Seluruh
pasien
dengan
riwayat
kecemasan/worrisome
membutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan CT scan kepala, dan jika
negative dapat dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan adanya SAH.
Tips Khusus bagi Dokter Umum :
1Jangan mendiagnosa migren jika episode pertama sakit kepala
hebat terjadi di atas usia 50 th.
2Jangan memberikan opioid parenteral pada pasien dengan sakit
kepala karena efek mengantuk yang dihasilkan akan memberikan
kesulitan dalam penilaian status neurologik.
Manifestasi yang penting/esensial sebagai Fokus Pemeriksaan Fisik
1 Tanda Vital (terutama temperature tubuh dan tekanan darah)
2 Fundi
3 Pupil, lapang pandang, wajah dan ekstremitas untuk mencari kelaianan neurologik.
4 Gait (cara berjalan)
Manajemen
1 Pasien dengan tanda vital dan tingkat kesadaran yang abnormal harus
ditangani pada area critical care.
2 Pasien dengan tanda vital normal dapat ditangani pada area intermediate.

45
Monitoring EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
Pasang jalur intra vena perifer pada keep open rate.
Lihat bab Manajemen Nyeri untuk mengurangi gejala sakit kepala yang ada.
Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, GXM 2 unit, ESR (jika
mencurigai adanya arteritis temporalis).
5 EKG, CXR.
1
2
3
4

Indikasi Pemeriksaan CT scan Kepala


1 Onset Sakit kepala pada serangan pertama atau serangan hebat yang bersifat akut.
2 Peningkatan frekuensi dan keparahan sakit kepala.
3 Sakit kepala dengan onset pertama kali di atas usia 50 th.
4 Sakit kepala dengan onset pertama kali disertai dengan riwayat kanker atau
immunodefisiensi.
5 Sakit kepala dengan perubahan status mental.
6 Sakit kepala dengan demam, kaku kuduk, dan tanda meningeal.
7 Sakit kepala dengan deficit neurologik fokal jika sebelumnya tidak memiliki
riwayat migren dengan aura.
Penempatan
MRS dengan ketentuan :
1 Seluruh penyebab sakit kepala yang dapat mengancam nyawa dan penglihatan
2 Sakit Kepala migren yang tidak berespon terhadap analgesic opioid.
3 Sakit kepala migren onset baru dengan komplikasi.
4 Sakit kepala yang membutuhkan CT scan kepala.
KRS kan pasien sakit kepala yang dapat diatasi dengan analgesik dan rujuk pada
poliklinik neurology untuk follow up kecuali sakit kepala yang terjadi diakibatkan oleh
demam atau tension headache.

46

18. Hiperventilasi
Caveats
1 Walaupun sering terjadi dan bersifat benign, serangan hiperventilasi
(HA)/serangan panic merupakan diagnosis eksklusi yang dapat dicapai secara
principal pada anamnesa dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan yang ekstensif.
2 Episode typical terkait dengan kejadian pencetus yang bersifat stressful
dengan riwayat kekambuhan yang serupa.
3 Gejala umum lain yang terkait meliputi kekakuan dan atau kram pada tangan
dan kaki, tingling/perasaan geli pada daerah perioral, kepeningan yang nonspesifik, kesesakan pada dada, sensasi sufokasi dan perasaan nyaris sinkope.
4 Jangan mendiagnosa pasien dengan HA jika hasil SpO 2 pada udara ruangan
dibawah 97%.
5 Tabel 1 menunjukkan Diagnosa banding dari Hiperventilasi
Tabel 1 Diagnosa Banding Hiperventilasi
Asma berat (dengan silent Chest)
1. Sistem Respirasi
Pulmonary embolism
Tension pneumothorax
Primary pulmonary hypertension
Kardiak tamponade
2. Sistem Kardiovaskular
KAD
3. Penyebab metabolik
Gagal ginjal kronik
Asidosis laktat dari sepsis berat atau syok
dengan berbagai penyebab
Keracunan terutama oleh salisilat
Central Neurogenic hyperventilation
4. Sistem Neurologik
5. Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen dengan berbagai penyebab
disertai dengan splinting diafragma
6. Hyperventilation attack/panic attack

Tips Khusus bagi Dokter umum :


1 Penting untuk mengeksklusi kondisi medis serius lain seperti asidosis
metabolik, misal diabetic ketoasidosis, sebelum mendiagnosa HA.
Manajemen
1 Pasien harus ditangani pada area intermediate. Namun bila terdapat keadaan
AMS atau terdapat instabilitas hemodinamik, maka pasien kemungkinan
besar tidak mengalami HA, tetapi ada proses penyaklit lain yang lebih serius
yang membutuhkan penanganan pada area critical care.
2 Lakukan pemeriksaan SpO2 pada tiap pasien sebelum mendiagnosa HA.
3 Berikan terapi untuk menyamankan perasaan pasien.
4 Anjurkan untuk malakukan teknik bernafas yang baik.
Catatan : Rebreathing ke dalam sebuahdapat menyebabkan hipoksemia, serta
kantong telah dinyatakan berbahaya karenatidak efektif dalam meningkatkan kadar

PCO2 pada level yang signifikan.

47
1 Monitoring : sebagian besar kasus hanya membutuhkan monitoring pulse oksimetri.
Catatan : Pasien dengan HA yang sebenarnya akan memiliki hasil SpO 2 yang normal.

2 Lab :
1. Harus dilakukan : pemeriksaan GDA untuk mengeksklusi keadaan hiperglikemi
2. Pilihan : BGA akan menunjukkan alkalosis respiratori pada HA.
Alternatifnya, tes ini dapat menunjukkan adanya asidosis metabolic.
1
CXR : untuk menginvestigasi adanya pneumotoraks, pneumonia,
atau emboli paru.
2
EKG (terutama >40 tahun) untuk mengetahui kemungkinan emboli
pulmonal, perikarditis atau iskemia.
3
Terapi obat (pada pasien yang tidak merespon pada usaha
istirahat dan reassurance) :
1. Valium (diazepam) dosis 5 mg po
2. Dormicum (midazolam) dosis 2,5 mg iv (jarang diperlukan)
Penempatan : sebagian besar kasus dapat KRS. Jika keadaan ini sangat mengganggu
pasien, maka rujuk ke bagian psikiatrik untuk rawat jalan. Pada beberapa pasien akan
bermanfaat apabila diberikan resep alprazolam (Xanax) 1-2 dosis per oral.

48

19. BENGKAK TUNGKAI BAWAH


PERHATIAN
1 Pembengkakan tungkai bawah merupakan keluhan yang umu dijumpai dan
seringkali muncul dengan tanda dan gejala penyerta yang tidak spesifik. Tabel 1
menunjukkan penyebab-penyebab penting pembengkakan tungkai bawah.
2 Seperti halnya semua konsultasi, penggalian riwayat penyakit yang baik akan
dapat mengurangi jumlah diagnosis banding.
KEHAMILAN DENGAN PRE-EKLAMSIA
1 Setiap wanita hamil akan mengalami pembengkakan tungkai bawah. Karena
pembengkakan tungkai bawah merupakan tanda awal pre-eklamsia, diperlukan
tingkat kecurigaan yang tinggi.
2 Diagnosis pre-eklamsia merupakan keadaan darurat dan pasien harus
ditangani di rumah sakit. Lihat Eklamsia.
Tabel 1: Penyebab Penting Bengkak Tungkai Bawah
System
Contoh
Jantung
Ginjal

Kehamilan
Hepatobilier
Vena / Limfatik

Infeksi
Penyebab Ortopedik

Gagal jantung
Lihat Gagal Jantung
Gagal ginjal akut / kronik
dengan kelebihan cairan
Lihat Kedaruratan Ginjal
Sindroma nefrotik / nefritik
Pre-eklamsia
Lihat Eklamsia
Gagal hati
Lihat Ensefalopati Hepatik
Deep vein thrombosis (DVT)
Vena varikosum
Lymphedema
Limfangitis
Selulitis
Trauma
Sindroma Kompartemen
Arthritis / gout
Kista Baker yang pecah
Tumor: tulang atau
jaringan lunak

Unilateral /
Bilateral
Bilateral
Bilateral

Bilateral
Bilateral
Unilateral
Unilateral /
bilateral
Unilateral /
bilateral
Unilateral
Unilateral

49

1) Tips Khusus untuk Dokter Umum


1 Diperlukan tingkat kecurigaan tinggi untuk menghindari
2

melewatkan penyebab penting bengkak tungkai bawah.


Tiga penyebab tersering pembengkakan tungkai bawah bilateral adalah
gagal jantung kongestif, gagal ginjal dengan kelebihan cairan dan
hipoalbuminemia (akiabt gagal hati atau nefropati diabetik).

Gambaran klinis deep vein thrombosis:


1.
Rasa penuh pada tungkai bawah yang meningkat bila berdiri atau berjalan
2.
Nyeri pada ekstremitas bawah saat batuk atau bersin, yang berbeda
dari nyeri seperti listrik saat bersin atau batuk pada sciatica.
3.
Tungkai yang terkena seringkali lebih hangat dibanding sisi yang normal.
Raba adanya tambang yang spesifik, walau tidak sensitif, untuk trombosis.
4.
Cari faktor resiko terhadap penyakit tromboemboli (lihat Emboli Paru)
untuk mendiagnosis DVT.
2 DVT umumnya unilateral kecuali bila terjadi sumbatan pada vena cava, suatu
kejadian yang jarang dan berbahaya.
3 DVT umumnya muncul dalam beberapa hari. Sehingga nyeri hebat yang
timbul mendadak lebih cenderung akibat robekan otot atau trauma.
4 Cari faktor resiko terhadap penyakit tromboemboli (lihat Emboli Paru) untuk
mendiagnosis DVT.
5 Kombinasi tanda klinis dan gejala yang meliputi nyeri tekan, bengkak, kemerahan
dan penilaian tanda Homan (nyeri pada betis atau lutut akibat dorsofleksi paksa kaki)
tidak cukup membedakan pasien dengan atau tanpa DVT.
6 DVT cenderung bukan menjadi penyebab bengkak bila ada demam > 39 0C.
7 Tidak besarnya perbedaan ukuran betis tidak menyingkirkan diagnosis DVT.
Akan tetapi, pembengkakan betis asimetris > 3 cm hampir selalu merupakan
temuan bermakna pada DVT.
8 Vena varikosum disertai dengan pigmentasi kulit pada kasus kronis. Tromboflebitis
superfisial vena varikosum menghasilkan bengkak tungkai bawah. Vena varikosum
unilateral dan pembengkakan memerlukan pemikiran yang lebih teliti karena dapat
mengindikasikan adanya proses patologis berat pada area pelvioabdominam.

9 Obstruksi limfatik akan mengakibatkan edema ekstremitas inferior.


Lymphedema sekunder terjadi setelah kerusakan dan sumbatan jalur limfatik
oleh keganasan yang melibatkan kelenjar getah bening, oleh filariasis dan bisa
jadi iatrogenik akibat diseksi bedah.
INFEKSI: LIMFANIGITIS / SELULITIS
1 Infeksi menyebar sepanjang aliran limfatik menyebabkan limfaingitis dan
tampak sebagai alur kemerahan, tipis pada kulit, nyeri tekan, seringkali dengan
sedikit edema pada kulit yang berada di atasnya. Bila infeksi meluas ke kulit yang
edem tadi, akan terjadi selulitis.
2 Indikasi Rawat Inap:
1.
Demam berulang disertai menggigil
2.
Peningkatan nyeri setempat
3.
Eritema yang meluas
4.
Pasien usia lanjut, karena mudah terjadi septikemia
PENYEBAB ORTOPEDIK:

SINDROMA KOMPARTEMEN

50

1 Penyebab ortopedik menmiliki riwayat yang jelas dan pemeriksaan fisik yang baik
umumnya dapat memastikan diagnosis. Adalah penting untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen, yang merupakan kegawatan ortopedi, pada semua
kasus cedar akibat trauma pada tungkai bawah.
Gambaran Klinis

Nyeri hebat pada tungkai, nyeri timbul pada regangan pasif otot, pucat,

parestesia, tidak terabanya denyut nadi dan paralysis merupakan enam tanda
klasik iskemia otot.
Adanya nyeri pada luas gerak otot pasif merupakan tanda yang paling awal.
Tanda lainnya termasuk pemanjangan pengisian balik kapiler serta terganggunya
diskriminasi 2-titik.
Palpasi pada otot yang terkena sindroma kompartemen akan terasa tegangan
dan menimbulkan nyeri tekan.
Penyebab Tersering
1 Tungkai bawah: fraktur tibia atau fibula
2 Tungkai atas: fraktur suprakondiler humeri
3 Luka bakar elektrik tegangan tinggi yang melibatkan otot
Komplikasi
1 Mioglobinuria berat, gagal ginjal, hiperkalemia dan kematian.
2 Kontraktur iskemik Volkmanns dan hilangnya fungsi tungkai.
TATA LAKSANA UMUM
1 Pastikan tanda vital dalam keadaan stabil dan tidak terdapat gangguan
koroner akut yang menyebabkan pembengkakan tungkai bawah. Pasien tidak
stabil harus ditangani pada area pelayanan kritis.
2 Pemeriksaan laboratorium:
1.
Wajib
1.
Tes carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria
2.
EKG untuk mengetahui cedera miokard
3.
Foto thoraks mendeteksi keadaan gagal jantung / kelebihan cairan.
2. Pilihan: bila tidak ditemukan penyebab yang jelas setelah dilakukan
pemeriksaan diatas atau bila terdapat kecurigaan diagnosis yang spesifik,
periksa:
1.
Uji fungsi hati (untuk menyingkirkan hipoalbuminemia)
2.
Ureum, elektrolit dan kreatinin (jika dicurigai gagal ginjal)
3.
Enzim jantung / troponin T (jika dicurigai masalah jantung)
4.
Jika mencurigai DVT, periksa D-dimer, INR (untuk memandu
terapi), pemindaian color-flow duplex (abaikan peluang pra pengujian) dan
golongan darah & uji silang.
Catatan: Nilai D-dimer normal pada pasien tanpa faktor resiko trombosis membuat
peluang diagnosis DVT proksimal sangat kecil. DL tidak berguna karena hitung
leukosit tidak mampu membedakan antara DVT dan selulitis, serta tidak sensitive
maupun spesifik terhadap kedua kondisi tersebut.
e. Kultur dan uji sensitivitas darah untuk menemukan penyebab infeksi
sebelum memulai pemberian antibiotika
1 Untuk sindroma kompartemen: panggil ahli bedah ORtopedi segera uintuk fasiotomi.

51

Catatan: Jika peningkatan tekanan tidak mereda setelah sekitar 8 jam, akan muncul
cedera irreversibel pada otot dan saraf yang terjepit.
1 Terapi pembengkakan tungkai bawah tergantung pada penyebab primer dan
hal ini didiskusikan pada bab yang sesuai.
2 Disposisi: rawat inap kasus dengan penyebab sebagai berikut:
1.
Penyebab jantung
2.
Gagal ginjal
3.
DVT (walaupun sejumlah alur kritis saat ini menekankan tata laksana
rawat jalan bila memungkinkan)
4.
Kehamilan dengan pre-eklamsia
5.
Infeksi
6.
Gagal hati
7.
Sindroma kompartemen
8.
Kecurigaan tumor tulang
7 penyebab pertama harus mulai diterapi di UGD. Rujuk pasien dengan
penyebab lain ke klinik rawat jalan yang sesuai untuk pemeriksaan lebih lanjut.

52

20. Pain ( Nyeri ), Abdominal


Caveats
1 Peran dari dokter pada bagian emergency yaitu dapat mengidentifikasi
adanya acute abdomen, bukan untuk menentukan diagnosa spesifik.
2 Identifikasi pasien tersebut melalui postur yang signifikan; misalnya dapat
berbaring terlentang (perforasi/peritonitis),atau pasien terlihat sangat
kesakitan sehingga selalu berubah posisi (kolik usus besar/kolik ureter).
3 Selalu pertimbangkan etiologi yang dapat mengancam nyawa. Lihat tabel 1
4 Selalu pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur.
5 Pasien pria dengan nyeri daerah fossa iliaka kanan harus dicurigai apendisitis
sampai terbukti lain.
6 Ada 3 alasan untuk dilakukan abdominal X ray :
1. Untuk mengidentifikasi free air atau udara bebas (pada perforasi viscus)
2. Untuk mengidentifikasi udara/cairan interfaces (pada obstruksi intestinal).
3. Untuk mengidentifikasi kalsifikasi ektopik (urelitiasis, kalkuli
hepatobiliari, pankreatitis, AAA)
Tabel 1 : Penyebab Nyeri Abdomen yang Dapat Mengancam Nyawa
1. Intraabdominal
1. Perforasi ulkus peptikum
2. Obstruksi intestinal
3. Abdominal Aortic Aneurysm (AAA)
4. Apendisitis
5. Pankreatitis
6. Kehamilan ektopik
7. Iskemia usus besar
8. Peritonitis bacterial spontan pada sirosis hepatic
9. SLE peritonitis
10. Peritonitis pada pasien renal CAPD
2. Ekstra abdominal
1. infark miokard akut
2. pneumonia lobus bawah
3. basal pulmonary embolism
4. KAD
2 Chest X Ray digunakan untuk mengidentifikasi:
1. Udara subdiafragmatik
2. Basal consolidation
3. Pulmonary embolism
Catatan : jika dicurigai terdapat perforasi ulkus peptikum dan gambaran CXR
menunjukkan udara subdiafragma yang tidak jelas, maka pemasukan 200ml udara
kedalam lambung melalui NGT dapat menunjukkan gambaran udara bebas pada X
ray. Praktek ini dipertimbangkan pada beberapa tempat dan menjadi kebisaaan, dan
masih bersifat controversial; dimana ada pendapat yang menyatakan bahwa pada
keadaan adanya tanda-tanda perforasi, pemasukan udara ke dalam lambung

53
tidak akan merubah manajemen/penatalaksanaan (misalnya operasi), serta
dapat memperburuk spillage isi usus besar ke dalam kavum peritoneum.

Tips Khusus bagi Dokter Umum :


1 Lokasi dan sifat dari nyeri abdomen akan memberi petunjuk terbaik
mengenai penyebabnya.
2 Selalu mencurigai adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur
3 Salalu mencurigai apendisitis pada tiap pasien pria dengan nyeri
abdomen bagian bawah.
4 Jangan lupa untuk merasakan pulsasi epigastrial
5 Infark miokard dapat timbul sebagai nyeri abdominal bagian atas, maka
lakukan pemeriksaan EKG.

Manajemen
Pada Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil
1 Pasien harus ditangani pada area critical care
2 Pertahankan airway dan beri oksigen aliran tinggi
3 Monitoring : EKG, tanda-tanda vital tiap 5 menit, pulse oksimetri
4 Pasang 2 jalur iv perifer (14-16G); berikan fluid challenge sebanyak 1 L
kristaloid (jika tidak ada kecurigaan IMA). Lakukan pemeriksaan ulangan.
5 Lab :
1o Wajib: GDA; GXM 2-4 unit; FBC; urea/elektrolit/kreatinin; serum
amylase; tes urin kehamilan (kalau relevan); kultur urin dan
darah (kalau ada kecurigaan sepsis).
2o Pilihan: urinalisis, enzim kardiak, tes fungsi hati, profil koagulasi.
2 Antibiotik iv pada kasus sepsis; misalnya Ceftriaxon 1g dan metronidazol 500
mg. tergantung pada kebijakan tempat praktek, antibiotik lain untuk mengatasi
organisme gram negative dan positif dapat digunakan.
1o Catatan : aminoglikosida harus dihindari pada pasien yang memiliki
resiko atau kelaianan pada ginjal.
3 X-rays : CXR, KUB
4 EKG untuk mengidentifikasi IMA atau sebagai persiapan operasi pada
beberapa kelompok usia.
5 Pasang kateter urin.
6 Usahakan pasien tetap nil by mouth/NBM (puasa)
7 Konsultasi segera dengan :
1o Bagian bedah umum
2o Bagian OBG untuk kasus yang dicurigai kehamilan ektopik.
3o Bagian TKV untuk suspek aneurisma aorta abdominalis
4o Bagian medical atau Kardiologi untuk kasus suspek pneumonia basiler
atau infark miokard.
Pada Pasien dengan Keadaan hemodinamik yang Stabil
1 Pasien dapat ditangani pada area intermediate
2 Usahakan pasien tetap NBM (puasa) sampai penempatan pasien dapat diputuskan.

54
1 Pertimbangkan pemasangan jalur intravena.
2 Pemeriksaan lab harus berdasarkan kecurigaan klinis berdasarkan jenis nyeri
abdomen pada tiap pasien.
3 Pertimbangkan KUB (kidney, ureter, bladder X ray), CXR, EKG
4 Evaluasi adanya tanda akut abdomen dengan pemeriksaan berulang abdomen.
Diagnosa banding Nyeri RHC (Right Hypochondrial)
Jika Pasien Febris
1 Pertimbangkan :
1.
Kolesistitis
2.
Kolangitis
3.
Abses hati
4.
Abses susdiafragmatika
5.
Hepatitis
6.
Pielonefritis
7.
Pneumonia basilar lobus kanan
8.
Divertikulitis
2
Evaluasi adanya akut abdomen
3
Pasang jalur intra vena
4
Berikan cairan kristaloid pada tetesan maintenance
5
Lab : FBC; urea/elektrolit/kreatinin, serum amylase, urinalisis, liver panel
dan marker hepatitis (bersifat optional); kultur darah dan urin jika pasien sepsis.

6
7
8
9

KUB; pertimbangkan CXR, EKG


Analgesik : NSAID atau antispasmodic
Usahakan pasien NBM (puasa)
Penempatan : MRS-kan ke bagian Bedah umum.

Jika Pasien Afebris


1 Ingat bahwa pada pasien geriatric dengan riwayat pembedahan
abdomen mungkin tidak dapat mengeluarkan respon febris.
2 Pertimbangkan:
1.
Kolik bilier : lihat bab Hepatobiliary Emergencies
2.
Referred pain dari daerah dada
3.
Hepatitis
2
Evaluasi tanda akut abdomen
3
Lab : FBC; urea/elektrolit/kreatinin, serum amylase, urinalisis, liver
panel dan marker hepatitis (bersifat optional);
4
KUB; pertimbangkan CXR, EKG
5
Analgesik : NSAID atau antispasmodic im
6
Penempatan : dapat Di KRS-kan untuk kontrol pada poliklinik
bedah umum jika nyeri menghilang, abdomen tetap tenang; atau MRS-kan
ke bagian bedah umum. Jika ada kecurigaan hepatitis pasien dapat
dirujuk ke bagian klinik gastroenterologi.
Diagnosa Banding Flank Pain
1 Pertimbangkan :
1. Pielonefritis
2. Batu ureter dengan atau tanpa obstruksi; lihat bab Urolithiasis

55

Pertimbangkan AAA jika pasien berusia lebih dari 50 th, atau aortic
dissection pada pasien dengan factor resiko (lihat bab Aortic dissection).

Catatan : secara klasik, AAA terjadi dengan gejla nyeri pada bagian central
abdomen yang menembus ke punggung. Namun apabila aneurisma
melibatkan renal pedicle, maka nyeri tersebut dapat menyerupai kolik ureter.

Jika Pasien Febris


1
Lab: FBC; urea/elektrolit/kreatinin, kultur darah (paling tidak 7,5 ml
darah tiap botol); kultur urin jika ada kecurigaan urosepsis.
2
KUB; pertimbangkan CXR, EKG
3
Antibiotik intra vena : meliputi Gram negatif dan organisme
anaerob jika ada kecurigaan nyeri berasal dari hepatobilier atau enteric.
4
Analgesik : NSAID atau narkotik.
5
Penempatan :
1. MRS ke bagian urologi pada semua kasus urolithiasis dengan
komplikasi
2. MRS ke bagian General Medicine untuk pielonefritis akut
Jika Pasien Afebris
1
Lab : urinalisis, mencari adanya darah dan atau WBC dan hasil
positif/ditemukannya nitrit
2
KUB untuk mengetahui lokasi kalsifikasi ektopik dari kalkulus
dan untuk mengetahui ukuran dari ginjal.
3
Analgesik : NSAID atau narkotika.
4
Penempatan :
1.
MRS jika tidak ada pengurangan nyeri yang adekuat pada ED atau
terdapat petunjuk adanya obstruksi ureter disertai dengan infeksi. Informasikan
kepada bagian urologi jika ada keterlambatan dalam proses MRS.

2.
KRS untuk control kembali pada klinik urologi jika pasien telah
bebas nyeri dan tetap afebris pada ED. Sarankan untuk kembali jika:
1.
Terjadi demam
2.
Timbul gross hematuri
3.
Penurunan output dari urin
Diagnosa Banding Nyeri Abdomen Bagian Bawah

Selalu pertimbangkan apendisitis (lihat bab Appendicitis) dan


kehamilan ektopik (lihat bab Ectopic pregnancy)

Pemeriksaan rectal sangat bermanfaat pada pria dan wanita, dan

juga dapat sekalian memeriksa servik dan adneksa, tidak perlu stress untuk
melakukan pemeriksaan vagina.

Lab :
1. Wajib : pemeriksaan HCG urin untuk mengetahui kehamilan pada wanita
usia subur.
2. Optional : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, tes urin dipstick
Diagnosa Banding Nyeri Epigastrial
Pertimbangkan kedua penyebab abdominal dan ekstraabdominal. Suspek
AAA pada pasien > 50th terutama bila nyeri menjalar pada punggung bagian
bawah atau pada salah satu area flank :
1. Penyebab intraabdominal lain meliputi :

56

1. Eksaserbasi akut dari penyakit ulkus peptikum; lihat bab Peptic


Ulcer Disease
2. Refluks esofagitis
3. Penetrasi ulkus peptikum posterior
4. Pankreatitis : lihat bab Pancreatitis
5. Aortic dissection/ rupture AAA
3 kondisi terakhir terkait dengan penjalaran nyeri ke daerah
punggung bawah. 2. Penyebab Ekstraabdominal meliputi
1. IMA; lihat bab Myocardial Infarction, Acute
2. Pneumonia; lihat bab Pneumonia, Community acquired
3. Pulmonary embolism Lihat bab Pulmonary embolism
4. Ketoasidosis Diabetikum; lihat bab Diabetic Ketoacidosis
2
Pasang jalur intra vena perifer
3
Berikan kristaloid dengan tetesan maintenance
4
Lab : GDA; FBC; serum amylase; urea/elektrolit/kreatinin; enzim
kardiak jika ada kecurigaan.
5
Periksa EKG
6
Periksa CXR posisi berdiri dan KUB
7
Berikan analgesic yang adekuat
8
Puasakan pasien
9
Penempatan : dapat KRS untuk control pada klinik bedah umum
jika nyeri berkurang; abdomen tetap baik/tenang dan pemeriksaan normal;
atau dapat juga di MRS-kan kebagian bedah umum.
Diagnosa Banding Nyeri kolik Abdomen Bagian Tengah
1 Sifat nyeri kolik bisaanya mengindikasikan adanya obstruksi atau iritasi dari
viscus yang berongga. Pertimbangkan :
1. Gastroenteritis akut : lihat bab Diarrhoea and Vomiting.
2. Obstruksi Intestinal pada usus besar atau usus kecil: lihat bab
Intestinal Obstruction
3. Ischaemic bowel, terutama jika nyeri sulit dikenali sumbernya melalui
pemeriksaan fisik: lihat Bab Ischaemic Bowel.
Catatan : Adhesion colic (kolik adhesi) sebagai satu diagnosa tidak dipergunakan
lagi, karena suatu adhesi tanpa komplikasi bisaanya tidak menyebabkan nyeri.
Namun, pada pasien post operasi suatu obstruksi bowel inkomplit atau sub akut
yang disebabkan oleh adhesi dapat menghasilkan suatu nyeri kolik yang khas.

57

21. Pain ( Nyeri ) Dada, Akut


Caveats
1 Anamnesa yang baik tetap memegang peranan penting dalam penegakan
diagnosa penyebab nyeri dada yang dapat mengancam jiwa. (Tabel 1)
2 Setelah mengeksklusi 6 penyebab nyeri dada yang dapat mengancam jiwa,
penyebab penting lain namun tidak mengancam jiwa yang terlihat pada tabel
2 juga harus dieksklusi.
Tabel 1 : Penyebab Nyeri Dada yang Dapat Mengancam Jiwa
Manifestasi klinik Utama
1. IMA
Lihat bab Myocardial Infarction
2. Unstabel angina (memiliki prognosis Lihat bab Coronary Syndromes, acute
jangka pendek yang sama dengan
IMA)
Lihat bab Aortic Dissection
3. Aortic Dissection
Lihat bab Pulmonary Embolism
4. Pulmonary Embolism (PE)
Lihat bab Trauma, chest
5. Tension Pneumothorax
Nyeri dada diikuti dengan vomit hebat dan
6. Ruptur esophageal
CXR menunjukkan pneumomediastinum
Catatan : IMA dan unstabel angina juga dikenal sebagai Acute Coronary Syndromes
Tabel 2 : Penyebab Nyeri Dada Penting Namun Tidak Mengancam Jiwa
1. Kardiak
2. Respiratory
3. Gastrointestinal
4. Referred Pain

Angina stabil
Angina prinzmetal
Pericarditis/myocarditis
Pneumothorax simple
Pneumothorax dengan pleurisy
Refluks esofagitis
Spasme esofageal (bisaanya menjadi diagnosa eksklusi karena
gejalanya sangat mirip dengan nyeri dada iskemik)
Gastritis/ penyakit ulkus peptikum
Biliary disease
Abses subphrenic/inflamasi

58

1 Catat penyebab yang benign/ringan seperti nyeri musculoskeletal, kostokondritis, nyeri


dada psikogenik dan neuralgia pada early herpes zoster, harus didiagnosa eksklusi.

2 Pada Multicentre Chest Pain Study (MCPS), perasaan chest discomfort yang
serupa seperti serangan awal MI atau lebih buruk dari angina yang sering
dirasakan pasien merupakan factor resiko independen terkuat untuk MI dan
kecenderungan untuk menderita Acute Coronary Ischaemia.
3 Pada MCPS, faktor resiko tinggi untuk menderita IMA dan iskemik antara lain :
1. Waktu sejak onset nyeri 4 jam
2. Episode terpanjang nyeri 30 menit
3. Nyeri digambarkan sebagai perasaan tertekan
4. Penjalaran nyeri pada lengan kiri, bahu, leher atau dagu
5. Riwayat angina atau MI
6. terdapat perubahan EKG pada ED yang menunjukkan iskemik atau infark
2
Prediktor tunggal terbaik dari ACS adalah diketahuinya riwayat
IMA atau adanya CAD. Resiko kejadian pada arteri koronaria adalah 5 kali
lebih tinggi pada pasien dengan CAD.
3
Menurut Framingham study (Faktor resiko misal usia, jenis kelamin
pria, merokok, hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, riwayat keluarga) telah
menunjukkan bahwa factor tersebut bisa menjadi prediktor bagi terjadinya
CAD dalam periode 14 tahun pada setting rawat jalan, namun penelitian ini
tidak pernah mengidentifikasi pasien nyeri dada di bagian ED manakah yang
menderita iskemik kardiak akut. Sehingga tidak ada satupun factor resiko
spesifik tunggal yang dapat menjadi prediktor bagi terjadinya IMA atau iskemik
koronari akut. Dengan demikian, profil factor resiko tidak dapat distratifikasi
juga tidak dapat digunakan untuk memprediksi IHD pada ED.

Nyeri dada bersifat pleuritik atau tereksaserbasi dengan adanya

pergerakan pada 5-8% pasien IMA.


5% pasien IMA juga menderita nyeri tekan dinding dada secara
bersamaan.

3 keadaan dibawah ini apabila terjadi bersamaan, akan membawa kita

pada kecurigaan iskemik kardiak, antara lain :


1. Nyeri dada yang tajam atau seperti tikaman.
2. Tidak ada riwayat angina atau MI
3. nyeri timbul dengan penekanan dinding dada atau dengan perubahan
posisi atau karena komponen pleuritik.
2
Chest discomfort yang terkait dengan nausea harus diasumsikan sebagai
iskemik kardiak sampai terbukti tidak. Juga pada pasien dengan gejala heartburn atau

gangguan pencernaan sampai terbukti


bukan kardiak, atau telah menjalani

pemeriksaan yang lengkap dan diterapi


sebelumnya.

59

Pikirkan tentang aortic dissection pada pasien dengan nyeri dada yang
dicurigai IMA namun diikuti juga dengan gejala neurologik.

Gejala terkait lainnya seperti diaphoresis, dispneu dan sinkope juga


terlihat pada pasien IMA, PE serta aortic dissection, sehingga
kurang dapat menjadi criteria untuk mendiagnosa banding
ketiganya.
Akan
tetapi
adanya
gejala-gejala
tersebut
mengindikasikan adanya suatu keadaan penyakit yang serius.

Pada nyeri dada, hasil EKG yang normal tidak dapat


menyingkirkan ACS, namun menempatkan pasien pada posisi
resiko yang lebih rendah untuk mengalami gejala sampingan.
Hanya sekitar 65-78% hasil EKG pasien yang MRS, yang
menunjukkan adanya kemungkinan MI. Kuncinya adalah
lakukan pemeriksaan EKG secara serial.
Individu dengan usia diatas 65 th memiliki kemungkinan
gejala yang tidak khas dengan hasil missed diagnose atau
delayed
Tips Khusus untuk Dokter Umum :
1 Rujuk semua pasien pada ED dengan :
1. Riwayat khas IMA namun hasil EKG normal
2. Riwayat tidak khas namun memiliki faktor resiko untuk CAD
1
Faktor
resiko
utama/mayor CAD antara lain: 1.
Diabetes mellitus
2. Hipertensi sistemik
3. Hiperlipidemia
4. Merokok
Catatan : pasien yang telah berhenti merokok selama < 2 tahun tetap
dianggap sebagai perokok dan memiliki factor resiko CAD.
2
Berikan aspirin 300mg pada semua pasien dengan ACS sebelum
mengirimnya ke RS.

Semua kasus IMA harus dikirim melalui ambulan ke RS.

Manajemen
1 Pastikan tanda-tanda vital stabil. Jika tidak stabil, pasien
mengalami distress atau diaforesis, bawa pasien untuk
resusitasi pada area immediate secepatnya. Rawat pasien
dengan ACS secepatnya.
2 Berikan olsigen, pasang pulse oksimetri, monitoring
continuous EKG, monitoring tekanan darah.
3 Periksa segera EKG 12 lead. Peran EKG dalam kasus nyeri
dada adalah termasuk criteria diagnosa IMA, iskemik dan PE.
4 Jika EKG normal atau mencurigakan namun belum
menunjukkan ACS, lakukan pemeriksaan EKG serial dengan
interval yang dekat.
5 Pasang iv plug dan lakukan pemeriksaan darah untuk enzim
kardiak serta biomarker lainnya, misalnya mioglobin dan
troponin T.
Ingat : Jangan sampai membuat kesalahan dengan mengeksklusi nyeri

dada iskemik hanya dengan melihat hasil troponin T atau enzim kardiak
lain yang normal pada saat berada pada ED. Lihat tabel 3 untuk
interpretasi bermacam-macam marker kardiak.

1
2

Berikan obat peringan nyeri tergantung pada diagnosa yang dibuat.


Lakukan CXR. Peran CXR pada nyeri dada dalam penegakan
diagnosa:
1. Komplikasi IMA, seperti gagal jantung dan edema pulmonal
2. Aortic dissection

60

3. Dengan penyebab respiratori, misal pneumothorax, pneumonia,


keganasan paru, fraktur tulang iga.
4. PE perifer
5. Pneumomediastinum, misal rupture spontan bullae paru, rupture esophagus.
2

Beberapa pedoman mengenai penempatan pasien dengan nyeri dada :

1. MRS-kan ACS dengan perubahan EKG atau nyeri yang terus menerus
ke dalam CCU.
2. MRS-kan unstabel angina tanpa ada perubahan EKG, atau jika nyeri
telah hilang pada bangsal umum kardiologi.
3. MRS-kan pasien dengan diagnosa sindrom nyeri dada tidak khas
(atypical chest pain syndrome) dengan factor resiko CAD pada bangsal
umum kardiologi, kecuali ED memiliki Chest pain Observational Unit
untuk pengawasan yang berkelanjutan.
4. Stabel angina dapat di KRS-kan dengan memulai pengobatan (aspirin 300mg
kemudian cardiprin 100mg OM (occipitomental), isosorbide dinitrat 5-10mg
dibagi dalam 3 dosis, propanolol 20mg dibagi dalam 2 dosis) apabila tidak
ada kontraindikasi, kemudian rujuk pada poliklinik kardiologi untuk follow up.
(Kelompok pasien ini kemungkinan bukan merupakan pasien CAD apabila
datang pada ED dengan riwayat stabel angina. Disarankan untuk
memasukkan/merawat pasien nyeri dada dengan riwayat CAD ke dalam RS.)

5. MRS-kan pasien dengan aortic dissection pada CT ICU.


Catatan : onset angina terbaru yang menyerupai angina stabel yang
didapat menurut riwayat dalam anamnesa, dipertimbangkan sebagai
Unstabel angina (UA). Sehingga seluruh serangan angina yang terjadi
untuk pertama kali harus diMRS-kan walaupun hasil EKG-nya normal.
2
Untuk terapi kasus dengan penyebab nyeri dada yang
mengancam jiwa, lihat pada pembahasan masing-masing bab.

Tabel 3 : Marker Kardiak


Kinetika Pelepasan
Marker
kardiak

Dapat
Peak level
Dideteksi

Kembali
normal

Mioglobin

1-2 jam

6-9 jam

24-36 jam

Creatinin
kinase
(CK)-MB

4-6 jam

18-24 jam 48-72 jam

Keuntungan
1.

Marker terawal yang


meningkat pada IMA
2.
Bermanfaat
untuk
menegakkan
diagnosa
IMA
dini
karena
mioglobin
meningkat
dalam waktyu 6 jam pada
hamper semua kasus IMA.

Kerugi

1. Tidak Spesifik b
Kondisi lain yang
peningkatan mioglob
a. Penyakit skeletal d
b. Gagal ginjal
c. Injeksi intramuscu
d. Exercise yang berat
e. Post pembedahan
f. Pemakai etanol berat
Sehingga
mioglobi
digunakan secara tun
diikuti dengan pem
kardiak lainnya.
1. Gold standart serologis
1. Tidak spesifik untu
untuk IMA. Digunakan untuk 2. Dapat terjadi false
criteria diagnosa IMA
dengan gagal ginjal.

menurut WHO

Troponin T

4-6 jam

12-120
jam

10-14 hari

3. Diagnostic window4. Kegagalan peningk


angka yang abnor
pasien IMA. Unt
sensitivitas
dan
persentase indeks
didefinisikan sebag
x 100% CK (U
digunakan. Apabi
kemungkinan IMA.
1. Bermanfaat untuk
IMA 1. Beberapa hasil fal
dengan presentasi lambat
pada pasien gaga

62
2.

Troponin I

4-6 jam

12-36jam

To : Time of presentation

7-9 hari

Bermanfaat
sebagai
dialysis, terutama pada pemeriksaan
indicator prognostic pada
troponin T generasi pertama.
angina unstabel. Pasien UA
dengan troponin T
+
memiliki prognosis yang
lebih buruk dari pada
pasien dengan troponin T
-.
3.
Merupakan indikator
prognostic
terbaik
dibanding troponin lainnya.
1.Marker jantung yang paling 1. Tidak tersedia secara luas
To 39 (10-78)
spesifik.
Ts 90-100
2.Tidak ada hasil false positif
pada pasien gagal ginjal.
3.Dapat digunakan sebagai
indicator prognostic pada
UA seperti halnya troponin
T.

Ts : Serial Biomarkers

To 93 (88-97)
Ts 83-96

63

22. Pain , low back ( Nyeri Punggung Bagian Bawah )


Caveats

Pasien dengan Low Back Pain (LBW) akut yang membutuhkan


perawatan immediate antara lain :
1. Hemodinamik tidak stabil (kelompok yang paling kritis)
2. Dengan trauma yang signifikan
3. Nyeri musculoskeletal yang tidak tertahankan
1
Pasien dengan nyeri punggung bersamaan dengan nyeri abdomen
merupakan pasien yang berada dalam resiko serius adanya perdarahan intrabdominal
atau retroperitoneal dan membutuhkan evaluasi yang tepat serta monitoring yang ketat.
2
Pasien yang sangat menderita akibat musculoskeletal back pain dengan
tanda vital stabil dapat diberi obat analgesik apabila telah melalui pemeriksaan awal.
3
Pasien dengan defisit neurologik progresif atau dengan disfungsi kandung kemih
atau disfungsi usus besar membutuhkan tindakan dekompresi melalui pembedahan.

4
Ada beberapa indikasi untuk foto polos lumbosakral pada ED :
1. Manifestasi klinis yang muncul mendukung adanya malignansi dengan
kemungkinan metastase pada tulang belakang bagian lumbal.
2. Ada riwayat trauma vertebrae yang bermakna.
3. Demam dan nyeri tekan yang terlokalisir yang menyokong adanya osteomielitis.
4. Ada deficit neurologist yang tidak dapat terjelaskan dan bersifat akut.
Terapi konservatif merupakan manajemen utama, meliputi relaksasi otot melalui
bed rest, terapi panas atau dingin, obat-obatan muscle-relaxing, serta analgesik
yang adekuat. 90% pasien akan berespon terhadap terapi tersebut.
Manajemen pasien bisaanya dilakukan dengan rawat jalan, dimana usulan MRS
dilakukan pada pasien dengan defisit neurologi atau nyeri yang terus menerus.

Catastrophic Illnesses
Dapat bermanifestasi sebagai LBP
1 Ruptur AAA (Abdominal Aortic Aneurysm) : bisaanya terjadi pada pasien pria usia
pertengahan atau usia tua dengan riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular,
yang muncul dengan LBP dan nyeri abdomen yang diikuti dengan pulsasi yang
cepat, sinkop, serta hipotensi borderline atau hipotensi yang nyata.
2 Ruptur Kehamilan Ektopik : seorang wanita berusia subur dengan factor resiko
terjadinya kehamilan ektopik, muncul dengan LBP onset akut, terkait dengan
perdarahan vagina, sinkop dan nyeri abdomen unilateral.
3 Cauda equina Syndrome : merupakan sebuah kasus lumbar disc disease yang jarang
terjadi namun memiliki komplikasi yang sangat serius. Pasien muncul umumnya dengan
gejala LBP, dengan penjalaran unilateral atau bilateral, anestesi perifer, kelemahan
motorik dari ekstremitas bawah, dan disfungsi sfingter (bisaanya retensi urin). Secara
klasik, intervensi bedah dalam 6 jam sejak onset gejala, dipertimbangkan sebagai
tindakan preventif esensial untuk mencegah defisit neurologik permanent.
4 Acute spinal cord compression : akibat proses ekspansi dari massa tumor, dapat muncul

sebagai LBP dengan deficit ekstremitas bawah, deficit bowel dan kandung kemih.

64

Keadaan ini memerlukan intervensi immediate unutk mencegah deficit neurologik


Tips khusus untuk dokter umum :
1 Pasien yang datang dengan nyeri musculoskeletal serta tanda
vital yang stabil dapat diterapi dengan analgesic. Nyeri yang
hebat tanpa ada respon terhadap pengobatan yang diberikan
harus dirujuk pada ED atau spesialis ortopedi secepatnya.
2 Nyeri punggung dengan tanda neurologik fokal atau disfungsi
bowel serta kandung kemih merupakan suatu keadaan yang
memerlukan tindakan pembedahan emergency di rumah sakit.
3 Selalu lakukan pemeriksaan abdomen dan perhatikan adanya
aneurisme aorta.

Manajemen
Pasien dengan Instabilitas Hemodinamik dan atau memiliki riwayat trauma yang Bermakna

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pasien selalu ditangani dalam area critical care


Peralatan intubasi dan resusitasi harus selalu berada dalam keadaan siap pakai
Berikan oksigen aliran tinggi melalui reservoir mask
Pasang setidaknya 2 jalur intra vena yang besar.
Berikan Hartmanns solution secara iv 1 liter kemudian ulangi pemeriksaan
parameter yang ada.
Berikan transfuse darah yang spesifik bila diperlukan.
Lab : GXM 4-6 unit, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, HCG urin jika diperlukan.
Monitoring EKG, tanda-tanda vital tiap 5-10 menit, pulse oksimetri.
Penempatan :
1. Konsultasi awal dengan bedah TKV (untuk suspek AAA) atau
2. Bedah umum dan ortopedi (dalam kasus trauma), atau
3. OBG (dalam kasus kehamilan Ektopik)

Pasien dengan Nyeri Muskuloskeletal yang Hebat dan Tidak Tertahankan


1
Harus ditangani paling tidak pada area intermediate care dan
lakukan evaluasi secara tepat.
2
Berikan kenyamanan pada pasien dan pindahkan pasien secara hati-hati.
3
Monitor tanda vital tiap 30-60 menit.
4
Analgesik
1. Pethidine (meperidine). Dosis : 50-100mg IM atau IV
2. Tramal (tramadone). Dosis : 50-75mg IM atau IV
3. Voltaren (diclofenak). Dosis : 50-75mg IM
1
Obat muscle relaxan : valium (diazepam) dosis : 5-10 mg po atau 25 mg iv (apabila diberikan melalui iv maka pasien harus berada dalam
pengawasan petugas medis).
2
Pemeriksaan ulang setelah 1 jam dan lakukan pemeriksaan
menyeluruh pada pasien dalam 4 posisi : berdiri, supinasi, pronasi dan duduk.
3
Lakukan pemeriksaan rectal serta periksa tonus anus.
4
Periksa adanya kehilangan sensasi sensorik pada daerah perianal.
5
Pertimbangkan foto polos lumbosakral.
6
Penempatan :
1. Kasus yang tidak ada komplikasi : KRS untuk bed rest pada permukaan yang
lunak dengan pemberian analgesic yang adekuat serta musle relaxan.

65

2. Kasus dengan komplikasi dan nyeri yang hebat ada perubahan


neurologik ringan serta tidak ada gejala disfungsi sfingter : MRS pada
bagian ortopedi untuk penatalaksanaan nyeri dan pemasangan traksi.
3. Jika ada bukti adanya spinal cord compression atau cauda equine
syndrome, maka konsul pada bagian NS.
4. Pasien lain yang harus MRS termasuk :
1. Pasien dengan infeksi yang membutuhkan terapi antibiotik iv,
misalnya pielonefritis dan prostatitis.
2. Pasien dengan fraktur kompresi lumbar spine untuk manajemen nyeri.
3. Pasien dengan fraktur prosessus transversus untuk evaluasi yang
terkait dengan injury.
4. Pasien dengan nyeri tidak tertahankan yang tidak mampu untuk
berjalan atau tidak dapat merawat dirinya sendiri.
5. Pasien dengan suspek metastase pada tulang belakang yang membutuhkan
terapi dexamethasone iv secepatnya. Lihat bab Oncology Emergencies.

66

23. Pain, Scrotal and Penile


CAVEAT
1 penyebab akut scrotal biasanya dapat dipastikan dari riwayat sakit,
pemeriksaan fisik dan urinalisa.
2 Tidak pernah ada diagnosa epididimitis pada prepubertas dengan nyeri
scrotal. Ini adalah torsio testis sampai terbukti sebaliknya.
3 Bila tersedia colour Doppler ultrasound akan sangat membantu diagnosa.
4 Apabila ragu-ragu, hampir selalu dilakukan eksplorasi pembedahan secara
hati-hati pada scrotum penderita.
Tips khusus bagi dokter umum;
1 selalu pertimbangkan tosio spermatic cord pada pasien dengan nyeri scrotal
baik yang terus menerus maupun yang hilng timbul. Ingat bahwa testis
dapat terpeluntir sebelum kembali spontan.
PADA BAYI ( ada 2 penyebab)
Torsio
1 kemungkinan terbanyak dari torsio adalah kelahiran sungsang
2 lilitan pada seluruh spermatic cord
3 necrosis
4 gambaran nyeri yang tidak terlalu jelas
5 scrotum biasanya memerah dan disertai dengan massa testis yang mengeras.
6 Pembedahan hamper selalu dilakukan untuk membuang testis yang rusak.
Trauma
1 biasanya terjadi pada kedua sisi
2 ada kerusakan kulit yang jelas
3 sebagian besar dapat membaik tetapi harus tetapdi follow up
4 perdarahan scrotal spontan yang tidak diketahui penyebabnya: cari
kerusakan yang meluas dan melebihi cincin inguinal superficial
PADA ANAK-ANAK
1 sangat dipengaruhi oleh kelompok usia
2 acute epididymo-orchitis biasanya disebabkan:
1. virus, tetapi penyebab terbanyak adalah E.Coli
2. lakukan urinalisa untuk melihat adanya piuria
3. MRS untuk
1. menyingkirkan torsio
2. pemeriksaan urinary tract untuk kelainan-kelainan konginetal
3 udem scrotal idiopatik
1. pembengkakan pada kedua scrotum tanpa hyperemia, tanpa nyeri.

67

2. berkaitan dengan haemolitic streptococcus, henoch-sconlein purpura,


dan kadang-kadang leukemia akut
PADA GOLONGAN ORANG DEWASA
1 kelompok umur ini merupakan kelompok dengan angka prevalensi
tetinggi untuk terjadinya kelainan akut scrotal
torsio testis
1 onset tiba-tiba pada nyeri testis yang berat, yang dapt menjalar ke paha
2 dapat disertai mual dan muntah
3 sebelumnya pernah ada episode nyeri yang self limiting
4 tidak ada tanda klinis yang spesifik yang dapat membedakan torsio dan
epididymitis. Keduanya ditandai dengan pembengkakan dan nyeri testis.
Adanya riwayat dysuria dan secret uretral lebih mengarah pada epididymitis.
5 Pemeriksaan yang menyatakan testis horizontal
6 Segera konsul urologi
7 Doppler ultrasound sangat bermanfaat untuk diagnosa segera, tetapi
penanganan difinitif tidak boleh terlambat.
8 Bila diagnosa sulit ditegakkan maka eksplorasi dengan pembedahan
harus segera dilakukan.
9 Keselamatan testis tergantung dari lamanya waktu antara mulai terjadinya
gejala dan pembedahan.(interval yang bias diterima umumnya 6 jam )
Torsio hidatid
1 prinsipnya terjadi pada anak2 prepubertas (10-12 th)
2 nyeri akut minimal muncul setelah 2-3 hari
3 lokasi tenderness berada diatas scrotum
4 pasien sering mengalami reactive hidrocele dan diperiksa adanya
strangulated hidatid (blue dot sign)
5 apabila diagnosa sudah dapat dipastikan, maka sebagian besar akan
berespon dengan anakgesik/NSAIDs. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa
nyeri dan bengkak dapat memberat dalam 48-72 jam
6 eksplorasi pembedahan dan eksisi munkin perlu dipertimbangkan pada
kasus-kasus yang meragukan
epididymo-orchitis
1 berkaitan dengan infeksi seksual menular, khususnya chlamydiatrachomatis
2 di ED penanganan dengan analgesic dan urogesik(phenazopiridine) 1 tabl. (analgesic
utk saluran kemih yang disertai dysuria) dan dapat juga untuk penanganan penyakit
menular seksual. Pasien di MRS kan bila diagnosanya meragukan.

3 Antibiotic terpilih adalah doxyciclin.


4 Adanya riwayat mumps parotis dapat dipastikan terjadi orchitis
Tumor testis
1 ditandai dengan nyeri scrotum yang akut, yang mengarah pada perdarahan
intramural dan capsular extension yang berkaitan dengan inflamasi.
2 Dapat menyerupai epididymo-orchitis

68

Arahkan ke urologi untuk evaluasi lebih lanjut.


Forniers gangrene (idiopatik gangrene scroyum)
1 merupakan penyakit yang dapat mengancam hidup
2 penyebabnya biasanya karena infeksi atau trauma di sekitar perineal
3 organisme yang predominant; bacteroides fragilis (anaerob), dan E coli (aerob).
Agent yang lain adalah haemolitic streptococcus, staph dan clostridia sp.
4 Gambaran klinisnya; pada pasien yang tua dan imunocompromised dengan
onset nyeri yang akut, erytema, dan udem scrotum yang disertai crepitasi
dan gangrene. Pasien panas dan mulai toksik.
5 Management;
1. suportif umum
2. perawatan
3. ceftriaxone iv 1-2 gram, dan metronidazole 500 mg iv. Serta gentamisi 60-80 mg.
4. segera konsultasi urologi untuk debridemant dan
5. hiperbarik oksigen
PENILE PROBLEM
Balanoposphitis
1 inflamasi pada glands penis (balanitis) dan posphitis, bila berulang,
pastikan adanya diabetes dan penyakit yang mendasari
2 pada pemeriksaan tampak retraksi pada permukaan kulit dan kotor, secret
purulent dan glands teraba tegang.
3 Management;
1. kebersihan yang baik
2. krim antijamur topical
3. sirkumsisi
4. jika muncul skunder infeksi, berikan antibiotic spectrum luas, seperti
ciprofloxacin 500 mg selama 7 hari. Jika terdapat penyakit menular
seksual tambahkan doksisiklin 100 mg selama 14 hari.
5. jika kasusnya berulang, cari kemungkinan diabetes mellitus
6. waspadai terjadinya kekerasan pada anak
7. jika ada phimosis, pasien harus segera di sircumsisi.
Phymosis
1 adalah dimana preputium penis tidak dapat ditarik atau diretraksi ke
proksimal sampai ke korona glans penis. Ini biasanya skunder dari infeksi
kronis pada permukaan kulit dengan jaringan parut yang progresif.
2 Management:
1. tindakan emergency bila terjadi dilatasi dari arteri di permukaan kulit,
2. tindakan difinitif adalah sirkumsisi
paraphimosis
1 adalah preputium penis yang diretraksi sampai ke sulkus koronarius tidak
dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis di
belakang sulkus koronarius.

69

1 Management: tindakan emergency diindikasikan sejak terdapatnya


tekanan pada pembuluh darah, yang dapat menyebabakan :
1. bila berlanjut dan menekan glands penis selama 5-10 menit, akan
menimbulkan edema dan menekan permukaan kulit sampai di glands
penis. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan pemberian lignokain gel atau
dilakukan blok pada nervus dorsalis penis dengan lignokain 1% 5 ml.
2. bila cara manual tidak berhasil, maka dapat dilakukan dengan local
anastesi tanpa adrenalin dan dilakukan dorsal slit procedure.
3. defintif terapi adalah dengan sircumsisi.
Priapismus
1 adalah nyeri yang timbul sasat ereksi yang mungkin juga berhubungan
dengan retensi urine.
2 Merupakan kegawatan medis (table)
Tabel1. penyebab priapismus
-----------------------------------------------------------------------Reversible
irreversibel
Berespon tehadap terapi medis
umumnya tdk berespon
Thd terapi medis.
-----------------------------------------------------------------------Injeksi corporal utk impotensi
lesi spinal cord atas
Infiltrasi leukemik
pengobatan dg. Phenothiazine,
Komplikasi pemakaian Viagra
beberapa antidepresan siklik.
Sickle cell disease
tidak diketahui penyebabnya.
1 pada pemeriksaan
2 management;
1. segera konsultasi urologi
2. terbutaline 0.25 0.5 mg tiap 4-6 jam. Ini merupakan terapi awal pada kasus
priapismus baik yang reversible maupun yang irreversible, tetapi tetap jangan
membuang waktu untuk konsultasi urologi bila respon terapi tersebut tidak mencapai

100 %.
3. aplikasi dengaan memberikan balok es, sedasi dan analgesic
dapat diberikan meskipun ini kurang efektif.
4. terapi selanjutnya tergantung dari penyebab yang mendasari terjadinya priapismus.
5. bila datangnya urologist terlambat, dapat dilakukan aspirasi darah 50 ml pada
corpora cavernosa dengan menggunakan jarum 18G atau yang lebih besar.
Prosedur ini dapat diulang dan diikuti dengan irigasi dengan menggunakan cairan
saline hangat yang mengandung heparin . pada beberapa kasus diberikan injeksi
corporal dengan 200 ug phenylephrine. (dimonitor vital sign tiap 5 menit).
6. jika ini gagal maka tindakan drainase dengan pembedahan perlu dipertimbangkan.
Torn prenulum
1 umumnya terjadi selama masturbasi yang berlebihan.
2 Pada pemeriksaan, oozing didapatkan disekitar frenulum.
3 Management;

70

1. ditekan langsung selama 5-10 menit


2. bila tekanan secara langsung tidak berhasil maka dilakukan jahitan
dengan benang sutra yang dapat diserap,
fraktur penis
1 umumnya terjadi karena kurangnya koordinasi dengan pasangan dengan
posisi wanita di atas
2 pada pemeriksaan umumnya penis mengalami flaksid tetapi terdapat
ekhimosis dan distorsi, dengan nyeri yang bervariasi
3 management;
1. analgesic, sering digunakan parenteral agonis opiate
2. balok es
3. segera konsul urologi.
****************************

71

24. Palpitasi

Caveats
1 Denyut jantung yang abnormal hampir selalu disebabkan karena gangguan
pada ritme kardiak, atau disritmia dan apa yang dirasakan oleh pasien
merupakan perubahan sekunder pada output kardiak (ingat bahwa cardiac output
berkaitan langsung dengan stroke volume dan Heart rate).
2 Takidisritmia menyebabkan peningkatan heart rate dan pengurangan stroke
volume, sedangkan premature ventricular contractions (PVCs) menghasilkan
peningkatan stroke volume pada setiap denyut yang mengikuti PVC sebagai hasil
dari peningkatan filling time selama compensatory pause.
1. Jangan membuang waktu untuk mengidentifikasi sifat disritmia yang paling tepat,
namun prioritaskan untuk:Periksa status hemodinamik pasien
2. Putuskan apakah keadaan tersebut termasuk narrow atau wide complex
dysrhythmia (tabel 1)
1 Jika keadaan pasien tidak stabil dengan tanda-tanda serius seperti
1. Gagal jantung atau dispneu;
2. Syok;
3. AMS;
4. Nyeri dada, maka lakukan immediate synchronized electrical cardioversion
(untuk kedua tipe : narrow dan wide complex).
Bukti-bukti yang ada tidak mendukung penggunaan lignokain untuk
membedakan perfusi
Ventricular tachycardia (VT) dan Wide complex Tachycardia dengan asal yang
tidak diketahui pasti.
Bukti-bukti tidak mendukung penggunaan Adenosine untuk membedakan
perfusi VT dan Supraventrikular (SVT) dengan aberrant ventricular contraction
(SVT yang dikonduksi oleh 1 ventrikel saja akibat transient bundle branch block).
Amioda rone saat ini merupakan DOC pada manajemen takidisritmia stabil,
karena efek spectrum antidisritmia-nya yang luas serta lebih sedikit menimbulkan
efek inotropik negative dibandingkan dengan obat lainnya.

Tabel 1 : Klasifikasi takidisritmia berdasarkan EKG


Narrow Complex
Wide complex
Regular
Irregular
Regular
Irregular
Sinus takikardi
Atrial
Monomorfik VT (gambar 3, Polimorfik VT
Fibrillation
4 dan 5 serta tabel 2)

72

Supraventricular
SVT dengan aberrancy
Takikardi
(SVT) Atrial
Flutter (Gambar 6 dan tabel 2)
(Gambar 1)
dengan berbagai
variasi Block
Atrial Flutter dengan
Setiap narrow complex
konduksi 1:1
atau Multifocal atrial tachycardia dengan BBB,
2:1 (Gambar 2)
tachycardia
yang regular, atau WolffParkinson- White (WPW)
syndrome

Semua
complex
tachycardia dengan
BBB yang ireguler
atau WPW syndrome
(Gambar 7)

Tips khusus Untuk Dokter Umum :


1 Pasien yang datang pada tempat praktek dengan palpitasi, kemungkinan
memiliki gejala dengan sifat yang ringan dan minimal dari isolated PVCs atau suatu
short bursts dari sebuah takidisritmia yang intermitten.
2 Jangan membuang waktu dengan mengartikan/manganalisa hasil EKG; namun
prioritaskan untuk memeriksa status klinis dari pasien.
3 Lakukan EKG 12 lead. Disritmia dapat bersifat Self limiting dan akan sangat
membantu bagi dokter di rumah sakit untuk mencari jejak adanya disritmia.
4 Berikan oksigen dengan nasal kanul pada aliran 2-6l/menit, sesuaikan dengan
kenyamanan pasien.

5 Ukur tekanan darah secara berkala.


6 Pasang jalur intra vena perifer dengan NS pada aliran yang lambat.
7 Berikan kenyamanan pada pasien karena pasien sering mengalami kecemasan dan
ketakutan untuk mati

8 Pindahkan pasien ke RS, lebih baik dengan menggunakan ambulan yang


dilengkapi dengan peralatan untuk memonitoring EKG secara terus menerus.
9 Catat PVCs yang disertai dengan R on T phenomenon sebagai salah satu
resiko tinggi untuk terjadinya VF (gambar 8).

Gambar 1 : Supraventricular AV nodal reentrant tachycardia pada wanita


usia 35th yang datang dengan keluhan palpitasi
mengkonfirmasikan
bahwa
pasien
Catatan : (1) regular, narrow QRS tachycardia sekitar menderita supraventricular AV nodal
200/menit. (2) Tidak ada gelombang P yang terlihat. reentrant tachycardia.
Pemeriksaan
elektrofisiologi
lanjutan

73

Gambar 2 : Atrial flutter dengan konduksi AV 2:1


Catatan : Selama konduksi AV 2:1, gelombang flutter F tersembunyi diantara QRS
complexes dan segmen ST/gelombang T. harus ada bukti yang menunjukkan adanya
peningkatan konduksi AV yang berakibat pada perlambatan ventricular rate (lihat
tanda panah). Arah panah menunjukkan gelombang Flutter (F).

Manajemen
Lihat bab Cardiac Dysrhytmias/Resuscitation Algorithms untuk ringkasan penatalaksanaannya.

Terapi Suportif
1 Pasien harus ditangani pada area critical care, dimana monitoring EKG secara terusmenerus dapat dilakukan, dan tersedia peralatan resusitasi serta defibrillator.

2
3
4
5

Berika oksigen jika terjadi penurunan SpO2.


Monitoring EKG, tanda vital tiap 15 menit, pulse oksimetri.
Pasang jalur iv perifer.
Lakukan pemeriksaan EKG 12 lead : apakah terdapat narrow atau wide
complex disritmia?

Gambar 3 : Ventricular tachycardia pada pasien dengan Infark Myocard acute


Catatan :
(1) Wide QRS tachycardia terjadi regular, sekitar 166x/menit.
(2) morfologi QRS superficial menyerupai pola left bundle branch,
kecuali gelombang r pada V1 dan V2 (arah panah) yang melebar,
sehingga menyebabkan ventricular ectopy.
(3) gambar ritme pada bagian bawah EKG menunjukkan fusion beats
(arah panah) dimana memiliki morfologi yang berbeda. Juga terdapat
kemungkinan suatu AV dissociation, karena ada bagian segmen
ST/gelombang T dari ventricular complex yang berurutan memiliki
sedikit perbedaan morfologi dan terlihat sebagai deformitas, yang
kemungkinan besar karena adanya superimposisi gelombang P yang
timbul kadang-kadang, berbeda dengan QRS complex yang ada.

74

Gambar 4 : Ventricular tachycardia


Catatan : (1) rapid ventricular rate 158x/menit. (2) wide QRS complex yang
regular (0,16 detik). (3) gelombang R monofasik pada V1 (4). rS complex
pada V5 dan V6 (5) aksis indeterminate sekitar 170 o.
Pemeriksaan fisik singkat yang penting untuk menentukan stabilitas hemodinamik
1 Tingkat Kesadaran : apakah pasien sadar dan orientasinya baik, merespon
pertanyaan dengan baik? Penurunan mentation mungkin mengindikasikan
immediate synchronized electrical cardioversion (lihat komentar selanjutnya).
2 Keadaan umum : termasuk adanya diaforesis, sianosis dan gejala yang dapat
ditoleransi.
3 Tanda-tanda vital

Gambar 5 : Ventricular tachycardia menunjukkan pola concordance


Catatan : (1) regular, takikardi wide QRS (190x/menit). (2). Seluruh QRS
complexes pada lead precordial dari V1 sampai V6 negatif pada polarity.
1 Teknik Cardioversion
1. Tempatkan chest patches pada lokasi infraclavicular kanan dan apical
(seperti halnya defibrillation).
2. Berikan diazepam iv atau midazolam untuk efek sedasi (jika tersedia).
3. Tekan tombol SYNC (synchronization) (tidak seperti defibrillation).
4. Pilih level energi, dimulai dari 100 joule untuk dewasa dilanjutkan dengan
200 J, 300J, dan 360 J secara berurutan bila diperlukan.

Gambar 6 : takikardi Supraventrikuler dengan induksi konduksi ventrikuler tambahan pada


laboratori elektrofisiologi seorang pasien usia 25th yang datang dengan keluhan palpitasi.

Catatan : (1) heart rate yang cepat yaitu right bundle branch block yang khas (pola
160x/menit (2) regular dan wide QRS trifasik rSR pada V1). (3) tidak ada
complexes (0,12 detik) dengan konfigurasi gelombang p yang jelas terlihat.

75

Gambar 7 : Atrial fibrillation pada pria 22 tahun dengan WPW syndrome


Catatan : (1) ritme irregular dan ventricular rate yang sangat cepat. (2) QRS
complexes lebarnya bervariasi.
Fokus Anamnesa (sangat bermanfaat jika waktu tersedia)
1 Riwayat palpitasi sebelumnya : jika positif, bagaimana keadaan tersebut
diterapi, apakah dengan maneuver fisik, medikasi atau terapi elektrik.
2 Apa yang telah pasien lakukan untuk mengatasi palpitasi? Apakah pasien
telah diajarkan untuk melakukan maneuver valsava dirumah? Jika telah
dilakukan, bagaimanakah hasilnya?
3 Gejala terkait lain seperti nyeri dada, dispneu, lightheadedness atau
kebingungan: indikasi adanya hipoperfusi end-organ dan dekompensasi.
4 Riwayat penyakit kardiovaskular pada pasien atau keluarga atau riwayat obat
yang dikonsumsi, misal penggunaan obat simpatomimetik, obat yang
mengandung bronkodilator atau teofilin, atau amfetamin seperti yang
terkandung didalam pil penurun berat badan.
Pemeriksaan fisik yang menjadi focus sekunder
1 Ulangi tanda-tanda vital : penting untuk mendeteksi kemajuan atau deteorasi
2 Ulangi pemeriksaan tingkat kesadaran dan perfusi perifer
Terapi
Narrow Complex Tachydysrhythmias
1 Terapi sangat tergantung dari diagnosa, misal sinus takikardi membutuhkan
terapi penyebabnya (nyeri, perdarahan, ansietas, efek antikolinergik, dsb).
2 Non farmakologis : penting dimana 25% pasien dengan SVT dapat dibantu dengan
valsava maneuver atau pemijatan sinus carotid (carotid sinus massage = CSM).

Catatan : Sinus carotid berlokasi di sudut mandibula, kemudian dengarkanlah


suara bruits sebelum melakukan CSM. Beberapa klinisi menghindari CSM
secara total pada pasien di atas 50 th untuk mengantisipasi eksistensi plak,
tanpa memperhatikan kehadiran atau tidak adanya bruit. Jangan lakukan
CSM pada pasien yang diketahui memiliki riwayat CVA atau TIA.

Gambar 8: R on T ventricular ectopic beats dan ventricular fibrillation pada pasien


dengan infark akut inferior
Catatan : (1) Perubahan hiperacute pada infark transmural inferior
sebagaimana terlihat pada peningkatan segmen ST pada lead II. (2) R on T
ventricular ectopic beats (E) menginisiasi ventricular fibrillation (VF).
1 Farmakologi : pilihan meliputi adenosine, verapamil atau amiodarone; semua telah
dibuktikan sama efektif dan dapat digunakan jika salah satu obat gagal untuk mengatasi

76

narrow complex tachycardia. Pilihan obat tergantung pada ketersediaan dan


pengalaman klinisi.
1. Adenosine merupakan ultra-short-acting AV nodal blocker (Tabel 2).
Dosis : 6 mg iv bolus cepat pada vena proksimal (bukan pada lengan atau
pergelangan tangan), diikuti secepatnya dengan aliran 20 ml saline dan elevasi
dari lengan. Dapat diulang 2 kali pada dosis 12 mg iv samapi total 30 mg.

2. Verapamil (Calsium channel blocker) sama efektifnya dengan adenosine.


Kerugiannya antara lain: (1) onset aksinya lama; dan (2) efek samping yang
bermakna dari penurunan kontraktilitas miokard dan vasodilatasi perifer.
Catatan : pretreatment dengan bolus cairan dan kalsium klorid (0,5 1g iv selama 5
menit) cukup bermanfaat untuk mencegah hipotensi yang diinduksi verapamil.

Perhatian : verapamil tidak boleh digunakan bersamaan dengan beta blockers


iv, dan harus dihindari pada pasien dengan wide complex tachycardias.
Dosis : 2,5-10mg iv; dapat diulang 15 -20menit kemudian; dosis total maksimum

20mg.
3. Amiodarone digunakan jika adenosine gagal dan terdapat tanda-tanda
gagal jantung kongestif.
Dosis : 150mg iv selama 10 menit; dapat diulang 1 kali.
4. Diltiazem (Calsium channel blocker) sama efektifnya dengan verapamil
dalam mengatasi narrow complex SVT. Keuntungan bila dibanding
verapamil adalah diltiazem lebih sedikit menyebabkan depresi miokard.
Dosis : 10-20mg iv selama 2 menit. Jika tidak efektif dapat diikuti 15 menit
kemudian dengan bolus yang kedua sebanyak 0,35 mg/kg iv. Jika
diperlukan, infus 5-15 mg/jam x 24 jam dapat diberikan.
5. Beta-blocker seperti esmolol dan propanolol juga efektif.
Esmolol memiliki T yang sangat singkat dan bersifat kardioselektif. Dosis :
0,5 mg/kg bolus selama 1 menit diikuti dengan infus 0,05 mg/kg/menit.
Loading dose dapat diulang dan tetesan infus dapat ditingkatkan sebanyak
0,05 mg/kg/menit tiap 5 menit prn sampai maksimal 0,2mg/kg/menit.
Propanolol merupakan DOC untuk SVT pada thyrotoxicosis karena ia
memblok sebagian proses pengubahan T3 dan T4. Perhatian : hindari
penggunaannya pada pasien COLD, CCF atau asma, dan pada pasien
yang telah diterapi dengan Calsium channel blockers. Dosis : 1 mg iv
selama 1 menit; dapat diulang tiap 5 menit sampai total 0,1-0,5mg/kg.
6. Digoxin : obat yang bersifat vagotonik. Kerugiannya adalah onset kerjanya lebih
lambat dibandingkan dengan obat yang tersebut diatas (dapat membutuhkan
beberapa jam). Dosis : 0,5mg iv bolus sebagai dosis awal, dengan dosis ulangan
0,25mg tiap 30-60 menit prn. Dosis total tidak boleh melebihi 0,02 mg/kg.
Tabel 2 : Keuntungan dan Kerugian
pemberian Adenosine dibanding Verapamil

77

Keuntungan
Kerugian
T yang pendek <10 detik
- Efek samping flushing, dispneu dan nyeri dada
Efek hipotensi dan depresi miokard - Rekurensi SVT sering terjadi (pada 50-60% pasien)
yang lebih rendah
- Interaksi obat cukup bermakna: antagonis dengan
teofilin dan kafein, potensiasi dengan
dipyridamole dan carbamazepine
Catatan : Adenosine bisaanya tidak mengubah
disritmia pada paroxysmal atrial tachycardia,
atrial flutter atau atrial fibrillation, namun akan
mengurangi ventricular rate karena penurunan
konduksi atrioventricular.

Atrial Fibrillation (AF) dengan rapid ventricular fibrillation


Adanya pasien dengan atrial fibrilasi dan rapid ventricular fibrillation merupakan masalah
yang special. Jika hemodinamik pasien stabil, peran dokter spesialis EM adalah untuk
memperlambat respon ventrikuler dan BUKAN merubah ritme jantung menjadi Sinus
rhythm kecuali dokter tersebut yakin bahwa durasi AF terjadi < 48 jam. Pengubahan ke
sinus rhythm tanpa pemberian antikoagulasi yang adekuat akan menyebabkan
embolisasi klot yang terekat pada dinding atrium kanan. Penelitian menyatakan bahwa
penggunaan Calsium Channel Blocker (diltiazem atau verapamil) dan beta blocker
(esmolol dan metoprolol) merupakan obat yang efektif untuk mengatur heart rate pada
pasien AF yang stabil. Dosis : Diltiazem iv 10-20mg selama 2 menit.
Catatan : Digoxin tidak menunjukkan efektivitas untuk mengontrol heart rate
akut. Namun, jika pasien dalam keadaan gagal jantung, pilihan bisa berupa
digoxin atau amiodarone.
Secara keseluruhan, keberhasilan chemical cardioversion hanya sekitar 50%. Literature
yang menerangkan penelitian untuk membandingkan efektivitas obat untuk mengubah
AF menjadi sinus rhythm banyak yang bersifat kontradiktif. Pilihan terapi meliputi :
1 Class 1A agents (quinidine dan procainamide) : obat-obatan yang paling tradisional
yang digunakan dalam cardioversion, dengan angka kesuksesan sebesar 40-80%.
2 Amiodarone : 93 % berhasil mengembalikan sinus rhythm dalam 24 jam namun tidak
secepat calsium channel blocker atau beta blocker dalam menurunkan heart rate.
3 Propafenone : berhasil pada penggunaan melalui iv dan per oral.
4 Fleicainide : berhasil sebagai cardioversion dalam 2-3jam ketika digunakan
melalui bolus iv atau po namun kekhawatiran efek prodisritmik menyebabkan
keterbatasan penggunaannya.
5 Ibutilide : terminasi cepat AF dengan pengubahan heart rate lebih cepat daripada
procainamide namun dilaporkan bahwa ia menyebabkan torsades de pointes sebesar
4,3%.
Jika pasien dengan rapid atrial fibrillation mengalami ketidakstabilan hemodinamik,
keputusan sulit untuk melakukan electrical cardioversion setelah pemberian heparin 5000
unit iv harus dilakukan. Resiko tremboembolisme setelah atrial fibrillasi sepertinya terus
berlangsung selama beberapa minggu setelah cardioversion. Sehingga antikoagulan harus
terus diberikan selama 3 bulan kecuali didapatkan adanya kontraindikasi.

78

Catatan : Direct Cardioversion aman dan efektif (90% conversion rate) pada
konversi AF menjadi sinus rhythm.
Hospitalization : tidak harus dilakukan pada seluruh pasien AF, namun perlu dilakukan bila :

1 Dengan gangguan hemodinamik


2 Terdapat gejala aritmia yang hebat (misal nyeri dada, tanda iskemik koronaria, CCF)
3 Terdapat resiko tinggi untuk embolisme (misal gagal jantung, CCF, mitral
stenosis, riwayat CVA, usia >65tahun)
4 Terdapat AF>48 jam atau durasi yang tidak pasti untuk mengkontrol heart rate
dan menginisiasi antikoagulasi.
5 Terdapat kegagalan cardioversion pada ED
AF dapat dipertimbangkan untuk KRS bila :
1 Durasi <48jam, juga mengalami keberhasilan dalam terapi cardioversion di
ED, tanpa adanya tanda gagal jantung atau iskemik.
2 Onset awal AF dengan control ventricular rate yang baik, keadaan umum
baik, dan telah mengalami pengaturan terapi antikoagulasi. Atur jadwal control
untuk follow up pada spesialis jantung.
Wide Complex Tachydysrhythmias
Catatan : seluruh regular wide complex tachycardias harus diterapi sebagai
ventricular tachycardia, terutama bila pasien memiliki riwayat CAD.
Pengecualian pada pasien :
1 Memiliki riwayat SVT dan suspek aberrancy : berikan adenosine/verapamil
2 WPW syndrome dengan preexcitation tacycardias : berikan adenosine/amiodarone
Catatan : Jangan melakukan terapi irregular wide complex tachycardia (gambar
7) dengan Calsium Channel Blockers (verapamil atau diltiazem), beta blockers
atau digoxin karena blocking pada AV node dapat menyebabkan impuls dari AF
ke jalur accessory di bagian bawah dan dapat menyebabkan VF.
Sebelum memberikan obat apapun, periksa hemodinamik pasien. Adanya instabilitas
mengharuskan untuk memberikan sedasi yang diikuti dengan sinkronisasi electrical
cardioversion.
1 Amiodarone : obat ini merupakan obat pilihan karena efektif pada VT, SVT
dengan aberrancy dan SVT. Jika terjadi kegagalan, maka synchronized
cardioversion merupakan indikasi.
Dosis : amiodarone 150 mg iv selama 10 menit; dapat diulang 1 kali.
2 Procainamide merupakan obat pilihan kedua.
Dosis : 100mg selama 5 menit; dapat diulang sampai total 1 g, diikuti dengan
infus 1-4 mg/menit
Perhatian : Hentikan bolus jika :
1. Disritmia berhenti
2. QRS complex melebar 50%
3. terjadi hipotensi
4. total 1 g telah diberikan
2
Lignokain : masih merupakan pilihan popular karena penggunaannya
yang cukup lama, toksisitasnya relative rendah dan mudah dalam pemberiannya.

79

Namun, bukti penelitian tidak mendukung penggunaannya kecuali sebagai


pilihan kedua atau ketiga.
Dosis : 1,0-1,5 mg/kg iv; ulangi dalam 3-5 menit sampai dosis maksimum 3 mg/kg.
Tabel 3 : Cara Membedakan VT dari SVT dengan Aberrant Conduction atau Prior
Bundle Branch Block
VT
Riwayat
IHD; CCF; usia > 35 tahun 90% spesifik untuk VT
Pemeriksaan Fisik
1. Irregular
cannon
gelombang a pada
pulsasi vena jugularis
2. Intensitas
suara
jantung pertama yang
bervariasi
EKG
1. Lebar QRS
2. Hubungan AV

SVT
Bagaimanapun, riwayat (-)
tidak dapat menyingkirkan
diagnosa SVT

Mungkin ada

Tidak ada

Mungkin ada

Tidak ada

Bisaanya >140 ms
<140 ms
AV dissociation (<50% VT) (Gambar 3)
Fusion Beats (kombinasi sinus dan
takikardi QRS) (gambar 3)
Capture Beats (depolarisasi total dari
ventrikel oleh konduksi sebuah sinus
beat)

30o sebelah kiri atau pada kuadran IV


(gambar 4)
4. Pola concordance Diagnostic virtual VT (gambar 5)
(terdapat pada QRS
complex yang + atau
pada semua
lead
prekordial
5. Morfologi QRS
Pada V1: Gelombang R monofasik. Pada V1: Trifasik QRS
Wide
complex
qR complex...
tachycardia
dengan
left rabbit ear lebih besar right rabbit ear lebih tinggi
pola
RBBB
daripada right ear . daripada left ear
(didefinisikan
sebagai Pada V6: Pola QS
QRS positif dominant
Rasio r/s <1.
pada lead V1)
Pada V1-2: Gelombang R awal tinggi dan
lebar >0,04 detik dengan
slurring bagian awal dari
QRS ..
Pada V6: QS atau predominan defleksi
negative..
3. Aksis QRS

80

25. Poisoning: general prinsip ( Keracunan Prinsip Umum )


Caveats
1 Riwayat overdosis obat (OD) sering tidak dapat dipercaya. Sehingga
seseorang harus memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi dan asumsikan
kemungkinan overdosis berbagai macam obat termasuk konsumsi alcohol.
Lihat Annex untuk mengetahui sumber keracunan utama di Singapore.
2 Berikan perhatian lebih pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui petunjuk
tipe keracunan yang terjadi.
3 Pasien dengan AMS dengan kecurigaan OD harus di-EKG untuk mengeksklusi
kemungkinan keracunan antidepresan golongan siklik dan periksa GDA untuk
mengeksklusi adanya hipoglikemi. Pertimbangkan beberapa diagnosa banding
AMS lainnya. Lihat bab AMS (Altered Mental State).
4 Ingat bahwa manajemen yang bijaksana dalam menangani OD meliputi
pemberian perhatian pada keadaan emosional/psikologis pasien, disamping
juga harus menangani efek klinis dari OD.
5 Gastric Lavage jangan digunakan secara rutin pada setiap kasus OD. Lihat
baba Gastric decontamination untuk lebih detilnya.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum
1 Jangan menginduksi EMESIS pada pasien dengan OD menggunakan sirup
Ipekak. Karena sirup ipekak dapat memperlambat pemberian atau mengurangi
efektivitas dari arang aktif, antidotum oral, dan iritasi yang terjadi di seluruh bowel.
2 Secara umum akan lebih aman untuk merujuk pasien OD ke ED dengan ambulan.
Sebuah pengecualian yang pasti adalah pada pasien anak-anak yang secara tidak
sengaja meminum pil KB, cukup beri KIE dan pasien dapat dipulangkan.

3 Pertimbangkan kemungkinan kecelakaan yang tidak disengaja pada pasien


pediatric dengan riwayat keracunan.
4 Perhatikan ABC pada pasien OD sebelum dirujuk ke ED.

81

Riwayat/Anamnesa
1 Pasti OD atau OD yang masih belum jelas?
2 Apa, kapan, seberapa banyak, bagaimana, dimana, kenapa? Gejala akibat paparan?
3 Apa ada resiko bunuh diri? Jika ada, konsul bagian psikiatri.
4 Riwayat psikiatri dan penyakit dahulu (termasuk riwayat pengobatan).
5 Apa ada percobaan bunuh diri sebelumnya?
Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
Lihat tabel 1 untuk lebih detilnya
Bau
Bau yang jelas : bensin/bahan pemutih/insektisida
1 Bau lain dapat dilihat pada tabel 2

82
Tabel 1 : Diagnosa Banding Beberapa Tanda Vital Akibat Over Dosis Obat
Temperatur
HIPOTERMI (COOLS)
C Carbon monoxide
O Opioid
O Oral Hypoglycaemics, insulin
L Liquor
S Sedative hypnotics

Denyut Nadi/ritme
BRADIKARDI (Paced)
P Propanolol (beta blockers)
A Anticholinesterase drugs
C Clonidine, Calsium channel
E Etanol/alkohol
D DigoKSin

Tekanan Darah
HIPOTENSI (CRASH)
C
Clonidine
(atau
antihipertensi lain)
R Reserpin
A Antidepresan
S Sedatif hipnotik
H Heroin (opiates)
HIPERTERMI (NASA)
TAKIKARDI (FAST)
HIPERTENSI (CT SCAN)
N Neuroleptic malignant syndrome, F Free base (cocaine)
C Cocain
nicotine
A AntiKolinergik, antihistamin, amfetamin T Teofilin
A Antihistamin
S Simpatomimetik (kokain, PCP)
S Simpatomimetik
S Salisilat, simpatomimetik
T Teofilin
C Caffein
A Antikolinergik, antidepressan
A Antikolinergik, amfetamin
N Nikotin
DISRITMIA
Digoksin
Siklik antidepressant
Simpatomimetik
Fenotiazine
Khloral hidrat
Antikonvulsan

Respiratory
HIPOVENTILASI
Opioids

HIPERVENTILASI
Salisilat
CNS stimulant
Sianida

83

Tabel 2 : Bau dari Zat Racun


Bau
Kemungkinan Racun
Buah-buahan
Etanol
Kapur barus
Kamper/naftalene
Buah Almond
Sianida
Pelitur
Sianida
Stove gas
Karbonmonoksida
Telur busuk
Hidrogen sulfide
Bawang putih
Arsenik/parathion
Wintergreen
metilsalisilat
Catatan : Karbon monoksida tidak berbau. Stove gas berbau karena adanya zat
berbau busuk yang dikenal senagai merkaptan.
Pemeriksaan Neurologik
1 Tingkat Kesadaran : Lihat beberapa jenis obat dan racun yang dapat menyebabkan koma
atau stupor
CNS Depressan Umum
Hipoksia selular
AntikolinergikKarbonmonoksida
Antihistamin Sianida
Barbiturat
HIdrogen sulfida
Antidepresan gol.siklik
Metamoglobinemia
Etanol dan alcohol lain
Fenotiazin
Obat sedative-hipnotik
Zat Simpatolitik
Mekanisme lain atau yang tidak diketahui
Klonidin
Bromida
Metildopa
Hypoglicaemic agents
Opiat Litium
Phencyclidine
Salisilate
1 Pupil : obatobat dan racun yang berefek pada pupil :
MIOSIS (COPS)
MIDRIASIS (AAAS)
C Cholinergics, klonidin
A Antihistamin
O Opiat, organofosfat
A Antidepresan
P Phenotiazines, pilocarpin, pontin bleed
A Antikolinergik, atropin
S Sedatif-hipnotik
S
Simpatomimetik
(kokain,
amfetamin)
1 Fits/kejang disebabkan oleh zat dibawah ini (OTIS CAMPBELL)
O Organofosfat
C Camphor, cocaine
T Cylic antidepressant
A Amfetamin
I Insulin, isoniazide M Metilxantin
S Sympathomimetics
P PCP (Phencyclidine)
B Beta blocker
E Ethanol
L Lithium
L Lead
1 Tanda Fokal : lihat penyebab yang lain, misalnya
trauma Kulit

2 Diaforesis (SOAP) dan Hipoglikemi

84

S Simpathomimetics
O Organofosfat
A ASA (Salisilat)
P PCP dan hipoglikemi
1 Kulit Kering : Antikolinergik
2 Blistering/Melepuh
1. Karbonmonoksida
2. Barbiturat
3. Poison ivy
4. Sulphur mustard
5. lewisite
1
Kulit
menjadi
Berwarna Merah : Antikolinergik
Sianida
Karbonmonoksida

Biru : Metamoglobinemia
2
Terdapat bekas tusuk jarum : opioid
Toxidromes
1
Opioid
1. Koma

2. Depresi respiratori
3. Pinpoint pupil
4. Hipotensi
5. Bradikardi
2
Kolinergik
(SLUDGE)
misalnya
organofosfat/karbamat S Salivasi
L Lakrimasi
U Urinasi (BAK)
D Defekasi
G Gastric emptying (pengosongan
lambung) E Emesis
1. Drowning in their own secretions (tenggelam dalam sekret mereka sendiri)
1. Bronchorrhoe
2. Spasme bronkus
3. Edema pulmonal
2. AMS
3. Kelemahan otot dan paralise
4. Bau bawang putih
Antikolinergik; misal antihistamin, siklik antidepressant, homatropin,
skopolamin
1. Hipertermi
2. Vasodilatasi kutan
3. Penurunan salivasi
4. Sikloplegia dan midriasis
5. Delirium dan halusinasi
6. Tanda-tanda lainnya
a. Takikardi

85

2. Retensi urin
3. Penurunan motilitas GIT/ hilangnya bising usus

Salisilat
1. Demam
2. Takipneu
3. Vomiting
4. Letargi (jarang terjadi koma)
5. Tinnitus
1
Simpatomimetik misal : kokain,
amfetamin 1. Hipertensi
2. Takikardi
3. Hiperpireksi
4. Midriasis
5. Ansietas atau delirium
2
Sedatif-hipnotik misal : barbiturate, benzodiazepine
1. Perubahan pupil yang tidak dapat diprediksi

2. Kebimgungan atau koma


3. Depresi nafas
4. Hipotermi
5. Vesikel atau bulae
3
Ekstrapiramidal : Gambaran parkinsonian (TROD)
1. Tremor
2. Rigiditas
3. Opistotonus, krisis okulogirik
4. Disfonia, disfagi
Kategori obat ini termasuk zines
1. Klorpromazin (Largactil/Thorazine)
2. Proklorperazin (Stemetil/Compazine)
3. Haloperidol (Haldol)
4. Metoklopramide (Maxolon/Reglan)
4
Hemoglobinopati
1. Karboksihemoglobinemia
1. Sakit kepala
2. Nausea, vomiting, gejala flu like illness
3. Sinkope, takipnoea, takikardi
4. Koma, konvulsi
5. Kollaps kardiovaskular, gagal nafas
2. Metamoglobinemia
1. Manifestasi klinis yangmenonjol adalah sianosis (chocolate blood)
2. Asimtomatik (level metamoglobin <30%)
3. Fatigue, kelemahan, pusing, sakit kepala (level metamoglobin 30-50%)
4. Letargi,stupor, depresi nafas (level metamoglobin >55%)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1
FBC : peningkatan TWC = infeksi/zat besi/teofilin/hidrokarbon
2
Elektrolit Serum
1. Anion Gap = [Na+] - [HCO3-]- [Cl-]
2. Anion gap normal = 8 sampai 16 mEq/l
1
Asidosis metabolic/peningkatan anion gap

86

C Carbonmonoxide, sianida
M Metanol, metamoglobin
A Alkoholic ketoacidosis U Uremia
T Toluene
D Diabetik ketoasidosis
P Paraldehide
I INH/Besi
L Laktic asidosis
E Etilen glikol
S Salisilat, solvent/pelarut
1
Serum Urea dan kreatinin : untuk mengidentifikasi adanya disfungsi ginjal
2
Pemeriksaan toksikologi terhadap kadar obat, bermanfaat pada :
1. Paracetamol
2. Salisilat
3. Kolinesterase
4. Besi
5. Litium
6. Teofilin
7. Karbonmonoksida
Foto X Ray

Dada
1. Agen yang toksik terhadap pulmo, contoh hidrokarbon/gas toksik/racun/paraquat
2. edema
pulmonal
non
kardiak,
contoh
:
opiate/fenobarbiton/salisilat/karbonmonoksida

Abdominal : toksin radioopaque pada foto x ray (CHIPES)


C Chloral hydrate
H Heavy metal /logam berat
I Iron (besi)
P Phenothiazine
E Enteric-coated preps (salisilat)
S Sustained release products (teofilin)
EKG
1 Siklik antidepresan mempengaruhi system konduksi kardiak, misal PR yang
memanjang dan QRS interval yang memanjang
Manajemen
Pasien dengan AMS atau instabilitas hemodinamik harus ditangani pada area critical
care. Walaupun banyak kasus OD yang dapat ditangani pada area intermediate care.
Kasus Pada Area Critical Care
1 Peralatan manajemen airway harus selalu dalam keadaan
tersedia. Catatan : pasien dengan Oksigenasi
Yang adekuat namun memiliki gangguan gag reflex dan memerlukan gastric
lavage akan membutuhkan intubasi profilaksis orotracheal.
1 Obat resusitasi harus selalu tersedia
2 Berikan suplemen O2 untuk maintenance SPO 2paling tidak 95%)
3 Monitoring EKG, tanda-tanda vital, tiap 5- 15 menit, pulse oksimetri
4 Pasang jalur iv perifer
5 Labs : lihat bab Diagnostic aids laboratory
6 Pasang kateter (tergantung kasus)

87

1 Kontrol kejang dan diritmia; penatalaksanaan standart dapat dilakukan kecuali


pada keracunan antidepresan gol. Siklik. Dimana komplikasi kardiak dan CNS
dapat dicegah dengah alkalinisasi darah sampai pH 7,5. hal ini bisa dicapai
dengan hiperventilasi atau pemberian sodium bikarbonat iv, atau keduanya.
Cairan yang digunakan Pada keadaan Koma
1 Dekstrose 50% : berikan hanya bila hipoglikemi sudah jelas terjadi karena
sebenarnya ia dapat mengganggu penyembuhan gangguan neurologik.
2 Nalokson (Narcan):
Mekanisme kerja : efek berkebalikan dari opioid sperti depresi nafas, sedasi
dan hipotensi.
Efek Klinis : Onset terjadi dalam 2 menit.
Dosis : Tidak bergantung pada usia dan ukuran tubuh (kecuali neonatus).
Dosis dewasa dan anak-anak 2mg (dapat diulang sampai 10-20mg).
Jalur pemberian : iv/endoytracheal/intralingual
Indikasi : aman digunakan namun hanya menambah sedikit nilai diagnostic
dimana sensitivitas parameter klinik sebagai prediktor respon terhadap
nalokson adalah sebesar 92%.
Perhatian : potensiasi tercetusnya dari gejala withdrawal dapat terjadi pada
pasien yang telah kecanduan opioid. T1/2 nalokson kadang lebih rendah
daripada beberapa opioid lain. Sehingga, ada kebutuhan untuk memonitoring
secara terus menerus disertai pemberian nalokson ulang.
1
Perkiraan overdosis opioid : lihat tabel 3
2
Perkiraan respon terhadap nalokson : lihat tabel 4.
Tabel 3: Perkiraan Overdosis Opioid
Parameter klinik
Laju nafas < 12x/menit
Pupil Pinpoints
Bukti yang circumstantial
Apapun yang tersebut diatas

Sensitivitas (%)
79
75
67
92

Tabel 4 : Perkiraan Respon Terhadap Nalokson


Parameter klinik
N
Laju Nafas < 12x/menit
20
Pupil Pinpoint
22
Bukti yang circumstantial
15
Apapun yang tersebut diatas
24

Spesivisitas (%)
94
85
95
76
Sensitivitas (%)
80
88
60
96

1 Flumazenil (Anexate)
Mekanisme Kerja : merupakan suatu Benzodiazepin (BZD) yang secara
structural terkait dengan midazolam. Flumazenil berkompetisi dengan
benzodiazepine lain pada reseptor omega I pada CNS.
Efek Klinis : Onset 1-2 menit dengan efek puncak dalam 35 menit. Durasi efek : 1-4 jam
Dosis kecil berkebalikan terhadap hypnosis, yaitu sedasi BZD
Dosis Besar berkebalikan terhadap efek antikonvulsan BZD.

Indikasi : Overdosis BZD dalam kondisi sedasi yang masih sadar akan
meningkatkan status pernafasan.

88

Peningkatan tingkat kesadaran pada kasus OD benzodiazepine untuk


mencegah prosedur intubasi atau invasive.
Dosis : inisial 0,2 mg iv; tunggu 30 detik, kemudian diulangi pada dosis 0,3mg iv;
jika diperlukan, dapat diberikan 0,5 mg/menit lagi sampai dosis total 3-5 mg.
Efek Samping : BZD withdrawal
Kejang, terutama pada pasien ketergantungan siklik antidepresan
atau BZD. Flush
Nausea dan/ atau vomiting
Ansietas, palpitasi, ketakutan

Kontraindikasi : Psien yang mengkonsumsi BZD dalam jangka panjang untuk


mengkontrol kejang.
Penggunaan BZD untuk antisipasi, misal sedasi, relaksasi otot,
antikonvulsi. Toksisitas siklik antidepresan yang terjadi bersamaan.
Trauma kepala yang berat
1 Tiamin : umumnya aman; diindikasikan pada semua pasien alkoholik atau pada
lansia, malnutrisi. Dosis : 100 mg iv bolus selama 1-2
menit. Dekontaminasi
1 Tergantung pada agent yang terlibat, perlengkapan proteksi yang tepat
harus digunakan. Pada kadar minimal, petugas harus mematuhi seluruh
peraturan dasar yang berlaku.
2 Prosedur dekontaminasi:
1. Pindah dari area yang terkontaminasi
2. Buka seluruh pakaian yang terkontaminasi
3. sikat bersih seluruh kulit dari kontaminasi bubuk untuk menghindari reaksi
eksotermik ketika kontak dengan air yang digunakan untuk dekontaminasi.
4. Cuci seluruh area dengan air dan/atau larutan sabun (dan shampoo
rambut). Gunakan scrub yang halus jika ada.
5. Area yang harus diperhatikan adalah kepala, aksila, groin dan punggung.
6. Sikat bagian bawah kuku
7. Irigasi mata jika terkontaminasi
8. semua luka yang terbuka harus didekontaminasi dengan air.
Tujuan akhir dekontaminasi
1. Sampai terjadi pengurangan rasa nyeri, jika paparan terhadap kulit
terjadi secara primer
2. Jika terjadi kontaminasi pada mata, sampai gejala nyeri menghilang
dan/atau ada kemungkinan perubahan warna pH kertas Litmus sesuai
dengan sifat agent yang terlibat.
3. Dekontaminasi penuh harus dilakukan 5-8 menit.
Dekontaminasi Lambung
1
Dilusi : air/susu
2
Gastric lavage harus tidak dilakukan sebagi penatalaksanaan rutin pada
pasien keracunan. Pada penelitian eksperimental, jumlah marker yang dikeluarkan
melalui gastric lavage sangatlah bervariasi dan akan menghilang seiring waktu. Tidak
ada bukti yang pasti bahwa penggunaannya akan memperbaiki outcome pasien serta
dapat menyebabkan morbiditas yang cukup bermakna.

Indikasi : Tidak dipertimbangkan kecuali pasien telah menelan sejumlah zat


racun yang berbahaya bagi jiwa dalam waktu 1 jam sejak ditelan.
Walaupun demikian, manfaat klinis belum dapat dipastikan melalui
penelitian yang ada.

89

Kontra indikasi Penelanan zat korosif


Penelanan zat distilasi petroleum
Keadaan yang menuju kejang
Penelanan zat Non toxic
Penelanan bahan yang tajam
Diatesis hemorhagik signifikan
Prosedur : Gunakan Tube yang paling besar
Untuk memproteksi jalan nafas

Tempatkan pasien pada posisi left lateral dan posisi mild


tredelenburg Periksa penempatan tube dengan benar
Aspirasi isi lambung dan simpang specimen untuk
dikirim/diperiksa Lakukan cuci lambung dengan cairan
Gerakkan lambung
Ulangi hingga cairan yang dicuci telah jernih
1 Arang aktif
1. Dosis tunggal : jangan diberikan secara tunggal pada penatalaksanaan
keracunan. Berdasarka penelitian yang menggunakan sukarelawan,
efektivitas arang karbon aktif akan menurun seiring waktu; manfaat
terbaik ditemukan dalam waktu 1 jam setelah dikonsumsi/ditelan.
2. Indikasi : dapat dipertimbangkan jika pasien telah menelan sejumlah zat toksik
(yang dapat diserap oleh arang aktif) dalam waktu 1 jam; data yang ada
belum cukup untuk menentukan keefektivitasan penggunaaan arang aktif bila
digunakan lebih dari 1 jam sejak penelanan racun. Juga tidak ada bukti yang
menyatakan adanya kemajuan output klinik setelah penggunaan arang aktif.

3. Dosis multiple : pemberian ulang (>2 dosis) bertujuan untuk


meningkatkan efek eliminasi obat. Cara kerjanya:
1. Berikatan dengan obat yang berdifusi dari sirkulasi ke dalam lumen usus.
Setelah absorbsi, obat akan masuk kembali ke dalam usus dengan difusi
pasif yang dihasilkan karena konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan di darah. Laju difusi pasif bergantung pada gradient konsentrasi
dan aliran darah. Gradient konsentrasi ini dipertahankan dan obat akan
terus masuk ke lumen usus dimana kemudian ia akan diabsorbsi oleh
arang aktif. Proses ini dikenal sebagai Gastrointestinal Dialysis.
2. Mengganggu sirkulasi obat pada siklus enterohepatik dan enterogastrik.

4. Indikasi : Dosis multiple arang aktif harus dipertiombangkan hanya jika


pasien menelan sejumlah obat yang mengancam jiwa, misalnya
carbamazepin, dapsone, fenobarbitone, quinine atau teofilin.
5. Obat-obatan yang dapat diserap oleh Arang aktif:
Asetaminofen
Amfetamin
Arsenik
Aspirin
Chlorpheniramine
Klorpromazine
Kokain

Digoksin
Ethchlorvynol
Glutethamide
Imipramide
Iodine
Ipekak
Isoniazide

Meprobamate
Mercuric Chloride
Metilsalisilat
Morfin
Nortryptilin
Paraquat
Fenobarbitone

Fenilpropanolamin
Fenitoin
Propoksifen
Quinidin
Quinine
Salisilat
Secobarbitone

90

6. Substansi yang tidak diabsorbsi oleh arang aktif


1. Ion sederhana : besi, litium, sianida
2. Asam dan basa kuat
3. Alkohol sederhana : methanol, etanol
2 Katartik : pemebrian katartik secara tunggal tidak memiliki peran pada pasien
yang keracunan., serta tidak direkomendasikan sebagai metode untuk dekontaminasi
usus. Berdasarkan data yang tersedia, penggunaaan rutin katartik sebagai kombinasi
dengan arang aktif tidak dibenarkan. Jika menggunakan katartik maka harus dibatasi
sebagai dosis tunggal untuk meminimalisir efek samping yang ada.
Mekanisme kerja : penurunan waktu transit gastrointestinal (kontroversi)
Menetralisir efek konstipasi dari arang aktif
Juga berguna untuk irigasi bowel.
Kontraindikasi Diare yang sebelumnya telah terjadi

Obstruksi bowel/ileus
Keadaan deplesi volume cairan
tubuh Bayi
Gagal ginjal sebagai kontraindikasi
magnesium yang mengandung katartik
Trauma abdomen

penggunaan

Tindakan untuk meningkatkan usaha Eliminasi


1 Forced alkaline diuresis
Alkalinisasi : alkalinisasi urin untuk meningkatkan eliminasi asam lemah
memiliki peran yang terbatas pada salisilat, fenobarbitone, dan
herbisida 2,4 (asam diklorofenoksiacetik [2,4-D]).
Regimen Siklus 1,5 L cairan/3jam:
500 ml Dekstrose 5% + NaHCO3 8,4% pada 12ml/kgBB 500 ml Dekstrose 5% + 30ml potassium
chloride 7,45% 500 ml NS
IV furosemide 20 mg pada akhir dari siklus
Monitor pH serum dan elektrolit : pH urin harus dipertahnakan pada
pH 8. Perhatian : Usia lansia
Pasien dengan gangguan jantung
Pasien dengan penyakit ginjal

Penelanan zat yang bersifat cardiotoksik dan nefrotoksik


1 Hemoperfusi : indikasinya adalah pada keracunan yang berat, yaitu
teofilin dan barbiturate
2 Hemodialisis, indikasinya pada :
1. Etilenglikol
2. Metanol
3. Lithium (dengan perubahan CNS yang signifikan)
4. Salisilat (dengan kejang, AMS, asidosis metabolic yang hebat serta
level serum > 100mg/dl).
1
Antidotum spesifik : lihat tabel 5 untuk detilnya
2
Penempatan : MRS harus ke bagian General Medicine untuk
mengantisipasi transfer ke bagian psikiatri. OD yang tidak mengancam jiwa
tanpa adanya kecurigaan percobaan bunuh diri yang kuat dapat di KRSkan setelah konsul pada bagian psikiatri.

91

Tabel 5 : Antidotum Spesifik terhadap Toksin


Toksin
Antidotum
Dosis
Asetaminofen,
N-acetylcysteine (parvolex) 150mg/kg iv dalam 200ml D5W x 15
parasetamol
tiap 1
ml mengandung menit, kemudian iv 50mg/kg dalam 500ml
200mg Parvolex)
D5W x 4 jam, kemudian iv 100mg/kg
dalam 1000ml D5W x 16 jam
Arsenik, merkuri, BAL (Dimercaprol)
5mg/kgBB IM
lead
Atropin
Physostigmine
0,5-2mg IV
Benzodiazepin
Flumazenil (anexate)
Lihat bagian Coma cocktail/Cairan yang
digunakan Pada keadaan Koma
Karbonmonoksida Oksigen
O2 100% (hiperbarik untuk paparan
moderate-severe dan paparan yang terjadi
pada wanita hamil) Lihat Bab Poisoning,
Carbomonoxide
Sianida
Amyl nitrite pearls
Inhalasi yang berisi 1-2 pearls
Sodium nitrit (larutan 3%) Dewasa : IV 300 mg (10 ml) selama 2-5
menit)
Anak-anak : IV 0,2-0,33ml/kg (6-10mg)
Sodium tiosulfat (larutan Dewasa : 50 ml IV (12,5g) selama 10
25%)
menit; dapat diulang separuh dosis x 1 prn;
anak-anak : 1,65 ml/kg IV selama 10 menit
Ethylen
glycol, Etanol (10%) dicampur Loading dose : 800mg/kg
methanol
dengan D5W
Maintenance : 1-1,5ml/kg/jam
Besi
Desferoksamin
1,5mg/kg/jam IV
Lead
EDTA : kalsium disodium 1000-1500mg/m2/hari IV dengan continous
edetate
infus
Nitrit
Methylen blue (larutan 1%) 1-2mg/kg IV x 5 menit
Organofosfat
Atropin
2-4mg IV tiap 5-10 menit prn (dewasa)
0,5 mg/kg IV tiap 5 menit prn (anak-anak)
Pralidoxime (2-PAM)
25-50mg/kg IV (sampai 1 g)
Opioids
Nalokson
Lihat bagian Coma cocktail/Cairan yang
digunakan Pada keadaan Koma
Fenotiazin
Benxtropin (cogentin)
2mg IV/IM
Difenhidramin
50mg IV/IM/PO
Isoniazid (INH)
Piridoksin
5 g IV (dapat diulang jika kejang terus ada)
Digoksin,
Digitalis
fab
fragment Level digoksin yang tidak diketahui: 5-10
digitoksin,
(Digibind)
vial IV (40g Fab/vial): dapat diulang.
oleander
Kadar digoksin diketahui : # vial digibind =
(serum digoksin) x 5,6L/kg x wt in kg
1000
0,6
Annex

92

Penyebab Umum keracunan di Singapura


Paracetamol
Benzodiazepin
Bahan pemutih
Detergen rumahan
Antidepressan
Salisilat
Organofosfat

93

26. MATA MERAH DAN NYERI


Peter Maning
PENTING:
1 Tugas utama dari dokter EM adalah melakukan pemeriksaan yang
tepat dan mengenali kelainan yang potensial mengancam kehidupan

2 Selalu melakukan kemampuan melihat pada penderita dengan problem mata. Ini
adalah cara sederhana untuk melihat apakah fungsi dari organ penting ini terganggu.

3 Hati-hati kombinasi dari mata merah, muntah, nyeri kepala bagian frontal dan
gangguan penglihatan: ini khas pada glaukoma akut dan membutuhkan
perhatian segera sebagai kasus yang potensial mengancam penglihatan

4 Infeksi dan trauma tembus mata jangan di tutup.(photophobia dapat


dikurangi dengan penggunaan kacamata matahari atau pelindung mata)

5 Tetes mata atau salep yang mengandung steroid jangan diberikan tanpa konsultasi

Tip khusus untuk dokter umum


Kirim segera pada bagian Mata jika penderita menunjukkan satu dari hal berikut:

Penurunan ketajaman penglihatan

Nyeri yang dalam lebih dari superfisial

Nyeri yang tidak hilang dengan anastesi topikal

Udem kornea

Merah atau lubang pada anterior chamber

Merah pada silia

Nyeri pada mata kontralateral pada penyinaran pada mata

yang tidak terkena

Benda asing pada kornea atau konjungtiva yang tidak

dapat dihilangkan setelah dicoba sekali di kantor

Pada kasus luka bakar karena korosif, pemberian irigasi

dengan salin, segera bawa penderita ke rumah sakit. Irigasi sampai


pH netral atau asam ringan ditunjukkan dengan menggunakan
kertas lakmus biru dan merah

94

PENANGANAN:
Penderita di triage sebagai kasus intermediate atau kasus kritis jika ada
gangguan penglihatan, sperti glaukoma (mata merah, muntah, neri kepala
frontal dan kehilangan penglihatan). Mereka harus ditangani dalam ruangan
yang memiliki alat pemeriksaan mata yang baik di ruang gawat darurat

Pemeriksaan (Spesifik)
1 Periksa ketajaman penglihatan dengan atau tanpa lensa koreksi
1. Anestesi topikal dapat mengatasi reflek blepharospasme dan
memfasilitasi pemeriksaan.
2. Pelindung pinhole akan membetulkan kesalahan refraksi untuk membantu
melihat jika ini yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan

1 Inspeksi: meliputi point penting berikut yang menunjukkan kelainan


patologi berarti:
1. Proptosis, dimana dapat menunjukkan kelainan retroorbital seperti abses
2. Reflex cahaya pada kornea irregular. Dimana menunjukkan
udem kornea (glaucoma) atau permukaan kornea yang menurun
(keratitis atau abrasi kornea)
3. Siliar yang merah, dimana menunjukkan kelainana ruang
anterior (iritis, glaukoma, keratitis)
4. Eversi dari kelopak untuk melihat adanya benda asing
5. Opaksitas kornea, dimana terlihat dengan keratitis atau ulkus kornea

2 Lihat reaksi dari pupil dalam respon cahaya dan akomodasi:


1. nyeri pada mata kontralateral pada penyinaran langsung
pada mata adalah tanda dini dari iritis
2. pupil yang ireguler terlihat dengan sinekia pada iritis
3. pupil yang fix di tengah sering ditemukan pada glaukoma atau iritis
3 Opthalmoscopy: lihat kekabutan dari humor vitreous dan bercak
putih kekuningan pada koroid dan retina, menunjukkan korioretinitis

4 Lihat lapangan penglihatan dan pergerakan extraokuli

95

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1 Pemeriksaan Slit lamp,secara optimal, digunakan pada semua penderita.
Periksa untuk merah dan sel, presipitasi keratitis posterior, dan /atau
hipema pada ruang anterior, menunjukkan proses peradangan

2 Tonometri dilakukan setelah anestesi topikal untuk mengukur tekanan


intraokular. Tekanana abnormal > 20 mmHg. Hindari prosedur ini jika
mata infeksi atau jika ada kemungkinan ruptur global.

1. Pewarnaan fluoresein: digunakan untuk menjelaskan kelainan kornea.


Pewarnaan in akan diambil lapisan hidropobik terdalam kornea ketika
lapisan hidropobik superfisial tidak ada, seperti abrasi atau infeksi.

2. Imaging: foto polos jaringan ikat globus dapat menunjukkan benda


asing yang radioopak
3. Anestesi topikal: seringkali berguna untuk membedakan keratitis dari iritis
1. Nyeri dari konjungtivitis, benda sing superfisial, atau abrasi
kornea dan keratitis, hilang dengan anestesi topikal
2. Nyeri dari peradangan yang lebih dalam, contoh iritis tidak
menghilang dengan pengobatan ini
4. Hematropine : gunakan agen ini, obat midriatikum/ sikloplegik, dapat nyeri
mata yang dalam pada peradangan yang dalam dari struktur daerah
anterior, contoh iritis dengan mengurangi spasme otot silia dan iris.

Disposisi
1 Kirim untuk segera konsultasi Mata jika penderita menunjukkan
kelainan yang tertulis pada Tip khusus untuk dokter umum
2 Kebanyakan penderita dapat dipulangkan dengan pemeriksaan
lajutan di bagian mata dalam 24-48 jam
DOKUMENTASI:
Ketajaman penglihatan semua lapangan

96

1 Anamnesa singkat dari penyakit yang sekarang, pengobatan,


alergi,pengobatan sebelumnya dan riwayat pembedahan

2 Tuliskan

hasil

pemeriksaan

secara

lengkap,

walaupun

jika

didapatkan hasil pemeriksaan yang normal, meliputi test tambahan

3Tuliskan advis telepon yang diberikan oleh staf atau bagian mata

97

27. Seizure ( Kejang )

Caveats
1 Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab kejang yang sering terjadi
2 Riwayat yang didapat dari saksi sangat penting untuk diagnosa
3 Tanya riwayat medikasi bila pasien telah diketahui memiliki epilepsy
Tips khusus bagi Dokter Umum
1 Selalu pertimbangkan kemungkinan meningitis jika ada pasien
kejang dengan disertai demam.
2 Rujuk semua pasien dengan kejang pada ED
3 Lakukan pemeriksaan GDA untuk mengeksklusi hipoglikemi sebelum
merujuk pasien ke ED

Manajemen
Isolated Seizure pada sebuah keadaan Epileptik
1 Ambil darah untuk mengetahui kadar antikonvulsan
1. Jika rendah, berikan obat dengan dosis dua kali lipat
2. Jika pasien non-compliance, maka buat keadaan menjadi compliance.
3. Jika keadaan pasien telah compliance terhadap obat, maka tingkatkan
dosis jika dosis maksimum belum tercapai.
4. Jika dosis maksimum telah tercapai, maka konsul neurologist untuk
pemeberian antikonvulsan yang lain.
2 Penempatan : Observasi di ED selama 2-3 jam; KRS bila sudah tidak ada
kejang. Rujuk ke klinik neurology.
Tabel 1 : Penyebab Umum Kejang
Epilepsi idiopatik
Epilepsi Jaringan parut/scar (sekunder akibat stroke sebelumnya atau
trauma kepala) Meningitis atau ensefalitis
Tumor otak (primer atau sekunder)
Ketidakseimbangan elektrolit seperti hipoglikemi, hipokalemi,
hipomagnesemia Obat-obatan atau alcohol
Convulsive syncope karena disritmia jantung (ventricular fibrilasi/takikardi, torsades
de pointes) Kejang demam (pada anak kecil usia 6 bulan sampai 5 tahun)

98

Kejang pertama pada pasien yang tidak diketahui memiliki riwayat epilepsy
Catatan : kejang dengan tidak adanya pulsasi utama harus diasumsikan
disebabkan karena ventricular fibrilasi sampai terbukti bukan.
1 Dengan demam
1. Periksa GDA
2. Lab: FBC/urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium
3. penempatan :
1. meningitis
2. ensefalitis
3. abses serebral
4. Subarachnoid hemorrhage

Tanpa demam : eksklusi penyebab yang mungkin:


1. Cek GDA
2. Lab : urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium
3. EKG pada pasien tua untuk mencari tanda iskemik atau disritmia
4. Pertimbangkan foto polos kepala jika terdapat riwayat trauma
5. Penempatan :
1. Observasi pada ED selama 2-3 jam. Jika pasien baik, dan tidak ada
abnormalitas pada hasil laboratorium, KRS-kan pasien untuk control
ke poli neurology.
2. Tidak perlu untuk memulai pemberian antiepilepsi
3. Peringatkan pasien agar tidak mengemudi, mengendarai sepeda,
minum alcohol, berenang atau kegiatan memanjat.
4. MRS jika (1) penyebab ditemukan, contih : factor resiko positif untuk
abnormalitas intra cranial seperti trauma, alkoholisme, malignansi,
shunts, HIV positif, CVA lama; (2) ada abnormalitas neurologik; (3)
pasien tidak bisa melakukan control untuk follow up; atau (4) pasien
atau keluarga pasien memaksa untuk dirawat.
Status epileptikus
Didefinisikan sebagai kejang 2 kali tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan
atau kejang yang terus-menerus 30 menit.
1 Terapi suportif
1. Jalan nafas : tempatkan pasien pada posisi recovery
2. Buka dan pertahankan jalan nafas
3. lakukan suction pada setiap vomit yang terjadi dengan kateter Yankauer
Catatan : jika pasien tetap kejang, jangan mencoba memasukkan oral
airway, membersihkan sekresi oral atau mengintubasi pasien.
4. Berikan oksigen aliran tinggi melalui reservoir mask
5. Persiapkan peralatan intubasi kalau saja anda tidak mampu untuk
mempertahankan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat.
6. Monitoring : tanda vital, EKG, dan pulse oksimetri
7. Akses IV
8. Lab :
1. Cek GDA
2. FBC/urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium, fosfat, BGA
3. Pertimbangkan untuk periksa LFT, antikonvulsan individual,
toksikologi serum termasuk etanol.

99

4. CXR dan urinalisis utnuk mengeksklusi penyebab


5. Kateter urin

Terapi obat
1. Benzodiazepin
Dosis : Untuk dewasa, IV valium 5 mg bolus pelan tidak melebihi 2 mg per
menit; dapat diulang tiap 5 menit (sampai total 20mg). untuk bayi dan anak, IV
valium 0,02mg/kg pelan, tidak melebihi 2mg/menit; dapat diulang tiap 5 menit
(sampai total 10 mg), valium per rectal 5mg suppositoria x 1 PR.
2. Fenitoin
Dosis : infus fenitoin iv 18mg/kgBB pelan-pelan, tidak melebihi 50mg/menit.
Namun Pemberiannya melalui infus tidak boleh melebihi 60 menit karena
presipitasi cenderung terjadi setelah waktu tersebut. Iv fenitoin diberikan tanpa
dilusi/pengenceran (membutuhkan monitoring EKG dan tekanan darah).
3. Barbiturat jangka panjang : fenobarbitone
Dosis : IV fenobarbitone 10 mg/kg bolus lambat dengan kecepatan
100mg/menit, diikuti dengan jika diperlukan, iv fenobarbitone 10 mg/kg
bolus lambat pada kecepatan 50 mg/menit.
4. Pertimbangkan intubasi rapid sequence : lihat bab Airway
Management/rapid sequence Intubation
1

Penempatan : MRS di bagian Neurologi HD/MICU setelah konsultasi.

100

28. Syok/Keadaan Hipoperfusi


Definisi
1 Syok merupakan kondisi patofisiologis dimana perfusi jaringan dan organ
yang tidak adekuat menyebabkan keadaan hipoperfusi dan hipoksia seluler
yang kemudian diiukuti dengan keadaan sequele lainnya. Outcome pada
semua pasien syok tidak tergantung dari penyebabnya (lihat tabel 1).
2 Biasanya, tekanan darah sistolik kurang dari normal menurut usia dengan
tanda klasik hipoperfusi seperti pucat, kulit yang dingin, takikardia, diaforesis,
atau syok dengan AMS. Pengecualian yaitu pada Syok septic, dimana pada
keadaan dini, terdapat sirkulasi hiperdinamik dengan kulit yang hangat dan
pulsasi yang bounding. Lihat tabel 2 untuk mengenali berbagai tipe syok.
Caveats
1 Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling sering terjadi di ED, dan
semua tahap dari syok tersebut harus ditangani seperti saat awal sampai
etiologinya dapat disingkirkan.
2 Pengenalan yang tepat serta inisiasi terapi sangatlah penting untuk
mengurangi mortalitas akibat syok. Evaluasi penyebab syok dilakukan
bersamaan dengan penatalaksanaannya.
Tabel 1 : Tipe Syok
Hipovolemik

Kardiogenik
Obstruktif

Penyebab
Perdarahan akibat trauma multiple
Perdarahan gastrointestinal
Luka bakar
Ruptur aneurisme aorta
Ruptur kehamilan ektopik
Kehilangan cairan akibat GE akut hebat atau pankreatitis akut
Infark Miokard akut
Disritmia
Tension pneumothorax
Tamponade jantung

101

Emboli paru
Septik
Neurogenik Trauma spinal
Anafilaksis

Tabel 2 : Bagaimana mengenali berbagai macam Syok


Informasi
Hipovolemik
Kardiogenik
diagnostik
Tanda dan Pucat; kulit lembab, Kulit
lembab,
gejala
dingin,
takikardi, dingin,
taki- dan
oliguri,
hipotensi, bradikardi,
peningkatan tahanan disritmia,
oliguri,
peripheral
hipotensi,
peningkatan tahanan
periferal
Data
Hematokrit rendah Enzim
laboratorium (late)
EKG

kardiak,

Neurogenik
Kulit
hangat,
Heart
rate
normal/lambat,
outpun
urin
rendah, hipotensi,
penurunan
tahanan periferal
Normal

Septik (keadaan
hiperdinamik)
Rigours, demam,
kulit
hangat,
takikardi, oliguri,
hipotensi,
penurunan
tahanan periferal
Hitung Netrofil,
pewarnaan Gram,
kultur

1 Syok merupakan suatu keadaan klinis. Pasien dengan tekanan darah normal
mungkin masih berada dalam keadaan syok. Hal ini terjadi pada pasien dengan
riwayat hipertensi. Namun, tidak semua pasien hipotensi mengalami syok.
2 Bahkan jika indicator syok menunjukkan hasil normal, syok selular, jaringan atau
organ mungkin masih terus berlangsung. Banyak literatur yang mendiskusikan
tentang pemeriksaan obyektif yang digunakan sebagai target resusitasinya.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum :
1 Semua pasien syok harus dirujuk ke RS secepatnya untuk evaluasi lebih lanjut
2 Hati-hati terhadap gejala yang meragukan pada pasien geriatric dan
pediatric, yang mungkin memiliki tanda yang tidak spesifik pada syok
septic. Diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam kasus seperti ini.

Manajemen
1 Semua pasien syok harus ditangani pada area critical care.
2 Pasien harus dilakukan pemantauan yang terus menerus terhadap jantung,
tekanan darah, pulse oksimetri. Periksa keberadaan ortostatik hipotensi.
3 Jalan nafas harus dijaga dan pemberian oksigen 100% dengan nonrebreather mask harus dilakukan. Pertimbangkan intubasi pada pasien yang
parah dengan oksigenasi dan ventilasi yang tidak adekuat.
4 Cari bukti adanya trauma tumpul atau tajam pada dada yang mengindikasikan
kemungkinan tension pneumothorax atau tamponade jantung.
1. lakukan dekompresi terhadap tension pneumothorax dengan insersi

kanul 14G diatas ICS 2 pada midclavicular line.

102

2. Pada kecurigaan tamponade jantung, lakukan konsultasi kepada TKV


secepatnya. Mulai pemberian 500 ml NS iv dan atau infus dopamine iv
pada 5 g/kg/menit dan persiapkan perikardiosentesis.
2

Untuk Syok hipovolemik :


1. Pasang 2 jalur kanul intra vena yang besar (14G/16G) pada kedua
fossa antecubital.
2. Lab :
1. FBC, urea/elektrolit/kreatinin
Catatan :
(1) hematokrit (hct) merupakan tes yang paling tidak reliable.
Karena hasilnya dapat normal pada tahap awal kehilangan
darah yang akut. Sebagai alternative, peningkatan hct
dapat diobservasi pada psien trauma yang juga pengguna
alcohol akut, karena adanya efek diuretic alcohol.

(2). Hitung netrofil absolute juga tidak sensitive dan tidak


spesifik pada syok septic, karena dapat normal,
meningkat atau menurun.
2. Troponin T dan enzim kardiak
3. Profil koagulasi dengan DIVC screen jika diperlukan dan GXM (6
unit WB/whole blood pada kondisi kehilangan darah akut).
4. Pencocokan jenis darah secara cepat harus dapat dilakukan oleh
bank darah jika transfuse darah bersifat urgen.. BGA harus
dilakukan jika diperlukan, terutama pada pasien syok yang parah.
Catatan : Asidosis metabolic, peningkatan laktat dan deficit basa
bermakna merupakan petunnjuk buruknya prognosis.
Kemampuan memperbaiki abnormalitas ini akan
meningkatkan outcome-nya. Namun, sodium bikarbonat
tidak rutin digunakan karena hanya berpengaruh sedikit
terhadap perbaikan morbiditas dan angka keselamatan.
3. berikan infus kristaloid minimal 1 liter secara cepat dalam 1 jam dan segera
periksa responnya. Selanjutnya berikan koloid atau WB. Pada psien pediatric,
fluid challenge adalah sebesar 20ml/kgBB dengan Hartmanns solution.
4. Jalur vena sentral kadang diperlukan untuk resusitasi cairan yang berkelanjutan.

2 Pemeriksaan EKG dan CXR juga harus dilakukan. Apakah terdapat nyeri dada
dan hentinafas yang mendukung adanya IMA atau emboli paru. Lihat bab
myocardial infection, acute, and pulmonary embolism.
3 Tempatkan nkateter urin dan periksa urin dipstick untuk mencari infeksi
saluran kemih atau lakukan tes kehamilan jika ada kecurigaan kehamilan
ektopik. Apakah terdapat nyeri abdomen pada wanita usia subur yang tidak
mendapatkan menstruasi terakhir? (catat HPHT-nya.pasang kateter wanita
yang dicurigai kuat mengalami kehamilan ektopik jika pasien mampu
memproduksi specimen urin untuk konfirmasi kehamilan. Lakukan konsul
bagian Ginekologi untuk kecurigaan kehamilan ektopik. Monitor output urin.
4 Pada pasien dengan suspek AAA, periksa pulsasi abdominal. Konsul segera TKV.
5 Apakah ada demam atau predisposisi lain untuk sepsis karena adanya efek
pemasangan kateter atau pada pasien immunocompromised akibat
kemoterapi pasien kanker? Lihat bab Oncology Emergencies.

103

1. Sepsis intra abdominal karena gall bladder disease atau peritonitis akibat
perforasi apendiks dan pneumonia bukan merupakan penyebab umum
dari syok septic. Pasien geriatric sama halnya dengan pasien berusia
muda dapat menunjukkan gejala yang non-spesifik dari syok septic.
2. Kultur darah (aerobic dan anaerobic) serta kultur urin harus dilakukan
pada pasien syok septic.
3. Antibiotik broad spectrum harus diberikan setelah darah diambil untuk
kultur. Lihat bab Sepsis/Septic shock.
2
Jika dicurigai syok neurogenik akibat trauma spinal cord yang
terkait dengan fraktur vertebral, konsultasikan dengan bagian ortopedik. Lihat
bab Spinal cord injury.
3
Jika ada riwayat gigitan atau sengatan atau allergen lain yang
potensial seperti obat dan makanan yang mengindikasikan syok anafilaktik,
Lihat bab Allergic reactions/anaphylaxis.
4
Setelah evaluasi yang tepat serta terapi awal, terapi suportif
dapat diberikan utnuk mempertahankan tekanan darah :
1. IV dopamine 5-10 g/kg/menit
2. IV dobutamine 5-10 g/kg/menit terutama pada syok kardiogenik.
3. IV norepinefrin 5-20g/menit, titrasi sampai timbul efek.
Penempatan

Semua pasien dengan syok harus dimasukkan pada HDW atau ke ICU

sesuai dengan bagian yang menangani setelah melakukan konsultasi.

Jika ada keterlibatan trauma multiple, maka team trauma harus segera di

aktifkan. Lihat bab Trauma, Multiple.

104

29. Stridor
Caveats
1 Jika jalan nafas pasien paten dan terjaga, jangan mengganggu atau
memanipulasi jalan nafas.
2 Usahakan pasien memperoleh posisi yang nyaman, contoh pada anak yang
ingin dipangkuan ibunya.
3 Jangan biarkan pasien meninggalkan ED, contoh untuk X ray.
Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan menstimulasi orofaring sebagai percobaan untuk membuat
diagnosa definitive.
2 Usahakan pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman, contoh
pada anak yang ingin dipangkuan ibunya.
3 Lakukan pemindahan pasien ke RS dengan ambulan daripada
dengan mobil pribadi.
Manajemen
Lihat Tabel 1 untuk membedakan Croup/ALTB dengan epiglotitis
Tabel 1 : Membedakan Croup/ALTB dari epiglotitis pada pasien pediatric
Croup/ALTB
Epiglotitis
Usia
3 - 5 tahun
2-7 tahun
Organisme
Bisaanya Virus: parainfluensa
Bakterial : H. influenzae
Onset
Hari
Jam
Prodomal
Ya
Tidak
Appearance
Non-toksik
Toksik
Demam
+/++
Batuk
Menggonggong
Tidak ada
Suara
Serak
Muffled (Diam)
Drooling
Tidak ada
Ya
Keparahan
Bervariasi
Bisaanya parah
X ray
Steeple sign
Thumb sign

105

Terapi suportif
1 Kasus moderat sampai parah/berat harus ditangani di area critical care. Hanya
kasus ringan yang dapat ditangani pada area intermediate acuity (tabel 2).
2 Lihat tabel 3 untuk mengetahui apa dan apa yang tidak pada penanganan
anak-anak dengan stridor.
3 Peralatan manajemen jalan nafas,termasuk krikotirotomi harus selalu tersedia.
4 Persiapkan team yang meliputi ahli anestesi dan bedah THT.
5 Obat-obatan resusitasi harus tersedia.
6 Berikan oksigen aliran tinggi untuk mempertahankan SpO2 >95%.
7 Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
8 Pasang jalur intravena.
9 Lab : bersifat optional
1. FBC, urea/elektrolit/kreatinin preoperative
2. BGA, COHb pada inhalasi asap
3. kultur darah pada suspek epiglotitis
X ray jaringan lunak leher dari arah lateral dan CXR jika waktu dan kondisi
pasien memungkinkan.
Terapi Obat
1 Pada Angioedema
1. Adrenalin : larutan 1 : 10.000 5g/kg (0,05 ml/kg) iv atau melalui ETT. Berikan
separuhnya sebagai bolus dan separuhnya dititrasi sesuai respon klinik, atau
2. Adrenaline : larutan 1 : 1000 10 g/kg (0,01 ml/kg) IM dalam, sampai
maksimum yaitu 0,3 ml pada anak-anak dan 0,5 ml pada dewasa.
3. Difenhidramin 2mg/kg IV pada bayi/anak-anak dan 12,5-25 mg IV pada dewasa.
4. Hidrokortison 5 mg/kg IV
1
Pada suspek epiglotitis : ceftriaxone (Rocephin) 2 g IV bagi dewasa,
atau 100 mg/kg IV pada anak-anak.
2
Pada Croup (ringan / moderat) : 5 ml NS sebagai uap nebulizer dingin tiap
15 menit.
3
Pada croup (severe/parah) : Adrenalin dibuat nebulizer sebanyak 5
ml dalam larutan 1:1000 di dalam 2,5 ml air steril.
4
Penempatan : Pada kasus yang moderat samapai severe, harus
dimasukkan ke dalam ICU atau OT untuk konsultasi. Croup yang menghilang dengan
nebulizer saline dapat di KRS-kan namun follow up dalam 24 jam harus diatur.

5
1.
2.
3.
4.
5.

Kriteria MRS meliputi :


Appearance yang toksik
dehidrasi atau ketidakmampuan untuk menahan cairan per oral
Stridor yang memburuk atau retraksi pada saat istirahat.
Orang tua yang tidak bisa diandalkan
tidak ada perbaikan dengan nebulisasi adrenalin, atau memburuk dalam 23 jam setelah pemeberian adrenalin.

Keadaan Tertentu yang Ditandai dengan Stridor


Epiglotitis
1 Dikenal sebagai penyakit yang terjadi pada anak-anak, namun saat ini juga
terjadi pada dewasa.

106

1 Organisme penyebab yang sering : H. influenzae, S. pneumoniae, dan


Streptococcus beta hemoliticus.
2 Manifestasi klinis :
1. Luka tenggorokan yang parah terkait dengan odinofagi (nyeri saat menelan)
2. Demam tinggi
3. Suara Muffled
4. sesak nafas
5. Stridor
6. Nyeri tekan pada laring
7. Pasien cenderung untuk duduk tegak dan membungkuk ke depan untuk
mengurangi gejala obstruktif akibat pembengkakan supra glotik.
1
Jika telah dilakukan foto jaringan lunak leher posisi lateral, maka periksa
adanya :
1. Pembengkakan bagian anterior jaringan lunak samapi vertebral bodies
(Normalnya sampai 1/3 lebar vertebral body)
2. air fluid level pada retropharyngeal space (tidak sering)
2
Jika dibutuhkan intervensi jalan nafas yang cepat, pertimbangkan posisi
kepala down ward dan hiperekstensi untuk mencegah aspirasi bila abses rupture.
3
Berikan antibiotik IV untuk mengatasi bakteri pathogen termasuk yang
anaerob. DOC : penicillin dengan clindamycin sebagai alternative yang dapat diterima.

Tim khusus harus diatur untuk memindahkan pasien ke OT.

Aspirasi Benda Asing Pada Tracheobronchial


1 Cenderung untuk terjadi pada usia ekstrim terutama pada dewasa dengan serangan
kardiopulmonari; FB umumnya ditemukan selama intervensi jalan nafas.

2 Pada anak-anak, fakta yang ditemukan antara lain:


1. 80% kasus terjadi pada anak usia < 3 th
2. Tidak lebih dari 15% FBs tersangkut pada atau di atas trakea
3. kurang dari 10% aspirasi FBs bersifat radioluscen.
4. 24% pasien anak dengan aspirasi FBs telah mengalami misdiagnosa
sebagai chest infection.
5. Esofageal FBs dapat juga menyebabkan airway compromise melalui
kompresi trakeal.
Penatalaksanaan pasien dengan FB pada saluran nafas atas secara cepat dan
kegagalan nafas meliputi seri 5 pukulan/tepukan pada punggung serta 5 pijatan
dada chest thrusts pada pasien dengan usia <1 tahun, serta maneuver Heimlich
pada usia >1 th, termasuk pada dewasa. Secara langsung, periksa orofaring
diantara thrusts/pijatan dan jangan lakukan blind finger sweeps.
1. Jika tindakan di atas tidak berhasil, secara langsung periksa hipofaring
melalui laringoskop. Keluarkan FB dengan forsep Magill jika terjangkau.
2. Jika tindakan diatas tidak berhasil, pertimbangkan intubasi endotracheal
atau pembedahan jalan nafas dibawah situasi yang terkontrol.
3. Team spesialis harus mengatur tindakan laringoskopi atau bronkoskopi.
Tabel 2 : Manajemen Yang Disarankan untuk Croup Berdasarkan Keparahan Hasil
Pemeriksaan klinis
Severitas
Manifestasi Klinis
Terapi
Ringan
Tidak ada retraksi, LOC normal Terapi dengan uap dingin saja, follow
dan berwarna
up pada esok harinya.

107

Ringan sampai Retraksi ringan, warna normal, Terapi sebagai pasien rawat jalan
Moderat
sulit bernafas jika terganggu
hanya jika pasien membaik setelah
pemberian uap di ED, lebih tua dari 6
bulan dan keluarganya tidak bisa
diandalkan.
Moderat
Stridor ringan pada saat istirahat, Berikan adrenalin nebulizer
sianotik dan letargi
Severe / parah Sianotik dengan retraksi berat, Terapi dengan adrenalin nebulizer dan
stridor hebat saat istirahat.
MRS ke ICU
Tabel 3 : Apa yang Dilakukan dan Tidak boleh Dilakukan pada Anak Dengan Stridor
Yang Harus Dilakukan
Yang tidak Boleh Dilakukan
Perlakukan dengan lembut
Jangan melihat ke dalam tenggorokan
Biarkan anak pada posisi yang nyaman
Memaksa anak untuk berbaring
Berikan Oksigen yang lembab
Melakukan
venepuncture
sebelum
Bentuk tim airway : terdiri dari tim anestesi
pemeriksaan airway oleh ahli anestesi
dan ENT
Memaksa melakukan x-ray leher lateral
Atur bed pada ICU jika diperlukan
Angioedema / anafilaksis
1 Patensi dan proteksi jalan nafas merupakan prioritas in manajemen
2 Pemberian oksigen tidak ditujukan untuk meningktakan agitasi dan
mencetuskan henti nafas.
3 Pasang akses iv peripheral untuk fluid challenge dengan larutan kristaloid.
4 Terapi Obat : lihat Terapi utama pada bab Stridor
Inhalasi Asap
1 Injury ditangani awalnya dengan terapi oksigen yang lembab dan dingin
2 Jalan nafas buatan mungkin diperlukan karena secret yang dihasilkan akan berlebihan
3 Indikasi untuk Intubasi endotrakeal :
1. Hipokesmia yang tidak berespon terhadap supplemental oksigen
2. peningkatan PCO2
3. Obstruksi jalan nafas yang semakin memburuk
1
Cek BGA specimen (termasuk COHb). Lihat bab Poisoning,
Carbonmonoxide.
2
Lakukan EKG untuk mengeksklusi iskemik.
3
Lakukan CXR untuk mengeksklusi barotraumas.

108

30. Sinkope
Definisi
Sinkope merupakan keadaan yang mendadak, hilangnya kesadaran ringan karena
gangguan sirkulasi serebral transient karena berbagai sebab, bisaanya terjadi tanpa
adanya penyakit organic atau serebrovaskular.
Caveats
1 Banyak kemungkinan penyebab sinkope namun yang paling sering sesuai
dengan evidence yang telah dipublikasikan antara lain:
1. Kardiak (4-25%)
2. Vasodepresor vasovagal (8-37%)
3. Hipotensi ortostatic (4-10%)
4. Sinkope Micturition (1-2%)
5. Hipoglikemi (2%)
6. Etiologi Tidak diketahui (13-41%)
Lihat gambar 1 untuk mengetahui penyebab sinkope
1 Kehilangan darah merupakan sinkop yang mengancam jiwa. Kemungkinan
perdarahan GIT harus dicari pada semua pasien. Pada pasien wanita yang
memiliki kemampuan untuk hamil, pertimbangkan kehamilan ektopik.
2 Pencarian penyebab sinkope jangan diteruskan jika hipotensi postural talah ditemukan.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Walaupun mekanisme Vagal merupakan penyebab benign yang tersering,
keadaan tersebut harus didiagnosa eksklusi. Pertimbangkan penyebab lain
yang lebih serius, seperti kardiak, perdarahan dan kehamilan ektopik.
Manajemen Awal Pada
Pasien Sinkope

109

1 Pada setting rumah sakit, kasus tersebut bisaanya diperiksa melalui triage lebih
dahulu. Pasien harus dipindahkan ke rea critical care jika parameter ditemukan
tidak stabil. Pasien yang stabil dapat diistirahatkan pada area intermediate care.
2 Pasien harus dimonitoring pulsasinya, tekanan darah dan rimt jantungnya.
3 ABC pasien harus cepat diperiksa dan oksigen aliran lambat melalui nasal
prong harus diberikan.
4 Jalur iv harus dipertimbangkan, terutama parameter awal dari pasien tidak
normal atau ada kecurigaan bahwa penyebabnya adalah karena masalah
jantung atau kehilangan volume (contoh hemorrhage/perdarahan)
Pemeriksaan pasien
1 Riwayat yang lengkap sulit untuk didapatkan karena sering sekali pasien lupa
kejadian yang dialaminya. Juga sulit untuk membedakan secara bersamaan
antara kejadian syncopal dari kejang (tabel 1).
2 Pemeriksaan fisik yang penting untuk evaluasi sinkope adalah :
1. Tanda kehilangan darah : pucat, takikardi, tekanan darah pada posisi
berdiri atau berbaring.
2. Tingkat kesadaran pasien : jika mengantuk, pikirkan keadaan post ictal,
perdarahan subarachnoid, atau hipoglikemi.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk abnormalitas ritme jantung, murmur,
dan gejala gagal jantung.
4. Carotid bruit mungkin mengindikasikan adanya TIA sebagai penyebab
5. Bukti adanya deficit neurologist, mengindikasikan adanya keadaan iskemik.
6. pemeriksaan rectum untuk mencari adanya darah
Tekanan Darah harus dilakukan pada semua pasien. Harus dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
2 orang diperlukan (untuk mencegah pasien dari falling)
periksa tekanan darah posisi berbaring dan nadi setelah 10 menit posisi berbaring
Pasien berdiri selama 2 menit
Lakukan pemeriksaan BP dan nadi
Jika pasien tidak dapat melakukannya, lakukan pemeriksaan sambil
duduk, dengan posisi kaki tergantung dibawah kursi.
6. Definisi hipotensi posturtal : penurunan pada SBP > 20 mmHg atau
peningkatan PR >20x/menit.
1.
2.
3.
4.
5.

Gambar 1 : Penyebab Sinkope


Vasovagal

Cth: mixturition, defekasi


Takikardi

Cth: VT paroksismal, VF

Bradikardi

Cth: serangan stokes-Adams

Obstruksi aliran
ventricular kiri

Cth: stenosis aorta,


kardiomiopati obstruktif
hipertropik

Disritmia

Kardiak

Effort syncope
Pengisian ventricular
yang inadekuat

Tamponade perikardial

110

Fungsional

Cth: Infark Miokard


Akut

Kehilangan cairan
Cth: rupture Kehamilan

Sinkope

Hipotensi
ortostatik

Obat-obatan

ektopik, aortic dissection,


heat stroke

Neuropatik otonomik
Cth: Diuretik,
prazosin,
fenotiazine

Primer
Serebral

Cth: diabetes mellitus

Neurogenik
Sindrom
hipersensitivitas
sinus karotid

Cth: TIA, SAH, kejang


Cth: emboli paru,
suclavian steal
syndrome, aortic arch
syndrome

Metabolik
Psikiatrik

Cth: hipoglikemi,
hipokalsemi,
intoksikasi

Cth: hiperventilasi
psikogenik

Tabel 1 : Diagnosa Banding Sinkope

Kejang

111

Posisi pasien
Warna pasien
Onset

Gerakan tonik-klonik
dengan
buka-tutup
mata, lidah tergigit
Periode Tidak sadar
Inkontinensia Urin
Kembalinya kesadaran
Sequele
Perkataan
berulang
secara tidak sadar pada
individu muda

Posisi apapun

Jarang pada posis berbaring kecuali


pada Stokes-Adams attack
Mungkin tidak
berhenti, Pucat
walaupun mungkin tidak ada
sianosis
Dengan aura, luka akibat jatuh Tanpa aura, injury akibat jatuh
sering terjadi
jarang terjadi. Namun, lebih sering
untuk mengalami pengeluaran
keringat atau nausea sebelum
kejadian.
Sering
Sering tidak ada walaupun ada
aktivitas seperti kejang klonik ringan
dapat mengikuti episode pingsan
Lebih lama
Lebih singkat
Sering
Jarang
Lambat
Cepat
Kebingungan mental, sakit Kelemahan fisik dengan sensorium
kepala, mengantuk, dan nyeri yang jelas
otot sering terjadi
Mungkin ada
Bisaanya tidak ada

Pemeriksaan Penunjang
1 EKG, harus dilakukan pada semua pasien
1. EKG yang normal membuat kemungkinan iskemik kardiak sebagai
penyebab menjadi mengecil, namun tidak mengeksklusi disritmia.
2. Hasil EKG yang abnormal mengindikasikan adanya resiko hubungan
antara keadaan sinkope dengan penyakit kardiovaskular. Lihat kondisi
yang dapat menjadi predisposisi untuik terjadinya disritmia, contoh :
sindroma Wolff-Parkinson-White atau sindroma QT yang memanjang.

1.
2.
3.
4.

Pemeriksaan optional, tergantung pada indeks kecurigaan, yang meliputi:

GDA untuk mengetahui hipoglikemi


HCG urin untuk kecurigaan kehamilan ektopik
CT scan kepala jika dicurigai ada keadaan patologis CNS
Elektrolit dan FBC tidak dilakukan secara rutin.

Stratifikasi Resiko

Stratifikasi resiko akan mempermudah pemeriksaan obyektif untuk


tatalaksana dan penempatan pasien dengan sinkope.
Kategori Resiko Tinggi
1
Infark Miokard akut, miokarditis, disritmia, block jantung tingkat 2
dan 3, disfungsi pace maker, ventricular takikardi, sindroma QT memanjang,
masalah OBG, kehamilan ektopik, perhdarahan antepartum, perdarahan GIT
yang hebat, emboli paru, heat stroke, perdarahan subarachnoid.
2
Yang harus dilakukan :
1. Pindahkan ke area critical care jika hal tersebut tidak dilakukan lebih awal
2. Resusitasi secepatnya

3. Pertimbangkan MRS pada intensive care

112

4. lakukan konsultasi pada spesialis/bagian yang


terkait Kategori Resiko Sedang
Bukti klinis adanya obstruksi aliran keluar LV, seperti AS, suspek CVA atau
TIA, hipovolemi, perdarahan GIT ringan sampai moderately severe,
menorrhagi, GE yang parah, heat exhaustion, hipoglikemi, pasien dengan
IHD, CCF atau SVT dan sinkop yang diinduksi oleh obat.

Yang Harus Dilakukan :


1. Stabilakn pasien
2. Pertimbangkan untuk meng-MRS-kan
pasien Kategori Resiko Rendah
1
Sinkope vasovagal, heat sinkope, sinkope karena situasional (micturition
syncope, postprandial, tussive), sinkope psikogenik, gangguan ansietas dan panic,
hiperventilasi, hipotensi supine jangka pendek (setelah emeriksaan OBG) dan
sinkope lain yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (hasil normal).

2
1.
2.
3.
4.

Yang Harus Dilakukan :


Eksklusi semua keadaan yang termasuk resiko tinggi dan sedang
Observasi selama 2 jam
KRS-kan pasien jika sadar, penuh perhatian, serta parameternya stabil.
Pada pasien dengan sinkope akibat vasovagal yang rekuren,
pertimbangkan untuk merujuk pada bagian kardiologi untuk tilt tabel test.

31. Trauma, Multipel


Penatalaksanaan Awal
Pendahuluan
Terapi untuk trauma yang serius membutuhkan pemeriksaan yang cepat, juga terapi awal yang
dapat menyelamatkan jiwa. Tindakan ini dikenal sebagai Initial assessment dan meliputi :

1 Persiapan
2 Triage
3 Primary survey (ABCDE)
4 Resusitasi terhadap fungsi vital
5 Riwayat kejadian
6 Secondary survey (evaluasi dari kepala- ujung kaki)
7 Monitoring post resusitasi yang berkelanjutan
8 Reevaluasi
9 Perawatan definitive
Catatan :

113

1 Kedua pemeriksaan yaitu primary dan secondary survey harus diulang secara
berkala untuk memastikan tidak adanya proses deteriorasi.
2 Pada bab ini tindakan yang dilakukan akan dipresentasikan secara longitudinal.
Pada setting klinik yang sebenarnya, banyak aktivitas ini terjadi secara simultan.
3 Serangan jantung yang terjadi pre hospital bisaanya akan berakibat fatal
apabila terjadi lebih dari 5 menit.
Persiapan Di Rumah sakit
Rencana tambahan bagi pasien trauma sangatlah penting. Tiap rumah sakit harus
memiliki Protocol Trauma.
Triage
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada setting prehospital, namun kadang-kadang
dapat dilakukan pada ED, jika :
1 Fasilitas yang tidak mencukupi : pasien yang terlihat paling parah yang akan
ditangani lebih dulu.
2 Jika fasilitas sangat mencukupi : pasien yang paling potensial untuk
diselamatkan yang akan ditangani lebih dulu.
Primary Survey (ABCDE) dan Resusitasi
Selama dilakukannya Primary Survey, kondisi yang mengancam jiwa harus diidentifikasi dan
ditangani secara simultan. Ingat bahwa tindakan lanjutan yang logis harus disesuaikan
dengan prioritas yang didasari oleh pemeriksaan pasien secara keseluruhan.

Catatan : Prioritas penanganan pasien pediatric dasarnya sama dengan penanganan


pada dewasa, walaupun kuantitas darah, cairan, dan obat-obatan mungkin berbeda.
Lihat bab Trauma, Paediatric.
Pemeriksaan Jalan Nafas dengan control Cervical Spine
1 Pemeriksaan : Jalan nafas dan cari adanya :
1. Benda asing
2. Fraktur mandibula/facial
3. Fraktur trakeal/laryngeal
1
Pemeriksaan singkat Untuk mencari Obstruksi jalan nafas
1. Stridor
2. Retraksi
3. Sianosis
2
Manajemen : Pertahankan jalan nafas yang paten
1. Lakukan manuver chin lift atau jaw thrust
2. bersihkan jalan nafas dari benda asing
3. Masukkan orofaringeal atau nasofaringeal airway
4. Pertahankan definitive airway
1. Intubasi orotracheal atau nasotrakeal
2. Needle cricothyrotomy dengan jet insufflation pada jalan nafas
3. Krikotirotomi dengan pembedahan

Caveats
1. asumsikan bahwa trauma cervical spine merupakan trauma multisistem,
terutama dengan gangguan kesadaran atau trauma tumpul diatas clavicula.

114

2. Tidak adanya deficit neurologik bukan berarti kita dapat mengeksklusi


trauma pada servical spine.
3. jangan membuat pasien paralise sebelum memeriksa jalan nafas yang
lebih dalam dan sulit
4. Penyebab cardiac arrest/serangan jantung selama atau sesaat setelah
intubasi endotrakeal :
1. Oksigenasi yang inadekuat sebelum intubasi
2. Intubasi esophageal
3. Intubasi bronchial pada bagian mainstem atau cabang utamanya.
4. Tekanan ventilasi yang berlebihan menyebabkan memperlambat
venous return.
5. Tekanan ventilasi yang berlebihan menyebabkan tension pneumothorax.
6. Emboli udara
7. Respon vasovagal
8. Alkalosis respiratori yang berlebihan.
Bernafas (Ventilasi dan oksigenasi jalan nafas secara tunggal tidak akan mendukung
ventilasi yang adekuat).

Pemeriksaan
1. periksa bagian leher dan dada : pastikan immobilisasi leher dan kepala.
2. Tentukan laju nafas dan dalamnya pernafasan.
3. Inspeksi dan palpasi leher dan dada untuk mencari deviasi trakeal,
gerakan dada yang unilateral atau bilateral, penggunaan otot aksesorius,
dan adanya tanda-tanda injury.
4. Auskultasi dada secara bilateral, basal dan apeknya.
5. Jika terdapat suara yang berbeda antara kedua sisi dada, maka perkusi
dada untuk mengetahui adanya dullness atau hiperresonan untuk
menentukan adanya hemotorak atau pneumothorax secara berturut-turut:
a. Tension pneumothorax

b.
c.
d.

Flail chest dengan


kontusio pulmonal Dapat mengganggu
Pneumothorax terbuka
pernafasan secara akut
Hemothorax massive

Manajemen
1. Pasang pulse oksimetri pada pasien
2. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
Catatan : FiO2 > 0,85 tidak dapat dicapai dengan nasal prongs atau dengan face mask yang
simple. Non-rebreather mask dengan reservoir diperlukan untuk mencapai FiO2 100%.

3. Ventilasi dengan bag-valve mask


4. Ringankan keadaan tension pneumothorax dengan memasukkan jarum
ukuran besar secara cepat kedalam ICS 2 pada midklavikular line dari sisi
paru yang terkena, kemudian diikuti dengan pemasangan chest tube pada
ICS 5 anterior dari mid aksilari line.
5. Tutup penumothorax yang terbuka dengan pelekat kassa steril, cukup besar
untuk menutupi tepi luka, dan lekatkan pada tiga sisi untuk menciptakan efek
flutter-valve. Kemudian masukkan chest tube pada sisi sisanya.

6. pasang peralatan monitoring end tidal CO2 (jika tersedia) pada endotrakeal tube.
Caveat
s

115

1. Membedakan gangguan pernafasan dengan airway compromised mungkin akan


sulit, karena jika gangguan pernafasan yang terjadi akibat pneumothorak atau
tension pneumothorax namun disalahartikan sebagai suatu masalah jalan nafas
sehingga jika pasien diintubasi, keadaan pasien akan semakin memburuk.
2. Intubasi dan ventilasi dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks;
sehingga CXR harus dilakukan segera setelah intubasi dan ventilasi.
3. jangan paksa pasien untuk berbaring pada trolley terutama bila pasien lebih
nyaman untuk bernafas pada posisi duduk.

Sirkulasi dengan Kontrol perdarahan


1
Hipotensi setelah terjadi injury harus dipertimbangkan sebagai akibat
hipovolemik sampai terbukti tidak. Identifikasi sumber perdarahannya.
2
Pemeriksaan cepat dan akurat terhadap status hemodinamik sangat
penting. Elemen yang penting a.l:
1. Tingkat kesadaran : Penurunan tekanan perfusi serebral dapat terjadi akibat
hipovolemi.
2. Warna kulit : kulit kemerahan : jarang menandakan hipovolemia. wajah
keabu-abuan/kelabu, kulit ektremitas putih menunjukkan hipovolemi;
bisaanya mengindikasikan kehilangan volume darah setidaknya 30%.
3. Nadi
4. BP jika waktu mengijinkan
1. jika nadi pada radialis teraba, BP >80mmHg
2. Jika hanya ada di Carotid BP > 60 mmHg.
3. Periksa kualitas nadi; penuh dan cepat
4. Nadi irregular menandakan kemungkinan cardiac impairment

Manajemen
1. tekan langsung daerah perdarahan eksternal
2. pasang jalur IV dengan ukuran 14G atau 16G
3. Darah untuk : GXM 4-6 unit darah, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil
koagulasi dan BGA jika diperlukan
Catatan : Jika darah gol. O negatif tidak tersedia, gunakan tipe darah yang spesifik

4. berikan terapi cairan IV dengan kristaloid hangat (NS atau Hartmanns) dan
transfuse darah.
5. pasang monitor EKG :
1. Disrritmia, pertimbangkan tamponade jantung
2. Pulseless electrical activity : pertimbangkan tamponade jantung,
tension pneumothorax, hipovolemia
3. Bradikardi, konduksi abberant, ventricular ektopik,: pertimbangkan
hipoksia, hipoperfusi
6. Pasang kateter urin dan NGT kecuali ada kontraindikasi.
Catatan : output urin adalah indicator sensitive untuk mengetahui status volume

tubuh. Kateter urin merupakan kontra indikasi jika ada kecurigaan injury
pada urethra, misal:
1. darah pada meatus uretra
2. Henatom skrotum
3. Prostate tidak bisa dipalpasi
Gastric tube diindikasikan untuk mengurangi distensi lambung dan menurunkan
resiko aspirasi. Darah pada cairan aspirasi lambung mungkin berarti :

116

1. darah orofaring yang tertelan


2. akibat tauma pemasangan NGT
3. injury pada GIT bagian atas
Jika ada epistaksis atau serebrospinal fluid rhinorrhea yang mengindikasikan
adanya fraktur cribriform plate, pasang NGT per oral daripada melalui nasal.

7. cegah hipotermi
1 Caveats:
1. hipotensi persisten pada pasien trauma bisaanya terjadi karena hipovolemi
akibat perdarahan yang terus-menerus.
2. pada lansia, anak-anak, atlet, dan pasien lain dengan kondisi medis kronik,
tidak adanya respon terhadap hilangnya volume merupakan keadaan yang
bisa terjadi. Lansia mungkin tidak menunjukkan takikardi saat kehilangan
darah, lebih parah lagi pada pasien pengguna beta blocker. Pasien anak yang
resah akan sering menunjukkan tanda hipovolemi yang parah.
3. coba jangan memasukkan emergency suclavian line pada sisi yang sehat dari
pasien trauma dada. Jalur IV femoral dapat digunakan. Jika central line
digunakan untuk resusitasi harus digunakan jarum ukuran besar (>8Fr)
Disabilitas (Evaluasi Neurologik)
Cek tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
1 Metode
AVPUP A Alert
V respon terhadap rangsang
Vokal P respon terhadap
rangsang Pain U Unresponsif
P ukuran dan reaksi Pupil
Catatan : GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey; kecuali jika
akan melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih dulu.
1. tentukan tingkat kesadaran dengan metode AVPUP
2. Periksa pupil untuk ukurannya, equalitas dan reaksinya.
Caveats
Jangan anggap AMS hanya terjadi akibat trauma kepala saja, pertimbangkan :
1. Hipoksia
2. Syok
3. intoksikasi alcohol/obat
4. hipoglikemi
5. sebaliknya jangan anggap AMS terjadi akibat intoksikasi alkohol atau obat,
dokter harus dapat mengeksklusi adanya cedera kepala.
Kontrol terhadap paparan/lingkungan
Lepas semua pakain pasien, cegah hipotermi dengan memakaikan selimut dan atau
cairan IV yang hangat, berikan cahaya hangat.
1 Monitoring nadi, BP, pulse oksimetri, EKG, dan output urin terus-menerus.
2 Lakukan X ray
1. Lateral cervical spine
2. Dada AP
3. Pelvis AP
Secodary Survey

117

1
Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan
temperature
2
Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
3
Dapat disingkat menjadi tubes and fingers in every orifice
4
Dimulai dengan anamnesa AMPLE :
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
Kepala dan Wajah
1 Pemeriksaan
1. inspeksi adanya laserasi, kontusio dan trauma panas
2. Palpasi adanya fraktur
3. Evaluasi ulang pupil
4. Fungsi nervus cranial
5. Mata : perdarahan, penetrating injury, dislokasi lensapemakaian contact lenses
6. Inspeksi telinga dan hidung untuk mencari CSF leakage
7. Inspeksi mulut untuk mencari perdarahan dan CSF

Manajeman
1. Pertahankan airway
2. Kontrol perdarahan
3. Hindari brain injury sekunder
4. Lepaskan contact lenses

Leher

1.
2.
3.
4.

Pemeriksaan
Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, deviasi trakea, penggunaan otot pernafasan
tambahan
Palpasi : nyeri tekan, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutaneus, deviasi
trakea
Auskultasi : periksa bruit pada arteri karotis
X ray lateral, cross-tabel cervical spine

Manajemen
Pertahankan immobilisasi cervical spine in-line yang adekuat
Dada
1 Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dan tajam, penggunaan otot pernafasan
tambahan, penyimpangan pernafasan bilateral.
2. Auskultasi : nafas dan suara jantung
3. Perkusi : dull atau resonan
4. Palpasi : trauma tumpul dan tajam, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.

118

1.
2.
3.
4.

Manajemen
Pasang chest tube
dekompresi menggunakan jarum venule 14G pada ICS 2
tutup luka pada dada dengan benar
Lakukan CXR

Catatan : tidak direkomendasikan untuk melakukan Perikardiocentesis. Torakotomi


pada Emergency Room lebih diperlukan pada pasien tamponade jantung. Rata- rata
keberhasilan pasien dengan luka penetrasi pada dada abdomen, serta pada pasien
yang baru mengalami serangan jantung, juga pada pasien dengan trauma tumpul.
Sehingga prosedur ini secara umum tidak diindikasikan pada trauma tumpul.
Abdomen
1 Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dantajam
2. Auskultasi : Bising usus
3. Perkusi : nyeri tekan
4. Palpasi
5. X ray Pelvis
1
Manajemen
1. Pemeriksaan klinis pada trauma multiple bisaanya sering menghasilkan
pemeriksaan abdomen yang kurang terperinci. Sehingga diindikasikan
pemeriksaan FAST (Focuses Assessment using Sonography in Trauma),
CT scan abdomen atau peritoneal lavage. Lihat Bab Trauma, abdominal.
2. Pindahkan pasien ke ruang operasi, jika diperlukan.
Pemeriksaan Perineal dan Rektum
1
Evaluasi
1. Tonus sphincter ani
2. Darah pada rectal
3. Integritas dinding usus
4. Posisi prostate
5. Darah pada meatus urinary
6. Hematoma scrotum
1
Pemeriksaan
Perineal 1. kontusio, hematom
2. Laserasi
2
Pemeriksaan Vagina
1. adanya perdarahan pada vaginma
2. Laserasi vagina

Pemeriksaan Rektum
1. Perdarahan rectum
2. Tonus sphincter ani
3. integritas dinding usus
4. bony fragments
5. Posisi prostate
Punggung

Logroll pasien untuk mengevaluasi :


1. Deformitas tulang

119

2. adanya trauma tajam atau tumpul


Ekstremitas
1
Pemeriksaan
1. inspeksi : deformitas, perdarahan yang meluas
2. Palpasi : nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal
1
Manajemen
1. Splinting fraktur yang tepat
2. hilangkan nyeri
3. Imunisasi tetanus
Neurologik
1
Pemeriksaan : reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran,
skor GCS 1. Evaluasi Sensorimotor
2. Paralise
3. Parese
2
Manajemen
Imobilisasi pasien secara adekuat
Perawatan Definitif/Pemindahan
1 Jika trauma pada pasien membutuhkan penanganan yang lengkap, pindahkan
pasien secepatnya.

32. Retensi Urin Akut


Jp Travers Peter Manning Shirley Ooi
CAVEATS
1 Beberapa penyebab umum dari retensi urin di kasus-kasus pria dewasa, termasuk
1. Hipertropi prostat jinak (BPH)
2. Konstipasi dengan faeces keras
3. Penyempitan uretra/kontraktur kandung kemih
4. Obat-obatan: (a) antispasmodis agents; (b) tricyclic antidepressants; (c)
antihistamines; (d) anticholinergic agents; (e) alpha-adrenergic stimulators,
misalnya cold tablet, ephedrine derivates
5. Masalah pada spinal cord
6. Carcinoma prostat
7. Prostatitis
Catatan: pada wanita, keluarkan kehamilan/massa pelvis sebagai penyebab dari retensi urin!
1 Pada saat melakukan kateterisasi terhadap pria yang diduga menderita BPH, mulailah
Foley Kateter dengan ukuran 14. Bila pembukaan melalui leher kandung kemih tidak bisa
diterima, ulangi proses yang sama dengan ukuran Foley kateter yang lebih besar, bukan

120

1
2
3
4

yang lebih kecil, misalnya 16F. Tambahan rigiditas seringkali mempermudah


pembukaan tidak seperti ukuran yang lebih kecil,
Pasien dengan recurrent urethral strictures seharusnya dilakukan pendekatan
menggunakan kateter kecil.
Pasien dengan prostatitis (demam, menggigil, nyeri kelenjar prostat pada colok
dubur) lebih baik dilakukan kateter supra pubic terlebih dahulu.
Jangan pernah memaksakan jalan untuk urin kateter. Bila tidak bisa dikateterisasi
segera cari pertolongan dari spesialis urologi atau pertimbangkan melakukan
kateterisasi supra pubic, hanya bila sudah berpengalaman.
Obstruksi urin dengan demam merupakan emergensi urologi dan perintahkan
pasien untuk masuk rumah sakit. Pada situasi ini, urinalisis mungkin tidak bisa
dipercaya dan miss pyuria.

Petunjuk khusus bagi dokter umum


1 Riwayat onbstruksi urin dan demam merupakan emergensi urologi dan harus
segera dirujuk ke rumah sakit terdekat atau IRD. Selalu lakukan penilaian
tanda vital pada kasus-kasus ini.
2 Pada kasus retensi utin kronis (tanpa nyeri), jangan menempatkan kateter
urin tanpa pemasangan infus sebelumnya sebagaimana diuresis bisa memicu
hypovolemi dan shock.
Obstruksi Akut
1 Ukur tanda vital penting dilakukan karena obstruksi urologi dengan demam
merupakan suatu emergensi.
2 Labs: DL, ureum/kreatinin/elektrolit, urinalisis untuk mencari sel darah putih dan
atau nitrat positif.
3 Untuk mengurangi nyeri biarkan 5 10 menit gel anastesi lokal beraksi dan
pasien beradaptasi atau rileks kemudian masukkan kateter urin dengan teknik
steril. Drain urin 500 750 ml secara terbagi untuk mengurangi kemungkinan
spasme kandung kemih, yang mana, kadang-kadang mengikuti dekompresi
kandung kemih. Biarkan 15 20 menit diantara masing-masing bagian. Nyeri
akan dikurangi oleh pengambilan bagian yang pertama.
4 Disposisi: bisa dikeluarkan dengan kateter terpasang, untuk follow up awal di
klinik urologi bila tidak ada hematoria pyuria atau demam sementara masih di
IRD. Bila terjadi sebaliknya maka masukkan ke urologi.
Obstruksi kronis dengan overflow
1 Ukur tanda vital: cari tanda-tanda demam
2 Pasang infus untuk pencegahan/berjaga-jaga
3 Infus kristaloid dengan tetsan maintenance
4 Labs: ureum/kreatinin/elektrolit, urinalisis
5 Komplikasi potensial setelah menghilangkan obstruksi
1. Diuresis postobstruksi : pada obstruksi kronis, terdapat kemungkinan tekanan
aliran balik yang kronis pada sistem tubulus ginjal oleh karena hydronephrosis
dengan gagal ginjal kronis yang mengikutinya. Lebih lanjut, pelepasan tekanan
dengan cara kateterisasi urin bisa mengakibatkan diuresis hebat dengan
dehidrasi dan instabilitas hemodinamic (the old postcatheterization shock)
2. Hipotensi karena respon vasovagal atao pengurangan kongesti vena pelvic.

121

3. Haemorrhagea ex vacuo jarang terjadi, oleh karena gangguan mukosa setelah


pengilangan sumbatan dan biasanya membaik secara spontan.
2 Disposisi : observasi di IRD selam 1-2 jam untuk diuresis, Bila Diuresis tidak
terjadi dan tidak ada demam, hematuria atau pyuria, pasien bisa dikeluarkan
dengan kateter terpasang dengan membuat janji follow up di klinik Urologi.

33. PASIEN AGRESIF / PERCOBAAN BUNUH DIRI


Pasien agresif menunjukkan keberadaannya dengan sangat jelas, sementara percobaan
bunuh diri bisa jadi hanya berupa kecurigaan terhadap sekelompok tampilan klinis. Yang
umumnya penting adalah kasus kecelakaan dengan kendaraan tunggal, pengemudi tunggal,
ingesti tanpa disengaja, perilaku berisiko dan pasien dengan alasan datang yang tidak jelas,
seperti keluhan somatik yang samara seperti sakit kepala persisten atau kelemahan kronis.

PERHATIAN
1 Peran utama seorang dokter emergensi adalah untuk membedakan, bila
mungkin, penyebab organik dan anorganik dari psikosis.
2 Jangan pernah tinggalkan pasien sendiri: gunakan bantuan setidaknya 5
petugas keamanan berseragam untuk mendukung anda sebagai unjuk kekuatan
bila memang diperlukan. Jika pasien seorang wanita, setidaknya satu petugas
wanita harus hadir setiap saat.
3 Ingatlah perlindungan diri sendiri: selalu ada potensi pasien dengan
percobaan bunuh diri untuk menjadi agresif.

122

1) Tips Khusus untuk Dokter Umum


1 Jika anda mengevaluasi pasien ini di kantor anda, jangan biarkan diri anda
terjebak dengan berada di antara pasien dan pintu.

2 Beritahu petugas berseragam berdasarkan kebiasaan lokal pada petunjuk pertama


agresivitas; anda mungkin memerlukan bantuan mereka lebih dini dari perkiraan
anda.

3 Pasien anda mungkin dapat tertangani dengan dosis oral obat-obatan berikut, yang

harus tersedia di kantor anda. Obat tersebut dapat diberikan dengan dosis yang lebih
besar dibanding pemberian parenteral (yaitu 20 mg Valium atau Haldol PO) dan
lebih tidak menakutkan untuk pasien daripada injeksi.

TATA LAKSANA
1 Penanganan Suportif
1.
Pasien sebaiknya ditangani di area intermediate atau pelayanan kritis di
UGD, tergantung pada keadaan umum pasien. Observasi pasien secara
kontinu dapat dioptimalkan dengan cara ini.
2.
Perhatikan ABC, hipoksia dapat menjadi penyebab perilaku gaduh gelisah.
3.
Ukur tanda vital secara lengkap bila pasien mengijinkan: abnormalitas
dapat menunjukkan adanya penyebab organik yang mendasari, penyebab
infeksius ataupun toksikologis dari perilaku pasien.
4.
Awasi: EKG, tanda vital setiap 30-60 menit, pulse oximetry, jika pasien
mengijinkan.
5.
Mulai pemeriksaan gula darah acak dan elektrolit serum bila pasien
mengijinkan.
6.
Tata laksana standar dan segera terhadap keadaan ingesti atau trauma
harus dilakukan.
7.
Pertimbangkan penggunaan ikatan/bebat: pertimbangan penggunaan
ikatan/bebat fisik untuk mencegah pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain sebaiknya selalu muncul dalam benak dokter jaga.
8.
Upayakan untuk mengambil hati pasien: perhatikan privasi pasien (tarik tirai untuk
menutupi sebagian bilik), kenyamanan pasien dan pendekatan penuh empati yang tidak
menghakimi dapat menghasilkan kerjasama dan meningkatkan kemampuan tim untuk
memperoleh informasi yang akurat, mengevaluasi intervensi yang sesuai.

9.
Evaluasi penilaian resiko pasien bunuh diri dengan menggunakan
modifikasi skala Sad Persons (tabel 1).
2 Terapi medikamentosa: jika pasien agresif, pertimbangkan penggunaan obat antipsikosis
ataupun penenang, baik tunggal, ataupun lebih baik lagi dalam bentuk kombinasi.

Dosis:

haloperidol 5-10 mg IV, dapat diulang 15 menit kemudian


diazepam 5-10 mg IV, dapat diulang 15 menit kemudian
Alternatif lain yang dapat membantu adalah pemberian secara oral karena
pasien psikotik seringkali lebih agresif bila berhadapan dengan jarum suntik.
Dosis:
haloperidol 20 mg PO (bentuk
konsentrat) diazepam 20 mg PO
Disposisi: buat konsultasi dini dengan bagian Psikiatri, lebih baik sebelum sedasi walaupun
hal ini tidak selalu memungkinkan berkaitan dengan sifat tampilan klinis pasien.

Tabel 1: Modifikasi skala Sad Persons


Faktor
S Sex

Deksripsi
Laki-laki

123

A
D
P
E
R
S
O
N
S

Age
Depression or hopelessness

<19 atau >45 tahun


Mengakui mengalami depresi atau
gangguan konsentrasi, nafsu makan, tidur,
libido
Previous attempts or psychiatric Pelayanan psikiatrik sebelumnya, rawat
care
inap atau rawat jalan
Excessive alcohol or drug use Stigmata adiksi kronis atau tanda
penggunaan baru
Rational thinking loss
Sindroma otak organik atau psikosis
Separated, divorced or widowed Terpisah, bercerai atau menjanda
Organized or serious attempt Rencana bunuh diri yang terpola dengan
baik atau tampilan klinis yang mengancam
nyawa
No social support
Tanpa kerabat dekat, teman, pekerjaan atau
perkumpulan rohani yang diikuti secara
aktif
Stated future intent
Bertekad untuk mengulangi percobaan
bunuh diri atau sikap ambivalen

34. Acid Base Emergencys ( Kedaruratan Asam Basa )


Caveats
1 Gejala dan tanda kedaruratan asam basa bisaanya sangat bervariasi dan
kurang jelas/samar-samar.
2 Peran dokter EM adalah untuk mengenali adanya gangguan asam basa, mendiagnosa
penyebab yang mungkin dan menangani pasien dalam optimalisasi resusitasi.

3 Selalu pertimbangkan gangguan asam basa/elektrolit pada pasien AMS


4 Level PaO2 100mmHg pada pasien yang menerima supplemental oksigen mungkin
tidak normal. Selalu kalkulasikan gradient oksigen alveolar-arterial (A-a gradient).

Tips Khusus Untuk Dokter Umum


1 Hiperventilasi merupakan diagnosa eksklusi pasien takipneu. Selalu
eksklusi metabolic asidosis yang menjadi underlying, dengan pernafasan
kussmaul, emboli paru dan asma berat. Lihat bab Hyperventilation.
2 Pemeriksaan dengan paper bag rebreathing pada hiperventilasi secara
rutin akan berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia yang
signifikan dimana juga terjadi peningkatan PCO 2 yang ringan.

124

Diagnosa Gangguan Asam Basa


Formula penting
1 Persamaan Henderson-Hasselbalch (H-H)
pH = 6,1 + log [HCO3-] (dalam mmol/L) (dimana 6,1 = pKA)
0,03xPaCO2 (dalam mmHg)
1. Pengukuran kadar CO2 Venous Total

Total CO2 = [HCO3-] + CO2 terlarut


1=
[HCO3-] + 0,03 x PaCO2 (dalam mmHg)
2=
[HCO3-] + 1,2 (jika PCO2 = 40 mmHg)
2. Karena itulah CO2 venous dapat digunakan untuk memperkirakan kadar
bikarbonat serum. Ingat bahwa hasil yang didapatkan akan lebih tinggi 1
mmHg dibanding dengan kadar bikarbonat yang sebenarnya.
2 Anion gap (AG) : [Na+]-[HCO3-]-[Cl-]
1. Normal = 3-11 mmol/L. perubahan teknik pengukuran elektrolit yang baru
telah memberikan hasil kisaran harga normal AG yang lebih rendah, dan
kevaliditasannya telah dibuktikan melalui penelitian.
2. Peningkatan AG menyokong adanya high anion gap metabolic asidosis (HAGMA).
3. Jika AG sangat rendah, pertimbangkan :L
1. Hipoalbunemia
2. AG turun 2,5mmol/L untuk setiap 1 g/dL penurunan albumin
3. Paraproteinemi
4. Hiponatremi
5. Hipermagnesemi
6. Hiperkloremia palsu
7. Kesalahan lab
Langkah-langkah untuk mendeteksi gangguan asam basa

Cari abnormalitas pH, [HCO3-], PCO2, dan AG


1. Ketidaknormalan pada salah satu dari 3 variabel persamaan H-H berarti
terkait dengan gangguan asam basa tanpa kecuali.
2. Peningkatan AG merupakan penanda HAGMA, walaupun harga pH atau
[HCO3-] normal.

Periksa konsistensi internal dari hasil yang didapatkan


dengan
menggunakan persamaan H-H jika diperlukan.

Identifikasi abnormalitas sekunder dimulai dari pH.


pH < 7,35 dan [HCO3-] < 20 mmol/L Asidosis metabolic
1.
2.
pH < 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg Asidosis respiratori
pH > 7,45 dan [HCO3-] > 24 mmol/L Alkalosis metabolic
3.
4.
pH > 7,45 dan PCO2 < 35 mmHg Alkalosis respiratori

Identifikasi abnormalitas sekunder dengan memeriksa adekuat atau tidaknya


kompensasi.
1. Asidosis metabolic : Expected (yg diharapkan) PCO 2 = (1,5 x [HCO3-]) + 8
mmHg ( 2)
1. Jika PCO2 yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan, berarti
juga ada alkalosis respiratori.
2. Jika PCO2 yang didapat lebih tinggi dari yang diharapkan, berarti
juga ada asidosis respiratori.

12
5

3. Untuk HAGMA, cari adanya kelebihan atau kekurangan anion dengan


memperhitungkan excess anion gap.

(1) Excess anion gap, AG = AG -11


(2) Masukkan AG untuk mengukur [HCO3-]
(3) Jika total = normal [HCO3-], simple HAGMA
(4) Jika total > normal [HCO3-], ion HCO3- berlebihan,
concurrent alkalosis metabolik
(5) Jika total < normal [HCO3-], ion HCO3-kurang,
Concurrent NAGMA
2.

Alkalosis Metabolik : Expected PCO 2 = (0,6 x [HCO3- - 24]) + 40 mmHg

1. Jika PCO2 yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent alkalosis respiratori.

2. Jika PCO2 yang didapat lebih tinggi dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent asidosis respiratori.

3.

Asidosis atau alkalosis respiratori


1. Akut

2.

(1) Perubahan [HCO3-]1 sampai 2 mmol/L untuk setiap


perubahan 10 mmHg PCO2
(2) Perubahan pH 0,08 untuk setiap perubahan 10 mmHg PCO2.

Kronik

(1) Perubahan [HCO3-]4 sampai 5 mmol/L untuk setiap


perubahan 10 mmHg PCO2
(2) Perubahan pH 0,03 untuk setiap perubahan 10 mmHg PCO2.

3. Jika [HCO3-] yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent asidosis metabolic.

4. Jika [HCO3-] yang didapat lebih tinggi dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent alkalosis metabolic.

Jika pH normal, periksa gangguan keseimbangan asam basa.


1. [HCO3-] < 20

PCO2 < 35

2. [HCO3-] >24

PCO2

3. [HCO3-], PCO2
4. [HCO3-], PCO2

normal
normal

Three Rules atau 3 Peraturan at 3 am

> 45

AG > 11
AG normal

Asidosis metabolic +
Alkalosis respiratori
Alkalosis metabolic +
Asidosis Respiratori
HAGMA + Alkalosis metabolic
Normal (tidak seperti HAGMA +

Alkalosis metabolic)

1 Rule 1 :
1o arah perubahan pH merupakan merupakan abnormalitas yang primer.
2o Mekanisme kompensasi tidak overcompensate atau bahkan
mengembalikan keadaan menjadi normal.
2

Rule 2 :

1o Adanya anion gap yang sangat tinggi (> 20) menyokong adanya
HAGMA bahkan bila pHnya atau [HCO3-] normal.

2o Tubuh tidak menghasilkan peningkatan anion gap untuk


mengkompensasi alkalosis yang terjadi.
3

Rule 3 :

1o Jumlah excess anion gap pada HAGMA dan hasil [HCO 3-] harus
equal dengan [HCO3-] normal.

2o Jika terdapat kelebihan [HCO3-], maka terdapat concurrent


alkalosis metabolic.

126

Dan jika [HCO3-] terlalu sedikit, maka terdapat concurrent NAGMA.

Interpretasi sisa Hasil BGA


1 Oxygen Delivery dan Oksigenasi
1. penting untuk mencatat jumlah supplementasi oksigen yang diberikan
pada pasien untuk menginterpretasi hasil dengan tepat.
2. FiO2 delivery dapat diestimasi :
1. Nasal prong (2-4L/menit) 21% + 4 % untuk setiap liter per menit.
2. Standart mask (6-8 L/menit) : FiO2 50-60%
3. Reservoir mask (non-rebreather mask) : 80-85%
3. Oxygen delivered dengan aliran yang lambat misalnya dengan
menggunakan kanul intra nasal dipengaruhi oleh udara atmosfer, sehingga
FiO2 delivered dapat inkosisten dan tidak akurat.
4. Idealnya, supplemental oxygen harus diberikan dengan system yang tetap
seperti Venturi mask, yang memungkinkan setting FiO2 yang akurat.
2 Alveolar-arterial oxygen gradient (A-a gradient) merupakan alat yang
bermanfaat untuk mengevaluasi oksigenasi pasien.
1. P (A-a) O2 = PAO2 PaO2 (mmHg)
1=
[(760-47) x FiO2 PaCO2/0,8] PaO2
Dimana FiO2 dalam decimal.
2. Normal = 10 sampai 20 mmHg. Kadar > 50 mmHg menandakan disfungsi
pulmonal hebat.
3. A-a gradient meningkat sesuai usia pasien dan FiO2.
1. tambahkan 3,5mmHg untuk setiap decade usia,
gunakan rumus [ Normal = Usia + 4 ]
4
2. Tambahkan 5-7 mmHg untuk setiap peningkatan 0,1 FiO 2.
3. Catat bahwa tidak ada koreksi untuk perokok
4. Penyebab peningkatan A-a gradient meliputi V / Q mismatch, shunt dari kiri
ke kanan, abnormalitas difusi.
5. namun, literature masih belum jelas mengenai interpretasi A-a gradient
yang normal pada psien yang dicurigai PE.
6. Alat lain untuk estimasi oksigenasi adalah PaO2 / FiO2 ratio.
1. Normal = 500-600
2. Kadar < 300 menunjukkan adanya ARDS pada pasien dengan
infiltrate alveolar pada kuadran paru 3 atau4 serta tekanan kapiler
pulmonal yang normal.

Pengaturan Kerja untuk kasus asam basa


1. Pindahkan pasien pada area pengawasan jika diperlukan.
2. Resusitasi jika diperlukan.
3. Review pasien untuk efek klinik dan penyebabnya
1. Anamnesa dan pemeriksaanklinis
2. BGA dan elektrolit
Asidosis Metabolik

Definisi : pH < 7,35 dan [HCO3-] < 20 mmol/L


1. HAGMA : [HCO3-] < 20 mmol/L dan anion gap > 11 mmol/L
2. NAGMA (asidosis metabolic hiperkloremik) : [HCO 3-] < 20 mmol/L dan
anion gap < 11 mmol/L

127

1
Penyebab : Penyebab HAGMA dapat diringkas dengan SULK atau
CATMUDPILES (tabel 1). Sedangkan penyebab NAGMA dapat diringkas
dengan USEDCARP (tabel 2).
2
Terapi asidosis metabolic : ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mendasari :
1. KAD (hidrasi dan terapi insulin)
2. Syok (hidrasi, inotropik, terapi sepsis)
3. Gagal ginjal (dialysis)
4. penelanan methanol/etilenglikol (etanol)
3
Terapi bikarbonat: controversial
1. efek samping potensial meliputi gangguan elektrolit (cth : hipokalemia,
hipokalsemia,) asidosis intraserebral dan intraselular paradoksikal, post
treatmen alkalosis, overload cairan, hipernatremi/hiperosmolaritas. Lebih jauh
lagi terapi bikarbonat tidak menunjukkan perbaikan hasil.
2. keuntungan yang mungkin didapatkan perbaikan kontraktilitas miokard,
respon terhadap katekolamin dan status hemodinamik.
3. Patofisiologinya terapi bikarbonat mungkin lebih bermanfaat pada kasus NAGMA
daripada HAGMA. Karena pada NAGMA membutuhkan waktu beberapa hari untuk
penyembuhan ginjal maka ion bikarbonat akan bermakna. Sedang pada HAGMA, terapi
terhadap penyebab dasar menyebabkan perubahan excess anion menjadi bikarbonat.

4. Pasien harus mampu untuk memventilasikan peningkatan CO2 sebelum terapi


bikarbonat diberikan.
5. Rekomendasi terbaru tidak menyarankan terapi bikarbonat secara rutin,
kecuali pH < 7,1 dan pasien dalam keadaan compromised hemodinamik.
1. target yang disarankan termasuk pH > 7,1, [HCO3-] > 5 mmol/L
2. Titrasi 50 sampai 100 ml NaHCO 3 8,4 % (dengan aliran infus yang
lambat dalam D5%) dan periksa ulang 30 menit setelah selesai.
Catatan : tidak ada rumus yang sempurna untuk menghitung jumlah bikarbonat
yang diperlukan untuk mengkoreksi pH karena status asam basa mengalami
perubahan secara konstan seiring dengan progresivitas penyakit dan terapi.

3. Rumus yang digunakan :


HCO3- (mmol) yang diperlukan = 0,5 x berat badan (kg) x [target - hasil
pengukuran HCO3-] (mmol)
Tabel 1 : Penyebab High anion gap Metabolic Asidosis
S Salisilat, toksin eksogenus (mtformin, C cyanide, CO
matanol, toluene, etilenglikol, besi, A Alkoholik ketoasidosis
paraldehyde)
T Toluene
U Uremia
M Metanol, metaemoglobin
L Laktic asidosis (cth : segala penyebab U Uremia
syok, hipoksia, metformin, phenformin, D Diabetik ketoasidosis
sianoda, keracunan CO, INH, besi) P Paraldehyde
K Ketoasidosis (diabetic alkoholik, I INH/besi (melalui asidosis laktik)
kelaparan)
L Laktic asidosis (cth : semua penyebab syok,
hipoksia, metformin, phenformin, keracunan sianida)
E ethyleneglicol (BUKAN etanol)
S salisilat, solvent
Tabel 2 : Penyebab Normal Anion Gap Metabolic Asidosis
Tipe hiperkalemik
Renal

128

Tipe Hipokalemik

Dilution Acidosis

Renal tubular asidosis (tipe IV)


Potassium sparing diuretic
Hipoaldosteronisme/penyakit Addison
Obstruktif uropathy dini
Asidosis uremik dini
Perubahan KAD
Asupan Cl- eksogen
Asam Hidroklorik (HCl)
Ammonium klorida (NH4Cl)
Lysine-HCl, arginine-HCl
Gastrointestinal
Diare (kehilangan HCO3- > kehilangan
Cl-)
Diversi urinary ke usus (cth :
ureterosigmoidostomi)
Fistula akibat pembedahan, drain
Renal
Renal Tubular Asidosis (tipe I, II)
Acetazolamide (RTA fungsional)
Infus NaCl berlebihan akan mendilusikan
HCO3- plasma

S Small bowel fistule


E Extra Chloride
D Diare
C Carbonic anhydrase inhibitor
A Adrenal Insufficiency
R Renal tubular acidosis
P Pankreatik fistula

Asidosis Respiratori
1 Definisi : pH < 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg
2 Penyebab : asidosis respiratori terjadi ketika ekshalasi CO2 berkurang .
lihat tabel 3 untuk mengetahui penyebabnya.
Tabel 3 : Penyebab Asidosis Respiratori
Penyebab Sntral terhadap usaha respirasi Obat-obatan (sedasi, opiate)
Trauma kepala
Lesi CNS
Alkalosis Metabolik
Hilangnya kendali hipoksik pada gagal nafas
tipe II kronik yang diterapi dengan
Obstruksi Jalan Nafas
oksigen
Asma
Abnormalitas thoracic cage
COLD
Kiposkoliosis
Obesitas yang morbid
Abnormalitas neurologik/neuromuskular
Trauma dada
Miastenia gravis
GBS
Injury cervical / high thoracic spine
1 Terapi asidosis respiratori ditujukan untuk mengatasi penyebabnya:
1. terapi suportif ventilasi mungkin diperlukan. Pilihannya meliputi
intubasi atau non-invasive positive pressure ventilation (NIPPV).
2. Terapi bikarbonat biasanya tidak diperlukan.
3. supplemental oksigen untuk pasien gagal nafas tipe II harus dilakukan dengan
fixed system untuk memastikan titrasi yang akurat dan mencegah supresi

hypoxic drive.

129

Alkalosis metabolic
1
Definisi : pH > 7,45 dan [HCO3-] > 25 mmol/L
2
Penyebab : kelebihan bikarbonat menyebabkan alkalosis metabolic yang
bisaanya dikeluarkan oleh ginjal. Alkalosis metabolic timbul bila penyebab akut terus
berlangsung, atau mekanisme kompensasi renal terganggu terus menerus tabel 4).

Tabel 4 : Penyebab Alkalosis Metabolik


Penyebab akut ( mekanisme awal dari alkalosis metabolic)
Peningkatan
Intake HCO3-

Hilangnya Asam

Acid shifts
Mekanisme Asidosis Metabolik
Hipovolemi

Hipokloremi (respon thd salin)

Hipokalemi (tidak respon thd

salin)

Penyalahgunaa
n antacid
Intake NaHCO3 yang berlebihan
Transfusi darah Massive (karena pecahnya sitrat)
Vomiting yang hebat (cth : hiperemesis
gravidarum, bulimia), suction nasogastric, obstruksi
gastric outlet
Diare hebat (cth : GE, penyalahgunaan laksatif)
ketika hilangnya HCO3- < hilangnya Cl, edema
villi, penyebab yang jarang seperti diare kloride
Renal losses, seperti diuresis loop dan distal.
Hipokalemia
Contraction alkalosis (karena berkurangnya
distribusi volume bikarbonat dan hilangnya H+
renal paradoksikal
Penyebab hilangnya HCl akut (seperti diatas).
Penyebab deplesi Cl-, seperti aklorhidria dan
fibrosis kistik.
Peningkatan aktivitas mineralokortikoid, seperti
hiperaldosteronism, penyakit cushing, liquorice
abuse, liddles syndrome.
Hilangnya potassium renal, seperti penggunaan
atau penyalahgunaan diuretic, penyakit congenital
yang jarang (Bartters and Gitelmanns syndrome)

1 Terapi Alkalosis Metabolik:


1. berikan suplementasi oksigen
2. terapi penyebab akut
1. stop intake bikarbonat
2. kurangi hilangnya asam
(1) Stop suction NG
(2) Berikan H2-Blockers atau proton Pump Inhibitor
(3) Stop diuretic loop atau distal, ubah menjadi diuretic hemat kalium
3. Kurangi perpindahan asam/acid shifts dengan mengkoreksi hipokalemi
3. tipe sensitivitas klorid (responsive saline)
1. Replacement Chloride, bisanya dengan infus saline
(1) deficit klorid (mmol/L) = 0,3xBB(kg)x(100-[Cl-])

(2) 1 L NaCl 0,9% berisi 154 mmol Na+ dan Cl-.


(3) Sehingga jumlah yang dibutuhkan (L) = deficit Cl - / 154.
2. Replacement kalium jika diperlukan

130

3. Reduksi hilangnya asam lambung dengan proton pum inhibitor atau


antagonis H2.
4. tipe resisten klorid (saline unresponsive)
1. replacement kalium untuk membatasi ekskresi H+ ginjal
2. antagonis mineralokortikoid dengan spironolakton atau triamterene
5. target terapi yang disarankan : pH < 7,55, HCO 3- < 40 mmol/L
Alkalosis respiratori
1 Definisi : pH > 7,45 dan PCO2 < 35 mmHg
2 Penyebab : lihat tabel 5
Tabel 5 : Penyebab Alkalosis Respiratori
Peningkatan Respiratory drive Nyeri, ansietas (hiperventilasi)
Demam
Lesi CNS primer (cth: tumor, infeksi, CVA)
Obat-obatan (cth : salisilat)
Kehamilan
Hipoksia

Emboli paru
Pneumonia
Pneumothorax
Asma ringan
Anemia berat
High altitude
Keracunan CO

1 Terapi alkalosis respiratori ditargetkan pada penyebab dasarnya :


1. Oksigen pada kondisi hipoksia
2. analgesic untuk nyeri
3. Antibiotik untuk pneumonia
4. Chest tube untuk pneumothorax
Alkalosis respiratori sendiri tidak butuh terapi, dan harus terkait dengan
manajemen kondisi penyebab.
Efek klinis pengaturan kembali asam basa : pengaturan kembali yang sering
dilakukan adalah pada asidosis metabolic. Efek samping pengaturan kembali serupa
dengan asidosis atau alkalosis dengan perbedaan kecil pada manifestasinya:
1. Altered mental States
1.
Letargi, mengantuk
2.
Iritabilitas, kebingungan
3.
Obtundation, koma
4.
Sebagai tambahan, alkalosis dapat menyebabkan perasaan
mabuk/pusing serta sakit kepala akibat vasokonstriksi serebral karena
hipokarbia. Spasme karpopedal, tetanus, mati rasa pada perioral dan
peripheral, bahkan kejang dapat terjadi akibat hipokalsemia ionic.
2. Kardiovaskular
1. depresi miokardial, hipotensi
2. gangguan respon katekolamin
3. perubahan EKG dan disritmia karena abnormalitas elektrolit
4. hipokalsemia pada alkalosis dapat menyebabkan efek karsiodepresif tambahan
5. kollaps kardiovaskular
3. Respiratori

1. Hiperventilasi pada asidosis metabolic dan alkalosis respiratori

131

2. Hipoventilasi pada alkalosis metabolic


3. Takipneu dan sensasi sesak terkait dengan asidosis respiratori
4. Bau buah-buahan terkait dengan ketonemia KAD
5. Asidosis menyebabkan shift to right dari kurva disosiasi hemoglobin
oksigen, berakibat pada loading oksigen pulmonal ke hemoglobin dengan
jaringan yang hipoksemia.
6. Alkalosis menyebabkan shift to the left kurva disosiasi hemoglobin
oksigen, dengan penurunan oksigen perifer dan jaringan hipoksemia.
4. Ketidakseimbangan elektrolit
1. Asidosis terkait dengan hiperkalemi akibat ekskresi kompetitif ion hydrogen
2. Alkalosis terkait dengan hipokalemi akibat ekskresi ginjal ion potassium.
Alkalosis menginduksi peningkatan ikatan kalsium ke protein,
menghasilkan penurunan fraksi ion kalsium bebas.
5. Gastrointestinal
1. Nausea/vomiting
2. Diare
3. Nyeri abdomen pada KAD
Disposisi/penempatan : Tergantung penyebab dasar, status hemodinamik dan
abnormalitas elektrolit, pasien harus dimasukkan ke ICU, High dependency Unit,
atau jika klinisnya stabil dan baik, masukkan ke bangsal umum.

35. Aneurisma Aorta Abdominal (AAA)


Definisi
Dilatasi arteri terlokalisisr lebih dari 50% diameter normal. Dilatasi kurang dari 50%
diameter arteri normal disebut sebagai ectasia.
Caveats
1 Terjadi pada 5-7% individu berusia > 60 tahun.
2 Di Singapura, rasio Pria : wanita 2 : 1, dengan insiden yang rendah pada ras India.
3 Dapat bermanifestasi sebagai :
1. rupture intraperitoneal katastropik yang menyebabkan kollaps, syok dan
kematian. Sering terjadi perdarahan masuk ke retroperitoneum, yang
kemudian menjadi rupture pada intraperitoneal.
2. nyeri abdomen, flank area atau punggung (kadang menyerupai kolik ureterik).
Catatan : nyeri punggung bisa terjadi karena ekspansi AAA akibat erosi spinal vertebrae
atau menunjukkan adanya rupture aneurisme, yang membutuhkan pembedahan segera.

3. Massa abdomen, sering berdenyut, namun kadang tidak berdenyut.


4. Sinkope dengan hipotensi postural

132

5. embolisasi menyebabkan iskemik tungkai bawah akut atau mottling trunkus bawaj
dan ekstremitas. Embolisasi peripheral dapat menyebabkan blue toe syndrome

6. fistula aortoenterik timbul sebagai melena.


7. Kompresi bowel, lambung, dan esog\fagus dapat menyebabkan disfagia,
perasaan cepat kenyang, nausea dan vomiting.
Catatan : Mayoritas (75%) asimptomatik.
1
Sifat AAA simptomatik yang difus dan nonspesifik dapat
menyebabkan salah diagnostic. Pasien lansia dengan hipotensi, syok dan
nyeri punggung harus dieksklusi dari rupture AAA. Kesalahan diagnosa
tersering disebabkan kegagalan meraba massa yang berdenyut.
2
Cari expansile versus transmitted pulsation dengan menempatkan jari
sepanjang pulsasi; deviasi jari kea rah lateral bisaanya diakibatkan oleh aneurisme.

3
Semua pasien dengan massa yang berdenyut > 3 cm harus di USG
4
Angka mortalitas dari pembedahan emergency adalah 75-90%,
dimana pada tindakan operasi repair elektif hanya sekitar 3-5%.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Aneurisme aorta dapat bermanifestasi sebagai nyeri abdomen, nyeri
punggung, nyeri iskemik pada tungkai atau kolik.
2 Diagnosis sering dibuat dengan pemeriksaan fisik dari abdomen.
3 Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan USG B-Mode.
4 Intervensi pembedahan elektif diindikasikan pada semua pasien
AAA dengan diameter > 5 cm, untuk mencegah ruptu/kematian.
5 Aneurisme yang lebih kecil harus dimonitoring dengan USG berkala.
Patofisiologi
1 Sebagian besar aneurisme aorta terkait dengan aterosklerosis, sementara etiologi
lain meliputi nekrosis kistik medial, Ehlers-danlos syndrome, dan disseksi.
2 Penelitian menunjukkan penurunan jumlah elastin dan kolagen pada dinding AAA.
3 Komponen immunologic pada penyakit atherosclerotic pembuluh darah juga
telah dikenali., dengan infiltrasi makrofag dan limfosit T&B pada dinding aorta.
Factor penting dalam patogenesa AAA adalah ketidakseimbangan antara
protease dinding aorta dan antiprotease.
4 Susceptibilitas genetic terjadi pada 15-20% insiden AAA diantara hubungan
first degree relative.
Factor resiko
1 Hipertensi : pada 40% AAA
2 Merokok : 8 kali lebih tinggi untuk menderita AAA dibanding tidak merokok
3 Hiperlipidemi dan hiperhomosisteinemia
Resiko rupture
1 Berdasarkan Diameter aneurisme :
1. Aneurisme dengan diameter 4-5,5 cm memiliki resiko rupture sebesar 5%
2. Aneurisme dengan diameter 6-7 cm memiliki resiko rupture sebesar 33%
3. Aneurisme dengan diameter >7 cm memiliki resiko rupture sebesar 95%
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa utama rupur AAA dengan ukuran kecil.
hipertensi dan COLD merupakan prediktor

133

Percobaan terbaru pada UK Small Aneurysm Trial dan ADAM Trial


menunjukkan tidak adanya angka keselamatan jangka panjang pada tindakan
pembedahan pada aneurima < 4 cm.
Manajemen Ruptur Aneurisme Aorta
General Measures
1 Tangani pasien pada area critical care
2 Peralatan intubasi dan resusitasi harus tersedia
3 Inform tim bedah
4 Primary survey ABC, pastikan patensi jalan nafas dan lakukan tindakan
resusitasi jika diperlukan.
5 Monitor EKG, tanda vital dan pulse oksimetri
6 Pasang setidaknya 2 jalur intravena dengan ukuran kanul besar, dengan NS.
Namun jangan sampai melakukan overresuscitate pasien. Biarkan apabila
hipotensi terjadi pada kisaran sistolik 90-100mmHg,
7 Lab : GXM 6 unit WB, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, BGA,
pastikan ketersediaan darah dengan golongan yang sesuai.
8 CXR portabel (lihat adanya dissestion atau pelebaran mediastinal).
9 Foto polos abdomen akan menunjukkan kalsifikasi pada 50% kasus, namun
harus dilihat pada posisi lateral dan AP untuk mendiagnosa AAA. Jika terdapat
egg-shell appearance, tingkat kepercayaan diagnosa AAA tinggi. Hasil foto
polos abdomen yang negates tidak dapat mengeksklusi diagnosa AAA dan
membatasi nilai dignostik pemeriksaan ini.
10 Pasang kateter urin.
Spesific Measures
1 Jangan mengulang palpasi abdominal begitu AAA terdiagnosa.
2 Pemeriksaan USG bed side sangat bermanfaat pada ED namun sangat tergantung
pada kemahiran operator. Namun tidak dapat digunakan untuk mendetekdi rupture.
3 Ruptur AAA merupakan pembedarahan emergency dan psien harus dipersiapkan
secepatnya. Tidak ada tempat untuk melakukan CT scan abdomen secara rutin.

4 Jika pasien stabil, CT scan merupakan pilihan untuk mengetahui diagnosa


AAA, namun tidak boleh menghambat terapi definitive rupture AAA.
Penempatan
1 MRS kebagian bedah TKV atau Bedah Umum sesuai protocol local.

134

36. INSUFISIENSI ADRENAL AKUT


PERINGATAN
Krisis adrenal dapat terjadi dalam situasi berikut:
1. Stress karena, misalnya operasi bedah atau trauma pada pasien yang
mengalami insufisiensi adrenal kronis.
2. Efek withdrawal steroid secara mendadak pada pasien dengan pemakaian
steroid jangka panjang.
3. Setelah bilateral adrenalectomy atau kerusakan pada kedua adrenal setelah trauma,
perdarahan dll.
Gambaran klinis tidak khas:

1. Kelemahan non-spesifik (9%), kelelahan dan penurunan berat badan adalah 3


gambaran utama.
2. Gangguan GI: nausea dan muntah, sakit perut (34%), diare (20)%.

135

3. Riwayat operasi atau prosedur bedah terakhir, suatu penyakit, cedera,penyakit


autoimun,

penggunaan

steroid

kronis

atau

penggunaan

obat-obatan

tradisional china (TCM) untuk sakit persendian.


Temuan-temuan Pemeriksaan fisik:
1. hipotensi secara terus menerus dan hipotensi orthostatik.
2. dehidrasi: mukosa kering, berkurangnya turgor kulit
3. hiperpigmentas pada insufisiensi adrenocortical awal, mukosa bukal, daerah
terbuka atau daerah yang mengalami gesekan.
Tip khusus bagi dokter umum:
1- methadone dan ketoconazole dapat mengakibatkan insufisiensi adrenocortical sekunder.
2- Diagnosis awal dan penanganan yang berdasarkan perkiraan; penundaan
akan mengakibatkan outcome klinis yang kurang baik.
3- Atasi hypoglikemi dengan dextrose dan steroid secara bersamaan.
4- Pertimbangkan diagnosis pada pasien yang kedapatan memiliki hipotensi dan
peningkatan pigmentasi baik pada mukosa bukal atau pada daerah gesekan.

PENANGANAN (MANAJEMEN)
Ukuran-ukuran pendukung
1

Pasien harus ditangani dalam area penanganan kritis karena hal tersebut berpotensi
sebagai kondisi yang dapat mengancam nyawa.

Berikan oksigen suplemen high-flow dengan non-rebreather reservoir mask.

Pantau ECF, tanda-tanda vital tiap 10-15 menit pulse oximetry.

Buat 2 jalur IV perifer (14G/16G) yang besar


Berikan cairan IV 0,9% saline/D5W dengan infus cepat sampai hipotensi
disembuhkan (deficit umum mencapai 2 31t).

Investigasi:
1.

gula darah kapiler

2.

darah lengkap

3.

Urea/elektrolit/kreatin (wajib), untuk mengetahui

136

1.

hiponatraemia

2.

hiperkalaemia

3.

metabolic acidosis

4.

peningkatan urea

5.

hipoglycaemia
AGD

4.

5. plasma cortisol (plain tube) dan ACTH (EDTA tube pada es). Kirim ke lab
secepatnya.
6. ECG: dapat menunjukkan QRS voltase rendah dan perubahan gelombang
ST-T non-spesifik dan/atau perubahan dikarenakan hiperkalaemia., dapat
kembali dengan pemberian glucocorticoid.
7. CXR mungkin normal, namun seringkali menunjukkan jantung yang kecil,
mungkin terdapat stigmata dari infeksi awal atau bukti adanya TB atau
infeksi jamur, jika hal ini menjadi penyebab dari penyakit Addison.
8.
1

urinalisis dengan pengujian urine stick untuk menyingkirkan UTI.

Koreksi faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, AMI.

Terapi Obat
1 IV D50W 40 ml untuk menyembuhkan hipoglycaemia yang mungkin bandel dan
membutuhkan bolus-bolus berulang kali; beri makan dengan isocal jika pasien
dalam kondisi sadar.
2 IV hydrocortisone 100 mg tiap 6 jam: ia merupakan fisiologis, lebih cepat bereaksi
dibandingkan dexamethasone dan memiliki aktifitas mineralocorticoid, terutama
dalam kasus insufisiensi adrenocortical. Ambil darah dari plasma cortisol dan
ACTH sebelum penanganan!
3 IV sodium bicarbonate (jika diperlukan; 50 mmol selama 1-2 jam; awasi status
asam basa dengan serial AGD.
Disposis
i

137

Konsultasikan Endokrin/penyakit dalam terkait untuk perawatan di MICU untuk


monitoring tanda-tanda vital.

37. INTOKSIKASI ALKOHOL


Peter Manning
PENTING
1 Penggunaan ethanol berhubungan secara bermakna dengan peningkatan cedera
yang serius yang disebabkan kekurangan mekanisme penilaian dan kontrol
2 Penekanan derajat kesadaran menutupi respon dari penyakit dan penyakit yang
mendasarinya
3 Penggunaan etanol sering berhubungan dengan penekanan pernafasan dan reflek muntah
4 Ada diagnosis banding yang bermakna dari penderita dengan intoksikasi alkohol (tabel 1)
5 Kadar etanol darah turun 20-30 mg % perjam

138

1 Glascow Coma Scale (GCS) secara statistik tidak dipengaruhi oleh alkohol sampai
kadar alkohol darah mencapai > 200 mg %. Jadi jangan memasukkan penuturunan
kesadaran karena alcohol kecuali kadar alkohol penderita sedikitnya 200 mg %

Tabel 1: Diagnosa banding penurunan kesadaran pada penderita intoksikasi alkohol


Kelainan susunan saraf pusat

Kejang atau

postikal,stroke,

subdural

Kelainan lingkungan
Infeksi
Kelainan metabolic

hematome, tumor
Hipotermi
Meningitis/ ensefalitis, pneumonia, sepsis
Ketoasidosis diabetic, ensefalopati hepatic,

Kelainan respirasi
Keracunan

hipokalsemia, hiponatremia, uremia


Hipoksemia
Benzodiazepine, karbonmonoksida, etanol,
etilen glikol, isopropyl alcohol, methanol,

Trauma

narkotik, hipnotik sedative


Gegar otak, Kontusio serebri, hematom
epidural, hipotensi, perdarahan subarahnoid

PENANGANAN:
Filosofi daripenanganan
Tujuannya adalah:
1 Mencegah penderita menyakiti diri sendiri dan orang lain
2 Mengatasi keadaan yang mengancam nyawa tanpa di tunda, misalnya keadaan
yang reversible seperti: hipoksemia, dehidrasi, hipoglisemia dan hipotermi

3 Memastikan disposisi dan pelaksanaan selanjutnya yang tepat


4 Periksa luka-luka yang mungkin terlewatkan
5 Perhatian adanya ensefalopati Wernicke : 3 gejala klasik yang hanya nampak
pada 10 % penderita. Lihat adanya perubahan status mental depresi, apatis,
bingung (80%), perubahan ocular nigtagmus horizontal atau kelumpuhan otot
rektus lateral, dan ataksia (20% kasus)
Tujuan dicapai melalui beberapa prinsip penanganan
1 Observasi dengan penilaian berulang dari tanda vital dan penilaian neurologi
2 Evaluasi yang agresif dari status mental yang tidak membaik atau terganggu

139

1 Observasi lanjutan sampai penderita dapat berfungsi dengan bebas dan


menjaga diri sendiri
2 Hidrasi dan nutrisi intravena
3 Pengendalian kemikal dan fisik jika dibutuhkan (untuk penderita dan orang lain)
Penanganan penunjang
1 Kecuali bila penderita sadar dan mengenali, penderita mabuk harus dievaluasi
terhadap lokasi
2 Evaluasi jalan nafas dan servikal
3 Jalan nafas oral/ nasofaring tergantung adanya reflek muntah
4 Peralatan untuk suction harus selalu tersedia dengan cepat
5 Jika penderita diduga trauma, sediakan kollar yang kaku dengan atau tanpa
imobilisasi manual
6 Sediakan akses intravena perifer
7 IV kristaloid dijalankan dengan kecepatan pengganti cairan yang tepat. IV
D5W 500 ml dalam 3-4 jam cukup untuk penderita normovolume
8 Gunakan pengendali fisik: dengan cara ini penderita dikontrol tanpa menambahkan obat
yang akan membuat kacau penilaian penderita yang level kesadaran nya telah menurun

9 Lepas pakaian penderita


10 Ukur suhu tubuh dengan tepat
11 Lab: minimum untuk penderita dengan penderita yang bingung, periksa gula darah
kapiler. Karena riwayat dan pemeriksaan fisik biasanya terbatas, penderita laboratorium

dan radiologi
1. Laboratorium yang penting
1. Darah lengkap
2. Urea/ elektrolit/ kreatinin; hitung anion gap (Na +)- (HCO3-)- (Cl-). Lihat
pada penggunaan formula
2. Laboratorium pilihan
1. Kadar etanol darah: kepentingan dari test ini terletak pada keadaan dimana
kadar tidak berhubungan dengan dengan dugaan. (contoh dimana itu terlalu

rendah atau mungkin nol) kemudian pencarian intensif akan dilakukan


untuk menerangkan keadaan penurunan kesadaran adalah penting.

Catatan :

140

1. Jika anda menggambarkan seperti sebuah sampel gunakan


preparat kulit tanpa alkohol
2.

kasus tertulis mengenai pengemudi yang peminum, penting untuk meminta

persetujuan penderita saat mengambil sampel


2. Urinalisis: untuk darah, darah dan keton
3. Amylase serum
4. Test fungsi hepar (meliputi PT dan PTT)
5. Pemeriksaan toksikologi: test pencarian secara umum mempunyai nilai yang
terbatas tetapi harus diminta sesuai dengan riwayat dan hasil pemeriksaan

6. Osmolalitas serum: berguna dalam kecurigaan adanya alkohol yang lain,


contoh methanol dan etilen glikol. Harga normal 286 4 mOsm/kg H 2O.
Hitung hitung perbedaan osmolalitas ( harus melibihi 10 mOsm/kg)

7. Beda osmolalitas = osmolalitas yang terukur osmolalitas yang


dihitung. Lihat pada Penggunaan formula
8. Analisa gas darah: tidak penting jika saturasi oksigen normal
1 Pencitraan:
1. Foto dada: berguna jika riwayat nya ada trauma dada, atau ada
demam, atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan auskultasi.
2. foto servikal lateral, AP pelvis dan ekstremitas: dibutuhkan
berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik
3. Scaning kepala diperuntukkan pada kasus yang:
1. Adanya kejadian trauma kepala dengan penurunan kesadaran
yang persisten atau ditemukan adanya kelainan neurologi fokal.

2. Penderita dengan keadaan mental yang tidak menentu


dengan kadar etanol darah (lihat Penting)
3. Tidak adanya perbaikan dalam, atau perburukan dari,
status neurologi sesuai dengan waktu.
2 EKG: berguna untuk mendeteksi adanya hubungan dengan penyakit jantung,
contoh penyakit jantung iskemi atau kardiomiopati alkoholik
Terapi obat:
1 Tiamin 100 mg IV: gudang tiamin seringkali tidak ada pada penderita alkoholik.

141

1 D50W 40 ml IV bolus untuk hipoglisemia yang ditemukan.


Catatan: Secara teori, sangat penting untuk memberikan dekstrose dengan tiamin pada
penderita malnutrisi karena pemberian awal dekstrose akan memacu terjadinya
ensefalopati Wernike (trias dari ataxia, kebingungan menyeluruh dan abnormalitas
ocular, terutama nistagmus horizontal atau paralise nervus enam bilateral). Pandangan
ini tidak didukung oleh bukti. Masih diperdebatkan apakah itu memakan waktu bejam-jam
ataupun berhari-hari, untuk ensefalopati Wernike untuk berkembang secara klinis; juga,
tiamin dapat diberikan segera setelah pemberian dekstrosa.

1 Haloperidol 5 mg IV dapat diulang dalam waktu 5-10 menit. Obat-obat ini


dipergunakan pada penderita intoksikasi dengan agitasi yang berat dalam
pembatasan aktivitas fisik. Haloperidol menghasilkan efek sedasi minimal
dengan control tingkah laku yang sangat bagus.
2 JIka riwayat dan pemeriksaan fisik menyatakan dugaan adanya penggunaan
narkoba, nalokson 2 mg IV membantu mengidentifikasi dan mengembalikan
susunan saraf pusat dan depresi pernafasan.

Disposisi
1 Rawatlah di ruangan ICU atau ruangan dengan pengawasan , setelah memperoleh
konsultasi yang diperlukan, seperti berikut:
1. Trauma multipel
2. Penggunaan methanol dan etilen glikol
3. Sepsis
4. Perdarahan saluran pencernaan
5. Infark miokard akut
6. Sindrom putus obat utama
1 Masukkan pada bagian Kedokteran umum untuk melihat adanya Pneumonia,
Hepatitis atau Pankreatitis yang mengikuti. Masukkan ke bagian Bedah Umum atau
Bedah Saraf jika Cedera Kepala yang stabil mengikuti tergantung dari institusi.
Kriteria
pemulangan

142

1 Dapat makan/ minum


2 Berjalan dengan langkah yang tegap orientasi terhadap sekitar
3 Tersedianya teman atau keluarga yang bersama dengan penderita.
Situasi khusus:
Anak-anak
1 Anak-anak dengan etanol baik karena minum minuman yang mengandung alkohol atau
pencuci mulut. Seringkali terjadi depresi pernafasan setelah dosis etanol yang kecil.

2 Hipoglikemi sering terjadi : obati dengan 2-4 ml/kg D 25W IV Campurkan D50W
1:1 dengan air steril karena D50W sangat hiperosmoler
Catatan; pemberian berulang seringkali tidak diperlukan dan dapat menyebabkan
keadaan hiperosmoler.
Metanol dan etilen glikol
1 Harus dicurigai penderita mabuk yang mengeluh nyeri perut atau gangguan
penglihatan atau, pada siapa yang ditemukan adanya beda osmolalitas yang tinggi.

2 Toksisitasnya berbeda tetapi penanganannya secara umum sama


3 Tidak ada satu obatpun yang berbahaya secara sendiri kecuali intoksikasi etanol;
bentuk metabolismenya setelah dimetabolisme oleh alcohol dehidrogenase akan
menghasilkan toksisitas 6-12 jam setelah di konsumsi. Perlambatan dalam gejala
yang muncul dapat lebih besar jika bersamaan dengan intoksikasi etanol.

4 Kadar alkohol serum tidak siap tersedia sehingga pemeriksaan indirek seperti
beda kadar amnion dan osmolalitas sangat berguna.
Catatan : beda osmolalitas meningkat pertama kalinya sebelum metabolisme,
hanya beda anion akan meningkat kemudian.
1 Metabolit methanol menyebabkan:
1. Iritasi saluran pencernaan: nausea, muntah dan nyeri perut
2. Intoksikasi susunan saraf pusat: pusing, bingung dan penurunan kesadaran
3. Toksisitas okuli: lihat apakah ada edema retina dan hiperemi dari discus dan
tajam penglihatan
4. Asidosis metabolic

143

1 Metabolit etilen glikol menyebabkan:


1. Sama seperti pada methanol dengan tambahan gagal ginjal
1 Penanganan :
1. Perawatan suportif seperti pada keracunan etanol
2. Terapi obat:
1. Pengobatan agresif asidosis metabolic dengan natrium bikarbonat
2. Hambat metabolisme dari komposisi induk untuk mengatasi toksisitasnya dengan
memberikan etanol kalau alkohol dehidrogenase memiliki afinitas yang lebih
besar terhadap etanol dibandingkan dengan methanol atau etilen glikol

3. Terapi etanol:
Untuk mempertahankan kadar etanol 100-120 mg/dl
Beban : 0,6-0,8 g/kg
Pemeliharaan : 0,11 g/kg/j
Dialysis

: 0,24 g/kg/j

Metode oral: tidak dipergunakan jika penderita menolak dan tidak mempunyai
reflek muntah
Beban : gunakan 50% cairan unatuk memenuhi beban dengan tabung Reles: 2

ml/kg dari 50% berikan 0,8 g/kg


Pemeliharaan : 0,11-0,13 g/kg/j
Penggunaan : 0,16 ml/kg/j dari 95% larutan tetapi didilusikan dengan air 1:1 untuk

menghindari terjadinya gastritis dan berikan 0,33


ml/kg/j Tingkatkan proporsional dengan dialisis.
d. Fomeprisole (suatu inhibitor alkohol dehidrogenase sintetik) terapi untuk penderita
yang diduga ataupun peminum dan terintoksikasi etilen glikol ataupun methanol.

Tanpa hemodialisis
Beban : IV fomeprizole 15 mg/kg, diikuti dengan dosis 10 mg/kg setiap 12 jam
X 4 dosis, kemudian 15 mg/kg 12 jam setelahnya
Catatan : semua dosis yang diberikan melalui intravena dan perlahan dengan normal salin
atau dilarutkan sepanjang 30 menit. Jangan memberikan tanpa dilarutkan ataupun bolus.

Selama hemodialise : seringnya dosis harus ditingkatkan setiap 4 jam dengan


kecepatan yang sama. Terapi harus dilanjutkan sampai kadar etilen glikol atau
methanol kurang dari 20 mg/dl dan tidak ada gejala pada penderita.

144

Fomediprizole oral : cocok untuk kasus2 dimana baru saja minum dan tidak ada muntah.
Dosis: 15 mg/kg awalnya, diikuti dengan 5 mg/kg 12 jam kemudian; kemudian 10 mg/kg
setiap 12 jam sampai kadar etilen glikol dalam plasma tidak dapat dideteksi.

1 Hemodialisis untuk menghilangkan kandungan induk dan racun yang


dihasilkan. Indikasinya :
1. Jika kadar dalam darah melebihi 25 mg/dl
2. Jika metabolic asidosis tidak dapat diperbaiki
3. Dengan ancaman terjadinya gagal ginjal
4. Dengan gejala penglihatan pada keracunan metanol
Isopropanol
1 Di metabolisme menjadi aseton tetapi jumlahnya sedikit dan tidak menyebabkan asidosis
2 Melewati sawar otak lebih cepat dan toksisitasnya kira-kira 2 kali dari etanol
3 Efek toksik:
1. depresi susunan saraf pusat
2. iritasi saluran pencernaan dengan gastritis, muntah, dan hematemesis
Penanganan:
Kadar serum isopropyl alcohol menambah sedikit pada manajemen
Tangani seperti pada intoksikasi etanol
Alkohol ketoasidosis
1 Terlihat klasik pada peminum alkohol yang menahun yang pesta minuman keras dan datang
dengan nausea, muntah, nyeri perut, dan kelaparan dengan makan kalorinya buruk

2 Ketoasidosis merupakan hasil dariakumulasi dari asetoasetat dan beta hidroksi butirat.
3 Pemeriksaan laboratorium pH sekitar 7,1, bikarbonat serum 10, kalium dan fosfat
serum rendah, dan kadar glukosa darah rendah atau normal.
4 Penanganan: rehidrasi dengan dekstrosa 5% dengan cairan salin, anti muntah jika
diperlukan, benzodiazepine jika diperlukan untuk gejala putus obat.(Tabel 2).
Kalium dan pengganti kalium.
Catatan : terapi insulin kontraindikasi dan bikarbonat jarang dibutuhkan.

145

1 Kemungkinan perkembangan gejala putus obat yang berat bertambah dengan infeksi yang
menyertainya atau maslah kesahatan, riwayat yang terjadi sebelumnya dengan kejang
karena putus obat atau delirium tremens, dan pemakaian alkohol yang lebih banyak.

2 Kejang putus obat :


1. Biasanya kejang umum dan terbatas sendiri
2. Onset biasanya dalam 49 jam dari penggunaan alcohol
3. Biasanya tidak mungkin dapat dibedakan antara kejang karena putus obat
dengan penyebab yang lain dari riwayat dan pemeriksaan fisik
4. Diduga:
1. kejang local: Ct scan kepala
2. kejang demam: pungsi lumbal setelah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala.
Mulai pemberian antibiotika
3. Kejang status: CT Scan kepala dan cari kelainan metabolic
Penanganan :
Sediakan penghilang rasa ansietas dan
halusinasi Hentikan progresivitas AWS
Terapi suportif:
Amankan ABC
Cairan pengganti: IV dextrose :
5% salinebergantian dengan D5%

Koreksi kelainan elektrolit dan metabolisme: glukosa, tiamin, potassium,


magnesium IV tiamin 100 mg dan IV magnesium sulfat 1-2 g dapat dimulai
Terapi obat:
Bensodiasepin :

IV diazepam 5-10 mg bolus perlahan setiap 5-10 menit dititrasi sesuai


dengan klinis (max 20 mg), atau
PO diazepam 10-20 mg untuk kasus ringan (dapat diulang setelah
60 menit) Haloperidol: IM haloperidol 5-10 mg untuk penderita agitasi
Beta bloker:
Indikasi jika dosis multipel dari diazepam sudah dipergunakan dan/
atau takiaritmia berarti
IV propanolol 0,5 mg tiap 5-10 menit
IV phenytoin tidak mempunyai atau sedikit kaidah di
AWS Disposisi :

146

Semua kasus harus dimasukkan ke bagian Interna kecuali untuk kasus yang ringan yang
dapat dipulangkan dengan bensodiasepin oral dan di periksa kembali di Psikiatri

Delirium tremen: harus dimasukkan ke ICU untuk pengawasan lebih lanjut.

Table 2: Sindrom putus alkohol


Tingkatan
Onset
1.the
shakes/ 6-8 jam

Durasi
2-3 hari

Gejala
Ansietas
Agitasi

goncangan

Takut

Tanda
Takikardia
Hpertensi
Hiperrefleksia

Kehilangan
nafsu
makan
Tidak bisa
tidur
2. the

horrors/ 0-24 jam

2-3 hari

mengerikan

Tremor
Di atas ditambah Di
Halusinasi

atas

di

tambah:
Demam

3.kejang karena 7-48 jam

6-12 hari

Berkeringat
Di
atas

147

putus alcohol

ditambah
Kejang

4.

delirium 3-5 hari

tremens

2-5 hari

Hal

di

menyeluruh
atas Hal di atas

ditambah

ditambah

Bingung

Demam

Mimpi buruk

midriasis

38. Alergi reaction / Anafilaksis

Definisi
1 Urtikaria : plak edematous dan gatal dengan bagian tengah yang pucat dan
tepi yang meninggi.
2 Angioedema : Edema pada lapisan dalam kulit yang tidak gatal namun dapat
terasa seperti terbakar, mati rasa atau nyeri.
3 Anafilaksis : reaksi alergi sistemik yang hebat terhadap antigen yang dipresipitasi oleh
pelepasan mediator kimia pada pasien yang tersensitisasi. Paparan sebelumnya

terhadap antigen merupakan syarat yang diperlukan untuk terjadinya syok anafilaksis.

148

1 Reaksi Anafilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak membutuhkan kontak
dengan zat karena bukan merupakan proses yang dimediasi oleh system imun. Kedua
keadaan tersebut terjadi karena pelepasan histamine dari mast cell dan makrofag.

Caveats
1 Keadaan ini menunjukkan spectrum reaksi hipersensitivitas yang bervariasi dari
urtikaria ringan sampai pada anafilaksis yang dapat mengancam jiwa; progresivitas
dari bentuk yang ringan sampai pada anafilaksis yang full-blown dapat terjadi.

2 Frekuensi
Urtikaria
200 kasus
Angioedema 20 kasus
Anafilaksis 1 kasus
Reaksi ini dimediasi oleh IgE atau IgG4 dan bertanggungjawab terhadap
reaksi anafilaksis yang terjadi, contoh pada reaksi drug-induced (paling
sering : Penisilin dan NSAID) serta :
1. Makanan (kerang, putih telur, kacang)
2. Racun Hymenoptera (lebah, tawon, hornets/penyengat)
3. Reaksi lingkungan (debu, serbuk sari, dll)
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Lebih aman untuk merujuk pasien dengan presentasi reaksi alergi yang
bermacam-macam pada ED, kecuali dengan rash urtika yang ringan .
2 Selalu tanyakan adanya a lump in the throat dan terapi dengan SQ adrenaline
(kalau tidak ada kontraindikasi seperti IHD), sebelum mengirim pasien ke ED dengan
ambulan, karena ini merupakan tanda awal dari edema laring atau uvular.
3 Adrenalin merupakan terapi utama pada anafilaksis. Pada pasien normotensive,
berikan adrenalin 1 : 1.000 SQ atau IM 0,01 ml/kg (sampai 0,3 ml). pada pasien
hipotensi berikan 0,1 ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan adrenalin 1 : 10.000 IV
selama 5 menit, atau dengan IM dalam jika akses IV tidak dapat dilakukan.

4 Pasang IV line perifer dan berikan infus kristaloid dan antihistamin


sebelum mengirim pasien ke ED dengan ambulan.

Anafilaksis
Syok, stridor, bronkospasme
Evaluasi Klinis dari Gejala
1
Tanda awal impending anafilaksis
1. Rasa gatal pada hidung atau stuffiness / kesesakan
2. Pembengkakan pada tenggorokan (edema laryngeal atau uvular) atau suara serak
3. Lightheadedness dan sinkope.
4. Nyeri dada, sesak nafas dan takipneu
5. Komplain pada kulit : hangat dan tingling pada wajah (terutama pada
mulut), dada bagian atas, manifestasi pada telapak tangan atau telapak
kaki bisaanya timbul pertama kali pada reaksi anafilaksis.
6. Keluhan GIT : nausea, vomiting, diare dengan tenesmus atau nyeri
abdomen yang bersifat kram.

149

1
Anafilaksis yang Full-blown
1. Angioedema lidah, palatum molle dan laring dapat menyebabakan
obstruksi jalan nafas atas secara cepat.
2. Hipotensi, takikardi (atau disritmia lain), AMS, kebingungan, wheezing, dan
sianosis dapat cepat menyebabkan serangan jantung.
Catatan : batuk merupakan tanda buruk yang menandakan adanya onset
edema pulmonal.
3. Kulit mungkin menunjukkan atau tidak menunjukkan reaksi klasik wheal
and flare. Jika perfusi pada kulit pasien buruk atau memiliki kulit yang
gelap, reaksi kulit mungkin akan sulit untuk dinilai.
Manajemen
1
Supportif
1. Jika relevan, hentikan allergen yang dicurigai
2. Jika relevan, cungkil keluar bekas sengatan dengan pisau. jangan
meremas, karena akan menyebabkan masuknya venom lebih dalam.
3. Jika allergen telah ditelan, pertimbangkan gastric lavage dan karbon aktif
4. Jika nadi tidak ada, lakukan external cardiac massage
5. Pasien harus ditangani pada area resusitasi
6. Berikan oksigen aliran tinggi
7. Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5 menit
8. Pasang jalur intra vena besar 14G/16G
9. Support sirkulasi : 21 Hartmanns atau NS bolus.
10. Bersiap untuk melakukan Intubasi atau krikotiroidotomi
Catatan : Perhatian ekstra diindikasikan pada pemberian sedasi dan
paralysis sebelum intubasi. Pertimbangkan menggunakan Awake Oral
Intubation; lihat bab Airway Management / Rapid Sequence Intubation
untuk detilnya. Sedasi dan paralysis merupakan kontraindikasi karena
gangguan jalan nafas setelah paralisis dapat menghalangi intubasi.
11. Lakukan konsul anestesi dan THT untuk asistensi manajemen airway.
12. Labs : tidak diperlukan segera
1
Terapi Obat
1. Adrenalin : DOC ( drug of choise )
1. Pasien normotensi : 0,01ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan 1 : 1.000
SC/IM dalam.
2. Pasien Hipotensi : 0,1 ml/kg (sampai 5 ml) larutan 1 : 10.000
diberikan perlahan IV selama 5 menit (atau dengan injeksi IM dalam
jika akses IV tidak tersedia).
3. Pada kasus lain setengah dosis dapat diinfiltrasikan di sekitar lokasi
sengatan.
2. Glukagon : pertimbangkan menggunakannya jika adrenalin merupakan
kontraindikasi relative, cth : IHD, hipotensi berat, kehamilan, pasien
pengguna beta blocker, atau yang tidak berespon terhadap adrenalin.
Dosis : 0,5-1,0 mg IV/IM; dapat diulang sekali setelah 30 menit.
3. Pilih salah satu antihistamin pada tabel 1.
Tip : encerkan tiap ml dari 25 mg promethazine (phenergan) sampai 10 ml
dengan NS dan berikan IV pada kecepatan tidak lebih dari 2,5 mg/menit
untuk menghindari efek samping hipotensi transient.

150

4. Cimetidine (Tagamet : sebuah H2-blocker) untuk gejala persisten yang


tidak merespon terapi diatas.
Dosis 200-400 mg IV bolus.
5. Bronkodilator nebulisasi untuk bronkospasme yang persisten. Berikan
salbutamol (Ventolin) 2 : 2 dengan nebulizaer tiap 20-30 menit.
6. Kortikosteroid untuk mempotensiasi efek adrenalin dan menurunkan
permeabilitas kapiler; efek tidak didapat dengan cepat.
Dosis hidrokortison 200-300mg IV bolus; dapat diulang tiap 6 jam.
2 Penempatan
Pasien di-MRS-kan pada ICU/HD setelah konsultasi, untuk observasi dan
pengulangan dosis antihistamin dan steroid.
Tabel 1 : Tipe Antihistamin dan Dosis
Tipe Antihistamin
Difenhidramin (paten: deladril)

Dosis
Dewasa : 25 mg IM/IV
Pediatrik 1mg/kg IM/IV

Chlorpheniramine
(Piriton; sebuah H1-blocker)

10 mg IM/IV

Promethazine (Phenergan)

Dewasa : 25 mg IM/IV
Anak > 6 tahun : 12,5 mg IM/IV
Anak < 6 tahun : 6,25-12,5mg IM/IV

Angioedema
Angioedema yang diinduksi Obat
ACE inhibitor merupakan penyebab yang paling sering;
1 Manifestasi klinis : area tubuh yang sering terkena :
1. Wajah dan leher (predileksi : bibir, palatum molle, dan laring)
2. Foreskin dan skrotum
3. Tangan dan kaki
1
Manajemen bersifat simptomatik, namun harus menyiapkan tindakan
definitive airway karena deteorasi menjadi anafilaksis dapat muncul kapan saja.
2
Terapi supportif
1. Pasien harus ditangani setidaknya di intermediate care.
2. Monitoring: tanda vital tiap 15 menit, pulse oksimetri, EKG
3. Pasang IV plug perifer
4. Oksigen supplemental untuk mempertahankan SpO2 > 94%.
5. Bersiaplah untuk intubasi atau krikotiroidotomi : pertimbangkan awake oral
intubation
1
Terapi Obat
1. Adrenalin

a. IM 0,3-0,5 ml larutan 1 : 1.000 SQ tiap 20 menit pada dewasa > 45 kgBB

151

2. IM 0,01 ml/kg (sampai 0,3 ml) larutan 1 : 1.000 SQ tiap 20 menit


pada anak-anak dan dewasa < 45 kg.
2. Antihistamin : lihat dosis pada tabel 1
1. Difenhidramin
2. Chlorpheniramine
3. Promethazine
3. Prednisolon
1. Dosis : 40-60 mg PO pada dewasa
2. 2 mg/kgBB Po pada anak-anak
Penempatan : MRS untuk observasi 12-24 jam karena rebound dapat
terjadi 6-12 jam setelah onset. Jika pembengkakan kelopak mata merupakan
gejala/tanda satu-satunya, maka pasien dapat diKRS-kan setelah resolusi.
Hereditary Angioedema (HAE)
Penyebab defisiensi C1-esterase inhibitor dan bisaanya dicetuskan oleh trauma atau stress.

1 Manifestasi klinis
1- Edema, pembengkakan bibir dan lidah, palatum molle, dan struktur laryngeal
2- Nyeri abdomen disertai nausea, vomiting, dan diare

Manajemen
1. Berikan Fresh Frozen plasma ( mengandung C1-inhibitor)
2. Adrenalin seperti tersebut diatas mungkin efektif.
Catatan : kasus HAE sering tidak respon terhadap kortikoid, antihistamin
atau dosis standar adrenalin, dan definitive airway mungkin diperlukan.
Penempatan : MRS-kan pasien pada High dependency Unit selama 12-24
jam untuk memberikan tendensi apabila terjadi resistensi terapi.

Urtikaria
Tabel 2 : Penyebab Umum Urtikaria
Reaksi Obat

Penisilin
Aspirin
Obat gol. Sulfa
NSAID
TCMs

Infeksi

Infeksi mononucleosis
Hepatitis B
Xsackie virus
Infestasi parasitic

Lain-lain

Makanan : kacang, pengawet makanan dan


penambah rasa makanan
Paparan sinar matahari, panas dan dingin
Malignansi

152

Kehamilan
1
Manajemen : sebagian besar simptomatik, namun hati-hati terhadap
terjadinya anafilaksis
2
Supportif : tangani pada area intermediate care; manajemen pada
area low acuity cukup ekonomis namun harus tetap di evaluasi ulang untuk
mendeteksi deteriorasi.
3
Terapi Obat:
1. Antihistamin : lihat dosis di tabel 1
1. Difenhidramin
2. Chlorpheniramine
3. Promethazine
2. Prednisolone : dosis 40-60mg PO pada dewasa jika lesi luas, atau merupakan
episode ulangan, atau pasien telah mengalami angioedema sebelumnya. Resepkan
penggunaan di rumah selama 5 hari dan tidak dibutuhkan tapering dose.

Penempatan
1. KRS jika respon terhadap terapi baik dan tidak ada angioedema.
2. KRS dengan antihistamin sedikitnya untuk 3 hari.
3. pertimbangkan MRS jika punya riwayat MRS dengan urtikaria.

Reaksi Anafilaktoid
Reaksi anfilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak didahului dengan
paparan allergen sebelumnya karena bukan merupakan keadaan yang dimediasi
oleh proses imunologi. Keadaan ini disebabkan oleh pelepasan histamine
langsung dari sel Mast dan makrofag.
Manajemen
1 Penyebab yang sering : bahan kontras radiografik, aspirin, NSAID, opiate.
2 Terapi : sama dengan anafilaksis

153

39. Aortic Dissection


Definisi
1 Diseksi aorta merupakan robeknya tunika intima, hematoma intramural atau separasi
tunika media yang terjadi pada pasien dengan factor resiko seperti Marfans
syndrome, hipertensi, merokok, aterosklerotik aorta atau pasien yang hamil.

2 2 Klasifikasi primer : the DeBakey dan Stanford classification


3 Sistem DeBakey :
1. Tipe I melibatkan aorta ascending, aortic arch dan aorta descending.
2. Tipe II melibatkan aorta ascending, namun tidak meluas ke atas arteri
subclavian sinistra.
3. tipe 3 melibatkan hanya aorta descending, dimulai pada atau distal dari
arteri subclavian sinistra.
1
System Stanford :
1 tipe A melibatkan aorta ascending (dengan atau tanpa keterlibatan aorta descending)
2 Tipe B melibatkan aorta descending saja
Klasifikasi Stanford lebih sederhana dan terkait dengan terapi.
Caveats
1 Pertimbangkan diagnosis disseksi aorta pada pasien dengan:
1. nyeri dada/abdomen atas yang mendadak, hebat dan merobek yang menjalar
ke punggung, maksimal pada outset dan migrating/berpindah sejalan dengan
waktu. Nyeri pada IMA tidak bersifat migratory, dan jika keduanya terjadi
bersamaan, diseksi aorta bisaanya terjadi lebih dulu daripada IMA.
2. nyeri dada terkait dengan gejala neurologik, sinkope, TIA, stroke atau paraplegia.
3. Nyeri dada dengan peningkatan resiko diseksi aorta, cth : hipertensi,
Marfans Syndrome.
4. Defisit Nadi atau perbedaan tekanan darah sistolik pada kedua lengan > 20 mmHg
atau tekanan darah pada tungkai bawah lebih rendah daripada ekstremitas atas.

5. Nyeri dada dengan onset baru murmur aortic regurgitation.


6. nyeri dadadengan mediastinum melebar > 8 cm pada PA CXR.
thoracic, meliputi :
Diagnosa yang menyebabkan
1. Infark miokard atau unstabel angina
kebingungan dengan disseksi aortic

154

2.
3.
4.
5.
6.

Abdominal disease
stroke
Iskemik trombosis ekstremitas bawah
Pneumonia
Penyakit pericardial

Catatan : Diseksi aorta dapat terjadi bersamaan dedngan salah satu penyakit diatas.

1
Jika diagnosa awal pasien adalah diseksi aorta, sedangkan lebih
lanjut tidak ditemukan, ingat :
1. Pada beberapa kasus, multiple test (transesofageal echocardiography
[TEE] diikuti dengan CT scan, dll) diperlukan untuk mendeteksi penyakit.
2. penyebab paling mungkin selanjutnya adalah penyakit jantung yang
serius. 3. jika pasien perlu dievaluasi sebagai diseksi aorta, MRSkan pasien

4. pasien dengan hasil pemeriksaan diseksi eorta yang negative emiliki


kemungkinan mengalami IMA (23%) atau unstabel angina
2
ingat bahwa diseksi aorta akut lebih sering terjadi 2-3 kali dibanding rupture
aneurisme aorta, dan rata-rata misdiagnosa sebesar 90%. Lebih lanjut, mortalitas pada
diseksi tipe a yang tidak diterapi adalah 1% tiap jam pada 48 jam pertama.

Tips khusus Bagi Dokter Umum


1 Diseksi aorta merupakan kondisi serius yang sering terlewatkan. Harus
dipertimbangkan bila hasil EKG (pada suspek IMA) ternyata normal atau
nyeri dada disertai dengan deficit neurologik. Ingat bahwa keadaan ini
termasuk 6 penyebab nyeri dada yag mengancam jiwa.
2 Ketika diagnosa dicurigai ada, jangan kirim pasien ke ED dengan mobil
pribadi. Panggil ambulan. Sementara itu, jika mungkin, pasang 1-2
jalur IV, control BP pasien dan kurangi nyeri.
3 Jika dicurigai ada diseksi aortic, ingat bahwa antiplatelet dan terapi
trombolitic merupakan kontraindikasi.
Manajemen
Catatan : target terapi adalah untuk mencegah kematian dan kerusakan end-organ
yang irreversible. Tujuan terapi medical adalah untuk menurunkan laju peningkatan
tekanan darah (dP/dT) dan untuk menurunkan rata-rata BP dan Heart Rate.
1 Monitor tanda vital
2 Berikan oksigen aliran tinggi
3 Pasang 2 jalur IV dengan jarum ukuran besar. Kirim darah untuk :
1. FBC
2. Urea/elektrolit/kreatinin
3. profil koagulasi
4. GXM 4-6 unti; jika hipotensive, 2 unit rapid match blood juga diperlukan.
5. Enzim kardiak.
1
Periksa EKG 12 lead untuk mengekslusi IMA
2
CXR. Lihat tabel 1
catatan : skrining upright CXR abnormal pada 80-90% kasus disseksi aortic.
Namun CXR normal tidak mengesklusi diagnosa.
Beri obat untuk memperingan nyeri dengan IV morfin 2,5-5,0 mg dititrasi
sesuai klinis

155

Pasang kateter urin untuk monitoring urine dan mengeksklusi anuri/oliguri


yang menandakan keterlibatan arteri ginjal.
Catatan : sebagian besar pasien diseksi aotic menunjukkan hipertensi.
Persentase yang kecil menunjukkan hipotensi dari rupture aorta ke dalam ruang
pleural atau ke dalam pericardium dengan subsequent tamponade.
Tabel 1 : Penemuan Chest X Ray pada Aortic Dissection
1. Pelebaran mediastinum superior (> 8 cm pada film PA; paling sering yaitu
pada 75% CXR).
2. Ekstensi aortic shadow > 5 mm diatas dinding yang terkalsifikasi (eggshell atau
calsium sign; hal ini terjadi karena diseksi akut memisahkan tunika adventitian dan
intima yang terkalsifikasi; merupakan yang paling spesifik namun jarang terjadi.).

3. Obliterasi aotic knob atau tonjolan yang terlokalisir.


4. pembesaran aortic
5. densitas dobel aorta (false lumen kurang radioopaque)
6. hilang ruang antara aorta dan arteri pulmonal.
7. Pelebaran jalur/garis paravertebral.
8. efusi pleural baru (hemathorax bebas)
9. apical Pleural cap ( hemothorax apical yang terlokalisir).
10. Depresi cabang utama bronkus kiri > 140o.
11. pergeseran dan elevasi cabang utama bronkus kanan.
12. Deviasi trakea/endotrakeal tube/NG tube kea rah kanan (menjauhi hematoma
yang terbentuk)
1
Observasi pasien pada chart sirkulasi dan neurology
2
Mulai terapi hipotensif jika pasien hipertensi. Tujuannya untuk menurunkan
tekanan sistolik sampai 100-120 mmHg. Pertahankan output urin > 30ml/jam. Berikan
: 1. IV nitroprusside dengan menambahkan 50 mg pada 500 ml D5%. Mulai infus
pada 6ml/jam (10g/menit) dan tingkatkan bertahap 10g/menit tiap 5 menit jika
diperlukan, serta berikan Iv propanolol 1 mg tiap 5 menit sampai target HR 6080x/menit tercapai (berikan sebelum atau simultan dengan nitropruside karena

nitropruside dapat menyebabkan refleks takikardia). atau


2. Infus IV Iabetalol, Iv labetalol lebih mudah diakses dan merupakan alternative yang
baik karena dapat menyebabkan blok alfa dan beta adrenergic. Buat larutan 1
mg/ml dengan mendilusikan 200mg dalam 200 mL NS atau D5%. Mulai dengan
15 mL/jam dan tingkatkan setiap 15 menit jika perlu. Alternatifnya berika IV
labelatol 20mg bolus yang diikuti dengan 20-80mg setiap 5-10 menit sampai
target HR tercapai, kemudian mulai infus pada 1-2 mg/jam.
Kontraindikasi penggunaan beta blocker termasuk pasien dengan riwayat gagal
jantung kongstif, heart block, asma, chronoc obstructive lung disease, IV diltiazem
dapat diberikan pada kasus ini menggantikan beta blocker.campurkan 125 mg
dalam 100 ml D5% (1 mg/1ml) dan berikan sebagai 20 mg bolus diikuti dengan
bolus ulang dalam 15 menit atau mulai infus pada 5-15 mg/jam.
3
Jika hipotensif, mulai resusitasi cairan IV. Terapi tamponade jantung yang

tidak respon terhadap resusitasi cairan adalah immediate perikardiosentesis.


Catatan : semua pasien mendapatkan terapi medis awal, tidak memperdulikan tipe diseksinya.

Semua pasien dengan diseksi aortic yang normotensiv atau tidak nyeri harus
diterapi dengan regimen medical. Penurunan tekanan darah dan HR tidak
akan menyebabkan kerusakan serta membantu progresivitas diseksi sama
halnya dengan pasien hipertensi.

156

1
Indikasi surgical repair disseksi
aortic : 1. Semua Diseksi Stanford tipe A
2. Diseksi tipe B dengan komplikasi (rupture, iskemik distal severe, nyeri tak
tertahankan, progresif, hipertensi tidak terkontrol). Diseksi tipe B saja dapat
diterapi medis
3. Hipertensi tidak terkontrol.
4. Progresi Diseksi.
5. hubungi kardiologis on call untuk TEE atau atur untuk Ct thorax jika
diagnosa dicurigai
Catatan: TEE merupakan pemeriksaan untuk diagnosa definitive diseksi aortic
pada pasien yang tidak stabil.
2
Hubungi bedah TKV secepatnya setelah dx dicurigai ada dan terapi
medis sedang diberikan.

40
41. KEKERASAN (NON SEKSUAL)
Definisi :
Abrasi
1. Jenis cedera paling superficial,misalnya tergores.
2. Tindakan pada epidermis atau sebagian besar
permukaan dermis. Contusio, misalnya babras-bruise
1. Cedera tumpul pada jaringan merusak pembuluh darah dibawah permukaan,
menjadikan darah ekstravasasi (bocor) kedalam jaringan sekitar.

2. Bisa disertai dengan laserasi atau abrasi disekitar.


3. Bisa datar atau elevasi.
Laserasi, misalnya potongan, luka tetak atau robek.
1. Luka robek yang disebabkan oleh cedera tumpul yang menembus
ketebalan kulit dan muncul perdarahan profuse.
2. Tidak akan dibingungkan dengan luka iris.
Luka iris, misalnya 2 jenis luka potong tajam, disebabkan oleh objek bertepi tajam
1. Luka iris, dimana panjang > lebar
2. Luka tusuk, dimana lebar > panjang
PERHATIAN
Simpulkan bahwa semua kasus kekerasan akan dibawa ke pengadilan
dan bahwa anda akan dipanggil untuk memberikan kesaksian, dimana
kemudian opini anda menjadi pengetahuan publik.Kasusnya dibawa ke
pengadilan beberapa tahun kemudian setelah kejadian.Anda akan
dihubungkan dengan yang anda tulis pada waktu pemeriksaan sebagai
tambahan pada bukti diagramatik atau fotografik yang anda dapatkan.
Oleh karena itu, rekam medik anda harus cermat dan akurat.
Tidak ada sesuatu sebagai x-ray medicolegal. X-ray akan diminta,
atau tidak diminta, berdasar hanya atas dasar klinis.Ini adalah
dokumentasi yang secara medicolegal kritis.
RIWAYAT

157

Catat secara akurat dengan dimanapun memungkinkan kata-kata milik


pasien, yang meliputi:
1. Waktu dari kekerasan.
2. Metode kekerasan,misalnya tendangan, pukulan, hantaman dengan senjata, dsb.
3. Senjata yang digunakan misalnya pisau,parang,senjata api.
PEMERIKSAAN
Catat semua cedera mayor dan minor.
Meliputi bentuk,ukuran,kedalaman, warna, diameter.
Foto semua lesi (dengan kamera Polaroid,walaupun sekarang gambar
lebih baik dengan kamera digital dengan printer yang menyatu):
1. Gunakan foto sebagai aide-memoire sehingga anda dapat secara akurat merekap
seluruh cedera tanpa menyia-nyiakan waktu anda membuat kekeliruan multiple

42. Asma
Caveats

Tidak semua Wheezing adalah ASMA : diagnosa lain seperti gagal jantung

kongestif, obstruksi jalan nafas atas, karsinoma bronkogenik dengan obstruksi atau
metasatase karsinoma dengan metastasis limfangitik.
Asma merpakan kelainan inflamasi kronik yang dikarakterisasi dengan
peningkatan responsivitas jalan nafas sehingga terapi yang diperlukan adalah steroid.
Trias ASMA : dispneu, wheezing dan Batuk.

Tujuan terapi pada ED adalah untuk menghilangkan obstruksi aliran udara,

memastikan kuatnya oksigenasi dan mengurangi inflamasi.


Tips khusus Bagi Dokter Umum:
1 Selama serangan asma akut, penggunaan kortikosteroi oral secara dini akan
mengurangi resiko kematian akibat asma. Sehingga hamper smua pasien yang
membutuhkan nebulizaer untuk serangan asam akut yang berat di klinik juga
membutuhkan prednisolon oral 0,5mg/kg/hari selama 7-10 hari tanpa tapering off.
2 Pasien yang membutuhkan nebulizer berulang (lebih dari sekali dalam 6-12
bulan) untuk serangan asma memiliki resiko tinggi untuk mengalami kematian.
3 Penggunaan kortikosteroid inhalasi setiap hari akan mengurangi resiko eksaserbasi
yang hebat sehingga mengurangi resiko tinggi kematian serta hemat secara ekonomis.

Manajemen
1 Pada ED, tanda dan gejala serangan asma berat harus diketahui dan
ditangani pada area critical care.
2 Tingkat keparahan serangan terlihat pada tabel 1.
3 Tabel 2 menunjukkan factor resiko menderita asma.
4 Manajemen meliputi suportif dan terapetik. Terapi awal pada asma yang tidak
mengancam jiwa (ringan dan sedang) meliputi kombinasi inhalasi beta
agonis/antikolinergik dengan steroid oral. Lihat flow chart pada gambar 1.

158

1 Non-responder akan mebutuhkan nebulisasi intensif, steroid intra vena dan


infus magnesium sulfat jika ada indikasi.
2 Pasien terus dimonitor dan diperiksa. Pasien yang berespon terhadap terapi
ED membutuhkan follow up (maksimum dalam 24-48 jam) pada dokter ahli
paru. Pasien yang tidak berespon terhadap terapi ED disarankan MRS.
Tabel 1 : Klasifikasi keparahan eksaserbasi Asma
Ringan
Sedang

Berat

Gejala
Sesak

Saat berjalan
Saat bicara
Saat istirahat
Dapat berbaring Lebih
suka Duduk tegak
duduk

Bicara

Kalimat

Status mental

Dapat agitasi

Ancaman gagal
nafas
Kepayahan
Usaha nafas lemah
Sulit untuk bicara

Frase

Kata

Mengantuk
atau
Bisaanya agitasi Bisaanya agitasi kebingungan

Tanda
Laju Nafas
Meningkat
Penggunaan otot Bisaanya tidak
Bantu nafas

Menurun
Meningkat
Sering>30x/menit Paradoksikal
Sering
Sering
gerakan
thorakoabdominal
Tidak
ada
Wheezing
Sedang, kadang Nyaring,
saat Bisaanya nyaring wheezing (silent
saat
akhir ekshalasi
saat inhalasi dan chest)
ekspirasi
ekshalasi
Bradikardi
Klinis sianosis
Nadi/menit
<100
100-120
SaO2% (udara >95%
91-95%
> 120
ruang)
< 91%

Gambar 1 : Diagram Alur manajemen Asma


Pasien Asma

Apakah ada gejala yang


mengancam nyawa?

Batuk
SOB
Wheezing
NO (TIDAK ADA)

YA (ADA)

1
2
3
4
5

Silent chest
Sianosis, SaO2<91%, bradikardi
Usaha nafas lemah, gerakan thorakoabdominal yang paradoksikal
Kepayahan, kebingungan atau obtundation
Prediksi PEFR < 35%

2 Siapkan intubasi secepatnya : sediakan obat sedasi dan paralysis


(lihat bab Airway Management/Rapid Sequence Intubation).
3 Lakukan serial BGA untuk mendeteksi hipksemia progresif,
hiperkapnea dan asidosis

4 Indikasi intubasi: hiperkarbi persisten, hipoksia hebat dengan PaO2 <


60mmHg

159

Terapi Suportif

1.
2.
3.
4.

Tangani pada Area critical care dengan oksigen aliran tinggi


Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5-10 menit
Akses IV kristaloid 500ml selama 3-4 jam

CXR : pasien yang tidak berespon terhadap terapi awal :


cari adanya pneumothorax, pneumonia atau CCF

Terapi Obat-obatan
1. MDI (Metered Dose Inhaler) dengan jarak : 4
hirupan salbutamol (100g) + 4 hirupan atrovent
(20mg) tiap 15 menit sampai 1 jam diulangsesuai
siklus 2-4jam sekali.
2. Terapi nebulizer Salbutamol (Ventolin) : 1 ml (5mg)
salbutamol dengan 2 ml ipatropium bromide dan 2 ml NS
sehingga menjadi 5 ml. (Pada anak 0,03ml/kg Ventolin
didilusikan dalam 2 ml saline : diulang dua kali). Terapi
alternative pada 1 kecuali suspek SARS; dapat digunakan
jika pilihan terapi obat pertama gagal.
3. Prednisolone oral 0,5-1mg/kg (maksimum 60mg).

Perbaikan

Non-Responder/Berespon sebagian

Pertimbangkan MRS

1. cek pasien dan PEFR :


(optional
dan
juga
harus
memeriksa tinggi) baseline
dan
setelah 2 kali
nebulizer.

1. PEFR<50%
diprediksi
min
60menit:
ulang
nebul
2-3x
menggunakan salbutamol 5mg atau

1. Pasien
tidak
mampu
untuk
mempertahankan

7,5mg dengan 2ml ipatropium, 1,5ml

2. Reassessment: jika PEFR


50% dan
perbaikan subyektif,
pertimbangkan
KRS
dengan
follow up dalam waktu 48 jam
(klinik Spesialis Paru).
3. Semua pasien yang KRS harus
menerima prednisolone oral 0,51mg/kg/hari (40mg
maksimum
tanpa tap off) selama 7-10 hari dan

NS dicampur hingga 5ml.


2.
kortikosteroid: hidrokortison IV
400-500mg, 4-6mg/kg pada anak.
3. MgSO4 IV 1-2mg bolus perlahan
(20menit)
4. Adrenalin: (gunakan hati-hati
pada lansia, IHD atau hipertensi
berat) 0,3-0,5ml larutan 1:1000 SC
tiap 20menit pada dewasa>45kg
atau

PEFR50%
terap
setelah i
dan
observasi 1-2 jam
2. Previous
intubation/MRS di
ICU.
3. Bukti
Xray
menunjukkan
pneumothorax,

follow up.

0,01ml/kg

4. Tambahan : inhalasi steroid


(pulmicort turbuhaler 200g

2x/hari.

(sampai 3ml) latrutan

1:1000 pada dewasa <45kg atau


pada
anakanak.
ATAU Terbutalin : (lebih 2 selektif
daripaada adrenalin) 0,25ml SC tiap
20-30mmenit prn pada dewasa,
laruta
0,01ml/kg n
1mg/ml sampai

0,25ml pada anak-anak.

infeksi

atau

concomitant CCF.

Evaluasi Ulang
Tabel 2 : Faktor Resiko Kematian pada Asma

160

Riwayat terdahulu : serangan asma berat


Sebelumnya pernah mengalami intubasi akibat
asma Sebelumnya MRS pada ICU akibat asma

2 kali MRS karena asma pada tahun lalu


3 kali kunjungan ke Emergency care karena asma pada tahun lalu
MRS atau kunjungan ke Emergency care karena asma pada bulan
sebelumnya. Penggunaan > 2 unit/bulan inhalan beta agonis short acting

Baru saja menggunakan kortikosteroid sistemik atau recent withdrawal dari


kortikosteroid sistemik
Merasakan obstruksi aliran udara
Komorbid dengan penyakit kardiovaskular atau COPD
Penyakit psikiatrik yang serius atau memiliki masalah
psikososial Status sosioekonomi yang rendah serta bertempat
tinggal di perkotaan Pengguna obat-obatan terlarang

43.............................

44.GIGITAN ULAR BERBISA


Penting
1 Yang terpenting pada kasus gigitan ular adalah korban sulit memastikan
apakah ularnya berbisa atau tidak.
2 Tanda/gejala gigitan ular berbisa:
1.rasa nyeri pada daerah gigitan

2.bengkak pada sekeliling luka gigitan dan secara bertahap menyebar ke


proksimal. 3.munculnya perdarahan kulit dan bula yang berisi cairan serosa atau
darah. 4.munculnya gejala sistemik seperti mual,muntah, diare,rasa sakit sekali
pada perut,gelisah,hipotensi,perdarahan(epistaksis,gusi berdarah,perdarahan
saluran perncernaan),ganggua sistim saraf(paralysis,ptosis,gangguan gerakan
bola mata,gangguan bicara,gangguan menelan,sempoyongan,kejang),gagal
nafas dan urin yang gelap(mioglobinuria).
3 Bila ular yang menggigit dapat ditangkap,maka dapat minta bantuan pada
kebun binatang local atau ahli reptile untuk mengidentifikasi ular tersebut.
Lihat bagan 1 untuk cara identifikasi gigitan ular.
4 Hati-hati agar jangan membawa ular yang diduga telah mati,karena refleks envenomasi
akibat dekapitasi kepala ular masih dapat terjadi beberapa jam setelah mati.

5 Hanya sedikit jumlah ular tanah yang berbisa.


6 Semua ular laut berbisa.Diduga bila terjadi gigitan tanpa rasa sakit yang
terjadi saat berenang di laut atau saat menangkap ikan.Nyeri pada semua otot
dan sakit,dan rasa kaku bila digerakkan.Biasanya terjadi cepat dalam
setengah sampai sejam setelah gigitan.
7 Bisa ular dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.hematotoksin atau kardiovaskular toksin (seperti pada jenis Crotalidae)
2.neurotoksin (seperti pada jenis Elapidae dan Hydropiidae)

161

3.miotoksin (seperti pada hydropiidae)


1 Lihat table 1 untuk derajat kekuatan bisa ular
2 Anti bisa ular harus diberikan di rumah sakit pada korban gigitan ular berbisa
yang menunjukkan gejala keracunan sedang sampai berat
3 Daerah ektremitas yang digigit harus diimobilisasi untuk menurunkan
metabolisme, absorption dan penyebaran bisanya.
4 Dalam imobilisasi jangan memakai torniket atau memanipulasi luka.Tapi gunakan
konstrikting band sebelah proksimal dari luka.Bebat yang dilakukan harus cukup
menekan,tapi jari pemeriksa juga harus dapat masuk diantara bebat dengan permukaan
kulit yang luka.Cara ini berguna bila gigitan ular belum lebih dari 30 menit.

Tabel 1: Derajat kekuatan bisa ular


Minimal
Sedang
Berat
Sangat berat

Rasa sakit minimal s/d sedang,eritema,edema


ukuran 2,5-15 cm,tanpa
Disertai gejala sistemik
Sakit sekali,nyeri pada daerah luka, edema 2540
cm,eritema,perdarahan
kulit(ptekie),muntah, demam dan lemah
Rasa sakit yang cepat menyebar,edema 40-50
cm,ekimosis dan disertai gejala sistemik
Bengkak yang cepat terjadi,ekimosis,gejala
ganggua CNS,gangguan penglihatan,kejang
dan sampai syok

Bagan 1: Identifikasi jenis ular berbisa


pastikan ular benarbenar telah mati

identifikasi ular dari bentuk


luar atau
cocokkan ciri fisik ular dengan gambar/teks
bila tidak dapat dilakukan
lihat gigi taringnya(harus memakai sepasang forseps)
note: bekas taring adalah 2 titik yang berjarak + 1,25 cm

jika ada
ular berbisa

jika tidak ada


ular tidak berbisa

162

gigi taring pendek

flat oar-like tail

gigi taring panjang

kepala dengan
sisik yang besar

ular laut
(hydropiidae)

kepala bentuk segitiga

ular kobra,kraits
koral(elapidae)

viper
(crotalidae)

Penatalaksanaan:
1 Pasien dirawat di ruang resusitasi,letakkan berbaring dan bagian tubuh
yang digigit harus diimobilisasi pada posisi dependent.
2 Pertahankan jalan nafas tetap terbuka bebas,jika bahaya paralysis pernafasan
atau bulbar akan terjadi maka pasien harus diintubasi atau ventilasi dengan
pembedahan jika intubasi tidak mungkin dilakukan karena berbagai sebab.
3 Berikan O2 high flow
4 Pemeriksaan tanda-tanda vital secara lengkap
5 Monitoring EKG,pulse oksimetri dan tanda vital tiap 5-10 menit
6 Pemeriksaan lab:DL, faal hemostasis, UL, urea/elektrolit/kreatinin,EKG.Pada
kasus yang berat ditambahkan: mioglobin urin,skrining DIC,CPK,CKMB
7 Jika pasien datang dengan terpasang torniqet, maka yang harus
dilakukan untuk antisipasi envenomasi mendadak:
1.pasang infuse NS 0,9% 2.peralatan
resusitasi yang memadai 3.monitoring
lengkap tersedia

8 Pasang kateter untuk pasien yang tidak stabil/syok


9 Mual dan muntah dapat terjadi akibat bisa yang jenisnya hematotoksik

Table 2 : dosis pemberian serum anti bisa ular


Derajat bisa ular secara klinis
Minimal
Sedang
Berat
Sangat berat

Dosis serum anti bisa ular


Tidak indikasi diberikan SABU
20-40 cc(2-4 vial) (masih kontroversi)
50-90 cc(5-9 vial)
100-150 cc(10-15 vial)

1 Irigasi mata yang terkena semprotan bisa ular (beberapa jenis


kobra akan menyemprotkan bisanya kea rah mata korban).
2 Jangan menekan bagian proksimal daerah luka gigitan ular berbisa dengan torniket.
3 Jangan mengompres luka dengan es,karena pada saat kompres

dihentikan,efek vasodilatasi akan mempercepat penyerapan bisa ular.


4 Jangan melakukan insisi ataupun menghisap luka gigitan.

163

Perhatian khusus
1 Berikan serum anti bisa ular untuk menetralisir bisa ular: anti bisa ular polivalen harus
selalu tersedia di ruang P1 dan harus disimpan di lemari es pada suhu 2-6C.

Ketika SABU sudah keluar dari lemari es,maka harus cepat diberikan karena
pada suhu ruangan akan cepat kehilangan khasiatnya.
2 Indikasi dan dosis pemberian dapat dilihat pada Tabel 2.
3 Pencegahan akibat reaksi SABU:
1.apakah pasien sudah pernah mendapat suntikan serum
sebelumnya,misalnya ATS(bukan ATT).
2.pasien punya alergi atau punya keluarganya ada yang alergi:
a.tes sensitivitas pasien terhadap serum dengan diberikan suntikan 0,1 cc serum
yang telah didilusi dengan perbandingan 1:10 secara intradermal.Observasi selama
30 menit apakah ada reaksi local dan menyeluruh.Bila terjadi reaksi, dapat
diberikan difenhidramin IV,kortikosteroid IV dan atau adrenalin IM 1:1000 atau IV
1:10.000. b.berikan SABU pada pasien dengan riwayat alergi setelah lebih dulu
diberikan antihistamin dan hidrokortison 15-30 menit sebelumnya.
4 Antikolinesterase diberikan pada pasien dengan gejala neurotoksin yang berat, dengan
diberikan dosis percobaan edrofonium klorida(Tensilon) 10 mg dengan atropine 0,6
mg.Bila respon setelah pemberian obat tersebut kurang,dapat diberikan neostigmin.
5 Analgesic/sedasi diberikan jika pasien sangat kesakitan.Dapat diberikan
morfin atau diazepam,atau keduanya dalam dosis kecil dititrasi sampai efek
yang diinginkan tercapai.Persiapan intubasi harus dilakukan bila tanda-tanda
depresi nafas muncul seperti kelemahan otot akibat efek racun dari bisa ular.

Disposisi
1 Semua penderita gigitan ular berbisa harus diobservasi,bila gejala
keracunannya berat harus dikonsultasikan pada tim ICU.

164

BAB 45
LUKA BAKAR MAYOR

Definisi luka baker mayor;


1. sebagian dan seluruhnya >10% dari permukaan tubuh, pada anak < 10 th
atau orang dewasa > 50th.
2. sebagian dan seluruhnya >20% permukaan tubuh pada orang dewasa
3. sebagian dan seluruh luka pada daerah khusus spt; wajah,mata, telinga,
kepala, leher, perineum, genetalia, tangan, kaki atau dipersendian besar.
4. seluruh tubuh > 5% dari permukaan tubuh pada banyak bagian
5. luka baker karena sengatan listrik.
6. lika baker kimia.
7. trauma inhalasi
8. luka baker melingkar
9. luka baker pada pasien dengan penyulit yang dapat menyebabkan
komplikasi dan kematian.

165

Penanganan luka baker menurut ATLS pada primary survey adalah mengatasi masalah
jalan nafas dan respirasi, sedangkan pada secondary survey adalah penanganan gejala
klinis pada tubuh yang mengalami luka baker tan total cairan yang hilang.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan luka baker dilakukan di IRD. Setelah penenganan ABC nya maka
dilakukan profilaksis intubasi pada pasien dengan resiko sumbatan jalan nafas, spt pada;

1. luka baker di kepala yang melingkari hidung dan mulut.


2. adanya jelaga pada lubang hidung, atau hilangnya bulu hidung karena terbakar.
3. luka baker di lidah
4. pembengkakan pada jaringan mulut bagian dalam
5. adanya suara yang serak
6. udema laring yang dapat dilihat dengan laringoskop
7. inspirasi yang ngorok

intubasi jalan nafas ini sangat beresiko, sehingga harus dilakukan secata cepat.(RSI)
1. oleh karena sangat berpotensi menimbulkan kesulitan jalan nafas, maka
sebelum dilakukan RSI, sebaiknya dilakukan intubasi secara sadar.

2. harus disiapkan cricotiroidektomi, bila sewaktu-waktu intubasi gagal


3. monitor ketat selama dilakukan intubasi
4. intubasi dilakukan oleh dokter emergency senior atau oleh ahli anastesi
5. pemberian suxamethonium tidak did=indikasikan untuk luka baker akut
1 oksigen 100% diberikan pada
pasien yang tidak diintubasi

166

1 pasang infuse dengan cairan kristaloid


2 perlu dilakukan pemeriksaan;
1. DL, RFT, elektrolit, LFT, FH, GDA
2. analusa gas`darah, level COHb.
3. ECG dan foto thorak.

3 pasang kateter urin


4 penatalaksanaan hipotermi

PEMBERIAN CAIRAN DAN OBAT UNTUK LUKA BAKAR


*Berat ringannya luka baker menentukan penatalaksaan dengan menggunakan
RULE OF NINE untuk pasien dewasa dan LUND BROWDER untuk anak-anak.

1*

telapak tangan pasien termasuk jari tangan diperkirakan = 1%

2*

yang dipakai sbg dasar pengobatan adalah luas luka baker terutama untuk kalkulasi
cairan. Banyak pasien dengan luka baker >20% membutuhkan caira resusitasi. Pemasangan
infuse dengan jaru 16G dapat dilakuakn pada tempat yang tidak mengalami luka baker.
Cairan yang digunakan dapat di kombinasi antara cairan kristaloid dengan cairan koloid.

PARKLANDS FORMULA
_____________________________________________________________
Total cairan yang diberika dalam 24 jam= 2-4 ml/kgbb/%luas luka baker
1 total volume dibagi dalam 2 tahap
2 setengah pertama diberikan lewat infuse dalm 8 jam pertama
3 setengah sisanya diberikan dalam 16 jam.

167

Waktu dihitung sejak terjadinya luka baker


Cairan terpilih adalah Hartmans solution

PENANGANAN NYERI
1. injeksi petidhin 1mg/kgbb
2. injeksi morphin 2mg tiap 20 menit maksimal 10mg
3. injeksi tramodol 50mg dilanjutkan dengan infuse
4. dapat juga diberikan inhalasi entonox

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


1 luka harus dibersihkan dan ditutup dengan kassa steril
2 escharotomi jika luka luas dan dalam serta melingkari leher dan dada
1. escharotomi dapat dilakukan dengan ayau tanpa analgesic
2. digunakan pisau steril
3. incise sesuai dengan garis anatomi dimulai dari garis tersebut dan sekelilingnya
melingkari semua eschar dilateral maupun dimedial permukaan luka terutama
daerah persendian. Luka baker yang melingkari dada dilakukan incise dua arah
pada garis anterior axilla terutama jika mengganggu otot-otot prenator.

4. incise dilakukan sedalam lemak, dan dihindari terjadinya pemotongan


pembuluh darah.
46..

168

47. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


DEFINISI
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai oleh keterbatasan aliran udara
parsial yang bersifat reversibelm yang berlangsung progresif dan berkaitan dengan
respon inflamasi abnormal jarinagn paru terhadap gas ataupun partikel toksik.
PERHATIAN
1 Gejala khas meliputi batuk, produksi sputum kronis dan sesak yang diinduksi oleh
aktvitas fisik dengan sebagian besar pasien mengalami paparan terhadap tembakau.
2 Sekitar 10% pasien PPOK tidak mempunyai riwayat kebiasaan merokok
3 10% pasien PPOK menunjukkan gejala klinis asma dan harus ditangani
sebagai kasus asma.

1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum


Pada semua pasien PPOK, anjurkan untuk berhenti merokok, karena
hal ini merupakan intervensi yang terpenting. Vaksinasi flu juga
harus dipertimbangkan, karena hal tersebut telah terbukti dapat
mengurangi episode eksaserbasi

DIAGNOSIS BANDING
1 Gagal jantung kongestif (CHF): pemeriksaan beta natriuretic peptide (BNP)
merupakan metode terbaik untuk membedakan PPOK dari CHF.
2 Sindroma Koroner Akut (ACS)
3 Emboli paru (PE)
4 Pneumothoraks/ kolaps paru
5 Penumonia
beratnya menurut global initiative for
Tabel 1: Klasifikasi PPOK berdasarkan

16
9
chronic obstructive lung disease (GOLD)
0: Berisiko

I: Ringan

II: Sedang
III: Berat

Spirometri normal

Gejal kronis (batuk, produksi sputum)


FEV1/FVC <70%
FEV1 >80% prediksi
Dengan atau tanpa gejala kronis (batuk, produksi sputum)
FEV1/FVC <70%
30% < FEV1 < 80% prediksi
FEV1/FVC <70%
FEV1 <30% prediksi atau FEV1 <50% prediksi disertai gagal nafas

atau tanda klinis gagal kantung kanan

TATA LAKSANA
1 Suplemen O2 aliran rendah terkendali untuk semua pasien dengan
distres nafas atau SpO2<90% untuk mencapai saturasi 90-95%. Dapat
digunakan kanul hidung atau sungkup venturi.
2 Indikasi RSI dan ventilasi:
1. Ancaman henti nafas
2. Sesak hebat & nyata
3. Asidosis berat atau hiperkapnia
4. Penurunan kesadaran
5. Syok
Catatan: Pengaturan ventilasi sebaiknya menggunakan frekuensi rendah, volume
tidal rendah dan fase ekspirasi yang lebih panjang.

1
Obat-obatan meliputi:
1. Agonis -2: salbutamol 5mg (1ml) diuapkan. Efikasi obat ini tergantung
pada tingkat ireversibilitas kondisi PPOK pasien.

2. Antikolinergik: ipraptropium bromide 2ml (0.5 mg). Kombinasi antara 1 dan


2 tidak memberikan tambahan efek samping dan menghasilkan efek
bronchodilatasi yang lebih unggul dibandingkan hanya menggunakan salah
satunya.

3. Kortikosteroid: 0.5-1.5 mg/kg prednisolon oral selama 10-14 hari.


4. Metilsantin (aminofilin) tidak menunjukkan perbaikan FEV 1 ataupun
mempengaruhi lama rawat inap.
5. Antibiotika: indikasinya meliuti peningkatan keluhan sesak,
peningkatan produksi dan purulensi sputum. Koloni bakteri yang
umumnya ditemukan meliputi Strep pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, Klebsiella, Mycoplasma, Pseudomonas dan
Streptococcus. Antibiotika yang bermanfaat meliputi generasi lanjut
makrolid dan kuinolon.

Catatan: Tidak terbukti manfaat Sulfas Magnesikus pada kasus PPOK

1
Ventilasi non-invasif (VNI), merupakan standar pelayanan baru,
dapat menurunkan mortalitas, kebutuhan intubasi, komplikasi dan lama
rawat inap bila dibandingkan dengan terapi medikamentosa biasa. Indikasi
VNI adalah:
1. Asidosis respiratorik sedang (pH 7.26-7.32)

2. Distres nafas persisten (RR >22/menit) setelah terapi awal PPOK eksaserbasi
akut.
2
Pasien yang tidak sesuai untuk dilakukan VNI adalah pasien dengan:

17
0

1.

Henti nafas

2.

Instabilitas kardiovaskuler (hipotensi, aritmia, infark miokard)


Penurunan tingkat kesadaran dan memberatnya penurunan
kesadaran
Resiko aspirasi tinggi
Baru menjalani pembedahan pada wajah atau gastroesofagus
Trauma kraniofasial dan abnormalitas nasofaring yang menetap

3.
4.
5.
6.

7.
Obesitas ekstrim
1
Kriteria pasien dipulangkan meliputi:
1. Tidak memerlukan terapi inhalasi agonis -2 lebih sering dari setiap 4 jam.

2. Pasien yang sebelumnya memiliki mobilitas dan dapat berjalan dengan nyaman.
3. Pasien telah stabil secara klinis selama 12-24 jam.
4. Hasil AGD yang stabil selama 12-24 jam.
5. Pasien ataupun pihak yang merawatnya memahami dengan baik
penggunaan obat-obatan secara tepat.
6. Perjanjian untuk kunjungan lanjutan ataupun perawatan di rumah telah diselesaikan.
7. Pasien, keluarganya dan dokter yang merawat merasa yakin bahwa
pasien akan dapat dirawat dengan baik di rumah.
48. Coronary syndromes, akut
Definisi
Acute Coronary Syndromes (ACS) meliputi kondisi yang meiliki kesamaan patofisiologi oklusi
koronaria, contoh unstabel angina, non ST elevasi MI (NSTEMI) dan ST-segment elevation MI
(STEMI). Manajemen unstabel angina dan NSTEMI pada dasarnya serupa.

Caveats
1 Pasien bisaanya datang dengan gejala :
1. Onset baru (<2bulan) severe angina.
2. Angina yang memburuk, dengan gejala yang lebih sering, lebih parah, atau leboih
lama dan kurang berespon terhadap gliseril trinitrat. (GTN).
3. Angina yang memanjang padaa saat istirahat (>15 menit).
Catatan : Non-STEMI harus didiagnosa pada pasien dengan
peningkatan enzim kardiak tanpa adanya gelombang Q pada IMA.
Sebuah keadaan NSTEMI tidak harus ditandai dengan perubahan
EKG.
1
EKG mungkin menunjukkan :
1. Depresi ST segment
2. Elevasi ST segment transient yang akan mengalami resolve
secara spontan setelah GTN.
3. Inversi gelombang T
4. bukti adanya miokard infark sebelumnya.
5. Left Bundle Branch Block
6. perubahan minor yang tidak spesifik.
7. atau bisa juga normal

EKG tidak harus menunjukkan elevasi akut ST segment yang persisten.

Enzim kardiak konvensional (CK,CK-MB, AST, LDH) dapat normal


atau meningkat. Peningkatan troponin T atau I spesifik untuk
kerusakan miokard. Troponin T > 0,1 g/l, tes kualitatif troponin T
yang positif dan troponin I > 0,4 g/l, merupakan penanda yang
terkait dengan peningkatan resiko kematian dini pada pasien ACS
tanpa ST elevasi pada hasil EKG. Semakin tinggi konsentrasi troponin
semakin besar resiko kematian selama hari 30-42. Konsentrasi
troponin yang normal atau tidak terdeteksi

171

dalam > 12 jam setelah onset mengindikasikan pasien memiliki resiko yang
rendah unutk mengalami komplikasi.
1
Penelitian membandingkan troponin T dengan troponin I
menunjukkan keduanya sensitive dan spesifik, punya signifikansi indikasi
prognostic yang serupa, serta berperan pada stratifikasi resiko.
2
Pasien ACS memiliki resiko efek samping dini yang meningkat
dibawah kondisi berikut:
1. Usia > 65 tahun
2. Komorbid terutama dengan DM
3. Nyeri jantung yang memanjang pada saat istirahat (>15 menit).
4. Iskemik EKG depresi ST segment pada saat MRS atau selama
gejala muncul. 5. EKG menunjukkan inverse gelombang T
6. Bukti adanya kerusakan fungsi ventrikel kiri (preexisting atau selama
iskemik miokard).
7. Pelepasan troponin jantung yang positif
8. Peningkatan C-reactive protein
3
Kategori resiko rendah : troponin jantung normal pada 12 jam
setelah onset gejala. Kelompok ini juga memiliki EKG yang normal serta CKMB yang normal, serta tidak perlu MRS di CCU atau high dependency ward.
4
Terapi bertujuan : control gejala dan mencegah MI serta kematian.
Dapat dicapai dengan menggunakan antiiskemik dan antitrombotik, jika tidak
berhasil dilanjutkan dengan revaskularisasi mekanis.
5
Penting untuk menangani hipertensi dan gagal jantung pada fase akut ACS.
6
Terapi trombolitik tidak menunjukkan manfaat pada pasien ACS tanpa
ST elevasi pada EKG (kecuali pada suspek IMA dan left bundle branch Block).
Tips khususBagi Dokter Umum:
1 Rujuk semua kasus ACS ke ED.
2 Berikan aspirin 300mg sebelum mengirim pasien ke RS.

Manajemen
Nyeri Dada iskemik berkelanjutan/perubahan EKG menunjukkan Unstabel angina
atau NSTEMI
1 Monitoring tanda vital pada area critical care
2 Berikan O2 via mask
3 Aspirin oral 300mg
Catatan : ini merupakan terapi dasar ACS, yang akan mencapai platelet inhibition
dalam 1 jam. Hindari enteric-coated aspirin, karena onset akan lebih lambat
sampai 3-4 jam. Aspirin mengurangi resiko kematian jantung dan infark miokard
non-fatal pada sekitar 50% kasus dalam 3 bulan.
1 IV plug dan pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
kardiak, troponin T atau I, profil koagulasi, GXM 2 unit packed cells.
2 Berikan IV GTN 20-200 g/menit untuk mengurangi nyeri atau iskemik.
Tingkatkan 5-10 g/lmenit pada interval 5-10 mneit sampai nyeri dada hilang
atau MAP turun 10%. Hentikan jika terjadi hipotensi.
Catatan : IV GTN bermanfaat pada ACS dan

IV infusion lebih efektif dibanding dengan long-

hipertensi/gagal jantung. Tidak ada bukti bahwa acting nirate yang diberikan melalui

172

rute lain, namun titrasi dosis dapat lebih cepat dan lebih mudah dilakukan dengan
jalur IV. GTN merupakan kontraindikasi bagi infark ventricular kanan.
1 Berikan IV morfin secara titrasi untuk mengurangi nyeri jika nyeri menetap
setelah pemberian GTN.
2 Berikan beta-blocker untuk mengurangi resiko infark jika tidak ada kontraindikasi,
cth gagal jantung, gagal nafas, heart block derajat 2 atau lebih, tekanan darah sistolik
< 90mmHg. Contoh : atenolol/metoprolol oral 50-100mg/hari.

3 Berikan Calsium Channel Blocker bersama dengan beta blocker atau pada
pasien dengan kontraindikasi betablocker namun tidak meilki gagal jantung
atau disfungsi ventrikel kiri. Titrasi sampai HR 60x/menit. Cth : Diltiazem IV
5mg selama 2-5menit, diulang tiap 5-10 menit samapai dosis total 50mg.
diikuti dengan infus 5 mg/menitsampai 15mg/menit.
4 Heparin, ketika digunakan IV, mengurangi insiden iskemik berulang dan
progresi Q-wave MI.
Penggunaan IV heparin butuh monitoring hati-hati. Namun tidak diperlukan
bila menggunakan heparin molekul kecil dan cara kerjanya lebih mudah
diprediksi karena memiliki bioavaibilitas yang nyaris komplit. Diberikan 2 kali
sehari dengan injeksi SC selama 3 hari.
Catatan : resiko komplikasi pada pasien unstabel angina dan non-STEMI akan
berkurang pada keadaan dibawah ini:
1. unfractioned heparin tanpa aspirin lebih efektif ddari pada placebo.
2. Unfractioned heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif dibanding
dengan aspirin saja.
3. Low molecular weight heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif
daripada aspirin saja.
1 Kasus resiko tinggi harus diterapi dengan intravenous small molecule
platelet glycoprotein IIb/IIIa inhibitor selama 96 jam. Juga harus diberikan
pada pasien dengan troponin T yang meningkat yang dijadwalkan menjalani
intervensi koronari perkutaneus menggunakan unfractioned heparin. 3 jenis
agent yang digunakan adalah : abciximab, tirofiban dan eptifibatide.
2
Deteksi dan koreksi factor pencetu yang jelas : anemia, demam,
tirotoksikosis, hipoksia, takidisritmia, stenosis aorta atau obat simpatomimetik.
3
Lakukan CXR.
4
MRS pada CCU.
Diagnosa Unstabel Angina berdasarkan keadaan klinis tanpa perubahan
EKG/perubahan ECG non-spesific serta pasien telah bebas dari nyeri dada
1 Monitoring pada area intermediate.
2 Berikan aspirin oral 300mg
3 Pasang IV plug dan periksa darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim jantung,
troponin T atau I jantung, profil koagulasi, cross match 2 unit packed cells.
4 Aplikasikan nitroderm patch 5-10mg tergantung pada tekanan darah.
5 Lakukan CXR.
6 MRS pada bangsal kardiologi.

173

49. Crush Syndrome


Caveats
1 Kegagalan mengenali kondisi ini menyebabkan kematian tinggi
2 Metabolik toksin dari kerusakan otot menyebabkan:
1. Sumbatan tubulus ginjal mengakibatkan gagal ginjal
2. Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa menyebabkan disritmia diikuti DIVC
3 Penyebab:
1. Luka bakar
2. Terjepitnya otot besar > 60 menit, misal pada crush injury, alkoholik dan
pengguna obat saat tidak sadar
3. Non traumatik neuroleptic malignant syndrome
4. Kejang grand mall yang lama
4 Masalah: hipovolemia, hiperkalemia, hipokalsemia, myoglobinuria, gagal
ginjal, ARDS, DIVC
Tips Khusus untuk dokter umum:
Resusitasi cairan secepatnya dapat bermanfaat
Penatalaksanaan
1 ABC merupakan protocol utama
2 Kateter intravena 2 jalur dan resusitasi cairan secepatnya minimal 1.5 L/ jam

174

1 Lab: darah lengkap, urea/elektrolit/kreatinin, kalsium serum, faal koagulasi


2 Urinalisis untuk myoglobin
3 ECG untuk mendeteksi aritmia akibat hipokalsemia dan hiperkalemia
4 Monitor produksi urine: pasang kateter urine. Jika produksi urine buruk, force
diuresis mannitol alkaline sampai pH urine > 6,5
5 Profilaksis antitetanus jika ada luka terbuka
6 Beritahu orthopedik untuk segera fasiotomi

50 Dengue Fever
Definisi
Dengue fever merupakan penyakit infeksi demam akut, disebabkan oleh virus dari
genus Flavivirus, vector : Aedes aegypti. Patofisiologi penyakit terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler yang berlebihan, dengan keluarnya plasma kapiler
yang difus, hemokonsentrasi, dan beberapa kasus terjadi syok hipovolemik
hemorrhagic.. periode inkubasi : 3-6 hari; bebepara kasus mencapai 15 hari.
Manifestasi klinis
Dengue fever (DF)
1 Gejala klinis dengue fever pada tahap awal serupa dengan pasien infeksi virus.
2 Ditandai dengan demam dan trombositopenia.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
1 Fase awal tidak dapat dibedakan dengan DF.
2 Setelah 2-5 hari, beberapa kasus pada infeksi yang pertama atau lebih sering setelah
infeksi yang berulang akan menunjukkan trombositopenia (<100.000/mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20% atau >45%).
3 Manifestasi perdarahan dapat muncul atau tidak; limphe tidak teraba, terdapatnya
pembesaran hepar serta nyeri tekan merupakan tanda prognosis yang buruk.

4 Manifestasi lain: efusi pleural, hipoalbunemia, ensefalopati dengan cairan


serebrospinal yang normal.
5 Acute liver failure dengan perubahan kesadaran yang jarang terjadi serta
didapatkan tanda neurologik yang abnormal (Hiperrefleksia) dapat timbul. Pasien
seperti itu akan mudah mengalami perdarahan hebat, gagal ginjal, edema otak,
edema paru dan infeksi sekunder. Intervensi dini diperlukan. Pelepasan plasma
dari kapiler secara difus bertanggungjawab terhadap terjadinya hemokonsentrasi.
6 Klasifikasi DHF menurut WHO :
Grade I demam, gejala konstitusional, tes tourniquet positif
Grade II Grade I dengan adanya perdarahan spontan

Grade III Grade II dengan instabilitas hemodinamik dan mental confusion

175

Grade IV Grade III dengan syok


Kasus disertai dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Grade III dan IV dinamakan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Caveats

Diagnosa DF pada ED muncul bila didapatkan riwayat demam > 3

hari dan tidak merespon terapi yang diberikan.

Gejala abdomen seperti nausea, vomiting, nyeri epigastrial, dan


diare sering menyebabkan misdiagnosa manjadi GE atau gastritis viral,
terutama pada anak-anak.

Demam bisaanya tinggi dan memnjang, resisten terhadap terapi.

Bisaanya nyata pada pasien yang tinggal di daerah endemis dengue.

Beberapa pasien dapat menunjukkan nyeri punggung yang hebat.


Pasien dengan riwayat keluarga positif dengue, memiliki resiko

lebih tinggi untuk menderita infeksi yang sama, sehingga diperlukan


monitoring hitung trobosit.
Tips Khusus bagi Dokter Umum:
1 Skin rash seperti eritema menyeluruh dengan pockets of sparing di ekstremitas bawah
tidaklah selalu konsisten. Namun wajah pasien dengan dengue bisaanya akan terlihat
flushing/memerah. Kadang pasien datang dengan keluhan perdarahan gusi.

2 Rujuk semua kasus suspek DHF atau DSS secepatnya ke RS.


dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit) merupan kunci penanganan pasien
infeksi dengue.
1. Monitor hitung trombosit tiap hari sampai menunjukkan peningkatan.
2. Monitor profil koagulasi : ulang tes jika diperlukan.
1
Pasien yang serius ditangani pada area critical care untuk dimonitoring.
2
FBC penting pada semua pasien demam tinggi yang terus menerus
tanpa sumber infeksi yang jelas. Penemuan penting pada pasien dengue :
1. lekopeni; adanya lekositosis dan netrofilia mengeksklusi adanya
kemungkinan dengue, dan infeksi bacterial harus dipertimbangkan.
2. Trombositopeni (< 100.000/mm3): leptospirosis, measles, rubella,
meningococcemia, septisemia, malaria, dan SARS juga dapat menyebabkan
trombositopeni namun rash tidak sering timbul pada malaria tanpa komplikasi.
3. Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi.
4. Urea dan elektrolit : hiponatremia
5. LFT : abnormalitas enzim hati.
3
Monitoring tanda vital, adanya hemokonsentrasi, penggantian cairan
intravascular dengan RL atau isotonic salin, koreksi asidosis metabolic, serta pemberian
oksigen merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa pasien DSS. Ketika
pasien stabil, leakage kapiler berhenti dan resorpsi cairan ekstravaskular dimulai,
penanganan cairan intravena harus hati-hati untuk menghindari edema pulmonal.
4
Salisilat harus dihindari sebagai analgesic, karena potensinya dalam
menyebabkan perdarahan diatesis dank arena dengue terkait dengan Reyes syndrome
pada beberapa kasus. Obat hepatotoksik dan sedative long-acting juga harus dihindari.

5
Penempatan : MRS untuk terapi cairan IV jika diperlukan pada kasus :
1. dehidrasi signifikan (>10% berat badan normal) telah terjadi dan ekspansi volume
secara cepat diperlukan atau ketika terjadi perdarahan spontan. Berarti pasien

176

dengan grade I yang merespon terapi cairan per oral serta tidak memiliki
kompplikasi saja yang dapat dipulangkan.
2. Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
3. Trombositopenia berat (<100.000).
4. Hitung platelet <20.000 akan membutuhkan bed rest karena ditakutkan
akan terjadi perdarahan spontan dan trauma yang tidak disengaja.
5. pasien lansia, atau yang sangat muda serta pasien dengan penyakit lain (cth : alergi,
DM, IHD).
Catatan: pasien dengan hitung trombosit 100.000-140.000 dapat dipulangkan namun
harus melakukan pemeriksaan FBC berkala sampai trombosit normal.

51. Dermatologi pada Emergency Care


Caveats
1 pasien febris dengan rash purpurik, pertimbangkan meningococcaemia.
2 Pada pasien dengan rash ptechiae, pikirkan kemungkinan DIVC akibat sepsis.
3 Pada pasien hipotensiv dengan nyeri sendi dan bruising, pertimbangkan
kemungkinan necrotizing soft tissue infection yang dapat memperdaya
pemeriksa pada awal presentasi penyakit.
4 Ada kemungkinan untuk melakukan vaksinasi pada seseorang yang mengalami
chicken pox walaupun ringan dan mungkin salah artikan sebagai viral fever.
5 Pikirkan varicella pneumonitis jika pasien menderita takipneu, batuk dan
demam tinggi 3-5 hari.
Tips Khusus bagi Dokter Umum
1 Rujuk cepat pasien Meningococcaemia dengan memberikan
profilaksis ciprofloxacin 500mg dosis tunggal.
Varicella (Chicken Pox)
Agent : Varicella Zoster Virus (VZV).
Manifestasi klinis
1 Periode inkubasi : 10-21 hari, namun bisaanya 14-17 hari.
2 Bisaanya didahului dengan gejala prodromal : demam low-grade, malaise,
mialgia (dapat tidak terjadi pada anak kecil)
3 Lesi awal dapat berupa macula atau popular sebelum timbul vesikel, diikui
dengan krusta.

177

1 Distribusi meliputi kulit kepala, area genital, mukosa mulut, dan konjungtiva,
namun terutama pada trunkus.
2 Lesi timbul dengan usia yang berbeda, antara vesikel dengan krusta.
3 Pasien bersifat infeksius pada 48 jam sebelum onset timbul rash vesikel, selama
periode pembentukan vesikel, bisaanya 4-5 hari, dan sampai vesikel menjadi krusta.

Manajemen
1 Pertimbangkan asiklovir jika pasien datang pada 24-72 jam pertama sejak onset
rash. Dosis 800mg (dewasa) atau 20mg/kgBB (pediatric) 5 x per hari x 5hari.

2 Antihistamin untuk mengontrol gatal dapat dipertimbangkan, misal CTM 4mg 3x/hari.
3 Jangan berikan aspirin sebagai antipiretik karenadapat menyebabkan Reyes syndrome.
4 Pertimbangkan antibiotik oral jika ada gejala infeksi bacterial, cth : penisilin V
(Streptococcus grup A merupakan penyebab tersering)/cephalexin/doxyciclin
(jika alergi penisilin atau cephalexin) atau Cloxacillin jika dicurigai karena
Staphylococcus aureus.
5 Pasien dengan immunocompromised harus diMRS-kan.
Komplikasi
1 Terjadi terutama pada dewasa dan pasien immunocompromised: aseptic meningitis,
encephalitis, pneumonia, pneumonitis, transverse myelitis dan Reyes syndrome.

2 Foetal Varicella syndrome terkait dengan phocomelia: neonatal varicella dapat


fatal dan ditularkan saat persalinan.
3 Imunitas dapat ditentukan dengan IgG.
Isolasi
1 Sarankan isolasi sampai tidak ada vesikel baru yang muncul dan lesi menjadi krusta.
2 Wanita hamil yang tidak memiliki imunitas harus dipertimbangkan untuk VZIg.
Herpes Zozter (Shingles)
Menandakan reaktivasi varicella zoster virus yang laten.
Manifestasi klinis
1 Vesikel yang nyeri dengan distribusi dermatoe yang unilateral.
2 Daerah yang sering adalah torso, kulit kepala dan wajah.
3 Onset herpes zoster ditandai dengan nyeri yang sangat pada dermatom yang
muncul sebelum adanya lesi dalam 48-72 jam, diikuti dengan rash makulopapular
yang eritem yang kemudian berubah menjadi vesikel dengan cepat.
4 Durasi total penyakit ini bisaanya antara 7-10hari; namun dibutuhkan waktu 24minggu untuk mengembalikan kulit menjadi normal.
5 Manifestasi yang tidak khas :
1. nyeri tidak disertai dengan lesi yang khas.
2. dapat tersebar pada pasien immunocompromised.
1
Trigeminal Herpes zoster dengan keterlibatan nervus ophthalmicus (Zoster
ophthalmicus) dapat menyebabkan ulkus kornea dan hilangnya penglihatan. Selalu
lakukan tes pewarnaan fluoresensi untuk menyingkirkan ulkus kornea jika vesikel
terdapat pada bagian bridge of the nose dandisekitar mata dan daerah dahi.

2
Komplikasi yang paling mengganggu dari herpes zoster adalah rasa
nyeri yang terkait dengan neuritis akut dan neuralgia postherpetik.
Manajemen

178

1 Kontrol nyeri dengan anlgesik pada fase akut. Trisiklik antidepresan seperti amitryptilin
10 mg dapat dipertimbangkan bila nyeri persisten setelah vesikel mulai
menghilang (postherpetic neuralgia); obat lain seperti gabapentin dan narkotik
digunakan pada kasus yang berat.
2 Obat antiviral, cth :Acyclovir :
1. menunjukkan pemendekan manifestasi herpes zoster bila diberikan dalam
48-72 jam pertama sejak onset rash muncul.
2. Dosis : 5 x 800mg selama 7-10 hari.
3. Berikan acyclovir IV pada pasien immunocompromised atau dengan
penyakit yang meluas.
1
Steroid dapat mencegah postherpetic neuralgia.
2
Rujuk ke ophthalmologist jika ada keterlibatan corneal.
Pemfigoid dan Pemfigus
1 Keduanya merupakan penyakit bullous karena proses autoimun.
2 Dasar terapi adalah memberikan antiinflamasi
3 Biopsy kulit sering diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosa.
4 Lihat bab 1 untuk membedakan manifestasi klinis.

Tabel 1 : Faktor Pembeda Pemfigoid dengan Pemfigus


Feature
Usia
Lesi

Prognosis

Pemfigoid
Lansia
Bulla yang tegang

Pemfigus
Usia muda/pertengahan
Bulla lebih lunak yang mudah pecah
kemudian menyisakan erosi
Gatal
Nyeri
Membran mukosa kadang Membrane mukosa sering terlibat; sering
terlibat
menampakkan manifestasi.
Lebih benign
Potensial mematikan.

Manajemen
Pada umumnya keduanya membutuhkan manajemen yang melelahkan :
1. steroid sistemik immunosupresif
2. Perawatan luka local.
3. terapi infeksi
4. Koreksi kehilangan cairan dan elektrolit dari luasnya kulit yang luka.
Necrotizing Soft Tissue Infections
1
Sekelompok infeksi bacterial pada jaringan lunak yang dapat
mengancam nyawa dan ditandai dengan nekrosis jaringan.
2
Istilah spesifik digunakan berdasarakan jaringan yang terlibat serta
organisme penyebabnya:
1. Necrotizing fasciitis
2. Necrotizing myositis
3. Fourniers gangrene (genitalia)
1
Organisme :

179

1. Streptococcus grup A
2. Polymikrobial
3. Staphylococcus aureus.
Manifestasi Klinik
1
Toksik, demam, dan sering hipotensif confusion dan delirium.
2
Penampakan kulit yang minor dapat memperdayakan dibandingkan
dengan manifestasi klinis pasien yang toksik.
3
Terdapat edema dan eritema pada awalnya, menjadi pucat dan keabu-abuan
dengan perdarahan bullae (karena iskemik ketika pembuluh darah rusak) atau gangrene.

Nyeri abdomen juga sering muncul sebagai keluhan.

Diagnosa Diferensial
1 Selulitis dan infeksi jaringan lunak non-necrotizing lain
2 Erisipelas, memiliki batas demarkasi yang jelas serta streaking pada
limphangitis juga menonjol; vesikel dan bula dapat terjadi pada infeksi berat
(penyebab : Streptococcus beta hemolitikus grup A)
Manajemen
1 Ditangani pada area Critical Care
2 Resusitasi cairan dan inotropic support jika diperlukan
3 Pertimbangkan X ray jaringan lunak yang terlibat untuk mencari free air pada jaringan
subkutan.
Catatan : Tidak adanya penemuan tersebut tidak akan menyingkirkan diagnosa.
1 Lakukan kultur darah
2 Beri antibiotik spectrum luas, IV kristaline penicillin + Clindamycin (untuk
streptococcus grup A + Anaerob dengan beberapa Staphylococcus) +
Ceftazidime (untuk bakteri batang Gram negative dan Meliodosis).
3 Rujuk ke ortopedik/bedah umum (tergantung pada daerah yang terlibat)
untuk eksplorasi bedah secepatnya serta debridemen.
4 Penempatan : HD atau ICU tergantung stabilitas pasien.
Meningococcaemia
Penyebab : N. meningitides (Diplococcus Gram negative pada pewarnaan Gram CSF).
Manifestasi Klinis
1 Onset yang tiba-tiba dari demam, malaise, mialgia, athralgia, nyeri kepala,
nausea, dan vomiting.
2 Bersifat toksik dengan progresivitas yang cepat menjadi tanda meningitis.
3 Penemuan kulit yang terkait : jaringan parut berwarna merah muda atau papula
purpurik (lesi yang teraba < 1,5 cm) yang dapat menjadi vesicular atau pustular.
4 Dapat berkembang menjadi purpura fulminan : plak irregular namun berbatas
tegas, berupa purpura ungu dengan bagian tengah yang keabu-abuan,
kehitaman, ungu gelap atau nekrosis kehitaman.
Manajemen
1 Pasien harus ditangani pada area critical care
2 Resusitasi cairan dan support inotropik jika diperlukan
3 Kultur darah

180

1 Antibiotik dapat dimulai sebelum pungsi lumbal


2 Antibiotik pilihan : IV Penicillin G 4 juta U setiap 4 jam (pertimbangkan
Cloramfenikol jika alergi penisilin) atau Ceftriaxon 2 g 2x/hari.
3 Penempatan : HD atau ICU (membutuhkan isolasi).
Profilaksis
1 Indikasi :
1. Kontak dekat setidaknya 4 jam pada seminggu sebelum onset penyakit,
cth : orang yang tinggal serumah, kontak sehari-hari, teman satu ruang.
2. terpapar secret nasofaringeal pasien, cth : melalui ciuman, resusitasi mulut
ke mulut, intubasi, suction nasotracheal.
1
Regimen
1. Ciprofloxacin po 500mg single dose atau rifampisisn 600mg po bd x 4
dosis (dewasa)
2. Rifampicin 10mg/kg po bd x 4 dosis (pediatric).
Urtikaria Akut
Manifestasi Klinik:
1 Rash merah muda, non-scaling, permukaan atas datar yang terjadi berpindah-pindah.
2 Lesi terasa gatal
Penyebab :
1 Viral: diyakinkan dengan adanya riwayat demam, mialgia, dan gejala URTI.
2 Obat-obatan: Penisikin, sulfa NSAID
3 Alergi makanan
4 Factor lingkungan : dingin, sinar matahari, tekanana
5 Tidak diketahui
Manajemen
1 Identifikasi dan eliminasi factor penyebab jika mungkin
2 Terapi simptomatis
3 Antihistamin
1. pilihan rute parenteral
Promethazine :
IM 25 mg (dewasa) atau
0,5 mg/kg (anak-anak)
Difenhidramin
IM 25 mg (dewasa) atau
1 mg/kg (anak-anak)
2. Pilihan per Oral
CTM (piriton)
tab 4 mg 3x/hari
Hydroxyzine (Atarax) tab
25 mg 3x/hari
Pilihan terbaru yang kurang sedative : Cetirizine (zyrtec), loratadine (Clarityne)

Steroid
1. dipertimbangkan jika lesi luas dan rekuren, atau terkait dengan angioedema
2. Prednisolone tab 1mg/kg OM selama 5 hari

Penempatan : dapat KRS jika respon thd terapi baik, dan tidak ada
angioedema.
Erythema Multiforme
Merupakan reaksi hipersensitifiatas, diklasifikasikan:
1 EM minor : ringan dan paling sering
2 EM major/bullous/stevens-Johnson syndrome : bula dan erosi membrane
mukosa yang signifikan.

181

Manifestasi klinis
1 Papula merah, permukaan datar ukuran 1-3 cm.
2 Tidak gatal dan bersisik
3 Bulls eye atau lesi target : kehitaman, violaceous atau bagian tengah kecoklatan.
4 Lesi menetap
5 Bisaanya dimulai pada tangan dan kaki, termasuk telapak tangan dan kaki,
sebelum kemudian menyebar.
6 Bula dapat muncul pada lesi target.
7 Erosi membrane mukosa dapat terjadi.
Penyebab
1 Infeksi : HSV, EBV, Streptococcus, Mycoplasma merupakan yang paling sering.
2 Obat : Sulfa, penisilin, tetrasiklin, antikonvulsan (cth : fenitoin, carbamazepin,
barbiturate) NSAID, allopurinol, hidroclorothiazide, procainamide.
3 Lain-lain : penyebab autoimun.
Manajemen
1 Tentukan penyebab dan eliminasi allergen jika mungkin
1. review medikasi pasien
2. review simptomatologi untuk penyakit infeksi yang sering terjadi
3. Alergi makanan
4. Gigitan serangga/sengatan
5. Penyakit autoimun
1
EM minor 1.
berikan kenyamanan

2. Medikasi bisaanya tidak diperlukan karena bisaanya rash tidak gatal dan
tidak nyeri. 3. foolow up pada klinik kulit/general medicine.
2
EM major
1. MRS untuk perawatan inpatient
2. perawatan suportif umum : maintenance cairan dan elektrolit
3. Perawatan luka
4. Kontrol infeksi
5. perhatikan bahwa steroid sistemik adalah controversial.
6. MRS pada Unit Luka Bakar atau HD jika terjadi skin loss yang signifikan
atau toxic epidermal.
Erythema Nodosum
Merupakan reaksi hipersensitivitas
Manifestasi klinis
1 Onset akut nodul kemerahan yang nyeri
2 Terdistribusi terutama pada kaki bagian
bawah Penyebab
3 Infeksi : Streptococcus, tuberculosis, infectious mononucleosis, Chlamydia, Yersinia.
4 Terkait dengan sarcoidosis, Hodgkins disease, ulcerative disease.
5 Obat: kontrasepsi oral, sulfonamide, penisilin, tetrasiklin
Manajemen
1 Review sistemik untuk mengetahui kemungkinan infeksi
2 Eliminasi penyebab/pencetus

182

1 Terapi simptomatik, cth NSAID sebagai analgesic.


2 Sarankan ke ahli dermatologi untuk follow up.

52. Diabetic ketoacidosis (DKA)


Caveats
1 DKA disebabkan penurunan kadar insulin secara absolute atau relative yang
terjadi pada saat terjadi kelebihan glukagon. Kriteria diagnosa :
1. Hiperglikemia dengan glukosa darah 14 mmol/L
2. Asidemia dengan pH arteri < 7,3, bikarbonat < 15 mmol/L
3. Ketonemia atau ketonuria
1
Kadar glukosa plasma yang tinggi menyebabkan diuresis osmotic
dengan hilangnya sodium dan air, hipotensi, hipoperfusi dan syok. Pasien
datang dengan signifikan poliuri, polidipsi, berat badan turun, dehidrasi,
kelemahan dan sensorium yang berkabut.
2
Pasien muda yang tidak didiagnosa diabetes sering muncul dengan
DKA yang berlangsung selama 1-3 hari. Kadar glukosa plasma mungkin tidak
meningkat tajam.
3
Keluhan GIT seperti nausea, vomiting dan nyeri abdomen merupakan
keluhan yang paling sering didapatkan, terutama pada usia muda. Keadaan ini sering
disalahartikan sebagai acute surgical abdomen. Kadar amylase serum sering

meningkat tanpa adanya pankreatitis.


1
Hiperventilasi dengan nafas yang cepat dan dalam (air hunger)
serta bau nafas acetone merupakan tanda khas DKA.
2
Penyebab:
1. Infeksi : UTI, respiratory tract, kulit
2. Infark: miokard, CVA, GIT, vaskularisasi perifer.
3. Insulin insuffisien
4. Intercurrent illness
Tanda infeksi kadang tidak jelas. Temperature jarang meningkat, dan
peningkatan hitung total sel darah putih mungkin hanya merefleksikan ketonemia,

183

namun adanya demam walaupun tidak tinggi mengindikasikan adanya sepsis.


Jika ragu, akan lebih aman untuk memberikan antibiotik broad spectrum.
Replacement cairan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan gagal jantung,
edema serebral, dan ARDS, terutama pada pasien dengan underlying cardiac
disease atau pada lansia. Monitoring CVP mungkin diperlukan.

Manajemen
Terapi suportif
1 Harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
2 Oksigen aliran tinggi
3 Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar glukosa
darah, keton, potassium dan keseimbangan asam basa tiap 1-2 jam.
4 Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin/kalsium/magnesium/fosfat, enzim kardiak, DIC
screen (jika sepsis), urinalisis (untuk keton dan lekosit), serum keton (betahydroxybutyrate) dan BGA.
1 Pertimbangkan kultur darah (paling tidak 7,5 ml tiap botol).
2 EKG 12 lead, CXR, urin dipstick: cari penyebab DKA.
3 Support sirkulasi : IV NS sebagai dasar dari resusitasi cairan, ganti menjadi
NS 0,45% jika perfusi membaik dan BP normal, kemudian D 5W/0,45% NS jika
glukosa serum turun. Total kehilangan cairan pada DKA bisaanya 4-6 liter.
4 Kateter urin untuk monitoring output.
Terapi spesifik
1 IV Volume Replacement : Berikan NS 15-20ml/kg/jam pada jam I, dengan pemberian
koloid jika pasien tetap hipotensi. Jika pasien tidak hipotensif atau hiponatremia, barikan
0,45% NS 10-20ml/kg/jam selama 2-4jam kemudian dengan monitoring yang ketat dari
kadar glukosa serum. Ganti menjadi D5W/0,45% NS jika kadar glukosa serum turun
dibawah 14 mmol/L. Normal atau setengah NS dapat diteruskan bersamaan dengan IV
D5% untuk mengkoreksi derangement cairan dan elektrolit. Monitoring output urin setiap
jam, dan cek elektrolit serta kreatinin tiap 2-4 jam sampai stabil.
Catatan : Replacement cairan harus dapat mengkoreksi deficit yang diperkirakan
(4-6 liter) dalam 24 jam pertama, namun osmolaritas serum tidak boleh turun lebih
dari 3 mOsm/kg/jam untuk menghindari terjadinya edema serebral.

1 Restorasi keseimbangan Elektrolit : replacement potassium lebih awal merupakan


standar terapi. Jika terjadi oliguri, tes fungsi ginjal mungkin meningkat. Jika abnormal,
replacement potassium harus diturunkan. Pastikan terdapat urin outpun, kemudian

lakukan replacement dengan ketentuan :


1. Serum k+ < 3,3mmol/l, berikan 20-40 mEq KCL per jam
Catatan: infus insulin secara bersamaan tidak akan mengurangi
potassium serum.
2. Serum K+ 3,3-4,9mmol/l, berikan 10-20 mEq K+ per jam (dapat diberikan 2/3
KCL dan 1/3 KHPO4; replacement phosphate diindikasikan jika serum fosfat <
0,3mmol/l) atau jika pasien anemis atau dalam distress cardiorespiratori.
3. Serum K+ > 5,0 mmol/l, tahan potassium namun teru periksa tiap 2 jam.
hiperkalemi hebat atau jika pH arteri <7,0
Restorasi keseimbangan asam basa :
dimana replacement volume IV dan
sodium bikarbonat diberikan jika terdapat

184

pemberian insulin akan memperbaiki asidosis metabolic. Jika pH 6,9-7,0, berikan IV


NaHCO3 8,4% 50ml didilusikan dalam 200ml NS dan berikan selama 1 jam. Jika pH
<6,9, berikan 100ml NaHCO3 8,4% didilusikan dalam 400ml NS selama 2 jam.
Catatan : tidak ada efek menguntungkan bila diberikan pada pH yang lebih tinggi.
Ulangi BGA setelah 1 jam hidrasi dan terapi bikarbonat; jika pH masih < 7,0,
berikan NaHCO3 8,4% 50ml dalam 200ml NS selama 1-2 jam dalam infus.

1 Pemberian Insulin : dosis besar tidak diperlukan untuk mengatasi DKA.


Hipoglikemi dan hipokalemi akan mudah terjadi dengan pemberian terapi
insulin dosis besar.
1. Berikan bolus dosis 0,15 unit/kgBB IV SI pada dewasa, diikuti dengan dosis
rendah infus 0,1 unit/kgBB/jam pada dewasa dan anak-anak. Sesuaikan
laju infus untuk menurunkan kadar glukosa serum sekitar 3-4mmol/l per
jam. Monitoring glukosa darah tiap jam.
2. Jika kadar glukosa darah turun dibawah 14 mmol/l (252 mg/dl), bagi dua
laju infus IV SI sampai 0,05-0,1 unit/kg/jam dan tambahkan dekstrose pada
cairan IV untuk menghasilkan kadar glukosa darah 8-12 mmol/l.
Pertahankan infus SI sampai asidosis hilang (pH > 7,3 dan HCO 3 > 15). SC
SI tiap 4 jam kemudian dapat diberikan dalam periode yang overlap 1-2
jam. Jangan hentikan IV SI begitu kadar glukosa darah telah normal.
2
Tangani Faktor Pencetus, seperti sepsis, IMA.

Penempatan:
1 MRS-kan semua kasus DKA
2 Pasien dengan hipotensi atau oliguri sebagai rehidrasi dini, atau pasien yang
memiliki gangguan mental/koma, dengan osmolalitas serum total > 340
mOsm/kg, harus dipertimbangkan untuk HD atau MICU.
3 Kasus ringan dapat dimasukkan pada general Ward atau tangani pada ED
dengan konsultasi pada general medicine.

185

53. EMERGENCY KARENA MENYELAM

Ada dua jenis kegawatan menyelam yang sering ditemukan di Emergency


departemen 1. Penyakit decompresi (decompression illness/DCI)
2. Emboli udara arteri cerebral (CAGE)
Diagnosis tersebut memerlukan kecurigaan kuat :
1. Baru terjadi (<24 jam) pada orang yang berada pada udara tekanan tinggi
(penyelam atau pengguna alat bantuan nafas lainnya)
2. Mengalami kombinasi gejala berikut :

Gejala umum : malas, kelemahan yang

tidak biasa, amnesia, perasaan tidak enak badan

Muskuloskeletal : nyeri sendi, mialgia,

nyeri punggung

Neurologis : kelemahan, gait, gangguan

visual

persisten

Dada : nyeri dada, sesak nafas, batuk


Kulit
gatal

: rash yang

186

Tabel 1 menunjukkan gejala yang sering timbul dari 1249 kasus penyakit
dekompresi yang dilaporkan oleh Divers Alert Network (DAN)
Tabel 1 : Gejala dari penyakit dekompresi
Gejala utama
Nyeri
Penurunan sensasi kuli
Pusing (dizziness)
Kelelahan yang ekstrem
Sakit kepala
Kelemahan
Mual
Kesulitan bernafas
Penurunan kesadaran
Gatal
Gangguan visual
Rash
Paralisis

%
40.7
19.2
7.8
5.7
5.7
4.8
2.9
2.5
2.1
1.6
1.5
1.1
1.0

Tips Khusus untuk Dokter Umum


1 Pikirkan adanya emergency akibat menyelam pada
pasien dengan gejala yang tidak jelas namun
dengan riwayat menyelam sebelumnya (< 24 jam)

MANAJEMEN
Terapi yang segera dilakukan : bila kondisi pasien stabil
1. Pasien dirawat di ruangan intermediate
2. Posisi kepala lebih rendah dari badan
3. Berikan oksigen 100%
4. Siapkan infus intravena
5. Berikan carian NS 500ml dalam 1jam dilanjutkan dengan 500ml dalam 4 jam
6. Bila pasien tidak stabil manajemen dilakukan di ruangan critical care. Lakukan
monitoring ABC. Pada kasus berat dengan komplikasi cardiopulmonary arest
lakukan manajemen sesuai standar ACLS
7. Pasien harus diperiksa kemungkinan adanya trauma fisik yang menyertai
komplikasi menyelam

187

Investigasi :
1. Rontgen foto thoraks untuk mengetahui adanya pneumothoraks atau
pneumomediastinum
2. EKG untuk menyingkirkan penyebab dari jantung bila gejala utama yang
dominan adalah nyeri dada
3. Analisa gas darah bila pasien sesak nafas atau saturasi oksigen rendah
Terapi definitif : terapi definif emergency diving adalah terapi rekompresi segera
1. Bila dicurigai adanya DCI atau CAGE, segera hubungi spesialis diving
medicine setelah kondisi pasien stabil
2. Bila diagnosis cedera karena menyelam telah jelas, jangan rawat pasien di
bangsal neurologi atau penyakit dalam untuk investigasi karena :
1. Departemen ini tidak memiliki fasilitas untuk rekompresi
2. Terapi yang lambat pada DCI dan CAGE akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas
PERBANDINGAN ANTARA DCI DAN CAGE
Secara umum karakteristik CAGE dapat didiskripsikan sebagai cepat, pendek
dan dangkal sedangkan DCI sebagai lambat, panjang dan dalam (Tabel 2)
Faktor presipitasi

CAGE
Panik saat didalam

DCI
air, Kemampuan

menyebabkan gerakan naik yang minimal.


yang tidak terkontrol

menyelam
Menyelam

lebih lama dan dalam dari

Kedalaman menyelam

yang rekomendasikan
Biasanya dangkal. Dapat Biasanya dalam, lebih dari

Waktu/ onset gejala

terjadi pada kedalaman 3 m batas limit


Berlangsung cepat, detik Berlangsung

lambat,

sampai menit. Segera terjadi beberapa menit sampai jam


Kehilangan kesadaran
Gejala tidak spesifik
Nyeri sendi
Gejala neurologi

setelah mencapai permukaan


Sering
Jarang
Tidak umum
Bersifat unilateral seperti

tertunda
Jarang
Sering
Umum terjadi
Bilateral dan selang-seling

Kehilangan sensorik

CVA
Unilateral, fokal

Umum dan selang-seling

188

54. EKLAMPSIA
DEFINISI
1 Preeklampsia: peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolic yang terjadi
setelah minggu ke-20 sampai 24 kehamilan pada wanita yang sebelumnya
normotensi ataupun hipertensi.
2 Eklampsia: preeklampsia yang disertai kejang grand mal atau koma.
PERHATIAN
1 Tujuan dari tata laksana adalah, pertama-tama, stabilisasi ibu dan kemudian
melahirkan bayi:
1.
Tata laksana jalan nafas ibu
2.
Pencegahan dan pengendalian kejang dengan terapi sulfas magnesikus
3.
Pemulihan volume intravaskuler
4.
Pengendalian tekanan darah
2 Kelahiran bayi: bagaimana dan kapan bayi akan dilahirkan merupakan
keputusan yang harus dibuat oleh seorang ahli kebidanan dan kandungan.
3 Konsultasi ke ahli kebidanan dan kandungan harus segera dibuat begitu
diagnosis ditegakkan.
4 Sindroma HELLP merupakan bentuk preeklampsia yang sangat berta yang
ditandai dengan:
1.
Hemolisis
2.
Peningkatan enzim hati
3.
Hitung platelet yang rendah (<100.000/mm 3)
Gejala: nyeri hipokondrium kanan disertai dengan mual dan muntah adalah yang
tersering. Tanda yang dapat ditemukan meliputi edema anasarka, nyeri tekan
hipokondrium kanan, ikterus, perdarahan saluran cerna dan hematuria.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 60% kasus terjadi pada kehamilan pertama.
2 Primigravida pada usia ekstrim (<17 atau >35 tahun) memiliki resiko
3

yang lebih tinggi.


Pasien dengan riwayat hipertensi kronis lebih rentan terhadap
terjadinya preeklampsia dan eklampsia

TATA
LAKSANA

189

Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area critical care.
2 Peralatan untuk tata laksana jalan nafas harus segera tersedia
Catatan: Pasien yang tidak memerlukan intubasi harus diletakkan pada posisi lateral kiri
1 Obat-obatan resusitasi harus segera tersedia.
2 Kalsium klorida (antidotum untuk intoksikasi magnesium) harus segera tersedia.
3 Berikan suplementasi oksigen aliran tinggi dengan sungkup bereservoir.
4 Monitoring: EKG dan tanda-tanda vital setiap 5 menit, pulse oksimetri.
5 Pasang jalur intravena perifer dan berikan larutan Hartmann: berikan bolus
cairan 250 cc segera, dilanjutkan dengan infus pada kecepatan 100 ml/jam.
6 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, uji faal
hati, PT/PTT dan uji silang dan golongan darah.
7 EKG
8 Pasang kateter urin: ukur produksi urin tiap jam.
Terapi medikamentosa untuk kejang
1 Sulfas Magnesikus
1. Dosis

Dosis awal: 5 gr IV (10 ml MgSO4 49.3%) sulfas magnesikus dilarutkan dalam


50 ml NS, diberikan secara bolus pelan, dalam 10-15 menit dengan
menggunakan syringe pump.
Dosis rumatan: pemberian infus IV sulfas magnesikus dengan kecepatan 2
gr/jam (50 ml MgSO4 49.3% dilarutkan dengan NS menjadi larutan 120 ml,
dibeirkan dengan kecepatan 5ml/jam) sampai 24 jam pasca persalinan.
Catatan: Obat ini hanya boleh diberikan bila kriteria berikut terpenuhi: (1) Refleks
patella positif: yang terpenting; dan (2) Tidak terdapat depresi frekuensi pernafasan,
yaitu RR >16/menit.
2.
Efek samping: flushing, mual dan rasa tidak nyaman di epigastrium
3.
Tanda klinis intoksikasi magnesium: penurunan reflek tendon,
kelemahan otot yang tampak sebagai ptosis, kesulitan bicara dan gangguan
pernafasan, serta terjadinya oliguria/anuria.
4.
Tata laksana intoksikasi magnesium:
1. Berikan 10 ml kalsium klorida IV selama 3 menit
2. Hentikan infus MgSO4 bila:
(1)
Reflek patella negatif
(2)
RR <16/menit
(3)
SpO2 <90% sekalipun telah diberikan suplementasi oksigen
(4)
Anuria (atau oliguria yang menetap selama lebih dari 2 jam)
3. Jika terjadi oliguria, periksa kadar magnesium serum dan hentikan
pemberian infus jika kadarnya >3 mmol/l
2
Diazepam: antikonvulsan pilihan kedua, yang diindikasikan bila terdapat
kontraindikasi terhadap terapi sulfas magnesikus atau terjadi intoksikasi magnesium.
1.
Dosis: 10 mg IV pelan selama 2 menit, dapat diulang sampai dosis
total mencapai 20 mg
Catatan: dosis 5 mg adalah terlalu rendah untuk kasus dengan kehamilan
2.
Infus: 1mg/menit
3.
Tata laksana kejang berulang:
a. Ulangi pemberian MgSO4 2.5-5 gram IV
b. Diazepam 10 mg IV

190

3. Jika tidak ada respon, atau pasien mengalami periode penurunan kesadaran yang
panjang setelah pemberian MgSO4, maka terdapat kemungkinan terjaid perdarahan
intrakranial sehingga perlu dilakukan CT scan kepala pada saat yang tepat.

4. Pertimbangkan konsultasi
penggunaan infus thiopentone.

dengan

bagian

Anestesi

mengenai

Terapi medikamentosa untuk hipertensi


Wanita dengan tekanan darah diastolik >110 mmHg atau sistolik >170 mmHg beresiko
terhadap kerusakan arteri dan harus diterapi. Tujuan dari terapi adalah penurunan
tekanan darah yang berlangsung mulus dalam 20-30 menit, ke nilai diastolic 90-100
mmHg atau sistolik 140-150 mmHg. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat atau
terlalu besar akan menimbulkan efek buruk baik pada ibu maupun bayi.
Catatan: obat antihipertensi sebaiknya tidak diberikan sebelum diberikan cairan
intravena. Karena terjadinya vasokonstriksi, pasien dengan eklampsia umumnya memilki
volume intrvaskuler yang rendah yang dapat mengarah pada gangguan fungsi ginjal dan
penurunan mendadak tekanan darah saat diberikan obat antihipertensi.
1 Hydralazine
Dosis: 5 mg IV atau PO bolus dan diulangi dengan dosis 5-10 mg Iv atau PO
setiap 20 menit jika diperlukan
1 Labetalol: lihat catatan di bawah
Dosis: 20 mg selama 5 menit, diikuti dengan peningkatan dosis 20-80 mg dengan
bolus IV setiap 10 menit sampai efek yang diinginkan tercapai, atau sampai dosis
kumulatif maksimum mencapai 300 mg.
Catatan:
1. Hindari felodipine atau nifedipine jika digunakan sulfas magnesikus untuk
mengendalikan kejang karena dapat terjadi efek hipotensi sinergistik.
2. Jika pemberian hydralazine tidak memberikan respon atau jika pasien tidak sadar,
obat pilihan adalah labetalol. Pengalaman menunjukkan terjadinya penurunan
tekanan darah yang lebih mulus dan terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
obat tersebut bermanfaat bagi janin karena mempercepat maturitas paru.

191

BAB 55
KET
Setiap waqnita usia subur dengan nyeri abdomen dan perdarahan pervaginam
dengan atau tanpa amenorrhoe kita curigai KET sampai terbukti tidak.
Diagnosis dapat dengan mudah salah keculai jika kita mencurigainya. Curigai KET
pada wanita usia subur.
Tidak adanya nyeri atau kekakauan pada perababan cervical tidak menyingkirkan
diagnosa KET.
Catatan penting :
1- KET harus dicurigai pada wanita usia subur yang dating dengan nyeri abdomen.
2- Sebagaian besar gejalanya tidak khas.
3- Riwayat ligasi tuba tidak menyingkirkan KET.
4- Tes kehamilan urine adalah simple tetapi hati-hati akan
keterbatasannya. Manajemen
1. Urine HCG test.
2. Sebagian besar HCG kit test memiliki 100% spesificitas tetapi berfariasi pada
sensitifitasnya.
3. seluruh wanita usia subur dengan abdominal pain harus di tes urinenya untuk
menghilangkan kemungkinan KET. Dari suatu penelitian potensi kesalahandiagnosa
sekita 40% jika berdasarkan riwayat penyakit, menjadi 3% jika urine HCG negative
dan 2% jika serum HCG negative dan 1% jika USG negative.

4. test urine positip setelah 4 5 minggu setelah konsepsi dan serum HCG
positip setelah 3 4 minggu setelah konsepsi.
5. Alat tes urine yang berbeda emberi sensitifitas yang berbeda. Beberapa dapat
mendeteksi 10 IU/L.

192

6. False positip urine test : trophoblastic disease ( hydatidiform moles atau


choriocarcinoma )
7. False negatifdapat terjadi jika urine specimen terlalu banyak dilarutkan atau
pasien sedang minum obat diuretic.
Unstable pasien :
1. Masukkan pasien ke P1
2. ABC, O2 via NRBM.
3. Pasang 2 jalur IVFD
4. I liter kristaloid
5. Cari risk factor : infertilitas, smoking, usia tinggi, smoking, riwayat PID,
IUD Faktor resiko terjadinya KET
1. riwayat operasi tuba ektopik.
2. riwayat infertile
3. fertilisasi in vitro
4. Usia lanjut.
5. merokok.
6. riwayat PID
7. IUD
Gejala yang timbul
1. biasanya berupa 8 bulan amenorrhoe.
2. spectrum gejala klinis dari KET bervariasi dari nyeri pada pelvis s/d perdarahan
pervaginam yang harus dibedakan perdarahan intraabdomen
yang profus. Tipikal presentasi :
1. Nyeri abdomen unilateral yg tiba2 disertai kolaps dan perdarahan
pervaginam. Atipikal sign :
1. Nyeri kronik dan berulang pada abdomen disertai perdarahan irregular
pervaginam, gastrointestinal symptom ( muntah dan diare ), urinary symptom
seperti disuria atau shoulder tip pain.
Laboratorium :
1. FBC, RFT, elektrolit
2. GXM 2-4 unit
3. Urine HCG
4. Pasang urine kateter

193

5. DIVC
1- Pasang urine kateter
2- Pasang

uririne

kateter

mengawasi Pasien stabil :


1. NRBM
2. Pindahkan pasien ke P1.
3. Ureum, kriatinin
Pasien stabil
Pasang IV-Line.
Monitor vital sign setiap 10 -15.

untuk

194

56. Elektrik trauma dan lightning (Petir)


Caveats
1 Trauma elektrik tegangan rendah (<1000 volt) lebih jarang menyebabkan
keadaan yang serius daripada trauma tegangan tinggi. Semakin tinggi
tegangan, maka semakin cenderung untuk menyebabkan luka bakar.
2 Resistensi bervariasi pada tiap jaringan, dimana tulang merupakan jaringan
yang paling resisten.
3 Semakin tinggi durasi kontak, maka semakin parah injury.
4 Kulit yang kering membutuhkan 3000 volt untuk menginduksi VF, sedangkan
kulit yang basah membutuhkan 220-240 volt.
5 Alternating Current (AC) lebih berbahaya dibanding dengan Direct Current
(DC), menyebabkan kontraksi tetanik otot fleksor, sehingga korban akan
mengalami freezing ketika kontak dengan sumber elektrik.
6 DC menyebabkan kontraksi otot tunggal yang dapat menyebabkan korban
terlempar dari lokasi awal; demikian juga dengan efek Petir.
7 Pathway : ketika kulit tersentuh, aliran listrik berjalan melalui jaringan yang kurang
resisten (nervus, pembuluh darah, otot) dengan kerusakan yang berbanding
terbalik dengan diameter cross-sectional dari jaringan yang terkena.
8 Konduksi true-electrical injury lebih mirip dengan crush injury daripada thermal
injury, dimana jumlah total kerusakan sering tidak terlihat secara nyata.
9 Manajemen cairan yang baik sangat penting untuk menghindari gagal ginjal akut. Catatan
: Replacement cairan tidak dapat dikalkulasi berdasarkan Wallace Rule of 9 seperti

luka bakar.
1 Jangan lupa untuk mencari trauma lain:
1. trauma servical spine
2. Toksik inhalasi
3. Jatuh dengan Fraktur/dislokasi
4. perawatan luka bakar dengan injury inhalasi
5. fetal injury selama kehamilan
Tips Khusus Bagi Dokter Umum :
1 Pastikan sumber elektrik sudah dimatikan
sebelum menolong korban, jika dipanggil
langsung pada lokasi kejadian.
Tipe Trauma Elektrik

195

1
True Electrical Injuries : terjadi ketika aliran listrik masuk melewati
tubuh menuju ke tanah.
2
Flash burns :
1. aliran tidak melibatkan bagian dalam tubuh
2. Luka dikarakterisasi dengan bagian tengah berwarna keputihan yang
dikelilingi dengan eritema; merupakan luka bakar yang simple.

Flame burns:
1. Disebabkan terbakarnya pakaian dan tidak dipertimbangkan sebagai True electrical

injury.
2. Ditangani sebagai luka bakar ketika trauma elektrik telah disingkirkan.

Lightning Injury : lihat tabel 1 untuk detail komplikasinya.


1. Aliran langsung voltase tinggi (dalam juta).
2. Cardiac injury berakibat pada asistole : terapi via protocol ACLS dengan
delayed recovery yang mungkin.
3. kulit disekitar luka masuk dapat menunjukkan spidery atau pine tree appearance.
Manajemen
Terapi suportif
1 Pasien dengan AMS atau disritmia kardiak harus ditangani pada area critical care
2 pertahankan jalan nafas dengan imobilisasi cervical spine
3 Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
4 Pasang akses IV peripheral (2 jika hemodinamik tidak stabil).
5 Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, DIVC screen, urinalisis termasuk
mioglobin, cardiac screen, kreatininminase, BGA dan kadar COHb pada
keterlibatan trauma inhalasi dan GXM jika dibutuhkan.
6 EKG pada semua trauma elektrik.
7 IV kristaloid untuk memaintenance perfusi jaringan perifer dan urin output
sebesar 1-1,5ml/kg/jam.
8 X ray : C spine; jika ada injury, CXR pada injury inhalasi.
9 Manajemen nyeri:
1. Pethidine 50-75mg IM atau 25mg IV atau
2. Sodium diklofenac (Voltaren) 50-75mg IM
10 Pasang kateter foley
11 Pertimbangkan alkalinisasi urin untuk mencegah renal tubular necrosis jika
mioglobin terdapat pada urin. Dosis : IV sodium bikarbonat 1 mmol/kg/bb
selama 2 jam (1ml sodium bikarbonat 8,4% = 1mmol).
12 Pertimbangkan placement Ryles tube jika ada kecurigaan ileus paralitik.
13 Berikan ATT 0,5ml IM sesuai protocol standar.
14 Pertimbangkan fasciotomi dan konsul ke Hand Surgery atau orthopedics pada kasus:
1. Muscle tightness
2. Hilangnya sensori
3. Circulatory compromise
4. pembengkakan jaringan yang cepat
Pada kasus serangan jantung, ikuti protocol standart ACLS kecuali pada recovery
prolonged asistole yang membutuhkan usaha resusitasi yang lebih panjang.

Situasi Khusus
1 Pasien anak-anak

196

1. luka bakar commisura oral secara eksklusif terjadi pada anak-anak dan
dapat menyebabkan morbiditas.
2. fatalitas jarang dimana sirkuit elektrik terletak pada mulut.
3. terdapat penonjolan local jaringan pada hari ke 7 samapi hari ke 10 dan
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat.
4. MRSkan pasien dengan luka bakar seperti itu
1
Konsiderasi Obstetrik
1. Injury fetal tergantung pada aliran listrik yang masuk ke tubuh ibunya.
2. fetal injury yang signifikan (kematian atau IUGR) dapat terjadi setelah
terkena aliran listrik walaupun dalam derajat yang rendah, terutama pada
kasus oligohidramnion.
3. Konsultasi OBG pada tiap kasus trauma elektrik selama kehamilan dan
lakukan monitoring fetal.
Penempatan

Kriteria MRS
1.
semua pasien dengan high voltage injury (> 1000 volt).
2.
Semua pasien dengan keterlibatan system organ spesifik.
3.
Semua pasien dengan suspek neurovascular compromise pada ekstremitas.
4.
Semua pasien dengan luka bakar komisura oral
5.
Luka bakar dalam pada tangan

Kriteria KRS
1. Pasien tanpa bukti luka bakar
2. pasien dengan trauma minor, disarankan untuk control pada unit rawat jalan.
197

Tabel 1 : Komplikasi Trauma Elektrik dan Lightning/petir


Sistem Dalam Tubuh yang Terlibat
Komplikasi yang terkait
CVS
Disritmia ventricular, BP yang rendah (hilangnya cairan), BP
tinggi (release katekolamin), iskemik miokardial
Neurologik

LOC, AMS, konvulsi, afasia, amnesia, neuropathy periphe

Kulit

Kontak elektrothermal , non kontak arc dan flash burn, luka


thermal sekunder dengan berbagai kedalaman (terbakarnya pa
dan pemanasan perhiasan dari metal)

Vaskular

Trombosis, nekrosis koagulasi, nekrosis intravascular, hem


intravascular, ruptur pembuluh darah yang delayed, kompart
syndrome.

Respiratori

Respiratory arrest, aspirasi pneumonia, kontusio pulmona

Ginjal/metabolic

Mioglobiuria, hemoglobinuria, asidosis metabolic, hipoka


hipokalsemi, hiperglikemi

GIT

Atonia gaster dan ileus intestinal, perforasi bowel, perda


intramural esophageal, nekrosis hepatic dan pankreatik, perda
GIT.

Otot

Kompartemen Sindrom, miositis clostridial dan mionekros

Skeletal

Trauma tumpul sekunder pada kedua tipe meliputi fraktur kom


vertebral, fraktur tulang panjang, dislokasi sendi besar, nek
aseptic, periosteal burn, osteomielitis.

Mata

Luka bakar kornea, perdarahan intraokuler atau trombosis, u


retinal detachment, fraktur orbita.

Telinga

Hilangnya pendengaran (sementara), tinnitus, hemotimpanum


rhinorrhea

Luka bakar Oral

Perdarahan arteri labial delayed (pada anak yang menggigit


listrik) dengan jaringan parut dan deformitas wajah, keterlam
kemampuan berbicara, gangguan perkembangan mandibula
geligi.

Fetal

Abortus spontan, kematian janin, oligohidramnion, reta


pertumbuhan intrauterine, hiperbilirubinemia.

Psikiatrik

Histeria, kecemasan, gangguan tidur, depresi, fobi terhadap b


disfungsi kognitif.

198
57. EMERGENCY THT

Tips Khusus untuk Dokter Umum


1 Curigai adanya benda asing dihidung pada anak yang datang
dengan sekret hidung yang berbau
2 Tanyakan mengenai riwayat tertelan benda asing pada pasien
dengan keluhan nyeri dada yang bukan karena angina
3 Jangan gunakan tehnik spooling untuk mengeluarkan benda asing organik
(spons, kertas tisue) karena akan mengembang dan sulit dikeluarkan,
tehnik ini juga bahaya bila terjadi perforasi membran timpani

4 Curigai adanya epiglotitis pada pasien dengan nyeri tenggorokan yang berat,
suara muffle dan tidak ditemukan kelainan lain dari pemeriksaan rongga mulut

BELLS PALSY
Merupakan penyebab paralysis wajah yang paling sering
di dunia Merupakan diagnosis eksklusi
Tugas dari seorang dokter emergency adalah untuk :
1. Menyingkirkan penyebab paralisis wajah yang lain
2. Segera memulai terapi yang sesuai
3. Melindungi mata
4. Mengatur follow-up yang tepat
Gambaran klinis
1. Onset yang cepat : paralisis parsial dengan onset yang perlahan
biasanya menunjukkan penyebab etiologi
2. Paralisis/kelemahan satu sisi pada wajah : perhatikan bagian wajah sepertiga
atas (orbikularis dan frontalis) yang mengindikasikan lesi di upper motor neuron

3. Gejala yang lain seperti air liur yang menetes, keluarnya air mata,
perubahan rasa, nyeri dibelakang telinga
4. Keluhan yang berhubungan dengan sindrom infeksi traktus respirasi
bagian atas/ infeksi virus
Diferensial diagnosis Bells palsy berhubungan dengan perjalanan nervus 7

199

1. Intrakranial : meningioma, neuroma akustik


2. Intratemporal : penyakit telinga akut/kronis, herpes zoster, fraktur atau
tumor tulang temporal
3. Ekstratemporal : keganasan parotis, laserasi facial
Anamnesa dan pemeriksaan THT/glandula parotis/neurologis yang teliti
akan memudahkan kita mengetahui penyebab bells palsy
Manajemen
1. Steroid
1. Masih menjadi perdebatan dan pada literatur dicantumkan tidak banyak
pasien yang mendapatkan keuntungan dengan penggunaan steroid .
Walaupun masih diperdebatkan namun karena efek samping terapi yang
minimal maka berdasarkan konsensus steroid diberikan seawal mungkin.

2. Dosis : 1 mg/KgBB selama 7 hari


3. Kontraindikasi pada pasien diabetes, ulkus peptikum, disfungsi hati
2. Acyclovir (zovirax)
1. Penelitian terakhir menunjukkan virus herpes simplek ditengarai
sebagai penyebab pada > 70% kasus. Acyclovir tidak bermanfaat
bila diberikan pada fase akhir (terlambat diberikan)
2. Dosis : 800mg 5 kali per hari selama 10 hari
3. Perawatan mata
1. Dapat diberikan air mata buatan dan kacamata/penutup mata pada
malam hari untuk mencegah kornea kering dan mengalami ulserasi

4. Rujukan
1. Neurologi : bila ditemukan gambaran bells palsy yang atipikal
atau ditemukan tanda kelainan neurologi
2.

THT : seluruh kasus tipikal bells palsy


3.

Mata : nyeri okuler yang tidak diketahui sebabnya atau bila

ditemukan kelainan pada mata


EPISTAKSIS
Prioritas yang harus
dilakukan : Melakukan pemeriksaan dan stabilisasi
hemodinamik Mengidentifikasikan letak dan
penyebab perdarahan Menghentikan perdarahan

200

Sebagian besar perdarahan berasal dari ruptur

vaskuler didaerah septum nasal. Tidak adanya perdarahan dari bagian


anterior, adanya perdarahan bilateral atau darah yang mengalir ke
orofaring menunjukkan bahwa sumber perdarahan berasal dari posterior.
Diferensial

diagnosis

blood

dyscrasias,

malformasi pembuluh darah lokal, contohnya


teleangieksia herediter, tumor nasal
Lakukan usaha stabilisasi saat pasien datang di

emergency departemen :

1. Pijat hidung dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sedikitnya
selama 10 menit
2. Kompres hidung dengan es batu
3. Pasien dengan posisi duduk, memegang mangkuk digunakan untuk
menampung darah. Hal-hal yang dapat menyebabkan menghilangkan
terbentuknya bekuan darah seperti gerakan menelan sebaiknya dihindari.

4. Bila hemodinamik tidak stabil :


1. Pindahkan pasien ke ruangan critical care
2. Pasang infuse intravena, berikan cairan kristaloid dengan
tetesan yang cukup untuk mempertahankan perfusi
3. Ambil darah untuk pemeriksaan cross match, darah lengkap,
ureum/creatinin/elektrolit, fungsi koagulasi
4. Monitor : EKG, tanda vita setiap 5-15 menit, pulse oksimeter
Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui sumber perdarahan
(gunakan lampu kepala)
1.

Ambil bekuan darah menggunakan forcep Tilley atau

suction
2.

Bila bagian septum dapat terlihat, dapat dilakukan

penyemprotan cophenylcaine (menyebabkan vasokonstriksi vaskuler dan

menganestesi mukosa)
Selama perdarahan berlangsung :
1. Bila sumber perdarahan terlihat dapat dilakukan kauterisasi menggunakan
perak nitrat (hindari melakukan kauterisasi pada kedua sisi septum karena
resiko terjadinya perforasi) atau lakukan pemasangan tampon yang telah

diberi adrenalin 1 : 10.000 selama 15-30 menit

201

2. Bila tidak tampak lagi adanya perdarahan setelah observasi selama


beberapa saat, pasien dapat dipulangkan dengan nasihat untuk
istirahat total dan kontrol ke poliklinik THT
3. Bila perdarahan terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior :
1.

Hubungi dokter THT


2. Pilihan : pasang tampon Merocoel (ukuran 8-10cm untuk
dewasa) basahi dengan cairan tetrasiklin, BIPP (bismut subnitrat
dan pasta iodoform) gunakan forsep nasal Tilley
3. Pasien dirawat diRS untuk observasi dan pemberian antibiotik
4. Bila perdarah tetap terjadi walaupun telah dipasang tampon anterior,
maka perlu untuk dipasang tampon posterior
1. Hubungi dokter THT
2. Lakukan kembali pemeriksaan hemodinamik: monitor tanda
vital, ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan, cross match, ureum/creatinin/elektrolit
3. Masukkan folley kateter ukuran 12 melalui lubang hidung (pilih
lubang dengan perdarahan yang lebih banyak) dorong sampai
ujungnya terlihat di orofaring
4. Kembungkan balon dengan mengisi air sebanyak 8ml, tarik kateter
kedepan sampai menyangkut dibagian posterior hidung, tambahkan 8ml air

5. Pertahankan kateter dengan memasang klem dibagian anterior


hidung, lindungi ala nasi dari tekanan kateter.
Disposisi : rawat pasien untuk observasi dan pemberian
antibiotik setelah konsultasi dengan dokter THT. Selalu rujuk pasien ke
dokter THT untuk melakukan evaluasi bila :
1.

Epistaksis berlangsung lama

2.

Pasien datang berulangkali

3.

Epistaksis berulang

4.

Pasien tua

PATAH TULANG HIDUNG


Disebabkan oleh trauma langsung pada
hidung Gambaran klinis
1. Perubahan bentuk hidung

202

2. Bengkak pada jaringan lunak


3. Nyeri pada perabaan
Penting untuk disingkirkan :
1. Cidera pada bagian lain dari wajah
2. Hematom septal (bengkak warna kebiruan pada kedua sisi septum
nasal yang tampak pada bagian depan hidung); bila tampak adanya
septal hematom segera rujuk ke dokter THT untuk dilakukan aspirasi/
insisi dan drainasi. Tindakan ini untuk mencegah terbentuknya iskemik
septum atau abses yang dapat berkembang menjadi nekrosis, kolaps
dan perubahan pada struktur kartilago hidung.
Foto rontgen nasal lebih kepada alasan medikolegal. Pemeriksaan ini
tidak mempengaruhi manajemen klinis
Analisa apakah fraktur perlu medikasi dan reduksi dilakukan 5-7 hari
setelah cidera, bila bengkak telah berkurang. Medikasi dan reduksi biasanya
dilakukan dalam 7-10 hari setelah cidera sebelum tulang hidung mengalami

BENDA ASING PADA TELINGA


Secara umum benda asing ditelinga dapat dikeluarkan dengan menggunakan
forsep mikro atau hak tumpul (dengan bantuan otoskopi) atau dengan spooling

Pada pasien anak yang tidak kooperatif, benda asing dikeluarkan


dengan anestesi umum
1

Benda asing serangga : bunuh serangga dengan meneteskan lignokain


1% atau minyak olive sebelum mengeluarkannya dengan forsep mikro

Benda asing organik (spons/kertas tisue) : jangan gunakan tehnik


spooling (memasukkan air dalam telinga dengan menggunakan spuit)
karena dapat mengembang menyebabkan benda lebih sulit dikeluarkan
Bila pengeluaran benda asing sulit dilakukan dengan bantuan otoskop maka

pasien dapat dirujuk ke poliklinik THT saat jam kerja (tersedia mikroskop)

Disarankan dokter emergency hanya mencoba satu kali, bila gagal


maka pasien harus dirujuk ke poliklinik THT
BENDA ASING DI
HIDUNG

203

Biasanya terjadi pada anak-anak, gejalanya berupa sekret hidung yang


berbau tidak enak, pada satu sisi
Bahaya terjadi inhalasi dan obstruksi jalan nafas selama proses pengambilan
benda asing, khususnya bila pasien pada posisi berbaring terlentang. Tips :

Bila benda asing berbentuk ireguler, gunakan forsep aligator untuk


mengeluarkan
Bila benda asing berbentuk bulat dan lunak,gunakan hak tumpul (contoh jobson
horn) untuk memegang bagian posterior benda tersebut sebelum dikeluarkan

Nasal spray cophenylcaine dapat digunakan untuk membantu


mengeluarkan benda asing yang terhalang mukosa
Disarankan dokter emergency hanya mencoba mengeluarkan benda
asing satu kali, bila gagal segera hubungi dokter THT untuk mengeluarkan
benda asing dengan anestesi umum
BENDA ASING DI TENGGOROK
Tanyakan jenis benda asing : tulang ikan, tulang ayam, dsb
Tanyakan letak bagian yang sakit : nyeri pada bagian bawah leher atau
dada menunjukkan benda asing di esofagus yang sulit dievaluasi secara
klinis dan radiologis (rontgen foto leher lateral)
Tanyakan apakah ada hemoptoe atau hematemesis
Lakukan inspeksi daerah tonsil dengan menggunakan :
1. Laringoskop indirek
2. Faringolaringoskop direk, dengan menggunakan laringoskop pasien pada
posisi

terlentang,

laring

dianestesi

dengan

cophenilcaine

spray.

Keuntungan dari tehnik ini adalah benda asing dapat dengan mudah
dikeluarkan

menggunakan

forsep

Magill.

Tehnik

ini

memerlukan

pemeriksaan yang cepat, digunakan pada anak karena biasanya tidak


kooperatif. Pada pasien dewasa lebih baik menggunakan laringoskop
indirek atau fiberoptik nasofaringoskopi untuk mencari benda asing, dan
menggunakan forsep Nagashima atau bronkoskopi untuk mengeluarkan

3. Terdapat resiko aspirasi benda asing atau tersangkut pada dinding faring
4. Fiberoptik nasofaringoskop

204

5. Lakukan pemeriksaan yang teliti pada kutub tonsil, dasar lidah, daerah
valekula epiglotika dan fosa piriformis
Bila benda asing tidak tampak, lakukan pemeriksaan radiologi foto
rontgen leher lateral kondisi jaringan lunak
Bila pada pemeriksaan radiologi tampak benda asing segera hubungi
dokter THT
Benda asing ditenggorok pada anak : lakukan pemeriksaan dengan
mendorong lidah kebawah, bila tidak tampak rujuk pasien ke dokter THT
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak dan pasien merasa tidak terganggu, berikan terapi simptomatik dengan
obat hisap dan kumur. Dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik (amoksisilin)
bila ditemukan adanya ulserasi dan abrasi. Rujuk pasien ke poliklinik THT 1-2
hari kemudian untuk evaluasi. Pasien harus diingatkan untuk segera kembali bila
ada gejala sesak nafas, panas, nyeri dada atau hematemesis.
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak namun pasien merasakan gejala tidak berkurang, segera hubungi dokter THT
untuk evaluasi dan melakukan pemeriksaan barium shallow (khususnya pada pasien
dengan keluhan nyeri leher dan dada) atau pemeriksaan rigid esofagoskopi

Lihat gambar 1 algoritme manajemen benda asing di tenggorok


KEHILANGAN PENDENGARAN MENDADAK, SENSORINEURAL
Merupakan gawat darurat medis
Bedakan dengan :
1. Kehilangan pendengaran sensorineural progresif bilateral : prebiakusis adalah

penyebab yang paling sering


2. Kehilangan pendengaran sensorineural progresif unilateral : penyakit meniere,

neuroma akustik
Gambaran klinis :
1. Biasanya unilateral
2. Tes weber : lateralisasi pada sisi yang sakit
3. Tes rinne : dapat positif (pada tuli parsial : konduksi melalui udara tetap lebih
baik daripada konduksi tulang) atau false negatif (tuli total : suara konduksi

205

tulang pada telinga yang tuli akan terdengar oleh koklea yang intak
pada sisi yang lain)
Penyebab :
1. Trauma pada telinga atau kepala : trauma menyebabkan robeknya
membrana intralabirin (fistula perilimfe)
2. Infeksi virus : mumps, campak, varisela
3. Vaskuler : gangguan mendadak pada aliran darah ke koklea
4. Sifilis
5. Neuroma akustik : biasanya muncul dengan gejala kehilangan
pendengaran unilateral
6. Idiopatik
Terapi dilakukan secara empiris bila penyebab tidak ditemukan
1. Kortikosteroid sistemik : prednisolon dengan dosis yang diturunkan
selama 5 hari
2. Obat-obatan vasodilator : Tanakan (ginko biloba) 1 tab 3x/hari
3. Anti virus : acyclovir (800mg 5x/hari selama 1 minggu)
OTITIS MEDIA AKUT
Umumnya terjadi pada anak-anak : organisme penyebabnya adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
Gambaran klinis :
Pada pemeriksaan menggunakan otoskop ditemukan : membrana timpani
tampak kemerahan dan cembung atau perforasi disertai adanya sekret

Terapi :
1. Antibiotik oral : amokcicilin, augmentin, cefaclor, co-timoxazol, erytromycin
2. Dongestan nasal topical : contohnya Iliadin (oxymetazolin) 3x/hari
selama 5 hari
3. Antihistamin oral : contohnya prometazin, Clarityne, Clarinase, Zyrtec
4. Analgesik
5. Antibiotik tetes telinga diberikan bila membrana timpani ruptur (terapi
berbeda dengan terapi membrana timpani yang ruptur karena trauma)
Rujuk poliklinik THT untuk follow-up

206

Inspeksi daerah tonsil dengan laringoskop


indirek atau laringoskop direk atau fiberoptik
nasolaringoskop

Benda asing
terlihat ?

Ya

Keluarkan bila mungkin


atau
Rujuk ke dokter THT

Tidak
Foto roentgen leher lateral
kondisi jaringan lunak
Tidak
Ya
Benda asing
terlihat?

Rujuk ke dokter THT

Tidak

Apakah pasien masih


merasakan gejala?

Ya

Rujuk ke dokter THT unt


evaluasi, pemeriksaan ba
swallow/ rigid esofagosk

Yakinkan ulang, terapi gejala dengan obat


hisap, obat kumur, antibiotic oral jika ada
ulserasi atau abrasi; control ke poliklinik
THT 1-2 hari kemudian untuk evaluasi

Gambar 1: Algoritma praktis menunjukkan manajemen benda asing di


tenggorok OTITIS MEDIA KRONIK
OMK ditujukan pada perforasi kronis membrana timpani yang tidak
mengalami perbaikan, biasanya menyebabkan tuli konduksi
Pasien biasanya datang dengan superinfeksi akut dengan secret
mukopurulen, biasanya tanpa keluhan otalgia

207

Terapi dengan antibiotik topikal dan rujuk ke poliklinik THT untuk


pembersihan rongga telinga. Catatan : antibiotik oral hanya diberikan bila
dicurigai ada penyakit penyerta faringitis/sinusitis
Pasien harus diingatkan supaya selalu menjaga kebersihan telinga,
menjaga telinga supaya tetap kering dengan menggunakan sumbat telinga
OTITIS EKSTERNA AKUT
Pasien datang dengan keluhan gatal, nyeri telinga dan keluar sekret
dari telinga Secara klinis terdapat inflamasi difus atau furunkel
Terapi dengan antibiotik topikal (kombinasi dengan steroid), contohnya
otosporin atau sofradex 2 tetes 3x/hari dan analgesik
1. Antibiotik oral diindikasikan hanya bila ada penyakit sistemik dengan
panas dan limfadenitis
2. Rujuk ke poliklinik THT untuk follow up lebih lanjut
Curigai adanya otitis eksterna malignan jika terdapat nyeri yang berat
disertai dengan gejala klinis khususnya pada pasien tua/penderita diabetes

1. Memerlukan terapi antibiotik intravena sehingga pasien harus dirawat


2. Resiko terjadi perluasan infeksi pada dasar kepala dan jaringan lunak sekitar

ABSES PERITONSILER (QUINSY)


Biasanya pasien datang dengan gambaran tonsilitis,
namun : 1. Pembesaran tonsil hampir selalu unilateral
2. Berhubungan dengan kesulitan menelan (disfagia)
3. Berhubungan dengan sakit saat menelan (odinofagia)
4. Trismus
Pemeriksaan klinis : tonsil yang terkena biasanya tertutup oleh palatum
yang edema, uvula biasanya terdorong kontralateral
Terapi : Insisi dan drainase dengan anestesi lokal; rujuk ke dokter THT
SINUSITIS
Secara klasik dibagi menjadi :
1. Akut : gejala < 3 minggu
2. Subakut : gejala antara 3 minggu sampai 3 bulan

208

1. Kronik : gejala > 3 bulan


Biasanya pasien datang dengan keluhan :
1. Flu yang tidak sembuh-sembuh
2. Kongesti nasal
3. Sekret purulen
4. Nyeri daerah wajah disertai dengan sakit
kepala Gambaran klinis :
1. Sekret purulen pada meatus media dapat dilihat dengan menggunakan spekulum
hidung dan penerangan langsung. Tips : Sekret purulen akan lebih mudah dilihat
bila mukosa yang edema di semprot terlebih dahulu dengan cophenylcaine spray

2. Nyeri daerah wajah pada pemeriksaan palpasi

Pemeriksaan radiologis :
1. Sinusitis tanpa komplikasi sering tidak terdiagnosis secara klinis dan
pemeriksaan radiologis tidak disarankan untuk dilakukan
2. Pemeriksaan foto polos sinus seringkali false negatif (40%). Tanda
infeksi pada pemeriksaan radiologis memberikan gambaran : air-fluid
level pada daerah sinus atau paranasal yang terinfeksi.
Singkirkan

adanya

komplikasi

perluasan

infeksi

intrakranial,

osteomyelitis dan selulitis orbitalis pada anak


Target terapi pada sinusitis tanpa komplikasi :
1. Mengurangi obstruksi pada ostium sinus
2. Jangan gunakan antihistamin karena membuat sekret bertambah tebal :
1a Dekongestan nasal : oxymetazoline (Iliadin) tetes nasal, Dosis :
Dewasa 0.05%; anak : 0.025%; bayi 0.01% selama 3-5 hari
2. Dekongestan sistemik : pseudoefedrin (sudafed)
3. Antibiotik : secara empiris yang sesuai untuk H.influenzae dan
Streptococcus pneumonia; Moraxella catarrhalis pada pasien
anak. Dosis: diberikan minimal 10-14 hari
Augmentin

Bactrim

Dewasa

625mg 2x/hari

2 tab 2x/hari

Anak 2-6th

5ml 2x/hari

209

Anak 7-12th 10ml 2x/hari (228mg/5ml)


Bila pasien alergi terhadap penisilin maka alternative terapi
adalah cephalosporin atau azithromycin
TONSILITIS AKUT
Pasien datang dengan keluhan panas dan nyeri tenggorok
Pemeriksaan fisik : tonsil tampak kemerahan, bengkak disertai dengan
eksudat purulen
Penyakit lain yang perlu diperhatikan : difteri, mononukleosis infeksiosa
Terapi pasien dengan antibiotik (penisilin adalah antibiotik pilihan untuk
tonsilitis akut), obat hisap, obat kumur dan antipiretik
Pikirkan untuk pemberian antibiotik intravena/hidrasi bila :
1. Tonsilitis yang lama
2. Pasien dengan panas yang berkepanjangan
3. Pasien yang kesulitan menelan
4. Pasien yang tampak dehidrasi
Pasien dapat dipulangkan dengan obat antibiotik oral selama 10 hari,
kemudian kontrol ke dokter umum bila tidak ada keluhan. Bila terjadi
tosilitis berulang dalam beberapa tahun, atau beberapa kali dalam setahun
maka pasien disarankan kontrol ke poliklinik THT.
PERFORASI MEMBRANA TIMPANI AKUT KARENA TRAUMA
Biasanya disebabkan oleh tamparan atau pukulan pada satu
sisi kepala Gambaran klinis :
1. Otalgia unilateral
2. Mungkin disertai dengan penurunan pendengaran
3. Perforasi membrana timpani bila dilihat dengan otoskopi (seringkali
terdapat sisa darah)
Manajemen
1. Antibiotik oral broad spectrum : amoksisilin
2. Analgesik
3. Jangan berikan obat tetes telinga
4. Informasikan pada pasien untuk :

210
a Mencegah jangan sampai air masuk kedalam liang telinga b.
Tidak menggunakan penyumbat telinga atau cotton balls

Disposisi
1. Bila terdapat tanda-tanda penurunan pendengaran, rujuk ke
poliklinik THT saat jam kerjaesok hari untuk evaluasi selanjutnya
2. Bila tidak terdapat tanda-tanda penerunan pendengaran dapat
dirujuk 1 minggu kemudian

58. Kegawatan di bidang Geriatri


Penting
1 Keluhan seperti malaise atau kemampuan fungsional yang menurun
dapat merupakan tanda penyakit serius.
2 Fungsi kognitif yang tidak normal dapat terlewatkan,kecuali prosedur
formal dilakukan di IRD.Fungsi kognitif dapat dievaluasi through dua
langkah: 1.orientasi waktu,tempat dan personal.
2.mengingat tiga item setelah 1 menit.
3 Bila hasilnya abnormal,alat formal untuk menilai status mental yaitu
AMT(Abbreviated Mental Test),can digunakan untuk menilai
kemampuan kognitif pasien.
4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diagnosis&pengobatan pada
penderita tua:
1.keluhan yang tidak dapat disampaikan oleh pasien dan tanda-tanda
pada pasien yang tidak muncul dengan jelas akibat usia yang telah
lanjut,pendamping penderita yang teliti.
2.manifestasi penyakit serius yang tidak jelas pada orang tua
menjadikan diagnosis sulit.Bersiaplah untuk pemeriksaan lebih lanjut
walaupun pada pemeriksaan awal hanya ada temuan non spesifik.
5 Pasien datang sudah dengan akumulasi dari banyak penyakit kronis
yang dapat mengaburkan adanya penyakit yang baru diderita.
6 Pemberian polifarmasi dapat menurunkan komplians dan dapat terjadi
interaksi obat.Evaluasi semua obat yang diberikan untuk menyingkirkan
keluhan sekarang sebagai akibat dari pemberian polifarmasi.
7 Hindari pemberian resep polifarmasi dan obat-obatan yang
menurunkan fungsi kognitif,fungsi hati/ginjal,keseimbangan,fungsi
pencernaan dan fungsi saluran kencing.

211

1 Factor usia sendirian bukan merupakan kontraindikasi melakukan


intervensi untuk menegakkan diagnosis dan pemberian terapi.
2 Jangan hanya berpikir karena factor usia saja, pada setiap pasien
lansia yang datang dengan masalah penurunan fungsi.
3 Selalu waspada terhadap keluhan tidak khas,seperti infark miokard
akut pada lansia.Selalu merekam EKG terhadap semua penderita
lansia yang datang ke IRD.
4 Demam mungkin tidak terjadi pada keadaan sepsis pada penderita lansia.
Kondisi-kondisi spesifik dan penatalaksanaannya.
1.Kesadaran yang menurun
1 Manifestasi penurunan kesadaran, dapat akibat penurunan derajat
kesadaran, penurunan kualitas kesadaran atau kombinasi dari keduanya.
2 Carilah 4 keadaan yang mengarahkan ke suatu keadaan
delirium: 1.onset akut atau keadaan penurunan
kesadaran yang fluktuatif. 2.inatensi.
3.proses
berfikir
yang
kacau(tidak
terorganisasi). 4.penurunan derajat kesadaran.

Diagnosis delirium harus ada no.1 dan 2,ditambah 3 atau 4. Setelah


diagnosis delirium ditegakkan, maka focus pencarian selanjutnya
adalah penyakit yang menyebabkan delirium.
2 Penderita lansia dengan perubahan akut status mental harus dipikirkan
penyebabnya adalah organic.
3 Mioklonus dan asteriksis bila ditemukan merupakan tanda
pathognomonis untuk delirium.
4 Penderita infark miokard akut,pneumonia,perdarahan saluran pencernaan,sepsis
atau emboli paru mungkin datang hanya dengan keluhan penurunan kesadaran.

5 Pemberian obat merupakan penyebab yang paling sering terjadinya


penurunan kesadaran pada penderita lansia.
6 Penderita lansia yang datang dengan keadaan delirium harus di MRS
kan untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
7 Beberapa penderita dengan subakut atau kronik gangguan kognitif(dimensia)
dapat dipulangkan dengan syarat dapat control kembali,lingkungan rumah
yang aman dan adanya pendamping yang dapat dipercaya.

2.Penurunan fungsi
1 Didefinisikan sebagai penurunan yang progresif pada kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
2 Ada dua kesalahan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter
emergensi,yaitu: 1.melupakan masalah tersebut.

2.menganggap bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh proses penuaan.


2 Selalu berpikir bahwa penurunan fungsi yang terjadi merupakan akibat dari
penyakit baru yang terjadi atau penyakit kronis yang sudah dekompensasi.

3 Cara intervensi terbaik untuk evaluasi penurunan fungsi adalah dari


riwayat penyakit penderita dan heteroanamnesis dari pendampingnya
yang dapat secara obyektif menilai gangguan yang terjadi sebagai
masalah baru atau masalah lama yang memburuk.

212

3.Trauma dan jatuh


1 Bila pasien lansia datang dengan trauma,maka harus diteliti dampak yang terjadi
akibat trauma tersebut dan cari penyebab dari jatuhnya penderita.Penyebab
tersering dari jatuh adalah CVA/TIA,giddiness,hipotensi postural & sinkop.

1 Bila ada dugaan kuat penderita jatuh,maka harus dikonsultasikan


pada bagian yang terkait.
2 Juga harus diperhatikan dampak dari trauma terhadap status
fungsional dan kemampuan penderita untuk merawat diri sendiri.
3 Prioritas adalah untuk mencegah cedera lebih lanjut.
4.Infark Miokard Akut
1 Walaupun penderita dapat datang dengan keluhan klasik,tapi sering datang
dengan keluhan tak khas/atipikal(lihat table 1).Penderita usia diatas 85
tahun,pada kenyataannya datang dengan keluhan sakit dada yang
atipikal.Lebih dari 60% penderita Infark Miokard akut yang berusia lebih 85

tahun datang tanpa keluhan sakit dada.Atipikal Infark miokard akut


berhubungan dengan tingginya mortalitas.
2 Keluhan yang paling sering penderita adalah sesak nafas.
3 Penyakit akut serebrovaskular dan infark miokard akut sering terjadi
bersama-sama pada penderita lansia,jadi pemeriksaan EKG harus dibuat
pada semua penderita yang datang dengan penyakit serebrovaskular.
4 Semua penderita lansia yang datang dengan keluhan apaun/tidak khas
harus dibuat rekaman EKG.
5 Terapi trombolitik dan antikoagulan dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderita Infrak miokard akut, dengan hasil penurunan mortalitas dan
disability.Sejumlah kecil,tapi memiliki resiko yang bermakna,yaitu terjadinya
perdarahan dan komplikasi lain harus didiskusikan dengan penderita.

5.Sakit abdomen akut


1 Merupakan tantangan bagi dokter emergensi dalam memeriksa
penderita lansia dengan akut abdomen.
2 Pasien lansia dengan akut abdomen hampir semuanya perlu MRS dan
penanganan bedah.
3 Persepsi nyeri yang menurun/berubah akan menyebabkan pemeriksaan fisik
yang salah,membuat penegakkan diagnosis menjadi sulit.Defans muscular
atau rigiditas otot2 perut dapat tidak terjadi pada kelainan intraabdominal
yang serius dengan adanya iritasi peritoneal.Kelainan tersebut akan dapat
ditemukan bila penderita memiliki dinding abdomen yang relative tipis.

4 Penderita lansia dengan apendisitis,keluhan anoreksia,lekositosis, atau


gejala klasik nyeri yang menjalar mungkin tidak terjadi. Namun,nyeri
daerah iliaca kanan sering ditemukan pada pemeriksaan.
5 Walaupun insiden apendisitis pada lansia <10%,tapi mortalitas pada
kelompok usia ini 50%.Selalu dicurigai penderita lansia datang dengan
keluhan apendisitis.Bila nyeri abdomen tidak jelas,beritahu penderita
untuk control berobat dalam waktu 12-24 jam kemudian.
6 Separoh dari semua kasus penderita lansia dengan ulkus peptic yang perforasi
tidak memberikan keluhan nyeri yang mendadak.Lokasi nyeri mungkin semua

213

daerah abdomen,atau di kuadran bawah abdomen.Tegang/teraba


keras di ulu hati dan adanya gambaran udara bebas pada foto
roentgen tidak terlihat pada sebagian besar penderita.
1 Obstruksi saluran pencernaan pada usuus besar dapat terjadi pada
penderita lansia yang datang dengan keluhan diare saja.Pseudoobstruksi
kolonic harus dicurigai pada semua penderita lansia yang menunjukkan
gejala obstruksi pencernaan atas yang palpasi abdomen tidak nyeri atau
pemeriksaan kavernosum rectum yang gagal.
6.Iskemia Mesenterika akut.
Semua penderita lansia yang datang dengan nyeri perut yang tidak
proporsional bila dibanding dari hasil pemeriksaan fisik.Terutama bila punya
riwayat penyakit kardiovaskular,hipotensi,penyakit vascular perifer,atrial
fibrilasi atau dengan gejala iskemia usus besar kronis,seperti penurunan berat
badan,nyeri abdomen post prandial,diare atau malabsorbsi.Pada pasien
tersebut harus diperiksa angiografi sebelum gejala iskemik menmberat terjadi.
1 Aneurisma aorta abdominal yang rupture harus dipikirkan pada
semua penderita lansia dengan keluhan nyeri abdomen/nyeri
punggung(back pain).Masa berdenyut sering tidak terdeteksi pada
pemeriksaan fisik.Sinkop mungkin merupakan keluhan awal.
2 Selalu curiga kolesistitis pada semua penderita lansia yang datang
dengan keluhan nyeri abdomen atau adanya tanda-tanda sepsis.
7.Penyakit infeksi
1 Pada pasien lansia dengan keadaan sistim imun yang menurun dan
juga
menderita
penyakit
kronis
seperti
diabetes
mellitus,demensia,malnutrisi,penyakit kardiovaskular,penyakit paru
kronis,kanker dan kecanduan alcohol akan beresiko tinggi untuk
menderita penyakit infeksi dan komplikasi sekundernya.
2 keluhan-keluhan utama penderita lansia yang menderita infeksi adalah
anoreksia,sangat
lelah,penurunan
berat
badan
yang
tidak
jelas
penyebanya,inkontinensia yang baru diderita,bingung.Demam dan lekositosis
mungkin tidak terjadi pada kondisi sepsis,tapi jumlah netrofil sering meningkat.

3 Infeksi saluran pernafasan sering diderita oleh penderita lansia,termasuk


influenza,bronchitis dan pneumonia.Infeksi saluran kemih menempati
urutan kedua dan infeksi intraabdominal,termasuk kolesistitis,divertikulitis
dan apendisitis.Keadaan yang berbeda terjadi di tempat/panti
wredha,yaitu 70-80% penyakit infeksi yang menduduki 3 besar,yaitu
pneumonia,infeksi saluran kemih dan infeksi jaringan lunak.
4 Memutuskan mengobati penderita infeksi dapat berobat jalan atau MRS
dapat merupakan keputusan yang sulit.Pertimbangan yang dapat dijadikan
ukuran adalah keadaan/status klinik pasien,kondisi comorbid,status
fungsional,dukungan social dari keluarga yang memadai dan adanya waktu.

5 Secara umum,alasan/indikasi minimal penderita lansia dengan infeksi


dirawat di RS, adalah bila keadaannya sudah terjadi dekompensasi.

214

59 Heart failure ( Gagal Jantung )


Caveats
1 Gagal jantung akut dapat dibagi menjadi 3 kelompok klinis:
1. Acute cardiogenic pulmonary oedema (lihat bab Pulmonary
Oedema, Cardiogenic)
2. Cardiogenic shock (lihat bab Shock/Hypoperfusion states)
3. Acute Decompensation of Chronic left heart failure yang merupakan
focus pembahasan pada bab ini.
1
Singkirkan diagnosa gagal ginjal sebagai penyebab overload
cairan sebelum mendiagnosa gagal jantung.
2
Gagal jantung dapat bermanifestasi sebagai keluhan yang tidak
spesifik :
1. Kelemahan
2. Lightheadeness
3. nyeri abdomen
4. Malaise
5. Wheezing
6. nausea
1
Selalu cari factor pencetus gagal jantung (tabel 1)
2
Kondisi jantung dikombinasikan dengan asma atau gejala chronic
obstructive airway disease merupakan kasus klinis yang sulit dan membutuhkan

keterlibatan multidisiplin.
Pasien yang juga memiliki diabetes mellitus insulin dependent
memiliki resiko kematian tinggi yang signifikan.
Tabel 1 : Faktor Penyebab Gagal jantung
Kardiak
Non-kardiak
Iskemik miokard atau infark
Emboli paru
Disritmia
Superimposed infeksi sistemik
Valvular heart Disease
Penyakit sistemik, cth : hipertensi berat,
Non-compliance dengan regimen
anemia berat, tirotoksikosis, konsumsi
terapi termasuk kegagalan
alcohol berat
restriksi intake cairan
Obat : kokain,
amfetamin, penggunaan

215
Endokarditis bakterial

berlebih dari bronkodilator, antagonis


kalsium generasi-1, beta blocker, NSAID
Kehamilan

Tips Khusus bagi Dokter Umum :


1 Selalu cari penyebab gagal jantung pada pasien terutama bila telah
menjalani pengobatan jangka panjang. Kejadian Coronary atau
kerusakan ginjal harus diidentifikasi.
2 Pasien dengan gagal jantung berat dapat mengeluh wheezing. Ini
merupakan Cardiac Asthma dan membutuhkan penanganan agresif
pada ED sebelum keadaan menjadi edema pulmonal. Nebulizer
ventolin tidak akan memperbaiki gejala yang ada.
3 Pasien lansia memiliki regulasi otonom yang berubah, serta
sensitive terhadap efek samping obat gagal jantung, sehingga
memerlukan perhatian yang khusus.

Manajemen
1 Tangani pasien pada area yang dapat diawasi : tanda vital, pulse
oksimetri, monitoring EKG terus menerus.
2 Pertahankan jalan nafas
3 Berikan oksigen, awalnya 100% non-rebreather face mask untuk
mempertahankan SpO2 >95%.
4 Pasang jalur IV dan periksa darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin,
enzim jantung dan marker kardiak serum.
5 Untuk menurunkan venous return, pasien dapat duduk tegak dengan
kaki menggantung dari tempat tidur.
6 Lakukan EKG untuk mendiagnosa concomitant iskemik kardiak, MI
yang sebelumnya, disritmia jantung, hipertensi kronik, dan penyebab
hipertrofi ventrkular kiri lain.
7 Lakukan CXR untuk mencari kardiomegali, dan diversi lobus atas.
Penemuan radiografik akan menetap selama beberapa hari walaupun
pemulihan sedang berjalan.
8 Berikan diuretic, IV furosemide 40-60mg jika hemodinamik pasien stabil.
9 Nitrodisc 5-10mg dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi
gejala akibat kongesti paru.
10 Pada kasus yang parah, Infusion GTN akan menurunkan left ventricular enddiastolic volume and pressure secara cepat dengan resolusi dari gejala.

11 Monitor output urin untuk mengecek respon terapi.


Penempatan
1 Belum ada penelitian yang menyatakan criteria pasien gagal jantung
untuk MRS
2 KRS jika pasien :
1. tidak ada nyeri dada atau penyakit lainnya.
2. respon terhadap diuretic yang diberikan di ED (nyaman saat
istirahat pada udara ruangan, SpO 2 pada udara ruang 95%).

3. tidak menunjukkan bukti radiologik adanya gagal jantung

216

1
KRS dengan ketentuan follow up pada klinik rawat jalan jika:
1. loop diretik, cth : lasix 40 OM, dan suplemen potassium, cth span K
1,2 mg OM jika pasien tidak menggunakan diuretic sebelumnya dan
urea/elektrolit/kreatinin normal.
2. tingkatkan dosis diuretic jika sebelumnya pasien telah menjalani
pengobatan tersebut.
3. jika terdapat concurrent hipertensi, disamping loop diuretic, berikan ACE
inhibitor cth Captopril 6,25-12,5mg 3x/hari atau hidralazin 25 mg 3x/hari.

4. nasehatkan diet rendah garam dan restriksi cairan.

MRS jika pasien :


1. Disritmia simptomatik
1. Sinkope atau presinkope
2. Serangan jantung
3. Multiple discharge dari implantabel defibrillator
2. MI baru atau iskemik
3. Onset baru dengan gejala baru gagal jantung
4. Dekompensasi gagal janutng kronik
5. Faktor pencetus kurang reversible
6. Edema anasraka atau signifikan
7. Kurangnya support keluarga
8. Hipotensi

217

60 Hepatic Encephalopathy, Acute


Definisi
Hepatic encephalopathy didefinisikan sebagai sindrom AMS dan keadaan
neuropsikiatrik reversible sebagai komplikasi dari penyakit liver.
Klasifikasi
1 Encephalopathy terkait kegagalan liver akut
2 Encephalopathy terkait sirosis hati dan hipertensi portal
Tips Khusus bagi Dokter Umum:
1 Hindari narkotik, transquilizer dan sedative
yang dimetabolisme di hati.
2 Hati-hati karena tidak semua hepatic ensefalopati terjadi

Ensefalopati terkait dengan acute liver failure


1 Merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan terapi yang tepat
karena keadaan ini akan menyebabkan deteriorasi menjadi koma dan
membutuhkan transplantasi hati.
2 Sebelumnya keadaan pasien baik tanpa adanya riwayat penyakit hati.
3 Gejalanya tidak spesifik, cth malaise dan fatigue dengan nausea; jaundice
dan ensefalopati dapat mengikuti, serta dapat berubah menjadi koma.
4 Anamnesa :
1. Overdosis paracetamol
2. penelanan toksin seperti fenfluramin
3. penggunaan kokain dan ekstasi.
4. penggunaan obat IV.
5. riwayat perjalanan dengan maksud menyingkirkan kemungkinan
hepatitis A dan E
6. Riwayat hubungan seksual untuk mengetahui kemungkinan hepatitis B.

218

1
Pemeriksaan fisik harus tidak menunjukkan chronic liver
disease, tanda neurologik fokal atau demam tinggi, untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab ensefalopati yang lain.
2
Grade ensefalopati :
I Kurangnya kewaspadaan ringan, ansietas, euphoria, atensi jangka
pendek.
35
Letargi atau apati dengan disorientasi minimal terhadap waktu dan
tempat, pasien mungkin menunjukkan perubahan kepribadian atau
perilaku
III Stupor dan kebingungan
IV Koma

Manajemen :
1.
Tangani di area critical care
2.
Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi, kalau perlu lakukan intubasi (jika
px koma atau ada airway compromise)
3.
Monitoring EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
4.
Pasang jalur IV perifer
5.
Cairan IV : infus NS untuk mempertahankan perfusi perifer

Terapi obat : IV manitol 20% : 1g/kgBB


1
Pemeriksaan Penunjang :
1. GDA
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, LFT
3. Serum toksikologi (jika relevan)
4. Skrining hepatitis A,B,C, D dan E (anti-HAV IgM, HbsAg, anti-HBS,
anti-HCV, anti-delta, anti-HBE).
5. CT scan kepala urgen untuk mendeteksi edema serebral.
2
Penempatan : konsul gastroenterology dan MRS pada ICU.

Ensefalopati terkait dengan sirosis hati dan hipertensi portal


1 Px telah terdiagnosa menderita liver disease sebelumnya, dan
mengalami gangguan kesadaran yang timbul pada periode singkat,
berfluktuasi, serta bisa menjadi fenomena yang kronik.
2 Klasifikasi meliputi 3 kategori : episodic, persisten atau minimal.
Ensefalopati pada sirosis disebabkan karena shunting portosistemik
dan perubahan metabolisme asam amino dengan ammonia yang
memainkan peran penting seperti neurotransmitter yang lain.
3 Riwayat : pengenalan ri wayat sirosis sangatlah penting.
4 Kejadian pencetus :
H Hemorrhage dari GIT cth varises atau erosi
E Electrolyte imbalance (hipokalemia, alkalosis seperti pada penggunaan
diuretic, vomiting dan diare)
hipoglikemi. P Protein Intake (berlebihan)
A Azotemia dari kontraksi volume,
diuretic T Tranquilizer, sedative lain
I Infeksi, cth : peritonitis bacterial spontan, UTI atau pneumonia,
pembedahan C Constipation

219

Pemeriksaan Fisik :
1. dapat menunjukkan chronic liver disease, cth : spider naevi, ginekomasti,
liver palms, leuchonychia dan hepatic flap.
2. Dapat menunjukkan pembesaran hati atau lien juga ascites.
3. harus meliputi pemeriksaan rectum untuk mencari melena.

Manajemen :
1. Tangani pada area critical care
2. Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi : jika px koma lakukan intubasi.
3. Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
4. Pasang jalur IV perifer
5. Cairan IV : infus NS untuk mempertahankan perfusi perifer
1
Pemeriksaan penunjang : ditujukan untuk mengkonfirmasi Dx
Ensefalopati akibat komplikasi sirosis juga untuk mencari factor pencetusnya.
1. GDA
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, ammonia, profil koagulasi, LFT.
3. Kultur darah dan urinalisis
4. CXR
2
Terapi obat:
1. IV D50% 40ml pada hipoglikemi, dan IV thiamine 100mg jika pasien
menderita sirosis alkoholik.
2. IV nalokson 2mg jika px memiliki significant obtundation.
3. IV Flumazenil 0,5mg diulang setelah 5 menit

Membalikkan Keadaan Ensefalopati :


1. Lactulosa 30ml PO atau lactulosa enema: menyebabkan diare osmotic yang
membantu flora normal untuk menurunkan produksi ammonia.
2. Antibiotik Oral : RCT menunjukkan manfaat klinis pada penggunaan
antibiotik.
3. Proteksi mukosa GI : Omeprazole 20-40mg IV perlahan selama 5 menit.

Penempatan : konsul gastroenterology untuk meng-MRSkan pasien


ke unit HD (atau ICU jika px diintubasi).

220

61. Hepatobiliari emergencys


Masalah akut yang berasal dari system hepatobiliari yang datang pada dokter
emergency bisaanya dengan komplikasi biliary stone disease. Macam-macam
presentasinya adalah dibawah ini.
Kolik Bilier
Manifestasi terseing dari biliary stone disease.
Dapat terjadi pada pasien remaja, walaupun sering diderita oleh
pasien wanita yang mengalami obesitas pada usia 30 dan 50 tahun.

Nyeri terdapat pada bagian tengah kuadran kanan atas atau

epigastrium.
Nyeri bisaanya mulai secara akut dan dapat menjalar ke sudut
inferior pada scapula kanan.

Nyeri bersifat kolik tanpa interval bebas nyeri antara eksaserbasi

(tidak seperti kolik ureterik dimana terdapat interval bebas nyeri)

Nyeri dapat dicetuskan oleh ingestion makanan dan terutama yang

berlemak atau makanan besar.

Gambaran lain yang terkait adalah sensasi distensi pada abdominal

bagian atas atau bloating, nausea dan


vomiting. Caveats
1 Selalu cari gejala obstruktif jaundice dimana keadaan ini lebih sering
menunjukkan adanya biliary ductal daripada gallstone disease.
2 Adanya nyeri ditambah demam menunjukkan adanya kolesistitis akut
telah terjadi.
3 Adanya nyeri dengan demam serta obstruktif jaundice menunjukkan
adanya kolangitis.
Kolesistitis Akut
Bisaanya datang dengan keluhan nyeri visceral awal yang menyerupai kolik
bilier. Nyeri dapat berubah seiring waktu dan menjadi nyeri parietal yang konstan

221
yang terlokalisir tajam pada hipokondrium kanan. Nyeri bertambah seiring
waktu dan timbul dengan adanya gerakan.
1 Sering terdapat latar belakang episode nyeri abdomen atas mirip dengan
kolik bilier, yang semakin memburuk dalam frekuensi dan severitasnya.
2 Gejala terkait lain meliputi demam dengan atau tanpa menggigil,
hilangnya nafsu makan, nausea dan vomiting.
3 Pada pemeriksaan, nyeri yang terlokalisir pada hipokondrium kanan
dapat menjadi petunjuk lebih lanjut.
4 Massa palpable yang lunak, dan globular dibawah batas kosta kanan
yang ikut turun saat respirasi menunjukkan adanya masa inflamasi yang
dibentuk oleh omentum disekitar kandung empedu yang mengalami
inflamasi, atau sebuah empiema kandung empedu.
5 Murphys sign ada ketika pasien mengeluh nyeri dan menahan nafas saat
dipalpasi di hipokondrium kanan; hal ini terjadi karena kandung empedu
menjadi bersentuhan dengan ujung jari pemeriksa selama inspirasi.
Caveats
1 Nyeri tekan pada hipokondrium kanan tidak patognomonis untuk
kolesistitis, tanda ini juga ada pada kolangitis.
2 Secara klasik, tidak terdapat tanda obstruktif jaundice.
3 Selalu cari tanda dehidrasi atau labilitas hemodinamik pada pasien dengan
kolesistitis akut. Karena px sering mengalami vomiting dan anoreksia dan dapat

berkembang menjadi syok karena


septisemia. Kolangitis
1 Tanda klasik adalah Charcots triad (nyeri abdomen kanan atas,
demam dan obstruktif jaundice).
2 Mungkin ada riwayat batu embedu yang asimptomatik yang ditangani secara
konservatif, atau dengan pembedahan. Penelitian local menunjukkan 35,7%
pasien kolangitis menunjukkan Charcots triad, namun sebagian besar pasien

(95,7%) mengalami nyeri abdomen atas sebagai


keluhan utama. Caveats
1 Sama dengan kolesistitis, pertimbangkan adanya dehidrasi dan labilitas
hemodinamik.
Diagnosa Banding
1 Hepatitis, abses hati, eksaserbasi dyspepsia ulkus, perforasi ulkus peptic
akut, kolik ureterik, pankreatitis, divertikulosis juga pneumonia basalis kanan.

Manajemen
Pasien yang Stabil
1 Tangani pada area intermediate acuity care
2 Puasakan pasien selama investigasi dan terapi.
3 Lab : ditujukan untuk menyingkirkan ddx juga menyingkirkan adanya
komplikasi (kolangitis atau kolelitiasis).
4 FBC : lekositosis PMN yang positif konsisten dengan adanya infeksi
bacterial (kolangitis atau kolesititis).
5 LFT :
1.
Tes ini normal pada kolik bilier.

222

2.
Khas pada kolangitis : peningkatan bilirubin terkonjungasi
dan peningkatan enzim kolestatik duktus hepatikus (ALP/GGT),
peningkatan enzim hepatic intraselular (AST/ALT).
3.
Bisaanya tidak terdapat kolestatis pada kolesistitis akut.
2 Urea/elektrolit/kreatinin : untuk mendeteksi abnormalitas elektrolit dan
disfungsi sekunder akibat vomiting dan deplesi volume.
3 PT dan PTT : dilakukan saat terjadi jaundice untuk mendeteksi koagulopati
4 Serum amylase : menyingkirkan coexisting pankreatitis akut.
5 Urinalisis : untuk menyingkirkan kemungkinan urolitiasis dan pielonefritis
6 EKG : untuk menyingkirkan iskemik miokard.
7 CXR posisi berdiri : untuk menyingkirkan pneumonia basiler dan udara
subdiafragmatik.
8 KUB : untuk mendeteksi kalsifikasi intrabadominal, udara bebas, dan
air-fluid level.
Pasien yang tidak stabil (hemodinamik labil atau menunjukkan sepsis)
1 Tangani pada area critical care
2 Konsultasi dini pada ahli bedah
3 Monitoring : tanda vital tiap 10-15, ECG, pulse oksimetri
4 Berikan oksigen
5 Pasang jalur IV dengan ukuran jarum besar (14/16G) untuk resusitasi cairan.
6 Lab: seperti diatas.
7 Lakukan kultur darah (dari 2 bagian tubuh minimum 10 ml darah/botol)
8 Berikan antibiotik IV : sefalosporin seperti ceftriaxon atau cefuroxime untuk
organisme Gram Negatif, dan metronidazole 500mg IV.
Catatan : (1) jika alergi penisilin, ciprofloxacin merupakan alternative. (2)
hindari penggunaan antibiotik nefrotoksik seperti gentamycin.
1 Pertimbangkan terapi suportif inotropik pada pasien yang tidak
responsif terhadap fluid challenge yang adekuat.
2 Tetap puasakan px dan masukkan NGT untuk dekompresi lambung
3 Pasang kateter urin untuk monitoring output urin.
4 Berikan analgesic : dosis kecil agonis opioid via IV dititrasi sampai berespon.
Hindari antispasmodic dan NSAID.
Penempatan :
1 Px dengan kolik bilier saja serta tanpa jaundice dan sepsis dapat
diKRS-kan sebagai pasien rawat jalan bagian bedah, dimana nyeri
telah dikontrol dengan analgesic.
2 Px dengan kolesistitis atau kolangitis akut di MRS-kan,
pertimbangkan high dependency unit atau ICU pada px yang tidak
stabil, dengan konsultasi pada bagian bedah.

223

62. Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS)


Juga dikenal sebagai Hiperosmolar Hiperglikemik Non-Ketotik State (HHNK)
Caveats
1 Riwayat penyakit terjadi dalam hitungan hari bukan dalam jam terkait
dengan keadaan diabetic ketoasidosis.
2 Cenderung untuk terjadi hilangnya cairan, yang lebih besar daripada pada DKA.
3 Beberapa pasien dengan HHS sensitive terhadap insulin.
4 HHS terkait dengan mortalitas yang tinggi dan harus diidentifikasi secara dini.
5 Kriteria dignosa HHS :
1. Glukosa darah > 33mmol/l
2. pH arteri > 7,3 bikarbonat > 15 mmol/l
3. Tidak adanya ketonemia atau ketonuria hebat.
4. osmolalitas talal serum > 330 mOsm/kg H2O, atau serum osmolalitas
efektif (2 x Na+ + kadar glukosa + urea) > 320 mOsm/kg H2O
Singkirkan penyebab lain seperti meningitis jika osmolalitas serum
tidak cukup tinggi untuk menegakkan HHS.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Pertimbangkan dx HHS pada lansia dengan abnormalitas
tanda vital atau status mental, atau dengan keluhan
kelemahan, anoreksia atau fatigue.
2 HHS dapat ditemukan bersamaan dengan pasien CVA, luka
bakar, MI, infeksi, pankreatitis atau obat (cth : diuretic, beta
blocker, glukokortikoid, neuroleptik, fenitoin, dan Calsium
Channel Blocker). Kemudian cek kadar GDA pada pasien
lansia untuk menyingkirkan adanya HHS atau DKA.
3 Berikan infus NS sebelum mengirim pasien ke RS.

224

Manajemen
Terapi Suportif
1o Pasien harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
2o Berikan oksigen aliran tinggi
3o Monitoring: EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar
glukosa dan potassium tiap 1-2 jam
4o Suportif sirkulasi : deficit cairan rata-rata pada HHNK adalah 6-10 liter.
Separuh deficit air yang diperkirakan perlu untuk diganti selama 12 jam
pertama.
5o Lab
:
FBC,
urea/elektrolit/kreatinin/kalsium/magnesium/fosfat,
osmolalitas serum, BGA, urinalisis.
6o EKG, CXR untuk mencari penyebab keadaan HHS.
7o Kateter urin untuk monitoring output urin.
Terapi Spesifik
1o Replacement Volume intravena
1. jika pasien menunjukkan hipoperfusi jaringan signifikan, gunakan NS
sebagai bolus cepat sampai perfusi meningkat dan BP stabil. Berikan
setidaknya 1 liter NS pada jam pertama; selanjutnya diberikan dalam 2
jam. Kemudian ganti menjadi 1 liter NS 0,45% selama 4 jam berikutnya.
2. Jika pasien hipertensi atau mengalami hipernatremi signifikan (>155

mmol/l) berikan NS 0,45% dan ganti menjadi D5W IV ketika kadar


glukosa serum mencapai 16 mmol/l.
1o
Replacement Potassium : kurangnya potassium total tubuh
pada HHNK bisaanya lebih besar dari DKA. Pastikan terdapat output
urin sebelumnya, kemudian berikan :
1. Serum K+ <3,3 mmol/l berikan 20-40 mEq KCl pada jam pertama
2. Serum K+ 3,3-4,9 mmol/l berikan 10-20 mEq K + per liter cairan IV
(dapat diberikan 2/3 KCl dan 1/3 KHPO 4; penggantian fosfat
diindikasikan jika fosfat serum < 0,3 mmol/l).
3. Serum K+ > 5,0 mmol/l, tahan pemberian K+ namun periksa serum
potassium setiap 1-2 jam.
2o
Pemberian insulin : bolus tidak diperlukan karena pasien sanagt
sensitive sekali terhadap insulin. Berikan secara infus insulin regular
0,1 unit/kgBB/jam. Sesuaikan infus insulin untuk menjaga kadar
glukosa darah pada 14-16 mmol/l, sampai osmolalitas serum 315
mOsm /l dan pasien dalam keadaan sadar.
Catatan : Kadar glukosa darah vena harus diperiksa tiap 1-2 jam karena
dapat berkembang menjadi HHH.
Panduan
1o Osmolalitas Serum dapat diperhitungkan dengan persamaan ini: (2
x Na+) + glukosa + urea mOsm. (normal = sekitar 280-290 mOsm).
2o Osmolal gap ditentukan dengan rumus diatas dan dibandingkan dengan hasil
lab yang diukur dengan metode molal freezing point depression. Perbedaan

225

yang didapat harus sekitar 10; jika lebih tinggi, partikel aktif osmotic
yang lain terdapat dalam serum seperti alcohol atau IVP dye.
Penempatan
1o Lakukan konsultasi dengan bagian General medicine atau endokrin, lakukan
pengawasan pada HD. Setelah mendapatkan volume replacement awal,
bisaanya pasien tidak membutuhkan MRS dibagian ICU.

63. Hipertensi
Krisis Definisi
1

Hipertensi : tekanan darah (BP) 140/90 mmHg atau lebih, walaupun harus
diketahui bahwa tekanan darah merupakan suatu variable berkelanjutan. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi berdasarkan JNC VII (seventh report of the Joint National
Committee) terhadap prevensi, deteksi, evaluasi, dan terapi tekanan darah tinggi.
2
Krisis hipertensi : peningkatan kritis BP dengan dengan peningkatan tekanan
darah diastolic. Tidak ada kadar BP absolute yang dapat mendefinisikan krisis
hipertensi, namun bila tekanan diastolic 120-130 mmHg dapat digunakan sebagai
pedoman. Krisis hipertensi meliputi hipertensi emergencies dan urgencies.

1.
Hipertensi emergency : jika peningkatan BP terkait dengan
disfungsi atau kerusakan end-organ yang akut atau sedang terjadi.
2.
Hipertensi Urgensi : jika peningkatan BP terkait dengan disfungsi
atau kerusakan end-organ imminen. Hipertensi berat merupakan merupakan
keadaan asimptomatik pada pasien yang tidak berkaitan dengan hipertensi
emergency dan lebih sering digambarkan sebagai urgensi.

1.
2.
3.
4.
5.

Macam-macam keadaan hipertensi emergensi :


Hipertensive encephalopathy : dibedakan antara stroke/perdarahan subarachnoid

Hipertensive left ventricular failure (edema paru akut)


Diseksi aorta akut
Infark Miokard Akut/ ACS
Stroke Perdarahan atau iskemik/perdarahan subarachnoid

6. gagal ginjal akut

226

7.
8.
9.
1

Eklampsia/preeklampsia (lihat bab eklampsia)


Krisis phaeochromocytoma
Obat terlarang (cth ekstasi)
Hipertensi urgensi meliputi :
1. Peningkatan BP dengan perubahan retina (tanpa terkait dengan
kerusakan end-organ)
2. Gagal ginjal kronik
3. Preeklampsia

Tabel 1 : Klasifikasi BP pada Dewasa 18 tahun keatas berdasarkan JNC VII


BP (mm Hg)
Sistolik
Diastolik
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi
Stage 1
140-159
90-99
Stage 2
160
100
Caveats
1 Jika hasil BP terlalu tinggi atau terlalu rendah pada pemeriksaan
dengan menggunakan monitor, ulangi menggunakan pengukuran
manual, dengan ukuran cuff yang sesuai.
2 Krisis hipertensi bisaanya terjadi pada pasien yang diketahui telah
menderita hipertensi. Penyebab sekunder hipertensi juga banyak
ditemukan pada pasien krisis hipertensi.
3 Istilah accelerated hypertension, malignant hypertension, dan acceleratedmalignant hypertension digunakan untuk mendeskripsikan hipertensi berat
yang terkait dengan perubahan retina sesuai dengan Keith-WagenerBarker grading. Dimana dulu, grade 3 (perdarahan, cotton wool patches,
arteriosclerosis) dan grade 4 (papiledema) terkait dengan prognosis yang
buruk. Saat ini dinyatakan bahwa prognosis tidak berkaitan dengan
pemeriksaan funduskopi. Istilah hipertensi emergency atau hipertensi
urgensi lebih disukai untuk digunakan saat ini.
4 Hipertensi ensefalopati saat ini dipercaya jarang terjadi, dan keadaan AMS sering
ditemukan terjadi sekunder akibat stroke. Menyingkirkan diagnosa tersebut
sangat penting karena tindakan menurunkan BP pada pasien stroke akut dapat
berakibat serius. Pada stroke bisaanya BP hanya meningkat secara ringan. CT
scan kepala dapat membantu untuk membedakan kedua keadaan tersebut.

5 Hipertensive left ventriculare failure (dikenal sebagai edema pulmonal


akut) terjadi ketika hipertensi berat berakibat pada kegagalan LV akut
akibat overload berlebihan yang menyebabkan dekompensasi. Lihat
bab edema paru, cardiogenik.
6 Hipertension dengan diseksi aortic perlu dipertimbangkan jika pasien
mengalami nyeri dada akut, atau IMA (ketika diseksi mempengaruhi
arteri koronaria) atau murmur regurgitasi aorta baru terdeteksi. Riwayat
klasik adanya rasa nyeri seperti terobek yang menjalar ke
punggungmungkin tidak ditemukan. Lihat bab Aortic dissection.
7 Hipertensi dengan IMA/ACS terjadi ketika hipertensi berat menyebabkan
peningkatan ketegangan dinding ventrikel dan kebutuhan oksigen miokard.
BP > 180/110 mmHg merupakan kontraindikasi untuk pemberian trombolisis.

227

1 Preeklamsia dan eklampsi perlu dipertimbangkan pada wanita hamil


setelah mengalami amenore lebih dari 20 minggu. Lihat bab Eclampsia
2 Jangan pernah memberikan terapi pada hasil pengukuran BP secara tunggal :
ketika memeriksa BP, pastikan pasien nyaman dan gunakan cuff yang sesuai.

3 Over-zealous correction BP dapat berbahaya dan bisa menyebabkan


CVA atau IMA. BP dapat diturunkan dengan obat oral dan control
jangka panjang BP merupakan factor penting dalam menentukan
prognosis hipertensi. Hindari calsium channel blocker sublingual;
absorpsinya tidak dapat diprediksi dan BP dapat turun terlalu cepat.
Tips khusus bagi Dokter Umum:
1 Control BP yang baik akan mengurangi jumlah
kasus hipertensi emergency atau urgency.
2 Penggunaan nifedipine sublingual, walaupun popular di

Manajemen
Tangani pasien pada area yang dapat dimonitoring (critical atau intermediate)
1 Berikan oksigen aliran rendah
2 Monitor : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5-10
menit Apakah hasil pemeriksaan BP benar ?
3 Ulangi dengan manual sphygmomanometer
4 Periksa cuff yang benar
5 Periksa lengan yang lain
6 Ulang pemeriksaan kemudian jika asimptomatik
Apakah merupakan hipertensi emergency atau urgensi?
1 Cari bukti adanya kerusakan end-organ
2 Pemeriksaan klinik harus mencakup:
1. funduskopi untuk mencari pardarahan, eksudat, papil edema.
2. pemeriksaan neurologik untuk AMS, deficit fokal.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk kegagalan ventrikel kiri, murmur
regurgitasi aorta baru, bukti diseksis aortic.
1
Bedside investigation : EKG, urin dipstick untuk hematuri dan
proteiuria, tes kehamilan urin pada wanita usia subur.
2
Pemeriksaan lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, cardiac
enzyme screen, troponin T.
3
Radiologi :
1. CXR untuk kegagalan ventrikel kiri, pelebaran mediastinum.
2. CT scan kepala jika terdapat AMS.
3. CT thoraxjika ada kecurigaan diseksi aortic.
Apakah BP perlu diturunkan secara akut? Jika demikian, bagaimana caranya?
1
Penurunan BP yang optimal belum ditentukan secara pasti.
2
Jika hipertensi emergency terjadi, target adalah menurunkan
20-25% MAP (diastolic + 1/3 Pulse pressure) dalam beberapa jam,
atau DBP sampai mencapai lebih dari 100-110 mmHg, kemudian
menjadi 160/100 mmHg dalam waktu 2-6 jam.

228

1
Untuk px dengan stroke syndrome, jika CT scan kepala
dapat dilakukan maka disarankan untuk menunda BP sampai
perdarahan intracerebral dapat dilihat. Lihat bab Stroke.
2
Terapi Obat
1. Sodium nitroprusside : bermanfaat untuk semua hipertensi emergency
kecuali pada eklampsia. Dibatasi oleh toxic metabolite thiocyanate terutama
setelah penggunaan yang lama (24-48 jam), yang dapat menyebabkan
toksisitas sianida atau thiocyanate, bermanifestasi seperti laktat asidosis,

AMS dan deteriorasi. Perlu untuk dilindungi dari sinar matahari.


Dosis: infus IV mulai dari 0,25g/kg/menit dititrasi sampai
berespon. Dosis efektif rata-rata adalah 3 g/kg/menit, dengan range
0,25 sampai 10 g/kg/menit (dosis maksimal untuk 10 menit saja).
2. Labetalol hydrochloride: gunakan secara primer, atau pada kasus
gagal terapi dengan nitroprusside. Bermanfaat bagi px dengan IHD
dengan mengurangi kebutuhan oksigen miokard dan takikardi. Juga
efektif pada diseksi aortic dengan mengurangi force of systolic ejection
dan shear stress. Kontraindikasi adalah pada pasien asma, COLD,
CCF, bradikardi dan AV block. Bermanfaat bagi phaeochromocytoma,
dosis rendah dapat berakibat hipertensi paradoksikal karena efek betablocking lebih kuat daripada efek alfa blocker.
Dosis : berikan IV 25-50mg bolus, diikuti dengan 25-50mg tiap 5-10
menit sampai maksimum 300mg (efek bertahan sekitar 50 menit),
atau dengan infus dengan rata-rata 0,5-2,0 mg/menit.
3. Nitrogliserin : DOC untuk hipertensi moderate dengan komplikasi
unstabel angina. Komplikasi nyeri kepala dan vomiting, dan dapat
memiliki manfaat yang terbatas pada pasien hipertensi encefalopati.
Dosis : infus IV pada 5-100 g/menit, titrasi sampai berespon.
4. Propanolol : dapat digunakan bersama dengan nitroprusside pada
diseksi aortic thoracic. Digunakan juga dengan phentolamine untuk
krisis katekolamin. Dosis : 1 mg IV bolus dan titrasi.
5. Esmolol : short acting beta-blocker. Gunakan pada diseksi aortic.
Dosis : 250-500 g/kg/menit selama 1 menit, kemudian 50-100
g/kg/menit selama 4 menit; dapat diulang.
6. Phentolamine : merupakan alpha-blocking agent, digunakan
dengan propanolol IV untuk krisis katekolamin. Dosis : 5-15mg IV.
7. Hidralazine : terapi pilihan eklampsia. Dosis : 5-10 mg bolus IV tiap
15 menit dan titrasi.
1
Jika hipertensi urgensi telah didiagnosa, targetnya adalah
untuk menurunkan BP secara bertahap selama periode 24-48 jam
sampai target DBP 100-110 mmHg. Obat hanya diberikan per oral.
Obat yang dimiliki pasien dapat diteruskan.
2
Terapi obat
1. Felodipine
1. berikan PO 2,5 mg pada usia > 65th
2. Berikan PO 5,0 mg pada usia < 65 th, kemudian 5,0 mg 2 x/hari
2. captopril : Berikan PO 25,0 mg, kemudian 2 x sehari atau 3 x sehari.
Penempatan
1 Hipertensi Emergency : pasien harus MRS di ICU dengan konsultasi pada
General Medicine

229

1 Hipertensi urgensi : dapat KRS jika respon baik dan BP dapat diterima
setelah 4 jam monitoring, namun follow up harus dilakukan dalam 48
jam. Jika pasien baru pertama kali didiagnosa hipertensi dengan
penyebab yang belum pasti, maka MRS pada bagian General
medicine untuk evaluasi dan eksklusi penyebab sekunder hipertensi.

64. Hipertermia
Francis Lee
PENTING
1 Trias gejala klasik untuk heat stroke
adalah : 1. Temperatur rectal > 41 C
2. Perubahan status kesadaran
3. Kulit kering dan panas
Ini adalah sebuah kondisi stadium lanjut dan seharusnya digunakan
dengan hati hati. Jika diikuti terlalu kaku, mungkin kita melewatkan
banyak kasus heat stroke pada fase awal.
2 Tidak ada petunjuk klinis untuk heat stroke dan banyak gejala dan tanda
adalah nonspesifik. Diagnosis, karena itu membutuhkan perhatian.
Perubahan status kesadaran, perubahan perilaku akut dan sinkop with
suatu riwayat paparan terhadap temperature yang tinggi seharusnya
menyadarkan seseorang untuk diagnosis dari diagnosis heat stroke.
3 Banyak yang disertai temperature yang tinggi di luar ruangan. Penting
untuk dicatat bahwa aktivitas yang berkepanjangan atau berada di
ruangan tertutup tanpa ventilasi yang cukup atau pengatur aliran udara
adalah faktor resiko untuk heat stroke.
4 Heat exhaustion adalah suatu prekursor dari heat stroke dan
mempunyai gambaran :
1. Kecemasan, irritabilitas, dan fatigue.
2. Rasa haus, polidipsi

230
3.
4.
5.
6.
7.

hiperventilasi, carpopedal spasme.


Nausea, muntah
Peningkatan temperature rectal
Abnormalitas enzyme hepar ringan
Peningkatan level creatinin kinas.
1 Tidak ada perbedaan yang jelas antara heat exhaustion dan
heat stroke dan dua kondisi tersebut mempunyai gambaran
klinis yang sama, membuat diagnosis sulit. Sebagai penuntun
secara umum, pasien dengan heat exhaustion umumnya tidak
mempunyai riwayat perubahan status kesadaran.

Faktor Faktor Resiko Untuk Heat Stroke


1 Beberapa faktor predisposisi untuk heat stroke :
1. Kurangnya dan kebugaran fisik yang rendah.
2. Obesitas
3. Usia yang ekstrem.
4. Penyakit penyakit yang meyertai seperti penyakit jantung iskemi,
diabetes mellitus, kelainan kulit, penyakit infeksi.
5. Keadaan dehidrasi seperti penggunaan alcohol, diare, muntah.
6. Obat seperti anticholinergik, antihistamine, diuretic, beta bloker.
7. Recreational drug seperti amphetamine, kokain.
8. Keadaan demam sebelumnya.
9. Riwayat trauma kepala sebelumnya.
Diagnosis Diferential
Banyak kondisi menghasilkan perubahan status kesadaran dengan pireksia
yang menyerupai heat stroke :
1. Infeksi intracranial seperti meningitis, encephalitis.
2. Infeksi seperti typhoid, malaria.
3. hipertermia malignan, neuroleptic malignan syndrome.
4. Kelainan neurology seperti stroke, epilepsy.
5. Kelainan metabolic seperti thyroid storm.
Petunjuk Khusus Untuk Dokter Umum
1 Panggil ambulan untuk transport ke IRD
2 Lakukan pendinginan awal dengan membuka pakaian pasien
dan kompres atau semprot dengan air untuk membasahi kulit.
Sebuah kipas angin diarahkan ke korban akan membantu
mendinginkan dengan evaporasi.
3 Hidrasi adalah hal yang penting. Pemberian cairan peroral dapat
diberikan jika pasien dalam keadaan sadar dan mampu menerima.
Penatalaksanaan
1 Langkah langkah awal dalam penatalaksaan heat stroke :
1. Tempatkan pasien pada area resusitasi atau critical care
2. Kontrol ABC
3. Berikan oksigen
4. Pasang jarum intravena dengan jarum ukuran besar pada kedua fossa
kubiti dan infuse dengan cairan dingin

231

5. Pasang monitoring jantung dan vital sign.


6. Nilai temparatur rectal.
1 Proses pendinginan penderita harus dilakukan dengan :
1. Lepaskan semua pakaian
2. Gunakan sebuah unit cooling body ( Metode pendinginan evaporasi )
atau kompres dan semprot dengan air dingin dan kipas angina.

3. proses pendinginan dilakukan sampai temperature rectal


mencapai 38.5 C
1 Pemeriksaan EKG untuk mencari masalah kardiovaskular.
Pada kelainan jantung akut, takikardi hamper selalu muncul.
Gambaran yang lain mungkin termasuk perubahan segmen
ST dan perubahan gelombang T yang spesifik dan
abnormalitas konduksi. EKG mungkin menunjukkan
kelainan kardiovaskular yang mendahului.

CXR untuk mencari bukti bukti edema paru atau ARDS. Infark

paru telah digambarkan dalam heat stroke.

Lakukan pemeriksaan glukosa darah kapiler untuk mnecari


hipoglikemi sehingga terapi dapat segera dilakukan. Bagaimanapun juga,
hiperglikemia mungkin terlihat pada heat stroke dan ridak selalu
menunjukkan adanya diabetes mellitus.

Pemeriksaan darah :

1. darah rutin : lekositosis umum dijumpai tanpa adanya infeksi.


Trombositopeni dapat dijumpai.
2. Elektrolit : kadar natrium dan kalium mungkin meningkat, normal, atau rendah,
tergantung banyak factor. Hipomagnesemia dan hipocalsemia mungkin terjadi.

3. enzim-enzim otot umumnya meningkat.


4. Faal hati : abnormalitas dari enzim dihepar hamper selalu ada.
5. Analisa gas darah mungkin menunjukkan alkalosis atau metabolic
asidosis dari trauma jaringan dan hipoksia.
6. Profil koagulasi mungkin menunjukkan onset koagulasi.
1
Urine dipstick mencari adanya darah dan myoglobin. Alternatifnya,
suatu sample mungkin dikirim ke lab untuk mengukur myoglobulin.
2
Selama proses pendinginan, menggigil mungkin terjadi, melawan usaha
usaha dalam menurunkan temperature tubuh. Ini dapat dikendalikan
dengan IV diazepam 5 mg atau IV chlormazine 25 100 mg.
3
Pasang NGT menatalaksana distensi gastric acute.
4
Beri IV cimetidine 400 mg untuk mencegah gastritis akut.
5
Pasien harus dipasang kateter untuk monitoring produksi urine.
6
Perhatian :
1. Mekanisme untuk heat stroke tidak melibatkan suatu pergeseran pada
thermostat fisiologis dan karena itu antipiretik tidak menolong. Aspirin
harus dihindari karena mungkin menyebabkan masalah koagulasi ketika
penggunaan paracetamol mungkin memperberat injuri pada hepar.

232
2. Alkohol tidak dapat digunakan untuk proses pendinginan sekalipun
kondisi hipertermi spesifik untuk proses penguapan karena absorpsi
kulit dapat menyebabkan penurunan kesadaran yang lebih progresif.
3. Hipotensi harus dikoreksi sebelum proses pendinginan yang efektif dilakukan.
4. Hati hati dengan edema paru yang mengalami rebound ketika
vasokontriksi terjadi setelah heat stroke terkontrol.
Disposisi
1. Semua penderita heat stroke harus dirawat di rumah sakit
2. Pemulihan heat exhaustion tanpa kerusakan end organ dapat
diobservasi di IRD dan kemudian dapat dipulangkan.
Referensi
1. Weiner KS, Khogali M. A physiological body-cooling unit for heatstroke.
Lancet. 1980; 1:507.
2. Gaffin SL, Gardner JW, Flinn SD. Cooling methods for heatstroke
victims. Ann Intern Med 2000; 132(8):678.

65. Hipoglikemi
DEFINISI
Merupakan kadar glukosa darah yang rendah, bisaanya kurang dari 3,0
mmol/l pada pemeriksaan vena, disertai dengan gejala dan tanda yang khas,
yang akan kembali membaik setelah dilakukannya koreksi.

CAVEATS
1 Selalu periksa GDA pada pasien AMS atau kejang.
2 Hasil pemeriksaan gula darah kapiler akan lebih rendah daripada hasil pada
vena dan dapat terlihat rendah pada pasien hipotensi, hipotermi dan edema;
sehingga selalu konfirmasikan adanya hipoglikemi dengan sample vena ke lab.

Penyebab
1 Separuh jumlah kasus terjadi pada pasien diabetes yang sedang
menjalani pengobatan dengan insulin atau sulphonylurea.
2 Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sehat:
1. Medikasi/obat
1. Alkohol
2. Salisilat
3. Non selective beta blocker (dengan kelemahan respon
adrenergic terhadap stress)

233
4. Factitious hypoglycaemia atau overdosis insulin atau obat
hipoglikemik oral.
3. latihan/exercise yang berlebihan
4. Insulinoma
2 Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sakit
1. Sepsis dan syok
2. Infeksi : malaria, terutama dengan terapi quinine atau quinidine
3. Starvasi/kelaparan, anoreksia nervosa
4. gagal hati
5. Gagal Jantung (diffuse disfungsi liver)
6. Gagal ginjal (gluconeogenesis yang terganggu)
7. Endokrin
1. Insufisiensi Hipothalamus-pituitary-adrenal axis pada kortisol
dan growth hormone.
2. Insulin antibodies
8. Non islet cell tumour, cth sarcoma, mesothelioma
9. masalah hati congenital termasuk defek karbohidrat, asam amino
dan metabolisme asam lemak.

Tips khusus Bagi Dokter


1 Prevensi labih baik daripada penyembuhan
2 KIE yang baik dalam ketaatan berobat obat hipoglikemik, insulin dan
makanan serta kudapan yang sesuai.
3 Hindari long-acting sulfonylurea, terutama glibenklamide dan chlorpropamide,
pada pasien usia tua, atau memiliki gangguan hati, ginjal atau jantung.
4 Monitoring ketat glukosa darah pasien, termasuk self-blood glucose monitoring,
akan membantu untuk mengurangi insiden hipoglikemi pada pasian DM.

5 Pastikan keamanan penggunaan obat dirumah:


1. jauhkan obat dari jangkauan anak
2. kurangi kebisaaan menempatkan obat pada container lain untuk
mencegah kebingungan.
3. Beri label dengan jelas
Cek GDA pada semua px AMS. Terapi dini pada hipoglikemi akan
mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Manifestasi klinis
Hipoglikemi dapat muncul dengan manifestasi spectrum luas kelainan neurologik, a.l:
1 Neurogenic/autonomic (BSL sekitar 2,8-3,0 mmol/l): keadaan simpatetic
yang berlebihan dengan diaforesis, takikardi, gugup, dan pucat.

2 Neuroglycopenia (BSL < 2,5-2,8 mmol/l)

234

1.
2.
3.
4.

gangguan perilaku seperti iritabilitas, confusion dan agresi


penurunan tingkat kesadaran
Kejang
Defisit neurologik fokal

MANAJEMEN
1 Tempatkan pada area yang dapat diawasi
1. monitor: EKG, pulse oksimetri, tanda vital
2. berikan oksigen aliran rendah
3. Cek GDA untuk semua px AMS

1.
2.

1.
2.
3.

Anamnesa dan Pemeriksaa


cek riwayat DM, pengobatan, perubahan dosis, penyakit yang baru atau
sudah lama diderita px.
Jika px tidak sadar, lakukan heteroanamnesa, dan pemeriksaan lain.
Pemeriksaan penunjang
Glukosa darah vena, urea/elektrolit/kreatinin, LFT, FBC
Jika px tidak diabet, ambil 1-2 ekstra tube darah on ice untuk insulin serum,
C-peptide dan kortisol sebelum memberi terapi dan evaluasi endokrinologi
lanjutan.
jangan menunggu hasil lab akhir untuk memberikan terapi.

Terapi, tergantung pada tingkat kesadaran dan kerjasama px


1. pasien sadar dan kooperatif
1. terapi oral lebih disukai
2. berikan minuman kaya glukosa (cth glukolin, lucozade, ensure,
isocal, milo, horlicks) dan beri makan px. Catat bahwa 1 kaleng
Ensure memiliki 250 kalori, cf 1 pint D5W memiliki 100 kalori.
2. pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif
1. jika akses IV tersedia, berikan IV dekstrose 50% 40-50ml.
ingat untuk mencampurnya dengan NS karena larutan
hipertonik dapat menyebabkan tromboplebitis.
2. Jika akses IV tidak tersedia, atau jika px sangat tidak kooperatif,
IM atau SC glukagon 1 mg dapat diberikan. Ingat bahwa IM atau
SC glukagon memerlukan waktu beberapa menit lebih lama
daripada IV dekstrose. Juga dapat digunakan pada hipoglikemi
yang terjadi akibat sulfonylurea atau gagal hati.

3. Jika dicurigai alkoholik kronis, berikan IV thiamine 100mg


4. Jika dicurigai ada insufisiensi adrenal, berikan IV hidrokortison 100-200mg.
5. Jika ada trauma lain, berikan profilaksis tetanus.
2 Monitoring
1. periksa GDA 15 menit kemudian, selanjutnya setiap 30 menit pada 2 jam
pertama, dan setiap jam selanjutnya. Monitoring jangka panjang dibutuhkan
bila ada overdosis sulfonylurea dengan glibenklamide atau chlorpropamide.

235
2. Pertimbangkan dosis ulangan jika tidak respon terhadap terapi, atau
berikan infus D5% atau 10% continous, jika ada kemungkinan
penurunan kadar gula darah yang terus menerus.
3. mayoritas pemulihan pasien terjadi dalam 20-30 menit.
4. jika terdapat keadaan AMS yang persisten, walaupun hipoglikemi
telah teratasi, pertimbangkan keadaan patologis lain, serta lakukan
CT scan kepala.
1
Penempatan
1. Bergantung pada beberapa factor :
1. Etiologi hipoglikemi, termasuk agen penyebab.
2. Severitas deficit neurologik dan responnya terhadap terapi.
3. Respon kadar glukosa darah dan butuh replacement yang
terus menerus.
4. Adanya komorbiditis, seperti cedera kepala
5. Lingkungan social, ketersediaan yang merawat px, keinginan
px untuk bunuh diri.
2. secara umum, sebagian besar pasien harus di-MRS-kan dibawah
pengawasan bagian endokrinologi, General Medicine atau spesialis lain
tergantung etiologi dan komorbiditas. Semua kasus hipoglikemi karena
sulfonylurea harus di-MRS-kan karena efek jangka panjangnya.
3. pada kondisi yang menyebabkan kecenderungan hipoglikemi (overdosis
OHGA, kegagalan hati akut, sepsis berat), pertimbangkan MRS di ICU.

4. Jika penyebab hipoglikemi telah diketahui pasti dan bersifat


reversible (cth karena lupa makan setelah injeksi insulin), maka px
dapat dipulangkan setelah keadaan membaik.

236

66.OBSTRUKSI INTESTINAL
TITIK BERAT

presentasi klinis meliputi: nyeri perut, distensi, muntah


dan konstipasi,. Namun, muntah mungkin terlambat pada obstruksi letak rendah

and distensi mungkin minimal pada obstruksi letak tinggi

obstruksi usus dapat dibagi menjadi 2: mekanis dan non-

mekanis ( ileus )

selalu periksa kemungkinan hernia dan rectal tuse.


Sumbatan feses biasanya memberi gejala pseudoobstruksi

apabila sudah terdiagnosis, tentukan apakah terdapat

strangulasi
Tabel 1 penyebab obstruksi mekanis
Perlekatan dari operasi masa lalu
Hernia
Tumor
Batu enpedu
Volvulus
Intusepsi
Inflamatori bowel disease, Crohns disease
Tabel 2 penyebab ileus
1
2
3
4

Postoperative
Hipokalsemia
Uremia
pseudoobstruksi

Tabel 3 strangulasi
1
2
3
4
5

Febris
Shok
Nyeri menetap setelah dekompresi
Peritonitis dan shok
Pada kasus strangulasi karena hernia eksternal, sumbatan terasa
tegang, lunak, tidak dapat berkurang, tidak dipengaruhi impuls batuk
dan terdapat peningkatan ukuran

Tips untuk Dokter Umum


Feses ukuran kecil, yang mungkin oleh pasien dianggap sebagai diare,
kemungkinan adalah diare palsu dan jangan abaikan kemungkinan obstruksi usus

Managemen

pastikan airway paten dengan suplemen

oksigen

237

pasang infus kristaloid 500ml dalam 1-2 jam

pemeriksaan lab. : DL, sample darah,


ureum/creatinin/elektrolit

pasang NGT untuk dekompresi

R: BNO 2 posisi ( berdiri dan supinasi) untuk


melihat dilatasi usus dan udara bebas

EKG pada pasien tua

Pasang kateter untuk mengetahui produksi urine

Jika pernah terjadi strangulasi atau peritonitis, segera

konsultasi dengan ahli bedah

Rochephin

1 gr IV dan metronidazole 500 mg IV

apabila pernah terjadi bowel sepsis

238

67. Ischemic bowel


Penting
1 Ischemic bowel perlu diperhatikan dan disingkirkan pada
penderita dengan nyeri perut yang tiba-tiba akan tetapi
pemeriksaan fisik tidak didapati kelainan fisik yang bermakna.
2 Setelah terjadinya oklusi, dikuti dengan cepat timbulnya
gangren dan perforasi pada saluran cerna
3 Diagnosis awal adalah sangat sukar ketika tanda-tanda
fisisk yang timbul minimal.
4 Faktor resiko
1.

Umur diatas 50 tahun

2.

Riwayat memiliki penyakit katub jantung

3.

Riwayat chronic congestive cardiac failure

4.

Memilki peripheral vascular disease

5.

Riwayat miocard infark

6.

Dysarytmia,

terutama

atrial

fibrilasi

dimana

predesposisi terjadinya emboli


7.

Hypovolemia

8.

Hypotensi

Catatan : ischemic bowel dapat terjadi tanpa didukung faktor resiko


diatas dan pada penderita usia muda. ischemic bowel harus dicurigai
pada semua penderita dengan tanda-tanda peritoneal, dimana nyeri
melebihi dari pemeriksaan fisik yang ditemukan, dan penderita
terlihat sakit berat dan khususnya didapati suatu metabolic asidosis.
Penatalaksanaan
1 Rawat penderita pada tempat yang dapat dimonitor setiap saat
2 Jaga jalan nafas dan beri oxygen aliran tingi

239
1 Beri infus kristaloid dengan aliran rumatan, kecuali jika shock
2 Lab
1. Darah lengkap
2. Urea/Electrolyte/cretinine
3. Analisa Gas Darah, untuk melihat adanya metabolic asidosis yang
tidak dapat dijelaskan dengan kelaianan patologis yang lain.

4. Pemeriksaan coagulasi
5. Persiapan darah protrasfusi 2-4 unit
3 Foto polos abdomen untuk melihat penebalan dinding
saluran cerna, dan udara bebas yang menunjukan adanya
perforasi dari saluran cerna yang mengalami gangren
4 ECG menunjukan dysarytmia tersering berupa Atrial Fibrilasi
5 Pasang NGT dan beri antibiotic (Chepalosporine
IV dan metronidazole IV)
6 Pasang urinary cateter dan monitor produksi urin
7 Konsultasi segera ke bagian bedah

240

68. Malaria
Chong Chew Lan
Caveats
1 Secara klasik, pasien tampak dengan paroxysm atau demam dengan puncak
yang tinggi setiap 48 jam (plasmodium vivax, p. Ovale) atau setiap 72 jam (P.
malariae). Infeksi P. falciparum bisa tidak menunjukkan paroxysm.
2 Pertimbangkan malaria pada semua pasien dengan demam, terutama saat
rekrutmen tenaga militer, pekerja asing dan pasien yang baru saja mengadakan
perjalanan ke India, Amerika Selatan, Afrika atau Asia Tenggara.

3 Chemoprophylaxis bisa jadi tidak menyebabkan malaria sebagai akibat


dari resistensi obat dan dosis yang tidak tepat.
4 Tanda-tanda klinis:
1. Malaise
8. Cerebral oedema
2. Muntah
9. Gagal Jantung
3. Diare
10. Pulmonary oedema
4. Haemolytic anaemia
11. Shock
5. Jaundice
12. Gagal Ginjal
6. Splenomegaly
13. Hypoglycaemia
7. Pusing
2 Penurunan kesadaran bisa sering terjadi, khususnya dengan infeksi p.falciparum.
3 Cari hypoglycaemia sebagaimana malaria dan quinine dapat
menyebabkan hypoglycaemia.
4 Selalu cari komplikasi dari malaria sebagai berikut:
1. Superimposed gram negative sepsis
2. Malaria respiratory distress or pulmonary oedema
3. Cerebral malaria
4. Shock
5. Anaemia
6. Acidosis
2 Mefloquine tidak direkomendasikan pada pasien dengan neuropsychiatric
atau cardiac conduction defects
PENATALAKSANAAN
1 Kirim sediaan darah tebal dan tipis untuk pemeriksaan malaria pada setiap
pasien yang datang dari daerah malaria.
2 Bila parasit tidak terlihat, usapan ulangan harus dilakukan setidaknya dua
kali dalam waktu tiga hari untuk mengeluarkan malaria.
3 Masukkan semua pasien dengan malaria

241

Petunjuk khusus bagi dokter umum


1 Obati dengan quinine atau nefoquine bila terdiaknosa malaria atau
kloroquine bila vivax positif teridentifikasi, sebalum mengirim pasien ke
IRD karena kondisi pasien bisa menurun dengan cepat.
2 Cek level glukosa di klinik dan obati hypoglycaemia bila perlu.
3 Pengukuran pencegahan sederhana melawan malaria pada orang dewasa meliputi:
1. sarankan pasien untuk menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan
repellant, misalnya 30% DEET, kelambu, gunakan pakaian yang bisa
melindungi dari nyamuk dan hindari kulit terbuka mulai sore sampai pagi.
2. bila pasien akan pergi ke daerah malaria, mulai dhemoprophylaxis satu minggu
sebelum bepergian dan lanjutkan hingga empat minggu setelah tiba, berikan:
a mefloquine 250 mg perminggu
b doxycycline 100mg OM or

c moloprim 1 tab mingguan


4 hitung parasit, berhubungan dengan prognosis, dan spesies penginfeksi
harus teridentifikasi.
5 Labs:
1. DL (anemia, sel darah putih rendah atau normal, trombositopenia)
2. Ureum/elektrolit/kreatinin (gagal ginjal)
3. LFT (jaundice)
4. Gula darah (infeksi P. Falciparum atau terapi quinine)
5. Urin untuk hemoglobinuria (blackwater fever)
6 Untuk P. Vivax, P.malariae dan infeksi P.falciparum yang sensitif ringan
terhadap chloroquine (<0.1% hitungparasit):
1. dewasa : Chloroquine phosphate 1 g stat (choloquine base 600 mg) 500
mg 6 jam kemudian, lalu 500 mg per hari selama 2 hari berikutnya.
2. Anank-anak : Chloroquine phosphate 10mg/kgBB hingga maksimum 600 mg
kemudian 5 mg/kgBB dalam 6 jam, dan 5 kg/kgBB per hari selama 2
hari. Diikuti dengan primaquine phosphate (pastikan status G6PD normal)
26,3 mg load (15 mg base) per hari untuk 14 hari selama menyelesaikan
terapi chloroquine untuyk infeksi P. Ovale dan P. Vivax. Beri 0,3 mg/kgBB
base selama 14 hari untuk anak-anak.
Catatan : Terapi primaquine adalah untuk eradikasi stadium ektraeritrositik
dan mencegah relaps.
1 Untuk yang tidak ada komplikasi, P. Falciparum yang moderate (>0,1% tetapi
<5%) sensitif chloroquine, beri quinine sulfat oral 600-650 mg tds (8,3-10
mg/kgBB untuk anak-anak) selama 7 hari dan doxycicline 100 mg bd selama
7 hari. Doxycicline kontraindikasi bagi anak dibawah 8 tahun. Pada keadaan
ini, perpanjang terapi quine sulfat hingga 10 hari. Fansidar (pyrimathaminesulfadoxine), mefloquine, dan artemisinin (qinghaosu) juga masih digunakan.
2 Untuk yang berkompliokasi (cerebral malaria, gagal ginjal, Hb <7mg/dL, ARDS,
hypoglycaemia, dan DIVC) atau infeksi P. Falciparum yang parah (>5%), kirim ke
ICU untuk monitir ketat Tensi, produksi urin, irama jantung dan level gula darah :

1.

Beri quinine dihydrochloride iv 20 mg/kgBB dalam 4 jam, kemudian


10 mg/kgBB dalam 8 jam dan tiap 8 jam selama 72 jam.

242

2.

Ganti dengan sediaan oral bila memungkinkan atau hitung <1% untuk
mengakhiri 7 hari terapi. Monitor parasetemia setiap 6 jam. Bila terapi
efektif, diperkirakan 75% level parasit menurun setelah 48 jam terapi.
Bila parasitemia >10-15%, pertimbangkan mengganti transfusi.
Steroid berbahaya bagi cerebral malaria.

69

70. Miokard Infark, Akut


Caveats
1 2-4% kasus MI secara tidak tepat dipulngkan ke rumah masing-masing.
Mayoritas kasus meliputi kasus pada pasien muda yang tidak dicurigai
AMI, px lansia yang tidak menunjukkan gx yang khas. Sehingga AMI
harus dieksklusikan pada px tua, juga pasien diabetes dengan gejala
kardiak, respirasi, dan neurology yang tidak terjelaskan.
2 Faktor menyebabkan miss diagnosa MI:
1. kegagalan untuk melakukan pemeriksaan penunjang (EKG, serum marker)
2. Tidak dipertimbangkannya dx
3. KRS yang tidak tepat dari ED
4. interpretasi yang salah dari hasil tes (EKG atau serum marker)
5. Terlalu bergantung pada hasil pemeriksaan yang negative (EKG
dan single serum marker yang negative)

Karakteristik AMI yang tidak spesifik :


1.
kepribadian (maskulinitas, calmness, independent, kecemasan yang rendah)
2.
Pola perilaku (kunjungan ke dokter yang rendah, pasien yang menyangkal)
3.
ambang nyeri yang tinggi (kardiak dan non kardiak)
4.
depresi mayor atau psikosa
5.
pasien dementia
6.
misinterpretasi antara dokter-pasien tentang gejala dan tanda AMI
7.
sensori, motorik dan autonomic neuropati
8.
kurangnya pengenalan gangguan CNS akibat iskemik

Di bawah ini merupakan tips manajemen resiko pada pasien dengan


kemungkinan MI
1. usia dan jenis kelamin yang perempuan bukan berarti dapat
menyingkirkan dx iskemik atau infark.
2. riwayat penyakit jantung merupakan factor yang kritikal. Adanya
factor resiko telah membatasi signifikansi diagnosa karena adanya
penyakit kardiovaskular merupakan fakta yang telah diketahui.
3. factor resiko yang relevan dengan nyeri dada : riwayat keluarga,
DM, hipertensi, hiperlipidemia, merokok dan penggunaan kokain.
4. pertimbangkan kebijaksanaan untuk memeriksa rutin EKG pada
pasien tua dengan manifestasi klinis yang berpotensi kardiak.
Tips
1 khusus Bagi Dokter Umum:
Pas ien AMI d apa t men un ju kka n kl in is da n EKG yan g ti da k kha s

jantungHati-hatipadapresentasik linisAMIyangtidakkhaspadapx

tua, diabet, dan px usia muda dengan factor resiko.


1 Ketika AMI telah terdiagnosa, jangan kirim px ke ED
dengan mobil pribadi. Panggil ambulan!
2 Berikan aspirin 300mg secepatnya sebelum merujuk px ke RS.

243

2.
3.
4.

dibawah ini merupakan keluhan anginal equivalent, sindrom dan


manifestasinya:
anginal equivalent complaints : dispneu, nausea/vomiting,
diaforesis, kelemahan/kepeningan, batuk dan sinkope.
Anginal equivalent syndromes : delirium, kebingungan, CVA
Anginal equivalent presentation and findings : cardiac arrest, disritmia
onset baru, gagal jantung kongestif onset baru, bronkospasme yang
tidak terjelaskan, takikardi yang tidak dijelaskan, edema peripheral.

Manajemen
1 oksigen dengan masker, monitoring tanda vital
2 Aspirin oral 300mg
3 S/L GTN 1 tab dan ulang setelah 5 menit (untuk menyingkirkan
perubahan EKG karena spame koroner).
4 Lakukan right-side ECG pada MI inferior untuk menyingkirkan
concomitant right ventricular infarct.
5 Pasang IV plug dan tes darah, cth: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
kardiak, Troponin T, PT/PTT, dan GXM 2U PCT. Hindari arterial puncture.
6 IV morfin 2-5mg bolus lambat. Ulangi dengan interval 10 menit sampai
nyeri berkurang.
7 Pertimbangkan IV metoklopramid 10 mg sebagai antiemetik.
8 IV GTN 20-200g/menit, terutama pada:
1. nyeri dada iskemik yang terus-menerus
2. gagal ventrikel kiri
3. Hipertensi
Meningkat 5-10 g/menit, pada interval 5-10 menit sampai nyeri dada
menghilang atau MAP turun 10%. Hentikan bila terjadi hipotensi. Hatihati pada MI inferior karena pasien dapat mengalami concomitant right
ventricular infarct, dimana nitrat merupakan kontraindikasi.
Pertimbangkan Myocardial salvage therapy, contoh PCI (procedural
coronary intervention) versus trombolisis (PCI lebih disukai bila
tersedia). Lihat tabel 1.
Tabel 1 : Tindakan Reperfusi pada AMI, keuntungan dan Kerugian 2 strategi Reperfusi

Trombolisis
Keuntungan Pemberian cepat
Tersedia luas
Nyaman digunakan

PCI
Efikasi klinis yang lebih baik, cth
patensi pembuluh darah
superior, TIMI grade 3 flow
rate dan penurunan oklusi
Lebih sedikit perdarahannya
Definisi dini dari anatomi koroner

244

memudahkan
terapi
penyesuaian dan stratifikasi
resiko yang lebih efisien
Kerugian

Patensi terbatas, cth arteri terkait Terbatas pada


efikasi yang
infark, terjadi pada 60-85%
terlambat
pada pasien, dengan normal Kurang luas tersedia
TIMI grade
3 epikardial Membutuhkan tenaga ahli
coronary flow pada 45-60%
pasien
Efikasi klinis yang lebih rendah,
cth : reperfusi optimal tidak
tercapai pada >50% pasien, dan
reoklusi infark pembuluh darah
terjadi 5-15% pada minggu I
dan 20-30% dalam 3 bulan
Resiko perdarahan

1
Pertimbangkan apakah pasien merupakan kandidat untuk
terapi trombolitik dengan criteria sbb:
1. nyeri dada khas AMI
2. peningkatan segment ST paling tidak 1mm pada setidaknya 2 lead EKG
inferior atau elevasi paling tidak 2mm pada setidaknya 2 lead EKG anterior

3. Kurang dari 12 jam dari onset nyeri dada


4. Kurang dari usia 75 tahun
2
Jika pasien memenuhi criteria untuk trombolisis, lihat daftar
kontraindikasinya:
1. Suspek aortic dissection
2. riwayat stroke
3. neoplasma intracranial yang diketahui
4. baru mengalami cedera kepala
5. patologi intracranial yang lain
6. hipertensi berat (BP > 180/110)
7. ulkus peptikum akut
8. perdarahan internal akut
9. baru mengalami perdarahan internal (< 1 bulan)
10. baru mengalami pembedahan major
11. baru menjalani pengobatan antikoagulan
12. perdarahan diathesis yang diketahui
13. prolonged CPR (> 5 menit)
14. pemberian trombolitik sebelumnya
15. kehamilan
16. diabetic retinopati
17. Hipotensi (SBP < 90 mmHg)
18. EKG menunjukkan LBBB
19. masalah kesehatan lain yang dapat menghalangi penggunaan trombolitik.
Jika jawaban terhadap salah satu keadaan diatas ada yang ya maka jangan
berikan trombolitik. Diskusikan dengan ahli kardiologi terlebih dahulu.
2
Jika tidak ada kontraindikasi, pertimbangkan pilihan trombolitik, cth
: Streptokinase (SK) versus recombinant tissue plasminogen activator (rtPA):

245
SK
1. paling sering
digunakan dan
ekonomis
2. pilihan yang lebih baik jika resiko
perdarahan intracranial lebih besar
(cth: usia tua) karena penggunaan
rtPA
berakibat
terhadap
peningkatan resiko perdarahan
intracranial.

1.
2.
3.
4.

rtPA
dapat digunakan pada kedua
gender
kurang dari usia 50th
anterior AMI
kurang dari 12 jam dari onset nyeri
dada

1
KIE tentang untung rugi tx trombolitik.
2
Efek samping dari terapi trombolitik meliputi:
1. resiko perdarahan intracranial (1%) lebih tinggi jika
1. usia pasien > 65th
2. berat badan rendah < 70kg
3. hipertensi pada saat datang
4. rtPA digunakan, dibandingkan SK
2. alergi SK terjadi pada 5% pasien yang diterapi untuk pertama kalinya,
terutama pada px yang baru saja mengalami infeksi streptococcus, dan
0,2 % pasien mengalami reaksi anafilaksis yang serius.
3. Hipotensi selama IV SK infusion (15%), penurunan laju infus dan
ekspansi volume.
Dosis terapi trombolitik
SK
rtPA
1. IV SK 1,5 mega unit dalam 100ml
1. 100mg rtPA dilarutkan dalam
NS selama 1 jam
100ml air steril
2. berikan 15mg IV bolus
3. Berikan infus IV 0,75mg/kg selama
30 menit (tidak lebih dari 50mg)
4. diikuti dengan infus IV 0,5mg/kg
selama 60 menit (tidak lebih dari
35mg)
jika pasien syok, selalu cari factor penccetusnya:
lakukan pemeriksaan rectum untuk mencari perdarahan GIT.
jika pasien bradikardi, terapi menurut pedoman ACLS
jika pasien takikardi, terapi menurut pedoman ACLS
jika pasien memiliki right ventricular infarct
1. lakukan right-side lead pada adanya ST elevasi di lead II, III dan
aVF seperti AMI inferior (gambar 1a). cari paling tidak 1 mm ST
elevasi pada V4R, V5R dan V6R (gambar 1b).
2. jika demikian, berikan fluid challenge 100-200ml NS selama 510 menit dan periksa responnya.
3. Bisa diulang jika pasien tidak menjadi sesak dan tidak ada tanda
klinis edema pulmonal.
4. Mulai inotropik (IV dobutamin/dopamine 5-20 g/kg/menit) jika
BP tetap rendah dengan pemberian 500ml cairan IV.
5. jika pasien syok kardiogenik karena komplikasi mekanik, cth disfungsi
otot papillary atau rupture, septal rupture atau tamponade jantung dari
1
1.
2.
3.
4.

rupture dinding dada.


1. konsul kardiologis dan bedah TKV

246
2. sementara
itu
mulai
terapi
support
dobutamin/dopamine 5-20 g/kg/menit.
3. Pasang kateter untuk mengukur output urin.

inotropik,

cth

71 Near Drowning (Nyaris Tenggelam)


Definisi
Drowning syndrome bervariasi dari minimal aspirasi air dengan angka
keselamatan mulai dari yang baik sampai pada severe pulmonary injury
dengan kematian. Bermacam-macam terminology digunakan untuk
mendiskripsikan keadaan sebagai berikut:
1 Tenggelam : proses dimana usaha bernafas untuk menghirup udara
terendam didalam cairan.
2 Near Drowning : tenggelam sebagian dengan temporary survival.
3 Submersion incident : istilah yang paling ntral untuk mendeskripsikan seseorang
yang mengalami efek berkebalikan setelah mengalami tenggelam sebagian di

dalam
air. Caveats
1 Penyelamatan segera (< 5 menit) dan resusitasi awal di tempat
kejadian merupakan kunci keselamatan pasien.
2 Bagian penting pemeriksaan adalah unuk mencari penyebab (cth
trauma, usaha bunuh diri, keracunan, sengatan organisme laut).
3 Hipotermi merupakan komplikasi yang potensial, terutama pada usia
yang lebih muda.
Tips khusus Bagi Dokter Umum
1 Resusitasi di dalam air sulit dilakukan
dan membahayakan jiwa penyelamat.
2 Coba untuk mengeluarkan air yang tertelan
dengan bermacam cara, seperti manuver
Heimlich, masih controversial.
Manajemen prehospital awal
1 Penyelamatan cepat mengeluarkan korban dari air
2 Pemeriksaan ABC
3 Lakukan CPR jika diperlukan
4 Berikan oksigen
5 Pasang akses intravena (jika peralatan
tersedia). Manajemen
6 Focus manajemen adalah menyelamatkan ABC dan koreksi hipoksia
7 Membedakan jenis air, fresh water (surfaktan selamat dari washout) dan salt
water (surfaktan hilang dengan denaturasi), wet atau dry (asfiksisasi karena
laringospasme yang dicetuskan oleh masuknya air ke dalam laring) cukup
bermanfaat untuk memahami kemungkinan mekanisme patofisiologi morbiditas
dan mortalitas namun tidak mempengaruhi manajemen pasien di ED.

247

1 Prosedur drainase paru seperti Heimlich maneuver bersifat controversial.


Tindakan ini tidak direkomendasikan karena efektivitasnya belum terbukti,
bahkan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
2 Antibiotik dan steroid tidak terbukti bermanfaat pada korban near-drowning
3 Diuretik tidak membantu pada non-cardiogenic pulmonary oedema.
Manajemen awal di Rumah Sakit
1 Pindahkan psien ke high acuity area
2 Primary Survey:
1. cek ABC. Pertimbangkan intubasi jika diperlukan
2. C-spine harus distabilkan, hindari gerakan leher
3. berikan oksigen 100%. Beri ventilasi jika pernafasan tidak adekuat.
4. berikan PEEP untuk membantu oksigenasi.
5. resusitasi : mulai CPR jika pasien collaps
6. pasang IV line, periksa darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, dan BGA
7. monitoring penuh px : EKG, parameter dan pulse oksimetri
8. CXR untuk mengetahui severitas aspirasi
9. pastikan px dalam keadaan hangat
10. terapi hipotermia (bisaanya didaerah tropis jarang terjadi, dan
bisaanya ringan : 32-35oC)
1. semua pakaian yang basah harus dipindahkan dan px
dikeringkan
2. berikan insulation yang adekuat (bungkus pasien
dengan selimut kering)
3. cairan untuk pasien harus hangat

Secondary Survey
1. lakukan pemeriksaan kepala sampai kaki untuk mencari penyebab
tenggelamnya px
2. Berikan perhatian khusus pada :
1. perubahan sensorium setelah resusitasi : pengguna alcohol dan obat
2. cedera kepala : lihat tanda pada kepala dan wajah
3. cedera cervical spine merupakan penyebab near drowning
4. Epilepsi : abrasi dan injury pada lidah merupakan petunjuk
5. Disritmia jantung : pemeriksaan EKG dan monitoring penting
6. Diving injury : decompression illness (DCI) atau Cerebral
Arterial Gas Embolism (CAGE)
3. lakukan pemeriksaan serial GCS
Penempatan
1 bisaanya semua kasus near drowning diMRS-kan
2 pasien yang terlihat baik harus ditangani dan diawasi selama 12 jam
dan di-KRS-kan bila:
1. pasien terlihat baik dan sadar
2. tidak ada abnormalitas tanda vital
3. CXR normal
4. memiliki pengawas yang dapat diandalakan di rumah
1. pasien diintubasi

MRS di ICU jika:

248

2. AMS berkelanjutan
3. parameter tidak stabil setelah resusitasi
Prognosis
1
Buruk jika :
1. anak usia < 3 tahun
2. durasi tenggelam diperkirakan > 5 menit
3. tidak resusitasi selama 10 menit setelah penyelamatan
4. datang pada ED dalam keadaan koma atau kollaps
5. delayed respiratory gasp hanya 20 menit setelah penyelamatan.
72.kegawatan di bidang onkologi
Penting
1 Semua pasien malignansi dapat jatuh pada kondisi emergensi/gawat
yang diakibatkan karena pengobatan dengan sitostatika/kemoterapi
atau akibat langsung dari malignansinya.
2 Ada beberapa prinsip penting yang harus diingat bila merawat
penderita tersebut di IRD:
1.bila perlu,dokter yang merawat penderita sebelumnya harus cepat
diberitahu. 2.keterlibatan langsung dokter senior/konsultan harus
dilakukan,penanganan symptom, seperti control nyeri dan membuat
keputusan yang cepat adalah yang diharapkan/ideal.
3.penting untuk mengetahui stadium dari malignansi,respon penderita
terhadap pengobatan,prognosis dan pemilihan terapi yang obyektif(paliatif
atau aktif).Terutama bila penderita datang dalam kondisi kritis dan keputusan
harus segera dibuat,apakah resusitasi aktif harus dilakukan atau tidak.

3 Ada 4 keadaan yang mengancam nyawa pada bidang


onkologi: 1.sepsis netropenia
2.trombositopenia
3.hiperkalsemia 4.kompresi
medulla spinalis

4 Pemberian antibiotic yang segera akan menurunkan mortalitas


penderita malignansi dengan kondisi sepsis netropenia.
5 Jangan memberikan antibiotic di tempat praktek pada penderita malignansi
yang datang dengan demam(>38C). Segera rujuk pasien ke IRD.

6 Harus dicurigai terjadi hiperkalsemia pada semua pasien malignansi


yang mengeluh tidak nyaman.
7 Harus dicurigai metastase ke tulang dengan kemungkinan terjadi
kompresi spinal pada semua penderita malignansi yang datang dengan
keluhan nyeri punggung.
1.Sepsis netropenia
1 Merupakan kondisi yang paling sering terjadi akibat kemoterapi dan fatal.
2 Definisi netropenia adalah jumlah absolute netrofil <
1.000/m Penatalaksanaan:
A.terjadinya sepsis netropenia tergantung jenis obat yang
diberikan(lihat table 1).

249

B.semua penderita malignansi yang dalam pengobatan kemoterapi


atau radioterapi dengan febris >38C harus dirawat di P2 dengan
prioritas tinggi. C.periksa laboratorium/penunjang:
-DL,urea/elektrolit/kreatinin,fungsi hati dan foto thoraks.
D.Bila terjadi netropenia,lakukan penanganan seperti penderita
sepsis,kerjakan: 1.kultur darah,baik kondisi aerobic maupun
anaerobic sebanyak 2 kali (satu pada masing-masing lengan)
2.kultur urin dan tes sensivitas antibiotic,dan 3.kultur
semua pus yang keluar dari tubuh penderita.
E.secepatnya berikan antibiotic (setelah darah untuk kultur diambil) sebelum

MRS:
1.ceftazidime intravena(Fortum) 1-2 gram dan gentamisin 2mg/kgBB.
2.bila pasien tampak parah,berikan ceftazidime intravena(Fortum)
2gram,dan amikasin 7.5mg/kgBB.
Peringatan:bila penderita alergi penisilin,maka kombinasi antibiotic
yang poten adalah ciprofloksasin intravena dan gentamisin
intravena.Bila terdapat infeksi kulit,maka kloksasilin harus diberikan.
F.disposisi pasien:kirim ke ruang onkologi(ruang isolasi)
Peringatan:
1. jangan melakukan injeksi IM,pemasangan kateter atau colok dubur
kecuali kondisi pasien kritis.
2. untuk semua penderita malignasi yang dalam pengobatan
kemoterapi/radioterapi dengan keluhan demam tapi hasil hitung
absolute tidak netropenia,tidak perlu memberikan antibiotic di IRD.
3. bila penderita dalam pengobatan kemoterapi,tapi tidak ada febris
dan tidak netropenia,lebih baik penderita dirawat,terutama bila
durasi terjadinya keadaan netropenia belum terlewati(kecuali bila
dokter yang merawat penderita tersebut mengijinkan untuk pulang).
2.Trombositopenia
1 akan terjadi ancaman perdarahan sistim saraf pusat bila jumlah
trombosit <20.000
2 panatalaksanaan:
A.rencana tranfusi 6 labu
trombosit. B.peringatan:
-hindari suntikan IM,hindari pemberian NSAIDs
dan, -pasien dipaksa untuk istirahat total.
C.disposisi:kirim ke ruang onkologi.
3.Hiperkalsemia
1 definisi jumlah serum kalsium yang terionisasi yang meningkat diatas normal.
2 Pertimbangan untuk diagnosis:
Sulit untuk mendiagnosis hiperkalsemia berdasarkan keluhan pasien dan secara
klinis,tapi tanda-tanda umum yang dapat membantu:
1.nyeri/sakit,letargi,lemah,mual/muntah,dehidrasi,poliuria,polydipsia,konstipasi,
bingung,penurunan kesadaran,kejang dan koma.

250

1 Harus dicurigai terjadi hiperkalsemia semua penderita kanker yang


merasa tidak nyaman atau depresi,terutama jenis kanker yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia,misalnya karsinoma skuamous sel,kanker
payudara,limfoma,mieloma dan clear cell.
2 Pemeriksaan lab: kadar ion kalsium dalam serum.
3 Penatalaksanaan: rehidrasi aktif dengan normal salin sampai 34liter/24 jam(pada kondisi berat) untuk koreksi dehidrasi dan untuk
meningkatkan produksi urin dan ekskresi kalsium(100-250ml/jam)
4 Hati-hati bila memberikan diuretika,karena dapat memperberat
hiperkalsemia,kecuali pasien dalam kondisi kelebihan cairan.
4.Kompresi medulla spinal
1. Komplikasi ini terjadi pada penderita kanker lanjut dan menurunkan
survival rate.
2. Kemampuan untuk dapat berjalan dan rendahnya ketergantungan
penderita pada keluarganya adalah penting bagi penderita
kanker.Maka dari itu,kondisi ini benar-benar emergensi, dan dapat
dihambat bila pasien tidak terlambat berobat.
3. Gejala-gejala yang muncul:
1.nyeri punggung(sifatnya local atau menjalar),terjadi >95%
kasus. 2.nyeri tekan pada daerah yang terjadi kompresi.
3.gejala lain,yaitu:lemah,perubahan sensoris,atau refleks fisiologis
menurun munculnya pada proses kompresi yang lanjut,Jadi jangan
menunggu gejala ini datang.
2 Penatalaksanaan:
1. 1.periksa foto untuk mengevaluasi vertebra dan medulla
spinalis,memiliki sensitivitas tinggi 85% untuk dapat menemukan:
-kolaps vertebra(sensitivitas 87%)
-destruksi pedikel(sensitivitas 31%)
-destruksi lisis(sensitivitas 7%)

2.pendekatan praktis:
A.nyeri punggung tanpa disertai deficit neurologist:
1.foto roentgen vertebra,bila normal rencanakan pemeriksaan

scan tulang
2.bila foto roentgen tidak normal,cepat lakukan MRI/mielogram.
B.nyeri punggung dengan deficit neurologist, segera berikan injeksi

steroid

pada
Pasien dengan riwayat pasti menderita kanker(adanya
hasil PA) 1.secepatnya steroid diberikan,bila kompresi
spinal sudah dipastikan atau
diduga kuat atau,
2.kolaps vertebra,

3.hilangnya gambaran pedikel pada roentgen.


Berikan deksametason dengan dosis 12-16 mg dilarutkan dalam
50ml normal,secara infuse cepat,dilanjutkan 4mg tiap 6 jam.
4.secepatnya kontak dan konsultasi dengan oncologist.
Peringatan:bila tidak ada bukti nyata bahwa pasien benar-benar

menderita kanker

251

Maka steroid jangan diberikan,tapi kontak ahli onkologi untuk minta saran.

5.Efusi pleura massif


1 Pasien kanker yang datang dengan sesak nafas dan hasil pemeriksaan sistim
respirasi dullness,resonansi vocal yang tidak simetris/normal,suara nafas yang
menurun/menghilang pada auskultasi dan gambaran radioopak yang homogen
pada hemitoraks.Deviasi trakea dan mediastinum dapat terjadi.

2 Penatalaksanaan:
1.pasien dirawat di P1 dan berikan O2 100% via masker,untuk
mempertahankan Saturasi >95%.
2.monitor ketat tanda-tanda vital.
3.aspiration percobaan cairan pleura,dan bila positif dilanjutkan
pemasangan chest tube,no 28-32F.
6.Efusi pericardial
1 Komplikasi ini sering pada pasien kanker paru dan kanker
payudara,tapi dapat terjadi oleh kanker lain,seperti limfoma yang
menunjukkan metastase ke pericardium.
2 Mendiagnosis efusi pericardial sulit,tapi dapat dicurigai bila
terdapat: 1.sinus takikardia
2.hasil EKG yang low voltage.
3.suara nafas yang bersih.

4.JVP distended(kussmauls sign)


5.Pulsus paradoksal(tekanan darah systole turun >10mmHg saat inspirasi).
Diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan transthoracic echocardiography.

1 Penatalaksanaan :
1.bila penderita hipotensi,maka tindakan drainage harus cepat
dilakukan.Kirim ke ahli jantung untuk dilakukan perikardiosentesis yang
sifatnya hanya sementara,sedangkan terapi definitifnya pericardial
window yang harus dilakukan kemudian.
7.Emboli paru
1 Pasien kanker resiko untuk terjadi DVT dan emboli paru meningkat
akibat tirah baring yang lama dan masalah hiperkoagulabilitas.(lihat
alur penanganan Emboli Paru)
2 Mampu mendiagnosis awal dan penanganan yang tepat akan
memberikan hasil yang lebih baik.
3 Penatalaksanaan:segera kontak ahli onkologi/IPD.Bila mungkin pasien
dipersiapkan untuk CT scan spiral dengan kontras intravena.

252

73 Pankreatitis Akut
Definisi
1 proses inflamasi akut pada pancreas dengan keterlibatan bermacammacam jaringan regional atau system organ lain.
2 Secara klasik, dikarakterisasi dengan adanya nyeri abdomen dan
terkait dengan adanya hiperamilasemia.
Caveats
1 Secara klasik, pankreatitis akut terkait dengan kadar serum amylase
yang tinggi (nilai ambang dengan spesifisitas tinggi diatas 1000U/L
atau 4 kali normal). Keadaan ini tidak selalu harus ada.
2 Pasien dengan eksaserbasi akut pankreatitis akut sering menunjukkan
subtreshold peningkatan serum amylase karena penurunan volume
jaringan pancreas yang berfungsi.
3 Peningkatan kadar amylase dapat terlihat pada semua patologi
abdomen yang akut namun tidak mencapai nilai ambang yang klasik.
4 Lihat tabel 1 untuk mengetahui ddx pankreatitis
Tips khusus Bagi Dokter Umum
1 Hati-hati terhadap presentasi yang tidak khas : nyeri
sering terdapat pada abdomen bagian tengah atau
epigastrium, tapi tidak selalu demikian. Jika terkait
dengan patologi lain, cth batu common bile duct (CBD)
dan/atau kolangitis, px dapat melaporkan gx yang

Target Manajemen
Mengetahui:
1 Apa penyebab penkreatitis? Penyebab mungkin antara lain batu empedu
dimana px memiliki riwayat kolik bilier sebelumnya atau fat dyspepsia.
Konsumsi alcohol kronik juga merupakan penyebab umum, dimana keluhan
nyeri abdomen ditemukan pada pengkonsumsi alcohol berat. Lihat tabel 2.

2 Seberapa parah pankreatitis? Lihat petunjuk sbb:


1. Tanda kehilangan cairan yang berlebihan (Third space losses) dan
compromised end organ perfusion.
1. Secara klinis dehidrasi

253
2. Kebingungan
3. Ascites
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat > 10%)
5. Peningkatan urea/creatinin
6. Asidosis metabolic
2. Tanda kegagalan organ
1. Koagulopati (DIC screen posistif)
2. Gagal ginjal (peningfkatan kreatinin, asidosis metabolic,
hiperkalemia)
3. Distress respiratori dan hipoksia (PaO2 dan SaO2 rendah)

3. Tanda sepsis
1. komplikasi septic local (abses pankreatik, atau nekrosis pankreatik
terinfeksi) tidak terjadi awal, namun setelah 1 minggu kemudian,
disertai tanda sepsis (demam tinggi dan peningkatan TWC).
2. Jika demam tinggi terjadi pada awal prankreatitis, pertimbangkan
penyebab sepsis non pankreatik. Penyebab umum adalah kolangitis
sekunder obstruksi bilier. Cari gambaran kolestatik pada hasil LFT.

4. Tanda lain dari severe pankreatitis


1. ekimosis abdomen. Mungkin di daerah flank (tanda GreyTurner) atau area periumbilikal (tanda Cullens)
2. tanda hipokalsemi, cth spasme karpopedal dan tetanus.
3. Glukosa darah > 10mmol/l

Tabel 1 : Diagnosa Banding Pankreatitis


Lokasi patologi
Contoh
Abdomen
Perforasi Ulkus peptikum
Eksaserbasi akut dyspepsia ulkus peptikum
Kolik bilier
Kolangitis
Iskemik bowel
Aneurisme aorta abdominal
Diseksi aorta abdominal
Supradiafragmatika
Pneumonia basalis
Acute coronary syndrome

Protokol Manajemen
1 Pada semua pasien pankreatitis akut
1. puasakan px
2. mulai drip saline. Bila tidak ada dehidrasi, berikan dengan
maintenance rate 2,5-3 liter/hari.
3. berikan oksigen dengan masker
4. jika px vomit (karena gastroparesis) masukkan NGT untuk

dekompresi lambung

254

5. berikan analgesic parenteral. Opiate seperti pethidin tidak secara


tegas menjadi kontraindikasi dan memberikan penghilang nyeri
yang terbaik. Hindari NSAID pada px dehidrasi atau organ
compromise karena resiko nefrotoksik.
6. jika pasien memiliki riwayat penyakit ulkus peptikum, berikan
profilaksis terapi supresi asam. Reduksi asam tidak mempengaruhi
keparahan pankreatitis.
7. lakukan penentuan serum amylase.
8. lakukan CXR, untuk mencari respiratory compromise dan mengeksklusi
ddx lain, seperti pneumonia basalis atau perforasi viscus.

9. pada px dengan factor resiko kardiak, lakukan EKG dan enzim


kardiak untuk mengeksklusi angina atypical/AMI.
10. pada pasien dengan tanda kolangitis (demam tinggi, peningkatan TWC dan
kolestatik LFTs) berikan antibiotik IV setelah sebelumnya melakukan kultur

darah. Gunakan cephalosporin generasi ketiga, cth : cefuroxime


atau ceftriaxon, bersamaan dedngan metronidazole. Jika px
sensitive terhadap penicillin, ganti cephalosporin dengan
ciprofloxacin. Hindari gentamycin karena bersifat nefrotoksik.
Catatan : tidak perlu memberikan antibiotik untuk pankreatitis tanpa komplikasi

11. mulai input/output charting untuk pemeriksaan kehilangan cairan


12. tidak perlu untuk selalu melakukan seluruh pemeriksaan lab pada saat
di ED. Pemeriksaan dapat dilakukan setelah px berada di bangsal.
13. kasus ringan pankreatitis akut dapat di MRS-kan pada bagian
bedah umum atau bagian gastroenterology.
1.
Pada px dengan tanda pankreatitis berat:
1. lakukan pemeriksaan tersebut diatas
2. monitor pasien
3. jika terjadi kegagalan nafas, lakukan intubasi dan ventilasi pasien
4. Lakukan pemeriksaan lab:
1. FBC
2. Urea/elektrolit/kreatinin termasuk kalsium
3. Liver function test
4. BGA
5. Kultur darah
5. mulai pemberikan profilaksis antibiotik sistemik.
6. tidak ada penelitian mengenai manfaat menggunakan obat lain
seperti somatostatin atau octreotide.
7. ketika terdapat gambaran pankreatitis akut, atau jika pankretitis
didiagnosa pada pasien lansia (>70 th), konsul ke bedah umum, untuk
kemungkinan intervensi pembedahan pada komplikasi yangmungkin
terjadi cth nekrosis pakreatik terinfeksi atau abses pankreatik.
8. Pasien pankreatitis severe MRS di bagian high dependency care. Pasien
dengan tanda gagal organ harus MRS di SICU untuk perawatan definitive.

255

82. Poisoning ( Keracunan ), Organofosfat


Caveats
1 Agent aktif pada banyak pestisida dan insektisida adalah parathion,
yang berikatan secara irreversible dengan kolinesterase untuk
membentuk ikatan dietilfosfat.
2 Atropin merupakan antidote fisiologi antimuskarinik yang bekerja
secara kompetitif memblok efek muskarinik asetilkolin.
3 Atropin tidak memiliki efek pada reseptor nikotinik pada myoneural
junction pada otot bergaris, yaitu tidak akan mengembalikan paralysis.
4 Pralidoxime merupakan antidote biokimia yang bereaktivasi dengan
kolinesterase yang menyebabkan proses fosforilasi oleh organofosfat. Naumn
pralidoxine harus diberikan dalam waktu 24-36 jam pertama setelah paparan.
Jika tidak, molekul kolinesterase dapat berikatan erat serta kolinesterase baru
akanmembutuhkan waktu berminggu-minggu untuk regenerasi.

5 Presentasi klasik : pasien dengan vomiting dan diare, diaforesis, nafas


berbau insectisida dan pupil yang kecil. Hati-hati dx yang berlebihan
terhadap gastroenteritis.
Tips Khusus bagi Dokter Umum:
1 Rujuk semua px demngan suspek keracunan
oragnofosfat walaupun masih asimptomatik.
2 Waspada bahwa vomiting, diare dan hipotensi dapat

Patofisiologi
1 Organofosfat menghambat asetilkolinesterase, yang akan berakibat pada
akumulasi asetilkolin yang berlebihan pada myoneural junction dan sinaps.

2 Asetilkolin yang berlebihan akan mengeksitasi kemudian membuat


paralise, neurotransmisi pada motor end plate dan menstimulasi
nikotinik dan muskarinik:

256

1. efek muskarinik : singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena


gejala dan tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D Diare
U Urinasi

M Miosis (absent pada 10% kasus)


B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis

L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
2. Efek Nikotinik
1. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
2. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan
flaccid muscle paralysis
3. Efek CNS
1. Ansietas dan insomnia
2. depresi nafas
3. Kejang dan koma
Manajemen
Terapi suportif
1 Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena
absorsi perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
2 Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi
yang selalu tersedia.
3 Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.
4 Pertahankan patensi jalan nafaslakukan intubasi orotrakeal jika px
apnue, atau tidak memiliki gag reflex. Suction aktif berkala dibutuhkan
bila ada bronkorhoea.
5 Berikan oksigen aliran tinggi via non-rebreather reservoir mask.
6 Lakukan gastric lavage jika ada indikasi, terutama pada beberapa jam
pertama setelah ingestion.
7 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
8 Pasang jalur IV.
9 Cairan IV : kristaloid untuk menggantikan hilangnya cairan melalui
vomiting dan diare.
10 Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, kolinesterase plasma gaster dan
specimen toksikologi serum
Terapi Obat
1 Arang aktif via gastric lavage tube. Dosis 1g/kgBB
2 Atropin : obat pertama yang diberikan pada keracunan simptomatik.
1. penggunaan utamanya adalahreduksi bronkorrhoea/bronkospasme
2. Dosis besar mungkin dibutuhkan untuk mengontrol sekresi jalan nafas.
Dosis : dewasa : 2 mg IV tiap 10-15 menit prn; dosis dapat digandakan
tiap 10 mneit sampai sekresi terkontrol atau tanda atropinisasi jelas (flush,
kulit kering, taikardia, midriasis, dan mulut kering).
Anak-anak : 0,05 mg/kgBB tiap 15 menit prn, dosis dapat digandakan
tiap 10 menit sampai sekresi terkontrol.

257
1 Pralidoxime (2-PAM, Protopam)
1. pralidoxime harus diberikan dengan atropine pada tiap pasien simptomatik
2. efek akan terlihat dalam 30 menit dan meliputi hilangnya kejang
dan fasikulasi, perbaikan kekuatan otot dan pemulihan kesadaran.
3. pemverian pralidoxim bisaanya mengurangi jumlah atropine yang diberikan
serta dapat unmask toksisitas atropine.
Dosis : Dewasa : 1gm IV selama 15-30 mneit; dapat diulang dalam 1-2 jam prn
Anak-anak : 20-25 mg/kgBB IV selama 15-30 menit; dapat diulang 1-2 jam.

1 Diazepam (Valium) : digunakan untuk mengurangi kecemasan dan


restlessness dan mengontrol kejang.
Dosis : 5-10 mg IV untuk kecemasan/restlessmess
Catatan : dosis dinaikkan sampai 10-20 mg IV mungkin diperlukan
untuk mengkontrol kejang.
Penempatan
1 Lakukan konsultasi pada general medicine pada HD/ICU
2 Untuk kasus terapi keracunan subklinis yang tidak diperlukan, namun
px harus MRS setidaknya 24 jam untuk meyakinkan bahwa keracunan
yang delayed tidak akan berkembang.

BAB 74
PID (penyakit radang
pelvis) Penting :
Kehamilan ektopik dan radang pelvis banyak terjadi pada pasien dengan
keluhan nyeri perut bawah .
Kreteri dari nyeri pelvis :
Ada trias klasik berupa nyeri/tenderness bagian perut bawah, nyeri gerak cervixal dan
nyeri pada kedua adnexa yang dideteksi dengan colok rektal atau vaginal. Gejalanya
meliputi keluarnya cairan vaginal, perdarahan atau dispareunia. Panas lebih dari 38 C,
mual dan muntah serta ditemukan cairan purulen pada 95% wanita dengan spekulum.
Jika ada masa diadnexa bisa juga terdapat abses tuba maka perlu dilakukan USG.

Faktor Predisposisi :
1. Banyaknya patner sexual

258

2. Usia terlalu muda untuk aktivitas sexual


3. Riwayat penyakit sexual
4. Pemeriksaan hysterosalpingography dengan alat pada bagian bawah alat genital.
5. Aborsi
6. Kontrasepsi
7. Seringnya kencing
8. Merokok
Keadaan umum pada nyeri abdomen supakut adalah nyeri yang dalam dan
bilateral. Satu sisi perut nyeri dan ketegangan adnexa bukan radang pelvis.
Bisa juga terjadi nyeri kedua sisi perut dan ketegangan adnexa seperti
kehamilan ektopik, abses tuba ovarium atau torsi adnexa. Pada wanita yang
kena apendiksitis gejala nampak singkat dengan gejala gastrointestinal lebih
menonjol, penderita kelihatan sakit dan lokasi diperut kanan bawah. Untuk
membedakan dengan kehamilan dilakukan pemeriksaan DL dan UL.
Penatalaksanaan
1. Menatalaksanaan di UGD.
2. Melakukan swab vagina untuk kultur, juga swab indocervikal untuk
menemukan klamidia atau gonococus.
Tips:
Konsul obstetri dan ginekologi jika didtemukan keadaan pasien yang toksic,
tidak

berespon

terhadap

pengobatan,

hamil,

muntah,

abses

tuboovarium, defisiensi imonologi, atau pasien yang lemah.


1. Pemberian infus dan darah juga pemeriksaan lab : DL, RFT, elektrolit.
2. Rehidrasi diberikan pada keadaan membutuhkan atau nyeri bisa dikontrol.
3. Melepas kontrasepsi

259

4. Pada keadaan radang akut pelvis diberikan antibiotik


1. Generasi II atau III cephalosporin (cefriaxone 250 mg IM)
2. Tetracycline 500 mg oral selama 10 14 hari atau doxycicyline 100 mg
oral selama 10 14 hari dapat bergantian dengan erythromixin 500 mg
per oral untuk 10 14 hari jika alergi dengan tetra.
3. Metronidazole diberikan IV atau peroral selama 14 hari.
1- Jika pasien keluar cairan maka selama 48 72 jam tidak boleh melakukan
hubungan sexual selama 2 minggu dan mengobati patner sexual.

2- Pasien dilakukan tes syphilis, hepatitis, dan HIV.


75. PENYAKIT ULKUS PEPTIK / DYSPEPSIA
PERHATIAN
1 Sebagian besar pasien tidak datang ke IRD dengan penyakit ulkus peptik karena
keadaan tersebut hanya dapat didiagnosis secara endoskopis atau radiologis.
Sebagian besar datang dengan nyeri/rasa tidak enak pada perut kanan atas.

2 Diagnosis dyspepsia harus dipertimbangkan dahulu pada pasien


dengan nyeri/rasa tidak enak perut kanan atas kronis.
3 Semua pasien berusia 40 tahun ke atas yang mengalami dyspepsia
harus diperiksa secara teliti terhadap kemungkinan keganasan lambung.
4 Ulkus duodenum umumnya terjadi pada orang berusia 30-50 tahun
sedangkan ulkus gaster umumnya pada orang berusia diatas 60 tahun.
5 Helicobacter pylori (H. pylori) berperan dalam >95% kasus ulkus
duodenum dan 70-80% kasus ulkus gaster.
6 Penyebab kedua terpenting ulkus peptik adalah NSAID yang berperan
pada sebagian besar kasus ulkus dengan H. pylori negatif.
7 Penyebab lain yang jarang adalah kondisi hipersekresi patologis
seperti gastrinoma (Zollinger-Ellison syndrome).
8 Alkohol tidak terbukti berkaitan dengan ulkus peptik. Akan tetapi ulkus
lebih sering ditemukan pada pasien dengan sirosis hati, suatu penyakit
yang berkaitan dengan konsumsi alkohol.

260

1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum

H. pylori dan NSAID menyebabkan 90% lebih ulkus peptik


Semua pasien berusia > 40 tahun dengan dyspepsia harus dilakukan endoskopi untuk menyingkir Semua
pasien dengan dyspepsia dan gejala yang mencurigakan seperti penurunan berat badan massa di abdomen
harus dirujuk pada ahli gastroenterologi untuk dilakukan endoskopi.
Selalu waspada terhadap komplikasi ulkus seperti perdarahan (lemas badan dan melena) dan mun tersebut
merupakan kedaruratan yang memerlukan rujukan ke RS segera.
Pembedahan jarang diperlukan dan hanya bila terdapat komplikasi seperti perdarahan hebat berula

GEJALA
1 Pasien dengan ulkus peptik tanpa komplikasi umumnya datang dengan
nyeri atau rasa tidak enak pada perut. Selera makan yang buruk, rasa
terbakar, mual dan muntah juga dapat ditemukan.
2 Gejala yang mencurigakan meliputi: penurunan berat badan,
hematemesis atau melena, anemia, disfagia, teraba massa di abdomen.
3 Ulkus gaster dan duodenum tidak mungkin dibedakan hanya
berdasarkan riwayat penyakit semata, walaupun pasien ulkus gaster
cenderung berusia lebih lanjut dan sering disertai penurunan berat badan.
4 Nyeri secara khas terletak di epigastrium, tetapi dapat pula muncul di
dada bagian bawah atau hipokondrium kiri, dan terbatas pada daerah
yang sangat kecil (Pointing sign).
5 Nyeri cenderung muncul pada saat pasien lapar, 1 sampai 3 jam
setelah makan, membangunkan pasien di malam hari, mereda dengan
pemberian makanan, antasida, muntah serta ditandai oleh remisi dan
eksaserbasi. Nyeri akibat ulkus dapat menjalar ke punggung.
6 Diagnosis ulkus peptik tidak dapat ditegakkan atau disingkirkan
berdasrkan anamnesis semata. Nyeri yang khas ulkus dpaat muncul pada
pasien dengan dyspepsia non-ulkus. Di sisi lain, ulkus asimtomatik lebih
sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi NSAID.
7 Ulkus asimtomatik dapat datang dengan perdarahan. Pasien bisa jadi tidak
menyadari bila ia mengalami perdarahan, tetapi hanya merasa letih dan lemas akibat
anemia. Jika jumlah perdarahan besar, akan ditemukan hematemesis dan melena.

TATA LAKSANA
Tujuan tata laksana rasa tidak nyaman perut atas adalah untuk:
1 Membuat diagnosis kerja (lihat Nyeri, Perut)
2 Meredakan gejala
3 Menentukan pasien yang memerlukan rawat inap
4 Menentukan pasien yang memerlukan konsultasi spesialis.
Tata Laksana Gejala
Setelah menyingkirkan penyebab yang mengancam nyawa, yaitu IMA, diseksi
aorta, ruptur aneurisma aorta abdominalis dan penyebab penting lain seperti
perforasi ulkus peptik, pankreatitis, pasien harus diberi pereda keluhan.

261

Berikan magnesium trisilicate (MMT)/aluminium hydroxide 40-80 ml dan


antispasmodik seperti hyoscine-N-butylbromide (Buscopan) 40 mg IM
atau IV atau penghambat H2 oral.
Catatan: Secara statistik, penyakit ulkus peptik merupakan 10-15% kasus
nyeri perut yang akan berespon terhadap pemberian MMT.
1 Tidak ada tempat untuk pemberian penghambat H 2 IV atau penghambat pompa
proton. Hanya terbukti bermanfaat pada kasus ulkus peptik dengan perdarahan.

2 Pulangkan pasien dengan MMT atau Buscopan pada kasus


dyspepsia saja sementara menunggu diagnosis definitif dibuat di poliklinik
spesialis gastroenterologi.
3 Untuk pasien dengan nyeri/rasa tidak enak pada perut yang bersifat
akut, tidak ada indikasi terapi lebih lanjut.
4 Tidak ada tempat untuk dilakukannya eradikasi H. pylori di IRD untuk
penyakit ulkus peptik dan dyspepsia non-ulkus.
DISPOSISI
Indikasi Rawat Inap
1 Perdarahan: hematemesis, melena. Rawat di ruang gastroenterologi
atau bedah umum, sesuai kebijakan setempat.
2 Perforasi: rawat di ruang bedah umum.
3 Penyempitan dan obstruksi: sulit didiagnosis di IRD, tetapi pasien datang
dengan muntah atau tanda obstruksi usus. Rawat di ruang bedah umum.
4 Tidak berespon terhadap terapi di IRD, hanya jika dengan gejala berat:
rawat di ruang gastroenterologi.
5 Nyeri perut dengan demam dan ikterus: rawat di gastroenterologi.
Indikasi Rujukan Poliklinik Spesialis Gastroenterologi
1 Onset dini gejala baru pada pasien berusia >40 tahun.
2 Adanya gejala yang mencurigakan: penurunan berat badan, hilangnya nafsu
makan, hematemesis, melena, anemia, disfagia, teraba massa di abdomen.
3 Gejala yang menetap sekalipun dengan pemberian terapi empiris (antagonis
H2). Catatan: Episode tunggal nyeri/rasa tidak nyaman pada perut (tanpa adanya
gejala yang mencurigakan) tidak perlu dirujuk ke poliklinik spesialis karena keluhan
ini sangat umum dan biasanya non-spesifik dan swasirna.

Advis Saat Penderita Dipulangkan


Ingatlah untuk selalu memulangkan penderita dengan advis untuk kembali ke IRD
segera bila terdapat demam, nyeri perut bawah, diare persisten atau muntah.
Ingatlah bahwa nyeri perut atas dapat merupakan gejala awal appendisitis akut.

262

76. KONDISI PERIANAL


PERHATIAN
1 Perdarahan per anum umumnya segar dan berwarna merah terang. Darah
yang bercampur dengan tinja menunjukkan etiologi yang lebih proksimal.

2 Nyeri dan perdarahan yang timbul saat defekasi terjadi pad fisura ani.
Perdarahan yang berasal dari wasir umumnya tanpa nyeri.
3 Pada abses perianal yang dalam dapat ditemukan nyeri kronis yang
menetap pada anus dengan sedikit tanda klinis. Pada keadaan ini diperlukan
evaluasi ultrasound endoanal oleh seorang ahli bedah saluran cerna.
4 Abses perianal yang berulang pada daerah yang sama menunjukkan
adanya fistula ani yang mendasarinya.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan menganggap perdarahan rectum pada pasien

berusia pertengahan atau lanjut semata berasal dari wasir.


Rujuk pasien pada ahli bedah saluran cerna untuk
menyingkirkan lesi pada saluran cerna yang lebih
proksimal.
Jangan pernah menganggap perdarahan rectum yang

HEMORRHOID
1 Tampilan klinis
1.
Perdarahan per rectum berwarna merah segar yang umumnya
terjadi setelah defekasi.
2.
Perdarahan dapat terjadid alam jumlah yang bervariasi, tetapi
umunya swasirna.
3.
Adanya massa yang prolaps memerlukan reduksi manual.
4.
Massa yang prolaps dan nyeri serta berwarna kebiruan
menunjukkan adanya trombosis dan umumnya tak dapat direduksi.
5.
Hemorrhoid derajat I tidak tampak di anus setelah defekasi.
Gejala utama adalah perdarahan setelahd efekasi.
6.
Hemorrhoid derajat II menonjol melalui anus pada saat defekasi
tetapi tereduksi secara spontan.
7.
Hemorrhoid derajat III tetap berada diluar anus kecuali didorong
kembali secara manual.
8.
Hemorrhoid derajat IV tidak dapat didorong kembali ke dalam anus.
2 Tata laksana akut
1.
Perdarahan akibat hemorrhoid derajat I dan II
1.
Tenangkan pasien
2.
Lakukan pemeriksaan RT dan anuskopi untuk
menyingkirkan etiologi yang lebih proksimal.

263

3.
Pulangkan pasien dengan pemberian bulking agents
selama 6 minggu, misalnya dengan 1 sachet ispaghula, 2x/hari;
atau dengan micronized flavonoids dengan dosis 2x3 tablet selama
3 hari kemudian 2x2 tablet selama 2 minggu.
2. Perdarahan akibat hemorrhoid derajat III dengan trombosis ringan
1. Baringkan pasien telungkup dan berikan kompres es untuk
mengurangi edema.
2. Berikan analgetika parenteral, missal NSAID atau agonis opiat.
3. Upayakan reduksi manual dengan sejumlah besar pelumas.
4. Jika berhasil, pulangkan pasien dengan pemberian analgetika,
bulking agents dan flavonoid.
5. Jika tidak berhasil, rawat inapkan pasien untuk tata laksana lebih lanjut.
HEMATOM PERIANAL

Tampilan klinis
1.
Akibat robekan pembuluh darah dari kompleks vena hemorrhoid eksterna.
2.
Pada pemeriksaan terdapat tumor kebiruan yang sangat nyeri.
3.
Nyeri umumnya menjadi makin hebat dalam 2 hari pertama dan mereda pada
hari ke-5.

Tata laksana akut


1. Dalam 2 hari pertama, lakukan insisi dan drainase di IRD
1. Desinfeksi kulit perianal dengan betadine (tanyakan terlebih dulu
mengenai riwayat alergi).
2. Infiltrasi daerah sekitar hematom dengan 5 ml larutan lidokain
1% dengan menggunakan jarum 22G.
3. Buat insisi melingkar kecil yang megnarah ke anus dan lakukan
evakuasi hematom dengan membukanya.
4. Lakukan penekanan langsung untuk menghentikan perdarahan
yang merembes
5. Sisipkan tampon pita.
6. Pulangkan pasien dengan pemberian analgetika dan bulking
agent untuk mencegah konstipasi ataupun mengedan.
7. Tampon pita dapat dibuang pada hari berikutnya oleh pasien
setelah melakukan rendam duduk (larutkan 2 sendok makan garam
dalam air hangat, gunakan untuk rendam duduk).
8. Rujuk pasien pada ahli bedah digestif untuk kunjungan lanjutan
di poliklinik.
2. Setelah 2 hari, tenangkan pasien dan pulangkan pasien dengan
pemberian analgetika dan bulking agent.
FISURA ANI
1
Tampilan klinis
1. Perdarahan per rectum berwarna merah terang saat defekasi.
2. Nyeri yang hebat menjadi pembeda keadaan ini dengan wasir.
3. Penyebab yang sering memperberat keadaan ini adalah asupan cairan
yang kurang dan diet yang rendah serat.
4. Pemeriksaan RT menunjukkan adanya robekan berbentuk garis di posterior
dan anterior saat menyusuri dinding anus perlahan. Pemeriksaan RT mungkin
sulit dilakukan akibat nyeri yang hebat dan adanya spasme.

264

Tata laksana akut: jika nyeri sangat hebat sehingga tidak memungkinkan

RT yang baik, rawat inapkan pasien untuk pemeriksaan dengan bantuan


anesthesia. Sebagian besar fisura ani sembuh spontan dengan regulasi
defekasi yang tepat. Akan tetapi, bila gejala menetap setelah 8 minggu, fisura
tidak dapat sembuh tanpa intervensi bedah. Tanda kronisitas meliputi adanya
ulkus berbentuk perahu dengan adanya serat anus berwarna putih yang
tampak pada dasarnya. Seringkali ditemukan tonjolan dari kulit (sentinel pile)
pada tepi distal fisura serta papilla ani yang mengalami hipertrofi pada apeks.
Terapi utama adalah penanganan konservatif yang meliputi:
1. Pemberian bulking agent selama 6 minggu, misal 1 sachet ispaghula
husk 2x/hari serta asupan cairan 2 liter /hari.
2. Analgetika topikal: oleskan jelly lidokain 2% di sekitar anus sebelum
defekasi untuk membantu mengurangi nyeri; hal ini bisa dilanjutkan
dengan rendam duduk.
3. Pasta gliseriltrinitrat dapat digunakan untuk sphincterotomi khemis.
4. Perhatikan bahwa pencahar jarang diperlukan, bahkan diare yang
diakibatkan justru dapat memperberat keadaan.
5. Atur pasien untuk suatu kunjungan lanjutan pada seorang ahli bedah
saluran cerna.

SEPSIS ANOREKTAL
1
Klasifikasi: klasifikasi dari Park menggolongkan sepsis anorektal
dalam hubungannya dengan kompleks sphincter ani. Sebagian besar abses
berasal dari kelenjar yang berada di dalam dan sekitar sphincter ani dan dapat
terletak submukosa, perianal, intersphincter, ischiorektal atau supralevator.

2
Drainase persisten dari abses yang telah didrainase
sebelumnya (2 bulan atau lebih) menunjukkan adanya fistula.
3
Tampilan klinis
1. Abses klasik muncul sebagai pembengkakan yang disertai hiperemi
dan nyeri tekan, yang mungkin sudah mengandung atau mengalirkan
pus.
2. Diagnosis banding abses perianal dari abses ischiorektal: perhatikan
hubungan antara abses dengan kulit perianal yang hiperpigmentas.
Abses pada daerah kulit yang hiperpigmentasi menunjukkan suatu
abses perianal, sedangkan abses yang terletak lebih lateral dari kulit
yang hiperpigmentasi menunjukkan suatu abses ischiorektal.
3. Abses kecil yang terletak dalam mungkin hanya menunjukkan sedikit tanda
selain dari nyeri dan nyeri tekan saat pemeriksaan RT. Kekhasannya adalah
terdapat riwayat terapi antibiotika atau analgetika dari dokter pribadinya.
Karenanya pasien dengan nyeri perianal kronis harus dirujuk pada ahli bedah
saluran cerna untuk eksklusi absesyang letaknya dalam.

4. Drainase persisten dari sinus atau pembengkakan yang berlangsung


lebih dari 2 bulan setelah drainase abses menunjukkan adanya fistula
ani. Pemeriksaan RT seringkali menunjukkan adanya alur indurasi
submukosa yang berjalan melingkar dari ujung eksternal ke arah anus.
Alur ini adalah jalur fistula.
1 Tata laksana akut
1.
Abses akut
a. Insisi dan drainase di IRD dengan conscious sedation dan
anestesi lokal: insisi linier di atas bagian yang paling fluktutatif yang

265

kemudian diubah menjadi insisi berbentuk palang dan kemudian


tepinya digunting untuk menghilangkan atap abses.
2.
Setelah semua pus dikeluarkan, pasang tampon pita untuk
hemostasis (dapat dibuang pada hari berikutnya setelah rendam duduk).

3.
Berikan analgetika selama 1-2 hari dengan rujukan pada
seorang ahli bedah saluran cerna dalam 1 minggu. Jika nyeri atau
demam menetap, sarankan pasien untuk datang kembali ke IRD
lebih dini, karena mungkin abses belum sepenuhnya terdrainase.
4.
Kriteria rawat inap: (1) penderita diabetes dengan abses perianal
untuk drainase dan kendali kadar gula darah, (2) kecurigaan suatu
necrotizing fasciitis (indurasi yang nyeri dengan krepitas di sekitar abses).

2.
Abses perianal rekuren atau dengan kecurigaan suatu fistula ani:
rawat inapkan penderita untuk drainase oleh ahli bedah saluran cerna.
3.
Abses ischiorektal: rawat inapkan pasien untuk drainase oleh
ahli bedah saluran cerna.
PROLAPS REKTI
1
Tampilan klinis
1.
True prolaps ditemukan pada bayi dan wanita usia lanjut tetapi
jarang terjadi. Seluruh ketebalan dinding rectum mengalami intusussepsi
melalui anus. Uji pinch menunjukkan adanya dua lapisan.
2.
Pseudo prolaps adalah hemorrhoid atau mukosa rectum yang
mengalami prolaps, dan hal ini sering terjadi. Uji pinch menunjukkan
tidak adanya lapisan dinding rectum lain di bawahnya. Prolaps mukosa
seringkali berkaitan dengan riwayat sering mengedan. Keadaan ini
juga dapat menyebabkan pruritus.
2
Tata laksana akut
1. True prolaps: reduksi manual, regulasi defekasi pada orang dewasa
untuk mencegah mengedan; rujukan dini pada ahli anak (bayi) atau
bedah saluran cerna (dewasa). Jika reduksi tidak dapat dilakukan
berarti terjadi inkarserata yang merupakan suatu kedaruratan bedah.
2. Pseudo prolaps mukosa rectum: berikan bulking agent dan
sarankan penderita untuk banyak minum guna menghindarkan
mengedan pada saat defekasi. Rujuk pasien pada ahli bedah saluran
cerna untuk tata laksana definitive.
PERDARAHAN PASCA HEMORRHOIDEKTOMI
Tampilan klinis: kurang dari 5% pasien mengalami perdarahan sekunder
pada hari 7-10 pasca pembedahan; hal ini dapat terjadi setelah defekasi
yang sulit disertai mengedan. Perdarahan ini biasanya swasirna dan
hanya sedikit jumlahnya. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus
jumlahnya dapat cukup banyak untuk menyebabkan syok hipovolemik.
Tata laksana akut
1.
Jika hebat, lakukan resusitasi dengan penggantian cairan cepat
melalui kanula IV berdiameter besar; jika perlu lakukan uji saring darah.
2.
Bersiaplah untuk memeriksa kanalis ani, identifikasi sumber
perdarahan dan lakukan hemostasis.
a. Siapkan pencahayaan yang memadai, proktoskopi, peralatan
suction, 20 cc larutan adrenalin 1:10.000 dalam spuit yang

dilengkapi jarum spinal panjang 23G.

266

2. Baringkan pasien pada posisi lateral kiri, beri sejumlah besar


jelly lidokain pada anus sebelum insersi proktoskop; evakuasi
bekuan darah dan perlahan tarik proktoskop untuk visualisasi
kanalis ani, terutama luka hemorrhoidetomi.
3. Identifikasi sumber perdarahan dan injeksikan larutan adrenalin.
4. Pasang tampon kasa adrenalin dan tinggalkan di tempat bila
terjadi perdarahan minor yang terus merembes.
3.

Lakukan konsultasi segera dengan ahli bedah saluran cerna di IRD


jika anda tidak dapat mengendalikan perdarahan. Sementara waktu dapat
diinsersikan kateter Foley 18F pada anus dan kemudian isi balon dengan 30
cc air dan lakukan traksi dengan menempelkan kateter pada paha. Balon
kateter akan memberikan efek tampon pada luka hemorrhoidektomi.

4.

Pada kasus minor di mana perdarahan telah berhenti:


1. Pulangkan pasien dengan pemberian 400 mg mteronidazol 3x/hari
selama 1 minggu dan micronized flavonoid, misalnya Daflon .
2. Segera atur kunjungan lanjutan dengan ahli bedah.
77. Pneumonia, Community Acquired (CAP)

Caveats
1 Definisi sebagai infeksi akut pada parenkim paru
2 Diagnose :
1. infiltrat pada rontgent thorax konsisten dengan pneumonia.
2. perubahan suara napas dan/ atau krepitasi local.
3. pasien tidak tinggal dirumah sakit 14 hari sebelum onset gejala.
3 Gejala infeksi traktus respirasi bawah:
1. demam/ hipotermi
2. menggigil, keringat
3. batuk baru dengan/ tanpa sputum
4. nyeri dada
5. sesak
4 Gejala non spesifik:
1. lelah
2. nyeri otot
3. nyeri perut
4. anoreksia
5. sakit kepala
5 Pneumonia merupakan penyebab kematian utama dari infeksi di
Singapura. Bakteri patogen paling sering termasuk:
1. Strep pneumonia (65%)

267

2. Haemophilus influenzae (hampir 10%)


3. Atipikal: mikoplasma dan legionella (hampir 10%)
4. Staph aureus (2%) dan gram negatif (1%) jarang (5-10% mungkin
berupa infeksi ganda)
2 Faktor resiko mortalitas:
1. usia tua
2. alcoholism
3. keganasan aktif
4. penyakit neurologis
5. gagal jantung
6. diabetes mellitus
adanya pneumonia sebelumnya, pneumonia dari gram negatif
dan aspirasi pneumonia merupakan factor resiko kematian.
Tips untuk dokter umum
1 Penicillin resistant (40%) multiple drug resistant Strep pneumoniua
banyak di Singapura.
2 Insiden dan virulensi gram negatif CAP lebih tinggi di Singapura:
Burkholderia pseudomallei dan Klebsiella pneumonia sebanyak 25% dari
CAP berat di Singapura dan berhubungan dengan > 50% mortalitas

3 Tuberculosa sebanyak 15-20% dari CAP di Singapura dan menjadi


perhatian pada semua pasien, khususnya orang tua.
4 Pasien HIV dengan Pneumonitis carinii pneumonia (disproporsi hipoksemia
dengan abnormalitas ringan pada rontgen thorax) atau PTB (ekstensif)

5 CAP dapat didiagnosa dengan radiografi dada.


Penatalaksanaan
1 Stratifikasi resiko: gambar 1 menunjukkan stratifikasi resiko berdasar prediksi
model dalam 5 kelas. Hal ini bernilai pada jumlah besar pasien di Amerika.

2 Sistem

scoring:

table

menunjukkan

prediksi

model

untuk

mengidentifikasi resiko pasien dengan CAP.


1. skor resiko (poin total skor) dengan memberi dari umur pasien dalam tahun
(usia 10 untuk wanita) dan nilai untuk karakteristik pasien (table 1 dan 2)

2. saturasi oksigen <90% menunjukkan abnormalitas

268

model ini dapat menjadi petunjuk dalam keputusan awal (table 3);
namun tidak dapat dipakai pada semua pasien dengan penyakit ini
dan seharusnya berhubungan dengan keputusan dokter.

2. Terapi: lihat table 4

78. Pneumothorax
PERINGATAN
1 penanganan penumothorax tergantung pada ukuran, keadaan kesehatan si
pasien, dan apakah paru-parunya sakit atau normal.
2 Tension Penumothorax adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan
diagnosis klinis dan penanganan sebelum CXR. Dorongan trachea adalah
gambaran terakhir dari perkembangan tension pneumotorak
2 Adalah penting untuk memberikan saran yang tepat kepada semua pasien yang
pulang dari rumah sakit.
Tip khusus bagi dokter umum

1 Pneumothorax harus dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami sesak


nafas akut atau pasien Marfanoid muda dengan sakit dada unilateral yang tiba-tiba.

2 Perkirakan Tension pneumotorax pada pasien dengan sesak nafas parah,


tachycardia, kerusakan perfusi perifer, suara nafas hilang dalam satu hemithorax
dan meningkatnya vena jugular. Lakukan dekompresi jarum dengan memasukkan
14G IVvenula kedalam intercostal space mid-clavicular line kedua dan buang
metal stylet sebelum mengirim pasien dengan ambulan ke rumah sakit. Jika tidak,
Pasien akan meninggal. Untuk rincian lanjut, lihat Trauma, Chest.

KLASIFIKASI PNEUMOTHORAX SPONTAN


1 pneumothorax spontan tidak memiliki penyebab trauma sebelumnya atau iatrogenic.
2 pneumothorax spontan dapat dibagi lebih lanjut kedalam:
1. Primer: dimana tidak terdapat abnormalitas paru-paru yang mendasarinya
atau penyakit yang mengakibatkan pneumothorax spontan tersebut.

2. sekunder: dimana terdapat paru-paru yang sakit (misalnya COLD, pneumonia).


PENANGANAN
AWAL

269
1 seorang pasien yang diduga menderita pneumothorax dan memiliki tandatanda vital yang tidak stabil harus ditangani dalam area kritis. Pasien
pneumotorak lain dapat ditangani di perawatan intermediet.
2 Nilai tanda-tanda vital dan monitor pasien untuk ECG, dan pulse oximetry
3 Berikan oksigen 100%.
Investigasi
1 Investigasi utama adalah x-ray dada.
2 Ukuran pneumothorax ditentukan oleh jarak dari puncak paru-paru ke
ipsilateral cupola (puncak paru-paru) pada permukaan parietal: (1)
pneumothorax kecil <3 cm, dan (2) pneumothorax besar 3 cm.
PENANGANAN
1 Penanganan tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. stabilitas pasien
2. ukuran pneumothorax
3. jenis pneumothorax
Pneumothorax primer kecil (pasien stabil)
1 amati pasien dalam ED selama 3 jam.
2 Selanjutnya pasien tersebut boleh pulang jika:
1. pasien tersebut stabil secara klinis
2. CXR ulang tidak menunjukkan pembesaran pneumothorax
3 Beri saran pneumothorax (lihat hal. 355).
4 Lakukan follow-up dengan spesialis paru.
Pneumothorax primer besar (pasien stabil)
1 Keluarkan Pneumothorax dengan chest tube 20-24 F
2 Sambungkan chest tube tersebut ke Heimlich valve atau WSD.
3 Lakukan observasi pasien.
Pasien tidak stabil dengan
Pneumothorax besar

270

1 Jika pasien itu memiliki tachypnoea dan/atau hanya tachycardia, maka


Pneumothorax harus dikeluarkan dengan baik dengan chest tube 24-28 F.
2 Jika pasien tersebut hipotensive,
1. pasien tersebut harus memiliki dianggap Tension pneumotorax
2. thoracostomy jarum yang menggunakan 14G IV harus dilakukan pada
intercostal space mid-clavicular line kedua.
3. selanjutnya, chest tube 24-28 F harus dimasukkan.
3 Pasien tersebut harus dirawat
Pasien dengan Pneumothorax sekunder
1 Semua Pasien harus dirawat untuk diberi penanganan dan observasi
karena terdapat resiko keterlambatan perluasan paru-paru.
2 Pasien Pneumothorax besar harus memiliki chest tube yang dimasukkan
sebelum penanganan.
3 Pasien yang tidak stabil harus diperlakukan seperti diatas.
SARAN PNEUMOTHORAX
1 Saran Pneumothorax harus diberikan kepada semua pasien yang telah pulang
dari ED, dengan mengabaikan apakah paru-parunya telah meluas atau belum.

2 Kontraindikasi mutlak, bahkan setelah resolusi sempurna Pneumothorax, meliputi:


1. mendaki gunung
2. menyelam
3 Kontraindikasi relative, untuk periode 1 bulan setelah resolusi sempurna
Pneumothorax (ditunjukkan secara klinis dan pada x-ray), meliputi:
1. Perjalanan udara
aktifitas berat (misalnya mendorong dan menarik beban BERAT)
79. KERACUNAN, BENSODIASEPIN
Suresh Pillai
Penting
1 Kematian karena kebanyakan bensodiasepin secara umum jarang kecuali di
gunakan bersamaan dengan sedatif yang lain seperti etanol atau barbiturat

271
1 Pengukuran pengobatan suportif secara umum biasanya semua yang
membutuhkan dengan penekanan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.

2 Penggunaan antagonis bensodiasepin seperti pengunaan flumasenil yang berlebih


merupakan controversial. Jangan memberikan flumasenil IV pada penderita dengan
ketergantungan bensodiasepin dan pada penderita dengan penggunaan antidepresan
trisiklik yang bersamaan, atau penggunaan obat lain yang dicampur dan berlebihan.

Khusus untuk dokter umum


1 Semua penderita harus dikirimkan ke bagian gawat darurat jika hanya
didapatkan kecurigaan penggunaan bensodiasepin yang berlebih
walaupun mereka mungkin hanya sedikit mengantuk ringan awalnya.
Patofisiologi:
1 Bensodiasepin menyebabkan depresi umum dari reflek spinal seperti
menghambat sistem aktivasi reticular yang menyebabkan letargi/lesu,
bicara seperti tertelan, ataksia, hiporefleksia, mengantuk, stupor, koma
atau mungkin henti pernafasan.
2 Pupil pada penderita pengguna bensodiasepin yang berlebihan
biasanya tidak khas dan umumnya tidak kecil sekali seperti titik jarum
seperti pada penderita opiate yangberlebihan.
3 Setelah penggunaan suntikan IV diazepam dapat terjadi hipotensi dan
henti jantung paru
4 Waktu paruh bensodiasepin sangat bervariasi lebarnya dari 2-5 jam untuk
midasolam, 5-30 jam untuk klordiasepoksid dan 50-100 jam untuk flurasepam.

Penanganan
Pengukuran suportif
1 Penderita dengan penurunan kesadaran dengan gangguan reflek
muntah dan depresi pernafasn, hemodinamik tidak stabil atau koma
harus ditangani di ruang kritis
2 Jalan nafas harus dijaga dan jika perlu penderita dintubasi dan
diventilasi. Penderita harus diberikan Oksigen 100% melalui masker
yang tidak menghisap kembali/ non rebreather mask

272

1 Penderita harus diperiksa tanda ital, monitoring jantung dan saturasi


oksigen setiap 15 menit.
2 Pertahankan jalur intravena perifer.
3 Ambil darah untuk darah lengkap, urea/elektrolit/kreatinin, lakukan
pemeriksaan gula darah di tempat.
4 Selama kadar serum bensodiasepin tidak penting selama penanganan
akut dari dosis berlebih tetapi metode kuantitatif dan darah jika ada,
dapat dilakukan pada kasus yang belum jelas
5 Membuat muntah pada penderita pengguna bensodiasepin yang
berlebih tidak diperkenankan karena efek depresi susunan saraf pusat
6 Pemberian karkoal aktif jika waktu meminumnya dalam 4 jam. Kumbah
lambung terbatas pada penggunaan yang besar atau dimakan
bersama dalam waktu 1 jam. Walaupun demikian, jalan nafas harus
dijaga dan penderita diintubasi, jika perlu, selama kumbah lambung
ataupun penggunaan korkoal aktif.
Terapi antidot
1 IV flumasenil dengan dosis 0,2 mg diberikan dalam waktu 30 detik dapat
diberikan tergantung dari respond an diulangi sampai pemberian 0,5 mg. Karena

efek yang sebentar, dosis ulangan dibutuhkan. Walaupun demikian,


kontraindikasinya adalah:
1. Jika bersamaan dengan penggunaan antidepresan berlebih dimana
efek bensodiasepin dapat memacu keadaan status epileptikus
2. Flumasenil dapat memicu reaksi putus obat yang akut, bermanifestasi
dengan kejang dan tidak stabilnya sistem autonomi, pada penderita
yang mungkin pecandu bensodiasepin
1 Jika riwayat tidak akurat, kemudian pemberian IV tiamin, IV 50% dekstrosedan IV
nalokson harus disediakan pada penderita denganpenurunan kesadaran. IV
nalokson tidak harus diberikan sebagai penggunaan rutin kecuali tidak ada tanda
yang dicurigai sebagai pengguna opiate yang berlebih.
Disposisi
:

273

1 Semua penderita dengan penggunaan bensodiasepin berlebih harus


dirawat di bagian penyakit dalam dan jika perlu di bagian yang dengan
pengawasan yang tinggi atau ICU khususnya pada penderita dengan
yang membutuhkan pendukung ventilator.
80. KERACUNAN KARBON MONOKSIDA
PENTING
Karbon monoksida adalah asfiksan resfirasi yang berikatan dengan hemoglobin
dan myoglobin, yang akan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen.

Waktu paruh dalam tubuh adalah 5-6 jam


Karbon monoksida memiliki afinitas dengan Hb 250kali lebih kuat
dibandingkan dengan oksigen; menyebabkan pergeseran kurva disosiasi
kekiri, menghambat pelepasan oksigen ke jaringan.
Karbon monoksida berikatan dengan myoglobin dan membuatnya menjadi
tidak aktif (myoglobin otot jantung 3 kali lebih besar daripada myoglobin otot
skelet). Selama kondisi hipoksemia, myoglobin jantung menangkap gas CO
lebih kuat menyebabkan nekrosis myocardium dan menekan fungsinya.

Karbon monoksida menyebabkan demyelisasi sel otak, dengan hasil


otopsi ditemukan adanya edema cerebral, nekrosis pada superfisial
substansia putih, globus pallidus, cerebrum dan hippokampus. Sekuele
berupa keterlambatan neuropsikiatri terjadi pada 40% kasus.
Keracunan gas monoksida sulit untuk didiagnosis karena ada beberapa tanda
dan gejala patognomonis. Gejala ringan tidak spesifik, seperti sakit kepala, mual
dan muntah, pusing. Beberapa anggota keluarga dapat memberikan gejala yang
sama pada saat yang bersamaan seperti yang sering terjadi pada penyakit flu.

Tips Khusus untuk Dokter Umum


1 Selalu curigai adanya keracunan gas CO pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran dengan riwayat
terperangkap dalam ruangan tertutup atau berada dalam
kebakaran atau ledakan beberapa jam sebelumnya

274

METABOLISME
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Absorpsi melalui inhalasi dan kemudian tidak dimetabolisme; distribusi
dalam darah, eliminasi melalui paru dengan cara ekshalasi
Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase; berkompetisi dengan
oksigen untuk berikatan dengan sitokrom A3
Sumber :
1 Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen
lain yang mengandung hem :
a Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan <
10% pada pasien bukan perokok
1. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%
2. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%
3. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%
2 Eksogen :
1a Rokok : saat meroko, sebatang rokok mengandung 2.5 kali lebih banyak
gas CO yang akan terinhalasi
2. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%
3. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung
lebih dari 10% gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan
untuk menyebabkan kadar letal COHb)
4. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang
biasanya terpapar CO karena tempat duduk yang terlalu dekat
dengan sistem buangan kendaraan
5. Metilen cloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat
mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme
menjadi CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb karena paparan
metilen cloride dua kali lebih besar daripada inhalasi.

275

PAPARAN AKUT
Sistem Saraf Pusat : sakit kepala, neuropati perifer, penurunan

kesadaran, koma, kejang, edema cerebral, perubahan kepribadian dan


perilaku, ataksia, gangguan daya ingat
Respirasi : dyspnue dan hyperpnue, bronkopneumonia dan
edema paru non kardiogenik
Kardiovaskuler : angina, perubahan ST segmen, takikardi,
disritmia ventrikel, hipotensi, infark myokardial, heart block, jantung
kongestif dan henti jantung
Ginjal : oligouria karena gagal ginjal akut, proteinuria,
myoglobinuria dan hematuria
Sistem Hematologi : karboksihemoglobinemia, hipoksia
jaringan, polisitemia, anemia hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata,
leukositosis
Kulit : sionis

lebih sering terjadi daripada

cherry red

discolouration; bula
Optamologi : perdarahan retina flame-shaped, penurunan
kemampuan visual, kebutaan kortikal, edema papil, skotoma
Muskuloskeletal

: rabdomyolisis, myonekrosis, syndrome

kompartemen
Catatan : Analisa gas darah biasanya memberikan gambaran PaO 2 normal karena PaO2
adalah cara untuk mengetahui jumlah oksigen yang terdisosiasi dalam darah arteri,
bukan jumlah oksigen yang berikatan dengan Hb. Banyak analis yang menghitung
persentasi saturasi oksigen berdasarkan PaO2. Penghitungan saturasi oksigen akan
memberikan hasil yang jauh berbeda bila dibandingkan dengan permeriksaan langsung
dengan oksimeter. Perbedaan saturasi adalah ciri khas dari keracunan gas CO

Gejala sisa yang mungkin terjadi : gejala sisa berupa kelainan


neuropsikiatri yang muncul setelah 3 minggu sampai 3 bulan setelah terpapar
karbon monoksida, terjadi pada 40% kasus yang mengalami perbaikan:

1. Sakit kepala/pusing
2. Gangguan daya ingat
3. Perubahan kepribadian

276

4. Parkinsonisme
MANAJEMEN DI EMERGENCY DEPARTEMEN
Manajemen berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen
ABC
1. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
2. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi
3. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat
ke wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan
udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas
dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai
gejala hilang dan kadar COHb < 10%
4. Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi
dan perubahan segmen ST)
5. Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik
asidosis (pH darah arteri < 7.1)
Pemeriksaan Laboratorium
1. Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas
darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead
2. Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera
inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)
Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk
(2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan
dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif
dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO.
Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh gas CO bukan menghilangkan gas tersebut.

DISPOSISI DAN FOLLOW UP


Rujuk pasien untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik dengan
menghubungi tempat-tempat lokal yang memiliki sarana terapi hiperbarik
baik sipil maupun militer, sesuai dengan protokol lokal :

277
1. Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan jantung
dengan peningkatan kadar COHb
2. Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25%
3. Wanita hamil dengan kadar COHb > 10%
4. Iskemik myocardium
5. Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen
6. Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam
(termasuk kelainan test psikometer dan takikardia)
7. Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang
menjadi 23 menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk
melakukan terapi yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh

Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%,
berikan oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam
sampai kadar COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami
komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat untuk
segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut :

1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak


2. Nyeri dada atau rasa berat didada
3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki
4. Gangguan daya ingat
5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan
Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk melakukan
screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi deterioration

Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam


81. INTOKSIKASI, ANTIDEPRESAN SIKLIK
PERHATIAN
1 Antidepresan yang umum diresepkan adalah: imipramin, trimipramin,
desipramin, amitriptilin, doksepin, maprotilin dan amoksapin.
2 Heterosiklik bersifat terikat sangat kuat pada protein (92% pada pH
fisiologis); karenanya diuresis, dialisis dan hemoperfusi tidak memiliki
peran dalam tata laksana pada keadaan overdosis.

278
1 Pokok dari terapi adalah pemberian natrium bikarbonat karena zat ini mengubah
ikatan obat terhadap pompa natrium iokardium dan juga meningkatkan ikatan obat ini
pada protein, sehingga menjadikannya tidak aktif secara farmakologis.

2 Obat-obatan yang harus dihindari:


1.
Obat antiaritmia kelas IA (quinidine, procainamide) dan IC (fleicainide),
yang dapat memperburuk toksisitas serupa quinidine pada miokardium.

2.
Pnyekat beta dan penyekat kanal kalsium yang dapat
memperberat hipotensi.
3.
Fenitoin dapat meningkatkan insiden disritmia ventrikel dan
penggunaannya masih merupakan suatu kontroversi.
4.
Flumazenil, karena beresiko mencetuskan kejang.
5.
Physostigmine beresiko terhadap terjadinya toksisitas pada jantung dan
kejang.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan merangsang terjadinya muntah atau memberikan
arang aktif jika pasien tampak mengantuk karena
penurunan kesadaran dapat terjadi cepat sehingga
diperlukan proteksi jalan nafas.

2 Jangan memberikan flumazenil untuk mengatasi over dosis

benzodiazepine yang menyertai, karena hal ini dapat


mencetuskan kejang yang diinduksi oleh

PATOFISIOLOGI KLINIS
Efek pada Jantung
1 Aktivitas antikolinergik yang dapat menimbulkan takikardia
2 Aktivitas serupa quinidine (hambatan pompa natrium dan kalium) yang
dapat menimbulkan blok intraventrikel dan atrioventrikel. Blok cabang
berkas dan fasikulus umumnya didahului dengan kompleks QRS yang
melebar. Sinus takikardia yang menyertai keadaan ini dapat menimbulkan
gambaran yang serupa dengan takikardia ventrikular.
3 Hipotensi akibat hambatan efek alfa adrenergik perifer.
4 Edema paru
Efek pada SSP
1 Kebingungan, agitasi dan halusinasi sebelum akhirnya penderita
dengan cepat jatuh dalam keadaan koma.
2 Kejang sering terjadi dan umumnya tunggal; status epileptikus lebih
sering terjadi pada kasus intoksikasi amoksapin atau maprotilin.
3 Temuan fisik meliputi:
1.
Klonus
2.
Koreoatetosis
3.
Mioklonus
4.
Peningkatan tonus otot

279
5.
6.

Hiperrefleksia
Respon ekstensor plantar

Efek antikolinergik (dapat muncul maupun tidak; todak adanya tanda berikut
tidak menyingkirkan toksisitas)
Flushing
Mulu/kulit kering
Pupil midiriasis
Demam
Bising usus menghilang
Retensio urin
Pandangan kabur akibat gangguan akomodasi
Efek lainnya
1 Bula pada kulit
2 Rhabdomyolisis dan gagal ginjal
3 Pneumonia
4 ARDS
Tanda yang mengindikasikan overdosis berat
1 Disritmia ventrikuler
2 Bradikardia dan blok AV
3 Defek konduksi intraventrikular dengan kompleks QRS >100 ms
4 Kejang
5 Hipotensi
6 Edema paru
7 Henti jantung
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor dan
alat resusitasi, termasuk defibrillator.
2 Jaga patensi jalan nafas; lakukan intubasi bila terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau hilangnya reflek muntah.
3 Berikan suplementas oksigen aliran tinggi dengan sungkup non-rebreathing.
4 Monitoring: EKG dan tanda-tanda vital setiap 5-15 menit, pulse oximetry.
5 Pasang jalur intravena prefer
6 Pilihan cairan intravena adalah NS
7 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit,
uji saring obat-obatan (kirimkan tabung sediaan ke bangsal bersama
pasien jika dicurigai terjadi overdosis akibat lebih dari 1 macam obat).
Catatan: Jangan meminta pemeriksaan kadar obat antidepresan dalam
plasma; hasilnya tidak akan mengubah prosedur tata laksana.
1 Peneriksaan analisis gas darah untuk memonitor pH seiring perjalanan terapi.
2 Foto thoraks untuk membuktikan adanya edema paru, pneumonia dan ARDS.
3 Pasang kateter urine untuk mengawasi produksi urin dan status
kecukupan cairan.

28
0
Lakukan kumbah lambung jika diindikasikan dan kirimkan hasil bilasan
pertama ke bangsal bersama dengan pasien.

Terapi medikamentosa
1 Arang aktif: dosis 1 mg/kg BB. Berikan melalui pipa orogastrik
2 Alkalinisasi darah sampai nilai pH 7,45 7,50. Cara terbaik untuk mencapainya
adalah dengan kombinasi hiperventilasi dan pemberian natrium bikarbonat:
1.
Jika pasien diintubasi, ventilasi mekanis dengan kecepatan 20x/menit
umumnya memadai untuk sebagian besar orang dewasa.
2.
Natrium bikarbonat 1-2 mmol/kgBB diberikan secara
bolus IV pelan selama 20-30 menit.
3.

ms.

Terapi bikarbonat diindikasikan bila lebar komplek QRS setidaknya 100

KEADAAN KLINIS KHUSUS


Catatan: Natrium bikarbonat merupakan terpai yang paling efektif untuk
mengatasi hipotensi dan menghentikan disritmia.

Disritmia yang tidak berespon terhadap natrium bikarbonat


1 Lignocaine dapat menghentikan disritmia ventrikel. Diberikan dengan dosis
1.0-1.5 mg/kg IV bolus yang diikuti dengan infus 1-4 mg/menit.
2 Sulfas magnesikus dapat digunakan untuk terapi torsades de pointes.

Dosis: 1-2 gr IV bolus selama 60 detik, kemudian dilanjutkan dengan infus 1-2
gr/jam.

3 Kardioversi synchronized
takidisritmia supraventrikel.

dapat

digunakan

untuk

terapi

4 Pacu jantung darurat (pemasangan pacu jantung transkutan di


IRD, yang jika diperlukan dapat dilanjutkan di ICU) diindikasikan
pada bradidisritmia berat dan blok AV.
Hipotensi
1 Pendekatan pertama adalah dengan menggunakan NS dan
alkalinisasi.
2 Jika respon tidak abaik atau tidak ada: berikan terapi medikamentosa
3 Noradrenalin atau dopamine dosis tinggi: keduanya efektif
pada saat awal toksisitas.
Dosis: Noradrenalin: hanya diberikan dengan infus kontinyu, 0.5-1.0g/menit
dan dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan.
Dopamine:
hanya
diberikan
dengan
infus
kontinyu,
1020g/kgBB/menit dan dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan.

4 Kegagalan

dari semua upaya di atas menunjukkan


dipertimbangkan penggunaan pompa balon intra aorta (IABP).

perlunya

Pengendalian kejang yang resisten terhadap pemberian natrium bikarbonat


Hal ini penting karena keadaan asidosis laktat dapat emmperberat
toksisitas pada jantung akibat penurunan ikatan obat dan protein
sehingga jumlah obat aktif menjadi lebih banyak pada jaringan yang
rentan.
1 Diazepam: dosis 2-5 mg IV bolus, dapat diulang tiap 5 menit sampai total
20
mg.
2 Lorazepam: dosis 0.1 mg/kgBB IV bolus sampai total 8 mg.
3 Phenobarbital

281

Dosis: 100 mg/menit IV sampai total 10 mg/kgBB atau kejang terkendali;


jika tidak efektif berikan dengan dosis 50 mg/menit IV sampai total
20 mg/kgBB atau kejang terkendali; jika tidak efektif berikan dengan
dosis 50 mg/menit sampai total 30 mg/kgBB atau kejang terkendali
1 Paralisis/bius total: dilakukan dengan konsultasi pada bagian Anestesi.
DISPOSISI
Konsultasi dengan Penyakit Dalam; tetap pertimbangkan perawatan di
ICU/HD untuk pengawasan lebih lanjut. Deteriorasi signifikan kasus semacam
ini diketahui terjadi beberapa jam sampai hari setelah ingesti awal.

82. Poisoning ( Keracunan ), Organofosfat


Caveats
1 Agent aktif pada banyak pestisida dan insektisida adalah parathion,
yang berikatan secara irreversible dengan kolinesterase untuk
membentuk ikatan dietilfosfat.
2 Atropin merupakan antidote fisiologi antimuskarinik yang bekerja
secara kompetitif memblok efek muskarinik asetilkolin.
3 Atropin tidak memiliki efek pada reseptor nikotinik pada myoneural
junction pada otot bergaris, yaitu tidak akan mengembalikan paralysis.
4 Pralidoxime merupakan antidote biokimia yang bereaktivasi dengan
kolinesterase yang menyebabkan proses fosforilasi oleh organofosfat. Naumn
pralidoxine harus diberikan dalam waktu 24-36 jam pertama setelah paparan.

282

Jika tidak, molekul kolinesterase dapat berikatan erat serta kolinesterase


baru akanmembutuhkan waktu berminggu-minggu untuk regenerasi.
1 Presentasi klasik : pasien dengan vomiting dan diare, diaforesis, nafas
berbau insectisida dan pupil yang kecil. Hati-hati dx yang berlebihan
terhadap gastroenteritis.

Tips Khusus bagi Dokter Umum:


1 Rujuk semua px demngan suspek keracunan
oragnofosfat walaupun masih asimptomatik.
2 Waspada bahwa vomiting, diare dan hipotensi
dapat terjadi dan dapat salah diagnosa sebagai
severe GE. Cari tanda dan gejala DUMBELS .
3 Pastikan bahwa wadah tempat insektisida yang
dicurigai dibawa ke rumah sakit.
2 Organofosfat menghambat asetilkolinesterase, yang akan berakibat pada
akumulasi asetilkolin yang berlebihan pada myoneural junction dan sinaps.

3 Asetilkolin yang berlebihan akan mengeksitasi kemudian membuat


paralise, neurotransmisi pada motor end plate dan menstimulasi
nikotinik dan muskarinik:
2. efek muskarinik : singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena
gejala dan tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D Diare
U Urinasi

M Miosis (absent pada 10% kasus)


B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis

L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
2. Efek Nikotinik
1. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
2. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan
flaccid muscle paralysis
3. Efek CNS
1. Ansietas dan insomnia
2. depresi nafas
3. Kejang dan koma
Manajemen
Terapi suportif
1. Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena
absorsi perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
2. Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi
yang selalu tersedia.
3. Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.

283

1 Pertahankan patensi jalan nafaslakukan intubasi orotrakeal jika px


apnue, atau tidak memiliki gag reflex. Suction aktif berkala dibutuhkan
bila ada bronkorhoea.
2 Berikan oksigen aliran tinggi via non-rebreather reservoir mask.
3 Lakukan gastric lavage jika ada indikasi, terutama pada beberapa jam
pertama setelah ingestion.
4 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
5 Pasang jalur IV.
6 Cairan IV : kristaloid untuk menggantikan hilangnya cairan melalui
vomiting dan diare.
7 Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, kolinesterase plasma gaster dan
specimen toksikologi serum
Terapi Obat
1 Arang aktif via gastric lavage tube. Dosis 1g/kgBB
2 Atropin : obat pertama yang diberikan pada keracunan simptomatik.
3. penggunaan utamanya adalahreduksi bronkorrhoea/bronkospasme
4. Dosis besar mungkin dibutuhkan untuk mengontrol sekresi jalan nafas.
Dosis : dewasa : 2 mg IV tiap 10-15 menit prn; dosis dapat digandakan
tiap 10 mneit sampai sekresi terkontrol atau tanda atropinisasi jelas (flush,
kulit kering, taikardia, midriasis, dan mulut kering).
Anak-anak : 0,05 mg/kgBB tiap 15 menit prn, dosis dapat digandakan
tiap 10 menit sampai sekresi terkontrol.
3 Pralidoxime (2-PAM, Protopam)
4. pralidoxime harus diberikan dengan atropine pada tiap pasien simptomatik
5. efek akan terlihat dalam 30 menit dan meliputi hilangnya kejang
dan fasikulasi, perbaikan kekuatan otot dan pemulihan kesadaran.
6. pemverian pralidoxim bisaanya mengurangi jumlah atropine yang diberikan
serta dapat unmask toksisitas atropine.
Dosis : Dewasa : 1gm IV selama 15-30 mneit; dapat diulang dalam 1-2 jam prn
Anak-anak : 20-25 mg/kgBB IV selama 15-30 menit; dapat diulang 1-2 jam.

1 Diazepam (Valium) : digunakan untuk mengurangi kecemasan dan


restlessness dan mengontrol kejang.
Dosis : 5-10 mg IV untuk kecemasan/restlessmess
Catatan : dosis dinaikkan sampai 10-20 mg IV mungkin diperlukan
untuk mengkontrol kejang.
Penempatan
1 Lakukan konsultasi pada general medicine pada HD/ICU
2 Untuk kasus terapi keracunan subklinis yang tidak diperlukan, namun
px harus MRS setidaknya 24 jam untuk meyakinkan bahwa keracunan
yang delayed tidak akan berkembang.
.

284

ka
su
s
ov
erd
osi
s
ob
at
ya
ng
pal
ing
ser
ing
,
di
ma
na
pa
da
do
sis
7,5
gr(
15
tab
let
@
50
0m
g)
se
car
a
em
piri
s
su
83.
da
h
me
nc
2 M
ap
eai
ram
uba
png
aterj
kadi
any
na

iran
ng
tde
owa
ksa
sme
inel
kan
a>1
s50
img
./kg
BB
3 E
ata
fu
e7,5
kg
(15
ttab
olet
k@
s50
i0m
sg)
Ef
sek
utok
dsis
ada
hpat
terj
dadi
apa
pda
ado
tsis
ya
tng
eleb
rih
jre
and
dah
ipa
da
bpa
isie
ln
aya
ng
sme
eng
oala

m
vul
isi
ata
gu
apa
nsie
gn
gan
uor
aek
nsia
ya
fng
ume
nng
gala
smi
ike
kur
han
aga
tn
iglu
,tati
on.
bPa
eda
rka
ssu
a
s2
m
ase
ape
nrti
di
m
ata
is,
npa
u
kai
m
lah
oga
bris
ape
tng
ob
aata
nn
t
res
i
kiko
otin
nggi

pRu
ama
dckaMa
tth
tew
adib
ban
edin
lg
/ga
nris
ono
rrm
m
al
ope
gng
rob
aata
m
n.

285
1 Pedoman penanganan berdasarkan normogram Rumack-Matthew
hanya bermanfaat dalam menentukan kebutuhan dosis antidote Nacetylcystein (Parvolex) hanya pada intoksikasi tunggal dan akut.
2 N-acetylcystein (NAC) paling efektif diberikan dalam waktu 8 jam
pertama setelah menelan. Kadang masih di berikan pada 24 jam
pertama, bila dari anamnesis diperoleh data overdosis yang signifikan
dan pemeriksaan serum parasetamol tidak tersedia.
3 Pedoman filosofi dalam managemen intoksikasi parasetamol adalah
bila ragu/ tidak jelas, berikan NAC.

1 Pasien dengan overdosis parasetamol sering tampak baik2 saja pada


tahap awal, biasanya hanya mengeluh mual2 dan muntah.
2 Jangan merangsang penderita untuk muntah sebelum mengirim ke IRD.
Tahap-tahap keracunan parasetamol:
1 Tahap I (<24 jam I): sakit pada abdomen, nafsu makan menurun, mual dan
muntah.Pada pemeriksaan fisik sering hanya ditemukan pucat dan berkeringat.

2 Tahap II (24-48 jam I): gejala yang muncul pada tahap 1 hilang,pada
pemeriksaan fisik hepar membesar dan nyeri tekan.Hasil laboratorium:
serum bilirubin meningkat,enzim hepar meningkat dan PT memanjang,
dan fungsi ginjal dapat tidak normal.
3 Tahap III (72-96 jamI):gejala pada tahap II menetap,didapatkan
ikterus,enzim hati mencapai kadar tertingginya,dan gagal hati dan

gagal ginjal (jarang) dapat terjadi dan mematikan.

286

1 Tahap IV ( hari ke-4 s/d mgg ke-2): bila penderita datang terlambat atau
tidak segera medapatkan pengobatan,keadaan gangguan fungsi hati
memberat menjadi gagal hati,coma dan kematian.
Penatalaksanaan:
1 Penderita intoksikasi parasetamol harus dirawat di ruang intermediate,
juga bias di pindah diruang kritis bila terjadi hemodinamik tidak stabil
atau depresi status mental.
2 Depresi status mental harus dicari kemungkinan penderita intoksikasi
obat lain yang ditelan secara bersamaan.
3 Intoksikasi obat secara tunggal sangat tidak biasa.
4 Pertahankan jalan nafas, pasang intubasi orotrakeal tube jika terjadi
penurunan refleks muntah (antisipasi kumbah lambung atau pemberian
karbon aktif atau keduanya)
5 Berikan oksigen bila SpO2 turun.
6 Monitoring : EKG, tanda vital tiap 15 menit, pasang pulse oksimetry.
7 Pasang infuse, dan rehidrasi dengan kristaloid bila dehidrasi/hipovolume.
8 Lakukan kumbah lambung bila kejadian menelan obat terjadi dalam 1
jam pertama dan ambil cairan lambung untuk pemeriksaan toksikologi.
9 Studi terakhir pemasangan NGT tidak harus dilakukan,kecuali benar
dipastikan bahwa penderita menelan parasetamol dalam dosis toksis
dan datang ke IRD pada jam pertama.
10 Beberapa peneliti mengatakan NGT baru dipasang bila akan dilakukan
kumbah lambung.
Laboratorium:
1. Darah lengkap, Ureum/Elektrolit/Kreatinin, fungsi hati, PT.
Catatan: ALT >5.000 IU/L menyokong suatu kondisi hepatotoksik akibat intiksikasi
parasetamol karena kadar setinggi ini sangat jarang akibat infeksi virus.
Dari EBM hanya pengukuran serum parasetamol yang dibutuhkan untuk penderita
yang overdosis parasetamol yang tidak menunjukkan tanda2 hepatotoksik.

2. Pengukuran kadar parasetamol(diharuskan).


3. Bila dosis parasetamol masuk dalam rentang dosis toksis pada
normogram Rumack-Mattew, maka NAC harus segera diberikan.
4. keputusan yang lebih bijaksana adalah berdasarkan hasil pemeriksaan kadar
serum parasetamol pada 4 jam setelah menelan.
Karena pemberian NAC tidak diindikasikan waktu kurang dari 4 jam
pertama setelah menelan.
Pengobatan dengan obat:

287

1 Karbon aktif: pemberiannya lewat NGT.


2 Dosis: 1g/kg BB (dosis rata2 orang Asia 50 g)
Catatan: pemberian karbon aktif hanya berguna pada jam pertama dan dosis
multiple tidak berguna.
1 N-acetylcysteine (Parvolex), berikan jika:
1. Kadar parasetamol setelah 4 jam pertama berada pada rentang dosis
toksik pada normogram Rumack-Mattew .
2. Kadar parasetamol inisial sudah berada pada rentang dosis toksik.
3. Pada anamnesis didapatkan data pasti bahwa penderita telah menelan
parasetamol lebih dari 15 tablet (7,5g). Jangan menunggu menunggu
hasil pengukuran ulang, tapi specimen tetap harus dikirim untuk
monitoring kadar parasetamol di ruangan.
4. Hasil pemeriksaan fungsi liver menunjukkan keadaan hepatotoksik.NAC harus
diberikan pada penderita yang mengalami gagal hati sampai membaik atau mati.

Parvolex(N-Acetylcystein) IV Infusion
Dosis pada orang dewasa:
1 Dosis inisial: 150mg/kgBB iv selama 15 menit, dilanjutkan infuse secara
kontinyu (50mg/kgBB dalam 500mL 5% dextrose dalam 4 jam), dilanjutkan
infuse secara kontinyu(100mg/kgBB dalam 1L D5% selama 16 jam).

2 Dosis total: 300mg/kg dalam 20 jam.


Mekanisme kerja dari NAC(Parvolex):
1 Pemakaian normal parasetamol menyebabkan konversi parasetamol
oleh enzim cytokrom P-450 menjadi metabolit toksik yang akan
didetoksifikasi oleh glutathione di hepar.
2 Overdosis parasetamol akut,menyebabkan deplesi depo dari glutathione
dan metabolit toksik menyebabkan nekrosis sentrilobuler pada hepar.
3 Sedangkan kerja NAC adalah kompleks, dan multifaktorial.Dapat
disimpulkan NAC berfungsi sebagai/menggantikan glutathione.
Efek samping NAC sering muncul pada jam pertama pemberian:
1 Mual,flushing,urtikaria, dan pruritus adalah keluhan/gejala yang paling
sering muncul.Bila muncul gejala diatas, maka infuse NAC harus
dihentikan selama 15 menit dan mulai lagi dari awal dengan dosis yang
lebih rendah(100 mg NAC/kgBB dalam 1L D5% selama 16 jam).
1 84.poisoning Salicylate
CAVEATS
1 termasuk aspirin, peptobismol, sport liniments, minyak wintergreen,
dan obat tradisional cina
2 keracunan ringan ditandai dengan
1. hyperpnoea dengan alkalosis respiratorik ( oleh karena stimulasi
dari pusat respirasi )
2. tinnitus merupakan tanda ototoksik yang jelas
3 keracunan sedang ditandai dengan ;
1. muntah sejak 3-6 jam setelah masuknya zat racun

288
2. hyperpnoea berat, hipertermia, dehidrasi, nyeri perut dan diaphoresis.
2 keracunan berat ditandai dengan ;
1. gangguan system syaraf pusat dengan tanda-tanda awal
stimulasi yang diikuti dengan depresi sampai konvulsi dan koma.
2. udem paru non cardiogenik, dysritmia, perdarahan dan gagal ginjal akut.
2 berdasarkan batasan tersebut, penggunaan nomogram tidak
direkomendasikan. Justru kondisi klinis pasien dan tanda-tanda awal pasien
yang lebih dapat digunakan sebagai pedoman untuk penanganan klinis.

3 Perkiraan serum salisilat;


1. gambran level awal dapat dilihat pada 2 jam setelah masuknya
racun, dan test dapat diulan 6 jam kemudian. Kadar serial dapat
dimonitoring sampai terjadi penurunan level salisilat.
2. keracunan yang nyata dapat berlangsung cepat karena overdosis
yang akut, dan terjadi sebelum 6 jam.
3. kadar salisilat < 30mg % (bukan kadar toksik) yang digambarka kurang 6
jam setelah masuknya racun, tidak menyingkirkan terjadinya keracunan.

4 alkalinisasi urine diindikasikan untuk pasien resiko dan kadar salisilat


> 30 mg %;
1. salisilas adalah asam yang di ekskresi lewat urin dan
meningkat karena ionisasi
2. ginjal hanya menyerap salisilat yang tidak terionisasi;
setelah urin leralkalinisai.
3. jika PH urin meningkat sampai 8, maka ekskresi salisilat dalam
urin akan meningkat 10-20 kali.
5 hemodialisa paling efektif untuk menurunkan serum salisilat.
Indikasi hemodialisa a.l;
1. kadar serum salisilat >100mg%
2. gangguan keseimbangan asam basa yang berat dg
PH 6,5 6,8
4. cardiac toxicity ok ARDS
5. gagal ginjal, gagal nafas
6. tanda-tanda neurologist; psikosis, confusion, kejang, atau koma
7. peningkatan kadar serum salisilat tetap terjadi meskipun telah
dilakukan alkalinisasi urin maupun terapi dengan active charcoal.
Management
Supportive measure
1 pasien dengan penurunan kesadaran dan tanda vital yang
buruk harus di tempatka di P1
2 pelihara jalan nafas, pasang intubasi bila reflel muntah sudah hilang (juga
diantisipasi dengan gastric lavage), atau pasien dengan hipoksemia.

3
4
5
6

Berikan O2 100 % melalui NRBM


Monitoring ECG, pulse oksimetri, dan vital sign tiap 5-15 menit.
Pasang gastric lavage bila kejadian kurang dari 1 jam.
Pasang infuse

289
1 Berikan cairan kristaloid untuk memperbaiki perfusi perifer
2 Laboratorium;
1. kadar serum salisilat
2. analisa gas darah
3. darah lengkap, test fungsi ginjal, elektrolit, fungsi hati.
Drug terapy
1 aktif chargo, dg dosis 1g/kgbb
2 sodium bikarbonat, dosis bolus 1-2 mmol/kgbb 8,4% NaHCO3
infusion; 150 mmol NaHCO3 8,4 %(150ml) dalam 850 cc D5, mulai
1,5 -2 kali maintenance dititrasi sampai PH 7.5-8
monitor kadar serum potassium dengan laborat atau ECG monitor.
Kontraindikasi pemberian natrium bikarbonat
1 bila salisilat mengakibatkan udem pulmonal non cardiogenic,
yang dapat menyebabkan cairan overload.
2 Terapi bikarbonat per oral akan meningkatkan absorbsi salisilat
3 Pasien yang telah mendapatkan azetazolamid yang dapat memperburuk
asidosisnya sehingga meningkatkan kadar salisilat di otak.

Disposisi
1 untuk keracunan yang berat dan terdapat peningkatan kadar serum
salisilat yang cukup tinggi, pasien di disposisi ke ICU/HD
2 untuk kasus yang lebih ringan dapat dirawat di ruangan .

85. Pulmonal Emboli


Caveats
1 Thrombotic Pulmonary Embolism (PE) bukan merupkan penyakit yang
terpisah dari dada, namun merupakan komplikasi venous thrombosis.
Deep venous Thrombosis (DVT) dan PE merupakan bagian dari
proses yang sama, venous thromboembolism.
2 DVT pada kaki ditemukan pada 70% pasien PE. Sebaliknya PE terjadi
pada 50% dengan DVT di kaki (yang melibatkan popliteal dan atau
vena yang lebih proksimal) dan kurang sering terjadi ketika thrombus
didapatkan pada vena daerah betis.
3 Faktor predisposisi PE dan DVT sama dan memenuhi trias Virchow stasis

vena, cedera dinding vena dan peningkatan koagulabilitas darah. (tabel 1)

290

Tabel 1 : Beberapa
Thromboembolic
Disease Stasis aliran

Faktor Resiko yang sering didapatkan pada Venous


Immobilisasi lama meliputi perjalanan yang lama,
stroke Trauma mayor atau pembedahan dalam 4
minggu Gagal jantung kongestif
Obesitas
Peningkatan usia
Cedera spinal cord
Shock syndromes
Trauma local

Kerusakan endotel

Pembedahan pada kaki dan


pelvis Vaskulitis
Luka bakar
Shock elektrik
Infeksi
Abnormalitas koagulasi

Riwayat thromboembolisme
sebelumnya Polysitemia
Abnormalitas platelet
Obat kontrasepsi oral yang tinggi
estrogen Neoplasia malignan
Defisiensi antitrombin III, protein C atau S

Catatan : pada pembedahan serial, resiko venous thrombolisme meningkat dengan cepat
seiring usia, panjangnya waktu pembiusan, dan adanya previous venous
thromboembolism atau kanker. Insiden tertinggi terdapat pada px yang akan menjalani
pembedahan emergency setelah trauma (cth fraktur panggul) dan pembedahan pelvis.
Pada medical series, venous thromboembolism sering terjadi pada cardiorespiratory
disorder (cth gagal jantung kongestif, irreversible airway disease), dengan immbilitas kaki
(disebabkan oleh stroke dan penyakit neurologik lain), juga oleh kanker.

Tabel 2 : Bentuk klinis Embolisme Paru


Emboli Paru
Riwayat
Obstruksi vaskular
Akut minor
Singkat, onset < 50%
mendadak
Akut massif

Singkat, onset > 50%


mendadak

Subakut massif Beberapa


minggu

> 50%

Manifestasi
Dispneu dengan atau
tanpa nyeri pleuritik dan
hemoptisis.
Right heart strain dengan
atau tanpa instabilitas
hemodinamik dan sinkop.
Dispneu dengan right
heart strain

Catatan :
1. PE massif tanpa hipoksemia jarang terjadi jika arterial oxygen tension
(PaO2) normal, merupakan diagnosis alternative harus dipertimbangkan.
2. Walaupun PE mengganggu eliminasi karbondioksida, hiperkapnia
jarang terjadi.
3. Px dengan PE massif jelas akan Nampak dispneu namun tidak orthopnoeic.
4. Sub akut massif PE menyerupai gagal jantung atau indolent

pneumonia, terutama pada lansia.

291

Catatan : Identifikasi factor resiko juga dapat memandu keputusan penggunaan


profilaksis dan pengulangan pemeriksaan pada kasus borderline.
1
Case Fatality rate kurang dari 5% pada px yang stabil
hemodinamikanya, dan pada px dengan hipotensi persisten adalah sekitar 20%.
2
PE dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe utama (tabel 2)
3
Hampir semua px PE akan memiliki satu atau lebih manifestasi sbb:
1. Dispneu dengan onset mendadak
2. Takipneu (>20x/menit)
3. Nyeri dada (pleuritik atau substernal)
Catatan : jika manifestasi ini juga diserta tanda pada EKG yaitu right
ventricular strain dan atau gambaran radiologist menunjukkan tanda plump
hilum, infark pulmonal atau oligaemi, kemungkinan terjadinya PE adalah
tinggi. Kemudian keadaan ini akan menjadi factor resiko untuk venous
thromboembolism dan arterial hipoksemia tanpa hipokapnia. Sebaliknya
tidak munculnya 3 manifestasi tersebut akan menyingkirkan dx PE.

Tabel 3 Estimasi pretest kemungkinan klinis untuk menderita PE


Tinggi ( kemungkinan > 85%) Onset mendadak dispneu, takipneu, atau nyeri
dada dan paling tidak memenuhi 2 keadaan ini :
Adanya factor resiko yang signifikan
(immobilitas, fraktur kaki, pembedahan mayor)
Pingsan dengan tanda baru right ventricular
overload pada EKG
Tanda kemungkinan DVT pada kaki (nyeri unilateral,
nyeri tekan, eritema, warmth, atau pembengkakan
Tanda radiografik infark, plump hilum, atau oligaemia
Intermediate

15-85%)

(kemungkinan Tidak memenuhi criteria kemungkinan kecenderungan


yang tinggi ataupun rendah

Rendah (kemungkinan < 15%) Tidak adanya onset mendadak dispneu dan
takipneu serta nyeri dada
Dispneu, takipneu, atau nyeri dada ada, namun
dapat dijelaskan oleh adanya kondisi lain
Tidak adanya factor resiko
Radiografi yang abnormal dapat dijelaskan oleh
kondisi yang lain
Antikoagulasi yang adekuat (INR > 2 atau aPPT >
1,5 kali control) selama minggu sebelumnya.
Catatan : Px dengan kemungkinan PE yang rendah, jika di tes dengan D-Dimer ELISA
Assay yang negative, maka dapat menyingkirkan dx PE dengan meyakinkan. Dengan
kontras, jika D-dimer positif pada px dengan probabilitas pretest yang rendah, maka px
harus direevaluasi. D-dimer yang negative tidak dapat digunakan secara meyakinkan
untuk menyingkirkan PE pada px dengan resiko tinggi atau intermediate.

Manajemen PE massif dengan tanda instabilitas hemodinamik


1 Monitoring tanda vital pada area critical care
2 Berikan oksigen via non-rebreather mask atau intubasi jika tidak
mampu untuk mempertahankan oksigenasi.

292

Catatan : intubasi dapat menurunkan keadaan hemodinamik dengan


menyebabkan impending venous return.
1 Pasang 2 jalur IV ukuran besar dan kirim darah untuk pemeriksaan.
Mulai resusitasi cairan.
Catatan : terapi trombolitik dipertimbangkan, dan jalur antecubital lebih disukai.

1 Jika BP masih rendah walaupun telah dilakukan resusitasi, maka mulai


pemberian inotropik.
Catatan : inotropik mungkin tidak akan berefek selain mencetuskan disritmia
ketika cardiac output menurun, dilatasi ventrikel kanan akan menjadi hipoksik
dan akan mendekati stimulasi hampir maksimal dari konsentrasi tinggi
katekolamin endogen. Penggunaan yang bijaksana dari IV Noradrenalin
dititrasi terhadap peningkatan moderat BP mungkin akan bermanfaat.
1 Berikan analgesik
Catatan : Opiates harus digunakan dengan hati-hati pada px hipotensi.
1 Kontak TKV untuk MRS pada CT ICU

Tips khusus Bagi Dokter Umum :


1 Ingat bahwa PE termasuk dalam 6 penyebab
nyeri dada yang mengancam nyawa.
2 Manifestasi klinik PE tidak spesifik, namun PE

Investigasi General Emergency


1 Hasil pemeriksaan EKG pada PE:
1. bisaanya non-spesifik
2. Non-spesifik ST depresi dan inverse gelombang T merupakan
penemuan yang paling sering ditemukan.
3. pada PE minor, tidak didapatkan stress hemodinamik, yang ada
hanyalah sinus takikardi.
4. pada PE massif akut atau subakut, bukti adanya right heart strain
dapat terlihat a.l :
1. rightward shift aksis QRS
2. Transient RBBB
3. Inverse gelombang T pada lead V1-3
4. P pulmonal
5. Classical S1Q3T3 (hanya terjadi 12%)
5. EKG normal (6%)
6. nilai utama EKG adalah meneksklusikan diagnosa potensial yang lain, seperti
infark miokard atau perikarditis. Lihat gambar 1 untuk EKG pada PE
2 BGA : khas : penurunan PaCO2 dan PaCO2 yang normal atau menurun karena
hiperventilasi. PaO2 sering tidak pernah normal pada PE , kecuali pada minor
PE, terutama karena hiperventilasi. Pada kasus tersebut pelebaran gradient
alveolo-arterial PO2 (AaPO2 > 20 mmHg) dapat lebih sensitive daripada PaO2
sendiri (lihat bab Acid-base Emergencies and useful formulae) hipoksemia dan
pelebaran AaPO2 dapat jelas terjadi karena banyak penyebab. BG, dapat

293

1
2
3

4
5

meningkatkan kecurigaan PE namun tidak sufficient untuk


mengeksklusi diagnosa PE.Catat FiO2 pada saat blood sampling.
FBC
Urea/elektrolit/kreatinin
DIVC Screen : D-dimer assay memiliki sensitivitas 85-94% untuk
mendiagnosa PE. Spesifisitasnya sekitar 67-68%. D-dimer ELISA yang
normal berguna untuk menyingkirkan dx PE pada px dengan probabilitas
pretest PE yang rendah atau memiliki non-diagnostik lung scan.
GXM 4-6U packed cells
CXR : pada PE :
1. secara umum, CXR tidak spesifik untuk diagnostic PE, namun
membandingkan dengan foto terdahulu akan memberikan manfaat.
2. hasil dapat menunjukkan :
1. Normal (~ 40%)
Catatan : film yang normal dapat terjadi pada semua tipe PE
akut. Namun hasil yang normal pada px severe acute
dyspnoea tanpa wheezing sangat mencurigakan adanya PE.
2. Bukti adanya infark pulmonal : opasitas perifer, kadang berbentuk
baji dengan apeks menunjuk pada hilum atau semisirkular dengan
basis pada permukaan pleural. (Hamptons hump)

3. Oligaemia pulmonal fokal pada sebagian paru yang terkena


emboli (Westermark sign) , namun sulit untuk terlihat pada
foto yang didapat pada keadaan akut.
4. Atelektasis
5. Efusi pleural kecil
6. Diafragma yang meningkat
Catatan : gambaran d, e dan f memiliki spesifisitas yang rendah
untuk PE
7. infiltrate yang terlokalisir
8. konsolidasi
9. plump pulmonary arteries pada PE massif
3. CXR bernilai untuk mengeksklusi kondisi yang menyerupai PE
(pneumothorax, pneumonia, gagal jantung kiri, tumor, fraktur kosta, efusi
pleura massif, kollaps lobar), namun PE dapat terjadi bersamaan dengan

proses kardiopulmonal
lainnya. Pemeriksaan Definitif
1
Lung scintigraphy
1. perfusi yang normal sangant penting untuk menyingkirkan dx yang
relevan dengan recent PE karena occlusive PE pada semua tipe
akan menyebabkan defek perfusi.
2. namun banyak kondisi selain PE seperti tumor, konsolidasi, gagal
jantung kiri, lesi bullous, fibrosis paru, dan obstructive airway
disease, yang dapat menyebabkan defek perfusi.
3. PE bisaanya menyebabkan defek perfusi namun tidak dengan ventilasi
(mismatch)dimana kondisi lain menyebabkan defek perfusi pada area
yang sama dengan defek perfusi (matched defects).
4. probabilitas defek perfusi sebagai penyebab PE dapat di nyatakan
sebagai tinggi, intermediate, atau rendah tergantung pada tipe
scans abnormalitas (tabel 4).

294
Tabel 4 : probabilitas (%) underlying PE menurut Kriteria penelitian PIOPED
Probabilitas Scan
Kemungkinan
Normal/ sangat
Non-diagnostik
Klinis
Tinggi
rendah
Rendah
Intermediate
Rendah
2
4
16
56
Intermediate
6
16
28
88
Tinggi
0
40
66
96
1 Computed Tomography (CT, spiral atau electron beam)
1. merupakan modalitas non invasive untuk menggantikan standar
lung scintigrafi
2. Keuntungan :
1.
lebih cepat
2.
kurang rumit
3.
kurang tergantung pada kemahiran operator dibanding
dengan pulmonary angiografi
4.
memiliki insufficient examination sama dengan pulmonary
angiografi (5%), dibanding dengan scintigram non-diagnostic (70%).
5.
Kesamaan interpretasi antar ahli yang lebih tinggi
dibandingkan dengan scintigrafi.
6.
Gambaran parenkim paru dan pembuluh darah besar sangat
mungkin didapatkan (cth massa pulmonal, pneumonia, emfisema,
efusi pleura, adenopathy mediastinal,) dan dx dapat dibut jika PE
tidak didapatkan. CT membantu mendiagnosa alternative adanya
dispneu, juga dapat mendiagnosa dilatasi ventrikel kanan, yang
mnunjukkan PE yang berat dan fatal.
3. CT memiliki spesifisitas dan sensitivitas 90% dalam mendiagnosa PE (lebih
besar dibandingkan dengan lung scintigrafi) pada arteri pulmonal utama, lobar
dan segmental, emboli subsegmental juga dapat terlihat. Sensitivitas CT akan
turun bila digunakan untuk mendeteksi non-diagnostic lung scan.

4. Saat ini, karena ada sumber yang bermakna yang menyatakan CT


memberikan hasil yang false negative dan false positif, maka CT belum dapat
digunakan sebagai Gold Standart yang baru untuk menggantikan angiografi.

Pulmonary angiografi
1. Masih merupakan Gold standart
2. indikasi : (1) jika kardiovaskular kollaps dan terdapat hipotensi , dan (2)
ketika pemeriksaan lain tidak dapat membuat kesimpulan
3. Kerugian : (1) avaibilitas yang terbatas, dan (2) mortalitas kecil (<
0,3%) namun merupakan resiko definitive.
4. kontraindikasi relative : (1). Kehamilan, (2) resiko perdarahan signifikan,
(3) insufisiensi renal, dan (4) thrombus right heart yang diketahui
Echocardiografi : dapat digunakan secara cepat pada px yang critically ill, dengan
kecurigaan PE massif, juga dengan kollaps kardiovaskular, untuk menyingkirkan
dx banding, atau dengan menegakkan dx dengan menemukan clots pada arteri
pulmonal sentral pada right heart. Jika ada bukti right heart strain tanpa clots
pada echo, spiral CT atau pulmonary angiografi harus dilakukan.
Suspek PE
1
Mulai IV heparin 5,000 U bolus atau SC fraxiparine 0,4ml
untuk BB<50kg, 0,5ml untuk BB 50-65kg, 0,6ml untuk BB > 65kg.

Lakukan investigasi

295
1
2

Kontak general medicine atau bagian paru.


MRS-kan px ke Bagian Paru

86. Pulmonal edema, Kardiogenik


Caveats
1 Mekanisme patogen utama adalah sympathetic overdrive dengan
distribusi sentral volume darah yang dihasilkan oleh peningkatan left
ventricular end-diastolic volume and pressure.
2 Karena tidak ada overload volume, manajemen dengan penggunaan
vasodilator harus menjadi dasar terapi utama dibandingkan dengan diuretic.

3 Target terapi edema pulmonal adalah resolusi sympathetic drive, yang


ditandai dengan normalnya nadi, restorasi ekstremitas yang kering dan
hangat serta kenyamanan px.
4 BP akan menjadi panduan untuk mengetahui keberhasilan terapi
dibanding dengan target terapi itu sendiri.
5 CPAP mask adalah efektif, namun membutuhkan px yang sadar dan kooperatif,
penggunaannya pada edema pulmonal kemungkinan sangat terbatas.

296
Diagnosa edema pulmonal
1 Dx dibuat secara klinis, a.l:
1. distress respirasi yang severe, dengan ketidakmampuan
mempertahankan posisi berbaring/supine.
2. ekstremitas yang dingin dan lembab
3. thready pulse
4. SpO2 (banyak pasien yang parah yang memiliki saturasi sekitar 80-90%),
karena true hipoksia vasokonstriksi perifer mempengaruhi sensorik.

Manifestasi klinis yang menandakan impending respiratory failure


adalah sebagai berikut :
1. AMS, cth kebingungan, gangguan sensorium
2. usaha nafas yang lemah dan tidak terkoordinasi
3. desaturasi yang progresif, ditunjukkan dengan pulse oksimetri
4. jika BGA cito menunjukkan:
1. PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg
2. Normalisasi PaCO2
Karena deteriorasi dapat terjadi dengan cepat, keputusan klinis untuk
melakukan intervensi yang agresif harus dibuat tanpa pemeriksaan
BGA. Nilai ambang yang rendah untuk intubasi dan ventilasi mekanik
harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum
1 Dudukkan px edema pulmonal pada posisi tegak
dan berikan suplemen oksigen
2 Pasang jalur IV dan berikan IV furosemide 4080mg bolus

Manajemen
Harus ditangani pada area critical care
Monitoring penuh, pasang defibrilator

Periksa ABC dan lihat kemungkinan untuk dilakukannya intubasi jika


terjadi impending respiratory failure.
Berikan oksigen 100% dengan non-rebreather reservoir mask
Pasang akses IV
Lakukan EKG 12 lead untuk menyingkirkan adanya inferior/right
ventricular infarction (yang merupakan kontraindikasi nitrat)
Cek Darah: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim kardiak, dan
troponin T BGA diambil sebagai dasar penilaian
CXR portabel
Kateterisasi untuk mengukur urin output.
Pilihan
Obat
Terapi farmakologis

297

1. Nitrogliserin : 10-200g/menit. Mulai dengan 10 g/menit, perlahan


meningkat sampai 5 g setiap 5 menit.
Titrasi untuk respon dan efek BP. Tidak ada monitoring invasive
yang diperlukan. Turunnya BP dapat terjadi cepat dengan
menggunakan dosis tinggi. Lakukan monitoring berlanjut terhadap
BP. Infus harus diturunkan ketika MAP mencapai 90mmHg.
2. nitropruside : 0,25-10 g/kg/menit. Mulai pada dosis rendah dan
titrasio sampai berespon. Merupakan vasodilator yang sangat kuat.
Monitoring invasive biasanya diperlukan. Perawatan harus
dilakukan untuk mencegah penurunan BP.
3. Hydralazine : IV 10mg setiap 30 menit
Vasodilatasi kuat, efek dapat bertahan sementara waktu. Harus dilakukan
untuk monitoring px, terutama bila dikombinasi dengan obat lain.

Obat lainnya
1. furosemide : 40-80 mg IV bolus
Efektif namun bervariasi pada onset efek yaitu antara 20 menit
sampai 2 jam. Efek tidak dapat dititrasi. Efeknya tidak fisiologis.
Dosis tinggi diperlukan pada px gagal ginjal.
2. Morfin : 0,1 mg/kg. Diberikan sebagai bolus tambahan 1 mg.
beberapa regimen dimulai dengan IV morfin 3-5mg. merupakan
venodilator yang lemah dibanding dengan obat lain, tidak mudah
dititrasi, juga menurunkan respiratory drive. Hindari bolus dalam
jumlah besar karena dapat menyebabkan apneu.
Obat Oral : dapat diberikan bila akses IV terlambat atau tidak
mungkijn dilakukan. Dapat ditambahkan sebagai kombinasi untuk
edema pulmonal akut.
1. Gliseril trinitrat : 0,5 -1,5 mg dapat diberikan SL. Dalam bentuk tablet
atau aerosol spray. Efek serupa dengan bentuk IV .
2. Captopril : SL captopril 6,25 mg atau 12,5mg. Dosis tergantung pada
BP dan bila digunakan secara tunggal atau dengan kombinasi
dengan obat lain. Efek tidak mudah dititrasi.
Regimen Kombinasi
1. IV GTN ditambah dengan Furosemide : Furosemid diberikan dalam
stat dose, sedangkan IV GTN diberikan sebagai infus yang dititrasi.
Dosis infus IV GTN harus lebih rendah.
2. IV GTN ditambah dengan Captopril : SL captopril diberikan sebagai
stat dose, IV GTN diberikan seperti diatas.
3. Furosemide ditambah dengan morfin : kombinasi tradisional.
Hipertensi pada Edema Pulmonal
Sering sulit dijelaskan apakah hipertensi menjadi penyebab
edema pulmonal karena hampir semua pasien memiliki respon
simpatetik yang akan menyebabkan peningkatan BP.
Manifestasi yang menunjukkan bahwa hipertensi merupakan
penyebab primer a.l:
1. Riwayat hipertensi berat yang tidak terkontrol.
2. Florid fundal changes, retinopati grade III atau IV
Jika bukti menunjukkan adanya krisis hipertensi sebagai penyebab
edema pulmonal, manajemen kasus tersebut harus melibatkan penggunaaan
vasodilator dengan tujuan untuk menurunkan BP secara cepat namun aman.

298

Hipotensi pada Edema Pulmonal


Hipotensi mengindikasikan adanya gagal jantung yang severe dengan cardiac
output yang rendah (Killip Class IV). Manajemen edema pulmonal dengan
hipotensi memberikan tantangan yang besar bagi seorang dokter emergency.

IV dobutamin (5-20 g/kg/menit) atau IV Dopamin (5-20 g/kg/menit)


dapat ditambahkan pada regimen terapi edema pulmonal untuk membantu
mempertahankan BP setidaknya 90mmHg SBP. Pada situasi seperti itu,
agent yang diberikan pada edema pulmonal harus dalam bentuk IV,
dengan kerja yang cepat serta dapat dititrasi dengan efektif.
Pasien dapat diintubasi lebih awal karena sebagian besar obat yang
digunakan pada edema pulmonal dapat menyebabkan penurunan BP.
Hindari obat yang meiliki efek negative inotropik seperti thiopentone.
IV etomidate merupakan pilihan baik karena stabil terhadap kardiovaskular.

CPAP pada Edema pulmonal


CPAP (Continous Positive Airway Pressure) ventilasi dapat bermanfaat pada px yang
tidak berespon terhadap suplementasi oksigen. CPAP akan membantu mencegah
kollaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas. Tekanan dimulai 5-10 cmH 2O dan harus
disesuaikan untuk mencegah penurunan cardiac output dan BP. Pasien harus selalu
sadar, kooperatif, dan memiliki usaha nafas yang baik untuk menjalani terapi ini.

Penempatan
MRS-kan px dibawah ini pada CCU:
1. pasien yang diintubasi
2. concomitant ACS
MRS-kan px yang membutuhkan CPAP pada high Dependency
unit MRS-kan px sisanya pada bangsal umum kardiologi.

87. Renal Emergencies


Hiperkalemia
Caveats :
Severitas hiperkalemia terkait dengan kadar potassium plasma namun
tergantung juga pada variabilitas antar pasien. Perkembangan hiperkalemia
dapat berefek secara signifikan pada keadaan klinis pasien. Jangan
menunggu selesainya pemeriksaan kadar potassium untuk memberikan
terapi bila pemeriksaan klinis serta EKG menunjukkan hiperkalemia.
Manifestasi klinis dapat menyebabkan protean. Perubahan EKG jika terjadi
akan sangat berguna namun cukup sulit untuk dinterpretasi dan mungkin juga
tidak muncul pada beberapa pasien hiperkalemia berat. Asidosis metabolic
dan hipokalsemi dapat memburuk pada severe hiperkalemi.
Pada setting klinik (cth gagal ginjal kronis, diabetic neuropathy) dengan
perubahan EKG konsisten dengan hiperkalemi berat (lihat gambar 1), akan lebih

299
tepat untuk mempertimbangkan terapi empiris jika hasil potassium
serum tidak bisa didapatkan secara cepat.
Kadar potassium serum lebih besar dari 5,5 mmol/l dipertimbangkan
sebagai hiperkalemi. Pseudohiperkalemia banyak terjadi karena hemolisis
ekstravaskular. Penyebab lain meliputi trombositosis berat dan lekositosis.
Beratnya hiperkalemi adalah sebagai berikut:
Ringan : kadar potassium < 6,0 mmol/l dan EKG dapat normal atau
hanya menunjukkan peaked T wave.
Moderat : kadar potassium 6,0-7,0 mmol/l dan EKG dapat
menunjukkan peaked T waves
Severe : kadar potassium 7,0-8,0 mmol/l dan EKG menunjukkan
pendataran gelombang P serta pelebaran QRS; 8,0-9,0 menunjukkan
fusi QRS dengan gelombang T (sine wave) yang menyebabkan
disosiasi A-V, disritmia ventrikel, dan kematian.
4 langkah manajemen Hiperkalemi
Langkah 1 : Stabilisasi potensial membrane
Berikan Kalsium Kloride atau glukonat 10% : 10-20ml IV selama 3-10 menit,
sampai maksimum 20ml. Onset : 1-2 menit. Ulangi dosis yang sama jika tidak

ada perubahan. Durasi : 30-60 menit.


Catatan : Kalsium IV digunakan jika ada bukti EKG yang menunjukkan hiperkalemia,
kelemahan neuromuscular yang signifikan atau potassium serum >7,0 mmol/l. hatihati pada pasien yang memakai digoksin karena akan menyebabakan kercunan
digitalis yang berat. Pastikan jalur IV berlaku dengan baik karena ekstravasasi
kalsium pada jaringan subkutan dapat menyebabkan nekrosis kulit.

Gambar 1 : manifestasi Hipokalemi dan hiperkalemi


pada EKG Langkah 2 : perpindahan potassium ECF ke ICF
Berikan Dekstrose/insulin : 40-50 ml D50W IV selama 5-10 menit dan
10 unit insulin regular sebagai bolus terpisah. Onset : 30 menit, durasi :
4-6 jam. Direkombinasikan setelah terapi sodium bikarbonat.
Berikan sodium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV sebagai bolus selama 5 menit pada
pasien dengan asidosis metabolic moderat sampai severe; ulangi setelah 5 menit

pada asidosis metabolic. Onset : 5 menit, durasi 1-2 jam.


Catatan : lebih bermanfaat pada pasien asidosis yang hebat (dapat tidak
berefek pada pasien non-asidosis). Harus digunaikan dengan hati-hati
pada pasien CRF karena dapat menyebabkan overload cairan dan
memprovokasi hipokalsemi tetani atau kejang karena alkalosis akut
Berikan salbutamol : tambahkan 5 mg 3-4 ml salin dan nebulisasikan selama
10 mneit. Onset : 30 menit, durasi 2 jam. Salbutamol dapat digunakan dengan
hati-hati dengan iskemic heart disease yang dicurigai atau telah ada.

Langkah 3 : Hilangkan potassium dari tubuh


Resonium A: 15 g PO 4 -6 jam sekali. Onset 1-2 jam, durasi : 2 jam.
Perhatian pada pasien dengan konstipasi atau ileus yang signifikan.

300

Hemodialisis (kontak renal medicine dulu): onset : dalam menit,


durasi : 4jam.
Langkah 4 : hindari peningkatan potassium lebih lanjut
Review semua medikasi : cth Span K, ACE inhibitor, beta
blocker. Review Diet dan KIE.
Catatan: Langkah 3a dan 4 bisaanya mencukupi untuk hiperkalemi ringan
dan moderat. Pengulangan pemeriksaan kadar potassium serum dapat
digunakan untuk memastikan tidak adanya peningkatan potassium dan
peningkatan kadar potassium serum.
CRF dengan overload cairan dan tidak dalam dialysis
Tangani pada area critical care
Tempatkan pasien pada posisi
tegak Berikan oksigen aliran tinggi

Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-10 menit, pulse oksimetri


Sisakan salah satu pembuluh darah di lengan untuk akses arterio
venous (jangan digunakan untuk mengambil darah)
Lakukan tes darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, dan BGA juga
enzim kardiak jika ada kecurigaan iskemik kardiak.
Terapi obat:
1. morfin : 2,5-5 mg IV ( jika tidak terdapat edema pulmonal)
2. GTN 0,5 mg SL atau nitroderm 5-10 patch atau IV 10-200g/menit.
3. Felodipine 2,5mg PO jika BP tinggi
4. Furosemide 120-240 mg IV
Pertimbangkan dialysis jika tidaka ada overload cairan yang
hebat, hiperkalemi, asidosis metabolic atau pasien yang tidak respon
terhadap pada terapi diatas.
CRF dengan overload cairan tanpa adanya akses intravena yang tercapai
Lakukan 4 langkah
diatas Terapi obat
1. Morfin 5-10mgIM
2. GTN 0,5mg SL atau nitroderm 5-10mg patch
3. Felodipine 2,5mg PO jika BP tinggi
4. Furosemide 120-240 mgPO
Asidosis Metabolik Yang Berat
Caveats
Pasien sering muncul dengan gejala yang nonspesifik dengan efek
klinik yang tertutupi oleh tanda dan gejala dari penyakit lainnya.
Asidosis metabolic harus dicurigai pada pasien dengan hiperventilasi,
AMS dan instabilitas hemodinamik.
Manajemen
Terapi suportif
1. Tangani pada area critical care
2. pastikan patensi jalan nafas

301

3. Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-10 menit


4. Pasang jalur IV dengan NS
5. Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, GDA, BGA, osmolalitas serum,
urinalisis, EKG
6. X ray : tidak ada manfaat yang spesifik pada keadaan asam basa. Namun
KUB dapat digunakan untuk mengidentifikasi substansi yang telah ditelan,
cth : tabelt besi, atau masalah GI yang menyebabkan ketidakseimbangan
asam basa, seperti obstruksi bowel atau iskemik bowel.

Prioritas Keputusan
Ketika hasil lab telah ada, dan akurat, 3 langkah untuk
melanjutkan evaluasi keadaan asidosis. Lihat bab Acid Base
Emergencies dan rumus yang disarankan untuk lebih detilnya.
1. tentukan abnormalitas asam basa primer dan sekunder
2. Perhitungkan osmolal gap untuk mendeteksi adanya low molecular
weight osmotically active substance (lihat rumus yang disarankan).
3. review kadar potassium yang berhubungan dengan pH abnormal (lihat bab
Useful Formulae).
Terapi Spesifik
Terapi bikarbonat adalah untuk mengembalikan keadaan asidosis
organic yang hebat serta yang dapat kembali dengan mudah. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pH arterial diatas 7,2. Tidak perlu untuk mengkoreksi pH jika
pH 7,2 atau lebih kecuali ada maalah yang mengancam nyawa yang perlu
ditangani. Tidak ada rumus yang sempurna namun rumus dibawah ini dapat
digunakan : Dosis NaHCO3 [mEq] = ([HCO3-] yang diinginkan [HCO3] yang
terukur) x 50% berat badan dalam kg. setengah dosis diberikan pada awal,
sedang sisanya disesuaikan dengan hasil lab. Jangan bertujuan untuk
mengkoreksi bikarbonat sampai pada kadar yang normal.
Dosis : terapi bolus direkomendasikan hanya pada asidosis berat atau jika
ada hemodinamik compromise. Pasien dengan asidosis yang kurang
mengancam nyawa dapat diterapi dengan infus IV bicarbonate. Tambahkan
100-150mEq NaHCO3- (2-3 ampul NaHCO3- 8,4%) pada 1 liter D5W serta
berikan selama 1-2 jam dengan mengulangi BGA sebagai pedoman terapi.

Komplikasi potensial; terapi adalah hipernatremi, hiperosmolalitas,


overload volume, hipokalemi, dan alkalosis posttreatment.
Indikasi Dialisis
Edema pulmonal severe
Hipertensi berat tidak terkontrol dari overload cairan yang
severe tidak berespon terhadap diuretic.
Hiperkalemi
Asidosis metabolic yang berat
Beberapa keracunan, cth : methanol, ethylene glikol, salisilat
(severe)
Uremia, termasuk perikarditis dan ensefalopati
Masalah yang Terkait
dengan Dialisis

302

Hemodialisis
1. komplikasi
terkait
akses
vascular Perdarahan
1.
tekan pembuluh darah namun jangan menyumbatnya
dengan tekanan yang berlebihan
2.
catat adanya thrill
3.
lanjutkan dengan konsultasi pada Dialysis Access Team serta
Renal medicine.
Loss of thrill in shunt : konsultasi cepat pada Dialysis
Access Team serta Renal medicine.
Infeksi
1. sementara tanda klasik sering muncul, namun pasien juga
dapat muncul dengan keluhan demam saja.
2. lakukan FBC dan kultur darah, berikan dosis awal antibiotik,
cth: IV ceftazidime 1-2g.
3. MRS pada Renal medicine;
B. Komplikasi terkait dengan non-vaskular

Hipotensi
1.
hipotensi post hemodialisis dapat terjadi karena
penurunan volume intravaskuler di sirkulasi. Cek seberapa
banyak cairan hilang pada saat melakukan hemodialisa.
2.
masalah yang serupa juga terjadi pada peritoneal
dialysis, yaitu hilangnya cairan selama peritoneal dialisa.
3.
sebagian besar kasus membutuhkan observasi setelah
dialisa, namun juga membutuhkan cairan IV.
4.
Pertimbangkan dan eksklusikan :
a. Occult Haemorrhage : lakukan PR untuk mendeteksi
perdarahan GIT.
2.
AMI akut/ disritmia atau tamponade jantung
3.
Hiperkalemi yang mengancam nyawa; berikan
terapi empiris.
4.
Infeksi.
5.
Emboli udara atau pulmonal dan hemolisis
akut saat hemodialisis
Dispneu
1. sebagian besar karena overload volume: pertimbangkan
gagal jantung mendadak, tamponade jantung, efusi pleural,
asidosis berat, anemia berat (yang berasal dari kehilangan
darah akut dan kronis) serta sepsis.
2. Eksklusi MI akut ; juga emboli udara dan emboli pulmonal
atau dan hemolisis pada hemodialisis.
Nyeri dada
1. sebagian besar iskemik yang berasal dari underlying IHD dan di
eksaserbasi dengan hipotensi transient dan hipoksemia terkait
dengan proses dialysis. Juga pertimbangkan emboli pulmonal,
hemolisis akut dan emboli udara pada hemodialisis.
2. manajemen : EKG, monitoring, enzim kardiak.
3. Konsultasi dengan renal medicine dan atau bagian kardiologi.

303

4. pertimbangkan penyebab nyeri dada non iskemik seperti


pericarditis, penyakit paru/pleural, refluks esofagitis, gastritis
atau ulkus peptikum.
Disfungsi Neurologi
1. Eksklusi abnormalitas elektrolit, infeksi, katastropik
intracranial mayor.
2. Manajemen :
1. Cek GDA, urea/elektrolit/kreatinin, BGA
2. Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse
oksimetri
3. Cari abnormalitas neurologik fokal baru dan lakukan
CT scan
3. Kejang : terapi seperti bisaanya. Konsul renal medicine dan
atau bagian neurology.
Peritoneal Dialisis
Komplikasi terkait dengan Dialisis
Peritonitis
1. Cloudy Effluent, nyeri abdomen non-spesifik, malaise, demam, dan
kasus kedinginan yang ringan sampai moderate.
2. Vomiting, nyeri hebat, syok, dan tanda klasik peritonitis pada
beberapa kasus yang severe.
3. manajemen
1. cek FBC, urea/elektrolit/kreatinin dan kultur darah
2. berikan antibiotik cth IV Ceftazidime 1-2 g
4. Informasikan pada Renal Medicine
Kebocoran kateter
Hipotensi
Akut abdomen
1. karena kondisi intraabdomen yang serius yang mirip dengan peritonitis
2. konsultasi pada Renal medicine dan bedah umum.
Catatan : pasien CAPD memiliki resiko hernia abdominal/inguinal
karena peningkatan tekanan intrabdomen, serta obstruksi intestinal
sekunder akibat adhesi.
Infeksi tunnel/kateter ext site
1. sering sulit untuk dideteksi secara klinis
2. Konsultasikan pada Renal Medicine.

88. Respiratory failure ( Gagal Nafas, Akut )


Definisi
Tipe I : PaO2 60 mmHg (8 kPa)
Tipe II : PaCO2 55 mmHg (7 kPa) dengan atau tanpa oksigenasi
yang rendah.
Caveats
Pasien dengan gagal nafas tipe II saja dapat terlihat nyaman namun
memperdayakan, dimana px tidak menunjukkan takipneu. Pasien hiperkarbi

304
terlihat mengantuk, sedangkan pasien hipoksia sering terlihat agitasi,
dan kadang berlaku kasar. Mereka membutuhkan pemeriksaan BGA
ulang untuk monitoring PaCO2 atau end tidal CO2.
SaO2 91% berespon terhadap PaO2 60 mmHg secara umum, namun
keadaan ini dipengaruhi pH, temperature dan level 2,3 DPG.
Jangan memberi terapi kadar PaCO2 yang tinggi pada pasien dengan
chronic compensated gagal nafas tipe II, cth jika pH normal (pH > 7,35).
Selalu berikan oksigen sebanyak mungkin yang diperlukan untuk
mengkoreksi hipoksia (SaO2 > 90% namun tidak > 95%)
Gunakan pulse oksimetri untuk mentitrasi oksigenasi (SaO 2) dan BGA
untuk mengevaluasi ventilasi (CO2 dan pH).
Jika CO2 mulai meningkat karena hilangnya hipoksik drive, pasien butuh support
ventilasi dalam bentuk biphasic positive airway pressure (BIPAP), atau

Intermittent positif Pressure Ventilation (IPPV).


Penyebab umum meliputi :
1. Edema pulmonal
2. Pneumonia
3. Emboli paru
4. asma berat/COLD
5. trauma dada
6. Tenggelam
7. Aspirasi
8. acute respiratory distress syndrome
9. Metastase pulmonal
Catatan : untuk pasien hiperventilasi dengan penemuan normal pada dada.
Lihat Hiperventilasi.
Pertimbangkan serius dx Emboli paru pada pasien hipoksik
dengan CXR normal. Lihat bab Pulmonary Embolism.
Pasien yang mengalami aspirasi, mungkin mengalami
perunbahan CXr yang terlambat.
Terapi oksigen; lihat tabel 1.
Tips khusus Bagi Dokter Umum:
1 Berikan oksigen pada semua pasien yang mengalami
dispneu sampai ambulan datang walaupun px tidak

Tabel 1 Peralatan yang digunakan untuk memberikan terapi oksigen


Peralatan
Features
Keuntungan
Kerugian
Indikasi
Nasal prongs 1.
aliran 1. mudah
1. FiO2 tidak pasti 1. pasien
rendah (1-6 digunakan
2. FiO2 maksimum
kurang
l/menit)
2. tidak
< 40%
hipoksik
2.
FiO2
mengganggu
2. pasien
0,24-0,40
aktivitas bicara
dengan
(rata-rata 3- dan makan
riwayat
4%/l)
3. compliance
retaining
3.
FiO2
lebih baik
Cos
bervariasi 1. menghasilka

305
Simple mask
1. aliran
lambat (510l/menit)
2. FiO2 0,350,50 (sekitar
3-4%)

Venturi
mask
1. aliran
tinggi
sampai 60
l/menit
2. FiO2 0,240,50

Nonrebreathing
mask
1. aliran
rendah (615 l/menit )
2. FiO2 0,500,80

n FiO2 yang 1.kurang nyaman,


lebih tinggi panas
dan
daripada
membatasi
nasal prongs 2.mengganggu saat 1. pasien
bicara dan makan
hipoksia
3.dapat
sedang yang
menyebabkan
tidak
rebreathing CO2
memiliki
jika aliran di set
COLD
terlalu rendah
4.FiO2 bervariasi
1. FiO2 yang
lebih tepat 1. butuh 2 setting
2. maksimum
dan
resiko
FiO2 50%
tinggi
dalam
aplikasinya*
1. terapi
oksigen
2. compliance
yang buruk
terkontrol,
cth
gagal
3. kemungkinan
rebreathing CO2
nafas tipe II
jika alran tidak
dari COLD
adekuat
4. Kesulitan untuk
bicara
dan
makan
1.
FiO2
maksimum
1. compliance
80%
yang rendah
2. obstruksi akses
ke mulut
3. Claustrophobic 1. FiO2 tinggi
perlu
untuk
mengkoreksi
hipoksia.

1*
Koreksi aplikasi untuk Venturi masks
1. putuskan FiO2 yang diinginkan (24-30% : gunakan green diluter on mask ;
35-50%; gunakan white diluter)
2. pasang oksigen pada aliran yang tepat sesuai FiO 2 yang diinginkan
3. Atur ukuran venture mask sesuai FiO2 yang diinginkan.
Manajemen
1 tangani pada area resusitasi
2 berikan oksigen aliran tinggi via face mask dan monitoring jantung secara
kontinous, RR dan saturasi oksigen. Kurangi FiO2 sesuai pulse oksimetri dan
atau monitoring blood gas yang berkala setelah perbaikan pada px COLD.
Target saturasi O2 pada px COLD adalah 90-92% namun tidak > 92%. Awasi
px mungkin saja terdapat perburukan retensi CO2 dan narcosis.

3 Tanda klinis perburukan retensi CO2 dan asidosis respiratori tidak dapat
dipastikan. Pemeriksaan BGA diperlukan.

306

1 Semua px dengan COLD membutuhkan pemeriksaan BGA setelah titrasi oksigen


dan terapi awal diberikan dengan pengulangan nebulisasi bronkodilator.

2 Lakukan anamnesa secara cedpat untuk menentukan target


pemeriksaan dalam mencari penyebab dasar gagal nafas.
3 Terapi penyebab yang mendasari.
4 Jika px tidak membaik dengan pemberian oksigen dan terapi penyebab
dasar, pertimbangkan support ventilasi mekanis.
5 Pada hipoksia berat atau gagal nafas tipe I akut, pertimbangkan CPAP
(non invasive) atau PEEP (intubasi px)
6 Pada hiperkapnia berat atau gagal nafas tipe II akut, pertimbangkan
IPPV atau non invasive lain atau post intubasi.
7 Pertimbangkan BIPAP bagi pasien COLD dengan retensi CO 2 dan pH
antara 7,26 dan 7,32. pasien dengan pH < 7,26 bisaanya
membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik.
8 Jangan memberikan sodium bikarbonat pada px dengan pH yang rendah karena
adanya retensi CO2. hal ini akan mengeksaserbasi asidosis respiratori.

89. Sepsis / Syok septik


Definisi
1 Infeksi : fenomena microbial yang ditandai dengan respon inflamasi
terhadap adanya mikroorganisme atau invasi jaringan tubuh yang steril
oleh organisme tersebut.
2 Bakteremia : adanya bakteri yang viable pada darah.
3 Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) : merupakan
respon inflamasi sistemik terhadap berbagai hasil klinis yang parah.
Respon tersebut bermanifestasi dalam 2 kondisi dibawah ini :
1. Temperatur > 38oC atau < 36 oC

307

2. Heart rate > 90 x/menit


3. RR > 20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Lekosit > 12.000/mm3, < 4.000/mm3, atau terdapat > 10%
bentukan yang immature (band)
2 Sepsis : merupakan respon sistemik terhadap infeksi, ditandai oleh 2
kondisi sebagai berikut:
1. Temperatur > 38oC atau < 36 oC
2. Heart rate > 90 x/menit
3. RR > 20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Lekosit > 12.000/mm3, < 4.000/mm3, atau terdapat > 10%
bentukan yang immature (band)
2
Severe Sepsis : sepsis yang terkait dengan disfungsi
organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi
dapat terkait namun tidak terbatas terhadap asidosis laktak, oliguri,
atau perubahan status mental yang akut.
3
Syok Septik : sepsis yang diinduksi hipotensi walaupun
telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat selama adanya
abnormalitas perfusi yang dapat terlibat namun tidak terbatas pada
asidosis laktat, oliguri, atau perubahan status mental yang akut. Pasien
yang menerima obat inotropik atau vasopressor mungkin tidak akan
mengalami hipotensi pada saat terjadi abnormalitas perfusi.
4
Sepsis yang diinduksi hipotensi: sebuah SBP < 90 mmHg
atau penurunan 40 mmHg dari baseline dimana tidak ada penyebab
hipotensi yang lain.
5
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) : adanya
perubahan fungsi organ pada pasien yang sakit akut, sehingga
homeostatis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi.
Caveats
1 Pada pasien lansia, anak kecil, atau immunocompromise, manifestasi
klinis dapat tidak khas tanpa adanya demam atau lokalisasi yang jelas
dari sumber infeksi. (lihat bab Geriatric Emergencies).
2 Gejala sepsis meliputi demam, kedinginan dan gejala konstitusional
seperti fatigue, malaise, kecemasan atau kebingungan. Gejala ini tidak
pathognomonik untuk infeksi dan mungkin dapat terlihat dalam variasi
yang luas dari kondisi inflamasi non-infeksi.
3 Abnormalitas tanda vital seperti takipneu, takikardi dan peningkatan pulse
pressure dapat menunjukkan sepsis walaupun tidak didapatkan demam.
Catatan : pada tahap awal sepsis, cardiac output dipertahankan dengan
baik atau meningkat, berakibat pada kulit dan ekstremitas yang hangat.
Seiring perjalanan sepsis, pasien mulai menunjukkan tanda perfusi distal
yang buruk, cth : kulit dan ekstremitas yang dingin. Sehingga, late syok
septic tanpa adanya demam sulit dibedakan dengan tipe syok yang lain
dan tingkat kecurigaan yang tinggi sangat diperlukan.
1
Lokasi infeksi yang paling sering ditemukan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 : Faktor Predisposisi Bakteremia
Gram Negatif dan Gram positif
Bakteremia Gram Negatif
Diabetes mellitus
Kateter vascular

308
Penyakit Lymphoproliferatif
Sirosis hepatic
Burns
Kemoterapi

Indwelling mechanical devices


Luka bakar
Injeksi obat intravenous

Tips khusus bagi Dokter Umum :


1 Jika terdapat keterlambatan dalam
merujuk ke rumah, segera mulai
resusitasi cairan IV
2 Pada pasien dengan tanda meningococcaemia,
mulai IV kristaline penicillin 4 mega unit segera
karena pasien

Manajemen
1
Harus ditangani pada area resusitasi
2
Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5 menit, pulse oksimetri
3
Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen aliran tinggi.
Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan jika jalan nafas
terncam atau jika ventilasi dan oksigenasi tidak adekuat.
4
Pasang 2 jalur IV dan koreksi hipotensi secara agresif
dengan resusitasi cairan ( 1-2 liter kristaloid). Pertimbangkan
central venous line.
5
Lab :
1. GDA
2. FBC
3. kultur darah (2 tempat yang berbeda)
4. DIVC screen
5. Urea/elektrolit/kreatinin
6. BGA
7. Kultur Urin
6
CXR untuk mencari tanda konsolidasi dan ARDS
7
Pertimbangkan EKG
8
Pasang kateter urin untuk monitoring urin output.
9
Semua px harus menerima terapi antibiotik empiris
segera mungkin. Jalur pemberian harus IV.
Catatan : tabel 2 merupakan suatu panduan. Spectrum sensitivitas
bakteri terhadap antibiotik bervariasi pada masing-masing RS.
Tabel 2 : Panduan Pilihan Antibiotik
Suspek Infeksi
Immunokompeten tanpa sumber yang pasti

Immunocompromised tanpa sumber yang


pasti

Antibiotik yang Disarankan


Cephalosporin Generasi ketiga (cth : IV
Ceftriaxone 1g) atau quinolon (cth
ciprofloxacin 200mg)
Antipseudomonal
beta
laktamase
susceptible penicillin (cth IV Ceftazidime

1g) atau quinolon ditambah aminoglikosid


(cth : gentamisin 80mg)

309
Gram Positif

IV Cefazolin 2g. Pertimbangkan IV


Vancomycin 1g jika terdapat riwayat
penyalahgunaan obat IV atau indwelling
kateter atau alergi penisilin.

Anaerobic (Intraabdominal, bilier, traktus IV metronidazole 500mg tambahkan


genitalia wanita, pneumonia aspirasi)
Ceftrixone 1 g dan IV gentamycin 80mg
untuk bakteri Gram Negatif.
1 Inotropic vasoactive agents support dapat digunakan jika tidak ada
respon terhadap Fluid challenge. Noradrenalin merupakan pilihan pada
syok septic, dimulai pada 1g/kg/menit. Sebagai alternative, dopamine
dapat digunakan (dosis 5-20 g/kg/menit). Resusitasi cairan
diindikasikan oleh stabilisasi mentation, BP, respirasi, nadi, perfusi kulit
serta baiknya output urin.
2 Penggunaan
kortikosteroid
pada
syok
septic
masih
controversial.namun ia memiliki peran utama jika terdapat
insufisiensi adrenal.

3 Konsul ke tim di ICU untuk melakukan pemindahan pasien.

310

90. Cedera Medulla Spinalis


Peng Li Lee Shirley Ooi

Mekanisme Trauma
1 Trauma tembus
2 Trauma tumpul dengan gangguan pada kolumna vertebra menyebabkan
robekan atau kompresi dari elemen elemen saraf.
3 Kerusakan vaskular primer pada medulla spinalis, contoh kompresi oleh
hematom ekstradural.

PENTING
1 Trauma medulla spinalis seharusnya dicurigai dan imobilisasi
cervical tetap dilakukan dari waktu trauma pada keadaan :
1. Pasien trauma yang tidak sadar
2. Pasien yang selamat dari trauma kecepatan tinggi.
3. Adanya berbagai keadaan yang menyertai trauma :
1. Trauma kepala atau wajah yang signifikan : 4 20% insiden disertai
trauma cervical
2. Kontusio scapula : dapat menunjukkan flexi rotasi dari vertebra thoracalis.
3. Trauma sabuk pengaman : mungkin disertai dengan trauma
thorakal dan lumbal.
4. Trauma pada kaki / ankle akibat jatuh dari ketinggian : mungkin
disertai dengan kompresi pada vertebra lumbalis.
1 Cari tanda tanda cedera medulla spinalis :
1. Tanda tanda vital : syok neurogenik ( hipotensi dengan bradikardi )

Catatan : meskipun syok neurogenik seharusnya dipertimbangkan pada pasien


trauma dengan hipotensi tanpa adanya takikardi, hipovolemia dari kehilangan
darah masih harus disingkirkan pertama sebagaimana penderita yang tidak
menunjukkan respon takikardi, contoh pasien dengan pengobatan beta bloker.

2. Pada inspeksi :
1. pernapasan diafragma
2. Sikap tubuh yang flexi pada anggota gerak atas menunjukkan
adanya trauma medulla soinalis letak tinggi.
3. Fascikulasi otot spontan.
4. Priapismus
3. Pada tes :
1. Pola myotom dari kehilangan tenaga : lihat table 1
2. Pola dermatom dari kehilangan sensoris : lihat gambar 1
3. Lesi cedera spinalis total : Kehilangan total dari tenaga motoris dan
sensasi distal dari tempat cedera medulla spinalis. Diagnosis differential
adalah syok spinal ( umumnya kurang dari 24 jam ). Cari sacral
sparing ( mempunyai nilai prognosis untuk pemulihan fungsional ) :
sensasi perianal yang intak.

311
91. Stroke
DIAGNOSA
1 Stroke akut ditandai dengan onset mendadak dari deficit neurologik fokal,
bisaanya terjadi pada teritorium pembuluh darah otak. Manifestasi klinis yang
sering timbul : hemiparesis, hilangnya hemisensori, kelemahan wajah, disartria,
afasia dan gangguan penglihatan, terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi.

2 Stroke diklasifikasikan :
1. Stroke iskemik (IS, 70-90%, insiden lebih tinggi pada ras
kaukasian). Etiologi yang sering meliputi atherothrombosis arteri
besar, kardioembolisme, dan small vessel disease (stroke lakunar)
2. Stroke Hemorragic, dimana terjadi perdarahan intraserebral
(ICH, 10-30%, lebih tinggi insidennya pada ras non-kaukasian)
dan subarachnoid haemorrhage (SAH, sekitar 2%).

Tabel 1 : Diagnosa Banding Stroke


Hipoglikemia/hiperglikemi
Post epileptic (Todds) paralysis
Complicated migraine
Hipertensi ensefalopati
Trauma kepala (hematoma epidural/subdural)
Tumor otak/abses
Meningitis/ensefalitis
Disseksi aorta
Bells palsy
Kondisi fungsional (psikiatrik)

Tips khusus bagi Dokter Umum:


1 Pasien stroke yang merupakan kandidat potensial untuk trombolisis (gambar 1) harus
dipindahkan ke ED dengan ambulan tanpa penundaan.
2 Sebagian besar pasien dengan suspek stroke harus diperiksa secara cepat pada ED pada saat
kedatangan untuk manajemen secepatnya. Home visit dan pemeriksaan rawat jalan tidak dibenarkan kecuali
px datang dengan gejala kelemahan yang ringan dan tidak progresif serta telah berlangsung lebih dari 48 jam.
3 Dokter umum dapat berperan dalam meng-KIE pasien yang beresiko tinggi (cth : Hipertensi, DM,
hiperkolesterolemi, penyakit jantung, perokok dan riwayat stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA) , juga

pada keluarga untuk mengetahui gejala awal stroke, kemudian segera memfasilitasi px ke RS
bila terjadi serangan stroke.
1 Selalu periksa GDA untuk menyingkirkan hipoglikemi
2 Bells palsy sering membingungkan dx stroke. Bells palsy (isolated lower motor neuron-type
facial nerve palsy) ditandai dengan paralysis komplit separuh bagian wajah tanpa
mengecualikan otot dahi. Membedakannya dengan pasti sangatlah sulit pada kasus kelemahan
wajah partial, dan merujuk ke bagian neurology sangat disarankan.
3 Px dengan TIA (deficit neurology akut yang berkaitan dengan etiologi serebrovaskular dengan
remisi komplit dalam 24 jam sejak onset gejala) memiliki resiko tinggi menderita stroke iskemik lebih
dini pada periode post TIA. Mereka membutuhkan rujukan segera ke neurologist atau ke klinik stroke.
Jika pertemuan dengan ahli saraf tidak bisa dilakukan pada hari yang sama, maka berikan obat
antiplatelet (aspirin 150-300mg, diikuti dengan 75-100mg/hari) bila tidak ada kontraindikasi. Pasien
dengan TIA berulang atau crescendo TIAs harus segera dirujuk ke ED.

312

Pertimbangkan beberapa keadaan yang menyerupai stroke,

yang terlihat pada tabel 1. selalu lakukan pemeriksaan GDA untuk


mengeksklusi hipoglikemi.
Stroke dikenal sebagai keadaan yang sangat sensitive dengan waktu,
terutama pada penggunaan rtPA sebagai terapi stroke iskemik yang akut,
dimana akan sangat bermanfaat bila diberikan pada 3 jam pertama
setelah onset serangan. Pasien suspek stroke harus dirujuk menggunakan
ambulan pada ED terdekat.
Defisist neurologist terkait dengan sakit kepala, nausea, vomiting,
penurunan tingkat kesadaran dan peningkatan BP yang besar cenderung
menunjukkan stroke hemorrhagic.
Terapi hipertensi pada stroke akut sering controversial dan harus
ditangani hati-hati.
MANAJEMEN
Manajemen pada pasien suspek stroke di ED, meliputi:
Pertahankan status fisiologis yang optimal, termasuk oksigenasi, hidrasi
dan kadar gula darah yang baik. Semua pasien harus dipuasakan, dan
diberikan infus isotonic saline. Demam harus diselidiki penyebabnya serta
dikontrol degan antipiretik. Manajemen BP didiskusikan dibawah ini.
Diagnosis definitive stroke dan subtype stroke (IS, ICH atau SAH).
Keadaan ini membutuhkan CT scan kepala dalam 24 jam pertama.
CT scan kepala emergent dilakukan pada ED diindikasikan pada :
1. pasien IS merupakan kandidat pemberian trombolitik atau
terapi antikoagulasi cth datang dalam 3 jam pertama sejak
onset gejala, atrial fibrilasi.
2. Suspek ICH, cth peningkatan BP grossly, sakit kepala,
vomiting, kebingungan, hitung platelet yang rendah, profil
koagulasi yang terganggu, penggunaan antikoagulan atau
kecanduan pada obat stimulant.
3. Suspek SAH, cth nyeri kepala yang berat, meningism atau
hilangnya kesadaran. Lihat bab SAH
4. pasien yang beresiko mengalami deteriorasi dini, cth stroke
kortikal yang berat dengan hemiplegic, deviasi mata, dan
afasia atau hemineglect, suspek stroke pada fossa posterior.
Hasil pada CT scan kepala pada kelompok ini akan membantu penentuan tx.

Manajemen Hipertensi pada stroke akut


Stroke Haemorrhagic
penurunan akut BP dapat mengurangi perdarahan ulang dan ekspansi
hematoma.
Namun penurunan BP yang terlalu agresif dapat mengeksaserbasi
iskemik pada daerah yang terkena hematoma
Target manajemen pada pasien stroke hemorhagik akut :
SBP < 180 mmHg
DBP < 105 mmHg

Bisaanya tidak membutuhkan terapi di ED, terapi


yang lebih agresif dapat dipertimbangkan setelah
MRS

313

SBP 180-220 mmHg


DBP 105-120 mmHg

Transdermal nitrogliserin 5-10mg, atau IV


labetalol, esmolol, enalapril atau diltiazem pada
dosis kecil yang dititrasi

SBP > 220 mmHg


DBP > 120 mmHg

IV nitrogliserin 0,6-6mg/jam

Stroke iskemik
Tidak ada data yang menyebutkan keuntungan control BP
secara agresif pada stroke iskemik akut
Sebagian besar pasien BP akan secara spontan membaik pada beberapa
jam dan kembali ke baseline setelah beberapa hari sejak onset gejala stroke.

Kebanyakan ahli saraf menyatakan bahwa penurunan BP secara


signifikan akan membahayakan px karena dapat menurunkan perfusi kollateral
pada daerah iskemik penumbra, yang berakibat pada ekstensi dari infark.

Control BP diindikasikan pada px stroke dengan:


1. Gagal jantung kongestif
2. acute Myocard iskemik/infark.
3. gagal ginjal akut
4. hipertensi ensefalopati
5. Diseksi aorta
6. terapi dengan trombolitik atau antikoagulan
Target manajemen BP pada stroke iskemik akut
SBP < 220 mmHg
DBP < 120 mmHg

Jangan diterapi, kecuali ada indikasi untuk


mengkontrol BP

SBP >220 mmHg


DBP 121-140 mmHg

Transdermal nitrogliserin 5-10mg, atau IV


labetalol 10-20mg dibawah monitoring EKG,
diulang tiap 10 menit sampai dosis maksimum
100mg/jam, atau IV enalapril 1,25 mg.

DBP > 140 mmHg

IV nitrogliserin 0,6-6mg/jam

DISPOSISI
seluruh px stroke harus MRS untuk evaluasi, terapi dan rehabilitasi
lebih lanjut. Namun px yang stabil dengan lakunar infark > 48 jam yang
tidak progresif serta tidak memiliki disabilitas neurology/deficit dapat
KRS dengan follow up segera di poliklinik.
Sebagian besar px TIA yang datang ke ED harus MRS untuk workup
dan inisiasi terapi medis. Merujuk ke spesialis neurology segera pada
hari yang sama merupakan alternative lain yang dapat dilakukan.

314

Px datang de
durasi 7hari,

Kelemahan pa
limb pada 1 sis

Rasa pusing
bicara Matiras

Ketidakm
mengekspre
atau untuk m
D
e

Kebutaan
sebagian a
pandang pad

Diplopia ata
dan atau limb

Area critical care


atau intermediate

Gejala < 3ja


IV jika m

Oksigen dititrasi sampa


(atau 90% untuk CO

Monitoring BP
GTN patch5-10mg jika
220/120mmHg dalam
pengulangan setelah 5
tipe stroke yang belu
Review control BP dan

antihipertensi setelah
scan kepala
Cek GDA-terapi ketika
>11mmol/l

Cek criteria

STAT konsultas
trom

316

*
1
)2
)

*
*1
)2
)3
)

4
06
0
ta
h
92. u
n.
Haemorrhage
2
Ke
(SAH)
c
C e
p
1 S at
A a
H n
ti
m m
e b
n ul
i n
n y
g a
k o
a
n
t
s
et
s
s
e
i a
r kit
i k
n e
g p
al
u a
s (
i m
a e
, n
d
d a
a d
n a
k,
m s
e e
n p
g er
a ti
l th
a u
m n
i d
p er

c
l
a
p
)

s
a
d
ar
,
3
0
l %
e le
b ta
i rg
h i,
d
b a
e n
r si
g s
u a
n n
a y
a
3
s 2
e 0
b %
a st
g u
a p
i or
p at
e a
d u
o k
m o
a m
n a.
4 Ka
d k
a u
r k
i u
p d
a u
d k
a m
e
s m
e b
v ut
e u
r h
i k
t a
a n

n
d
a
n
e
ur
2 ol
- o
3 gi
k
j n
a o
m nfo
u ka
n l
t se
u ri
k n
g
m m
u u
n nc
c ul,
u ct
l h:
. n
a
us
5 P e
e a,
m vo
e mi
r
tin
i
k g,
s d
a e
a m
n a
m
f 6 ,
u
si
n
d nk
u o
s p
k e,
o ke
p bi
i
n
m
e g
n u
u n
n g

w
a
k
t
u

a
n
,
m
i
g
r
a
i
n
e
l
i
k
e
h
e
a
d
a
c
h
e
,
a
t
a
u
k
o
m
a
.

7 P
a
s
i
e
n
d
e
n
g
a
n

at
m
u
n
c
ul
d
e
n
g
a
n
p
u
pil
b
er
dil
at
a
si
ip
sil
at
er
al
,
at
a
u
d
e
vi
a
si
m
at
a
a
ki
b
at
p
al
sy
N
er
v
u
s
kr
a
ni

a a
l ki
i b
s at
p
k er
e d
t ar
i a
g h
a a
. n
p
8 P a
a d
s a
i lo
e b
n u
s
d te
e m
n p
g or
a ali
n s
at
m a
i u
d fis
d s
l ur
e e
S
c yl
e vi
r a.
e Nis
9
b ta
r g
a m
u
l s
d
a a
r n
t at
e a
r ks
ia
y d
a
a p
n at
e m

u
n
c
u
l
k
e
t
i
k
a

d
a
p
at
di
te
m
u
k
a
p n
e p
r a
d d
a a
r si
a
h rk
a ul
n a
si
t a
e nt
r
j er
a io
d r
i y
p a
a n
d
a g
m
f eli
o p
s ut
s i
a
ar
te
posri
teri c
or o
(10m
% m
beru
ry ni
an s
eurk
ys a
m n
a
C n
a a
t nt
a er

i atau
o sentin
r el.
d
a
n
p
o
s
t
e
r
i
o
r

Sakit
kepal
a
merup
akan
sekun
der
dari
perda
rahan
aneuri
sma
sac
dan
subse
quent
tromb
osis.

s
e
r
2
t
Pasie
a
n
deng
p
an
a
aneu
d
risme
a
SAH,
px
a deng
r an
t perd
e arah
r an
i seku
m nder
i terha
d dap
d arteri
l oven
e ous
malfo
s rmati
e on
r (AVM
e s)
b lebih
r cend
a erun
l g
. untuk
munc

ul dapat
denterjadi
ganakibat
kej traum
anga.
, Riway
cer at
ebrakan
al bergu
bruina
t, untuk
disf
mem
agi
bedak
dan
isk an
emikedua
k. nya
3 namu
Jann,
gankadan
me gkala
ndi perda
agnrahan
osaakan
migterjadi
renakibat
jikakeada
epi an
sodtraum
e atic.
pertRiway
am
at
a
yang
sak
dicari
it
kepdeng
ala an
terj berha
adi ti-hati
set sanga
tlah

317

penting. Penyebab yang jarang terjadi adalah mikotik, onkotik, dan


aneurisme terkait dengan aliran darah.
Perubahan EKG yang bervariasi, cth: peak atau symmetrically
inverted T waves, gelombang U, prolongasi QRS complex, prolonged
interval QT dan disritmia, dapat terjadi terkait dengan SAH dan
membingungkan dokter dalam menegakkan dx kardiak.
Tabel 1 : Klasifikasi SAH menurut Hunt dan Hess
Grade
Tanda
1
Keadaan mental Normal
Sakit kepala ringan
Tidak ada deficit neurologis
Tidak ada tanda meningeal
2
Sakit kepala moderate sampai hebat
Palsy nervus kranialis
3
Kebingungan,
Deficit neurologik fokal ringan
4
Stupor
Hemiparesis, early vegetative posturing
5
Koma
Posturing Decerebrate

Survival (%)
70

60
50
40
10

Tips khusus Bagi Dokter Umum:


1 Missdiagnosa awal untuk SAH adalah 20-50%.
2 Dengan tidak adanya sakit kepala, sulit untuk
membuat dx SAH
3 Ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba
(biasanya sakit kepala dan vomiting) dan terdapat
peningkatan deficit neurologist.
4 BP pada awal biasanya tinggi
5 Px dengan suspek SAH harus dirujuk dengan ambulan.
Manajemen
Terapi Suportif
1 Tangani pada area critical care
2 Sediakan peralatan intubasi dan resusitasi.
3 Pastikan patensi jalan nafas.
4 Berikan oksigen aliran tinggi via reservoir mask
5 Tinggikan kepala 30o
6 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri
7 Pasang jalur IV perifer
8 Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, PT/aPTT, GXM 2 unit.
9 EKG, CXR (hati-hati akan terjadinya edema pulmonal)
10 Hati-hati terhadap komplikasi akut (0-48 jam setelah terjadinya perdarahan) :
1. Rebleeding : merupakan komplikasi akut spontan yang paling
signifikan. Resiko rebleeding adalah 4% pada hari I setelah SAH
spontan dan meningkat 1,5% setiap harinya sampai hari ke-13.

318

Cerebral salt wasting menyebabkan hiponatremi.


Hidrosefalus akut (15%)
kejang (6%)
neurocardiac disease (10%)
neurogenic pulmonary Oedema: dapat terjadi dalam hitungan
menit setelah perdarahan awal.
Terapi Spesifik

analgesic non-opioid, cth: diklofenak IM, dapat diberikan


untuk mengurangi sakit kepala.

Antiemetik : IM Prochlorperazine 12,5mg atau IM


metoklopramide 10 mg.
2.
3.
4.
5.
6.

Nitrogliserin dengan infus IV jika DBP > 130 mmHg dengan

pengukuran manual. Mulai pada 10g/menit dan titrasi sampai


berespon namun hindari menurunkan DBP lebih rendah daripada
100mmHg untuk mempertahankan perfusi cerebral.
Lakukan CT scan kepala (tanpa kontras) sesuai dengan konsultasi
dengan neurology
Catatan:
1. CT scan tidak dapat mendeteksi SAH. Sensitivitas untuk mendeteksi
SAH hanya 93%. Sensitivitas CT menurun dengan waktu. Paling
sensitive dalam 12 jam dan secara dramatis turun setelah 2-7 hari.
2. pungsi lumbal sangat penting untuk work up SAH jika CT scan
negative. Adanya xanthochromia pada specimen CSF yang segar
merupakan penemuan yang patognomonis pada SAH.
Penempatan:
1
MRS-kan pasien ke bagian Neurologi atau neurosurgery.

319

93. Arteritis Temporal


Seet Chong Meng . Shirley Ooi , Peter Manning
Definisi
Arteritis temporal adalah sebuah inflamasi granulomatous dari satu atau lebih
cabang arteri carotid externa.
Diagnosis
Merujuk pada American College of Rheumotology, diagnosa dari temporal
arteritis mencakup tiga kriteria dibawah ini:
1 Usia >50 tahun
2 Onset baru dari sakit kepala terlokalisasi
3 Nyeri arteri temporal dari penurunan denyut
4 ESR > 55 mm/h
5 Histology positif pada biopsi
Caveats
1 Diduga arteritis temporal pada wanita, biasanya berusia lebih dari 50 tahun,
menunjukkan rasa berdebar-debar yang amat sangat, perasaan terbakar dan nyeri
kepala temporal satu sisi. Sering kali, sakit kepala bertahan hingga beberapa bulan.
Simptom yang berhubungan termasuk malaise, anoreksia, penurunan berat badan,
kelemahan rahang dan lidah, amaurosis, nyeri otot, TIA, neuropathy dan stroke.

2 Tiba-tiba, tanpa nyeri, kehilangan penglihatan satu sisi (karena oklusi


paskular dari optalmic atau arteri-silier posterior dengan infark dari nervus
optik atau retina) adalah komplikasi yang paling serius sejak kehilangan
penglihatan yang biasanya permanen.
3 Terdapat peningkatan insidensi arteritis temporal dengan polimialgya rheumatica.
Petunjuk khusus bagi dokter umum
1 Terapi arteritis temporal dengan prednisolon 30 60 mg (1 mg/kg BB) per
oral sejak diagnosis telah terduga sebelum mengirim pasien ke rumah
sakit, penundaan diagnosis dan terapi dapat menyebabkan kebutaan.
1 Pasien bisa ditatalaksana di
Penatalaksanaan
area intermediate
Terapi suportif

320

1 Ukur dan catat ketajaman penglihatan


1 Labs: DL, ERS
Terapi spesifik

2 Mulai terapi sesegera mungkin bila riwayat dan pemeriksaan fisik


mencurigakan dan ESR meningkat
3 Prednisolon 30 60 mg (1 mg/kg BB)
4 Analgesia misalnya diclofenac im
Disposisi:
1 Masukkan dibawah konsultasi neurologi yang sesuai.
94. Tetanus
Caveats
1
Kecurigaan yang tinggi harus dilakukan untuk menangani px
yang datang dengan gejala tetanus.
2
Debridement luka juga penanganan di ICU dilakukan pada
semua suspek tetanus.
Tips khusus Bagi Dokter Umum:
1 Pemberian antitetanus dilakukan pada px dengan luka
yang beresiko tetanus, juga pada pasien yang
menunjukkan kekakuan pada otot lokal atau generalisata
dengan atau tanpa adanya luka yang beresiko tetanus.

Patofisiologi
1 Tetanus disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani, mikrorganisme batang Gram negative anaerob yang masuk ke
dalam luka. C.tetani bisaanya masuk ke dalam luka dalam bentuk
spora, dalam keadaan non-invasive, namun dapat menghasilkan
toksin, dan berubah menjadi bentuk vegetatif jika jaringan tubuh host
mengalami compromised dan tekanan oksigen jaringan turun.
2 Tetanus berada pada luka tusukan yang dalam, laserasi, crush injury
juga pada orang yang menyalahgunakan obat-obatan suntik dimana
kondisi yang anaerob memfasilitasi pembentukan spora.
3 Tanda dan gejala klinik berkembang karena perpindahan eksotoksin ke
CNS, dimana ia akan memblok transmisi pada inhibitory interneuron
yang menyebabkan spasme otot yang bertentangan.
Manifestasi Klinik
1
Periode inkubasi dapat bervariasi dari 3-21 hari sejak onset
infeksi
2
Tanda tetanus generalisata meliputi kekakuan yang terasa sakit
pada rahang dan otot-otot trunkus.
3
Bentuk khas tetanus, meliputi risus sardonikus, disfagia, opistotonus,
fleksi lengan, tangan yang mengepal, kekakuan otot abdomen, ekstensi

ekstremitas

321

bawah, yang disebabkan oleh kontraksi tonik intermittent dari kelompok


otot yang terlibat.
1
Fraktur spine atau tulang panjang dapat terjadi akibat spasme
konvulsif otot-otot skeletal juga akibat kejang.
2
Kesadaran bisaanya tidak menghilang kecuali terjadi
laringospasme atau spasme otot pernafasan.
3
Instabilitas otonomik terjadi berupa demam, diaforesis, takikardi,
dan hipertensi.
Manajemen
1 Penanganan terbaik dihasilkan bila px ditempatkan pada tempat isolasi
yang sunyi, pada lingkungan ICU.
2 Terapi utama meliputi paralysis neuromuskular, intubasi orotrakeal dan
ventilasi. Trakeostomi sering diindikasikan untuk perawatan ventilasi
jangka panjang.
3 Debridemen luka penting untuk meminimalisasi perkembangan
penyakit yang lebih lanjut.
4 Single dose human Tetanus Immunoglobulin IM 3.000-5000 IU harus diberikan.
5 Pemberian anti tetanus toxoid (ATT) 0,5ml harus diberikan jika px telah
melewati fase akut, kemudian dilanjutkan setelah 6 minggu serta 6
bulan kemudian.
6 Penicillin G IV 10 juta IU/hari dibagi dalam beberapa dosis harus
diberikan. Antibiotik lain meliputi IV metronidazole 500mg tiap 6 jam atau
IV Doksisiklin 100mg tiap 12 jam. Jika px alergi penisilin, IV erythromycin 2
g/hari atau tetrasiklin 2 g/hari dapat menjadi penggantinya.
7 Relaksasi otot dengan IV Diazepam 10 mg tiap 1-3 jam/prn sangat
penting untuk mengontrol refleks nyeri akibat spasme otot.
8 Blockade neuromuscular yang memanjang dapat dicapai dengan
pemberian IV atracurium atau pancuronium.
9 Instabilitas otonomik harus dikontrol dengan medikasi yang tepat,
konsulkan ke bagian Intensivist.

322

95. Thyrotoksik krisis


Caveats
1 Krisis thyrotoksik didefinisikan sebagai eksaserbasi yang mendadak
yang mengancam nyawa dari hipertiroidisme yang terkait dengan
dekompensasi multiple organ.
2 Suspek keberadaan thyroid storm pada semua kasus hipertiroidisme
yang mengalami demam.
3 Thyroid storm merupakan kasus yang fatal : angka mortalitasnya 20-50%.
4 Hindari antipiretik berbasis aspirin: karena dapat mengebabkan
pelepasan free T4 dan T3 dari protein bond site-nya.
5 Manifestasi klinis:
1. Demam sebagai indicator adanya sepsis atau konsekuensi thyroid storm.
2. Takikardi out of proportion to fever secara khas terjadi saat px tidur.
3. Adanya gejala dan tanda tirotoksis yang jelas seperti penurunan
berat badan, tremor.
4. Disfungsi Multiorgan :
1. Disfungsi CNS : AMS dengan kebingungan mental,
delirium, agitasi, stupor, koma
2. Disfungsi GIT : nyeri abdomen, diare, dan vomiting,
jaundice dapat terjadi dengan disfungsi hati.
3. Disfungsi CVS : Hiper- atau hipotensi sistolik, gagal
jantung, atrial fibrilasi yang cepat/Flutter.
5. riwayat terbaru thyroid disease yang membutuhkan terapi, kejadian
pencetus seperti sepsis, pembedahan, kontras CT iodine.
6. Pasien trauma dengan peningkatan nadi dan BP.
7. deplesi volume dari demam, metabolisme yang meningkat, diare.
2 Hati-hati terhadap manifestasi yang tidak khas terutama pada lansia,
yang bisaanya hanya menunjukkan kelemahan, gagal jantung atau
atrial fibrilasi, dimana goiter mungkin tidak terlihat.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Thyroid torm harus dapat dikenali dan diterapi
berdasarkan pemeriksaan klinis, karena konfirmasi

323

Pemeriksaan Fisik meliputi:


1. Hiperpireksia merupakan indicator underlying sepsis atau konsekuensi
dari thyroid storm.
2. Hiper- atau hipotensi sistolik, gagal jantung, rapid atrial fibrillation/flutter.
3. Takikardia out of proportion to fever
4. AMS (criteria diagnostic yang harus ada) delirium, agitasi, stupor, koma.
5. deplesi volume dari demam, peningktan metabolisme, diare.
6. Stigmata hipertiroidisme adalah goiter, tremor, lid lag/retraksi, miopati.

Manajemen
Terapi Supportif
1 Tangani pada area critical care karena dapat mengancam nyawa
2 Berikan oksigen aliran tinggi deangn non-rebreather reservoir mask
3 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
4 Pasang jalur IV perifer
5 Cairan IV : Dekstrose-Saline melalui infus pelan dengan elektrolit dan
vitamin yang cukup; koreksi deplesi volume hati-hati untuk menghindari
tercetusnya atau memburuknya gagal jantung; namun hilangnya cairan
dapat membutuhkan replacement sebesar 3-5 liter/hari.
6 Labs :
1. FBC
2. Urea/elektrolit/kreatinin
3. Liver panel
4. Thyroid screen untuk memeriksa TSH, free T4.
5. CXR untuk mengetahui gagal jantung dan infeksi
6. EKG untuk menentukan adanya iskemik, infark, atau disritmia
7. Urinalisis dengan reagen dipstick: C&S jika ada kecurigaan sepsis.
2
Koreksi factor pencetus, cth: sepsis, AMI
3
Berikan
paracetamol,
aplikator/teknik
untuk
mendinginkan, untuk menurunkan demam.
Terapi Obat
1 Beta Blocker : pada keadaan kegagalan gagal jantung high cardiac output
1. berikan ultra-short acting IV esmolol : dosis 250g/kg diikuti dengan
infus 50 g/menit jika tersedia.
2. Berikan IV propanolol 1mg tiap 5 menit sampai takikardi berat dapat
dikontrol. Jika px dapat untuk mengkonsumsi per oral, maka
berikan propanolol 60mg PO tiap 4 jam atau 80mg tiap 8 jam.
Catatan : terapi penyakit kardiovaskular lain dengan tx konvensional
seperti digoksin, diuretic.
PTU (Propylthiouracil) memblokade iodinasi juga konversi T4 menjadi
T3. Dosis : 400-600mg PO atau via Ryles tube, diikuti dengan 200300mg tiap 4 jam.
Catatan : PTU per rectal dapat diberikan jka px NBM. Encerkan pada
pediatric fleet enema dan berikan melalui kateter Nelaton.

324

1
Larutan Iodine menghambat pelepasan hormone tiroid; harus
diberikan 1-2 jam setelah tx PTU. Dosis : Lugols iodine 5 tetes PO atau
via Ryles tube tiap 8 jam.
Catatan : Jika NBM, berikan IV sodium Iodida 1g/500ml salin tiap 12 jam.
2
Deksametason : 2mg IV untuk menghasilkan support
glukokortikoid; juga memblok pengubahan free T4 menjadi free T3.
Penempatan:
Konsultasi ke Endokrin/general medicine dalam rangka antisipasi
MRS ke MICU.

96. TRAUMA ABDOMEN


Titik berat
1
2
3
4
5
6
7

trauma abdomen merupakan penyebab kematian yang utama


personil perawatan emergensi harus waspada dan dapat
melakukan perawatan dengan benar
luka tusuk yang terlihat diantara atau disekitar putting
susu paerlu juga diwaspadai masuk ke rongga abdomen
penderita harus dilakukan log-roll untuk memeriksa
punggung dan flank area pada kasus trauma
pada penderita dengan multi trauma dengan hipotensi harus
dicurigai adanya trauma abdi\omen sampai terbukti tidak
pemeriksaan klinis pada abdomen mungkin dapat
ditemukan keadaan berikut:
resusitasi dan stabilisasi harus didahulukan pada proses investigasi

TIPS UNTUK DOKTER UMUM


pada pasien yang sadar, tanda yang yang mengarah pada trauma abdomen
adalah tenderness pada palpasi, rebound. Namun, tidak adanya adanya
tanda diatas tidak menyingkirkan diagnosa trauma abdomen

pada kasus yang dicurigai mekanismenya mengarah pada trauma


abdomen tapi dengan gejala yang tidak spesifik, kirim ke ED(?)
untuk evaluasi lebih lanjut
pada pasien dengan gejala shok, segera pasang infus kristaloid
dan panggil ambulan untuk dikirim ke RS
Managemen
pasien harus dirawat di area perawatan kritis
pemeriksaan fisik dan resusitasi harus berjalan simultan
prinsip ATLS harus diikuti dengan prioritas pada:

airway: pertahankan airway


breathing: pada pasien sadar berikan O 2 dosis tinggi. Pada
pasien tidak sadar, pasang ETT dengan ventilasi mekanis

325
sirkulasi: pasang 2 IV line dengan jarum besar.bila pasien
hipotensi, resusitasi cepat cairan. Mulai dengan NS (sampai
2liter), lanjutkan dengan darah
periksa GXM, DL, ureum/creatinin/elektrolit
pemeriksaan harus meliputi:

dada: memar, fraktur costae, luka tusuk


abdomen: luka luar, memar, tanda peritonitis
pelvis: tenderness dan ketidakstabilan yang mengarah pada
kecurigaan fraktur
GE: bleeding / hematom
Status neurologis

pasang NGT dan kateter kecuali terdapat dugaan ruptur uretra


pada saat pemeriksaan
pemeriksaan Ro diperuntukkan bagi yang diizinkan: thorax, pelvis, cervikal
luka tikam pada abdomen dengan implementasi in-situ tidak boleh dipindah

kecuali di ruang operasi


kirim ke dokter ahli bedah segera
Indikasi laparotomi Cito:
eviserasi
luka tusuk dengan hemodinamik tidak stabil/ iritasi peritoneum
dugaan kuat trauma abdomen dengan shok atau hemodinamik
tidak stabil dugaan kuat peritonitis
pada RT didapatkan darah segar
darah persisten dari NGT, dengan kemungkinan trauma
orofaring disingkirkan
dari Ro didapatkan pneumoperitoneum atau ruptur diafragma
investigasi
pada selain keadaan diatas, berikut terdapat tabel yang dapat
dipakai untuk pertimbangan pada pasien stabil
Tabel 1 model investigasi pada pasien dengan dugaan trauma abdomen

Penilaian hemodinamik

stabil

Bedside USG dan / CT abdomen

rua
ng
pasien yang dikirim ke
CT

Tidak
stabil
Bedside
USG

da
n/
D
PL

ada
continuous
monitoring vital sign dan
harus diikuti dokter

CT scan abdomen:

326
indikasi: trauma tumpul dengan hemodinamik
stabil yang tidak memerlukan laparotomi cito, dugaan fraktur pelvis,
retroperitoneal, diafragma dan trauma urogenital
sensitifitasnya diatas 90%
DPL tidak perlu dikerjakan pada pasien stabil
Manfaat: dapat menentukan lesi intraabdominal
preoperatif, dapat mengefaluasi retroperitoneum, dapat
mendeteksi luka yang tidak perlu operasi, tidak invasiv
Kerugian: mahal, membutuhkan banyak waktu,
membutuhkan transport ke radiologi, membutuhkan kontras

DPL
indikasi:
pasien tidak stabil dengan dugaan trauma
abdomen hipotensi pada multipel trauma
trauma tumpul yang membutuhkan op segera untuk luka
eksternal pasien stabil dengan dugaan trauma intestinal
kontraindikasi:
indikasi absolut laparotomi
riwayat
operasi
abdomen/infeksi uterus gravid
obesitas
koagulopati
sebelum pelaksanaan: dekompresi buli-buli dan perut dengan
kateterv dan NGT
tehnik dengan insisi dibawah umbilikus. Alternatifnya, metode
perkutan dengan tehnik Seldinger
indikasi positif:
gross hematuria
cairan lavas terlihat keluar dari drain dada/kateter urin
eritrosit > 100.000/mm3, leukosit > 500 / mm 3, bakteri gram
positif DPL biasanya sensitif
Keuntungan:
DPL dapat mengetahui perdarahan intraabdomen pada
pasien tidak stabil dengan multipel trauma
DPL sangat bermanfaat pada pasien potensial perforasi
abdomen yang sekiranya jauh dari observasi klinis secara serial
Kerugian:
morbiditas, walaupun kecil. Meliputi: komplikasi luka (hematom,
infeksi, 0,3%), trauma intraperitoneal, kesalahan tehnik

false negatif (2%), berasal dari kegagalan untuk


menampung cairan lavage, luka pada rongga viseral, injuri
diafragma, injuri pada organ retroperitoneal
FAST ( focussed assesment using sonographi in trauma ):
merupakan sarana untuk mengobservasi pada penderita trauma
abdomen. Indikasi sama dengan DPL
kususnya dipergunakan apabila DPL merupakan kontraindikasi

327
akurasinya tergantung operator sebagaimana ketergantungan pada alat.
Kumpulan cairan bebas dijumlahkan tergantung dari gambaran USG, yang
memberi gambaran sesuai dengan beratnya perdarahan intraabdominal.

Untuk mendeteksi adanya kumpulan cairan dengan melihat 4


kuadran: subxipoid: pericardium
RUQ: morisons pouch(ruang potensial antara liver
dan ginjal LUQ: recessus splenorectaldan antara limpa
dan diafragma Pelvis; cavum douglas
Keuntungan:
Alatnya portable
Pemeriksaan memakan waktu singkat
Dapat digunakan secara serial

Tidak ada dampak


radiasi Kerugian:
Tidak dapat menggambarkan kerusakan parenkim, retroperitoneal,
defek diafragma dan luka usus secara sempurna
Tehniknya lebih pada pasien tidak kooperatif, gelisah,
obesitas, gas substansial pada usus, udara subcutan
Kurang sensitif dan tergantung kemampuan operator
dibanding dengan DPL
FAST tidak dapat mendeteksi kerusakan parenkim apabila tidak ada
darah bebas intraperitonealsebagaimana injuri subkapsular limpa
Pada pasien trauma tumpul abdomen dengan hasil FAST yang positif,
diperlukan pemeriksaan CT scan sebelum dikirim ke ahli bedah

Investigasi: trauma tembus


Pada keadaan tidak ada indikasi untuk laparotomi cito, berikut ini
merupakan pertimbangan tergantung dari kestabilan pasien:
1. luka tusuk: eksplorasi luka. Bila tidak ada penetrasi fascia: KRS.
Terdapat penetrasi: perlu tindakan bedah
2. luka tembak: periksa luka masuk dan luka keluar atau pergunakan Xray bila tidak ditemukan luka keluar.apabila menembus cavum
peritoneum, laparotomi cito.

328

97. Trauma, Dada


Caveats
1
Manajemen trauma dada mengikuti protocol
ATLS : 1. Amankan ABC merupakan protocol.
2. Berikan penanganan secepatnya untuk mendeteksi lesi
3. keterlibatan tim trauma dari RS harus segera dilakukan.
2
Selama Primary Survey, dokter harus mendeteksi kondisi
yang mengancam nyawa namun bersifat reversible, a.l:
1. Obstruksi jalan nafas (karena laryngeal injury atau fraktur dislokasi
sternoclavicular joint posterior).
2. Tension Pneumothorax (sucking chest wound)
3. Pneumothorax terbuka
4. Flail Chest
5. Hemothorax massif
6. Tamponade jantung

Tips Khusus Bagi Dokter Umum :


1 Selalu pertimbangkan dx tension pneumothorax pada px dengan tanda
simple pneumothorax, instabilitas hemodinamik, distress respiratori
severe, dan neck vein distension.
2 Pasang needle thoracostomy secepatnya, terutama menggunakan
ukuran 14G/16G IV venula pada ICS2 midklavikular line.
3 Keterlambatan melakukan tindakan ini akan menyebabkan pasien mati!
Salah dx hanya akan menyebabkan px memiliki chest tube insertion,
namun tidak akan membunuh pasien!
4 Pada pasien dengan pneumothorax terbuka, lindungi luka dengan kassa
steril yang dilekatkan hanya pada ketiga sisi saja untuk mendapatkan
efek flutter-valve. Jangan merekatkan kassa pada keempat sisinya
karena dapat menyebabkan tension pneumothorax!
5 Jangan melakukan splinting pada segment flail chest, karena merupakan
tindakan yang controversial. Namun bila dilakukan pada saat proses
pengiriman px, tindakan ini dapat dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri.

329

Manajemen Awal
1 Rujuk px pada Critical care atau area resusitasi pada ED.
2 Aktifkan in-house Trauma Team menurut protocol institutional
3 Tangani px sesuai protocol ATLS
4 Pertimbangkan intubasi pada px menggunakan teknik RSI dengan kondisi:
1. airway compromised
2. ventilasi inadekuat
3. SpO2 tidak dapat dipertahankan diatas 94% walaupun telah
menggunakan non-rebreathing mask.
Catatan : Jika mungkin, perikardiosentesis harus dilakukan sebelum
intubasi karena adanya excessive ventilation pressure yang
mengurangi venous return dapat menyebabkan serangan jantung.
1
Pasang jalur IV ukuran besar (14G/16G) pada kedua fossa cubiti.
Pilihan pertama cairan resusitasi awal adalah kristaloid (Hartmanns atau NS).

2
Cek darah untuk :
1. GXM 6 unit WB
2. FBC, urea/elektrolit/Kreatinin, dan BGA
Indikasi Chest Tube Insertion setelah trauma
1
Pneumothorax, Hemathorax, atau luka terbuka pada dada
2
Fraktur tulang iga yang membutuhkan ventilasi tekanan positif
3
Px dengan suspek severe lung injury, terutama mereka yang
ditransfer melalui jalur udara atau kendaraan darat.
4
Pasien yang akan menjalani general anestesi dalam rangka
terapi injury yang lain (cth : cranial, atau ekstremitas), yang dicurigai
mengalami lung injury yang signifikan.
Indikasi Thorakotomi di ruang ED pada trauma setting
1 Kehilangan darah pada ED yang tidak berespon terhadap infus kristaloid cepat
2 Witnessed arrest atau deteriorasi akut
3 Trauma penetrating dengan tanda vital atau tanda kehidupan (refleks
cahaya pupil, respirasi spontan, respon gerakan terhadap nnyeri, nonagonal cardiac rhythm) pada ED.
4 Luka penetrasi pada thorax bahkan tanpa tanda kehidupan pada tempat kejadian
atau pada ED (yang terbaik bila disertai dengan short duration of CPR).

ED thoracotomy yang tidak direkomendasikan


1 Trauma penetrasi non-thoracic tanpa tanda kehidupan yang vital di
tempat kejadian.
2 Trauma tumpul tanpa tanda kehidupan di ED.
Diagnosa 3 Kondisi yang potensial Mengancam Nyawa:
1. Trauma dada dan hipotensi. Pertimbangkan 3
penyebabnya: 1. Haemothorax massif

330

2. Tension pneumothorax
3. Tamponade pericardial
Sangat penting untuk mengatasi keadaan tersebut dalam hitungan
menit Karena dapat menyebabkan kematian ! tidak ada waktu untuk
melakukan pemeriksaan investigasi.
Terapi untuk Kondisi dada yang Spesifik
Tension Pneumothorax
1 Kunci Gambaran Diagnostik : tanda trauma dada, tanda pneumothorax,
hipotensi, severe respiratory distress dan neck vein distension.
2 Terapi Immediate:
1. Lakukan Needle Thoracotomy : jarum 14G, pada ICS 2 midklavikular line.
2. diikuti dengan Tube Thoracotomy pada ICS 5, antara anterior dan
midaxillary line.
1
Poin penting:
1. Diagnosa didasarkan pada klinis, dan keputusan terapi sangat
bergantung pada Kecurigaan yang tinggi.
2. Melakukan CXR untuk mengkonfirmasi dx akan menyebabkan
keterlambatan dan kematian.
Catatan: sebuah simple traumatic pneumothorax jangan diacuhkan
karena dapat berkembang menjadi tension pneumothorax.
Pneumothorax terbuka
1 Patofisiologi : defek dinding dada yang luas dengan adanya kesamaan tekanan
intrathoracic dan tekanan atmosfer akan menyebabkan sucking chest wound.

2 Manajemen :
1. Berikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
2. tutup defek dengan kassa steril, dengan merekatkan di 3 sisi untuk
menghasilkan efek flutter-valve.
3. Jangan merekatkan pada keempat sisi karena dapat menyebabkan
tension pneumothorax.
4. kemudian lakukan insersi chest tube.
Catatan: Chest tube tidak boleh diinsersikan melalui luka penetrasi
karena akan secara tepat mengikuti traktus yang terbentuk menuju
paru atau diafragma sehingga akan merusak organ tersebut atau
menyebabkan perdarahan yang massif.
Flail Chest
1 Definisi : terjadi ketika ada 2 atau lebih tulang rusuk yang fraktur pada
2 tempat yang berbeda.
2 Diagnosis didasarkan pada :
1. Gerakan paradoksikal segment dinding dada (keadaan ini saja tidak
akan menyebabkan hipoksia).
2. Distress respirasi
3. bukti eksternal adanya trauma dada
4. nyeri pada usaha bernafas
catatan : penyebab utama hipoksia pada

pulmonal, walaupun adanya nyeri dan

flail chest adalah karena underlying kontusi restriksi gerakan dinding dada

331

serta underlying lung injury juga memberikan kontribusi dalam


menyebabkan hipoksia.
1
Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi yang adekuat
2. Pastikan ventilasi yang adekuat
Catatan : pasien dengan isolated flail chest injury dapat ditangani
tanpa support ventilatory, terutama jika nyeri dada dapat dikurangi
secara adekuat. 3. Berikan terapi cairan dengan bijaksana.
Catatan : overload cairan harus dihindari atau cepat dikoreksi pada
px flail chest dengan kontusio pulmonum atau pada adult
respiratory distress syndrome.
4. Analgesik adekuat yang diberikan melalui IV.
2
Indikasi Early Mechanical Ventilation pada Flail Chest:
1. Syok
2. 3 asosiated injuries
3. Cedera kepala Berat
4. Penyakit paru sebelumnya
5. Fraktur tulang rusuk 8
6. usia > 65 tahun
Catatan : ketika px membutuhkan ventilatory support, lebih aman untuk
mengaplikasikan prophylactically sebelum kegagalan nafas yang sebenarnya

terjadi.
Terapi Kontroversial : Splinting flail segment dapat memperburuk
ventilasi
Haemothorax Massif
1
Definisi : kehilangan darah > 1500 ml ke dalam cavum dada
pada initial output.
2
Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi adekuat (berikan oksigen 100%)
2. Pasang 2 jalur IV besar dan lakukan resusitasi cairan
3. transfuse darah dan koreksi koagulopati
4. Tube thoracocentesis
5. Waspada terhadap penghentian mendadak dengan drainase, cek
untuk blocked tube.
1
Indikasi Thorakotomy (konsul TKV secepatnya):
1. Drainase darah awal > 1500 ml
2. ongoing drainase > 500 ml/jam pada jam pertama, 300ml/jam pada
2 jam berikutnya atau 200 ml/jam pada 3 jam berikutnya.
3. kasus yang membutuhkan transfusi darah persisten
4. retained pneumothorax besar, terutama jika terkait dengan
perdarahan yang terus menerus.
5. instabilitas hemodinamik yang terus-menerus
6. kecurigaan injury esophageal, cardiac, pembuluh darah besar atau
bronkus utama.
Catatan : pikirkan kemungkinan kerusakan pembuluh darah besar, struktur
hilar dan jantung pada luka penetrasi dada bagian anterior, sebelah medial
dari nipple line dan luka dada posterior medial dari scapula.

Tamponade jantung

332

1 Dx membutuhkan kecurigaan yang tinggi. Kombinasi dari keadaan


dibawah ini akan membawa kita pada kemungkinan dx.
1. Trauma dada dan hipotensi
2. Trias Becks (hipotensi, muffled heart sound/suara jantung yang
terdengar jauh, distensi pembuluh vena di leher)
Catatan : Trias Becks hanya terlihat pada 50% kasus. Vena di leher yang
mengalami distensi tidak akan didapatkan pada tamponade jantung
sampai paling tidak terjadi koreksi parsial hipovolemi. Muffled heart sound
merupakan tanda yang paling sedikit terjadi pada trias Becks.
3. Trauma dada dan pulseless electrical activity
4. Tanda Kussmaul (peningkatan neck distension selama inspirasi dan
pulsus paradoksus)

Bukti lain yang menyokong dx, a.l:


1.
pembesaran jantung yang terlihat pada CXR (jarang) atau
2.
Voltase EKG yang rendah (tidak lazim) atau
3.
Cairan pericardial yang terlihat pada 2D Echo atau FAST (definitive)

Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi yang adekuat (O2 100%)
2. pasang jalur IV ukuran besar
3. Berikan Cairan IV bolus 500 ml
4. lakukan perikardiosentesis dengan :
1.
Panduan EKG (dengan Lead EKG yang terhubung
dengan jarum perikardiosentesis)
2.
Panduan 2D Echo. Dapat bersifat diagnostic atau terapetik.
Catatan : Resusitasi cairan yang agresif akan membantu mempertahankan

cardiac output dan memberikan waktu untuk px. Jangan melakukan


tusukan dengan jarum tanpa panduan karena resiko iatrogenic
cardiac injury sangatlah tinggi.
Kontusio Pulmonal
1 Injury yang terjadi akibat rusaknya susunan jaringan paru, kerusakan
membrane alveoli dengan perdarahan dan edema pada alveolar space.
2 Manifestasi kontusio pulmonum bisaanya butuh waktu untuk timbul.
3 Penyebab, a.l:
1. trauma tumpul atau penetrasi
2. blast injury
3. compressive injuries
1
Tanda klinis yang mungkin,
a.l: 1. Distress respiratori
2. penurunan suara nafas
3. krepitasi pada lapang paru yang terkena
4. Hipoksemia
2
Manajemen :
1. Berikan supplementasi O2
2. berikan support vantilasi, jika diperlukan
3. Lakukan terapi cairan dengan bijaksana
Tracheobronchial Injuries
1
Sulit diketahui pada px trauma.

333
1.
Etiologi
yang
mungkin: 1. Trauma penetrasi
2. dorongan akselerasi-deselerasi
3. blast injuries
2.
tanda
klinis
meliputi: 1. Haemoptysis
2. Emfisema subkutaneus
3. Tension pneumothorax
4. pnumothorax persistent setelah terapi
3.
Manajemen :
1. berikan suplementasi O2
2. berikan support ventilasi
3. px mungkin membutuhkan lebih dari 1 buah chest tube
4. konsultasi TKV dini

Blunt Cardiac Injury (BCI)/ Kontusi Miokard

Pertimbangan khusus :
1.
secara klinis hanya ada beberapa tanda dan gejala yang reliable untuk BCI
2.
Adanya fraktur sternum tidak dapat menjadi prediktor adanya BCI.
3.
analisa CK-MB atau cardiac troponin T juga kurang berguna dalam
memprediksi keadaan ini.
4.
EKG yang abnormal (perubahan ST dan gelombang T) sensitive terhadap
BCI.

Manajemen
1. triage px ke dalam area critical care
2. Amankan ABC, berikan O2
3. lakukan pemeriksaan EKG
1
keputusan penanganan:
1. Jika EKG normal, px dapat dipulangkan (diasumsikan bahwa tidak
ada alas an lain bagi px untuk MRS).
2. Jika EKG abnormal /disritmia, perubahan segmen ST, perubahan
iskemik, AV block, sinus takikardi yang tidak terjelaskan) px harus
di-MRS-kan untuk monitoring kardiak lanjutan.
3. jika hemodinamik px tidak stabil, echocardiogram harus dilakukan.
Catatan : Nuclear medicine studies hanya sedikit membantu jika dibandingkan
dengan Echo sehingga tidak bermanfaat jika Echo telah dilakukan.

Traumatic Aortic disruption


1 sebagian besar px dengan traumatic aortic Disruption mati pada
tempat kejadian.
2 Px yang selamat sampai RS mungkin mengalami contained haematoma
dan secara potensial akan mengalami deteriorasi secara cepat.
3 Telltale sign:
1. trauma tumpul/penetrasi pada dada atau acceleration/deceleration injury

334

hipotensi tanpa adanya sumber perdarahan eksternal


Haemothorax massif
pulsasi perifer yang lemah atau negative
gambaran CXR yang prinsip :
1. pelebaran mediastinum
2. efusi pleural left sided
3. blunting of left aortic knuckle

Manajemen :
1. sesuai protocol ATLS
2. CT thorax jika memungkinkan
3. GXM setidaknya 6unit WB : hubungi TKV dan bedah umum
2.
3.
4.
5.

Fraktur Costae
Manajemen dipengaruhi oleh level dan jumlah costae yang terkena
juga pada underlying visceral injuries.
Catatan : banyak fraktur costae yang tidak terlihat pada CXR. Tujuan utama CXR
pasien dengan kemungkinan fraktur costae adalah untuk mengeliminasi
haemothorax yang terkait, pneumothorax, kontusio paru, serta injury organ lain.

1.
2.

Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula


Akibat dari large Force
meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh
darah besar
3.
mortalitas sampai 35%

Fraktur Costae tengah (4-9) :


1. peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa
komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
2. MRS jika pada observasi :
1. Px dispneu
2. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
3. Px berusia tua
4. Memiliki preexisting lung function yang buruk.
Fraktur Costae bawah (10-12) : terkait dengan resiko injury pada
hepar dan spleen
Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada
semua px trauma yang diintubasi pada adanya fraktur kostae.
Associated injuries sering terlewatkan meliputi :kontusio kardiak,
rupture diafragmatik dan injury esophageal.
Traumatic Diafragmatic Rupture
1 Indikator :
1. distress respirasi yang persisten atau progresif
2. Bising usus pada dada
3. gambaran CXR
1. Vague dan bayang diafragmatik yang tidak dapat dibedakan
2. Herniasi organ abdominal ke dalam cavitas dada
3. Displacement NGT ke dalam cavitas dada lebih sering terjadi
di sisi kiri

Diagnosa membutuhkan kecurigaan yang tinggi

335

laparotomi

Semua px harus dirujuk pada bedah umum untuk

Crush Injuries pada Dada


1 Prognosis tergantung pada aplikasi crushing force:
1. < 5 menit (transient force applied dan prognosis bagus)
2. > 5 menit (prognosis buruk)
1
Crush injury pada dada menyebabkan traumatic asphyxia
1. Plethora pada tubuh bagian atas
2. Petekiae pada tubuh bagian atas
3. Edema serebral
2
Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi
2. Berikan ventilasi
3. terapi associated injuries
4. MRS untuk observasi
Trauma penetrasi pada Dada
1
Yang harus diingat adalah :
1. jangan memindahkan benda asing dari luka
2. Untuk luka penetrasi dibawah garis nipple, selalu pertimbangkan
intraabdominal injuries.
Subkutaneus emfisema

Etiologi:
1. Injury jalan nafas
2. Injury paru dan pleural
3. injury esophagus dan faringeal
4. Blast Injury
1
Tanda :
1. Krepitus

2. Pembengkakan wajah, leher dan jaringan yang terlibat.


2
Manajemen : emfisema subkutaneus jarang membutuhkan
terapi. Tangani penyebab dasarnya. Asumsikan bahwa emfisema
subkutaneus memiliki penyebab dasar pneumothorax walaupun tidak
terlihat pada CXR. Sehingga tindakan insersi chest tube harus
dilakukan sebelum ditempatkan pada ventilator.
Trauma Esofageal
1 Indikasi adanya trauma esophageal:
1. Emfisema subkutaneus
2. udara mediastinum tanpa adanya pneumothorax
3. Udara retrofaringeal pada x ray leher lateral
4. Left-side pleural effusion : tes drainase positif untuk amylase
5. left pneumo atau haemothorax tanpa fraktur kosta.
6. hantaman yang kuat pada bagian bawah sternum atau epigastrium
dan pasien mengalami nyeri atau shock out proportion terhadap
injury yang terlihat.
7. adanya cairan pada chest tube setelah darah menjadi jernih.

336

Px harus dirujuk ke bedah umum untuk penanganan lebih lanjut.

Trauma Laring
1 Walaupun merupakan injury yang jarang terjadi, yang dapat terjadi
bersamaan dengan obstruksi jalan nafas akut.
2 Diagnosis berdasarkan trias sbb:
1. Hoarseness (suara parau)
2. emfisema subkutaneus
3. Fraktur yang dapat terpalpasi
1
Manajemen :
1 jika jalan nafas px mengalami obstruksi total atau jika px berada
dalam keadaan distress respiratori hebat, maka lakukan intubasi
2 jika intubasi tidak berhasil dilakuakan, emergency tracheostomi
merupakan indikasi.
3 surgical cricothyroidotomy, walaupun tidak disukai pada situasi ini,
dapat menyelamatkan nyawa jika terdapat kegagalan trakeostomi.
4 kontak spesialis THT dan ahli anestesiologi secepatnya.

98. Trauma dan Infeksi, Tangan

Tips Khusus Bagi Dokter Umum :


1 Simpan bagian yang mengalami amputasi dengan
dibungkus lembaran kain bersih yang dilembabkan
saline, kemudian tempatkan bungkusan tersebut pada

Nail Bed Injuries Akut


1 Klasifikasi
1. Laserasi simple nail bed dan hematoma subungual
2. laserasi crushing (hancur) nail bed
3. Laserasi avulse nail bed
4. Laserasi disertai dengan fraktur
5. Laserasi dengan hilangnya kulit dan pulp
6. amputasi fingertip (ujung jari)
1
Nail bed injuries bisaanya dapat membaik setelah primary
repair atau bahkan dapat menurun setelah rekontruksi. Sehingga dengan
mengecualikan kasus (1), semua nail bed injuries harus dirujuk pada RS
untuk repair di OT yang memiliki instrument dan loupe magnification.
2
X ray dapat dilakukan untuk semua injury yang terjadi pada
fingertip dan nail bed. Adanya fraktur phalanx distal menambahkan 2
pertimbangan penanganan:
1. membutuhkan Reduction : fraktur yang unstable mungkin
membutuhkan K-wire fixation
2. Resiko infeksi fraktur terbuka : berikan antibiotik broad spectrum.

337

Hematoma Subungual
1
Klasifikasi : persentase area dibawah kuku yang
menunjukkan adanya darah
2
Terapi : trephine dengan sebuah red hot tip dari unfolded paper clip
(gambar1).
1. Blok digital tidak diperlukan kecuali pada px yang ketakutan. Nail plate
akan terbakar dan mengalami evaporasi saat tip yang telah
dipanaskan dipenetrasikan. Ujung klip kertas yang telah dipanaskan
kemudian akan menjadi dingin secara langsung karena aliran darah,
dan penetrasi yang lebih jauh serta cedera nail bed jarang terjadi.
Jangan melakukan tekanan, namun biarkan panas berpenetrasi ke nail
plate karena keadaan ini akan menghindarkan keadaan benturan klip
kertas ke dalam nail bed (resiko osteomielitis).
2. usap jari yang terluka dengan povidone iodine (bukan alcohol
karena bersifat mudah terbakar).
3. tempatkan 2 lubang pada dua sisi disebelahnya untuk memfasilitasi
drainase. Hematoma dievakuasi dengan memijat lembut diikuti
dengan menghisap povidone iodine.
3
Follow up dengan salep antibiotik, kassa dan protective splint
4
Untuk hematoma subungual lebih dari 50%, disarankan
untuk melepaskan kuku, eksplorasi dan suturing nail bed.

Laserasi simple dari Nail Bed


1 Prinsip terapi : debridemen minimal, sisakan jaringan lunak sebanyak
mungkin, dan splinting dengan nail plate.
1. Block digital dengan lignokain 1% (biarkan 10 menit untuk efek maksimal).
2. tempatkan pembalut karet atau penrose tourniquet pada basis jari.
3. ujung jari dibersihkan
4. nail plate harus diangkat lembut dengan forcep tumpul dan perlahan
pindahkan dengan haemostat menggunakan tekanan yang tetap.
5. Laserasi diperbaiki dengan benang 6/0 plain catgut atau dexon suture.
6. nail plate diirigasi dengan NS dan bebat pada nail bed yang telah
di-repair. Non-absorbable suture, cth prolene, ditempatkan melalui
nail plate dan kemudian pada proksimal nail sulcus sebagai sebuah
anchor/jangkar (suture diangkat 3 minggu kemudian).
7. Jika nail plate tidak tersedia, kertas perak pembungkus suture dapat
digunakan untuk membiarkan lipatan kuku tetap terbuka.
KIE : nail plate tumbuh membutuhkan waktu 6-12 bulan, dan
deformitas kuku mungkin tidak dapat dihindari.
1
Penempatan : rujuk ke Hand surgery untuk follow up dalam 2-3 hari.
Amputasi Ujung jari
Dengan hilangnya kulit/pulp saja
Untuk diameter defek < 1 cm, terapi konservatif, dengan
pembersihan yang cermat serta dibalut dengan non-adherent gauze.
Epitelisasi spontan simple dan cost effective.

338

1
Control pada Hand surgery dalam 2hari.
2
Untuk defek lebih dari 1cm, MRS ke bagain hand surgery
untuk skin graft atau rekontruksi flap.
Dengan tulang yang terekspos
1 MRS pada bagian Hand surgery
2 Simpan bagian yang teramputasi, yang mungkin bisa digunakan untuk
replantasi.
3 Pasang IV plug pada lengan yang tidak terluka.
4 Berikan IV Cefazolin 1 g jika tidak ada kontraindikasi. Ambil swab untuk
kultur sebelum pemberian antibiotik.
5 Berikan profilaksis untuk tetanus.
6 Bagian yang teramputasi disimpan sesuai dengan cara yang telah
dijelaskan sebelumnya.
7 X ray bagian yang teramputasi : AP dan lateral.
Cedera Tendon Fleksoris
Sering terlihat di ED. Mekanisme yang sering menjadi penyebab adalah
laserasi. Waspada terhadap tanda kecil yang terkait dengan laserasi parsial
dimana dapat berakibat pada disabilitas jangka panjang.
Cara memeriksa integritas flexor digitorum superficialis (FDS) dan Flexor
Digitorum Profundus (FDP)
1 Cara memeriksa fungsi FDS (gambar 2a), dengan jari yang berdekatan ekstensi
penuh (menghambat gerakan FDP), usaha fleksi jari menghasilkan gerakan
isolated FDS, dimana diindikasikan dengan adanya solitary flexion PIP joint.

2 Cara memeriksa fungsi FDP (gambar 2b). isolated DIP flexion anya
dapat dilakukan dengan intake-nya FDP muskulotendinous unit.
Catatan : terlihatnya tendon yang intake pada lacerated sheath tidak berarti bahwa
tendon tidak cedera. Tendon mungkin berada pada posisi yang lain ketika cedera
terjadi juga pada saat pemeriksaan dilakukan. Bagian tendon yang mengalami
laserasi telah pindah kebagian proksimal atau distal. Periksa dan dokumentasikan
integritas nervus digital yang terlibat (menggunakan 2-point discrimination dengan
menggunakan ujung klip kertas, dengan jarak sekitar 5mm).

Riwayat/anamnesa :
Mekanisme injury : laserasi dan trauma tertutup/tumpul.
1 Okupasi
2 Tangan yang dominant
X ray jari dengan tujuan :

2 Eksklusi FB pada luka laserasi


3 Eksklusi avulse FDP insertion pada bagian dasar distal phalanx pada
fraktur yang tertutup (lateral film).
Implikasi zoning/pembagian wilayah
1 Waktu perbaikan
1. Primary repair (dalam 24 jam) direkomendasikan. Jika hal ini terlambat
dilakukan sampai 3 minggu, repair mungkin membutuhkan tendon graft.

339

2. Zona III, IV dan V (gambar 3) membutuhkan pembedahan/repair segera,


karena sering berkaitan dengan cedera pada daerah disekitarnya.

1
Outcome
1. Zona II dikenal sebagai no-mans land karena sulit untuk diperbaiki.
Output yang buruk ketika 2 tendon yang diperbaiki (FDS dan FDP)
diharapkan untuk dapat digerakkan secara luwes sebuah fibrous sheath.
2. Zone III bisaanya memiliki outcome yang baik setelah primary repair.

Manajemen cedera tendon fleksoris pada ED


1
MRS pada bagian hand surgery untuk primary repair.
2
Tetanus toxoid menurut regimen.
Laserasi Tendon fleksoris Partial
1 Diagnosa : mungkin sulit
2 Petunjuk : nyeri yang bertambah pada gerakan yang aktif
3 Signifikansi
1. delayed rupture
2. Nyeri dan restricting tenosynovitis
1
Semua laserasi parsial dari tendon akan membutuhkan eksplorasi.
Cedera yang melibatkan kurang dari 25% dapat diterapi dengan trimming
bagian ujung laserasi. Laserasi > 50% membutuhkan formal repair.

Manajemen di ED : MRS untuk eksplorasi.

Cedera Tendon Ekstensor


Mallet Finger
1 Rusaknya insersi tendon ekstensor pada bagian terminal phalanx
2 Mekanisme injury :
1. Trauma tumpul via fleksi akut dari DIPJ dengan beban dari aksila
bertumpu pada terminal phalanx, cth : menangkap bola.
2. Laserasi, yang lebih jarang terjadi
1
Manifestasi klinis:
1. Nyeri, bengkak dan nyeri tekan DIPJ
2. ketidakmampuan untuk meluruskan DIPJ
3. Subluksasi volar DIPJ
1
X ray jari : cari fraktur pada basis distal phalanx.
2
Manajemen tergantung dari tipe cedera:
1. cedera tertutup tanpa fraktur : mallet splint (gambar4) selama 6
minggu. Follow up di bagian Hand Surgery setelah 5 hari.
2. Avulsi tendon dengan fragment tulang kecil (< 33%) : mallet splint.
Follow up di bagian Hand Surgery setelah 5 hari.
3. Avulsi tendon dengan fragment tulang besar : MRS untuk surgical repair.
4. Cedera terbuka : MRS untuk surgical repair.
Mallet splint
Pemasangan volar splint pada distal phalanx, yang menjaga DIPJ
agar berada pada posisi sedikit hiperekstensi smentara PIPJ dan
MCPJ bebas bergerak.

340

Deformitas Boutonniere
1
Kerusakan central slip dari tendon ekstensor PIPJ. Lateral band yang
secara normal berada pada dorsal dari aksis rotasi sehingga dapat membuat
gerakan meluruskan jari, saat ini menjadi jatuh ke volar dari aksis tersebut dan
gerakan yang dihasilkan jadi berkebalikan yaitu menyebabkan fleksor PIPJ.

Mekanisme cedera:
pukulan langsung pada dorsum PIPJ.
Beban aksila yang memaksa fleksi PIPJ saat jari sedang ekstensi.
Laserasi di sepanjang atau distal dari PIPJ.
Presentasi klinis:
Nyeri dan pembengkakan PIPJ
Pasien awalnya dapat melakukan ekstensi penuh dari PIPJ (karena
lateral slip functioning) walaupun kebanyakan px dengan cedera
seperti ini menunjukkan kelemahan pada saat ekstensi PIPJ.
3. deformitas Boutonniere bisaanya tidak muncul langsung setelah
cedera namun sering timbul setelah 10-14 hari.
4. kebanyakan memiliki associated dislocation yang telah direduksi sebelum
2
1.
2.
3.
1
1.
2.

datang ke ED; ditunjukkan dengan pergerakan yang terbatas akibat nyeri.

1
X ray jari: jika terdapat fraktur avulse dari dorsal basis middle
phalanx.
2
Diagnosis: membutuhkan kecurigaan yang tinggi, dx
bisaanya tidak terlihat saat itu karena adanya pembengkakan akut.
3
Manajemen :
1. Cedera tertutup : boutonnire splint. Follow up pada hand surgery
dalam 5 hari.
2. cedera terbuka : MRS untuk primary repair.
Boutonniere Splint

pasang volar splint pada PIPJ, posisikan pada ekstensi penuh, DIPJ

dan MCPJ bebas. (gambar 5).


Kerusakan Ekstensor MCPJ
1
Bisaanya merupakan cedera terbuka
2
Penting untuk mengeksklusikan gigitan manusia/pukulan kea
rah gigi (px sering mengingkari riwayat ini), karena:
1. resiko tinggi septic arthritis jika tooth wound terlewatkan.
2. Debridement luka, berikan antibiotik.
3. penutupan sekunder dipertimbangkan daripada penutupan primer.
3
Penemuan : Ekstensi MCPJ dapat terus terjadi karena
sagittal bands pada sisi tendon.
4
X ray MCPJ untuk mencari :
1. FB, cth : fragment gigi
2. Radiolusensi pada MCPJ
3. cedera pada metacarpal head
1
MRS untuk surgical repair
2
Mulai pemeberian antibiotik IV dan beri profilaksis tetanus

341

Isolated Thermal Burns pada tangan


Luka bakar minor
1 Derajat 2 dan 3 (ketebalan superficial dan superficial partial)
2 Profilaksis tetanus
3 Berikan analgesic
4 Terapi local :
1. Pembalutan TG dengan atau tanpa krim silver sulfadiazine (kontra
indikasi pada kehamilan dan alergi sulfa)
2. tangan dibalut dalam polythene bag yang bersih untuk mendorong
mobilisasi.
3. Elevasi tangan dalam arm sling untuk mereduksi pembengkakan.
1
Control pada Hand surgery dalam 1-2 minggu.
Deep Dermal Burns
1 Derajat ke-3 dan ke-4 (ketebalan deep partial dan full thickness)
2 Profilaksis tetanus
3 Cedera full thickness sirkumferensial dari limb dapat menginduksi
cedera kompresi di bagian distalnya; penting untuk memeriksa status
neurovascular. Escharotomy urgent mungkin diperlukan.
4 Pnempatan : MRS pada bagian Hand Surgery untuk perawatan luka,
dan kemungkinan skin grafting.
Catatan : (1) antibiotik sistemik profilaksis secara rutin tidak disarankan. (2) cedera
partial thickness dapat dibedakan dari full thickness dengan hilangnya sensasi pada
pin prick test, dan (3). Pertimbangkan cedera non-accidental pada anak.

Luka bakar Akibat bahan kimia pada tangan


1 Dalamnya luka bakar secara langsung terkait dengan lama kontak
dengan agent penyebab.
2 Dokumentasikan: bahan kimia yang terlibat, lama paparan, terapi awal
yang diberikan pada luka, cth : pencucian luka/antidote.
3 Manajemen :
1. bubuk kimia harus dibersihkan
2. Irigasi denganm saline atau air bersih dalam jumlah yang banyak
3. elevasikan tangan
Luka bakar Hidrofluorik acid : sebuah keadaan emergency pada
tangan! Lihat Burns, Minor
1. Nyeri yang sangat
2. Menyebabkan kerusakan yang dalam samapi ion fluoride
dinetralisisr oleh Ca2+.
3. Untuk cedera superficial, aplikasikan topical calsium gluconate
dicampur dengan KY gel yang steril.
4. Untuk cedera yang dalam dan ekstensif, pertimbangkan injeksi
subkutaneus 10% kalsium glukonat dalam basa dan sekitar luka bakar
menggunakan jarum 27G. usahakan untuk menghindari melakukan
digital block sebagai maneuver analgesic karena tindakan ini memang
dapat mengurangi nyeri, tapi sekaligus menghilangkan satu parameter
untuk menentukan efikasi terapi dengan kalsium glukonat, yaitu : nyeri.

342

Luka Bakar Elektrik Pada Tangan


1
Ada 2 elemen yang dipertimbangkan :
1. flash burn, yang menyebabkan luka bakar deep dermal.
2. jalur lewatnya aliran elektrik di dalam tubuh. Komplikasi yang mungkin
adalah kardiak disritmia dan mioglobinuri dengan resultan ARF.
1
Riwayat : membedakan aliran listrik tegangan rendah dengan
supply domestic (240 V 50 MHz) dengan aliran tegangan tinggi dari industri.

2
Pemeriksaan
1. Cari luka masuk dan luka kelur
2. dapat mengalami thermal burn sekunder akibat terbakarnya pakaian.
3. periksa sirkulasi ekstremitas dan status neurovascular.
1
Manajemen saat di ED:
1. EKG 12 lead, monitoring jantung terhadap aritmia.
2. cek urea/elektrolit/kreatinin, kreatinin kinase, LDH
3. X ray pada suspek dislokasi sendi dari kontraksi katatonik otot
sekunder terhadap listrik tegangan tinggi.
4. terapi luka bakar dermal
1
Penempatan : MRs pada bagian General medicine untuk
monitoring jantung jika terjadi disritmia atau kollaps kardiovaskular.

Infeksi Tangan
Paronychia
1 Abses nail fold
2 Pembengkakan jaringan subungual dan kemerahan dengan atau tanpa frank pus.
3 Screening untuk DM
4 Terapi :
1. Awal : antibiotik oral, cth cloxacilin (versus S. aureus) dan rendam
air hangat setiap hari.
2. Lanjut : antibiotik oral dan I&D abses dibawah blok digital.
1
Metode drainase (lihat gambar 6 dan 7)
1. Iris mess/blade ke dalam nail sulcus di dekat titik dengan nyeri
tekan yang paling maksimal.
2.
Hilangkan sebuah potongan longitudinal kuku jika terdapat abses
subungual.

Penempatan : rujuk ke Hande sugery untuk follow up pada hari kerja


berikutnya untuk dibalut.

343

Gambar 6 : Drainage paronychia


(a). lipatan eponychial dielevasi dari kuku dengan simple paronychium, (b).
kuku lateral dihilangkan jika terdapat pus dibawahnya. Insisi eponychial yang
kecil mungkin diperlukan, dan (c). kuku bagian proksimal dihilangkan jika pus
terdapat dibawahnya. Dua insisi akan diperlukan untuk menghilangkannya.

Gambar 7 : Terapi Abses Subungual Proksimal


(a). ekspos tepi kuku bagian proksimal, (b). elevasi dan insisi 1/3 bagian
proksimal nail plate dan bersihkan nail bed. (c) tinggalkan 2/3 bagian distalnya
untuk berfungsi sebagai pembalut fisiologisnya. Perawatan harus dilakukan
agar jangan sampai merusak matriks kuku. Dan (d) gunakan sebuah bismuth
impregnated gauze sebagai sumbu selama 48 jam.
Felon
1
2
3
4
5

Infeksi distal pulp space dari sebuah jari.


Pembengkakan, nyeri dan kemerahan dari ujung jari
X ray : singkirkan FB dan keterlibatan tulang
Terapi : insisi dan drainase dibawah block digital
Metode drainase
1. Insisi high lateral (hindari neurovascular bundle) dimulai 5mm distal
dari lipatan kulit DIPJ dan teruskan sampai bagian akhir nail plate.
2. insisi palmar longitudinal : pilihan insisi tergantung penemuan titik
nyeri tekan yang paling maksimal.
3. Septa fibrous pada finger pad harus diinsisi secara tajam untuk
menghasilkan drainase yang adekuat dari space yang tertutup.
1
Antibiotik : Cloxacilin (versus S.aureus)
2
Penempatan
1. control ke Hand surgery untuk follow up setelah I&D.
2. MRS pada Hand suregery untuk amanajemen adanya komplikasi
seperti osteitis atau osteomielitis dari phalanx distal, piogenik
arthritis DIPJ, pyogenic Flexor tenosynovitis.

Suppurative flexor tenosynovitis


1
Infeksi pada fleksor tendon sheath yang bisaanya terjadi
setelah penetrating injury.
2
Manifestasi klinis : Kanavels 4 cardinal sign
1. Pembengkakan yang seragam pada jari
2. resting position jari yang semifleksi
3. Nyeri tekan pada semua bagian sheath
4. nyeri pada seluruh sheath dengan ekstensi pasif dari jari

344

1
pengenalan dini serta terapi penting untuk menghindari
nekrosis tendon dan penyebaran ke proksimal.
2
X ray jari untuk meneksklusi benda asing.
3
Penempatan : MRS pada bagian Hand surgery untuk
antibiotik IV dan surgical drainase.

99. Trauma, Kepala


Caveats
1 Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
setelah trauma.
2 Walaupun bisaanya tidak ada terapi spesifik untuk mengatasi primary
brain injury, beberapa secondary brain injury dapat dicegah atau diterapi.
Catatan : Primary brain injury merupakan kerusakan yang terjadi secara
langsung oleh trauma/gerakan mekanikal. Secondary brain injury terjadi
setelah initial trauma.
1 Hipoksemia dan hipotensi merupakan penyebab sistemik yang
paling sering menyebabakan secondary brain injury.
2 Jangan mengasumsikan AMS pada px trauma kepala terjadi karena
intoksikasi alcohol. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh hipoglikemi,
hiperkarbi, hipotensi atau concomitant dengan intoksikasi obat.
3 Fraktur tulang tengkorak meningkatkan kecenderungan adanya
underlying cedera otak (tabel 1).
4 Lucid interval harus menjadi penanda untuk menyingkirkan adanya
hematoma ekstradural yang akut.
5 Semua px dengan trauma mayor harus dianggap mengalami
cedera kepala atau fraktur cervical spine sampai terbukti tidak.
6 Seorang pemeriksa tidak dapat mengandalkan hasil pemeriksaan
neurology sebelum perfusi dan oksigenasi yang adekuat telah diberikan.
7 Observasi px cedera kepala meliputi pemeriksaan neurology yang berulang.

345

1 Jangan menganggap hipotensi yang terjadi pada px trauma timbul


hanya akibat cedera kepala. Sumber perdarahan lain tetap harus dicari.
2 Hipertensi dan bradikardi (Cushing reflex) menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intracranial.
3 Dilatasi pupil unilateral atau respon cahaya yang lemah mengindikasikan
adanya massa yang berkembang pada sisi yang sama dengan pupil yang
berdilatasi. Tanda ini terjadi pada tahap akhir keadaan peningkatan intracranial.

Tabel 1 : Resiko Hematoma Intrakranial setelah cedera kepala


Resiko Hematoma Intrakranial
Orientasi cukup tidak ada Skull fracture
1 dari 6000 kasus
Disorientasi
tidak ada Skull fracture
1 dari 120 kasus
Orientasi cukup Skull fracture
1 dari 30 kasus
Disorientasi
Skull fracture
1 dari 4 kasus
1 Deficit motorik fokal baru merupakan tanda yang penting yang menunjukkan
bahwa px membutuhkan perawatan yang agresif dan immediate.

2 Jangan pernah memberikan sedasi pada pasien cedera kepala yang


gelisah sebelum mengetahui hasil CT scan karena hal tersebut dapat
meningkatkan perkembangan hematoma intrakrnial.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Tidak semua px dengan cedera kepala ringan
atau laserasi kepala membutuhkan X ray kepala.
Lihat criteria yang akan disebutkan dibawah.
2 Harus ada pengawas di rumah untuk
mengamati px bila KRS dilakukan.
Manajemen
Skull X ray (SXR)
1 Indikasi: controversial. SXR bisaanya tidak diindikasikan untuk cedera
kepal aringan yang akan di MRSkan untuk observasi dengan
pengecualian pada keadaan berikut:
1. Large boggy scalp hematoma yang menghalangi palpasi akurat
terhadap adanya depressed skull fracture (dimana CT scan kepala
juga harus dilakukan).
2. Suspek benda asing radioopaque pada laserasi kulit kepala (cth :
karena pecahan kaca).
50% abnormalitas intrakranial yang terdapat pada kasus trauma kepala,
tidak berkaitan dengan adanya fraktur tulang tengkorak. Sehingga dengan
adanya fraktur tulang tengkorak akan meningkatkan kecurigaan adanya
lesi intracranial, namun dengan tidak adanya fraktur tengkorak tidak akan
menghilangkan pentingnya CT scan untuk dilakukan.
Catatan : simple scalp laceration bukan merupakan criteria
dilakukannya SXR. Luka harus dipalpasi terlebih dahulu sebelum T&S
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur.
1 Apa yang harus dicari pada sebuah SXR
1. fraktur tulang tengkorak linear atau depressed
2. posisi midline dari kalsified glandula pineal. Pergeseran > 3mm pada
satu sisi menandakan adanya hematoma intracranial yang besar.

346

3. Air-fluid level pada sinus (termasuk sinus sphenoidal)


Catatan : fluid level pada sinus sphenoidal terdeteksi pada SXR lateral yang
diambil dengan horizontal beam menunjukkan basal skull fracture. Base of
skull fracture bukan indikasi urgent untuk dilakukannya CT scan kepala jika
GCS 15, namun merupakan indikasi untuk MRS. Penelitian terbaru
menunjukkan tidak adanya bukti penggunaan profilaksis antibiotik pada basal
skull fracture. Hal ini karena occult CSF leakage dapat berlanjut berbulanbulan dan bertahun-tahun serta delayed meningitis dapat muncul kadangkadang pada beberapa tahun setelah cedera. Antibiotik diberikan apabila
terdapat posttraumatic meningitis, bisaanya karena infeksi Streptococcus
pneumoniae, yang umumnya sensitive terhadap benzyl penicillin.

4.
5.
6.
7.
CT scan
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

aerocele
fraktur facial
Benda asing
diastasis (pelebaran) sutura.
Indikasi emergent CT scan setelah cedera kepala
GCS 13 tanpa adanya intoksikasi alcohol atau fraktur tulang tengkorak.

GCS 14 dengan adanya fraktur tulang tengkorak


Pupil yang berdilatasi unilateral pada keadaan AMS
depressed skull fracture
Defisit neurologik fokal
pasien cedera kepala yang membutuhkan ventilasi
pasien cedera kepala yang membutuhkan anestesi general untuk
operasi lainnya.
Catatan: CT scan emergent masih controversial. Menurut ATLS, semua
px bahkan dengan cedera kepala ringan membutuhkan CT scan
kepala, namun akan sangat membutuhkan biaya yang besar.

Resusitasi
Prioritas resusitasi menurut ATLS, a.l :
1
control jalan nafas dan cervical spine
2
pernafasan
Catatan : penyebab respiratory impairment meliputi : (1) penyebab
sentral seperti obat-obatan dan brain stem injury, (2) penyebab perifer
seperti obstruksi jalan nafas, aspirasi darah/vomit, trauma dada, adult
respiratory distress syndrome dan edema pulmonary neurogenik.
1
Sirkulasi
1. Pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi,
GXM kadar serum etanol.
Catatan : kadar alcohol darah < 2g/l menunjukkan bahwa AMS yang
terjadi adalah akibat cedera kepala bukan karena intoksikasi alcohol.
Namun tingginya kadar alcohol tidak dapat dikatakan sebagai
penyebab terjadinya keadaan AMS pada px cedera kepala tersebut.
2. lakukan pemeriksaan GDA pada semua px cedera kepala dengan
penurunan kesadaran untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi.
1
Pemeriksaan neurologik
Koma (GCS <8)
2
Indikasi Intubasi pada cedera kepala 1.

347

2. deteriorasi GCS yang cepat 2.


3. GCS 14 dengan adanya dilatasi pupil unilateral.
Catatan : dilatasi atau fixed pupil pada px trauma bisaanya disebabkan
oleh hematoma atau kerusakan otak, namun juga disebabkan oleh
expanding trauma mata, cedera langsung pada nervus kranialis ketiga,
bermacam-macam obat, aneurisme intracranial, hipoksia, hipotensi,
kejang dan expanding aneurisme intrakrnial.

4. distress respirasi secara klinis, RR > 30x/menit atau < 10x/menit,


abnormalitas pola pernafasan atau hipokemia yan gtidak terkoreksi
dengan O2 100% yang diberikan melalui non-rebreather mask.
5. concomitant maxillofacial injuries
6. konvulsi berulang
7. concurrent edema pulmonal berat, cedera kardiak atau abdominal
bagian atas.
Catatan : hiperventilasi harus digunakan untuk mencapai PCO2
antara 30-35 mmHg jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakrnial.
Dalam keadaan bisaa, PCO2 harus berada pada kisaran 34-40
mmHg. Cek ulang BGA 10-15 menit setelah hiperventilasi.

1
Indikasi penggunaan Mannitol pada cedera kepala :
1. pasien koma yang awalnya memiliki pupil yang normal dan reaktif
namun kemudian berkembang menjadi dilatasi disertai atau tanpa
adanya hemiparesis.
2. Dilatasi pupil bilateral dan nonreaktif tetapi tidak hipotensive.
Dosis Mannitol : 1g/kgBB, cth [5x BB (kg)] ml larutan mannitol 20%
dalam infus cepat selama 5 menit.
Perhatian sebelum menggunakan mannitol :
1. Pasang kateter urinary
2. Pastikan px tidak hipotensi
3. Pastikan px tidak menderita gagal ginjal kronis
Catatan : hiperventilasi dan IV mannitol akan membutuhkan
waktu selama 2jam, dan tidak boleh ada waktu yang terbuang
dalam pembuatan keputusan terapi definitive.
Kriteria Merujuk px ke Bedah Saraf
Dapat berbeda menurut institusi, a.l:
1
Cedera kepala dengan deteriorasi GCS
2
Depressed skull fracture
3
Pneumokranium
4
Penetrating skull injuries
5
Penemuan yang positif pada CT scan
Kriteria MRS pada cedera kepala ringan
1 Hilang kesadaran > 10 menit
2 Amnesia
3 Kejang post traumatic
4 Tanda klinis fracture basis cranii
5 Sakit kepala moderate atau severe, atau vomiting
6 Intoksikasi alcohol

348

1
2
3
4

Penetrating injury
Fraktur tulang tengkorak
Associated injuries yang signifikan
Tidak adanya pengawas yang dapat diandalkan dirumah

Instruksi pada cedera Kepala


Sebelum KRS, berikan KIE bahwa px harus segera kembali ke RS bila mengalami :

1
2
3
4
5

Sakit kepala hebat


Muntah yang sering
Keluarnya cairan dari hidung atau telinga
Kebingungan yang tidak appropriate
kejang

100. Trauma, Tungkai bawah


Caveats
1 Walaupun cedera tulang terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam
nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma.

2 Semua dislokasi bisaanya bukan merupakan kasus serius dan hanya


membutuhkan analgesic yang adekuat, kecuali pada 3 kasus sbb, yang
membutuhkan reduksi secepatnya:
1. Dislokasi lutut (karena popliteal artery compromise)
2. dislokasi pergelangan kaki (karena nekrosis kulit)
3. Dislokasi panggul (karena avaskular nekrosis panggul)
Untuk semua dislokasi sendi yang membutuhkan manipulasi dan reduksi
pada ED, jangan berikan opioids IM, namun berikan secara IV. Karena
opioid yang diberikan lewat IM absorbsinya baik. Sehingga ketika
dibutuhkan conscious sedation, seseorang harus memastikan dosis efek
penghilang nyerinya. Hal ini akan menyebabkan supresi pernafasan dan
hipotensi ketika dosis total opioid IM diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Tips khusus Bagi Dokter Umum :
1 X ray pergelangan kaki tidak selalu dibutuhkan pada cedera pergelangan
kaki. Lihat bagian : Indication for Ordering X ray in Ankle Injury.

349

Dislokasi Panggul (pangkal Paha)


1 Mekanisme cedera
1. Dashboard injury
Catatan : hal ini terjadi karena simultannya fraktur patella, fraktur
femoral shaft dan dislokasi panggul posterior.
2. jatuh bertumpu pada kaki menyebabkan dislokasi panggul posterior
jika kaki mengalami fleksi dan adduksi pada pangkal paha, dislokasi
anterior terjadi jika pangkal paha terlalu abduksi dan dislokasi sentral
terjadi jika femur berada pada posisi antara abduksi atau adduksi.
3. jatuh dengan berat badan bertumpu saat kaki sedang
melebar/terbuka, lutut lurus dan punggung membungkuk ke depan
menyebabkan anterior hip dislocation.
4. melakukan split menyebabkan dislokasi panggul anterior.
5. jatuh pada satu sisi menyebabkan dislokasi panggul sentral.
1
Manifestasi klinis
1. dislokasi panggul posterior : panggul fleksi ringan, adduksi dan rotasi ke
dalam, kaki terlihat lebih pendek, femoral head terpalpasi pada bokong.
2. Dislokasi panggul anterior : panggul fleksi ringan, abduksi dan rotasi ke luar,
tonjolan dislocated head di bagian anterior terlihat dari arah samping.

3. Dislokasi panggul sentral : kaki dalam posisi yang normal, nyeri


tekan pada trochanter dan pangkal paha, serta masih terdapat
gerakan yang kecil/terbatas.
1
X Ray : foto AP yang menunjukkan pelvis, serta lateral view
yang menunjukkan pangkal paha yang terlibat.
Catatan: sangat penting untuk diingat bahwa pada semua nyeri
pangkal paha, harus difoto AP pelvis, serta lateral view dari pangkal
paha yang terlibat untuk alasan sbb:
1. fraktur ramus pubis dapat muncul dengan nyeri pada panggul. Hal
ini bisa terlewatkan apabila hanya melakukan foto AP dari pangkal
paha yang terkena, bukan AP pelvis.
2. AP pelvis memberikan kesempatan untuk membandingkan shentons
line pada kedua sisi serta membantu mencari abnormalitas yang lain.
2
Komplikasi
1. Foot drop dari sciatic nerve yang terlibat dalam dislokasi pangkal
paha posterior.
2. Paralisis nervus femoralis dan kompresi arteri femoralis pada
dislokasi pangkal paha anterior.
1
Terapi/penempatan
1. analgesic dengan narkotik melalui IV dan bukan IM sebelum X ray.
2. Reduksi secepatnya dibawah sedasi yang sadar pada ED.
3. Cek X ray setelah reduksi dan MRS untuk pemasangan traksi
4. jika tidak dapat direduksi, MRS untuk reduksi dibawah general anestesi.
1
Mekanisme trauma :
bisaanya
pada
Fraktur Femoral Neck dan Fraktur
lansia
yang
jatuh
Trochanter
2
Manifetasi klinis :

350

1. tidak mampu menahan berat badan setelah jatuh, disertai atau


tanpa nyeri pada pangkal paha.
2. rotasi eksternal dan pemendekan tungkai bawah
3. nyeri tekan pada daerah fraktur
4. nyeri pada saat mencoba melakukan gerakan
5. bruising merupakan tanda yang muncul terlambat pada fraktur
ekstrakapsular dan akan absent pada saat terjadi cedera akut.
1
X ray
1. foto pelvis AP dan lateral view dari pangkal paha yang terlibat
2. ingat untuk melakukan X ray pada pasien lansia sebelum MRS
1
Komplikasi : bisaanya tidak ada
2
Terapi : analgesi sebelum X ray. Pasang internal fixation.
Fraktur Femoral Shaft
1 Mekanisme trauma : bisaanya karena kekerasan kecuali pada fraktur
patologik. Bisaanya terdapat pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau crushing injuries.
2 Manifestasi klinis : weight bearing tidaklah mungkin.
1. mobilitas yang abnormal pada tungkai setinggi fraktur.
2. rotasi kaki eksternal, abduksi dan pemendekan pada pangkal paha.
1
X ray : AP dan lateral view dari femoral shaft (meliputi sendi
panggul dan lutut).
2
Terapi :
1. IV drip dengan GXM karena walaupun hanya terjadi simple fracture,
terjadi kehilangan darah sebesar - 1 liter ke dalam jaringan
dengan sering disertai syok.
2. berikan analgesic, cth femoral nerve block, narkotik IM atau IV.
3. Aplikasikan Donways air Splint
4. pasang traksi atau intramedullary nailing.
Fraktur Patellar

Mekanisme
1.
Kekerasan langsung cth akibat kecelakaan lalu lintas dengan dashboard
injury, jatuh pada permukaan yang keras, serta jatuhnya benda yang berat
diatas lutut.
2.
dengan kekerasan tidak langsung sebagai akibat kontraksi otot yang
mendadak.

Manifestasi klinis
1. ketidakmampuan untuk mengekstensikan lutut.
2. bruising dan abrasi di atas lutut
3. catat lokasi nyeri tekan
4. ada celah yang terpalpasi diatas atau dibawah patella.
5. displacement yang jelas dari bagian proksimal patella
1
X ray : AP dan lateral view lutut
2
Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. jika tidak terdapat pergeseran, aplikasikan cylinder backslab dan
KRS dengan diberikan analgesic, serta crutches kemudian dirujuk
pada klinik bedah.

351

3. jika terdapat pergeseran, aplikasikan cylinder backslab dan MRS


untuk fiksasi
Dislokasi Patellar
1
Mekanisme
1. riwayat khas : saat sedang berlari, lutut terbentur dan px jatuh. Px sering
memperlihatkan tonjolan di bagian medial yang prominent dari condilus
medialis femur (walaupun patella bisaanya mengalami dislokasi ke lateral).

2. dislokasi patella dapat berkurang secara spontan


1.
Manifestasi
Klinis 1. effuse mild knee
2. nyeri tekan pada bagian medial lutut
2.
X ray : AP, lateral dan skyline view. Skyline view digunakan
untuk menyingkirkan fraktur lain pada kondilus lateral dari femur.
3.
Terapi :
1. berikan analgesic dan reduksi dislokasi
2. Aplikasikan cylinder backslab selama 6 minggu pada dislokasi yang
pertama untuk mencegah dislokasi yang rekuren.
3. jika terjadi dislokasi rekuren, aplikasikan pressure bandage selama
1-2 minggu.
Dislokasi Lutut
Merupakan Keadaan yang Emergensi!
1 Mekanisme trauma : bisaanya karena kecelakaan lalu lintas, terutama
dash board injury
2 Manifestasi klinis : pembengkakan, deformitas yang besar, sering
dengan marked posterior sag.
3 X ray : AP dan lateral view dari lutut
4 Komplikasi :
1. Cedera arteri popliteal : cari keadaan pucat, dingin, pulseless atau
parestesi pada tungkai bawah.
2. Palsy nervus peronealis
5 Terapi
1. berikan analgesic IV
2. Reduksi dislokasi secepatnya, terutama jika terdapat keterlambatan
dalam X ray.
3. Aplikasikan cylinder backslab.
4. hubungi bedah TKV dan ortopedi serta atur angiogram.
1
Penempatan
1. MRSkan semua pasien
Haemarthrosis Lutut/effusi
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma pada daerah lutut.
Haemarthrosis pada lutut yang terjadi cepat disebabkan oleh :
1. robeknya ligament cruciatum
2. Robeknya ligamentum collateral
3. Fraktur osteokondral
4. peripheral meniscal tear
Effusi yang terlambat bisaanya terjadi akibat meniscal tear

352

1
Manifestasi klinis: pembengkakan yang besar dari
haemarthrosis atau effuse.
2
X ray :
1. AP dan Lateral View dari lutut. Catat bahwa fat fluid level pada
bursa suprapatellar mengindikasikan adanya fraktur intraartikular
walaupun fraktur tidak terlihat. (gambar 2).
2. skyline view digunakan pada subtle fracture dari condilus femoralis
(terutama pada dislokasi lateral patella) dan patella.
1
Komplikasi : hati-hati bahwa px mungkin tidak mengalami
dislokasi lutut atau concomitant fraktur lutut.
2
Terapi :
1. jika haemarthrosis lutut tidak tegang, px dapat KRS dengan istirahat,
es, kompresi (aplikasikan crepe bandage) dan terapi elevasi (RICE).
2. berikan analgesic
1
Penempatan
1. rujuk ke klinik ortopedi dalam 24-48 jam
2. jika terdapat tense haemarthrosis, px harus MRS untuk aspirasi.
Fraktur Tibial Plateau
1
mekanisme trauma : bisaanya akibat severe valgus strees
2
Manifestasi klinis
1. haemarthrosis
2. Bruising di lateral
3. Abrasi
4. Deformitas valgus pada lutut
1
X ray : AP dan lateral view dari lutut
2
Komplikasi : dx subtle tibial tabel fracture mungkin
terlewatkan. Jika berat badan px terus menerus bertumpu pada daerah
tsb, maka fraktur akan memburuk.
3
Terapi : berikan analgesic dan aplikasikan cylinder backslab.
4
Penempatan : fiksasi atau traksi tergantung beratnya fraktur
Fraktur Tibia/Fibula
1- Mekanisme trauma :
1. tekanan torsional (cedera olahraga)
2. Kekerasan yang ditransmisikan melalui kaki (cth : jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas)
3. Hentakan langsung (cth kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda yang berat)
Isolated fracture tibia atau fibula dapat terjadi akibat kekerasan secara langsung

walaupun relative jarang. Kekerasan tidak langsung menyebabkan


fraktur pada tibia sekaligus fraktur fibula.
1
Manifestasi klinis :
1. nyeri
2. pembengkakan
3. Deformitas
4. Nyeri tekan
5. Fraktur krepitus
6. sering berupa fraktur terbuka karena 1/3 tibia adalah subkutaneus

353

1
X ray : AP dan Lateral view dari tibia/fibula (harus meliputi
lutut dan pergelangan kaki)
2
Komplikasi : compartment syndrome pada fraktur tertutup
dan infeksi pada fraktur terbuka.
3
Terapi:
1 fraktur tertutup undisplaced dari tibia dan fibula
1.
berikan analgesic IM/IV sebelum X ray
2.
aplikasikan backslab diatas lutut
3.
ulangi X ray untuk mengecek final position dari fraktur.
4.
MRS untuk observasi
2 Fraktur tertutup displaced dari tibia dan fibula
1. Berikan narkotik IV sebelum X ray
2. Dibawah conscious sedation dengan IV Midazolam dan
narkotik, coba untuk mereduksi fraktur.
3. Aplikasikan backslab diatas lutut
4. Ulangi X ray sebelum MRS
3. Fraktur terbuka tibia dan fibula
1. berikan analgesic IM/IV
2. lakukan swab c/s dari luka
3. tutup luka dengan dibalut
4. cek status immunisasi tetanus px.
5. Berikan antibiotik (Cefazolin)
6. Aplikasikan long leg backslab atau temporary splint
7. Rencanakan debridemen luka
4. Isolated Closed Fracture of Fibula
1. Berikan analgesic IM
2. Singkirkan fraktur tibia dengan cedera pada sendi pergelangan kaki
3. Crepe bandage
4. KRS dengan diberikan analgesic
5. Rujuk ke klinik ortopedi.
Catatan : pasien dapat diijinkan untuk menahan berat badan.
Cedera Ankle (pergelangan kaki)
1 Mekanisme trauma : ketika pergelangan kaki mengalami deformitas,
harus curigai adanya dislokasi ankle. Ini merupakan keadaan emergency!
Catatan : Dislokasi ankle harus direduksi secepatnya untuk mencegahg
nekrosis kulit.
1 Manifestasi klinis : pada suspek cedera ankle, lakukan palpasi 4
bagian tulang, sbb:
1. Malleolus medialis
2. Malleolus lateralis
3. Seluruh bagian panjang fibula
4. Basis metatarsal ke-5
X ray : tidak harus dilakukan pada kasus sprained ankle Indikasi X
ray pada cedera ankle :
1. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus lateralis.
2. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus medialis.
3. tidak mampu untuk menahan berat badan
4. pada kasus dimana terdapat pembengkakan yang nyata sehingga
tidak memungkinkan palpasi yang akurat.

354

5. pada kasus dimana terdapat instabilitas klinis.


6. pada px usia > 50 tahun dimana menurut penelitian klinis
mengindikasikan kemungkinan insiden fraktur sekitar 30%.
7. untuk alasan social, cth : pada seorang atlit.
Catatan: Kriteria 1 sampai 3 dikenal sebagai Ottawa Ankle Rules.
X ray yang disarankan:
1. AP dan lateral view dari ankle untuk suspek fraktur ankle.
2. Seluruh fibula jika terdapat nyeri tekan pada fibula yang dapat
menyingkirkan fraktur Maissoneuve.
3. Posisi PA dan lateral dari kaki jika terdapat nyeri tekan pada basis
metatarsal ke-5.
2 Komplikasi : Nekrosis kulit pada delayed reduction dislokasi ankle.
3 Terapi :
1. sprained ankle :
1. berikan analgesic pada ED
2. KRS dengan terapi RICE dan analgesic
3. Rujuk ke fisioterapi untuk strapping ankle pada severe sprain.
2. Fraktur ankle :
1. Aplikasikan backslab dibawah lutut
2. MRS untuk fiksasi internal kecuali pada isolated stabel
fracture of lateral malleoulus dibawah ankle mortise yang
dapat diterapi secara konservatif.
3. Dislokasi ankle
1. Pasang heparin plugdan berikan narkotik IV sebelum
dilakukannya X ray
Catatan : dislokasi ankle harus direduksi secepatnya dibawah
conscious sedation dengan midazolam dan narkotik, atau
inhalasi Entonox (N2O/O2) untuk mencegah nekrosis kulit.
Sehingga, jika terdapat katerlambatan X ray > 10-15 menit atau
jika terdapat tanda circulatory compromise, ankle tersebut
harus direlokasi bahkan sebelum X ray dilakukan.
2. Aplikasikan short leg backslab setelah reduksi
3. Lakukan post reduksi X ray
4. MRS untuk fiksasi internal.
Fraktur Calcaneum

Mekanisme trauma : jatuh dari ketinggian pada tumit

Catatan : ingat untuk menyingkirkan fraktur calcaneal bilateral dan wedge


fracture of spine.

Manifestasi klinis :
1.tumit ketika dilihat dari arah belakang akan nampak melebar,
memendek, mendatar atau miring ke lateral membentuk valgus.
2.
Pembengkakan yang menegang pada tumit
3.
Nyeri tekan local yang jelas
4.
Jika px muncul kemudian, mungkin akan timbul
bruising yang dapat menyebar ke sisi medial telapak kaki dan proksimal dari
betis.

X ray : AP, lateral, dan axial view dari


calcaneum

Terapi :

355

1. jika sendi subtalar tidak terlibat


1. aplikasikan firm bandaging over wool
2. KRS dengan crutches (tongkat penyangga), analgesic, dan
sarankan untuk melakukan elevasi tungkai di rumah.
2. Jika fraktur kalkaneum bilateral ada, sarankan untuk istirahat.
3. Jika kalkaneum mengalami pergeseran atau crushed:
1. aplikasikan backslab di bawah lutut
2. MRS
FOOT INJURY
Catatan : yang paling sering terjadi a.l :
1 Fraktur kalkaneum
2 Dislokasi Tarso-metatarsal
3 Fraktur metatarsal
4 Fraktur phalangeal/dislokasi
Dislokasi Tarso-metatarsal (Lisfrancs)

5 Mekanisme trauma:
1. jatuh pada plantar flexed foot
2. Hantaman pada forefoot seperti pada kecelakaan lalu lintas
3. hantaman pada tumit ketika berada pada posisi berlutut/bersujud
4. run over kerb side accident
5. Inverse, eversi atau abduksi dari forefoot yang dipaksakan.
1
Manifestasi klinis : bengkak dan penyimpangan dari kaki
2
X ray : AP dan Oblique view dari kaki (gambar 3)
Catatan : Lisfrancs dislocation tidak selalu menyediakan bukti
yang jelas pada radiografi, dan tetap menjadi fraktur kaki yang
paling sering mengalami missdiagnosa
1 Komplikasi : arteri dorsalis pedis atau anastomosis medial plantar
dapat berada dalam ancaman.
2 Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. Aplikasikan backslab
3. MRS untuk open reduction and Internal Fixation (ORIF)
Fracture Metatarsal
1
Mekanisme : sering disebabkan karena Crushing injury
2
X ray : AP dan Oblique view dari kaki
3
Prinsip manajemen :
1. Jika fraktur undisplaced tanpa kerusakan jaringan lunak
1. bereikan analgesic sebelum X ray
2. Terapi simptomatik dengan crepe bandage atau short
backslab dari bagian distal sampai atas jari kaki
3. KRS dengan non-weight bearing crutches (NWB) dan analgesic.
4. Rujuk ke klinik ortophedi
2. Jika fraktur multiple dan undisplaced, terapi konservatif seperti diats.
3. Jika fraktur multiple dan displaced :
1. MRS untuk operasi jika fraktur terbuka
2. Aplikasikan backslab dan KRS dengan analgesic dan
crutches NWB kemudian rujuk segera ke klinik ortopedik
untuk review ORIF, jika fraktur tertutup.

356

Phalangeal Fracture/dislokasi

X ray : AP dan oblique view dari kaki

Prinsip manajemen :
1. tangani cedera jaringan lunak serta nail bed injury terlebih dahulu.
2. Reduksi dislokasi menggunakan digital block atau Entonox.
3. Immobilisasi Fraktur dan dislokasi menggunakan adhesive
strapping pada jari kaki yang berdekatan.
4. KRS dengan analgesic dan rujuk ke klinik ortopedik.
5. Untuk dislokasi jari kaki multiple, MRS untuk reduksi.

101 Trauma, maxillofacial


Peter Manning Shirley Ooi
PERHATIAN
1 Perhatikan adanya suatu komplikasi luka pada wajah: utamanya komplikasi
obstruksi saluran napas, perdarahan, tulang leher, dan perlukan mata.
2 Sejak beberapa perlukaan yang diakibatkan trauma tumpul, pemeriksaan
sekunder survey dapat menjadi dasar menyingkirkan perlukaan multisistem
(terjadi dalam 60% kasus trauma wajah yang berat)

3 Jangan terlalu memaksakan penderita dengan patah mandibula pada


posisi terlentang karena mungkin terjadi gangguan jalan napas:
usahakan penderita setengah duduk jika penderita memerlukannnya.
4 Jika tidak ada perdarahan luar yang siknifikan tidak menyingkirkan
penyebab perdarahan dalam sebagai penyebab shok hipovolumik
sejak posisi penderita terlentang mungkin menelan darah. Hanya
kemudian, selama muntah, derajat perdarahan dapat ditentukan.
5 Lakukan pemeriksaan lengkap pada wajah, komponen pemerikasaan
mata dan status sumbatan jalan napas.

357
1 Keuntungan pada tulang anak-anak lebih lunak di banding dewasa,
lebih besar tenaga yang diperlukan untuk patah tulang wajah anak
dengan kejadian banyak terjadinya bersamaan perlukaan intracranial.
Tip khusus untuk dokter umum
1 Jangan memaksakan penderita dengan kecurigaan patah tulang mandibula
pada posisi terlentang sejak kemungkinan gangguan jalan napas.

2 Ketika mengevaluasi penderita dengan kecurigaan patah tulang


hidung , salah satu perhatian cari septal hematom. Hal ini benarbenar THT emergensi yang membutuhkan insisi dan drainase.
3 Anak anak muda mempunyai peningkatan insiden perlukaan tulang
frontal sebab lebih menonjol, yang mana perlukan wajah sebelah
tengah lebih sering terjadi. Selalu mencurigai perlukaan bukan
karena kecelakaan pada jika seorang anak dengan frenulum yang
robek, trauma bibir, dan memar pada wajah.
4 Jika patah pada gusi hal ini merupakan emergensi Ellis klas III,
identifikasi adanya perdarahan dari pulpa.
PENATALAKSANAN
Secara umum dikatakan, penderita dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1 Kelompok perlukaan maxillofasial sekunder pada relative trauma
kecil, misalnya dipukul atau ditendang, dapat di terapi pada
intermediate atau area terapi biasa pada ruang gawat darurat.
2 Kelompok perlukaan maxillofasial berat sekunder kedalam trauma tumpul berat,
misalnya penurunan kondisi secara cepat dari kecelakaan lalulintas atau jatuh
dari ketinggian, harus diterapi di tempat perawatan kritis pada rawat darurat :

1. Trauma maxillofasial berat harus di rawat pada kristis


area diikuti dengan teknik ATLS.
2. Yakinkan dan jaga patensi jalan napas dengan immobilisasi tulang leher.
1. Setengah duduk jika tidak ada kecurigaan perlukaan
spinal, atau jika penderita perlu melakukannya.
2. Jaw trush dan chin lift.
3. Traksi lidah : 1. dengan jari 2. O-slik suture 3. dengan handuk
4. Endotrakel intubasi : oral intubasi sadar atau RSI
atau krikotiroidotomi (lihat tatalaksana jalan napas/
RSI untuk detailnya)
3. Berikan oksigenasi dengan masker non-reabreating .
4. Monitor : tanda vital stiap 5 10 menit, ECG, pulse oximetry.
5. Pasang 1 atau 2 infus perifer dengan jarum besar untuk
pengantian cairan.
6. Laboratorium : crossmatcs golongan darah, darah
lengkap, ureum/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi.
7. Fasilitas penghentian perdarahan yang berlangsung.
1. Penekanan langsung
Jepitan hidung

Tampong hidung atau tenggorokan


2. Bahan haemostatic asam tranexamid (cyclokapron)
Dosis : 25mg/kg BB IV bolus pelan selam 5 10 menit.

358
c.
8. Foto rongen: waktu foto rongen wajah tidak prioritas dalam
multiple injury. 2 posisi radiografi adalah :
1. occipitomental atau posisi OM (waters).
2. posteroanterior atau posisi PA (Caldwell)
3. posisi lateral
4. posisi submentovertical (SMV) atau jughandle
5. posisi towne
Catatan : posisi a,b, dan c diatas digunakan sebagai posisi standard wajah. Yang
mana Goh et al (2002) menunjukan bahwa posisi 30 derajat tunggal OM seharusnya
cukup untuk melihat trauma maxillofacial. Meningkat, jika dicurigai patah tulang
wajah, suatu posisi 30 derajat OM tungal seharusnya diminta dan tidak posisi wajah.

Posisi OM (waters)
Lihat figur 1: baik untuk wajah bagian tengah, memperlihatkan rongga mata
dan dasar dan darah dalam sinus maxillary.
Posisi PA (Caldwell)
Lihat figur 2 : tampak tulang frontal dan sinus paranasal. Dapat kadangkadang tampak tsebelah atas suture frontal zygomaticus diastasis dalam
patah tripod lebih baik pada foto OM. 3
Posisi Lateral ( Cross-table or upright)
Lihat figure 3 : memudahkan gambaran darah dalam sinus.
Posisi Submentovertical (or jughandle)
Lihat figur 4 : tampak sudut zygomatic
Posisi Towne
Lihat figure 5 : tampak ramus mandibula dan condyles.
Sistem posisi OM mengunakan garis McGrigors.
lihat figur 6 : ikuti 3 garis pada posisi OM

1 seperti tarikan garis , bandingkan bagian luka dengan yang bukan.


2 Jaringan lunak sekitar dan dibawah garis harus diperiksa.
Figure 1 :
OM (posisi
water)

Figure 2 : PA
(posisi
Caldwell)

Figure 4 :
SMW (posisi
jughandle)

Figure 3 :
posisi lateral

Figure 5 :
posisi Towne

359

Garis 1 (figur 7) : mulai sisi luar wajah, mengikuti lewat celah antara
tulang frontal dan zygomatic pada tepi lateral mata melintang dahi,
penilaian tepi orbita superior dan sinus frontal disisi luar.
Bandingkan sisi bagian perlukaan dan bukan. Cari :
1. Patah tulang.
2. Pelebaran suture zygomatikus.
3. Garis pada sinus frontal.
2 Garis 2 (figur 8) : mulai sisi luar wajah, telusuri keatas sepanjang
dinding tepi sudut zygoma (atas elephants trunk), melintang badan
zygoma, kebawah tepi orbita, mengarah bentukan hidung ke sisi lain
dari wajah. Bandingkan pada perlukaan dengan sisi yang bukan. Amati
patah tulang sudut zygoma melalui tepi bawah mata bayangan jaringan
lunak pada dinding atas antrum maxillaris (blow out fracture).
3 Garis 3 (figur 9) : mulai luar wajah, mengikuti sepanjang tepi sudut
zygoma ( bawah elephants trunk), dan bawah lateral dinding
antrum maxillaris ke dinding inferior dari antrum, melintang
sepanjang maxilla garis gigi kesisi lainnya.

Figur 6 : McGrigors 3 lines

Figur 7 : McGrigors line 1

Figur 8 : McGrigors line 2 Figur 9 : McGrigors line 3


Syarat dari computed tomography

360
1 Bukan prioritas dalam tatalaksana gawat darurat.
2 Harus menilai untuk patah tulang komplek, khususnya yang
termasuk sinus frontal, daerah nasoethroid dan orbita.
3 Standart foto rongen wajah lebih berguna untuk kasus rutin,
misalnya penganiyaan, jatuh pada lantai dll.
4 CT diperlukan untuk memastikan C-spine.
PATAH TULANG SPESIFIK
Patah tulang frontal
1 Pemeriksaan fisik : palpasi tulang periorbita ; uji untuk anastesi;
pengujian EOM.
2 Pencitraan : foto skull/posisi Caldwell.
3 Disposisi : rawat inap untuk patah tulang posterior dan patah tulang
depresi (IV antibiotik ,kontroversial). Kedua patah tulang ini sepertinya
melewati dura dengan kemungkinan terjadi intrakranial infeksi.
Patah tulang NEO (naso-ethmoidal-orbital)
1 Pemeriksaan fisik seharusnya mencari :
1. Nyeri tekan medial cantal.
2. Cerebrospinalfluid rhinorhea
3. telechantus
2 Pencitraan : CT wajah
3 Disposisi : rawat jalan (IV antibiotik kontroversi). Patah tulang NEO harus
perhatikan dasar dari tulang. Hal tersebut sulit untuk melihat secara klinik
atau pada foto rongen . jika terdapat harusnya berhubungan dengan dura
dengan meningkatnya kemungkinan infeksi intrakranial.

Blow out patah tulang orbita


1 Hasil dari tekanan langsung ke bola mata ( misalnya dari bola squas)
lihat figur 10 dan 11.

Figur 10 : mekanisme injury yang menyebabkan blow out frakture pada dasar mata.
Trauma lurus pada mata meningkatkan tekanan intraorbita. Patah tulang mata adalah
bagian yang paling lemah dinding orbita daripada bola mata. Alternative, trauma
pada dinding inferior mata menyebabkan dinding orbita mengeser dan patah.

Figur 11 : Blow out


fracture
Bayangan hitam tampak
sebagai tear-drop

361

Catatan : suatu patah tulang Blow out pada mata tidak termasuk pada
dinding mata. Kenyataannya , adanya patah tulang dinding mata
seharusnya diamati adanya patah tulang tripode pada zygoma.
1 Titik paling lemah adalah dinding inferomedial mata (lamina papyracea).
2 Herniasi pada komponen mata kedalam antrum maxillaries melalui
dinding (tear-drop sign).
3 Pemeriksaan fisik :
1. uji untuk anestesi orbita dengan menekan untuk mencari
perbedaan sensasi.
2. uji gerakan extraoculer.
3. uji visual.
4 Pencitraan : posisi waters
5 Disposisi : rujuk ke bedah plastic
Catatan : Hanya diplopia bukan indikasi untuk rawat inap.
1 Pembedahan emergency indikasi pada :
1. penekanan empisema orbita.
2. perdarahan retrobulbar.
3. trauma tusuk bola mata.
2 Penderita dipulangkan : hindari adanya
1. compressive orbital emphysema
1. nyeri mata yang bertambah.
2. Bola mata proptopsis
3. Opthalmoplegi
4. Bola mata yang tegang
5. Hilangnya pandangan
Untuk mencegah compressive orbita emphysema penderita
seharusnya diberi larangan agar tidak bersin hidungnya.
2. perdarahan retrobulbar
1. sebagai tambahan pada compressive
orbital emphysema.
2. Dilatasi pupil.
3. Discus optic pucat
Patah tulang hidung.
1
2
3
4

Paling sering patah tualng wajah.


Pemeriksaan fisik : cari hematome septal atau deformitas.
Pencitraan : posisi nasal (bukan wajah lateral)
Disposisi : SOC follow-up 4 7 hari kemudian. Konsul/rawat inap
untuk septal hematome jika gagal drainase hematome septal akan
menyebabkan septal perforasi.

362
Patah Zygoma: tripode
1 Konsistensi patah tulang lantai dan dinding orbita, arcus zygoma,
dan dinding lateral dari antrum maxilla. Lihat figur 12.

Figur 12: patah tulang zygomaticomaxillary komplek. (tripod fracture)


Terdapat patah tulang melalui jaringan penyangga tulang molar : (1) sudut
zygoma (2) dinding mata lateral (frontozygomatic suture), (3) dinding mata
inferior dan dasar mata, dan (4) dinding anterior dan lateral dari sinus maxillaris.
1 Pemeriksaan fisik :
1. cari perdarahan subconjunctival lateral.
2. cari drooping cantus lateral
3. uji anestesi infraorbita
4. periksa secara terbuka
2 pencitraan : posisi OM (waters)
3 disposisi : patah tulang tripod dapat di kirim ke bedah plastik SOC. Saran
dipulangkan termasuk datang kembali secepatnya jika ada pandangan kabur
atau patah tulang blow out. Penderita seharusnya rawat inap jika terdapat:

1. dipoplia berat.
2. trismus
3. gangguan penglihatan

Patah tulang Zygoma : arch


1 pada umumnya hanya pada arch.
2 Pemeriksaan fisik : palpasi intra oral; worms eye/posisi birds eye
3 Pencitraan : posisi submental vertex (SMV)
4 Disposisi : follow-up SOC
Patah tulang LeFort
1 Perlukaan pada Bilateral mid-face.
2 Perlukaan dg tenaga berenergi tinggi 100x . hati-hati perlukaan multisistem.
Catatan : alur patah tulang mungkin gabungan. Misalnya Lefort II pada
satu sisi, dan Lefort III pada sisi lainnya.
1 Pemeriksaan fisik : cari mobilitas mid-face memanjang dan
pemeriksaan terbuka.
2 Pencitraan : foto rongen posisi OM/PA/lateral (tabel 1). CT rencana
operasi yang paling baik.
3 Disposisi : rawat inap (hati-hati injury multisistem).

363

Patah tulang mandibula


1 Kedua terbanyak dari fraktur wajah. Penderita mengeluh malocclusi
dan nyeri pada pergerakkan rahang yang disertai dengan robekan
TM/ patah tulang temporal.
2 Pemeriksaan fisik :
1. nilai pada robekan intraoral.
2. rahang ROM.
3. uji spatula: letakan 1 spatula antara gigi dan penderita disuruh
mengigit berlahan.
4. berputaran berlahan akan menghasilkan nyeri pada
patah tulang mandibula.
5. pemeriksaan gigi.
6. uji untuk anestesi bibir bawah.
Table 1 : tanda radiologi pada patah tulang LeFort
Posisi water
Patah tulang mid-face bilater adalah ciri khas semua patah tulang LeFort Level
udara pada sinus maxillaris bilateral atau bayangan opaq sering kali ada.

LeFort I
Patah tulang dinding lateral sinus maxillaris bilateral.
Patah tulang dinding medial sinus maxillaris bilateral (sulit untuk
dilihat). Patah tulang septum nasal (inferior).
LeFort II (patah tulang piramid)
Patah tulang Nasion
Dinding orbita inferior bilateral dan patah tulang dasar orbita.
Patah tulang dinding sinus maxillaris bilateral.
LeFort III (terpisahnya
craniofacial) Patah tulang Nasion.
Patah tulang dindng lateral orbita bilateral (suture
frontozygomaticus) Patah tulang arcus zygomatic bilateral.

Sumber : Tabel dihasilkan dengan ijin perusahaan McGraw-Hill, dari


Schwartz dan Reisdorff (2001) ; page 361, table 15-5.
1 Pencitraan : Posisi Towne, mandibula lateral obliqe dan panorex.
2 Disposisi : Rawat inap patah tulang terbuka untuk antibiotik I.V.
patah tulang tertutup rawat jalan di klinik atau rawat inap tergantung
derajat membuka rahang.
Patah tulang

Gigi

364

1 Lihat figur 13.


2 Patah pada mahkota gigi: klasifikasi Ellis
3 Patah tulang akar : <7% perlukaan gigi.

Figur 13: patah tulang Gigi


Ellis klas I
1 Patah hanya enamel : nyeri minimal.
2 Disposisi: ahli gigi pada hari berikutnya.
Ellis klas II
1 Patah pada enamel dan tampak berwarna merah muda atau gigi kuning
2 Disposisi: langsung ke doker gigi jika seorang anak: hari
berikutnya jika dewasa.
Ellis klas III
1 Patah tulang dilihatkan dengan perdarahan atau merah muda pada sisi
patah tulang pulp yang terkena. Termasuk enamel, dentin, dan pulpa.

2 Disposisi : lengsung ke dokter gigi. Merupakan hal emergensi gigi


sebab penyangga pulpa segera terkontaminasi. Jika ahli gigi tidak
memungkinkan, sepotong gumpalan kapas dapat diletakkan diatas
pulpa yang terkena dan ditutupi dengan sepotong kasa kering atau
pelapis dengan pelapis rongga akar sementara.

102. Trauma, Pelvik


Caveats
1
Kesulitan yang paling banyak terjadi dalam manajemen
trauma pelvic meliputi:
1. Kegagalan mempertimbangakan fraktur pelvic pada px dengan
trauma multisistem.
2. kegagalan untuk memberikan resusitasi yang adekuat
3. kegagalan untuk mengenali injury lain yang terkait.
2
Terdapat kehilangan darah yang sangat banyak pada fraktur
pelvic terbuka (berkebalikan dengan yang tertutup) karena efek
tamponade peritoneum hilang.
3
Wanita tua sering menderita fraktur pelvic dengan trauma
jatuh yang minimal karena adanya osteoporosis.
4
Mekanisme trauma:
1 Simple falls, avulsi dari attachment muscular.
2 hantaman/pukulan secara langsung
3 jatuh dari ketinggian, kecelakaan sepeda motor, tabrakan mobil
berkecepatan tinggi

365

1
Trauma lain yang terkait : mortalitas dan morbiditas yang
terjadi pada fraktur pelvis kebanyakan terkait dengan trauma lain yang
mempengaruhi pembuluh darah, nervus, genitourinary, dan traktus
gastrointestinal bagian distal.
2
Penyebab kematian: perdarahan yang tidak terkontrol
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Pertimbangkan dx fraktur ramus pubis pada lansia
dengan nyeri pangkal paha/panggul setelah terjatuh.

Manajemen
1 ABC merupakan manajemen yang utama
2 Koreksi hipovolemia : paling tidak 2 jalur IV ukuran besar terpasang pada px.
3 Kirim darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, dan
GXM 4-6 unit rapid matched blood.
4 Lakukan pemeriksaan Fisik :
1. Pembengkakan area suprapubik atau groin area.
2. ekimosis pada genitalia eksterna, paha bagian medial dan area flank.
3. darah dari urethra.
4. abrasi, kontusio dari tulang yang menonjol
5. step-off, instabilitas
6. krepitus pada palpasi bimanual iliac
wing catatan :
(1) jangan mencoba untuk melakukan spring/menutup pelvis
untuk medapatkan stabilitas karena hal ini tidak reliable, tidak
diperlukan dan dapat menyebabkan perdarahan tambahan.
(2) laserasi perineum, groin atau buttock setelah trauma
mengindikasikan adanya fraktur pelvic terbuka kecuali terbukti bukan.

(3) pemeriksaan neurology harus dilakukan dimana injury


pleksus sakralis dapat terjadi.
1
Injury lain yang terkait :
1. inspeksi perineum untuk mencari luka terbuka
2. lakukan pemeriksaan rectum untuk menentukan posisi prostate,
merasakan spikula tulang dan mencari adanya darah.
3. lakukan pemeriksaan vagina untuk mencari luka terbuka.
4. jika ada bukti injury uretra, misalnya darah pada meatus, memar
pada skrotum atau prostate letak tinggi, hati-hati pada fraktur pelvic
yang dapat tidak stabil.
1
Jangan masukkan kateter. Konsulkan pada urologist untuk
kemungkinan pemasangan kateter suprapubik.
2
Lakukan X ray pelvic untuk mencari kerusakan dan asimetri
dari simphisis pubis.
3
Berikan analgesic yang adekuat.
4
Mulai pemberian antibiotik pada kasus fraktur terbuka.
5
Gunakan Sandbags untuk mensupport fraktur pelvic yang tidak
stabil.
6
Rujuk ke orthopaedics untuk mengurangi dan mengimobilisasi fraktur dengan C-clamp external fixator.

366

Jika control perdarahan gagal, pertimbangkan angiografi dan


embolisasi.

103. TRAUMA PADA KEHAMILAN

PERHATIAN
Selalu ingatlah akan adanya perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan.
Pertimbangan kondisi jalan nafas (pada primary survey)
1. Intubasi mungkin sulit dilakukan dengan adanya edema jalan nafas
2. Terdapat peningkatan resiko aspirasi akibat berkurangnya tekanan esofagus
bagian bawah disertai peningkatan tekanan gaster akibat tekanan uterus.

1
Pertimbangan kondisi pernafasan (pada primary survey)
1. Peningkatan konsumsi oksigen sebesar sekitar 15%, mengakibatkan
menurunnya cadangan oksigen.
2. Peningkatan ventilasi per menit yang mengakibatkan hipokarbia
fisiologis. Keadaan normocarbia, jika terdeteksi, bisa jadi
sesungguhnya menunjukkan kondisi hipoventilasi.

367

3. Keterbatasan gerak diafragma yang terjadi selama kehamilan mengakibatkan


menurunnya kapasitas residual fungsional dan menyebabkan pneumothoraks
dan heamtothoraks lebih mengancam nyawa.

4. Tekanan ventilasi dapat meningkat akibat berkurangnya compliance


dinding dada dam keterbatasan gerak diafragma.
5. Karena diafragma dapat berubah ketinggiannya sampai 4 cm,
pemasangan chest tube sebaiknya dilakukan diatas ICS IV.
1
Pertimbangan kondisi ventilasi (pada primary survey)
1. Tekanan darah ibu berkurang sebanyak 5-15 mmHg dan denyut jantung
meningkat sebanyak 15-20 denyut/menit selama trimester II, tetapi tanda
vital ini sebaiknya tidak serta merta dianggap normal sampai dievaluasi
secara menyeluruh kemungkinan adanya perdarahan.
2. Kehilangan darah pada ibu sampai 35% (sekitar 1.5 liter) dapat
ditoleransi sebelum tanda syok menjadi jelas.
3. Bukti adanya gawat janin bisa jadi merupakan tanda pertama
adanya syok perdarahan pada ibu karena aliran darah uterus dialihkan
untuk mendukung sirkulasi ibu.
4. Syok hipovolemik yang tidak tertangani dengan baik dapat
mengganggu sirkulasi plasenta. Syok pada ibu berkaitan dengan
tingkat mortalitas janin yang mencapai 80%. Juga dapat menyebabkan
infark hipofisis, yang secara normal bertambah besar ukurannya
selama kehamilan (sindrom Sheehan).
5. Sindroma hipotensi pada posisi telentang terjadi (biasanya sejak
usia kehamilan 20 minggu) bila uterus menekan vena cava inferior dan
dapat memperburuk syok pada ibu.
6. Anemia fisiologis terjadi akibat peningkatan volume darah ibu sekitar
50% tetapi hanya disertai dengan peningkatan masa sel darah merah
sebesar 25%.

Pertimbangan kondisi anatomis (pada secondary survey)

1. Uterus mencapai pelvis pada usia kehamilan 12 minggu, mencapai


umbilicus pada 20 minggu, xyphisternum pada 36 minggu, dan dapat
mempersulit penilaian abdomen.
2. Struktur tulang penyusun pelvis lebih jarang mengalami fraktur akibat
peningkatan kelenturan ligamen.
3. Simfisis pubis dan sendi sakroiliaka bisa jadi melebar, menyerupai
diastasis pada pemeriksaan radiologis. Korelasi klinis dengan mekanisme
cedera dan adanya nyeri tekan diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
4. Kompresi vena cava inferior selama kehamilan mengakibatkan
peningkatan kongesti pelvis, yang dapat menyebabkan perdarahan
retroperitoneal atau pelvis yang hebat.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Pencegahan lebih baik daripada mengobati
1. Sarankan pada pasien hamil agar menggunakan sabuk pengaman

dengan benar saat dalam mobil: bagian bahu harus terletak di atas rahim dan
bagian yang melintang di pangkuan harus terletak di atas panggul, di bawah
rahim.
2. Sarankan penggunaan alas kaki yang tepat untuk mencegah terjatuh:
bertumit datar dengan alas yang berdaya cengkram baik.
Pertolongan dasar yang dapat diberikan bila Dokter Umum sebagai
penolong pertama meliputi:
1. Memposisikan pasien dengan tepat (lihat komentar di atas)
2. Kendalikan perdarahan lokal
3. Suplementasi oksigen (jika tersedia)

4. Pemberian cairan IV dini (jika tersedia)

368

TATA LAKSANA
Prinsip-Prinsip Umum
1 Prioritas masalah dan ABC dalam tata laksana trauma tidaklah
berbeda oleh adanya kehamilan.
2 Terdapat 2 pasien yang harus distabilisasi, tetapi lakukan stabilisasi
terhadap ibu terlebih dahulu.
3 Libatkan secara dini seorang ahli Obstetri dalam tim Trauma.
4 Tangani pasien di area yang dilengkapi dengan monitor (perawatan
intermediat):
1.
Berikan oksigen
2.
Awasi: EKG, pulse oximetry, tanda-tanda vital setiap 5-10 menit,
CTG secara terus menerus untuk pasien dengan kehamilan >20 minggu.
5 Posisi pasien:
1.
Bila dicurigai terjadi trauma spinal, posisikan pasien dengan
memletakkan kantong pasir atau baji (baji Cardiff) dibawah bokong
kanan dan pindahkan uterus secara manual ke sebelah kiri.
2.
Jika tidak, tangani pasien dengan posisi lateral kiri.
Primary Survey
1 Bebaskan jalan nafas seperti pada pasien yang tidak hamil.
2 Lakukan penekanan krikoid untuk mengurangi aspirasi gaster pada pasien
dengan penurunan kesadaran yang kehilangan refleks protektif jalan nafas.

3 Pasang NGT untuk dekompresi lambung.


4 Lakukan intubasi bila perlu.
5 Lakukan resusitasi dengan cairan kristaloid IV secara agresif.
Pertimbangkan tranfusi dini. Hindari penggunaan vasopressor sedapat
mungkin, yang dapat mengakibatkan penurunan aliran darah uterus.
6 Resusitasi pada keadaan henti jantung sebaiknya mengikuti acuan
seperti halnya pada pasien yang tidak hamil.
7 Akan tetapi, bila tidak kembali terjadi sirkulasi spontan setelah 5 menit,
harus dipertimbangkan dilakukan sectio caesarea cito bila janin masih hidup.
Secondary Survey
1 Secondary survey dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
pasien yang tidak hamil.
2 Indikasi pemasangan chest tube adalah sama. Akan tetapi, jangan
lakukan pemasangan chest tube dibawah ICS IV.
3 Selain itu, penilaian terhadap uterus dan kondisi fetus harus meliputi:
1.
Pengawasan CTG secara kontinu terhadap iritabilitas uterus, penurunan
denyut jantung janin maupun hilangnya variabilitas denyut jantung janin.

2.
3.

Tinggi fundus uteri dan adanya nyeri tekan.


Gerakan janin.

369

4. Adanya darah di jalan lahir, cairan ketuban (pH>7.5), effacement


cervix dan ancaman persalinan.
Cedera dan komplikasi yang khas pada kehamilan:
1.
Abruptio placentae
a. Penyebab utama kematian janin setelah trauma

tumpul.
b. Terjadi sebagai akibat regangan total oleh trauma

tumpul atau deselerasi mendadak.


c. Trias klinis terdiri dari nyeri perut, perdarahan
per vaginam, iritabilitas uterus, walapun mungkin samar.
d. Dapat terjadi akumulasi darah ibu di uterus

sampai 2 liter.
e. Berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya

2.

3.

4.

5.

6.

DIC.
Ruptur uterus
1. Jarang terjadi
2. Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul abdomen.
3. Resiko lebih tinggi pada wanita dengan riwayat SC.
4. Gambaran klinis meliputi peritonismus, uterus asimetris dan teraba
bagian janin.
Partus prematurus
1. Peningkatan iritabilitas uterus dapat terjadi sebagai akibat trauma uterus.
2. Disebabkan oleh peningkatan asam arakidonat.
3. 90% terjadi abortus spontan.
Cedera janin
1. Jarang terjadi, karena janin lebih sering mengalami gangguan
akibat hipoksia atau hipovolemik pada ibu.
2. Dapat terjadi akibat trauma tajam maupun tumpul.
Sensitisasi Rh
1. Terjadi bila darah dari janin Rh positif masuk ke dalam sirkulasi
ibu yang rh negatif.
2. Perlu dipertimbangkan pemberian Imunoglobulin Rh (IM
RhoGAM 300mg) pada semua ibu Rh negatif yang mengalami
trauma abdomen, dengan konsultasi ke ahli Obstetri.
Emboli cairan ketuban
1. Jarang terjadi dan dengan prognosis yang buruk
2. Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler, distres nafas,
kejang atau DIC.

Pemeriksaan
Darah lengkap, ureum, creatinin, elektrolit
Faal hemostasis

Persediaan darah yang telah dilakukan Uji Silang (jangan lupa

mencantumkan status Rh ibu).


Tes Kleihauer (bagi ibu Rh negatif).
Pemeriksaan sinar X dan CT yang diperlukan tidak boleh
ditunda, gunakan pelindung timbal yang sesuai, walaupun dapat
dipertimbangkan sarana diagnostik lain seperti DPL dan USG.

370

Indikasi dilakukannya DPL tetap sama. Akan tetapi, tindakan


ini harus dilakukan di lokasi yang terletak lebih tinggi dari fundus uteri, atau
setidaknya di atas umbilikus. Karena usus terdorong ke superior oleh uterus,
terdapat peningkatan resiko terjadinya perforasi pada kasus trauma tumpul
abdomen atas, dan harus digunakan jumlah sel lekosit yang lebih rendah
(5000/mm3) sebagai batasan untuk menentukan nilai positif pemeriksaan ini.

Pemeriksaan ultrasonografi (FAST) sangat berguna dalam mendeteksi


hemoperitoneum, serta mendeteksi gerakan janin dan abruptio plasenta.
Penanganan Definitif
1 Keputusan untuk penanganan definitif cedera yang terjadi harus dibuat
oleh ahli Bedah maupun Obstetri yang terlibat.
2 Situasi yang mungkin memerlukan terminasi segera kehamilan meliputi:
1. Abruptio plasenta
2. Gawat janin
3. Henti jantung ibu
Sekalipun tidak terjadi cedera yang bermakna pada ibu, pasien harus
menjalani pengawasan CTG secara kontinu selama setidaknya 4 jam.
Karena cedera yang sepele saja dapat menyebabkan separasi plasenta.
Disposisi
1 Pasien dengan trauma mayor secara umum harus dirawat di ICU
Bedah Umum atau HDU.
2 Pasien dapat pula dirawat di ruangan subspesialis bedah sesuai
dengan jenis cedera yang dialami ibu (misalnya ibu hanya mengalami
trauma kepala, dapat dirawat di bagian Bedah Syaraf; atau di bagian
Ortopedi jika mengalami patah tulang semata).
3 Jika tidak terdapat cedera yang nyata dan bermakna, pasien dapat
dirawat di ruang bersalin untuk dilakukan pengawasan.

104. Trauma, Ekstremitas Atas


Caveats
1 Walaupun cedera tulang terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam
nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma.

371
Untuk semua dislokasi sendi yang membutuhkan manipulasi dan reduksi
pada ED, jangan berikan opioids IM, namun berikan secara IV. Karena
opioid yang diberikan lewat IM absorbsinya baik. Sehingga ketika
dibutuhkan conscious sedation, seseorang harus memastikan dosis efek
penghilang nyerinya. Hal ini akan menyebabkan supresi pernafasan dan
hipotensi ketika dosis total opioid IM diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Untuk setiap cedera ortopedi, selalu ingat untuk mencatat status
neurovascular sebelum dan sesudah manipulasi/reduksi atau aplikasi gips.

Tips Khusus Bagi Dokter Umum :


1 Ingat untuk memberikan analgesic dan splint fraktur atau dislokasi
sebelum merujuk px ke ED. Ingat bahwa splingting merupakan salah
satu cara untuk mengurangi nyeri.
2 Jangan berikan opioid IM jika anda tidak yakin apakah px
membutuhkan M & R untuk fraktur atau dislokasinya.
Fraktur Klavikular
1 Mekanisme trauma
1. Sebagian besar terjadi karena jatuh dengan tangan yang terulur.
2. Dapat juga terjadi karena hantaman langsung pada bahu, cth:
terjatuh pada posisi samping.
1
Manifestasi klinis :
1. Nyeri Tekan pada lokasi fraktur
2. Deformitas dengan pembengkakan local.
1
X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.
2
Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan
struktur neurovascular subklavial.
3
Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari
kemudian.
Dislokasi Sternoklavikular
1 Mekanisme trauma : bisaanya akibat jatuh atau hantaman pada daerah
anterior bahu:
1. Asimetri dari inner end klavikula
2. Nyeri tekan local
2 Manifestasi klinis:
1. Nyeri tekan dan bengkak pada sendi sternoklavikular
2. Nyeri pada saat lengan digerakkan dan pada saat kompresi bahu ke lateral.
3. Dengan cedera berat, klavikula medial bergeser relative terhadap
manubrium.
4. Dispneu, disfagi, atau tersedak (pada px dengan dislokasi posterior
karena kompresi struktur mediastinal).
1
X ray : AP dan Oblique view sulit untuk diinterpretasi. Dx
bisaanya berdasarkan pemeriksaan klinis. Namun tomogram atau CT
mungkin dapat dilakukan.
2
Komplikasi : jarang, dislokasi mungkin dapat membahayakan
pembuluh darah posterior dari klavikula.

372

1
Terapi:
1. Subluksasi minor : Broad arm sling, Analgesic dan control ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
2. Gross Displacement : MRS dibagian Ortopedi untuk eksplorasi /
reduksi di bawah GA.
Catatan : Cedera yang mengancam nyawa, bila mengenai struktur
didekatnya terjadi pada 25% kasus dislokasi posterior.
Cedera Sendi akromioklavikular
1 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan menumpu pada
bahu dengan lengan teraduksi atau jatuh pada lengan yang terulur.
2 Manifestasi : penonjolan lateral end dari klavikula dan adanya nyeri local.
3 X Ray : Foto AP dari sendi AC (bagian/sisi inferior dari akromion dan
klavikula harus membentuk suatu garis lurus).
Catatan : Weight Bearing view menunjukkan hasil tambahan yang
hanya sedikit, dan hanya akan menyebabkan nyeri serta tidak akan
mengubah terapi yang diberikan.
1
Terapi : Broad arm sling dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.

Fraktur Skapula
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada
dada posterolateral.
2
Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya
associated injury.
3
X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
4
Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera
intrathorax yang signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur
klavikular, cedera pembuluh darah pulmonal dan pleksus brachialis.
5
Terapi :
1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, control
ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.
Dislokasi bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio ercto).

Dislokasi Anterior
1 Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
2 Manifestasi :
1. Khas : px bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian
siku dengan menggunakan tangan sebelahnya .
2. lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat squared off
4. Nyeri yang sangat.
X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan
dislokasi anterior dengan posterior.

373

Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk


menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan
Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi
bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray.
Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
1
Komplikasi :
1. Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari humeral
head) dapat terlihat pada px yang sebelumnya menderita dislokasi anterior.

2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada px > 45


tahun). 3. Fraktur anterior Plenoid lip
4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus
brakialis. Catatan : Harus memeriksa :
1. Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada
deltoid atau regimental badgearea.
2. Pulsasi pada pergelangan tangan
3. Fungsi Nervus radialis.
2
Terapi :
1. Isolated anterior dislocation : M&R (dengan bermacam-macam
teknik) dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau
minor : M&R dibawah conscious sedation.
3. dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : M&R
dibawah GA, pertimbangkan ORIF.
1
Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV
plug untuk antisipsi M&R), kemudian X ray yang diikuti M&R dibawah
conscious sedation.
2
M&R : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan
daripada teknik terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kochers.
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana px
dapat dimonitoring, dan px berada pada kondisi conscious sedation (lihat bab

Conscious sedation).
1. Teknik Cooper-Milch
1. Dibawah conscious sedation, tempatkan px pada posisi
supine dengan siku fleksi 90o.
2. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan
lengan pada posisi abduksi penuh yang ditahan pada traksi
lurus dimana seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang
lembut pada sisi medial dan inferior dari humeral head.
3. Adduksi lengan secara bertahap.
4. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.
2. Teknik Stimsons
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan
pada ED yang sangat sibuk.
1. berikan analgesic IV dimana px berbaring pada posisi
pronasi dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan
beban seberat 2,5-5kg terikat pada lengan tersebut.
2. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
3. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Countertraction

374
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
1. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.

2. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line


traction sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang
berlawanan menggunakan rolled sheet.
3. Setelah relokasi, paang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
4. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
4. Teknik Spasso, walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas,
namun teknik ini telah digunakan pada departemen kami, dan kami
anggap bahwa metode ini merupakan metode yang paling mudah
dilakukan dengan angka keberhasilan yang tinggi.
1. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit
dengan dengan dinding dada.
2. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal
secar simultan. Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu
mencapai fleksi kedepan 90o, akan terdengar bunyi clunk,
dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
3. Adduksi lengan
4. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.
Dislokasi posterior

Mekanisme Trauma
1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta
terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat
tersetrum listrik.
1
Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu
1
X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)
Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior
pada bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat light bulb sign
karena rotasi internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus
dan glenoid labrum pada foto bahu AP.
1
Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
2
Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious
sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R
dibawah conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk
M&R di bawah GA, pertimbangkan ORIF.
1
Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan
pada posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan
rolledsheet dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.

375

4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada seorang
dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan cuff.

5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan


pertimbangkan early mobilization.

Penempatan : Klinik ortopedi setelah 3 hari.


Dislokasi Inferior
1 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan lengan berada
pada posisi abduksi.
2 Manifestasi klinis :
1. Abduksi lengan atas dengan posisi hand over head
2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.
1
X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.
2
Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
3
Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:
1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba M&R
dibawah IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba M&R dibawah
GA, KIV ORIF>

Teknik :
1.
Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
lengan yang dibduksi.
2.
kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3.
Setelah relokasi, pasang collar & cuff.

Penempatan : control ke poli ortopedi setelah 3 hari.


Fraktur Humeral Proksimal
Fraktur ini mungkin melibatkan struktur anatomi neck humeral juga
tuberositas atau dengan kombinasi yang bermacam-macam.
1 Mekanisme trauma : jatuh pada satu sisi, pukulan langsung pada area
tersebut, atau jatuh dengan tangan yang terulur.
2 Manifestasi klinis:
1. Nyeri tekan, pembengkakan pada proksimal humerus.
2. Lebih lanjut, akan terdapat memar yang besar yang menuju pada
bagian bawah lengan karena gravitasi.
2
X ray : foto AP dan lateral humerus
3
Komplikasi :
1. Adhesive capsulitis (frozen shoulder)
2. Cedera struktur neurovascular
3. Nekrosis avascular humeral head.
1
Terapi : pasang collar & cuff
2
Penempatan :
1 Fraktur displaced tuberositas mayor yang berat mungkin
membutuhkan MRS untuk ORIF dengan GA.
2 Fraktur displaced yang ringan dapat KRS, kemudian control ke
klinik ortopedik dalam 3 hari.
Fraktur Shaft Humeral

376

Mekanisme trauma: bisaanya karena indirect force, seperti jatuh


pada saat tangan terulur, atau hantaman langsung pada area tersebut.

2
Manifestasi :
1. Nyeri tekan local dan pembengkakan
2. Mungkin dapat timbul deformitas.
1
X ray : Foto AP dan lateral humerus
2
Komplikasi : Palsy nervus radialis (drop wrist) dan vascular
compromise.
3
Terapi :
1. untuk fraktur angulasi minimal, pasang U slab, lebih mudah
dilakukan pada saat px duduk pada trolley daripada pada saat px
berbaring terlentang, kemudian diikuti dengan collar& cuff, serta
control ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Untuk fraktur displaced yang parah, lakukan M & R dibawah IV
conscious sedation, pasang U salb dan Collar & cuff, kemudian
rujuk ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
3. Untuk kasus dengan komplikasi kerusakan neurovascular, MRS
dibagian ortopedi.
Fraktur Shaft Humerus Supracondylar
1
Mekanisme trauma : jatuh dengan tangan terulur, bisaanya pada
anak kecil.
2
Manifestasi klinis :
1. Nyeri tekan dan bengkak pada distal humerus dan siku.
2. Deformitas mungkin terjadi
3. Bentukan segitiga yang disusun oleh olekranon, epikondilus lateral
dan medial.
1
X ray : AP dan lateral siku (waspada terhadap adanya fraktur
kondilus lateralis, sarankan ORIF). Cari tanda fat pad (gambar 3).
2
Komplikasi :
1. Kerusakan arteri brakialis
1. Cek pulsasi radialis dan capillary refill.
2. Cari adanya kepucatan dan dingin pada ekstremitas, nyeri,
parestasi atau paralysis pada lengan bawah.
2. Cek jari dan ibu jari untuk mencari deficit neurologist terkait dengan
kerusakan Nervus radialis, ulnaris atau medianus.
Catatan : Dokumentasikan hasil pemeriksaan tersebut.

1 Terapi :
1. Jika terdapat displacement minimal (<10-15o) pasang long arm back slab
dan control ke klinik ortopedi setelah 1-2 hari. Berikan KIE yang jelas
mengenai ancaman Compartment syndrome (gejala dan tandanya).
2. Jika terdapat pembengkakan pada daerah siku dengan minimal angulated
fracture. Pertimbangkan meng-MRS-kan px untuk observasi sirkulasi.
3. Jika displacement > 15o, pasang long arm backslab dan rencanakan M&R.

4. Fraktur Epicondilus Medialis Humerus


1
Mekanisme trauma :
1. dapat terjadi avulse oleh ligamentum collateral ulnaris ketika siku
dipaksakan untuk berposisi abduksi.
2. Avulsi karena kontraksi otot fleksor lengan bawah secara mendadak.

377

3. trauma langsung
1
manifestasi klinis : pembengkakan dan nyeri tekan local.
2
X ray : AP dan lateral siku
3
Komplikasi : disposisi/terapi cedera nervus ulnaris.
1. jika minimal atau tidak ada displacement, pasang long arm back
slab dan control ke poli ortopedi setelah 3 hari.
2. Jika fraktur disertai displaced yang lebih parah, pertimbangkan
M&R dibawah GA, KIV ORIF.
Fraktur Condilus Lateralis Humerus
Catatan : sering terlewatkan karena dikaburkan dengan fraktur suprakondiler.
1 Mekanisme trauma : cedera adduksi pada siku
2 Manifestasi : nyeri tekan dan pembengkakan local
3 X ray : AP dan lateral siku
4 Komplikasi : tidak ada komplikasi akut, komplikasi yang terlambat, a.l:
1. mal-union dan non-union menyebabkan posisi cubitus valgus dan
tardy ulnar nerve palsy.
2. Kekakuan siku terutama pada dewasa.

Terapi :
1. Fraktur undisplaced atau minimal displaced, pasang long arm
backslab : control ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. jika fraktur displaced > 2mm atau terotasi, MRS pada bagian
ortopedi untuk M7R di bawah GA, ORIF.
Dislokasi Siku
1
Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang
paling sering ditemukan adalah dislokasi posterolateral.
2
Manifestasi :
1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak
2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial
mengalami kerusakan.
1
X ray : AP dan lateral siku.
2
Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus
3
Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation
1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan
2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.
3. setelah relokasi, pasang long arm back slab
4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik
ortpedi setelah 3 hari.
5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan,
MRS di bagian ortopedi untuk observasi.
6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.
Pulled Elbow (Subluksasi Radial head)
1
Mekanisme trauma : bisaanya terjadi pada anak usia 9 bulan-6
tahun, karena tarikan yang kuat pada tangan yang terulur, yakni adanya
tenaga yang menarik dengan kuat pada ligament annular di radial head.
2
Manifestasi :

378

Lengan tergantung lemah


Anak mengeluh nyeri pada lengan dan tidak mau menggerakkannya.
Nyeri tekan local pada bagian proksimal lengan bawah.
Nyeri yang ditimbulkan sat memfleksikan siku atau mensupinasikan lengan bawah.
5. tidak ada pembengkakan dan deformitas
1
X ray : pada situasi klasik tidak dibutuhkan, namun bila
terdapat riwayat jatuh atau adanya hantaman langsung pada lengan
bawah pada posisi foto AP dan lateral siku.
2
Terapi : manipulasi tanpa anestesi dapat dilakukan.
1. Pegang tangan dari lengan yang cedera dengan posisi berjabat
tangan sementara tangan pemeriksa yang lain memegang
belakang siku dengan ibu jari terletak pada head radius.
2. Secara lembut dan perlahan, dorong lengan bawah ke dalam siku,
dan paksa untuk mensupinasikan lengan atau secara cepat ganti ke
posisi pronasi dan supinasi sampai mendengar atau merasakjan
bunyi pop. Tidak diperlukan sling karena anak akan mulai
menggunakannya secara normal dalam 5-10 menit.
3. jika maneuver tersebut tidak berhasil, lengan harus diistirahatkan pada
1.
2.
3.
4.

sebuah sling, dan reduksi spontan bisaanya terjadi dalam waktu 48 jam.

4. Tidak dibutuhkan control ke klinik ortopedi. KIE pada keluarga


bahwa mereka jangan mengangkat anak mereka secara langsung
dengan menarik lengannya.
Fraktur Olekranon
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada siku, juga
karena kontraksi yang kuat pada otot trisep.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak/bruising
(memar) di daerah olekranon.
3
X ray : AP dan lateral siku.
4
Terapi :
1. Jika tidak terdapat displacement dari fraktur, atau ada tapi minimal,
pasang long arm back slab dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS untuk
M&R dibawah GA, KIV ORIF
Fraktur Radial Head/Neck
1
Mekanisme trauma : karena jatuh dengan tangan terulur
atau hantaman langsung pada lengan bawah.
2
Manifestasi klinis : nyeri local dan nyeri tekan, dengan
pembengkakan pada siku lateral.
3
X ray : AP dan Lateral siku
Catatan : Occult fracture dari radial neck/head mungkin hanya
menunjukkan positive posterior fat pad sign pada foto lateral (Gambar
3), selalu carilah tanda ini !
1
Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang long arm backslab dan control ke
klinik ortopedi setelah 5 hari.

379

2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS ke
bagian ortopedi untuk M & R dibawah GA, KIV ORIF.
Fraktur Lengan Bawah
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung,
namun juga karena jatuh dengan tangan terulur.
2
Manifestasi klinis : Nyeri tekan dan pembengkakan lengan
bawah, dengan deformitas jika fraktur displaced.
3
X ray : AP dan lateral view lengan bawah
Catatan : Pastikan bahwa film menampakkan siku dan peregelangan
tangan sehingga fraktur monteggia atau Galeazzi dapat dieksklusi. Jangan
pernah memebrikan terapi pada single fore arm bone fracture sampai
anda telah menyingkirkan fraktur-dislokasi yang tersebut di atas.
1. Fraktur-dislokasi Monteggia adalah fraktur pada ulna disertai
dengan dislokasi radial head.
Catatan : banyak gugatan hukum diajukan karena missed dx bowed ulna

2.
1
2
1.
2.

(green stick)!
fraktur-dislokasi Galeazzi adalah fraktur radius dengan dislokasi
pada inferior radio-ulnar joint.
Komplikasi : cedera vascular atau compartment syndrome.
Terapi :
untuk fraktur dengan minimal atau tidak ada displacement, pasang
ong arm back slab dan rujuk ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
Untuk fraktur displaced, lakukan M&R di bawah Bier Block.

Fraktur Colles
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan terulur.
2
Manifestasi klinis : khas : Deformitas bentuk dinner fork
dengan nyeri tekan local.
3
X ray : lateral (gambar 4a) dan AP (gambar 4b) pergelangan tangan.
4
Komplikasi : malunion : delayed rupture dari M. Extensor
pollicis longus; kompresi nervus medianus; sudecks atrophy.
5
Terapi reduksi :
1. pasang longitudinal traction untuk disimpact fracture.
2. Kemudian pasang flexion and ulnar deviation force pada fragmen
menggunakan jari atau ibu jari.
3. Setelah reduksi pasang short arm backslab dengan posisi lengan bawah
pronasi, ulnar deviasi dan fleksi ringan pada pergelangan tangan.

4. Jika X ray ulang menunjukkan reduksi yang memuaskan, pasang


sling dansarankan px untuk mobilisasi bahu, siku dan jari.

Penempatan :
1. jika reduksi memuaskan : control ke klinik ortopedi dalam 2 hari.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi
untuk M&R dibawah GA atau ORIF.
Fraktur Smiths (Reverse Colles)
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada punggung
tangan, dan fragmen distal miring ke depan.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak dan deformitas.

380

1
X ray : AP (gambar 5a) dan lateral (gambar 5b) dari pergelangan
tangan.
2
Terapi :
1. Reduksi di bawah Biers block, jika fraktur tertutup dan bukan
intraartikular.
2. Membutuhkan monitoring tanda vital dan EKG
1
Teknik reduksi :
1. traksi dengan lengan pada posisi supinasi sampai dis-impaksi tercapai.
2. Aplikasikan tekanan ke arah dorsal dari fragmen.
3. Pasang short arm volav slab dengan lengan bawah pada supinasi penuh,
pergelangan tangan pada posisi dorsiflexion dan siku dalam posisi
ekstensi, kemudian pasang long arm backslab dengan siku fleksi 90o.

Penempatan :
1. Jika reduksi memuaskan control ke klinik ortopedi setelah 2 haru.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi
untuk M & R dibawah GA atau ORIF.
Fraktur Bartons
Merupakan bentuk fraktur Smith dimana hanya bagian anterior radius yang terlibat.

1
2
3
4

Mekanisme trauma : karena jatuh pada saat tangan terulur.


Manifestasi klinis: nyeri tekan local, pembengkakan dan deformitas.
X ray : foto AP dan lateral pergelangan tangan.
Terapi : pasang short arm volar slab dan MRS pada bagian ortopedi
untuk ORIF.

Fraktur Scaphoid (Carpal Navicular)


1 Mekanisme trauma :
1. bisaanya karena jatuh pada posisi tangan terulur
2. kadang karena kickback ketika menggunakan starting handle,
pompa atau kompresor.
1
Manifestasi klinis
1. Nyeri pada tepi radial pergelangan tangan
2. nyeri tekan pada anatomical snuffbox dan aspek ventral serta
dorsal dari scapoid.
1
X ray : AP dan lateral view dari pergelangan tangan (gambar
7b), juga Scaphoid view (gambar 7a).
Catatan : Scaphoid view harus dilakukan pada semua px dengan nyeri
tekan pada snuffbox area.
2
Komplikasi
:
nekrosis
avaskular
nekrosis/
nonunion/osteoarthritis/suddecks atrophy.

3
Terapi :
1. pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica
splint dan control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada
gambaran fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan
control pada klinik ortopedi setelah 10-14 hari.

381

Dislokasi Lunate
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang
terulur.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
3
X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
4
Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudecks
atrophy.
5
Terapi :
1. Reduksi dibawah Biers Block
2. Monitor tanda vital dan EKG.

Teknik Reduksi
1.
Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2.
Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3.
Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4.
Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate
masuk ke dalam tempatnya.
5.
Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.

Penempatan
1.
bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2.
Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk
ORIF
Dislokasi Perilunate
1
Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau
hantaman langsung pada tangan.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.
3
X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.
4
Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke
klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
2. Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Biers block, diikuti
dengan aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
3. Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ
dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.

Fraktur Rennetts
Merupakan fraktur metacarpal ibu jari, dimana ada fragmen medial kecil dari
tulang yang miring, namun tetap terhubung dengan trapezium.
1 X ray : AP dan Lateral view dari metacarpal ibu jari.
Catatan : garis vertical fraktur melibatkan trapezo-metacarpal joint dan
terdapat subluksasi proksimal dan lateral dari metacarpal ibu jari.
2 Terapi : pasang scaphoid thumb spica backslab dan MRs pada bagian
hand surgey untuk ORIF.
Fraktur Phalang proksimal dan tengah dari jari
1 Jika fraktur displaced, lakukan M&R dengan Entonox atau digital block.
2 Kemudian pasang alumunium splint, dari bagian pergelangan tangan sampai
ke ujung jari, dengan MCJP pada posisi fleksi 90o dan IPJ diluruskan.

382
1 Jika fraktur undisplaced, pasang alumunium splint tanpa M&R.
Fraktur Phalang terminalis
1 Terapi cedera jaringan lunak harus diutamakan.
2 Fraktur tertutup : tidak butuh M&R; pasang short alumunium splintpada
bagian posterior jari.
3 Fraktur terbuka (hanya pada bagian terminal tuft) :
1. Irigasi dengan saline minaml 500ml.
2. berikan IV Cefazolin 1 g dalam 1 jam sejak kedatangan px,
sebelum dilakukannya X ray.
3. pasang short alumunium splint pada bagian posterior, control ke
klinik Hand surgery dalam 3 hari.
Fraktur terbuka (shaft atau basis) : berikan antibiotik IV seperti diatas,
pasang kassa atau alumunium splint dan MRS ke bagian Hand surgery
untuk ORIF.

105. Urolithiasis
Caveats

383

1 Kolik ureter menyebabkan pasien gelisah daripada posisi diam.


2 Kebanyakan dapat diterapi dengan konservatif, missal dengan
meningkatkan intake cairan.
3 Analgesik adekuat dengan NSAIDS atau agonis opioid.
4 Obstruktif uropati dan infeksi merupakan emergency urology dan perlu opname.
5 Sebanyak 75-80% batu dapat keluar spontan
6 Faktor kontribusi:
1. Dehidrasi, diet tinggi protein dan tinggi natrium.
2. Hipertensi esensial.
3. Hipercalsiuria. Diet kalsium dan oksalat tidak meningkatkan
pembentukan batu.
4. Pria lebih sering dari wanita.
7 Kolik renal pada pasien > 50 tahun, tanpa riwyat masalah ginjal sebelumnya,
mungkin robeknya aneurisma aorta abdominal atau diseksi aorta
abdomen. Tips khusus
1 Batu ginjal kebanyakan dapat diterapi konservatif
2 Nyeri pinggang sampai paha dengan hematuria indikasi batu ginjal.
3 Pria dengan nyeri pada fossa iliaca kanan diduga appendicitis sampai
dibuktikan tidak
4 Waspada kehamilan ektopik pada wanita dan lihat riwayat menstruasi
dan HCG urine.
5 Berikan analgesik adekuat dengan NSAIDs atau narkotik opioid.
6 Batu ginjal disertai demam merupakan emergency urology dan harus
dikirim ke rumah sakit segera.
Differential Diagnosis dari kolik renal/ ureter
Appendicitis, Salpingitis, Diverticulitis, Pyelonephritis, Torsio ovarium,
Prostatitis, Kehamilan ektopik, Obstruksi usus, Karsinoma
Evaluasi tes
laboratorium

384

1 Urinalisa untuk hematuria mikroskopis. Adanya hematuria mikroskopik pada


urolithiasis dengan tes dipstik urine 95,4%. Tidak adanya hematuria dengan
nyeri fossa iliaca kanan atau kiri, harus diperhatikan diagnosis alternatif.

2 Jika memungkinkan, lakukan hitung darah lengkap, khususnya dengan


demam tinggi. Peningkatan leukosit berhubungan dengan demam
menunjukkan abses atau infeksi merupakan emergency urology.
3 Radiologi: KUB dan rujuk ke klinik urology untuk IVU
Terapi
1 Peningkatan intake cairan, meningkatkan disolusi batu. Dianjurkan intake cairan
adekuat 3000 4000 ml per hari (cukup untuk produksi 2 quarts urine tiap 24
jam). Hati-hati pada pasien tua dengan riwayat gagal jantung kongestif.

2 Terapi citrate chelates kalsium dalam bentuk kompleks terlarut.


3 Diet serat memiliki efek tidak langsung mencegah batu ginjal.
4 Untuk kolik renal akut berat beri analgesik. NSAIDs seperti diklofenak
menghambat produksi prostaglandin-E2 pada tempat obstruksi. Narkotika
seperti pethidine dapat meningkatkan spasme otot polos, memperberat nyeri.
Kedua obat tersebut kontraindikasi relatif pada kehamilan dan ibu menyusui.
Pada kehamilan, batu mudah keluar karena dilatasi normal dari ureter.

Allopurinol untuk batu asam urat.


Disposisi
1 Rujuk ke urology
1. Nyeri menetap setelah analgesik
2. Ukuran batu > 8mm pada KUB
3. Pasien dengan batu solid
4. Adanya infeksi, khususnya dengan obstruksi
2 Rujuk pasien hamil untuk poliklinik dini.

106. PERAWATAN
LUKA

385

PENTING
1 Anamnesis yang baik mengenai kejadian sangatlah penting untuk
menentukan kemungkinan cedera penyerta dan derajat kontaminasi,
misalnya punch bite, cedera akibat injeksi tekanan tinggi, crush injuries.
2 Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap adanya benda asing, fungsi
tendon, fungsi neurovaskuler, kontaminasi dan infeksi sangatlah penting.
3 Luka harus dieksplorasi dengan pemberian anestesi yang memadai
untuk memungkinkan penilaian yang menyeluruh.
4 Jangan mengeksplorasi luka di leher di IRD, sesuperfisial apapun luka
itu terlihat.
5 Catat ada tidaknya abnormalitas. Pengambilan foto dapat berguna
pada kasus tertentu, misalnya penyiksaan.
6 Pada kasus berikut ini harus dilakukan pemeriksaan X-Ray (AP/lateral):
1.
Semua kasus dengan luka yang diakibatkan oleh kaca
2.
Kasus tertentu untuk menyingkirkan adanya fraktur terbuka,
keterlibatan sendi dan menyingkirkan adanya benda asing.
7 Petanda radioopak (misalnya penjepit kertas) yang dilekatkan pada luka
dapat membantu untuk identifikasi hubungan antara benda asing dengan luka.

8 Pemeriksaan apusan luka tidak diperlukan pada cedera yang baru


terjadi kecuali berkaitan dengan adanya fraktur.
9 Perdarahan harus dikontrol dengan bebat tekan dan elevasi tungkai:
jangan gunakan forsep arteri atau tourniquet.
10 Jangan pernah mencukur alis.
11 Jangan berusaha melepaskan benda asing berukuran besar yang
tertancap pada luka.
12 Jangan meresepkan antibiotika pada pasien dengan status imunitas
normal dengan kontaminasi luka yang minimal.
13 Antibiotika tidak dapat menggantikan debridement luka yang baik.
14 Pergunakan kesempatan untuk mengevaluasi status tetanus pasien
(riwayat imunisasi, booster terakhir)
TATA LAKSANA
1 Jika perdarahan hebat:
1.
Amankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
2.
Pasang jalur intravena ukuran besar dan lakukan resusitasi cairan.
3.
Sediakan darah yang telah diuji silang 2-4 unit.
4.
Elevasi anggota gerak yang mengalami perdarahan dan berikan bebat
tekan.

1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum


1 Rujuk kasus ke IRD bila tidak dapat dilakukan debridement luka yang baik akibat
2

keterbatasan waktu atau kondisi non-steril.


Waspadalah terhadap luka yang terlihat jinak tetapi dapat terjadi keusakan jaringan
yang luas, misalnyacedera akibat tekanan tinggi atau crush injury.

3 Waspadalah terhadap luka kecil di plantar pedis. Luka seperti itu tidaklah
sederhana (lihat hal 509).

386

1 Teknik
1. Pembersihan luka merupakan bagian terpenting perawatan luka. Luka
sebaiknya dibersihkan dengan larutan chlorhexidine kecuali luka di
daerah wajah (larutan salin normal steril).
2. Jika luka terjadi pada daerah berambut, harus dilakukan pemotongan
rambut di sekitarnya dengan gunting, pencukuran dapat menjadi
predisposisi infeksi pada luka melalui kerusakan epidermis.
3. Buang semua debu dan benda asing yang terlihat; luka dalam harus
diirigasi dengan setidaknya 200 cc larutan steril salin normal.
4. Untuk anestesi lokal gunakan lignocaine 1%, yang digunakan untuk
infiltrasi lokal dan blok saraf.
5. Lakukan eksplorasi luka bila (a) kecurigaan adanya benda asing dan
(b) dari riwayat terdapat kecurigaan kerusakan yang dalam tanpa
didapatkan konfirmasi klinis.
Metode penutupan: jika terdapat keraguan, penjahitan luka merupakan
pilihan terbaik
1. Steristrips
1. Cara ini relatif tidak terlalu nyeri, dan jarang menyebabkan
iskemia jaringan.
2. Hemat waktu
3. Sesuai untuk anak-anak, laserasi flap pada orang berusia lanjut dan
penutupan kulit setelah dilakukan jahitan pada lapisan yang lebih dalam.

4. Tidak untuk digunakan di daerah persendian.


2. Perekat jaringan
1. Sesuai untuk luka kecil dan laserasi pada anak-anak dan paling
sesuai untuk laserasi dengan jarak antara kedua tepi luka <3mm.
2. Teknik: bersihkan luka dan lakukan hemostasis dengan baik. Dekatkan
kedua tepi luka dan aplikasikan perekat di sepanjang tepi luka dalam bentuk
satu garis yang tak terputus. Rekatkan kedua tepi luka dan tahan selama
setidaknya 30 detik sampai perekat melekat erat. Jangan meletakkan perekat
ini di dalam luka, karena bahan tersebut berperan sebagai benda asing.

Teknik penjahitan
1.
Gunakan teknik 2 lapis (kulit dan subkutan) pada luka
dalam untuk menghasilkan penyembuhan luka yang lebih baik.
2.
Gunakan benang yang dapat diserap, misal Dexon atau
Vicryl untuk jaringan subkutan: untuk badan dan ekstremitas: 4/0;
untuk wajah: 5/0.
3.
Gunakan benang yang tidak dapat diserap untuk kulit,
misal Prolene atau Silk: untuk scalp: silk 2/0; badan dan
ekstremitas: Prolene 4/0; wajah: Prolene 6/0.
4.
Secara umum, dapat digunakan benang dengan satu
ukuran lebih kecil untuk anak-anak dan jahitan dapat dibuka lebih dini.

Disposisi: pertimbangkan rawat inap atau rujukan pada


kasus berikut:
1. Jika luka meluas sampai otot, terkontaminasi hebat atau terdapat bukti
adanya gangguan motoris atau sensoris, atau tidak dapat memastikan
debridement luka yang adekuat, rawat inap di bagian Orthopedi.
3.

387

2.
Rawat inap untuk semua pasien dengan kerusakan tendon.
Pasien dengan cedera di distal bahu harus dirawat inap di bagian
Bedah Tangan. Kasus lainnya dirawat di bagian Orthopedi.
3.
Pasien immunocompromise, misal diabetes, GGK dan pasien onkologi.
4.
Luka yang besar: perlu waktu lebih dari 30-60 menit untuk
menanganinya.
5.
Rujuk luka khusus, seperti laserasi kelopak mata, ke bagian Bedah
Plastik.
LUKA YANG TIDAK SESUAI UNTUK PENUTUPAN PRIMER
1
Luka akibat gigitan, kecuali di bagian wajah.
2
Luka yang terkontaminasi hebat.
3
Luka yang telah terinfeksi.
4
Luka yang usianya sudah >12 jam, kecuali di bagian wajah.
Perawatan luka
1 Luka harus dibalut dengan pembalut yang tidak melekat, misal Sofra-tulle.
2 Tidak diperlukan pembalutan untuk luka di daerah wajah dan scalp.
3 Luka harus dijaga tetap bersih dan kering selama setidaknya 48 jam
setelah penutupan primer.
4 Pengangkatan jahitan:
1.
Scalp: 7 hari
2.
Wajah: 3-5 hari
3.
Tungkai: 10-14 hari
4.
Tubuh: 10 hari

Periksa kondisi luka yang terkontaminasi setiap hari; luka bersih

dapat diperiksa setelah 3-5 hari.


Pertimbangkan pemberian profilaksis antibiotik:
1.
Fraktur ujung jari
2.
Luka gigitan
3.
Luka pada penderita berisiko tinggi, yaitu: penyakit katup
jantung dan pasca splenektomi
4.
Cedera tembus yang tidak ter-debridement dengan baik
5.
Luka yang berusia >6 jam
6.
Luka intraoral
7.
Pekerja dengan resiko tinggi, misalnya petani, nelayan.
8.
Pilihan antibiotika: cloxacillin dan penisillin (organisme yang tersering
menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus betahemolytic) adalah pilihan yang efektif dari segi biaya, atau Augmentin.

LUKA KHUSUS
Luka tusuk pada telapak kaki
1 Walaupun luka tidak terlihat serius, ingatlah bahwa persendian pada kaki
ridak terletak dalam, sehingga mungkin terjadi penetrasi luka ke dalam sendi
dengan peluang terjadinya komplikasi infeksi serius. Area dari collum
metatarsal ke distal jari merupakan daerah paling berisiko terjadinya infeksi.
2 Komplikasi meliputi:
1. Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada
sebagian besar pasien.

388

2.
Osteomyelitis
(90%
osteomyelitis
diakibatkan
oleh
Pseudomonas aeruginosa)
2
Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya
benda asing dan penetrasi sendi.
3
Tata laksana luka tusuk merupakan hal yang kontroversial.
Berikut ini adalah acuan tata laksana pada berbagai presentasi klinis:
Luka tusuk sederhana
Biasanya diakibatkan oleh benda yang bersih seperti paku
payung, jarum, paku kecil yang tidak berkarat. Jika tidak satupun
dari berikut ini terlihat, yaitu:
1. Indikasi adanya benda asing yang tertahan dalam jaringan
2. Tepi luka yang kotor dan non vital, dan
3. Lokasi tusukan yang meninggi atau sangat nyeri
Pembersihan luka dan pemberian salep antibiotika, diikuti
dengan penutupan luka dengan plester sudah memadai
Berikan profilaksis tetanus
2
Luka tusuk dengan benda asing yang tertahan di dalam jaringan
1.
Luka tusukan seringkali lebih besar dari yang disebutkan
sebelumnya. Tepi luka terkontaminasi, dengan bentuk yang tak beraturan.

2.
Biasanya akibat paku yang sudah lama dan benda tidak
bersih yang saat menusuk patah, atau kemungkinan bagian dari
kaus kaki atau sepatu yang terdesak masuk ke dalam luka.
3.
Setelah diberikan anestesi, lakukan insisi paralel dengan garis
kerutan kulit melalui lokasi tusukan dan buang benda asing tersebut.

4.
Lakukan irigasi luka.
5.
Jangan menjahit luka. Cukup berikan salep antibiotik dan
dekatkan dengan plester.
6.
Berikan profilaksis tetanus.
7.
Gunakan tongkat penyangga selama 2-3 hari.
8.
Pulangkan dnegan pemberian antibiotika, misal Augmentin.
9.
Beri petunjuk pada pasien untuk mengenali tanda-tanda infeksi.
10.
Segera periksa ulang keadaa luka.
3.
Luka tusuk dengan komplikasi
1. Curigai adanya benda asing yang tertinggal bila lokasi tusukan
mengalami infeksi.
2. Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan benda asing
radioopak.
3. Berikan antibiotika spektrum luas IV, misal Unasyn atau Uagmentin.
4. Berikan profilaksis tetanus.
5. Rawat inap untuk tata laksana lebih lanjut, yaitu debridement
dengan pembedahan.
Catatan:

Penggunaan antibiotika profilaksis pada luka tusuk yang tak


terinfeksi tidak didukung oleh hasil penelitian klinis. Penggunaan antibiotika
sebaiknya dipertimbangkan hanya pada pasien dan luka yang berisiko tinggi.

Debridement jaringan vital secara ektensif, pemberian irigasi dengan


tekanan tinggi atau eksplorasi yang dalam tidak menunjukkan perbaikan
hasil akhir.

389

Luka flap
1 Suplai darah pada luka flap seringkali terganggu, terutama pada flap distal.
2 Luka flap sesuai untuk penjahitan primer bila terjadi pada daerah
wajah, atau pada pasien muda dimana kualitas kulitnya masih baik.
3 Kulit pada pasien usia lanjut tipis, sehingga flap seringkali tidak dapat
hidup jika dilakukan penjahitan dengan tegangan. Pada kasus ini luka harus
dibersihkan dan didekatkan dengan steristrips dan dievaluasi dini. Metode ini
meliputi eksisi primer dan tandur alih, terutama bila flap berukuran besar.
Luka pada scalp
1 Scalp memiliki kecenderungan untuk berdarah sampai pada derajat yang
sampai memerlukan resusitasi cairan. Cara terbaik untuk mencapai hemostasis
pada luka scalp adalah dengan membersihkan kontaminan kasat mata dan
segera bersihkan luka. Setelah itu gunakan benang sutera 2/0 untuk melakukan
jahitan langsung pada ke-5 lapisan scalp. Tindakan ini akan menghentikan
perdarahan. Tidak diperlukan penjahitan atau diatermi pada titik perdarahan.

2 Seringkali laserasi scalp disertai dengan hematom luas dibawahnya.


Hematom tersebut merupakan sumber potensial terjadinya infeksi, dan
harus dibuang sebelum dilakukan penutupan luka.
3 Jangan mencukur rambut. Lebih baik pendekkan saja dengan gunting
sedekat mungkin dengan scalp. Tindakan mencukur merusak epidermis
dan folikel rambut, dan merupakan predisposisi terjadinya infeksi pada
luka. Teknik aposisi rambut (HAT), dimana rambut pada kedua sisi laserasi
didekatkan dengan satu simpul dan ditahan dengan perekat jaringan,
merupakan teknik baru untuk menangani laserasi scalp.
Luka pada mata
1 Diperlukan pemeriksaan lengkap mata, termasuk tajam penglihatan.
2 Pemeriksaan X-Ray orbita diperlukan jika dicurigai adanya benda asing
intraokuli, seperti bila terdapat riwayat masuknya benda asing tetapi tidak terlihat
adanya benda asing di permukaan kornea atau bila terdapat distorsi bentuk iris.
3 Laserasi kelopak mata yang melewati tepi kelopak mata, baik yang melalui
kedua permukaan kelopak mata, dan yang mungkin disertai kerusakan
kelenjar atau duktus lakrimalis, harus dirujuk ke bagian Penyakit Mata atau
Bedah Plastik, tergantung dengan kebiasaan setempat.

Luka pada hidung


1 Periksa kemungkinan adanya hematom septum nasi. Jika terdapat
hematom, perlu dilakukan drainase segera.
2 Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya fraktur untuk
menentukan kebutuhan antibiotika profilaksis.
3 Laserasi fell-thickness akan memerlukan penjahitan luka lapis demi
lapis yang teliti. Jika hebat, sebaiknya dirujuk ke bagian Bedah Plastik.
4 Prinsip utamanya adalah untuk mendekatkan dengan tepat tepian kulit
dan mukosa.
Luka pada bibir
1 Yang amat sangat penting adalah secara akurat menyatukan bagian perbatasan
antara kulit dan mukosa bila garis luka melewati perbatasan kulit dan mukosa.

2 Luka yang dalam harus diperbaiki lapis demi lapis.

390

Luka pada lidah


1 Harus diperiksa apakah ada gigi yang tertanam.
2 Pertimbangkan oenggunaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya benda asing.
3 Luka kecil tidak memerlukan penjahitan.
4 Jika terdapat perdarahan yang bermakna, rujuk pasien ke bagian
Bedah Mulut atau Bedah Plastik.
5 Gunakan benang yang dapat diserap dengan waktu serap yang
singkat, misalnya catgut 5/0.
Luka pada telinga
1 Gunakan anestesi blok melingkar.
2 Periksa apakah bagian tulang rawan terkena, karena jika ya perlu
dilakukan penjahitan terlebih dahulu sebelum menutup kulit.
3 Selalu berikan bebat tekan (dengan tampon pita) setelah pembersihan
dan penjahitan, untuk mencegah akumulasi hematoma subperikondrium.
Jika hal ini tidak dilakukan, dapat terjadi fibrosis dan pembentukan
jaringan parut pada pasien (cauliflower ear).
4 Selalu berikan antibiotik dan periksa ulang keadaan luka setelah 1-2 hari.
107. .................

391

108 BRONCHIOLITIS
PERHATIAN
1 Istilah bronchiolitis mengacu pada suatu sindroma virus pada bayi (<
2 tahun) yang ditandai dengan:
1. Diawali dengan riwayat gejala common cold, misalnya,
batuk,pilek, 2-3 hari.
2. Diikuti dengan gejala saluran nafas bawah: dyspnoea,wheezing,
sulit makan, dan gelisah karena obstruksi jalan nafas.

3. Gambaran klinis ,meliputi takipnea, nasal flaring, retraksi intercostal atau


subcostal, ekspirasi memanjang dengan rhonchi dan creps, sianosis.

2 Organisme penyebab:
1. RSV merupakan causa paling umum (50-90%)
2. Parainfluenza, influenza,mump, adenovirus,echovirus, rhinovirus,
Mycoplasma pneumoniae,Chlamydia trachomatis.
CATATAN: Mycoplasma adalah agen prinsip pada anak usia sekolah
dengan bronchiolitis.
1 Differential Diagnosis :
1. Pneomonia
2. Benda asing
3. Gastroesophageal reflux
4. Congenital heart disease dengan gagal jantung, yang tidak
tediagnose sebelumnya
5. Abnormalitas anatomi jalan nafas yang tidak terdiagnose
sebelumnya, misalnya fistula tracheooesophageal.
6. Asthma dini

392
1 Identifikasi kelompok resiko tinggi untuk komplikasi apnoe dan
pemburukan akut, misalnya:
1. Bayi prematur dengan disertai penyakit paru-paru
kronis atau bronchopulmonary dysplasia.
2. Congenital heart disease
3. Cystic fibrosis
Tips khusus untuk dokter umum
MANAJEMEN
Sebagian besar kasus bronchiolitis sembuh sendiri. Monitoring yang
cermat pada apnoea, hypoxia, dan perawatan supportive yang baik
tetap merupakan pokok dari management.
1 Bacaan SpO2 : <92% menunjukkan bahwa terjadi distress nafas
yang sedang sampai berat.
2 Nilai hidrasi: Intake per oral yang jelek akibat sesak dan muntah
akibat batuk mengakibatkan dehidrasi.
3 Nilai beratnya distress nafas:
1. Ringan: tidak ada retraksi
2. Sedang :retraksi intercostal, tanpa sianosis
3. Berat: sianosis, apnoea, hypoxia(<92%), dehidrasi, retraksi
intercostal yang berat.
4 Foto rontgent thorax diindikasikan pada bayi yang sakit, dengan tanda yang
tidak khas, dan pemeriksaan respirasi yang sulit pada bayi yang menangis.

5 Indikasi rawat inap:


1. Bayi dalam kelompok resiko tinggi (jika tidak gejalanya sangat
ringan dan orangtuanya konfiden menangani pasien di rumah)
2. Bayi muda < 4 bulan yang beresiko apnoea dan
berkembang cepat menjadi penyakit yang lebih parah.
3. Makanan buruk, dehidrasi, agitasi/gelisah.
4. Pada mulanya terlihat oleh beberapa dokter umum selama
penyakit ini berlangsung dengan potensial pemburukan kondisi
khususnya dalam 3-4 hari onset penyakit.

393
1 Pasien yang dipulangkan:
1. Jika tidak distress sedang atau berat, bisa makan dan hidrasinya baik.
2. Orang tua dapat mengerti dan mengenali tanda-tanda
pemburukan: makan buruk, gelisah.
3. Review follow up di klinik pediatri dalam 1-2 hari
Terapi supportif :
1 Terapi oksigen yang dilembabkan
2 Hidrasi (jaga jangan sampai over hidrasi)
Terapi spesifik:
1 Bronchodilator:
1. Sering digunakan tetapi manfaatnya diperdebatkan.
2. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa oba ini efektif, dan pada
beberapa kasus bisa disertai dengan efek yang memburuk (hypoxia dari
peningkatan V/Q mismatch khususnya jika nebulasi tanpa oksigen).

3. Pada bayi yang lebih tua dimana bisa jadi sulit


membedakan bronchiolitis dari bentuk lain wheezing
akibat virus, suatu trial bronchodilator ternyata beralasan
karena proporsi pasien tersebut memberi respon.
4. Pada umumnya hindari peresepan untuk pasien yang
dipulangkan (alternatifnya mocolitik, misalnya bisolvon, bisa
jadi pilihan yang lebih baik)
2 Steroids: tidak ada aturan konsisten dalam menajemen bronchiolitis
pada fase akut.
3 Antibiotika:
1. Tidak diindikasikan secara rutin jika tidak ada kecurigaan infeksi
ganda (misal RSV dan infeksi bakteri) tetapi ini tidak umum

2. Hindari penggunaan empiris dari antibiotika pada pasien


rawat jalan. Untuk pasien dimana diperlukan antibiotika ,
pertimbangkan rawat inap .
4 Ribavirin tidak secara rutin digunakan tapi bisa memberikan peran
pada pasien resiko tinggi tertentu.

394

109. Kejang Demam


Definisi :
-Pengalamam kejang pertama pada anak-anak dihubungkan suhu lebih dari 38 o
C dan biasanya dalam 24 jam pertama sakit, seringkali cepat meningkat.

1-

Anak antara 6 bulan dan 6 tahun

2-

Tidak ada infeksi atau inflamasi CNS

3-

Tidak ada kelainan metabolik sistemik akut.

Kejang Demam Benign :


1- Ketika kejang berakhir kurang 15 menit
2- Kejang tidak punya gambaran fokal yang signifikan
3- Kejang tidak terjadi dalam serial dalam total durasi > 30 menit.
Kejang demam kompleks
1-

Jika kejang demam lebih lama durasinya dari pada kejang

demam benign dan gambaran fokal.


2-

Jika kejang terjadi berkepanjangan.

Perhatian
1- 4% anak normal umur 6 bulan 6 tahun akan mengalami kejang demam
2- Kejang berulang lebih banyak terjadi pula riwayat keluarga mengalami
kejang demam, atau kejang demam pertama muncul diatas satu tahun.

3- Riwayat : Maloxon merangsang okulogirik krisis yang


menyerupakan kejang demam dan mempunyai managemen yang
berbeda sama sekali, misalnya benzotropin IM/IV (cogentin)
4- Ingat untuk mencatat sejarah alergi akibat pemberian panadol
rktal atau voltaren.
5- Catat postur dan temperamen anak:

395
1. postur opistotonik pada anak yang gelisah yang dicurigai
peningkatan tekanan intra kranial
2. anak yang iritabel sulit diperiksa bisa mengalami iritasi
meningeal : catat ada perbedaan antara iritabilitas dan
crankiness yang ditujukkan oleh anak yang merasa tidak baik.
3. Anak dengan palasia post ictal lebih menyerupai mengalami
tanda-tanda neurologis abnormal.
2- Ingat kaku kuduk menjadi tidak bisa pada bayi atau sulit disingkirkan
pada anak yang tidak kooperative
3- Sianosis bisa menunjukkan adanya obstruksi atau aspirasi jalan napas.
4- Ingat untuk menilai hepaomegali, yang biasanya umum ditemukan
pada anak dengan sepsis atau sindroma reye.
5- Rujuk semua pasien dengan kejang demam pertama ke ED.
6- Berikan antipiretik dan lakukan kompres dingin sebelum mengirim
pasien ke ED.
Managemen
Anak dengan kejang aktif
1- Amankan jalan napas
2- Beri oksigen dengan masker
3- Berikan diazepam 0,1-0,25 mg/Kg BB dengan kecepatan tidak
lebih

dari

mg/menit

atau

berikan

diazepam

perrektal

(valium/stesolid). Cara i8ni lebih baik untuk praktek dokter umum :


1. 5 mg > 1 tahun
2. 2,5 mg untuk bayi
Catatan : jika kejang melampau 30 menit tangani sebagai status epilepsi,
yang meliputi infus phenitoin IV dalam NS 20 mg/kgBB dsengan kecepatan
tidak melebihi 50 mg/ menit dibawah monitor ECG
1- Monitor : ECG, pulse oximetri.
2- Pasang IV line pherifer
3- Laborat : segera gula darah kapiler, ureum creatinin,
kalsium dan magnesium.
4- Ukur dan catat suhu dan nadi.

396
Anak tidak kejang
1 Ukur nadi dan suhu : jika suhu > 38,5 oC , berikan antipiretik atau
kompres dingin.
2 Berikan oksigen dengan masker jika cyanosis.
3 Pertimbangkan pemeriksaan urinalisa (UC9) untuk menyingkirkan UTI
Disposisi
Kriteria MRS
1- Kejang demam pertamasetelah keluarga atau pengasuhnya terlalu
stress untuk menangani di rumah.
2- Kecurigaan penyakit intrakranial atau metabolik
3- Anak mengalami lebih dari satu kali kejang selama sakit berlangsung.
4- Kejang status epileptikus
5- Riwayat baru mengalami cidera kepala( dalam 72 jam)
Kriteria dipulangkan
1- MRS tidak diperlukan jika seluruh kriteria berikut ditemukan :
1. barusaja terjadi (<15 menit) kejang demam sederhana dengan pulih
sepenuhnya dan tidak ada tanda neurologis abnormal. Hal ini berarti
bahwa jika anda mereview anak dalam satu jam terakhir, anak menjadi
normal dan dapat bicara, berjalan atau berlari sekitar ruangan.

2. anak diatas 2-3 tahun (yang lebih mudah memeriksa anak lebih
tua, dan anda lebih konfiden dengan tanda-tanda klinisnya).
3. kejang muncul dalam 24 jam pertama demam.
4. anda konfiden bahwa kausa demamnya dikarenakan virus
(misalnya anda telah menyingkirkan meningitis otitis media,
pneumonia dan bahwa anaknya bukan sepsis).
5. orang tua percayadiri, tenang dan berkeinginan mengobservasi
di rumah secara tertutup, dan follow up rawat jalan diarahkan
dalam 24-48 jam berikutnya.
6. anda telah memberikan instruksi yang jelas bagaimana
memberikan antipiretik dan stesolit rektal (catatan:jangan
resepkan NSAID untuk lebih dari 48 jam).

397
Kadang-kadang , orangtua yang melaporkan bahwa pasien sibling
mengalami menyerupai kejang demam yang lalu bisa menggantikan
tidak meng MRS kan anak. ini tanggung jawab anda bahwa diatas 6
kriteria ditemukan sebelum anda memulangkan pasien.

398

110. Cedera non kecelakaan pada anak

2- Definisi WHO : kekerasan pada anak atau salah asuh baik dalam bentuk fisik dan
emosional, penyimpangan seksual, penelantaran atau komersial atau eksploitasi
pada anak, dimana hal ini mengakibatkan potensial membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup, perkembangan atau harkat martabat anak.

3- Diperlukan pertimbangan budaya, perilaku, dan nilai-nilai masyarakat


untuk mendiagnosa cedera non kecelakaan pada anak. Tipe-tipe
cedera selain kecelakaan :
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan emosional
3. Penelantaran dan kelalaian
4. Penyimpangan seksual
5. Eksploitasi
Beberapa tips untuk dokter umum
1- Jika dijumpai kecurigaan yang kuat terjadinya hal tersebut diatas , rujuk segera
2- Pengetahuan tentang perkembangan anak adalah penting untuk mendeteksi hal
tersebut di atas, seperti anak usia 1 tahun jatuh dari tempat tidur dan
ditemukan fraktur tulang kepala
Diagnosa
Diagnosa didasarkan atas kecurigaan yang kuat dan disertai temuan pada
pemeriksaan fisik yang tidak jelas hubungan dengan anamnesa, jenis cederanya
yang mengarah pada kekerasan, serta ciri dan kebiasaan dari anak dan keluarga

Indikator sosial cedera non kecelakaan


1- Kekerasan anak
1. Tidak diinginkan
2. Terpisah dari ibunya setelah lahir
3. Hubungan tidak harmonis dengan orang tuanya
4. Kekecewaan, karena jenis kelamin atau cacat

399

1. Mudah marah dan tuntutan yang tinggi


2. Berbeda dengan anggota keluarga lain
2. Kekejaman orang tua
1. Kurangnya pengalaman orang tua dalam mengasuh
2. Lemahnya dukungan keluarga dan ketakutan dalam merawat anak
tanpa alasan yang jelas
3. Kurangnya ketrampilan dan pengetahuan tentang perkembangan anak
4. Kurang dapat mengendalikan emosi dan terlalu otoriter
5. Orang tua terlalu muda
6. Mempunyai ganguan jiwa
2- Keluarga
1. Stres terhadap jumlah anggota keluarga dan keuangan
2. Konflik perkawinan dan masalah pribadi
3. Kejadian luar biasa seperti kejadian yang membuat stres misalnya
kemayian anggota keluarga, perpindahan tempat tinggal, perkelahian

4. Kesepian atau terisolasinya ibu ketika suami pergi atau kerja jauh
dari rumah, beban berat dalam mengasuh anak
5. Terisolasi karena faktor geografis, tidak ada sarana transportasi,
dan fasilitas umum
Gejala klinis
1- Cedera pada anak tidak sesuai atau berlawanan dengan anamnesa
2- Terlambat untuk segera memeriksakan anak
3- Respon orang tua yang kurang tanggap dalam mengasuh nak
4- Anak tidak diimunisasi
5- Gagal dalam perkembangan anak baik disertai keterlambatan atau tidak
6- Tingkah laku dan pengetahuan seksual anak seusianya tidak sesuai
7- Cedera multipel tidak sesuai dengan usia
8- Bentuk memar atau luka bakar, misalnya 3 atau 4 memar oval kemungkinan dari
tamparan pada wajah atau bekas genggaman pada anggota badan

9- Memar pada pantat, payudara, abdomen bagian bawah, atau pada


bagian tengah paha

10- Tanda melingkar pada pergelangan tangan atau kaki kemungkinan akibat ikatan

400

1- Cedera pada genital dengan anamnesa yang tidak jelas


2- Cedera kepala dengan anamnesa tidak jelas
3- Hematon subdural disertai dengan perdarahan bilateral retina pada
bayi, kemungkinan Shaken Baby Syndrome
4- Fraktur pada tepi metafise, fraktur sternum, fraktur iga posterior dan
fraktur spiral tulang panjang pada anak
5- Anggota badan bawah dan abdomen terkena air mendidih dengan
tidak ada tanda-tanda tamparan, bentuk seperti donat, sarung tangan
dan stoking; kemungkinan luka bakar karena tersiram air panas
6- Luka bakar puntung rokok
7- Penyakit menular seksual pada anak
8- Perlu disingkirkan beberapa penyakit yang mirip dengan cedera non
kecelakaan seperti osteogenesis imperfecta, hemofilia dan idiopatik
trombositopenia, Ehlers- Danlos syndrome
Munchausen Syndrome by Proxy (MSP)
Waspadai tanda-tanda :
1 Penyakit yang tidak dapat dijelaskan , berkepanjangan atau jarang terjadi
2 Tanda dan gejala pada temporal yang sama dengan ibunya
3 Hasil terapi yang tidak efektif dan tidak sembuh
4 Saudara kandung lainnya mempunyai gejala yang sama dan mungkin telah
terjadi cedara non kecelakaan atau kematian tidak wajar pada anak yang lain

Manajemen
1- Ketika kekerasan anak dicurigai, anak sebaiknya dirujuk ke ahli anak
2- Disarankan rawat inap. Ini untuk menggali lebih dalam lagi anamnesa dan
pemeriksaan fisik sementara anak berada di lingkungan yang aman

3- Tegas, sopan, dan ramahlah terhadap orang tuanya untuk menggali


lebih dalam tentang cedera anak demi masa depan anak tersebut
4- Jika keselamatan anak terancam, atau orang tua tidak kooperatif dan menolak
berbagai saran medis, maka staff medis dapat menghubung departemen sosial
atau kepolisian untuk memaksa anak tersebut tetap berada di rumah sakit

5- Rawat anak di bagian yang terkait untuk mengatasi problem medis yang
ditemukan seperti bagian orthopedi untuk frakturnya. Anak tersebut sebaiknya

401
langsung dirujuk ke bagian ahli anak pada saat itu. Dokter anak
bersama timnya akan merawat dan mengobati selama di rumah sakit.
1- Kekerasaan seksual pada anak :
1. Korban wanita dirujuk ke bagian ginekologis dan diperiksa sesegera
mungkin di IRD. Ahli Bedah anak biasanya memeriksa korban pria,
sesuai protokol yang berlaku
2. Anamnesa dan pemeriksaan medis dilakukan seminimal mungkin
untuk menghindari trauma pada anak
2- Polisi mempunyai hak untuk mengambil foto seluruh cedera yang ada
sebagai bukti. Mereka sebaiknya segera dihubungi.
3- Buatlah catatan yang baik.

402

111. Trauma, Pediatrik


Caveats
1 Anak dengan cedera multisistem dapat mengalami deteriorasi yang
cepat serta akan mengalami komplikasi yang serius.
2 Karakteristik anatomic yang unik membutuhkan pertimbangan yang
khusus dalam pemeriksaan dan tatalaksananya.
3 Tulang pada anak lebih lentur, sehingga kerusakan organ dalam dapat terjadi
tanpa adanya fraktur. Sehingga bila didapatkan adanya fraktur kosta, dapat
dipastikan anak tersebut telah mengalami high impact injury yang multiple,
sehingga harus dicurigai adanya cedera pada organ lain yang serius.

4 Waspada

terhadap

kemungkinan

non-accidental

injury

sebagai

penyebab cedera yang terlihat.


Tips Khusus Bagi Dokter Umum :
1 Ingat ABC. Buka dan pertahankan jalan nafas dengan tetap
mengkontrol cervical. Berikan oksigen aliran tinggi jika anak dapat
bernafas spontan. Atau jika tidak, mulai bag-valve-mask ventilasi.
2 Jika mungkin, pasang akses vena dengan kanul ukuran 22G sebelum
ambulan datang.
3 Hubungi ambulan secepatnya.

Manajemen
Jalan Nafas
1 Intubasi orotrakeal dibawah direct vision dengan immobilisasi yang
adekuat serta proteksi terhadap cervical spine.
2 Preoksigenasi sebelum melakukan intubasi.
3 Gunakan uncuffed endotracheal tubes (ETT) untuk intubasi anak-anak.
Ukuran ETT dapat diperkirakan dengan mengukur diameter external nares
atau jari kelingking anak tersebut. Lihat Bab Paediatrics Drugs Equipment

403

1 Atropin (0,1-0,5mg) harus diberikan sebelum intubasi untuk mencegah


bradikardia selama intubasi.
2 Ketika akses dan control jalan nafas tidak bisa dipenuhi oleh bag-valve
mask atau orotracheal intubation, maka needle cricothyroidotomy
merupakan metode yang dipilih. Surgical cricothyroidotomy jarang
digunakan, jika ada, harus ada indikasinya.
Bernafas
1 Respiratory Rate (RR) pada anak menurun
seiring usia Bayi : 40-60 x/menit
Anak yang lebih besar : 20 x/menit
2 Pemberian Ventilasi berlebihan dengan high tidal volume dan airway
pressure dapat berakibat pada iatrogenic bronchoalveolar injury.
Volume tidal : 7 sampai 10ml/kg.
3 Dekompresi pleural dilakukan dengan tube thoracostomy, sama seperti dewasa
yakni pada ICS 5, anterior dari midaxillary line. Chest tube ditempatkan pada

cavum thorax dengan memasukkan tube melewati kosta pada lokasi


kulit yang telah diinsisi.
Sirkulasi
1 Peningkatan physiologic reserves pada anak memberikan kemungkinan untuk
mempertahankan tanda vital berada pada kisaran normal, walaupun px berada
pada keadaan severe shock. Tanda awal adanya syok hipovolemik pada anak
adalah takikardia dan perfusi kulit yang buruk. Penurunan volume darah sirkulasi
minimal sebesar 25% akan menunjukkan tanda/manifestasi syok:

1. Takikardi
2. Perfusi kulit yang buruk
3. Penurunan pulse pressure
4. Skin mottling
5. ekstremitas dingin bila dibandingkan dengan kulit bagian torso.
6. penurunan tingkat kesadaran dengan respon yang tumpul terhadap nyeri.
7. penurunan BP
8. urin output yang sedikit

404

Hipotensi pada anak menunjukkan keadaan shock yang tidak


terkompensasi dan mengindikasikan kehilangan darah yang banyak >
45% dari volume darah sirkulasi. Takikardi akan berubah menjadi
bradikardi sering disertai dengan keadaan hipotensi serta tanda lainnya :

SBP = 70 + (2x usia dalam


tahun) DBP = 2/3 x SBP
Resusitasi Cairan
1 Resusitasi cairan pada anak didasarkan pada berat badan anak. Gunakan
Broselow resuscitation measuring tape.
2 Untuk syok, bolus cairan 20ml/kg kristaloid yang hangat dapat diberikan.
Mungkin akan diperlukan total cairan sebesar 3 bolus 20ml/kgBB jika
terjadi kehilangan darah 25% volume darah sirkulasi.jika sedang
memberikan bolus cairan yang ketiga, pertimbangkan untuk pemeberian
10ml/kg darah dengan tipe yang spesifik untuk px. Rujuk ke bagian bedah
jika tidak ada perbaikan setelah pemberian bolus cairan yang pertama.

3 Lokasi akses vena pada anak a.l:


1. perkutaneus peripheral (2 percobaan)
2. intraosseus (anak usia < 6 tahun)
3. Venous cutdown : vena saphena pada pergelangan kaki.
4. perkutaneus placement : vena femoralis
Infus intraosseus harus dihentikan ketika akses peripheral yang baik telah
didapatkan. Lokasi infus intraosseus yang disarakan adalah pada permukaan
anteromedial tibia proksimalis, 2 cm dibawah tuberoseus tibia. Lokasi ini tidak
disarankan bila terdapat fraktur pada bagian proksimalnya; kanulasi kemudian
dapat dilakukan pada bagian distal femur. Output urin yang diharapkan pada px
yang telah mendapatkan resusitasi adekuat adalah 1-2ml/kg/jam.

Manajemen Cedera yang Spesifik


Trauma dada
1 cedera pada dada merupakan petunjuk adanya cedera organ yang lain
karena lebih dari 2/3 anak dengan cedera dada juga mengalami cedera
system organ yang lainnya.

405

1 Fraktur kostae menunjukkan adanya severe injuring force.


2 Cedera spesifik serta penatalaksanaannya sama seperti pada dewasa.
Trauma Abdominal
1 Cedera penetrasi pada abdomen membutuhkan perhatian yang besar
dari ahli bedah.
2 Pemeriksaan abdomen pada anak dengan trauma tumpul dapat sulit
dilakukan karena anak bisaanya tidak kooperatif, terutama bila mereka
mengalami ketakutan akibat trauma yang telah dialami.
3 Dekompresi gaster dan urinary dapat memfasilitasi evaluasi.
4 Alat pembantu diagnostic a.l:
1. Computed tomography (CT)
5.

bermanfaat pada anak dengan hemodinamik yang normal

dan stabil.
6.

Harus dilakukan dengan menggunakan double atau triple

contrast.
7.

Bisaanya membutuhkan sedasi.

8.

Tindakan ini tidak boleh sampai menunda terapi yang lain

9.

Dapat menunjukkan identifikasi cedera secara tepat.

2. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


1. digunakan untuk mendeteksi perdarahan intraabdominal
pada anak yang hemodinamikanya abnormal.
2. Digunakan NS hangat 10ml/kg (sampai 1000ml) selama 10 menit.
3. Cedera organ retroperitoneal tidak dapat dideteksi
4. Definisi hasil lavage yang positif sama dengan dewasa.
5. Adanya darah pada peritoneum saja tidak menjadikannya
sebagai indikasi untuk dilakukannya laparotomi.
6. Harus dilakukan oleh ahli bedah anak.
3. Focus Assessment using Sonography in Trauma (FAST)
1. Hanya sedikit penelitian mengenai efikasi ultrasonografi pada
anak yang telah dilaporkan.
2. Selektif, manajemen non-operatif pada anak dengan trauma
tumpul pada abdomen dilakukan pada berbagai trauma center. Telah

406

ditunjukkan bahwa perdarahan yang berasal dari cedera spleen,


liver dan ginjal bisaanya bersifat self limiting.
c. Anak-anak ini harus dimonitor secara ketat pada intensive
care dengan pemeriksaan yang berulang oleh ahli bedah.
Trauma Kepala

Manajemennya sama seperti pada orang dewasa. GCS

sangat bermanfaat. Namun komponen skor verbal pada anak harus


dimodifikasi :
Respon Verbal

Skor V

1. kata-kata yang terarah, atau tersenyum, menurut

2. Menangis, namun dapat dihibur

3. lekas marah/irritabel yang persisten

4. Gelisah, agitasi

5. Tidak ada respon

Sama seperti dewasa, hipotensi jarang terjadi, jika ada,

kemungkinan disebabkan oleh cedera kepala itu sendiri, serta penyebab


lainnya. Pada bayi, sekalipun jarang terjadi, hipotensi akibat kehilangan
darah terjadi akibat perdarahan di sub galeal atau epidural space, karena
sutura krnialis dan fontanella yang masih terbuka pada bayi.

Restorasi yang cepat dan adekuat dari volume darah

sirkulasi harus dilakukan, juga harus menghindari terjadinya hipoksia.

Pada anak kecil dengan fontanella terbuka dan garis sutura

cranial yang mobile, tanda expanding mass mungkin tidak terlihat


sampai timbul dekompensasi yang cepat. Sehingga harus diterapi
sebagai cedera kepala berat.
Vomiting, kejang dan amnesia sering terjadi pada anak setelah
cedera kepala. Selidiki anak yang mengalami vomiting persisten atau
memburuk, atau kejang yang berulang dengan CT scan kepala.

Obat-obatan yang sering digunakan pada cedera kepala

anak a.l:
1. Fenobarbital 2-3 mg/kg
2. Diazepam 0,25 mg/kg, bolus Iv pelan

407

3. Fenitoin 15-20 mg/kg, diberikan pada 1mg/kg/menit sebagai loading


dose, kemudian 4-7 mg/kg/hari untuk maintenance
4. Mannitol

0,5-1,0g/kg

(jarang

diperlukan).

Obat

ini

dapat

memperburuk hipovolemi dan harus diberikan hati-hati pada awal


resusitasi pada anak dengan cedera kepala.
Cedera Spinal Cord (Spinal Cord Injury)
1

Cedera spinal cord pada anak jarang terjadi.

Anak

dengan

Spinal

Cord

Injury

Without

Radiographic

Abnormalities (SCIWORA) lebih banyak ditemukan daripada pada


dewasa. Hasil radiografi spine yang normal ditemukan pada sekitar 2/3
anak dengan spinal cord injury, sehingga hasil yang normal tersebut tidak
dapat digunakan untuk menyingkirkan dx spinal injury yang signifikan.

Cedera spinal cord pada anak diterapi sama seperti pada orang

dewasa. Untuk spinal injury non-penetrating yang terjadi dalam 8 jam sejak
cedera, dapat diberikan methylprednisolone 30mg/kg dalam 15 menit
pertama, dilanjutkan dengan 5,4 mg/kg per jam untuk 23 jam selanjutnya.

408

BAB 112
PENATALAKSANAAN TRANSFUSI DI IRD

Pemberian darah dan produk darah hanya diberikan saat dibutuhkan saja.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian transfusi darah;

1. pemberian awal 2 unit labu WBC atau PRC bisa langsung diberikan
setelah disimpan di kulkas .Penghangatan diperlukan untuk pemberian
dalam jumlah volume besar dan cepat kira-kira > 50 mg /kg/jam
2. Komponen darah harus ditransfusi sesuai standar filter dimana
mengeluarkan clothing dan debris
3. Umumnya darah tidak ditransfusikan menggunakan alat infus biasa tapi dengan
infus khusus.Dalam banyak kasus terjadi haemolisa pada D5% dan terjadi
clotting pada cairan Hartmann.Hanya dgn NS bisa dipakai tanpa gangguan

4. Kecepatan tekanan tinggi dan digunakan jarum 18/19G


5. Selama pemberian cairan dimonitoring tanda-tanda reaksi transfusi
PRODUK DARAH DAN DARAH
Whole blood: Pada penderita perdarahan akut penting diberikan darah dlm
jumlah cukup daripada sel darah merah saja.Kristaloid atau koloid dapat
dipakai jika tidak ada darah

Indikasi transfusi dgn Whole Blood


1. Perdarahan acut dgn HB normal dan normal hematokrit
1. Pasien beresiko untuk diberikan volume intravascular:
1.

Pasien IMA

2.

Penyakit koroner

3.

Penyakit katup

4.

CHF

5.

Ischaemia cerebral

6.

Riwayat TIA

7.

Stroke trrombotic

409

2. Gejala dan tanda pada pasien beresiko dengan normo volemik


1.

Syncope

2.

Sesak

3.

Postural hipotensi

4.

Takikardi

5.

Anginal

6.

TIA

Pada pengeluaran darah akut, HB dan hematokrit biasanya normal dan bisa
dikoreksi jika hilangnya 20% dengan kristaloid.
2. Kehilangan 25% darah dari total cairan tubuh
3. Pasien dengan resiko dan pasien dengan gejala dan tanda beresiko

Tabel 1 dan 2
Sel darah merah
Indikasi pemberian sel darah merah
1. Kehilangan darah yang lambat
2. Acut dan kronik leukemia
3. Kronik anemia dengan kegagalan sumsum tulan, uraemia, gejala yang berat dari
kekurangan besi atau anemia megaloblastik.
WB kontraindikasi untuk pasien kronik anemia karena resiko overload.
Satu unit sel darah merah dapat meningkatkan Hb 1 gr/dl atau 3% hematokrit
PLATELET
1. Indikasi :
2- Trombositopeni berat mengancam jiwa diberikan 20 X 10 9/l
3- Setelah tranfusi 15 20 unit WB /RBC
Hitung plateled sebelum 80 100 X 10

/l karena pemberian plateled indikasi

untuk keadaan hemostasis yang adekuat dengan trauma mayor bedah atau
pengobatan trauma yang berat.

410

Penting memperhatikan keadaan klinis pasien dan bukan hasil lab saja.
Fresh frozen plasma (FFP)
Diberikan jika terjadi gangguan faktor pembekuan darah
Indikasinya :
1. Menggantikan satu faktor kekurangan dengan spesifik atau gangguan
konsentrai tidak dianjurkan .
2. Pasien dengan warfarin beresiko jika diberikan.
Pada tranfusi masif dimana mengganti total kebutuhan pasien selama 24 jam
maka bisa diberikan FFP dengan perdarahan abnormal. Jadi FFP hanya
diberikan jika ada gangguan faal hemostasis berupa bleeding dan coagulasi.
Cryoprecipitale
Cryoprecipitale adalah faktor VIII, fibronogen dan von Willebronds. Faktor
dimana digunakan untuk terapi pada pasien Willebronds sindrom atau
hemophili A tapi jika penyebabnya virus tidak dianjuarkan.
Faktor VIII & IX
Virus menginaktifkan faktor VIII & IX sehingga dipakai untuk mengobati
hemofili A dan B.
Hemophili A
Faktor VIII (IU) dibutuhkan = Berat (kg) X level 1 X
0,5 1 Vial faktor VIII = 250 IU
Hemophili B
Fakto IX (IU) dibutuhkan = Berat (kg) x
level 1 1 Vial faktor IX = 500 IU
pasien hemophlili dikonsulkan penyakit dalam

1 level konsentrasi faktor


Perdarahan ringan Sedang

Berat

411

30%

50%

1. Minor/perdarahan

1. Mayor/multiple

sendi tunggal
2. Perdarahan otot

75-1005
1. Perdarahan intracranial

perdarahan sendi
2. Perdarahan leher 2. Operasi besar
lidah atau paring.

3. Epistaxis

3. Perdarahan abdomen 3. Trauma besar

4. Perdarahan gusi
5. Haematuri

------------5. Trauma kepala

4. Compartemen syndrn
5. Perdarahan leher

tanpa defisit neorologi lidah dan paring.


Transfusi Gawat Darurat
1- Golongan darah O tidak bisa digunakan untuk tranfusi gawat darurat
dengan beban lebih aman dengan kristaloid atau koloid baru darah.
2- Golongan O positif biasanya pada etnis Cina dan Malaysia.
3- Golongan O negatif biasanya pada India dan Kaukrasia terutama wanita.
Kategori darah untuk keadaan urgen :
1. Tidak ada kecocokan darah ( Golongan darah dan antibodi tidak sama)
2. Kecocokan cepat 5 - 10 menit ( gol. Daarah cocok tapi antibodi tidak)
3. Semua cocok 30 45 menit (gol darah dan antibodi cocok)
Komplikasi Transfusi
Reaksi hemolitik (0,03% dari 10 40 % mortality rate) tanda-tanda :
a.

Pasien

dengan panas

dingin, nyeri punggung atau sendi dan dada serta sensasi terbakar pada tempat
infus bisa manifestasi shock
b.

Pengobatan awal sebelum

shock dan renal cortical hipoperfusi adalah:


1. Melepas transfusi.
2. Memberi infus cairan dan furosemide 80 100 mg untuk
keluarnya kencing 30 mg/jam.
3. Injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5mg/kg untuk anak).
4. Konsul haematologi
Reaksi panas (3 4 %) dan kurang gawat

dibanding reaksi tranfusi

412

Tandanya :
1.

Pasien mengeluh panas dingin lemas.

2.

Pengobatan
1. Lepas transfusi
2. Beri antipiretik
3. Injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5 mg/kg untuk anak).
4. Konsul hematologi.

Reaksi alergi (1%) sedikit terjadi sebelum 10 ml darah ditransfusikan


1.

Pasen kedinginan dan seluruh tubuh gatal.

2.

Tanda : hipotensi, kulit memerah, urtikaria,

agioedema. Penatalaksanaan
2- Infus lambat terutama jika urtikaria terjadi transfusi dihentikan saja juga
jika panas, angioedema dan hypotensi menghebat.
3- Pemberian injeksi anatihistamin
4- Pemberian injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5mg/kg untuk anak).

113. Airway ( Manajemen Jalan nafas/ Rapid sequence Intubation )


Definisi
Rapid sequence Intubation (RSI) merupakan pemberian agen induksi potensial
yang secepatnya diikuti dengan rapidly acting neuromuscular blocking agent
untuk menginduksi penurunan kesadaran serta paralysis motorik untuk intubasi
trakea pada px dengan resiko aspirasi gastric. Asumsi pada RSI:
1 Pasien tidak berpuasa sebelum dilakukannya intubasi, sehingga
merupakan factor resiko terjadinya aspirasi.
2 Pasien tidak diketahui atau tidak pernah diperiksa mengenai apakah
akan terdapat kesulitan dalam intubasinya.
3 Pemberian obat-obatan didahului dengan fase preoksigenasi (lihat pada P
yang kedua pada RSI untuk lebih detailnya) untuk memungkinkan
terlewatinya periode apneu dengan selamat selama pemberian obat-obatan
dan intubasi trakea tanpa memberikan bantuan ventilasi tambahan.

4 Gunakan tekanan pada krikoid atau Sellicks manoeuvre untuk


mencegah aspirasi cairan gaster.
Indikasi
1 Keputusan intubasi berdasarkan 3 hasil pemeriksaan klinik yang fundamental :
1. Apakah ada kegagalan mempertahankan atau memproteksi jalan nafas?
Catatan: jalan nafas yang adekuat dikonfirmasi dengan kemampuan px
untuk bicara/mengeluarkan suara. Kemungkinan adanya jalan nafas yang
inadekuat adalah ketidakmampuan px untuk mengeluarkan fonasi

413
sederhana, stridor, serta AMS. Gag reflex juga tidak sensitive atau spesifik
digunakan sebagai indicator hilangnya refleks proteksi jalan nafas.

2. Apakah ada kegagalan Ventilasi (cth status asmatikus) atau


oksigenasi (cth severe pulmonary oedema)?
3. Apa manifestasi klinik lain yang harus diantisipasi?
Px akan dapat mengalami deteriorasi dalam usaha nafas bila
mengalami multiple major injuries.
1
Jika laringoskopi tidak berhasil, pertimbangkan:
1. apakah posisi px optimal?
2. gunakan straight blade jika epiglottis panjang, terkulai, atau in the way
3. apakah petugas yang melakukan sellicks manoeuvre menekan
airway keluar dari midline yang mengaburkan lapang pandang?
4. BURP (Backward, Upward, Rightward, Pressure) displacement dari laring
Tips khusus Bagi Dokter Umum:
1 Jika initial atau standard bag-valve-mask gagal, pertanyakan 4 hal ini:
1. Apakah saya telah memposisikan px pada optimum sniffing position? Hatihati pada px trauma.
2. Apakah saya telah menggunakan semua perlengkapan tambahan untuk jalan
nafas bagian atas?
3. Apakah saya telah melakukan optimum mask seal? Yakni:
1.
Aplikasikan KY jelly pada beard/janggut
2.
isi rongga pipi yang cekung dengan kassa/kain tipis yang ditempatkan
antara gigi dengan mukosa bukal.
3.
Pasang kembali gigi palsu px.
4. Apakah saya telah merekrut seorang asisten untuk membantu
mengoptimalisasikan teknik BVM?
Pedoman kapan kita tidak Menggunakan Intubasi
1
Jika tidak nyaman menggunakan teknik intubasi yang
dibutuhkan, dan ventilasi masih adekuat
2
Jika kondisi px membaik selama percobaan dilakukannya intubasi
3
Jika respiratory arrest bersifat reversible dengan obat-obatan
(nalokson, flumazenil).
4
Jika px memiliki deformitas pada jalan nafas atau lehernya
(serta keadaannya stabil).
5
Jika px memiliki do not resuscitate order.
Manajemen
Ingat 7 Ps RSI.
1 Preparation (persiapan)
1. Px harus ditangani pada area resusitasi
2. Monitoring EKG, pulse oximetry, tanda vital tiap 5 menit.
3. Sediakan obat sedative dan obat paralyzing yang dapat
dijangkau segera.
4. Persiapkan perlengkapan airway meliputi stylets, Mess
berbagai ukuran, orofaringeal airway atau cricothrotomy tray
yang dapat dijangkau segera.
5. susun rencana alternative bila gagal melakukan intubasi.

414

6. harus memiliki asisten yang terampil.


7. Pasang setidaknya 2 jalur IV peripheral: Hartmanns atau NS.
8. selalu antisipasi vomiting pada semua pasien trauma. Jika px
muntah, lakukan 3 manuver berikut ini :
1. lakukan suction segera dengan large bore yankauer sucker
2. putar pasien ke posisi lateral atau pada posisi recovery.
3. Letakkan px pada posisi trendelenburg (jika mungkin).
9. pemeriksaan pada jalan nafas yang sulit harus dilakukan.
Gunakan LEMON law :
L Look externally (cth trauma maksilofasial, trauma
penetrasi pada leher, trauma tumpul leher, dan identifikasi
kesulitan ventilasi seperti pasien yang berjenggot, obesitas
morbid, cachexia yang ekstrim, edentulous mouth dengan
pipi yang cekung, struktur wajah yang abnormal).
E Evaluate 2-3 rule yakni paling tidak 2 jari pemeriksa dapat
melewati mulut atau Patils test (indikasi pembukaan mulut
yang adekuat), sedangkan 3 jari harus bisa ditempatkan antara
tepi atas kartilago tiroid dan tepi dalam mentum, yang
merupakan jarak thyromental (mengindikasikan bahwa lokasi
laring pada leher cukup rendah untuk dilakukannya akses
melalui jalur oral). M Mallampati Score (gambar 1) dan Grade
dari laryngeal view (Gambar 2) untuk memprediksi kesulitan
airway. Skor Mallampati (oropharyngeal visualization)
berkorelasi dengan laryngeal visualization.

Skor Mallampati :
Kelas I : pallatum molle, uvula, fauces,
pillars terlihat : Tidak ada kesulitan
Kelas II : pallatum molle, uvula, fauces
terlihat : Tidak ada kesulitan
Kelas III : Pallatum molle, basis uvula
terlihat : kesulitan Moderate
Kelas IV : Hanya terlihat pallatum durum :
Kesulitan Berat
Grade Laringeal view: Cormack-Lehane
Laryngoscopic grading system
Grade 1 : terlihat seluruh aperture glottis
Grade 2 : hanya terlihat kartilago arytenoid atau
bagian posterior aperture glottis.

Grade 3 : Hanya terlihat epiglottis


Grade 4 : Hanya terlihat lidah dan palatum molle
Mallampati kelas I dan II berkaitan dengan superior
laryngeal exposure (laryngeal grade 1 dan 2) pada saat
intubasi serta kegagalan intubation yang rendah.
Mallampati view kelas III dan IV berkaitan dengan poor
laryngeal visualization (laryngeal grade 3 dan 4) dan
dengan angka kegagalan intubasi yang tinggi. Pada
ED, Assessment skor Mallampati formal, sering tidak
mungkin untuk dilakukan walaupun pemeriksaan
pasien pada posisi supine dengan tongue blade dapat
bermanfaat.

415

O Obstruction (cth adanya benda asing pada jalan nafas,


kerusakan integritas jalan nafas).
N Neck Mobility : untuk keberhasilan ventilasi, leher px harus
diposisikan pada sniffing morning air position, yaitu fleksi
pada cervical spine, dan ekstensi pada atlanto-occipital joint.
Terdapat penurunan mobilitas leher pada px trauma yang
diimmobilisasi serta px dengan systemic arthritis.

1 Preoksigenasi
1. Merupakan usaha untuk membuat oxygen reservoir didalam paru
dan jaringan tubuh untuk memberikan waktu beberapa menit pada
keadaan apneu yang terjadi, tanpa arterial oxygen desaturation.
Hal ini sangat esensial pada prinsip no bagging dalam RSI.

2. Pemberian oksigen 100% dengan non-rebreathing mask


selama 5 menit menggantikan nitrogen yang terdapat dalam
udara ruang pada Functional Residual Capacity (FRC) pada
paru dengan oksigen, memberikan keadaan apneu selama
beberapa menit (pada dewasa sehat dengan BB 70kg, dan
waktu apneu sampai 8 menit) sebelum SpO 2 < 90%.
3. Jika px tidak bisa dilakukan preoksigenasi selama 5 menit sebelum
mendapatkan obat paralitik, biarkan px untuk mendapatkan 3-5 vital
capacity breaths dalam rapid sequence dengan oksigen 100%.

Pretreatment
1. Merupakan tindakan pemberian obat-obatan (Tabel 1) untuk
mengurangi
Lignokain

efek

samping

yang

terkait

dengan

intubasi.

(1,0-1,5mg/kg) Atropin (0,02 mg/kg)


2. Diberikan 3 menit sebelum intubasi.
Paralysis dengan Induction (lihat tabel 2 untuk ringkasan obat
induksi)
1. Merupakan langkah yang paling vital/penting
2. Agen induksi diberikan sebagai bolus cepat diikuti dengan
bolus cepat succinylcholine : 1 mg/kg atau rokuro 0,6 mg/kg
1 Thiopentone
1. Lansia : 2,5-3mg/kg
2. Dewasa : 3-4mg/kg
3. Anak-anak : 5-6 mg /kg
2 Midazolam 0,1mg/kg
3 Etomidate 0,3mg/kg (vena besar)
4 Ketamin 2mg/kg

Protection dan positioning


1. Sellicks maneuver atau aplikasi tekanan pada cricoid harus
dilakukan sejak awal secara cepat dimana pada saat
observasi px menunjukkan penurunan kesadaran.
2. pasien kemudian diposisikan untuk dilakukan laringoskopi.
Placement dan Proof
1. penempatan tube di dalam trakea harus dikonfirmasi
menggunakan monitoring end tidal CO2 dan teknik aspirasi
seperti oesofageal detection device.

416

2. Tekanan pada cricoid dilepaskan setelah ketepatan penempatan


tube dikonfirmasi dan endotracheal tube telah diamankan

Postintubation management
1. Amankan endotracheal tube
2. Mulai ventilasi mekanik
3. Lakukan CXR untuk memastikan bahwa mainstem intubation tidak
terjadi. Cara lain yang dilakukan secara cepat adalah memastikan
bahwa proximal end dari Cuff ditempatkan pada 2-3 cm distal dari
vocal cord atau dimana black marking dari ETT telah ditempatkan.

Tabel 1: Obat-obatan Pretreatment untuk RSI


Lignokain (1,0-1,5mg/kg)
Untuk airway disease yang reaktif (tight lung) atau
tekanan intracranial yang tinggi (ICP) atau tight
brains.#
Opioid
(Fentanyl
2g/kg Ketika respon simpatetik harus ditahan (ICP yang
diberikan selama 30-60 detik) tinggi, diseksi aorta, rupture aortic atau berry
aneurysm, ischaemic heart disease)*.
Atropin (0,02 mg/kg)
Untuk mencegah suksinil kolin menginduksi
bradikardi.
Untuk anak 10tahun dan dewasa
dengan preexisting bradikardi.
Defasikulasi : non-depolarizing Untuk ICP yang tinggi, trauma penetrasi pada
muscle relaxant
mata.
1# hanya terdapat sedikit bukti yang menyatakan bahwa IV lignokain
mensupresi peningkatan ICP yang terkait dengan RSI pada pasien HI.
1* Tidak ada perbedaan respon hemodinamik yang signifikan terhadap
intubasi orotracheal dengan laryngoskopi yang menggunakan
pretreatment IV Fentanil. atau tidak menggunakannya.
Tindakan Pencegahan Terhadap Keadaan Difficult Airway yang Telah Diprediksi
Jangan terburu-buru melakukan RSI. Pertimbangkan melakukan awake Oral
Intubation. Sedasi px dengan IV Midazolam 1-2 mg. Semprot faring dan laring
dengan lignokain. Lakukan Laringoskopi dan coba untuk melihat laring/vocal
cords. Semprot juga vocal cord. Intubasi bila ada kekhawatiran terjadinya
deteriorasi. Jika tidak, bersiaplah untuk RSI. Sedasi berikutnya mungkin
dibutuhkan dengan menggunakan IV succinilkolin 1,5mg/kg pada dewasa.

Teknik Alternatif jika terjadi Kegagalan Intubasi


Terdapat 2 teknik untuk mempertahankan SpO2 > 90% berdasarkan
kemampuan BVMnya.
1 Jika BVM mampu untuk mempertahankan SpO2 > 90%,
pertimbangkan teknik jalan nafas sbb:
1. Intubasi laryngeal mask airway
2. Lighted Stylets
3. Intubasi retrograde
4. Krikotirotomy
Jika BVM tidak dapat mempertahankan SpO2 > 90%, krikotirotomi
merupakan prosedur pilihan
Terapi Obat

Obat Induksi

417

Penting bagi px yang sadar ketika RSI dilakukan untuk mengurangi efek
fisiologi dan efek memori dari prosedur yang dilakukan terhadap diri px. (lihat
ringkasan obat-obatan induksi pada tabel 2).

Tabel 2: Ringkasan Obat-obatan Induksi


Obat Induksi (Dosis)
Onset
Pemulihan
Keuntungan
Kerugian
E
Penuh
Samping
Thiopentone
15-30 detik 3-5 menit
Serebroprotektif Depresi respirasi Hipotensi
Lansia : 2,5-3mg/kg
sentral,
porfiria
Dewasa : 3-4mg/kg
Hipotensi,
akut, varie
Anak-anak : 5-6
histamine
mg /kg
releasing
Midazolam 0,1mg/kg 30-60 detik
Etomidate 0,3mg/kg
(vena besar)
15-30 detik

Ketamin 2mg/kg

15-30 detik

0,5-2 jam

Amnestik,
sedative

Hipotensi, supresi
pernafasan

15-30 menit Serebroprotektif


stabilitas
hemodinamik
15-30 menit Pelepasan
katekolamin
Analgesic,
amnestik

Nausea, v
saat injek
mioklonik
Peningkatan ICP

Peningka

419

Tabel 3 : Hipotensi pada Periode Post intubasi


Penyebab
Deteksi
Tindakan
Tension
Peningkatan peak inspiratory Thoracostomy immediate
pneumothorax
Pressure (PIP),
kesulitan
Bagging, penurunan suara
nafas
Penurunan Venous Bisaanya terlihat
pada px
return
dengan PIPs yang tinggi
sekunder karena tekanan
intratorakik yang tinggi
Agen induksi
Kardiogenik

Bolus cairan, terapi resistensi


jalan nafas (bronkodilator),
peningkatan expiratory time,
coba menurunkan volume tidal.
Bolus cairan, expectant
Penyebab lain disingkirkan Bolus cairan (dengan hati-hati),
Bisaanya pada compromised pressors
pasient, EKG,
singkirkan
penyebab lain

Scenario Intubasi yang berbeda


1 Hipovolemia (dengan BP yang rendah) : etomidate atau ketamine. Jangan
berikan obat jika syok berat. Hindari thiopentone dan midazolam.
2 Isolated Closed Head injury dengan ICP yang tinggi, BP yang normal atau
tinggi (tujuannya adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen serebral dan
aliran darah serebral sehingga tekana intracranial akan menurun);
thiopentone, etomidate atau midazolam. Hindari ketamin.
3 Closed Head injury (ICP yang tinggi) dan hipovolemi (dengan BP yang rendah,
tidak responsive terhadap cairan): etomidate atau ketamine,. Hindari
Thiopentone dan midazolam.
4 Asma : ketamin, etomidate atau midazolam. Hindari thiopentone.
Obat Paralyzing
Obat yang optimum memiliki onset yang cepat dan durasi yang pendek. Agen
depolarizing lebih superior daripada agent non-depolarizing untuk RSI.
1 Suksinil kolin : agen utama yang digunakan untuk paralysis emergency yang
bertujuan mengontrol jalan nafas. Efek samping yang signifikan:
1. Bradikardi (terutama pada anak dan px dengan preeksistensi bradikardi).
2. Peningkatan tekanan intraocular /intraoccular (kontraindikasi pada
penetrating globe trauma).
3. Peningkatan tekanan intragastrik (dapat mencetuskan emesis).
4. Hiperkalemi (terutama pada px dengan paralysis otot kronik, cth
cerebrovascular accident dan spinal cord injuries).
Catatan : peningkatan potassium plasma setelah pemberian suksinilkolin
(bisaanya < 0,5 mmol/l).
5. hiperkalemia pada px gagal ginjal kronik sebelum potassium serum diketahui. Catatan
: ada bukti terbaru yang menyebabkan suksinilkolin cukup aman pada hiperkalemia,
walaupun resiko akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar potassium.
Tindakan terbaik adalah menghindari penggunaan suksinilkolin pada px dengan
serum K+ > 6 mmol/l; rocurium merupakan alternative yang baik pada kasus tersebut.
Jika kadar K+ tidak diketahui dan EKG normal, penggunaan suksinilkolin

420

dapat dilakukan, walaupun px menderita ESRF. Suksinilkolin dieliminasi secara


independent terhadap renal secretion, suatu kondisi yang diinginkan dalam ESRF.

6. Fasikulasi : agravasi trauma musculoskeletal tambahan


7. jarang terjadi hipertermi malignan
Dosis suksinilkolin : 1,0-1,5mg/kgBB IV (2mg/kg pada anak).
Catatan : Rocuronium dipertimbangkan sebagai alternative untuk
suksinilkolin karena onset yang cepat sekitar 1 menit. Namun, memiliki
durasi aksi yang lebih panjang dibandingkan dengan suksinilkolin.
2 Rocuronium : non-depolarizing agent yang digunakan untuk mencegah
fasikulasi otot yang diinduksi suksinilkolin, atau untuk menghasilkan efek
paralysis yang lebih panjang selama prosedur, cth CT scan.
Dosis: 0,6mg/kgBB IV bolus sebelum suksinilkolin. Durasi kerja efektif adalah
20-45 menit.
3 Atracurium (Tracium) : non-depolarizing agent.
Dosis : 0,3-0,6mg/kg IV bolus. Kerugian obat ini adalah bahwa ia
menyebabkan pelepasan histamine; hati-hati pada px yang menderita asma.
Tahapan Tindakan dengan menggunakan Mode Hitung Mundur
Waktu (menit)
1- 5.00 : Preparasi
2- 5.00 : Preoksigensi
3- 3.00 : Pretreatment (pertimbangkan LOAD) Lignokain (1,0 mg/kg)
0.0 : Paralisis dengan Induksi Midazolam (0,1 mg/kg) Rocuronium (0,6 mg/kg)
+ 0.30 : Proteksi
+ 0.45 : Placement dan proof
+ 1.00 : Postintubasi manajemen
+ 10.00 : CXR untuk memeriksa kedalaman penempatan ETT
Penempatan
Pasien yang menjalani RSI merupakan kandidat untuk masuk pada ICU atau
langsung menuju ke OT sesuai konsultasi yang telah dilakukan.

114...................

421

115. Cervical Spine Clearance


Caveats
1 X ray dari C-spine tidak dibutuhkan jika terdapat criteria sbb:
1. Pasien sadar, bangun dan tenang
2. tidak ada keluhan nyeri pada leher
3. tidak ada distracting injuries pada tubuh atau nyeri selama pemeriksaan
4. tidak ada nyeri tekan pada pemeriksaan Spine.
5. dapat menggerakkan leher kekanan dan kekiri serta melakukan fleksi dan
ekstensi tanpa nyeri
6. Tidak ada deficit neurologist
1
Jika memenuhi criteria diatas, banyak penelitian yang menyatakan
bahwa pasien tidak mengalami C-spine injury yang bermakna.
2
Pada px trauma yang lainnya, lakukan pemeriksaan:
1. Foto polos C-Spine
3. posisi AP
4. Posisi lateral atau swimmers view : basis oksiput sampai batas
atas T1 harus terlihat
5. Open Mouth Odontoid View. Tidak mungkin dilakukan bila px
tidak kooperatif untuk melakukan foto dengan mulut terbuka.
Posisi oblique dari proscesus odontoid atau gambaran foramen
magnum dapat diperiksa untuk melihat densitas.
2. CT scan : diindikasikan sebagai pengganti foto polos C-spine pada area
yang mencurigakan atau area yang tidak adekuat untuk dilihat.
1
C-collar harus dipasang pada situasi sbb:
1. ada keraguan pada pemeriksaan foto polos
2. Adanya masalah pembedahan akut lain yang membutuhkan pengiriman
pasien ke OT yang mendesak sebelum pemeriksaan Spine selesai dilakukan.
3. koma, AMS dan pasien pediatric (yang terlalu muda untuk menyatakan
keluhannya), sampai mendapatkan evaluasi yang tepat oleh orthopaedics
atau neurosurgeon.

422

Gambar 1 : Cervical Spine Clearance di ED

Periksa Pasien

Tidak

Apakah Px sadar,
bangun dan tenang ?
Ya
Periksa adanya deficit Neurologikal

Tidak

Defisit neurologik

Lepaskan C-collar

Ya

Biarkan pasien Supine

Asumsikan Unstabel
Spine

dan C-spine netral

Lihat Bab Spinal Cord

Tanyaka
n
adanya
nyeri
leher
dan

Injury

Tidak

periksa
nyeri
tekan
pada
Ya

Lepaskan CCollar

Pemeriksaan Radiologis:
1. C-spine X ray
Wajib pada posisi
lateral. Coba untuk

m
en
ek
an
ba
hu
ke
ba
wa
h
un
tu
k
m
en
da
pa

tka
n
pa
par
an
yan
g
ad
eku
at
ter
ha
da
p
T1.
lak
uka

CSpine

Suruh px
untuk
mengger
akkan
leher

1Dari
kiri ke
kanan

2Fleksi
ekste
nsi
AP jika

n
1
Posisi
swi
mungkin
m
2
Open
mouth
me
Odontoid
view
rs
jika mungkin
vie 2. C-Spine lateral
w view dimana px
jika secara
sukarela
pa melakukan
fleksi
par dan ekstensi dari
an lehernya
tid
1 Diper
ak
timbangk
ad
an
bila
ek
screenin
uat
g 3 view
C-spine
.

normal,
namun
px
mengeluhkan
nyeri
leher
yang
bermakna.

2
M
an
eu
ve

r
ini
har
us
dila
kuk

an
dib
aw
ah
pe
ng

awasan
dokter
yang
berpen
galama
n.

423

116. Commonly used scoring system


manfaat
1 membantu kita untuk menilai secara kwantitatif berat ringannya injury
pada pasien-pasien trauma.
2 Membantu kita untuk memperkirakan hasil akhir trauma tersebut.
Bahkan sangat berguna dalam pemeriksaan klinis dan untuk penelitian.
3 Trauma score dilakukan di triage dan keputusan klinis dapat dipakai untuk
menentukan kemana pasien akan di transfer.
Score fisiologis
Glasgow Coma Score (GCS)
1 GCS banyak dipakai untuk menilai kesadaran pasien melalui 3 respon
yaitu; respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik.
Table 1: Glasgow coma score
__________________________________________
Respons
score
__________________________________________
Membuka mata
* spontan
* dengan suara
* dg rangsangan nyeri
* tidak ada respon

4
3
2
1

Respon verbal
* orientasi bagus
* bicara bingun
* hanya berupa kata-kata
* hanya keluar suara saja
* tidak ada respon suara

5
4
3
2
1

Respon motorik
* sesuai dengan perintah
6
* dengan rangsangan mampu melokalisir nyeri
5
* dg rangsang nyeri, respon witdrawl
4
* dg rangsang nyeri, respon gerakan fleksi
3
* dg rangsang nyeri, respon gerakan ekstensi
2
* tidak ada respon
1
________________________________________________________________
Total GCS poin (1+3+3)
3 s/d 15
_______________________________________________________
1 GCS ini dapat dipakai untuk mengelompokkan pasien;
1. coma: pasien dikatakan koma bila respon membuka mata (E) = 1, respon
verbal (V) = 1 sp 2, dan respon motorik 1 sp 5. artinya pasien dengan
GCS = atau < 8 dapat dikatakan koma.
2. beratnya trauma kepala. Berdasarkan GCS pasien dapat dikelompokkan menjadi;

424

1. trauma kepala berat bila GCS < 8


2. trauma kepala sedang bila GCS = 9-13
3. trauma kepala ringan bila GCS = 14-15
2 GCS juga dapat diterapkan pada anak-anak.namun untuk verbal pada
anak < 4 tahun harus dimodifikasi (table 2).
3 GCS dapst dikorelasikan dengan mortalitas dan dengan Glasgow outcome score, yang
dapat mengukur tingkat kerusakan fungsi otak. Score ini digunakan luas untuk
prehospital triage dan untuk membedakan tingkat kesadarn setelah pasien MRS.

Revised trauma score (RTS)


1 RTS pada table 3 didasarkan pada GCS, tekanan darah sistolik dan respiratory
rate. Ini telah digunakan luas di triage, dengan variable antara 4 (normal)
sampai 0. dan dengan code nilai tertentu yang berhubungan dengan prognosa.
Table 2: pediatric verbal score
____________________________________________
Respon verbal
score
__________________________________________________________________
Kata-kata yg sesuai atau senyuman, pegangan dan mengikuti
5
Menangis, tetapi dapat di redakan
4
Rewel yg sulit diredakan (irritable)
3
Anak malas, agitasi
2
Tidak ada respon
1
__________________________________________________________________
Tabel 3: RTS
______________________________________________
GCS
SBP
RR
code value
___________________________________________________________
13-15
>89
10-29
4
9-12
76-89
>29
3
6-8
50-75
6-9
2
4-5
1 49
1-5
1
3
0
0
0
___________________________________________________________
RTS=0.9368 GCS + 0.7326 SBP + 0.2908 RR.

Score Anatomi
Abbreviated Injury Scale (AIS)
1 score AIS berkisar antara 1- 6 untuk masing-masing individu yang
mengalami trauma. (table 4). Score ini muncul sejak th 1971.

425

Injury Severity Score (ISS)


1 ISS dibagi berdasakan 6 bagian region tubuh;
1. kepala / leher
2. wajah
3. dada
4. abdomen dan pelvis
5. extremitas
6. struktur luar/kulit
system scoring lain
TRISS. Metode ini dipakai secara kwantitatif untuk menilai kemungkinan harapan hidup
pasien berdasarkan beratnya trauma, dan secara luas telah dipakai untuk perbandingan
antara satu rumah sakit dengan RS yang lainnya. Pasien dinilai berdasarkan nilai
kombinasi antara ISS dan RTS serta ditambahkan faktor umur. Pasien dengan nilai
survive < 0.5 dikatakan unsuspected survivor (tidak harus hidup) dan pasien dengan
nilai > 0.5 dikatakan unsuspected deaths (tidak seharusnya mati).

Table 4: abbreviated injury scale


__________________________________
Scale attributes of injury
____________________________________________
AIS 1 minor injury
AIS 2 moderate injury
AIS 3 serious injury
AIS 4 severe injury
AIS 5 critical injury
AIS 6 fatal injury
_____________________________________________

******************************

426

117. CONSCIOUS SEDATION


DEFINISI
1 Terminologi ini mengacu pada depresi minimal tingkat kesadaran dimana
reflek proteksi jalan nafas dan jantung pasien masih dapat dipertahankan, dan
pasien masih mampu memberi respon dengan tepat terhadap stimulasi fisk dan
atau perintah verbal. Agen yang digunakan untuk mencapai keadaan ini termasuk
obat sedasi, dengan rentang keamanan yang cukup lebar yang jarang
menimbulkan hilangnya kesadaran seperti midazolam dan analgesic, yaitu agonis
opiate, yang memiliki efek samping sedasi dan menimbulkan depresi nafas.
2 Istilah lain yang diajukan saat ini adalah sedasi dan analgesia prosedural,
yangs erring disingkat PSA.
PERHATIAN
1 Diasumsikan bahwa pasien telah dinilai kelayakan dan kesesuaian untuk
sedasi, yang meliputi dokumentasi akan adanya alergi, terapi medikamentosa
yang sedang dijalani serta abnormalitas patensi jalan nafas.
2 Pada keadaan tidak adanya dokter emergensi senior atau ahli anestesi,
pertimbangkan rawat inap untuk anestesi general pada pasien anak berusia <5 tahun.

3 Jika terdapat keraguan terhadap kemampuan anda melakukan sedasi sadar


pada seorang pasien, anda dapat merawatinapkan pasien tersebut atau meminta
advis dari dokter emergensi yang bertugas jaga.
4 Penggunaan ketamin memerlukan dua operator. Operator pertama akan
melakukan prosedur sementara yang lain bertanggung jawab untuk melakukan
pengawasan secara konstan status jalan nafas dan hemodinamik pasien.
INDIKASI
1 Pasien dengan dislokasi sendi sedang dan besar
2 Abses yang akan dilakukan insisi dan drainase
3 Laserasi pada lokas yang secara anatomis rumit, misalnya pada wajah anak
berusia <5 tahun.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Conscious sedation bukan merupakan prosedur yang harus anda pertimbangkan untuk
dilakukan kecuali rancangan di tempat kerja anda meliputi kemampuan monitoring
hemodinamik dan bantuan anesthesia segera

TATA LAKSANA
Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor tanpa
memandang usia dan kondisi fisik yang terlihat baik ataupun riwayat medis
lampau yang baik. Reaksi alergi dan idiosinkrasi sulit untuk diprediksi
2 Monitoring: EKG, pulse oximetry dan tanda-tanda vita setia 5-10 menit.
3 Suplementasi oksigen
4 Peralatan resusitasi yang harus segera tersedia
meliputi: 1. Alat bantu jalan nafas oral

427

2.
3.
4.
5.

Peralatan bad-valve-mask (BVM)


Pipa endotrakea
Defibrillator
Obat reversal: naloxone dan flumazenil

Terapi medikamentosa
Benzodiazepin, mis. midazolam memiliki keuntungan akibat efek amnesia selain
sedasi dan pelemas otot. Akan tetapi obat ini tidak memiliki efek analgesia. Karenanya
obat ini paling baik digunakan bersamaan dengan analgesic agonis opiate.

Analgesik opiate/obat sedasi, mis. morfin, meperidin, fentanyl: dari ketiga


obat yang serupa ini fentanyl memiliki keuntungan nyata yaitu tidak menimbulkan
pelepasan histamin (reaksi anafilaktoid).
Ketamin: obat sedasi dengan efek amnesia disosiasi dan anagesik yang
lemah, terutama digunakan pada anak-anak.
Komplikasi conscious sedation
1 Depresi nafas akibat midazolam dan agonis opiat. Ditangani
dengan: 1. Oksigen
2. Ventilas dengan BVM
3. Obat reversal: flumazenil dan naloxone
2 Laringospasme akibat ketamin. Ditangani dengan
1- Ventilasi tekanan positif (VTP)
2- Suksinilkolin 1-2 mg/kgBB IV atau 4 mg/kgBB IM jika laringospasme menetap
setelah VTP
3- Tata laksana jalan nafas dengan BVM atau intubasi setelah paralisis
Hipotensi akibat midazolam dan agonis opiat. Ditangani dengan:
1. Posisi Trendelenburg
2. Infus NS 20 ml/kgBB
3. Obat reversal
1 Kekakuan dinding dada akibat fentanyl. Ditangani
dengan: 1. Naloxone
2. Suksinilkolin 1-2 mg/kgBB IV atau 4 mg/kgBB IM jika naloxone tidak
berhasil 3. Tata laksana jalan nafas setelah paralisis
2 Reaksi alergi. Ditangani dengan:
1. Adrenaline (1:1,000 SC sebanyak 0.01 ml/kgBB atau 1:10,000 IV sebanyak
0.05-0.1 ml/kgBB)
2. Antihistamin, mis diphenhydramin 1mg/kgBB IM atau IV
3. Hidrokortison (5 mg/kgBB IV)
Penggunaan obat reversal
1
Penggunaan yang tidak tepat: lebih disukai untuk membiarkan pasien
kembali sadar penuh secara alami tanpa menggunakan antidotum seperti naloxone
dan flumazenil karena waktu paruh obat yang digunakan pada conscious sedation
lebih panjang dari antidotum nya. Karenanya penggunaan antidotum yang tidak tepat
dapat mengakibatkan tingkat kesadaran yang berfluktuasi.
2
Penggunaan yang tepat: antidotum naloxone dan atau flumazenil
diberikan bila pasien menjadi bradypneu atau bahkan apneu selama prosedur
dilakukan atau menjadi tidak sadar. Dosis:
Naloxone:

Anak: 0.01 mg/kgBB IV setiap 1 jam

428

Flumazenil:

Dewasa: 2 mg IV setiap 1 jam


Anak: 0.1 mg IV
Dewasa: 0.5 mg IV, dapat diulang 2 kali dengan interval 5 menit.

Setelah prosedur dilakukan


1 Amankan tungkai atau pasangkan pembalut pada bagian yang dioperasi.
2 Tempatkan pasien dalam posisi pemulihan dengan Trendelenburg ringan.
3 Lanjutkan monitoring sampai pasien sadar penuh, dapat batuk (atau
menangis) dan bergerak terarah.
4 Atur pasien untuk pulang ke rumah dengan pengawasan keluarga atau teman.
Disposisi
Saat pasien dipulangkan, perlu diberikan instruksi bahwa untuk 24 jam berikutnya
pasien sebaiknya tidak:
1 Mengendarai kendaraan bermotor maupun sepeda
2 Memanjat di ketinggian
3 Berenang
4 Mengkonsumsi alcohol ataupun obat-obatan yang menyebabkan kantuk.

429

1 Tabel 1. Dosis dan panduan obat-obatan

Obat

Keuntunga
n

Dosis
Dewasa

Anak

Midazolam
0.1 mg/kgBB
IV dalam Dosis awal 0.05 mg/kgBB
Onset cepat, durasi kerja
(Dormicum ) dosis terbagi, bergantian IV kemudian ditingkatkan singkat, dapat dititrasi
dengan analgesia

sampai 0.1 mg/kgBB dalam


dosis

terbagi,

S
di
d
g

bergantian

dengan
analgesic

Morfin

0.1-0.2 mg/kgBB IV

dalam dosis
bergantian

0.01-0.04 mg/kgBB IV

terbagi, dalam

dengan obat bergantian

sedasi

Telah diuji

coba

dosis

terbagi, bertahun-tahun,
dititras
dengan obat i

selama D

dapat S
e
d
e
p
a

sedasi

p
e

Meperidine

1.0

mg/kg

IV dalam Sama dengan dewasa

Durasi

S
singkat dan a

lebih

e
efek depresi kardiak lebih f

(Pethidine ) dosis terbagi, bergantian


dengan obay sedasi

ringan

dibandingkan ri

morfin, dapat dititrasi

Fentanyl

1-2 g/kgBB IV dalam

Dosis

(Sublimaze ) dosis terbagi, bergantian IV;


dengan obat sedasi

awal

sampa
i

0.5

g/kgBB Onset

cepat,

kerja D

singkat, pemulihan
maksimal 2 cepat,

g/kgBB
dalam
terbagi
,
bergantian

l
e
k
e

s
histamine e
b
e

dosis pelepasan
dengan minimal

obat
sedasi

Ketamine

1-2 mg/kgBB IV

3 mg/kgBB IM

1 mg/kgBB IV bolus pelan

Tidak

menyebabkan L

d
depresi kardiorespiratori, o
bronkodilator
dan si
berguna pada pasien asma hi

a
r

Atropine

0.6 mg IM atau IV

0.02 mg/kg BB IV atau IM

Antisialogogue

Tambahan

pada ketamine

sampai dosis 2.4 mg

430

118.terapi cairan pada anak

*Terapi IV untuk pasien tidak syok 8 jam pertama

Total cairan yang dibutuhkan (


(%dehidrasixBB)ltr cc/ 24 jam)

Replacemant DS ( R )

DS (R) = Dextrose 2,5% Salin 0,45%


DS (M) = Dextrose 3,75% Salin 0,23%
Sebagian diberikan cairan hasil penjumlahan replacement dan maintenance 8 jam pertama
Contoh: Anak 1 tahun, 10 kg dengan dehidrasi 3%
Volume replacement = (3%x10 kg) lt = 300 cc
Volume maintenance = 10 kg x 100cc/kg = 1000 cc

Yang diberikan di UGD dalam jam I = (300/2 + 1000/2 ) / 8 jam = 650/8 jam = 81 cc/ jam
*Resuitasi untuk pasien syok
Kristaloid (NS atau Hatmanns) = 10-20 cc/kg secepat mungkin dalam 15 menit
untuk mengisi volume extrasel ( ulangi jika dibutuhkan )

431

119. DAFTAR OBAT YANG HARUS DIHINDARI PADA DEFISIENSI G6PD


ANALGESIK

Asam asetilsalisilat (aspirin)

Acetophenetidin (Phenacetin)
SULFONAMID DAN SULFON
Suphanilamide
Sulphapyridine
Sulphadimidine
Sulphacetamide
Sulphafurazone

Dapsone
Sulphoxone
Glucosulfone sodium
Co-trimoxazole

KOMBINASI ANTIBAKTERIAL LAIN


Nitrofurans: nitrofurantoin, furazolidone, Chloramphenicol
nitrofurazone
Asam nalidiksat
Asam p-aminosalisilat
ANTIMALARIA

Primakuin

Pamakuin

Klorokuin
KARDIOVASKULER

Prokainamid

Kuinidin
LAIN-LAIN
Vitamin C
Analog vitamin K
Naphthalene (kapur barus)
Probenecid
Dimerkaprol (BAL)

Biru metilen
Arsine
Phenylhydrazine
Biru toluidin
Mepacrine

432

120. list of drugs to avoid in pregnancy


CAVEATS
Sebelum meresepkan pada ibu hamil, selalu pertimbangkan keuntungan maupun
resiko pengobatan. Daftar obat-obat berikut biasanya hanya digunakan dalam ED.
Ada beberapa obat yang mempunyai efek merugikan pada ibu hamil dan hanya
ada beberapa yang aman keselamatan ibu lebih diprioritaskan daripada janinnya.

433

121. Paparan jarum/ cairan tubuh


Definisi
Kontaminasi ini biasanya akibat kecelakaan, potensial mengenai pelayan
kesehatan atau anggota masyarakat.
Caveats
1 Di rumah sakit, luka akibat memindahkan jarum dari satu orang kelainnya
selama injeksi, punctie vena atau kanulasi IV hampir sepertiga luka terjadi
jauh dari waktu dan tempat perawatan pasien, misalnya luka pada kulit dari
jarum terbuka di tempat sampah..
2 Paramedis mengalami paparan baik parenteral maupun non parenteral.
3 Resiko hepatitis lebih besar dari HIV.
4 Tipikal, infeksi HIV pada paramedis akibat sekunder dari kecelakaan dengan
darah dari pasien HIV.
5 Seorang dengan tes negatif untuk anti HIV serokonversi dapat lambat atau
tidak ada setelah inokulasi virus.
Tip khusus
1 Kemoprofilaksis antiretroviral post paparan merupakan standar dan harus segera
diberikan setalah paparan HIV
positif. Penatalaksanaan
1 Perawatan pasien:
1. Paparan percutaneus: cuci tempat inokulasi secepatnya dengan air mengalir.
Desinfeksi dengan Chlorhexidine atau Povidone iodine dan balut jika perlu.

2. Paparan membran mukosa; irigasi secepatnya dengan sejumlah besar air.


3. Paparan kulit non intak: cuci dengan sabun dan air atau antiseptik.
Kemudian desinfeksi dengan Chlorhexidine atau Povidon iodine.
Catatan: untuk semua kontak mengikuti kebijakan dan prosedur institusi.
1 Darah/ cairan tubuh dari pasien yang teridentifikasi
1. Kirim darah paramedis yang terpapar untuk HbsAg, anti-HBS, dan anti HIV
2. Kirim darah dari pasien untuk HbsAg dan anti
HIV a. Identifikasi pasien sumber HbsAg negatif

1. Paramedis dengan imunitas alami HBV, tidak perlu tindakan.

434

2. Paramedis dengan imunisasi HBV lengkap: tidak perlu tindakan


3.

Paramedis dengan imunisasi HBV tidak lengkap: mulai/


lengkapi imunisasi HBV.

4.

Paramedis dengan HbsAg positif: tidak perlu

tindakan b. Identifikasi pasien dengan HbsAg positif


(1) Paramedis dengan imunitas alami HBV: tidak perlu tindakan
(2) Paramedis dengan imunisasi HBV lengkap: dosis
booster vaksin hepatitis B
(3) Paramedis dengan imunisasi HBV tidak lengkap: hepatitis B
spesifik HIGdalam 72 jam dan mulai/ lengkapi imunisasi HBV
(4) Paramedis dengan HbsAg positif: tidak perlu tindakan.
1. Identifikasi pasien sumber HIV antibody positif
1. menentukan status hepatitis B pasien.
2. Identifikasi pasien sumber anti bodi HIV positif
Paramedis dengan antibody HIV positif; tidak perlu tindakan
Paramedis dengan antibody HIV negatif: berikan
profilaksis post paparan segera dan rujuk ke institusi.
Menentukan status virus hepatitis B pada pasien sumber
dan proses seperti disebutkan diatas.
2 Darah/ cairan tubuh pasien yang tidak diidentifikasi
1. Paramedis dengan imunitas alami pada HBV: tidak perlu tindakan
2. Paramedis dengan imunisasi HBV lengkap: dosis booster vaksin hepatitis B
3. Paramedis dengan imunisasi HBV tidak lengkap: berikan hepatitis B
spesifik HIG dalam 72 jam dan mulai/ lengkapi imunisasi hepatitis B.
2 Profilaksis post paparan: jika paramedis terpapar darah atau cairan tubuh dari
pasien HIV positif, beri kemoprofilaksis post paparan dapat mengurangi
serokonversi. Penelitian menunjukkan profilaksis yang diberikan dalam 24 jam
paparan menurun kan transmisi HIV.
1. berikan profilaksis segera: jangan tunggu dalam 3 hari atau lebih
2. Zidovudine (AZT, ZDV, retrovir). Dosis 200 mg peroral 3 kali dalam 3 hari
3. jika status HIV pasien sumber tidak diketahui tapi termasuk dalam resiko tinggi:
1 lakukan spesimen darah seperti diatas
2 rujuk untuk pengawasan < 48 jam.

435

122. OBAT-OBATAN DAN PERALATAN PADA ANAK


FORMULA UNTUK MEMPERKIRAKAN NILAI NORMAL
Perkiraan berat (kg):
1. 2 x umur (thn) + 9 untuk umur < 9 thn
2. 3 x umur (thn) untuk umur > 9 thn
2 Luas permukaan tubuh(m2): tinggi(cm) x berat badan(kg) /3600
3 Tekanan darah sistolik terendah:
1. Neonatus: 60 mmHg
2. Bayi

: 70 mmHg

3. Selanjutnya : 170 + (2xumur(thn)) mmHg


Umur ( tahun )
<1
2-5
5 - 12
> 12

Nadi/menit
110 - 160
95 - 140
80 - 120
60 -100

Pernafasan
30 - 40
20 -30
15 -20
12 -16

Ctt.: Jika <5 th, nadi >180 pastikan sinus takikardi


Jika >5 th, nadi >160 pastikan sinus takikardi
Semua umur HR >220 pastikan SVT
Perkiraan jumlah darah anak (ml): 80 x BB (kg)
ALAT
1 Ukuran ETT anak : 4 + umur(thn) /4 ( diatas umur 2 th )
2 Panjang ETT anak (cm) dari mulut: 12 + umur(th) /2 tambahkan 3 cm bila
melalui hidung ( untuk anak > 2 th ), atau ukuran ETT x 3
1. Kardioversi untuk gangguan irama
atrium: 1 joule/kg
2. Kardioversi untuk gangguan
irama ventrikel: 2-4 joule/kg
umur
Ukuran ETT

lahir
3mm

1 bln
3mm

3 bln
3,5mm

6 bln
4mm

1 thn
4mm

Panjang ETT

9cm

10cm

10,5cm

11cm

12cm

436

Tube dada

8F

8F

10F

10F

10F

Kateter urin

5F

5F

8F

8F

8F

DAFTAR
HALAMAN. 1.
AMS..4

437

2. ..
3. ..
4. .
5. .
6. ..
7. .
8.
9. ..
10.
11. .
12. ..
13. ..
14.
15.
16. 14
17. 16
18. .18
19. ..
20. 20
21. ..25
22. 30
23. ..
24. 32
25. .39
26. .
27. 48
28. .50
29. 53
30. 56
31. 60
32.
33.
34. 66
35. 72
36.
37.
38. 74
39. .78
40.
41.
42. 81
43. .
44.
45. .
46.
47. .
48. 84
49. .
50. 86
51. 88

438

52. 93
53.
54. ..
55.
56. 95
57.
58.
59. 99
60. 101
61. 103
62. 105
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71. ..
72. ..
73.
74.
75. ..
76. ..
77. ..
78. ..
79. ..
80. ..
81. ..
82. ..
83. ..
84. ..
85. ..
86. ..
87. ..
88. ..
89. ..
90. ..
91. .
92.
93.
94. .
95.
96.
97.
98. ..
99. ..
100.
101. ..

439

102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.

..
..
..
..
..
..

..
..
..
..
..
..
..

Anda mungkin juga menyukai