Caveats
Fokus perhatian utama dalam evaluasi ED pada pasien dengan Altered Mental
State (AMS) antara lain :
1 Untuk menentukan penyebab reversibel yang mudah terjadi seperti
hipoksemia, hiperkarbi, hipoglikemi
2 Untuk membedakan penyebab struktural dengan penyebab toksik
metabolic dimana penyebab yang pertama lebih memerlukan
pemeriksaan pencitraan CNS secepatnya, sedangkan penyebab yang
kedua lebih mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan laboratoris.
3 Menentukan sistem skor yang sering digunakan menurut Glasgow
Coma Scale untuk mendefinisikan keadaan koma yang terjadi.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
Selalu mempertimbangkan penyebab AMS yang reversible sehingga dapat
segera memberikan terapi awal, misalnya : hipoglikemi (pemberian minuman gula
per oral atau dextrose 50% iv), hipoksemia (pemberian Oksigen), Heat
stroke/serangan panas (upaya mendinginkan dan pemberian normal saline iv)
sebelum merujuk pasien kepada ED dengan menggunakan ambulan.
Manajemen :
Prioritas Awal :
1
Lihat bagan 1 untuk mengetahui diagnosa banding penyebab Altered Mental State
2
Pasien harus segera ditangani pada area gawat darurat
3
Jika penyebab AMS yang reversibel telah dapat ditentukan, maka pasien
dapat ditangani pada area intermediate acuity.
4
Kontrol jalan nafas/imobilisasi C spine
1.Buka jalan nafas dan cari adanya benda asing
didalamnya 2.Masukkan oral atau nasofaringeal
airway
3.Aplikasikan stiff collar atau imobilisasi manual jika tidak dapat menyingkirkan
riwayat adanya trauma.
4.Aplikasikan definitive airway jika pasien koma, intubasi dengan atau tanpa
rapid sequence intubation atau lakukan pembebasan jalan nafas secara
pembedahan misalnya dengan emergency krikotirotomi.
Oksigenasi/ventilasi 1.Pemberian
oksigen dengan aliran yang tinggi
2.Jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakranial, maka usahakan sedikit menurunkan
hiperventilasi yang terjadi untuk mencapai PCO2 sebesar 30-35 mmHg. Pada kasus bisaa,
Output jantung
1.Periksa adanya pulsasi, jika tidak ada maka mulailah CPR !
2.Perdarahan eksternal yang jelas terlihat harus dihentikan dengan penekanan langsung.
5-15 menit.
b.Jangan digunakan berdasarkan perkiraan saja, harus ada riwayat OD. Jika
pasien telah mengkonsumsi antidepressant golongan siklik atau
menggunakan benzodiazepine dalam jangka lama, maka penggunaan
Flumazenil dapat mengakibatkan intractabel fits.
5. Foto C spine dengan cross tabel lateral film jika riwayat trauma tidak dapat
disingkirkan.
Bagan 1. Bagan Pendekatan Diagnosa Banding Pada Keadaan AMS
3
Altered Mental
State
Airway
Cek
SpO2
Breathing
Berikan 02 100%
Circulation
Periksa Nadi
Tar
get
ana
mn
esa
dan
Pe
mer
iksa
an
Fisi
k:
Ad
any
Penyebab
Struktural
Trauma
Kepala
- Perdarahan
intra kranial
Catatan :
Penyebab
structural
bisaanya akan
mengakibatka
n terjadinya
tanda deficit
neurologik
fokal,
sedangkan
penyebab
toksik/metabol
ic tidak ada.
SAH bisaanya
tidak
m
e
n
u
Trauma Non
n
kepala j
Perdarahan
u
intracerebral
Perdarahan k
k
subarachnoid
a
Stroke
braintemn
k
fo
k
al
.
P
a
d
a
S
A
H
Stroke
t
d
cerebellar
a
Tumor cerebral a
n
n
d
b
a
e
b
d
e
e
r
f
a
i
p
c
a
i
p
t
e
n
n
y
e
e
u
b
r
a
o
b
l
to
o
k
g
si
i
k/
Tanda-tanda vital/temperature
Monitoring EKG
Periksa kadar gula darah
a trauma kepala
Kekakuan pada leher
Laju nafas dan ukuran pupil
Tanda deficit neurologik
fokal 1
Tanda kegagalan organ
kronik
Penyeba
b
toksik/metab
olik
m
et
a
b
ol
ic
,
d
a
p
at
te
rj
a
di
p
a
n
a
s/
d
e
m
a
m
.
S
tu
p
o
r
p
si
k
o
g
e
n
i
k
m
e
r
u
p
a
k
a
n
s
u
a
t
u
k
e
a
d
a
a
n
d
i
s
o
s
iatif dimana
pasien terlihat
sangat sadar,
namun tidak
dapat
membuat
suatu gerakan
spontan serta
hanya sedikit
merespon
stimulus dari
luar. Bisaanya
terkait pada
suatu kejadian
yang bersifat
stressful
dengan onset
yang
mendadak.
Pasien yang
sering
mengalami
flickering/ked
ipan pada
kelopak
matanya
merupakan
diagnosa
eksklusinya.
n, ekstasi
Alkohol
Wernick
es
ensefalo
pati
Karbon
monoksi
da
A
f
e
b
ri
s
Ke
ra
cu
na
n
O
v
e
r
d
o
s
i
s
o
b
a
t
:
o
p
i
o
i
d
,
B
Z
D
,
b
a
r
b
i
t
u
r
a
t
e
,
T
C
A
,
k
e
t
a
m
i
Metabolik
Hipoglikemi,
hipoperfusi
serebral,
hiperkarbia,
koma
diabetikum,
hipotermi,
dehidrasi,
abnormalitas
elektrolit &
asam basa
Kegagalan organ
Uremia, hepatic,
respirasi,
kardiak
(jantung)
P
o
s
t
i
c
t
a
l
s
t
a
t
e
P
s
i
k
i
a
t
r
i
k
Stu
por
psi
kog
eni
k2
De
me
nsi
a
4
Tabel 1 : Petunjuk anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
Penyebab Non-struktural
Ditemukannya wadah obat yang kosong
Riwayat medis : epilepsy, penyakit hati,
diabetes
Kemungkinan paparan CO
Tidak adanya tanda neurologik fokal
Tanda asidosis metabolic
Tanda antikolinergik
Penyebab Struktural
Keluhan nyeri kepala sebelum terjadinya
AMS
Riwayat tumor otak
Trauma
Adanya tanda neurologik fokal
Trauma kepala
mls/KgBB
dengan
Disposition/penempatan
1 MRS-kan seluruh pasien AMS. Masukkan pasien yang diintubasi
atau dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil ke dalam
ICU.
Caveats
Manajemen penting pada perdarahan GIT yaitu dapat :
1. Identifikasi adanya syok dan resusitasi.
2. Identifikasi penyebab potensial perdarahan dan usahakan mengembalikan
keadaan yang terjadi (misalnya dengan pemberian antikoagulasi).
3. Identifikasi keadaan fisiologis lain yang terjadi akibat syok (iskemik jantung, renal
compromised atau anemia simptomatik yang membutuhkan transfuse darah).
1
Selalu waspada terhadap terjadinya aneurisme aorta yang
manifestasinya mirip dengan perdarahan GIT.
2
Selalu lakukan pemeriksaan rectum untuk menentukan apakah frank
melena terjadi atau adanya perdarahan local pada area anal kanal/perianal.
3
Melena yang terjadi akibat terapi dengan Fe akan berwarna hijau/hitam.
4
Penyebab umum perdarahjan GIT antara lain:
1. Ulkus peptikum
2. erosi gastric
3. varises GIT bagian atas
4. hemoroid pada GIT bagian bawah
5. malignansi
Manajemen
Perawatan suportif
1. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
1 pasien harus ditempatkan pada area critical care
2 pertahankan airway. Pertimbangkan intubasi jika hematemesis terjadi
berlebihan dan pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya
sendiri, misalnya pada keadaan depresi mental akibat CVA.
3 Berikan O2 aliran tinggi untuk mempertahankan SpO 2 >94%.
4 Monitoring EKG, tanda vital tiap 5 menit, pule oksimetri.
Catatan : Peran dari Omeprazole (proton Pump Inhibitor). Bukti terbaru menyebutkan
bahwa ada beberapa keuntungan dalam menurunkan perdfarahan yang terjadi dalam
jangka pendek (meningkatkan pH lambung, memungkinkan terjadinya kondisi yang
mendukung terbentuknya clot) namun, penelitian yang lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efek mortalitas dan morbiditasnya. Berikan omeprazole 40 mg secara iv.
Caveats
1 Riwayat anamnesa yang teliti sangatlah penting untuk assessment perdarahan
vaginal yang abnormal. Harus meliputi riwayat menstruasi yang lengkap
(termasuk HPHT), riwayat medis dan obat-obatan, riwayat obstetric dan riwayat
seksual (termasuk penggunaan kontrasepsi pengatur kelahiran). Adanya gejala
nyeri, lokasinya, durasinya, onset dan tingkat keparahan juga harus diperiksa.
2 Kehamilan harus dieksklusi pada pasien usia subur.
3 Juga penting untuk mengeksklusi perdarahan yang terjadi diluar vagina,
misalnya perdarahan saluran kemih atau dari usus besar.
4 Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab perdarahan per vaginam abnormal
yang bersifat emergency
5 Lihat tabel 2 untuk mengetahui penyebab penting lain yang mengancam
nyawa namun tidak segera/immediate
Tabel 1 : Penyebab Perdarahan Pervaginal Abnormal yang Bersifat Emergency
Kehamilan Ektopik
Abortus inkomplit (mungkin juga septic) dan abortus inevitabel
Plasenta previa
Abruptio plasenta
Perdarahan post partum (1-5 merupakan komplikasi kehamilan)
Trauma vagina
Menorrhagi pada pasien yang tidak hamil
Perdarahan dari tumor pada traktus genitalis bagian bawah (misalnya
carcinoma cervix atau endometrial)
Tips khusus Untuk Dokter Umum
1 Kehamilan harus dapat dieksklusi pada pasien yang berusia subur.
2 Rujuk semua pasien dengan perdarahan pada kehamilan pada ED.
Sebuah pengecualian yaitu pada pasien dengan abortus iminen namun
tidak ada nyeri, serta dimana viabilitas fetal dapat diperiksa/diketahui.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tabel
1. Terkait Kehamilan
Abortus imminen (Threatened miscarriage)
Missed abortion
Gestational trophoblastic disease (jarang terjadi)
Show (dapat terjadi pada kehamilan normal sebelum persalinan)
Lochia (timbul normalnya setelah persalinan)
2. Tidak terkait Kehamilan
Perdarahan pada gadis pre-pubertas
Perdarahan vaginal irregular
Perdarahan vaginal yang memanjang (prolonged)
Perdarahan post coital
Perdarahan intermenstrual
Perdarahan post menopause
Manajemen
1 Pastikan stabilitas tanda vital. Infus intra vena untuk menggantikan volume
yang hilang harus segera dilakukan jika pasien tidak stabil. Bahan specimen
untuk pemeriksaan FBC, GXM dan kehamilan harus didapatkan.
2 Jika terdapat perdarahan yang berat, berikan suplementasi oksigen,
monitoring pulse oksimetri, dan blood pressure.
3 Jumlah perdarahan dapat diperkirakan dari riwayat anamnesa serta
memeriksa kain/pakaian yang digunakan.
4 Resusitasi umum harus dilakukan sementara menunggu pemeriksaan dari para spesialis.
5 Pasien dengan perdarahan pada awal kehamilan harus diperiksa dengan
USG untuk mengetahui viabilitas fetal dan lokalisasinya. Namun, apabila ada
tanda-tanda perdarahan intrabadomen (misalnya rupture kehamilan ektopik),
diindikasikan untuk melakukan resusitasi diikuti dengan pembedahan segera.
Lihat BAB kehamilan ektopik untuk lebih detailnya.
6 Pada pasien yang hamil dimana uterusnya teraba melalui abdomen, Doptone
dapat dilakukan untuk mengetahui viabilitas fetal.
7 Pasien dengan perdarahan antepartum harus dirujuk segera pada kamar bersalin.
Pemeriksaan koagulasi harus dilakukan. Namun kadangkala sulit untuk membedakan show
dengan perdarahan antepartum. Jika meragukan pasien harus dikirim ke kamar bersalin.
Perdarahan Pervaginam
Abnormal
10
Hamil
Tidak Hamil
Hemodinamik
tidak stabil
Hemodinamik
stabil
Hemodinamik
tidak stabil
Resusitasi
Rujuk ke OBG
Resusitasi
Rujuk ke OBG
Butuh pelvic
scan
Hemodinamik stabil
1. Hb<8mg%
2.Perdarahan terus
berlangsung
setelah pemberian
progesterone im
Rujuk ke OBG
untuk MRS
Gambar 1. Rencana Manajemen Pada perdarahan
Per Vaginam Abnormal
KRS dengan :
Kontrol pada poli spesialis
OBG dalam 2 hari
Norethisterone 5 mg 2 x/hari
10mg 3x/hari
Suplemen zat besi dan folat
jika anemis
4. PENGLIHATAN KABUR
MENDADAK
11
1- Keluhan subyektive mungkinberarti sesuatu, dari penglihatan kabur pada
salah satu lapang pandang pada satu sisi mata, sampai buta total.
2- Aturan mayor dari dokter EM adalah mengenalihilangnya penglihatan dan
penyebabnya. Sudah diketahui bahwa sejumlah pilihan terapi di ED terbatas.
12
3. kesulitan visualisasi dari retina : mungkin disebabkan oleh katarak,
darah dalam vitreus atau ablasio retina.
4. reaksi pupil : chek respon terhadap cahaya dan akomodasi
5. chek marcus gunn pupil indikasi defeck pada afferent atau chiasma
seperti disfungsi retina atau saraf optik
ophthalmoscopy; jarang diperlukan dilatasi pupil dg midriatikum.
Kontraindikasi pada glaucoma sudut tertutup atau perlu monitor untuk
perubahan pupil pada pasien trauma kepala.
1. check defeck retinal; catat posisi
2. check oklusi arteri atau vena retina central, ablasio retina, hipertensi
atau diabetes retinopathy, papilloedema atau papillitis
check lapang penglihatan dan extraoculer movement
pemeriksaan (tambahan)
1- slit lamp examination: chek flare dan cells, posterior keratitis precipitates,
dan/atau hipema anterior
2- tonometri dilakukan setelah local anestes, untuk mengukur tekanan
intraokuler, tekanan abnormal bila lebih dari 20 mmHg.
3- Disposisi; kosultasi segera bag mata jika terdapat penurunan
penglihatanatau indeks tinggi dugaan kehilangan penglihatan.
5. Breathlessness, Akut
Caveats
13
1 Ketika menghadapi pasien yang menderita henti nafas yang akut, selalu pertimbangkan
penyebab yang dapat diatasi segera (dalam beberapa detik atau menit).
1. Obstruksi jalan nafas atas akut : dengan maneuver Heimlich atau Magills forceps
2. Tension pneumothorax akut : thoracostomy dengan jarum, diikuti dengan
insersi chest tube.
3. Gagal nafas akut : intubasi endotrakeal.
1
Penyebab umum henti nafas tertera pada tabel 1
2
Ingat bahwa hiperventilasi psikogenik merupakan diagnosa eksklusi.
3
Secara umum, sangatlah bermanfaat untuk membagi penyebab
henti nafas yaitu pasien tanpa kelainan paru (istilah hiperventilasi) atau
pasien dengan kelainan paru.
4
Ingat bahwa tidak semua pasien wheezing menderita asma atau cold.
5
Pertimbangkan diagnosis dari kondisi lain seperti asma kardiak,
anafilaksis, dan aspirasi.
6
Lihat tanda dan gejala gagal jantung, misalnya orthopnoea, edema
pedis dan peningkatan tekanan vena jugularis, untuk membedakan asma
kardiak dengan asma respiratori.
7
Tidak semua pasien takipneu dengan krepitasi menyeluruh disebabkan
oleh edema pulmonary. Mungkin pasien mengalami pneumonia atau bronkiektasis.
14
Demam
Anafilaksis
Hyperventilation syndrome
Manajemen
1 Gunakan pendekatan ABC dan resusitasi secepatnya: kebanyakan pasien dispneu
akan membutuhkan evaluasi pada area intermediate atau area high acuity.
BAB
6
15
ANAK DENGAN KELUHAN NYERI PERUT
1 Durasi rasa sakit sangat menentukan, karena diagnosis sakit perut pada
tindakan bedah lebih jarang terjadi pada sakit perut yang kronis
2 Adanya panas menunjukkan adanya proses infeksi atau peritonitis
3 Pada anak usia kurang dari 5tahun, penyebab rasa sakitnya adalah organik
4 Kemungkinan terjadinya sakit perut karena sebab fungsional pada anak yang
lebih besar
5 Pengetahuan mengenai usia anak sangat penting, pendekatan diagnosis juga
tergantung usia anak
6 Bila ditemukan adanya muntah bilus atau muntah menetap yang disertai
dengan keluhan sakit perut harus diwaspadai adanya obstruksi mekanik
sampai dibuktikan tidak.
Tips Khusus untuk Dokter Umum
1
Pemeriksaan fisik sangat penting untuk dilakukan
mengingat anamnesa pada anak mungkin tidak jelas dan lebih
dari sepertiga pasien anak memberikan gambaran penyakit
yang tidak atipikal
2
Pemeriksaan palapasi dilakukan terakhir kali
2 Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan daerah genital dan
melakukan pemeriksaan colok dubur
Neonatus
Gastroenteritis
hebat
Sepsis
Hernia inkarserata
Malrotasi/volvulus
Stenosis pilorus
Hirschprung
Trauma
Trauma
Intususepsi
Overdosis
Sepsis
Ketoasidosis
Diabetik
Megakolon
Trauma
Appendiksitis
Kehamilan ektopik
Tukak lambung
Pankreatitis
Ketoasidosis
Diabetik
Diseksi
aorta/aneurisma
Megakolon
MANAJEMEN
1 Hampir seluruh pasien anak dengan keluhan nyeri abdomen dapat
ditempatkan diruangan rawat jalan
2 Lakukan pemeriksaan ABC dan pindahkan ke ruangan intermediate atau
ruangan critical untuk mendapatkan oksigen, monitor tanda vital dan
oksimetri, berikan infus cairan kristaloid melalui vena perifer.
16
ANAMNESA
1 Hasil anamnesa keseluruhan mungkin tidak menunjukkan hal yang spesifik
2 Karakter dari rasa nyeri penting untuk membedakan proses yang sedang terjadi
Onset
1 Onset yang mendadak menunjukkan kemungkinan terjadi perforasi,
intususepsi, torsio atau kehamilan ektopik.
2 Nyeri yang onsetnya perlahan atau tersembunyi terjadi pada appendiksitis,
pankreatitis dan cholesistitis.
3 Nyeri kolik khas pada iritasi organ berongga atau obstruksi.
4 Nyeri kronis yang hebat lebih berhubungan dengan inflamatory bowel disease.
Lokasi nyeri pada saat onset
1 Nyeri daerah periumbilikal menunjukkan adanya proses patologi pada
usus keci atau diproksimal kolon.
2 Nyeri epigastrium menunjukkan proses di proksimal traktus
gastrointestinal termasuk pankreas.
3 Nyeri di daerah hipogastrik berhubungan dengan penyakit dikolon distalis,
patologi proses dipelvis, termasuk hernia inkarserata.
4 Nyeri yang menjalar ke bahu menunjukkan adanya iritasi pada diafragma.
Gejala lain yang menyertai
1 Muntah yang mengawali atau menyertai rasa nyeri menunjukkan adanya
intususepsi, gastroenteritis atau kolik ureter.
2 Muntah yang terjadi setelah onset nyeri lebih mengarah pada iritasi
peritoneum seperti pada appendiksitis, obstruksi usus atau cholesistitis.
3 Muntah bilus selalu mengindikasikan adanya obstruksi mekanik
4 Diare menunjukkan adanya gastroenteritis namun dapat juga terjadi pada
kasus-kasus bedah.
5 Panas dan muntah tidak khas pada anak, dapat terjadi pada nyeri
abdomen baik yang disebabkan oleh kondisi ekstra abdomen maupun
intraabdomen, seperti pada infeksi virus.
Riwayat penyakit dahulu
1 Penting dan harus digaris bawahi bahwa anamnesa pada anak mungkin
tidak jelas dan lebih dari sepertiga pasien anak memberikan gambaran
penyakit yang atipikal. Diperlukan kesabaran untuk melakukan observasi saat
orang tua menceritakan perjalan penyakit anaknya.
2 Hal yang perlu diperhatikan
1. Tingkat aktivitas
2. Interaksi dengan orang tua
3. Rasa tidak nyaman
1
Penampakan Secara umum
1. Berguling-guling, berputar kedepan dan belakang atau keluhan rasa sakit
yang hilang-timbul.
2. Anak tampak sakit berat dan letargi menunjukkan kondisi dehidrasi atau sepsis
3. Anak gerakan minimal atau berbaring dengan lutut ditekuk menunjukkan
adanya iritasi peritoneum.
17
Pemeriksaan tanda vital yang lengkap harus selalu diulang dan dicatat
Lakukan pemeriksaan perut setelah pemeriksaan fisik lainnya lengkap
1. Inspeksi : apakah perut tampak cekung atau distensi? cari adanya luka
bekas operasi, defek pada dinding perut dan gambaran peristaltik usus.
2. Auskultasi : lakukan pada empat kuadaran perut :
1. Suara usus yang hipoaktif menunjukkan adanya peritonitis atau
obstruksi usus (ileus).
2. Suara usus yang hiperaktif menunjukkan adanya gastroenteritis atau awal
dari obstruksi usus (mekanik).
3.Perkusi : hindari daerah yang paling nyeri, sebagai alternatif lakukan
goyangan pada posisi duduk untuk mengetahui adanya iritasi peritoneum.
4.Palpasi : merupakan pemeriksaan yang paling informatif namun harus
dilakukan terakhir kali karena akan merangsang rasa nyeri. Tehnik distraksi
atau melakukan palpasi dengan tangan anak sendiri mungkin akan berguna.
1. Tahanan dan nyeri menunjukkan adanya iritasi peritoneum
2. Adanya kekakuan menunjukkan perforasi
3. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan daerah genital dan
melakukan pemeriksaan colok dubur
INVESTIGASI
Investigasi sangat penting pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas,
pada anamnesa yang menunjukkan kemungkinan penyebab dari kasus bedah
dan adanya gejala iritasi peritoneum.
1.
Pemeriksaan darah lengkap : sangat berguna untuk mengetahui
adanya proses infeksi atau adanya kehilangan darah. Perhatikan adanya
peningkatan sel darah putih dapat terjadi pada setiap kondisi
intraabdomen atau panas badan, interpretasi mungkin sulit.
2.
Ureum/elektrolit/creatinin dan kadar gula darah : sangat berguna
pada pasien yang membutuhkan cairan resusitasi intravena seperti pada
obstruksi usus, peritonitis atau gastroenteritis.
3.
Pemeriksaan lainnya : pemeriksaan fungsi hati dan amilase dapat
dilakukan bila ada indikasi secara klinis.
4.
Urinalisis : indikasi untuk dilakukan pada pasien dengan nyeri perut
semua usia, bila ada pyuria, hematuria dan ketonuria glikosuria.
5.
Pemeriksaan kehamilan melalui urin : diindikasikan pada remaja
putri dengan kemungkinan kehamilan berdasarkan siklus menstruasi dan
riwayat kehidupan seksualnya.
6.
Pemeriksaan foto rontgen abdomen : memberikan hasil yang
penting bila dilakukan pada :
1.
Riwayat pembedahan perut
2.
Tertelan benda asing
3.
Suara usus yang tidak normal
4.
Tanda-tanda iritasi peritoneum
Gambaran yang mungkin tampak adalah :
1.
Batas air udara
2.
Penurunan udara didalam usus
3.
Sentinel loops
4.
Fekalit
5.
Udara bebas
18
6.
Benda asing
7.
Masa
8.
Konstipasi
7.
Pemeriksaan USG perut : merupakan metode yang sensitif untuk
mendeteksi proses patologi didalam perut, termasuk intususepsi,
appendiksistis, stenosis pilorus, adanya masa dan abses. Sangat berguna
pada wanita dewasa dengan keluhan nyeri perut bagian bawah untuk
membedakan appendiksitis dengan kelainan pelvis yang lain.
Tabel 2. PENYEBAB NYERI PERUT YANG PALING SERING
Neonatus
Bayi (<2tahun)
Anak (2-10tahun)
Dewasa
Kasus non-bedah
Kolik
Gastroenteritis
Gastroenteritis
Gastroenteritis
Alergi susu
Sindroma virus
Konstipasi
Sindroma virus
Gastroenteritis
Konstipasi
Sakit fungsional
Sakit fungsional
Refluks
Infeksi
traktus Sindroma virus
Pneumonia
gastroesophageal urinarius
Sepsis
Infeksi
traktus
urinarius
Pneumonia
Kasus bedah
Volvulus/malrotasi Intususepsi
Appendiksitis
Appendiksitis
Hernia inkarserata Hernia inkarserata Trauma
Trauma
Stenosis pilorus
Trauma
Divertikulum
Kehamilan ektopik
Meckel
Kelainan usus
Divertikulum
Intususepsi
Torsio testis
Meckel
Hirschsprung
Appendiksistis
Tumor
Tumor
Perforasi usus
Tumor (Wilms)
Trauma
Tabel 3. KONDISI DILUAR PERUT YANG MENYEBABKAN NYERI PERUT
Inflamasi
Toksikologi
Penyakit virus
Keracunan logam berat
Pharingitis streptokokus
Termakan alkohol, aspirin, insektisisda
Purpura Henoch-Schonlein
Sepsis
Sumber diluar abdomen
Demam rematik akut
Pneumonia
Penyakit kolagen-vaskuler
Pyelonephritis
Urolitiasis
Metabolik/hematologi
Torsio testis
Ketoasidosis diabetik
Epididimitis
Leukemia
Migrain abdomen
Krisis sickle sel
Miokarditis dan perikarditis
Nyeri abdomen fungsional
DISPOSISI
Semua anak dengan kemungkinan kasus bedah memerlukan konsultasi
19
20
Pemeriksaan
Catatan:
1. gagal jantung, seperti bronchitis, dengan wheezing; suara jantung mungkin
sulit didengar.
2. retraksi kepala mungkin dengan tanda iritasi meningen, lihat tanda
peningkatan tekanan intrakranial pada anak yang gelisah, sesak atau apneu.
3. gagal to thrive mungkin dengan refluks gastroesofageal, fistula
trakeoesofageal, kistik fibrosis, atau imunokompromised.
1 Tanda terpenting untuk menilai status mental: indicator awal hipoksemia atau
hiperkarbia. Waspada iritabilitas, gelisah, ketidakmampuan mengenal orang
tua dan tidak ada respon social.
2 Lihat sianosi sentral, transfer ke critical care area dan beri 100% oksigen
dengan masker.
3 Tanda distress pernafasan: sianosis, retraksi kepala, penggunaan otot
pernafasan asesorius, trakeal tug, retraksi, grunting atau nafas cuping hidung,
stridor. Transfer ke critical care dan beri 100% oksigen dengan masker.
4 Hitung frekuensi pernafasan
5 Tanda penyakit saluran napas atas atau bawah?
1. Obstruksi saluran napas atas : ngorok dan stridor
2. Grunting menunjukkan patologis pada alveoli perlu PEEP untuk membersihkan
alveoli seperti pada konsolidasi dari pneumonia, atau edema paru, atau sepsis
21
1 Observasi dada untuk tanda ekspansi yang tidak sama; palpasi posisi trakea;
emfisema subcutan; resonansi vokal paling baik dievaluasi dengan meminta
anak mengulang nama karakter kartun kesukaannya.
2 Lengkapi pemeriksaan system THT.
Penatalaksanaan
1 Pertimbangan rontgen dada
1. diagnosis klinis harus ditegakkan sebelumnya
2. pada bayi sesak dimana sulit dimana sulit menilai pemeriksaan paru sebaik jantung.
3. tidak semua pasien asma memerlukan roentgen dada tapi berguna untuk
menyingkirkan aspirasi benda asing, pneumonia dan atelektasis
4. diindikasikan pada wheezing yang pertama kali disertai trias klinis panas,
batuk dan sesak
5. mungkin berbahaya mengirim anak untuk rontgen dada dari pada roentgen
dilakukan di critical care area, misalnya pada croup dan epiglotitis.
2 Anak dengan sesak napas berat
1. penatalaksanaan di critical care area
2. evaluasi dan dukungan jalan napas
3. berikan oksigen 100% dengan masker
4. monitoring: ECG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
5. pemeriksaan dada dengan teliti
6. roentgen dada sesuai keperluan
7. nebulisasi salbutamol untuk anak dengan wheezing
dosis: 0,5 ml : 1,5 ml saline untuk < 1 tahun
1 ml : 3 ml saline untuk > 1 tahun, dapat diulang tiap
menit
lakukan konsultasi pediatrik dan transfer ke pediatric ICU.
8. heparin plug pada vena perifer: buat analisa gas darah vena yang
berguna untuk menilai pH dan pCO2
2 Anak sesak sedang
1. Penatalaksanaan di intermediate care area
2. Monitoring: pulse oksimetri
3. Berikan Oksigen jika SpO2 < 96%
4. Pada asma :
1. PEFR dilakukan pada anak yang dapat melakukan dengan adekuat
( umumnya usia 6-7 tahun keatas )
2. Nebulisasi salbutamol sesuai kebutuhan tiap 20 menit.
3. Berikan prednison oral 1 2 mg/kg sejak awal pulang dari UGD
Disposisi
1 Masuk Rumah Sakit
1. Anak dengan intubasi, diikuti dengan konsultasi pediatrik
2. tidak ada perbaikan setelah terapi
3. SpO2 pada udara ruangan < 96 %
4. Orang tua / pengasuh tidak kompeten mengikuti instruksi
2 Rawat Jalan
1. Anak yang berespon terhadap terapi
2. Orang tua/ pengasuh kompeten mengikuti instruksi.
22
23
Apakah anak dalam keadaan sakit?
1- Kondisi perut
1. Intususepsi akut: tidak berhenti menangis, muntah dan menolak diberi
makan. Catatan: lakukan pemeriksaan dubur untuk melihat adanya
darah atau faeces yang lembek dan kemerahan
2. Volvulus: perut yang tegang
3. Obstruksi hernia inguinalis ( bayi laki dan perempuan ): ingat untuk
melihat lipat paha dan meraba testis untuk mengetahui torsio testis.
4. Kolik ureter, kolik bilier atau UTI akut: adanya lekosit, darah atau
nitrit pada pemeriksaan urin dipstik
2- Kondisi kepala, mata, THT
1. Otitis media akut: hati-hati pada membran timpani yang kelihatan normal
pada bayi yang menangis.
2. Periksa
oropharing
untuk luka
bakar, herpangina
atau
gingivostomatitis dengan ulkus dimulut.
3. Periksa adanya abrasi kornea
4. Periksa kepala untuk melihat fontanel yang menonjol ( untuk anak < 15
sampai 18 bulan )
3- Kondisi ekstremitas
1. Lilitan : kaki, jari-jari atau bahkan penis dapat strangulasi karena
sarung tang-an, selimut atau rambut siibu.
2. Cedera tulang panjang: pikirkan cedera yang bukan karena kecelakaan.
3. Osteomielitis: periksa tanda-tanda sakit, bengkak, kemerahan pada
ekstremi-tas.
Disposisi
Rawat anak ke rumah sakit: Keadaan ini harus diwaspadai sejak terlihat tandatanda pengasuh sering tertidur karena terlalu lelah akibat tidak dapat mengatasi
bayi yang tak henti-hentinya menangis. Keadaan ini memungkinkan pengasuh
tertidur. Keadaan ini juga dapat mengetahui lebih lanjut faktor penyebabnya,
sebagai contoh kemungkinan cedera yang bukan karena kecelakaan.
24
25
1. Viral contoh rotavirus: gejala ISPA diikuti dengan muntah yang tidak
kekuningan, kemudian diare cair dan banyak
2. Infasif Salmonela, Shigela, Campilobakter jejuni atau E. Coli kotoran yang
mukuid bercampur darah, panas tinggi, tenesmus, nampak sakit.
3. Toddler`s diare: sering dimulai setelah menderita akut GE tetapi anak nampak
sehat tanpa demam, penurunan berat badan ataupun tenesmus; orang tua
prihatin dengan buang air lunak dan berulang, buang air seperti bubur dengan
sayuran yang tidak tercerna
1 Jangan memberikan resep Lomotil atau Imodium pada anak di bawah 6 tahun
sebab obat ini dapat menyebabkan ileus paralitik
2 Ajarkan pada orangtua bahwa walaupun dengan pengobatan, beberapa diare
diperhatikan: tujuan dari pengobatan adalah menghindari dehidrasi
Khusus untuk dokter umum
1 Ingat untuk memperhatikan riwayat dan pemeriksaan untuk dehidrasi
PERTANYAAN YANG DIAJUKAN PADA ORANG TUA ATAUPUN ORANG YANG
MERAWAT
1 Bagaimana kebiasaan buang air yang terakhir? Contoh: konstipasi
2 Apakah makanan yang diberikan pada anak ini? Contoh: berserat, jus
yang mengandung sorbitol
3 Apakah akhir 2 ini anak ini mendapatkan pencahar, antasid ataupun antibiotik?
PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN
1 Periksa dehidrasi secara cepat
1. Apakah diaper kering atau basah? Jika kering tanyakan kapan anak itu
kencing terakhir; tanpa urin lebih dari 8 jam adalah gejala dari dehidrasi
2. Hati-hati pada anak yang menangis tanpa air mata
2 Fokus pada pemeriksaan dehidrasi (tabel 1)
1. Lihat mata yang cowong, mulut kering, perfusi perifer yang jelek, turgor
kulit yang menurun
2. jika penderita dehidrasi berat, bahaya syok hipovolemik; mulailah berikan
resusitasi intravena sebelum dirawat
26
1 Takikardia dapat menjadi indikasi hiperpireksia atau adanya metabolik asidosis.
2 Kondisi H.E.E.N.T:
1. periksa telinga untuk otitis media akut
2. Periksa dasar paru untuk melihat pneumonia basiler
3. lihat tenggorokan untuk adanya tanda pharyngitis ataupun tonsilitis; tidak
adanya semua kelainan ini membuat diagnosa lebih tepat
3 Periksa perut untuk:
1. Nyeri perut (apendisitis ataupun peritonitis)
2. Hepatomegali ( sepsis)
3. Massa (obstruksi intestinal atau ileus paralitik)
4 Lakukan pemeriksaan colok dubur ( dapat merasakan adanya massa feses
yang keras): adanya darah seharusnya sudah nampak di popoknya
PENANGANAN:
1 Kultur feses tidak mendapat tempat di gawat darurat
2 Pemeriksaan urine untuk ketonuria: berguna, terutama pada anak gemuk
yang susah untuk melihat tanda dehidrasi
3 Urinalisis untuk melihat nitrit/ leukosit: dugaan infeksi saluran kencing
4 X-ray : BOF jika didapatkan distensi abdomen atau adanya diare dalam darah
5 Lakukan pemeriksaan gula darah perifer jika didapatkan penurunan kesadaran
6 Rehidrasi pada anak dengan dehidrasi berat (dehidrasi 10%): kirim ke
Pediatri untuk resusitasi cairan
1. Lakukan pemasangan infus
2. Berikan infus kristaloid (normal salin atau cairan Hartman) 20 ml/ kg BB
dalam 20-30 menit
3. Laboratorium: Darah lengkap, ureum/elektrolit/kreatinin, glukostik
4. Konsul pediatri dan kirim penderita ke ICU anak
DISPOSISI
1. Masuk RS untuk terapi intra vena
1 Neonatus atau infant yang masih muda dengan diare yang profus
2 Anak dengan tanda dehidrasi sedang dan berat dan yang menolak cairan oral
27
1 Anak dengan diare kronik yang patologis dengan gagal tumbuh, atau
tanda kolitis dan kemungkinan defisiensi elektrolit dan cairan
2. Pulangkan penderita yang tidak kelihatan toksik dan yang tidak ditemukan
adanya keton dalam urin
1. Rehidrasi dengan cairan rehidrasi (Oralit) contoh Servidrat atau sereal nasi
2. Lanjutkan susu ibu jika mungkin
3. Jika durasi diare lebih dari 24 jam, anak dapat deberikan susu
bebas laktosa, contoh O-Lac atau susu formula kedelai atau
HNMilupa 25 dalam 48-72 jam
4. Perbolehkan anak makan makanan padat sesegera ditoleransi dan
napsu makan kembali; kebanyakan makanan padat diterima
5. Produk kaolin tidak membantu; Smecta malahan akan berkurang,
tetapi tidak dieliminasi keseluruhan, jumlah dari kotoran 30-40%
6. Toddler`s diare: hindari produk sorbitol dan laktosa, dan kurangi
makanan yang mengandung serat dalam satu minggu
28
1
2
3
4
5
6
dehidrasi
kejang tiba-tiba
serius
catatan: infeksi bacterial yang serius meliputi: meningitis, pneumonia, sepsis,
osteomielitis, UTI, Salmonella enteritis, Listeria, E. coli, infeksi
streptokokus/staphilokokus. Gejala yang timbul: iritabilitas, penurunan aktifitas,
tangisan lemah, nafsu makan berkurang (malas menyusu), diare dan muntah,
distensi abdomen, respiratory distress, hipotermia/hipertermia, perfusi perifer lemah.
29
Tabel 1 Resiko Infeksi Bakterial yang serius menurut umur
< 1 bulan
1-2 bulan
> 3 bulan
12 %
6%
21 X resiko
Durasi
berbahaya atau bisa dikatakan bahwa hal tersebut dapat diterapi dengan antipiretik.
30
Kecuali pada anak dengan kejang dan anak dengan ketidak normalan
jantung, paru dan fungsi serebral.
Red Flags
1. bayi usia muda
2. tanda tidak spesifik : tidak batuk, ingusan, diare dll
3. tanda bahaya:
panas yang berkepanjangan
kelihatan labih parah dari seharusnya
pucat, memar, penurunan berat badan, iritabilitas, letargi,
tangisan lemah, tidak mau menyusu, hipotermia, perfusi lemah
panas biasanya >
40C Anak dengan rewsiko rewndah:
Gejala klinis:
1. kelihatan baik
2. riwayat kesehatan sebelumnya: lahir cukup bulan, tidak mendapat terapi
antibiotik, tidak ada riwayat MRS, tidak mempunyai penyakit kronis
Antipiretik
1. Parasetamol
1J
dosis: 10-15 mg/kg 4-6 jam oral/rectal
2J
dosis maksimum perhari: 65 mg/kg/hari
3J
onset 30 mnt, durasi 3-6 jam
4J
meningkatkan aktifitas dan kesadaran tapi tidak
memperbaiki nafsu makan
5J
efek samping jarang
catatan: hati-hati penggunaan antipiretik penyakit liver atau ikterus
2. Ibuprofen (Brufen )
1
merupakan satu-satunya NSAID yang diperbolehkan
sebagai antipiretik di USA dan UK
2
dosis: 5-10 mg/kg/hari
3
onset lebih cepat, lebih poten, labih lama daripada paracetamol
4
efek samping ringan
31
3.
Diklofenak (Voltaren )
Sebebenarnya tidak diindikasikan sebagai antipiretik, tetapi berguna
pada keadaan myalgia yang biasanya menyertai fever
tambahan untuk fever
menyeka dengan air hangat-hangat kuku (suhu air 27C-34C). berguna jika suhu
> 41C atau 40C dengan discomfort, dapat dimulai setelah pemberian antipiretik
2
3
4
Disposisi
1x
umur < 3 bulan: perlakukan seperti penanganan sepsis
2x
umur 3-36 bulan;
1. fokus clear cut: tangani seperti
BAB 11..
32
BAB 12
ANAK MUNTAH
Penting :
1 Anak muntah tidak semuanya karena gangguan gastrointestinal hati-hati
dengan meningitis, peningkatan tekanan intrakranial, otitis media, akut asma,
pneumonia bagian bawah atau infeksi saluran pernafasan atas.
2 Pada bayi muntah banyak disebabkan karena kelebihan makanan atau refluk
ringan yang terjadi setelah pengobatan atau pembedahan dapat diabaikan.
Hati-hati
jika
muntah
karena
sepsis,
gangguan
metabolisma,
akaut
33
2. Apa obat yang diberikan dan berapa dokter yang dikonsuli
Obat yang bermacam-macam bisa menyebabkab iritasi dan muntah
seperti antibiotik macrocida, teofilin oral, NSAID oral dan preknisolon.
3. Kapan BAB dan BAK terakhir
Jika tidak ada kencing lebih dari 8 jam berarti gejala dehidrasi,
4. Apakah ada riwayat trauma kepala.
5. Apakah ada riwayat keluarga yang sakit dengan gejala sama
Rotavirus GE bisa menyebabkan URTI, diikuti muntah dan diare yang terus
menerus sehingga sangat berbahaya untuk anak-anak kurang dari 3 tahun.
Pemeriksaan Fisik
1. Cek status hidrasi
1-
2-
Lihat
cowong
tidaknya
mata,
mulut
kering,
penurunan
34
5. Colok dukur untuk mengecek apakah ada darah atau berak kecoklatan
untuk intususcepsi.
6. Riwayat trauma kepala :
1-
2-
Respon pupil
3-
Fundus
4-
Penatalaksanaan
1. Cek keton urine : pada anak yang gemuk sangat sulit dilihat tanda dehidrasi.
2. Cek nitrit urine/lekosit : jika curiga infeksi ssaluran kencing atas.
3. Foto sinar X :
1.
Dada pada anak yang muntah dengan gejala nafas atau nyeri
abdominal/ketegangan epigastrium.
2.
3.
Pasang infus.
2.
3.
4.
Disposisi
1. Konsul
a. Anak dengan muntah /diare memperlihatkan anoreksia dan dehidrasi
dimana tidak mempan dengan antiemetik/ antispasmodik/sudah terjadi
kegagalan pengobatan awal.
b. Anak dengan tanda ketegangan epigastrik dengan dehidrasi ringan
tetapi anak kurang bisa minum air dan oralit.
35
3.
2.
Orang tua memberi air atau oralit dalam jumlah kecil tapi sering
kira-kira 6 8 jam .
3.
4.
36
1 Pasien yang berkunjung ke area endemis dapat terkena diare traveller, terapi empiris
yang disarankan yaitu fluoroquinolone (ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin 400 mg
atau ofloxacin 300 mg) dua kali sehari selama 3 hari + loperamide saat diare.
2 Pada pasien anak jangan lupa memfokuskan riwayat hidrasi dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Terapi simtomatis
1 Lihat tabel 1 untuk terapi simtomatis diare dan muntah
2 Terapi rehidrasi
1. Rehidrasi Intravena (IV)
1. Indikasi: muntah berat; dehidrasi berat; penurunan status mental dan ileus.
2. Harus dipertimbangkan pada pasien dengan dehidrasi ringan yang
tidak dapat mentoleransi cairan secara oral. Keluhan simtomatis
akan membaik setelah hidrasi IV 1 1,51 cairan Hartman selama 2
4 jam. Pada anak, lihat pemberian cairan pada pediatrik.
3. Penilaian klinis dalam terapi: selain tanda klinis, adanya ketonuria
pada urine dapat dipakai sebagai indikator dehidrasi.
2. Rehidrasi Oral
1. Rehidrasi oral sama efektifnya dengan IV pada pasien yang dapat
mentoleransi secara oral.
2. Pemberian dalam jumlah kecil secara berulang.
3. Prinsip: air dan sodium memasuki sel intestinal melalui linking (coupling)
satu molekul organik, glukosa. Cairan oral harus mengandung glukosa
37
1 Durasi diare traveler (E. Coli, Shigella) dapat diperpendek sebagian dengan
ciprofloxacin atau bactrim.
2 Indikasi: diare invasif ditandai demam dan diare berdarah dapat diduga diare bakterial.
3 Pilihan:
1. Ciprofloxacin merupakan obat pilihan secara empiris. Dosis: 500 mg sehari 2
kali. Durasi: 3 hari (dosis tunggal dapat digunakan efektif). Kontraindikasi
pada pediatri (<18 tahun). Berikan bactrim sebagai alternatif.
2. Metronidazole (Flagyl)
Dosis: 800 mg sehari 3 kali. Durasi 5 hari. Indikasi pada dugaan infeksi
protozoa (giardiasis atau amoebiasis).
Indikasi perawatan:
1 Diare invasif memerlukan pemeriksaan feses
2 Tidak mampu menerima cairan oral
3 Memastikan diagnosis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.
4 Penatalaksanaan komplikasi: dehidrasi berat, abnormalitas elektrolit.
Tabel 1: Obat untuk terapi simtomatis diare dan muntah
Obat
Pemberia
Dosis
Perhatian
n
Anti emetik
Maxolon
IM
10 mg
Untuk menyembuhkan mual
(Metoclopramide) Tab
10 mg per 8 jam
dan muntah
Stemetil
IM
(Prochlorperazine) Tab
12,5 mg
5-10 mg per 8 jam
Phenergan
(Promethazine)
IM
IM/PO
Anti diare
Lomotil
(diphenoxylate)
25 mg (dewasa)
0,25-1,0 mg/kg (> 2
th)
PO
2 tablet 3 x sehari
Imodium
PO
(Loperamide)
Activated charcoal PO
Bismuth
subsalicylate
2 mg 3 x sehari
1-2 tablet 3x sehari/
prn
PO
Dewasa
38
PO
Antispasmodik/
motilitas
Buscopan
(hyoscine Nbutylbromide)
IM
PO
Caveats
1 Demam dapat disebabkan oleh banyak penyebab yang bervariasi mulai dari sakit
ringan, akibat infeksi virus yang bersifat self limiting hingga septisemia sistemik.
2 Sangatlah penting untuk mengidentifikasi dan menangani pasien
febrisdengan penyebab infeksi, terutama pasien anak dan lansia, dimana
demam dapat merupakan gejala satu-satunya dari severe sepsis.
3 Terapi pasien febris yang tidak stabil dengan sepsis berat meliputi maintenance
oksigenasi yang adekuat serta perfusi organ, mendapatkan specimen untuk
kultur serta mulai pemberian terapi antibiotik sesuai data empiris.
4 Pertimbangkan kemungkinan meningococcaemia pada pasien febris dengan
purpuric rash.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Penting untuk mengidentifikasi febrile septic patiens dengan atau tanpa
lokasi sumber sepsis yang jelas kemudian rujuk pada RS secepatnya.
2 Antibiotik tidak diberikan sembarangan pada kasus non specific viral fever
atau infeksi saluran nafas bagian atas
3 Berikan penisilin 4 mega unit iv pada seluruh pasien dengan suspek
meningococcemia sebelum merujuk pasien ke RS dengan ambulan.
4 Manifestasi klinik pada pasien geriatric bisaanya tidak spesifik, misalnya
adanya kelemahan umum, kebingungan dan letargi. Demam ditemukan
pada 50% kasus sepsis pada lansia.
Pemeriksaa
n
39
1 Anamnesa melputi berat dan lamanya demam, tanda dan gejala local, penyakit
lain yang menyertai, riwayat melakukan perjalanan, riwayat imunisasi, riwayat
kontak, riwayat pengobatan, alergi, penyalahgunaan obat atau alkohol.
Catatan : jika terdapat riwayat perjalanan maka daerah tujuan sangat penting untuk
diketahui karena ada penyekit tertentu terkait dengan daerah tertentu, misalnya di
Thailand, malaria falsiparum sudah resisten terhadap berbagai obat-obatan.
40
Penatalaksanaan
1 Jika pasien dalam keadaan syok septic, lihat bab Sepsis/septic shock
2 Terapi simtomatis dengan antipiretik, seperti paracetamol 1g tiap 6 jam
atau pemberian NSAID seperti diklofenac (Voltaren) atau ibuprofen.
Catatan : Diklofenak (Voltaren), meskipun secara umum dapat digunakan
sebagai antipiretik, namun tidak diindikasikan untuk mengatasi gejala demam
yang timbul secara tunggal.
1 Antibiotik empiris (Ceftriaxone 1 g iv) harus diberikan pada pasien sepsis
setelah memperoleh specimen untuk pemeriksaan kultur darah.
2 Pada pasien dengan sepsis neutropeni, Ceftazidime 1 g dengan 1-1,5mg/kgBB
Gentamycin harus diberikan pada pasien. Lihat bab Oncology Emergencies
41
15
..
42
16. Haemoptysis
Definisi
1 Haemoptysis didefinisikan sebagai pengeluaran/batuk darah atau sputum
yang mengandung darah yang berasal dari bagian bawah vocal cord atau
yang telah teraspirasi ke dalam tracheobronchial tree.
2 Haemoptysis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan : darah kurang dari 5 ml dalam 24 jam.
2. Massif : 50 ml pada setiap kali usaha pengeluaran/batuk atau lebih dari 600ml
darah dalam 24 jam. Ini terjadi pada 5% dari seluruh kasus Haemoptysis.
Caveats
1
Haemoptysis dapat dikaburkan dengan hematemesis (tabel 1).
2
Pemeriksaan fisik digunakan untuk menentukan keparahan
Haemoptysis namun tidak dapat menetukan lokasi perdarahannya.
3
Pencarian deep vein thrombosis pada ekstremitas bawah
diindikasikan untuk mengetahui adanya pulmonary embolism sebagai salah
satu penyebab Haemoptysis. (tabel 2)
4
Haemoptysis massif dapat mengancam nyawa karena ancaman asfiksia,
daripada exsanguination. Sedikitnya 150ml darah dapat menyebabkan sufokasi.
5
Perdarahan yang sampai berakibat pada distress respiratori dan
perubahan pertukaran gas akan mengancam nyawa, tidak bergantung pada
jumlah darah yang dikeluarkan.
6
Penyebab umum Haemoptysis ringan adalah URTI.
Tabel 1 : Poin Pembeda Haemoptysis dengan Hematemesis
Poin Pembeda
Haemoptysis
Adanya Riwayat
Batuk
Warna sputum
Merah terang
pH
Alkalis
Karakter
Berbusa
Hematemesis
Gejala GIT
Merah tua
Asidik
Halus tidak berbusa
43
44
3
Seluruh
pasien
dengan
riwayat
kecemasan/worrisome
membutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan CT scan kepala, dan jika
negative dapat dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan adanya SAH.
Tips Khusus bagi Dokter Umum :
1Jangan mendiagnosa migren jika episode pertama sakit kepala
hebat terjadi di atas usia 50 th.
2Jangan memberikan opioid parenteral pada pasien dengan sakit
kepala karena efek mengantuk yang dihasilkan akan memberikan
kesulitan dalam penilaian status neurologik.
Manifestasi yang penting/esensial sebagai Fokus Pemeriksaan Fisik
1 Tanda Vital (terutama temperature tubuh dan tekanan darah)
2 Fundi
3 Pupil, lapang pandang, wajah dan ekstremitas untuk mencari kelaianan neurologik.
4 Gait (cara berjalan)
Manajemen
1 Pasien dengan tanda vital dan tingkat kesadaran yang abnormal harus
ditangani pada area critical care.
2 Pasien dengan tanda vital normal dapat ditangani pada area intermediate.
45
Monitoring EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
Pasang jalur intra vena perifer pada keep open rate.
Lihat bab Manajemen Nyeri untuk mengurangi gejala sakit kepala yang ada.
Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, GXM 2 unit, ESR (jika
mencurigai adanya arteritis temporalis).
5 EKG, CXR.
1
2
3
4
46
18. Hiperventilasi
Caveats
1 Walaupun sering terjadi dan bersifat benign, serangan hiperventilasi
(HA)/serangan panic merupakan diagnosis eksklusi yang dapat dicapai secara
principal pada anamnesa dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan yang ekstensif.
2 Episode typical terkait dengan kejadian pencetus yang bersifat stressful
dengan riwayat kekambuhan yang serupa.
3 Gejala umum lain yang terkait meliputi kekakuan dan atau kram pada tangan
dan kaki, tingling/perasaan geli pada daerah perioral, kepeningan yang nonspesifik, kesesakan pada dada, sensasi sufokasi dan perasaan nyaris sinkope.
4 Jangan mendiagnosa pasien dengan HA jika hasil SpO 2 pada udara ruangan
dibawah 97%.
5 Tabel 1 menunjukkan Diagnosa banding dari Hiperventilasi
Tabel 1 Diagnosa Banding Hiperventilasi
Asma berat (dengan silent Chest)
1. Sistem Respirasi
Pulmonary embolism
Tension pneumothorax
Primary pulmonary hypertension
Kardiak tamponade
2. Sistem Kardiovaskular
KAD
3. Penyebab metabolik
Gagal ginjal kronik
Asidosis laktat dari sepsis berat atau syok
dengan berbagai penyebab
Keracunan terutama oleh salisilat
Central Neurogenic hyperventilation
4. Sistem Neurologik
5. Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen dengan berbagai penyebab
disertai dengan splinting diafragma
6. Hyperventilation attack/panic attack
47
1 Monitoring : sebagian besar kasus hanya membutuhkan monitoring pulse oksimetri.
Catatan : Pasien dengan HA yang sebenarnya akan memiliki hasil SpO 2 yang normal.
2 Lab :
1. Harus dilakukan : pemeriksaan GDA untuk mengeksklusi keadaan hiperglikemi
2. Pilihan : BGA akan menunjukkan alkalosis respiratori pada HA.
Alternatifnya, tes ini dapat menunjukkan adanya asidosis metabolic.
1
CXR : untuk menginvestigasi adanya pneumotoraks, pneumonia,
atau emboli paru.
2
EKG (terutama >40 tahun) untuk mengetahui kemungkinan emboli
pulmonal, perikarditis atau iskemia.
3
Terapi obat (pada pasien yang tidak merespon pada usaha
istirahat dan reassurance) :
1. Valium (diazepam) dosis 5 mg po
2. Dormicum (midazolam) dosis 2,5 mg iv (jarang diperlukan)
Penempatan : sebagian besar kasus dapat KRS. Jika keadaan ini sangat mengganggu
pasien, maka rujuk ke bagian psikiatrik untuk rawat jalan. Pada beberapa pasien akan
bermanfaat apabila diberikan resep alprazolam (Xanax) 1-2 dosis per oral.
48
Kehamilan
Hepatobilier
Vena / Limfatik
Infeksi
Penyebab Ortopedik
Gagal jantung
Lihat Gagal Jantung
Gagal ginjal akut / kronik
dengan kelebihan cairan
Lihat Kedaruratan Ginjal
Sindroma nefrotik / nefritik
Pre-eklamsia
Lihat Eklamsia
Gagal hati
Lihat Ensefalopati Hepatik
Deep vein thrombosis (DVT)
Vena varikosum
Lymphedema
Limfangitis
Selulitis
Trauma
Sindroma Kompartemen
Arthritis / gout
Kista Baker yang pecah
Tumor: tulang atau
jaringan lunak
Unilateral /
Bilateral
Bilateral
Bilateral
Bilateral
Bilateral
Unilateral
Unilateral /
bilateral
Unilateral /
bilateral
Unilateral
Unilateral
49
SINDROMA KOMPARTEMEN
50
1 Penyebab ortopedik menmiliki riwayat yang jelas dan pemeriksaan fisik yang baik
umumnya dapat memastikan diagnosis. Adalah penting untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen, yang merupakan kegawatan ortopedi, pada semua
kasus cedar akibat trauma pada tungkai bawah.
Gambaran Klinis
Nyeri hebat pada tungkai, nyeri timbul pada regangan pasif otot, pucat,
parestesia, tidak terabanya denyut nadi dan paralysis merupakan enam tanda
klasik iskemia otot.
Adanya nyeri pada luas gerak otot pasif merupakan tanda yang paling awal.
Tanda lainnya termasuk pemanjangan pengisian balik kapiler serta terganggunya
diskriminasi 2-titik.
Palpasi pada otot yang terkena sindroma kompartemen akan terasa tegangan
dan menimbulkan nyeri tekan.
Penyebab Tersering
1 Tungkai bawah: fraktur tibia atau fibula
2 Tungkai atas: fraktur suprakondiler humeri
3 Luka bakar elektrik tegangan tinggi yang melibatkan otot
Komplikasi
1 Mioglobinuria berat, gagal ginjal, hiperkalemia dan kematian.
2 Kontraktur iskemik Volkmanns dan hilangnya fungsi tungkai.
TATA LAKSANA UMUM
1 Pastikan tanda vital dalam keadaan stabil dan tidak terdapat gangguan
koroner akut yang menyebabkan pembengkakan tungkai bawah. Pasien tidak
stabil harus ditangani pada area pelayanan kritis.
2 Pemeriksaan laboratorium:
1.
Wajib
1.
Tes carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria
2.
EKG untuk mengetahui cedera miokard
3.
Foto thoraks mendeteksi keadaan gagal jantung / kelebihan cairan.
2. Pilihan: bila tidak ditemukan penyebab yang jelas setelah dilakukan
pemeriksaan diatas atau bila terdapat kecurigaan diagnosis yang spesifik,
periksa:
1.
Uji fungsi hati (untuk menyingkirkan hipoalbuminemia)
2.
Ureum, elektrolit dan kreatinin (jika dicurigai gagal ginjal)
3.
Enzim jantung / troponin T (jika dicurigai masalah jantung)
4.
Jika mencurigai DVT, periksa D-dimer, INR (untuk memandu
terapi), pemindaian color-flow duplex (abaikan peluang pra pengujian) dan
golongan darah & uji silang.
Catatan: Nilai D-dimer normal pada pasien tanpa faktor resiko trombosis membuat
peluang diagnosis DVT proksimal sangat kecil. DL tidak berguna karena hitung
leukosit tidak mampu membedakan antara DVT dan selulitis, serta tidak sensitive
maupun spesifik terhadap kedua kondisi tersebut.
e. Kultur dan uji sensitivitas darah untuk menemukan penyebab infeksi
sebelum memulai pemberian antibiotika
1 Untuk sindroma kompartemen: panggil ahli bedah ORtopedi segera uintuk fasiotomi.
51
Catatan: Jika peningkatan tekanan tidak mereda setelah sekitar 8 jam, akan muncul
cedera irreversibel pada otot dan saraf yang terjepit.
1 Terapi pembengkakan tungkai bawah tergantung pada penyebab primer dan
hal ini didiskusikan pada bab yang sesuai.
2 Disposisi: rawat inap kasus dengan penyebab sebagai berikut:
1.
Penyebab jantung
2.
Gagal ginjal
3.
DVT (walaupun sejumlah alur kritis saat ini menekankan tata laksana
rawat jalan bila memungkinkan)
4.
Kehamilan dengan pre-eklamsia
5.
Infeksi
6.
Gagal hati
7.
Sindroma kompartemen
8.
Kecurigaan tumor tulang
7 penyebab pertama harus mulai diterapi di UGD. Rujuk pasien dengan
penyebab lain ke klinik rawat jalan yang sesuai untuk pemeriksaan lebih lanjut.
52
53
tidak akan merubah manajemen/penatalaksanaan (misalnya operasi), serta
dapat memperburuk spillage isi usus besar ke dalam kavum peritoneum.
Manajemen
Pada Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil
1 Pasien harus ditangani pada area critical care
2 Pertahankan airway dan beri oksigen aliran tinggi
3 Monitoring : EKG, tanda-tanda vital tiap 5 menit, pulse oksimetri
4 Pasang 2 jalur iv perifer (14-16G); berikan fluid challenge sebanyak 1 L
kristaloid (jika tidak ada kecurigaan IMA). Lakukan pemeriksaan ulangan.
5 Lab :
1o Wajib: GDA; GXM 2-4 unit; FBC; urea/elektrolit/kreatinin; serum
amylase; tes urin kehamilan (kalau relevan); kultur urin dan
darah (kalau ada kecurigaan sepsis).
2o Pilihan: urinalisis, enzim kardiak, tes fungsi hati, profil koagulasi.
2 Antibiotik iv pada kasus sepsis; misalnya Ceftriaxon 1g dan metronidazol 500
mg. tergantung pada kebijakan tempat praktek, antibiotik lain untuk mengatasi
organisme gram negative dan positif dapat digunakan.
1o Catatan : aminoglikosida harus dihindari pada pasien yang memiliki
resiko atau kelaianan pada ginjal.
3 X-rays : CXR, KUB
4 EKG untuk mengidentifikasi IMA atau sebagai persiapan operasi pada
beberapa kelompok usia.
5 Pasang kateter urin.
6 Usahakan pasien tetap nil by mouth/NBM (puasa)
7 Konsultasi segera dengan :
1o Bagian bedah umum
2o Bagian OBG untuk kasus yang dicurigai kehamilan ektopik.
3o Bagian TKV untuk suspek aneurisma aorta abdominalis
4o Bagian medical atau Kardiologi untuk kasus suspek pneumonia basiler
atau infark miokard.
Pada Pasien dengan Keadaan hemodinamik yang Stabil
1 Pasien dapat ditangani pada area intermediate
2 Usahakan pasien tetap NBM (puasa) sampai penempatan pasien dapat diputuskan.
54
1 Pertimbangkan pemasangan jalur intravena.
2 Pemeriksaan lab harus berdasarkan kecurigaan klinis berdasarkan jenis nyeri
abdomen pada tiap pasien.
3 Pertimbangkan KUB (kidney, ureter, bladder X ray), CXR, EKG
4 Evaluasi adanya tanda akut abdomen dengan pemeriksaan berulang abdomen.
Diagnosa banding Nyeri RHC (Right Hypochondrial)
Jika Pasien Febris
1 Pertimbangkan :
1.
Kolesistitis
2.
Kolangitis
3.
Abses hati
4.
Abses susdiafragmatika
5.
Hepatitis
6.
Pielonefritis
7.
Pneumonia basilar lobus kanan
8.
Divertikulitis
2
Evaluasi adanya akut abdomen
3
Pasang jalur intra vena
4
Berikan cairan kristaloid pada tetesan maintenance
5
Lab : FBC; urea/elektrolit/kreatinin, serum amylase, urinalisis, liver panel
dan marker hepatitis (bersifat optional); kultur darah dan urin jika pasien sepsis.
6
7
8
9
55
Pertimbangkan AAA jika pasien berusia lebih dari 50 th, atau aortic
dissection pada pasien dengan factor resiko (lihat bab Aortic dissection).
Catatan : secara klasik, AAA terjadi dengan gejla nyeri pada bagian central
abdomen yang menembus ke punggung. Namun apabila aneurisma
melibatkan renal pedicle, maka nyeri tersebut dapat menyerupai kolik ureter.
2.
KRS untuk control kembali pada klinik urologi jika pasien telah
bebas nyeri dan tetap afebris pada ED. Sarankan untuk kembali jika:
1.
Terjadi demam
2.
Timbul gross hematuri
3.
Penurunan output dari urin
Diagnosa Banding Nyeri Abdomen Bagian Bawah
juga dapat sekalian memeriksa servik dan adneksa, tidak perlu stress untuk
melakukan pemeriksaan vagina.
Lab :
1. Wajib : pemeriksaan HCG urin untuk mengetahui kehamilan pada wanita
usia subur.
2. Optional : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, tes urin dipstick
Diagnosa Banding Nyeri Epigastrial
Pertimbangkan kedua penyebab abdominal dan ekstraabdominal. Suspek
AAA pada pasien > 50th terutama bila nyeri menjalar pada punggung bagian
bawah atau pada salah satu area flank :
1. Penyebab intraabdominal lain meliputi :
56
57
Angina stabil
Angina prinzmetal
Pericarditis/myocarditis
Pneumothorax simple
Pneumothorax dengan pleurisy
Refluks esofagitis
Spasme esofageal (bisaanya menjadi diagnosa eksklusi karena
gejalanya sangat mirip dengan nyeri dada iskemik)
Gastritis/ penyakit ulkus peptikum
Biliary disease
Abses subphrenic/inflamasi
58
2 Pada Multicentre Chest Pain Study (MCPS), perasaan chest discomfort yang
serupa seperti serangan awal MI atau lebih buruk dari angina yang sering
dirasakan pasien merupakan factor resiko independen terkuat untuk MI dan
kecenderungan untuk menderita Acute Coronary Ischaemia.
3 Pada MCPS, faktor resiko tinggi untuk menderita IMA dan iskemik antara lain :
1. Waktu sejak onset nyeri 4 jam
2. Episode terpanjang nyeri 30 menit
3. Nyeri digambarkan sebagai perasaan tertekan
4. Penjalaran nyeri pada lengan kiri, bahu, leher atau dagu
5. Riwayat angina atau MI
6. terdapat perubahan EKG pada ED yang menunjukkan iskemik atau infark
2
Prediktor tunggal terbaik dari ACS adalah diketahuinya riwayat
IMA atau adanya CAD. Resiko kejadian pada arteri koronaria adalah 5 kali
lebih tinggi pada pasien dengan CAD.
3
Menurut Framingham study (Faktor resiko misal usia, jenis kelamin
pria, merokok, hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, riwayat keluarga) telah
menunjukkan bahwa factor tersebut bisa menjadi prediktor bagi terjadinya
CAD dalam periode 14 tahun pada setting rawat jalan, namun penelitian ini
tidak pernah mengidentifikasi pasien nyeri dada di bagian ED manakah yang
menderita iskemik kardiak akut. Sehingga tidak ada satupun factor resiko
spesifik tunggal yang dapat menjadi prediktor bagi terjadinya IMA atau iskemik
koronari akut. Dengan demikian, profil factor resiko tidak dapat distratifikasi
juga tidak dapat digunakan untuk memprediksi IHD pada ED.
59
Pikirkan tentang aortic dissection pada pasien dengan nyeri dada yang
dicurigai IMA namun diikuti juga dengan gejala neurologik.
Manajemen
1 Pastikan tanda-tanda vital stabil. Jika tidak stabil, pasien
mengalami distress atau diaforesis, bawa pasien untuk
resusitasi pada area immediate secepatnya. Rawat pasien
dengan ACS secepatnya.
2 Berikan olsigen, pasang pulse oksimetri, monitoring
continuous EKG, monitoring tekanan darah.
3 Periksa segera EKG 12 lead. Peran EKG dalam kasus nyeri
dada adalah termasuk criteria diagnosa IMA, iskemik dan PE.
4 Jika EKG normal atau mencurigakan namun belum
menunjukkan ACS, lakukan pemeriksaan EKG serial dengan
interval yang dekat.
5 Pasang iv plug dan lakukan pemeriksaan darah untuk enzim
kardiak serta biomarker lainnya, misalnya mioglobin dan
troponin T.
Ingat : Jangan sampai membuat kesalahan dengan mengeksklusi nyeri
dada iskemik hanya dengan melihat hasil troponin T atau enzim kardiak
lain yang normal pada saat berada pada ED. Lihat tabel 3 untuk
interpretasi bermacam-macam marker kardiak.
1
2
60
1. MRS-kan ACS dengan perubahan EKG atau nyeri yang terus menerus
ke dalam CCU.
2. MRS-kan unstabel angina tanpa ada perubahan EKG, atau jika nyeri
telah hilang pada bangsal umum kardiologi.
3. MRS-kan pasien dengan diagnosa sindrom nyeri dada tidak khas
(atypical chest pain syndrome) dengan factor resiko CAD pada bangsal
umum kardiologi, kecuali ED memiliki Chest pain Observational Unit
untuk pengawasan yang berkelanjutan.
4. Stabel angina dapat di KRS-kan dengan memulai pengobatan (aspirin 300mg
kemudian cardiprin 100mg OM (occipitomental), isosorbide dinitrat 5-10mg
dibagi dalam 3 dosis, propanolol 20mg dibagi dalam 2 dosis) apabila tidak
ada kontraindikasi, kemudian rujuk pada poliklinik kardiologi untuk follow up.
(Kelompok pasien ini kemungkinan bukan merupakan pasien CAD apabila
datang pada ED dengan riwayat stabel angina. Disarankan untuk
memasukkan/merawat pasien nyeri dada dengan riwayat CAD ke dalam RS.)
Dapat
Peak level
Dideteksi
Kembali
normal
Mioglobin
1-2 jam
6-9 jam
24-36 jam
Creatinin
kinase
(CK)-MB
4-6 jam
Keuntungan
1.
Kerugi
1. Tidak Spesifik b
Kondisi lain yang
peningkatan mioglob
a. Penyakit skeletal d
b. Gagal ginjal
c. Injeksi intramuscu
d. Exercise yang berat
e. Post pembedahan
f. Pemakai etanol berat
Sehingga
mioglobi
digunakan secara tun
diikuti dengan pem
kardiak lainnya.
1. Gold standart serologis
1. Tidak spesifik untu
untuk IMA. Digunakan untuk 2. Dapat terjadi false
criteria diagnosa IMA
dengan gagal ginjal.
menurut WHO
Troponin T
4-6 jam
12-120
jam
10-14 hari
62
2.
Troponin I
4-6 jam
12-36jam
To : Time of presentation
7-9 hari
Bermanfaat
sebagai
dialysis, terutama pada pemeriksaan
indicator prognostic pada
troponin T generasi pertama.
angina unstabel. Pasien UA
dengan troponin T
+
memiliki prognosis yang
lebih buruk dari pada
pasien dengan troponin T
-.
3.
Merupakan indikator
prognostic
terbaik
dibanding troponin lainnya.
1.Marker jantung yang paling 1. Tidak tersedia secara luas
To 39 (10-78)
spesifik.
Ts 90-100
2.Tidak ada hasil false positif
pada pasien gagal ginjal.
3.Dapat digunakan sebagai
indicator prognostic pada
UA seperti halnya troponin
T.
Ts : Serial Biomarkers
To 93 (88-97)
Ts 83-96
63
4
Ada beberapa indikasi untuk foto polos lumbosakral pada ED :
1. Manifestasi klinis yang muncul mendukung adanya malignansi dengan
kemungkinan metastase pada tulang belakang bagian lumbal.
2. Ada riwayat trauma vertebrae yang bermakna.
3. Demam dan nyeri tekan yang terlokalisir yang menyokong adanya osteomielitis.
4. Ada deficit neurologist yang tidak dapat terjelaskan dan bersifat akut.
Terapi konservatif merupakan manajemen utama, meliputi relaksasi otot melalui
bed rest, terapi panas atau dingin, obat-obatan muscle-relaxing, serta analgesik
yang adekuat. 90% pasien akan berespon terhadap terapi tersebut.
Manajemen pasien bisaanya dilakukan dengan rawat jalan, dimana usulan MRS
dilakukan pada pasien dengan defisit neurologi atau nyeri yang terus menerus.
Catastrophic Illnesses
Dapat bermanifestasi sebagai LBP
1 Ruptur AAA (Abdominal Aortic Aneurysm) : bisaanya terjadi pada pasien pria usia
pertengahan atau usia tua dengan riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular,
yang muncul dengan LBP dan nyeri abdomen yang diikuti dengan pulsasi yang
cepat, sinkop, serta hipotensi borderline atau hipotensi yang nyata.
2 Ruptur Kehamilan Ektopik : seorang wanita berusia subur dengan factor resiko
terjadinya kehamilan ektopik, muncul dengan LBP onset akut, terkait dengan
perdarahan vagina, sinkop dan nyeri abdomen unilateral.
3 Cauda equina Syndrome : merupakan sebuah kasus lumbar disc disease yang jarang
terjadi namun memiliki komplikasi yang sangat serius. Pasien muncul umumnya dengan
gejala LBP, dengan penjalaran unilateral atau bilateral, anestesi perifer, kelemahan
motorik dari ekstremitas bawah, dan disfungsi sfingter (bisaanya retensi urin). Secara
klasik, intervensi bedah dalam 6 jam sejak onset gejala, dipertimbangkan sebagai
tindakan preventif esensial untuk mencegah defisit neurologik permanent.
4 Acute spinal cord compression : akibat proses ekspansi dari massa tumor, dapat muncul
sebagai LBP dengan deficit ekstremitas bawah, deficit bowel dan kandung kemih.
64
Manajemen
Pasien dengan Instabilitas Hemodinamik dan atau memiliki riwayat trauma yang Bermakna
1
2
3
4
5
6
7
8
9
65
66
67
68
69
100 %.
3. aplikasi dengaan memberikan balok es, sedasi dan analgesic
dapat diberikan meskipun ini kurang efektif.
4. terapi selanjutnya tergantung dari penyebab yang mendasari terjadinya priapismus.
5. bila datangnya urologist terlambat, dapat dilakukan aspirasi darah 50 ml pada
corpora cavernosa dengan menggunakan jarum 18G atau yang lebih besar.
Prosedur ini dapat diulang dan diikuti dengan irigasi dengan menggunakan cairan
saline hangat yang mengandung heparin . pada beberapa kasus diberikan injeksi
corporal dengan 200 ug phenylephrine. (dimonitor vital sign tiap 5 menit).
6. jika ini gagal maka tindakan drainase dengan pembedahan perlu dipertimbangkan.
Torn prenulum
1 umumnya terjadi selama masturbasi yang berlebihan.
2 Pada pemeriksaan, oozing didapatkan disekitar frenulum.
3 Management;
70
71
24. Palpitasi
Caveats
1 Denyut jantung yang abnormal hampir selalu disebabkan karena gangguan
pada ritme kardiak, atau disritmia dan apa yang dirasakan oleh pasien
merupakan perubahan sekunder pada output kardiak (ingat bahwa cardiac output
berkaitan langsung dengan stroke volume dan Heart rate).
2 Takidisritmia menyebabkan peningkatan heart rate dan pengurangan stroke
volume, sedangkan premature ventricular contractions (PVCs) menghasilkan
peningkatan stroke volume pada setiap denyut yang mengikuti PVC sebagai hasil
dari peningkatan filling time selama compensatory pause.
1. Jangan membuang waktu untuk mengidentifikasi sifat disritmia yang paling tepat,
namun prioritaskan untuk:Periksa status hemodinamik pasien
2. Putuskan apakah keadaan tersebut termasuk narrow atau wide complex
dysrhythmia (tabel 1)
1 Jika keadaan pasien tidak stabil dengan tanda-tanda serius seperti
1. Gagal jantung atau dispneu;
2. Syok;
3. AMS;
4. Nyeri dada, maka lakukan immediate synchronized electrical cardioversion
(untuk kedua tipe : narrow dan wide complex).
Bukti-bukti yang ada tidak mendukung penggunaan lignokain untuk
membedakan perfusi
Ventricular tachycardia (VT) dan Wide complex Tachycardia dengan asal yang
tidak diketahui pasti.
Bukti-bukti tidak mendukung penggunaan Adenosine untuk membedakan
perfusi VT dan Supraventrikular (SVT) dengan aberrant ventricular contraction
(SVT yang dikonduksi oleh 1 ventrikel saja akibat transient bundle branch block).
Amioda rone saat ini merupakan DOC pada manajemen takidisritmia stabil,
karena efek spectrum antidisritmia-nya yang luas serta lebih sedikit menimbulkan
efek inotropik negative dibandingkan dengan obat lainnya.
72
Supraventricular
SVT dengan aberrancy
Takikardi
(SVT) Atrial
Flutter (Gambar 6 dan tabel 2)
(Gambar 1)
dengan berbagai
variasi Block
Atrial Flutter dengan
Setiap narrow complex
konduksi 1:1
atau Multifocal atrial tachycardia dengan BBB,
2:1 (Gambar 2)
tachycardia
yang regular, atau WolffParkinson- White (WPW)
syndrome
Semua
complex
tachycardia dengan
BBB yang ireguler
atau WPW syndrome
(Gambar 7)
73
Manajemen
Lihat bab Cardiac Dysrhytmias/Resuscitation Algorithms untuk ringkasan penatalaksanaannya.
Terapi Suportif
1 Pasien harus ditangani pada area critical care, dimana monitoring EKG secara terusmenerus dapat dilakukan, dan tersedia peralatan resusitasi serta defibrillator.
2
3
4
5
74
Catatan : (1) heart rate yang cepat yaitu right bundle branch block yang khas (pola
160x/menit (2) regular dan wide QRS trifasik rSR pada V1). (3) tidak ada
complexes (0,12 detik) dengan konfigurasi gelombang p yang jelas terlihat.
75
76
20mg.
3. Amiodarone digunakan jika adenosine gagal dan terdapat tanda-tanda
gagal jantung kongestif.
Dosis : 150mg iv selama 10 menit; dapat diulang 1 kali.
4. Diltiazem (Calsium channel blocker) sama efektifnya dengan verapamil
dalam mengatasi narrow complex SVT. Keuntungan bila dibanding
verapamil adalah diltiazem lebih sedikit menyebabkan depresi miokard.
Dosis : 10-20mg iv selama 2 menit. Jika tidak efektif dapat diikuti 15 menit
kemudian dengan bolus yang kedua sebanyak 0,35 mg/kg iv. Jika
diperlukan, infus 5-15 mg/jam x 24 jam dapat diberikan.
5. Beta-blocker seperti esmolol dan propanolol juga efektif.
Esmolol memiliki T yang sangat singkat dan bersifat kardioselektif. Dosis :
0,5 mg/kg bolus selama 1 menit diikuti dengan infus 0,05 mg/kg/menit.
Loading dose dapat diulang dan tetesan infus dapat ditingkatkan sebanyak
0,05 mg/kg/menit tiap 5 menit prn sampai maksimal 0,2mg/kg/menit.
Propanolol merupakan DOC untuk SVT pada thyrotoxicosis karena ia
memblok sebagian proses pengubahan T3 dan T4. Perhatian : hindari
penggunaannya pada pasien COLD, CCF atau asma, dan pada pasien
yang telah diterapi dengan Calsium channel blockers. Dosis : 1 mg iv
selama 1 menit; dapat diulang tiap 5 menit sampai total 0,1-0,5mg/kg.
6. Digoxin : obat yang bersifat vagotonik. Kerugiannya adalah onset kerjanya lebih
lambat dibandingkan dengan obat yang tersebut diatas (dapat membutuhkan
beberapa jam). Dosis : 0,5mg iv bolus sebagai dosis awal, dengan dosis ulangan
0,25mg tiap 30-60 menit prn. Dosis total tidak boleh melebihi 0,02 mg/kg.
Tabel 2 : Keuntungan dan Kerugian
pemberian Adenosine dibanding Verapamil
77
Keuntungan
Kerugian
T yang pendek <10 detik
- Efek samping flushing, dispneu dan nyeri dada
Efek hipotensi dan depresi miokard - Rekurensi SVT sering terjadi (pada 50-60% pasien)
yang lebih rendah
- Interaksi obat cukup bermakna: antagonis dengan
teofilin dan kafein, potensiasi dengan
dipyridamole dan carbamazepine
Catatan : Adenosine bisaanya tidak mengubah
disritmia pada paroxysmal atrial tachycardia,
atrial flutter atau atrial fibrillation, namun akan
mengurangi ventricular rate karena penurunan
konduksi atrioventricular.
78
Catatan : Direct Cardioversion aman dan efektif (90% conversion rate) pada
konversi AF menjadi sinus rhythm.
Hospitalization : tidak harus dilakukan pada seluruh pasien AF, namun perlu dilakukan bila :
79
SVT
Bagaimanapun, riwayat (-)
tidak dapat menyingkirkan
diagnosa SVT
Mungkin ada
Tidak ada
Mungkin ada
Tidak ada
Bisaanya >140 ms
<140 ms
AV dissociation (<50% VT) (Gambar 3)
Fusion Beats (kombinasi sinus dan
takikardi QRS) (gambar 3)
Capture Beats (depolarisasi total dari
ventrikel oleh konduksi sebuah sinus
beat)
80
81
Riwayat/Anamnesa
1 Pasti OD atau OD yang masih belum jelas?
2 Apa, kapan, seberapa banyak, bagaimana, dimana, kenapa? Gejala akibat paparan?
3 Apa ada resiko bunuh diri? Jika ada, konsul bagian psikiatri.
4 Riwayat psikiatri dan penyakit dahulu (termasuk riwayat pengobatan).
5 Apa ada percobaan bunuh diri sebelumnya?
Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
Lihat tabel 1 untuk lebih detilnya
Bau
Bau yang jelas : bensin/bahan pemutih/insektisida
1 Bau lain dapat dilihat pada tabel 2
82
Tabel 1 : Diagnosa Banding Beberapa Tanda Vital Akibat Over Dosis Obat
Temperatur
HIPOTERMI (COOLS)
C Carbon monoxide
O Opioid
O Oral Hypoglycaemics, insulin
L Liquor
S Sedative hypnotics
Denyut Nadi/ritme
BRADIKARDI (Paced)
P Propanolol (beta blockers)
A Anticholinesterase drugs
C Clonidine, Calsium channel
E Etanol/alkohol
D DigoKSin
Tekanan Darah
HIPOTENSI (CRASH)
C
Clonidine
(atau
antihipertensi lain)
R Reserpin
A Antidepresan
S Sedatif hipnotik
H Heroin (opiates)
HIPERTERMI (NASA)
TAKIKARDI (FAST)
HIPERTENSI (CT SCAN)
N Neuroleptic malignant syndrome, F Free base (cocaine)
C Cocain
nicotine
A AntiKolinergik, antihistamin, amfetamin T Teofilin
A Antihistamin
S Simpatomimetik (kokain, PCP)
S Simpatomimetik
S Salisilat, simpatomimetik
T Teofilin
C Caffein
A Antikolinergik, antidepressan
A Antikolinergik, amfetamin
N Nikotin
DISRITMIA
Digoksin
Siklik antidepressant
Simpatomimetik
Fenotiazine
Khloral hidrat
Antikonvulsan
Respiratory
HIPOVENTILASI
Opioids
HIPERVENTILASI
Salisilat
CNS stimulant
Sianida
83
84
S Simpathomimetics
O Organofosfat
A ASA (Salisilat)
P PCP dan hipoglikemi
1 Kulit Kering : Antikolinergik
2 Blistering/Melepuh
1. Karbonmonoksida
2. Barbiturat
3. Poison ivy
4. Sulphur mustard
5. lewisite
1
Kulit
menjadi
Berwarna Merah : Antikolinergik
Sianida
Karbonmonoksida
Biru : Metamoglobinemia
2
Terdapat bekas tusuk jarum : opioid
Toxidromes
1
Opioid
1. Koma
2. Depresi respiratori
3. Pinpoint pupil
4. Hipotensi
5. Bradikardi
2
Kolinergik
(SLUDGE)
misalnya
organofosfat/karbamat S Salivasi
L Lakrimasi
U Urinasi (BAK)
D Defekasi
G Gastric emptying (pengosongan
lambung) E Emesis
1. Drowning in their own secretions (tenggelam dalam sekret mereka sendiri)
1. Bronchorrhoe
2. Spasme bronkus
3. Edema pulmonal
2. AMS
3. Kelemahan otot dan paralise
4. Bau bawang putih
Antikolinergik; misal antihistamin, siklik antidepressant, homatropin,
skopolamin
1. Hipertermi
2. Vasodilatasi kutan
3. Penurunan salivasi
4. Sikloplegia dan midriasis
5. Delirium dan halusinasi
6. Tanda-tanda lainnya
a. Takikardi
85
2. Retensi urin
3. Penurunan motilitas GIT/ hilangnya bising usus
Salisilat
1. Demam
2. Takipneu
3. Vomiting
4. Letargi (jarang terjadi koma)
5. Tinnitus
1
Simpatomimetik misal : kokain,
amfetamin 1. Hipertensi
2. Takikardi
3. Hiperpireksi
4. Midriasis
5. Ansietas atau delirium
2
Sedatif-hipnotik misal : barbiturate, benzodiazepine
1. Perubahan pupil yang tidak dapat diprediksi
86
C Carbonmonoxide, sianida
M Metanol, metamoglobin
A Alkoholic ketoacidosis U Uremia
T Toluene
D Diabetik ketoasidosis
P Paraldehide
I INH/Besi
L Laktic asidosis
E Etilen glikol
S Salisilat, solvent/pelarut
1
Serum Urea dan kreatinin : untuk mengidentifikasi adanya disfungsi ginjal
2
Pemeriksaan toksikologi terhadap kadar obat, bermanfaat pada :
1. Paracetamol
2. Salisilat
3. Kolinesterase
4. Besi
5. Litium
6. Teofilin
7. Karbonmonoksida
Foto X Ray
Dada
1. Agen yang toksik terhadap pulmo, contoh hidrokarbon/gas toksik/racun/paraquat
2. edema
pulmonal
non
kardiak,
contoh
:
opiate/fenobarbiton/salisilat/karbonmonoksida
87
Sensitivitas (%)
79
75
67
92
Spesivisitas (%)
94
85
95
76
Sensitivitas (%)
80
88
60
96
1 Flumazenil (Anexate)
Mekanisme Kerja : merupakan suatu Benzodiazepin (BZD) yang secara
structural terkait dengan midazolam. Flumazenil berkompetisi dengan
benzodiazepine lain pada reseptor omega I pada CNS.
Efek Klinis : Onset 1-2 menit dengan efek puncak dalam 35 menit. Durasi efek : 1-4 jam
Dosis kecil berkebalikan terhadap hypnosis, yaitu sedasi BZD
Dosis Besar berkebalikan terhadap efek antikonvulsan BZD.
Indikasi : Overdosis BZD dalam kondisi sedasi yang masih sadar akan
meningkatkan status pernafasan.
88
89
Digoksin
Ethchlorvynol
Glutethamide
Imipramide
Iodine
Ipekak
Isoniazide
Meprobamate
Mercuric Chloride
Metilsalisilat
Morfin
Nortryptilin
Paraquat
Fenobarbitone
Fenilpropanolamin
Fenitoin
Propoksifen
Quinidin
Quinine
Salisilat
Secobarbitone
90
Obstruksi bowel/ileus
Keadaan deplesi volume cairan
tubuh Bayi
Gagal ginjal sebagai kontraindikasi
magnesium yang mengandung katartik
Trauma abdomen
penggunaan
91
92
93
2 Selalu melakukan kemampuan melihat pada penderita dengan problem mata. Ini
adalah cara sederhana untuk melihat apakah fungsi dari organ penting ini terganggu.
3 Hati-hati kombinasi dari mata merah, muntah, nyeri kepala bagian frontal dan
gangguan penglihatan: ini khas pada glaukoma akut dan membutuhkan
perhatian segera sebagai kasus yang potensial mengancam penglihatan
5 Tetes mata atau salep yang mengandung steroid jangan diberikan tanpa konsultasi
Udem kornea
94
PENANGANAN:
Penderita di triage sebagai kasus intermediate atau kasus kritis jika ada
gangguan penglihatan, sperti glaukoma (mata merah, muntah, neri kepala
frontal dan kehilangan penglihatan). Mereka harus ditangani dalam ruangan
yang memiliki alat pemeriksaan mata yang baik di ruang gawat darurat
Pemeriksaan (Spesifik)
1 Periksa ketajaman penglihatan dengan atau tanpa lensa koreksi
1. Anestesi topikal dapat mengatasi reflek blepharospasme dan
memfasilitasi pemeriksaan.
2. Pelindung pinhole akan membetulkan kesalahan refraksi untuk membantu
melihat jika ini yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan
95
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1 Pemeriksaan Slit lamp,secara optimal, digunakan pada semua penderita.
Periksa untuk merah dan sel, presipitasi keratitis posterior, dan /atau
hipema pada ruang anterior, menunjukkan proses peradangan
Disposisi
1 Kirim untuk segera konsultasi Mata jika penderita menunjukkan
kelainan yang tertulis pada Tip khusus untuk dokter umum
2 Kebanyakan penderita dapat dipulangkan dengan pemeriksaan
lajutan di bagian mata dalam 24-48 jam
DOKUMENTASI:
Ketajaman penglihatan semua lapangan
96
2 Tuliskan
hasil
pemeriksaan
secara
lengkap,
walaupun
jika
3Tuliskan advis telepon yang diberikan oleh staf atau bagian mata
97
Caveats
1 Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab kejang yang sering terjadi
2 Riwayat yang didapat dari saksi sangat penting untuk diagnosa
3 Tanya riwayat medikasi bila pasien telah diketahui memiliki epilepsy
Tips khusus bagi Dokter Umum
1 Selalu pertimbangkan kemungkinan meningitis jika ada pasien
kejang dengan disertai demam.
2 Rujuk semua pasien dengan kejang pada ED
3 Lakukan pemeriksaan GDA untuk mengeksklusi hipoglikemi sebelum
merujuk pasien ke ED
Manajemen
Isolated Seizure pada sebuah keadaan Epileptik
1 Ambil darah untuk mengetahui kadar antikonvulsan
1. Jika rendah, berikan obat dengan dosis dua kali lipat
2. Jika pasien non-compliance, maka buat keadaan menjadi compliance.
3. Jika keadaan pasien telah compliance terhadap obat, maka tingkatkan
dosis jika dosis maksimum belum tercapai.
4. Jika dosis maksimum telah tercapai, maka konsul neurologist untuk
pemeberian antikonvulsan yang lain.
2 Penempatan : Observasi di ED selama 2-3 jam; KRS bila sudah tidak ada
kejang. Rujuk ke klinik neurology.
Tabel 1 : Penyebab Umum Kejang
Epilepsi idiopatik
Epilepsi Jaringan parut/scar (sekunder akibat stroke sebelumnya atau
trauma kepala) Meningitis atau ensefalitis
Tumor otak (primer atau sekunder)
Ketidakseimbangan elektrolit seperti hipoglikemi, hipokalemi,
hipomagnesemia Obat-obatan atau alcohol
Convulsive syncope karena disritmia jantung (ventricular fibrilasi/takikardi, torsades
de pointes) Kejang demam (pada anak kecil usia 6 bulan sampai 5 tahun)
98
Kejang pertama pada pasien yang tidak diketahui memiliki riwayat epilepsy
Catatan : kejang dengan tidak adanya pulsasi utama harus diasumsikan
disebabkan karena ventricular fibrilasi sampai terbukti bukan.
1 Dengan demam
1. Periksa GDA
2. Lab: FBC/urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium
3. penempatan :
1. meningitis
2. ensefalitis
3. abses serebral
4. Subarachnoid hemorrhage
99
Terapi obat
1. Benzodiazepin
Dosis : Untuk dewasa, IV valium 5 mg bolus pelan tidak melebihi 2 mg per
menit; dapat diulang tiap 5 menit (sampai total 20mg). untuk bayi dan anak, IV
valium 0,02mg/kg pelan, tidak melebihi 2mg/menit; dapat diulang tiap 5 menit
(sampai total 10 mg), valium per rectal 5mg suppositoria x 1 PR.
2. Fenitoin
Dosis : infus fenitoin iv 18mg/kgBB pelan-pelan, tidak melebihi 50mg/menit.
Namun Pemberiannya melalui infus tidak boleh melebihi 60 menit karena
presipitasi cenderung terjadi setelah waktu tersebut. Iv fenitoin diberikan tanpa
dilusi/pengenceran (membutuhkan monitoring EKG dan tekanan darah).
3. Barbiturat jangka panjang : fenobarbitone
Dosis : IV fenobarbitone 10 mg/kg bolus lambat dengan kecepatan
100mg/menit, diikuti dengan jika diperlukan, iv fenobarbitone 10 mg/kg
bolus lambat pada kecepatan 50 mg/menit.
4. Pertimbangkan intubasi rapid sequence : lihat bab Airway
Management/rapid sequence Intubation
1
100
Kardiogenik
Obstruktif
Penyebab
Perdarahan akibat trauma multiple
Perdarahan gastrointestinal
Luka bakar
Ruptur aneurisme aorta
Ruptur kehamilan ektopik
Kehilangan cairan akibat GE akut hebat atau pankreatitis akut
Infark Miokard akut
Disritmia
Tension pneumothorax
Tamponade jantung
101
Emboli paru
Septik
Neurogenik Trauma spinal
Anafilaksis
kardiak,
Neurogenik
Kulit
hangat,
Heart
rate
normal/lambat,
outpun
urin
rendah, hipotensi,
penurunan
tahanan periferal
Normal
Septik (keadaan
hiperdinamik)
Rigours, demam,
kulit
hangat,
takikardi, oliguri,
hipotensi,
penurunan
tahanan periferal
Hitung Netrofil,
pewarnaan Gram,
kultur
1 Syok merupakan suatu keadaan klinis. Pasien dengan tekanan darah normal
mungkin masih berada dalam keadaan syok. Hal ini terjadi pada pasien dengan
riwayat hipertensi. Namun, tidak semua pasien hipotensi mengalami syok.
2 Bahkan jika indicator syok menunjukkan hasil normal, syok selular, jaringan atau
organ mungkin masih terus berlangsung. Banyak literatur yang mendiskusikan
tentang pemeriksaan obyektif yang digunakan sebagai target resusitasinya.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum :
1 Semua pasien syok harus dirujuk ke RS secepatnya untuk evaluasi lebih lanjut
2 Hati-hati terhadap gejala yang meragukan pada pasien geriatric dan
pediatric, yang mungkin memiliki tanda yang tidak spesifik pada syok
septic. Diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam kasus seperti ini.
Manajemen
1 Semua pasien syok harus ditangani pada area critical care.
2 Pasien harus dilakukan pemantauan yang terus menerus terhadap jantung,
tekanan darah, pulse oksimetri. Periksa keberadaan ortostatik hipotensi.
3 Jalan nafas harus dijaga dan pemberian oksigen 100% dengan nonrebreather mask harus dilakukan. Pertimbangkan intubasi pada pasien yang
parah dengan oksigenasi dan ventilasi yang tidak adekuat.
4 Cari bukti adanya trauma tumpul atau tajam pada dada yang mengindikasikan
kemungkinan tension pneumothorax atau tamponade jantung.
1. lakukan dekompresi terhadap tension pneumothorax dengan insersi
102
2 Pemeriksaan EKG dan CXR juga harus dilakukan. Apakah terdapat nyeri dada
dan hentinafas yang mendukung adanya IMA atau emboli paru. Lihat bab
myocardial infection, acute, and pulmonary embolism.
3 Tempatkan nkateter urin dan periksa urin dipstick untuk mencari infeksi
saluran kemih atau lakukan tes kehamilan jika ada kecurigaan kehamilan
ektopik. Apakah terdapat nyeri abdomen pada wanita usia subur yang tidak
mendapatkan menstruasi terakhir? (catat HPHT-nya.pasang kateter wanita
yang dicurigai kuat mengalami kehamilan ektopik jika pasien mampu
memproduksi specimen urin untuk konfirmasi kehamilan. Lakukan konsul
bagian Ginekologi untuk kecurigaan kehamilan ektopik. Monitor output urin.
4 Pada pasien dengan suspek AAA, periksa pulsasi abdominal. Konsul segera TKV.
5 Apakah ada demam atau predisposisi lain untuk sepsis karena adanya efek
pemasangan kateter atau pada pasien immunocompromised akibat
kemoterapi pasien kanker? Lihat bab Oncology Emergencies.
103
1. Sepsis intra abdominal karena gall bladder disease atau peritonitis akibat
perforasi apendiks dan pneumonia bukan merupakan penyebab umum
dari syok septic. Pasien geriatric sama halnya dengan pasien berusia
muda dapat menunjukkan gejala yang non-spesifik dari syok septic.
2. Kultur darah (aerobic dan anaerobic) serta kultur urin harus dilakukan
pada pasien syok septic.
3. Antibiotik broad spectrum harus diberikan setelah darah diambil untuk
kultur. Lihat bab Sepsis/Septic shock.
2
Jika dicurigai syok neurogenik akibat trauma spinal cord yang
terkait dengan fraktur vertebral, konsultasikan dengan bagian ortopedik. Lihat
bab Spinal cord injury.
3
Jika ada riwayat gigitan atau sengatan atau allergen lain yang
potensial seperti obat dan makanan yang mengindikasikan syok anafilaktik,
Lihat bab Allergic reactions/anaphylaxis.
4
Setelah evaluasi yang tepat serta terapi awal, terapi suportif
dapat diberikan utnuk mempertahankan tekanan darah :
1. IV dopamine 5-10 g/kg/menit
2. IV dobutamine 5-10 g/kg/menit terutama pada syok kardiogenik.
3. IV norepinefrin 5-20g/menit, titrasi sampai timbul efek.
Penempatan
Semua pasien dengan syok harus dimasukkan pada HDW atau ke ICU
Jika ada keterlibatan trauma multiple, maka team trauma harus segera di
104
29. Stridor
Caveats
1 Jika jalan nafas pasien paten dan terjaga, jangan mengganggu atau
memanipulasi jalan nafas.
2 Usahakan pasien memperoleh posisi yang nyaman, contoh pada anak yang
ingin dipangkuan ibunya.
3 Jangan biarkan pasien meninggalkan ED, contoh untuk X ray.
Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan menstimulasi orofaring sebagai percobaan untuk membuat
diagnosa definitive.
2 Usahakan pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman, contoh
pada anak yang ingin dipangkuan ibunya.
3 Lakukan pemindahan pasien ke RS dengan ambulan daripada
dengan mobil pribadi.
Manajemen
Lihat Tabel 1 untuk membedakan Croup/ALTB dengan epiglotitis
Tabel 1 : Membedakan Croup/ALTB dari epiglotitis pada pasien pediatric
Croup/ALTB
Epiglotitis
Usia
3 - 5 tahun
2-7 tahun
Organisme
Bisaanya Virus: parainfluensa
Bakterial : H. influenzae
Onset
Hari
Jam
Prodomal
Ya
Tidak
Appearance
Non-toksik
Toksik
Demam
+/++
Batuk
Menggonggong
Tidak ada
Suara
Serak
Muffled (Diam)
Drooling
Tidak ada
Ya
Keparahan
Bervariasi
Bisaanya parah
X ray
Steeple sign
Thumb sign
105
Terapi suportif
1 Kasus moderat sampai parah/berat harus ditangani di area critical care. Hanya
kasus ringan yang dapat ditangani pada area intermediate acuity (tabel 2).
2 Lihat tabel 3 untuk mengetahui apa dan apa yang tidak pada penanganan
anak-anak dengan stridor.
3 Peralatan manajemen jalan nafas,termasuk krikotirotomi harus selalu tersedia.
4 Persiapkan team yang meliputi ahli anestesi dan bedah THT.
5 Obat-obatan resusitasi harus tersedia.
6 Berikan oksigen aliran tinggi untuk mempertahankan SpO2 >95%.
7 Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
8 Pasang jalur intravena.
9 Lab : bersifat optional
1. FBC, urea/elektrolit/kreatinin preoperative
2. BGA, COHb pada inhalasi asap
3. kultur darah pada suspek epiglotitis
X ray jaringan lunak leher dari arah lateral dan CXR jika waktu dan kondisi
pasien memungkinkan.
Terapi Obat
1 Pada Angioedema
1. Adrenalin : larutan 1 : 10.000 5g/kg (0,05 ml/kg) iv atau melalui ETT. Berikan
separuhnya sebagai bolus dan separuhnya dititrasi sesuai respon klinik, atau
2. Adrenaline : larutan 1 : 1000 10 g/kg (0,01 ml/kg) IM dalam, sampai
maksimum yaitu 0,3 ml pada anak-anak dan 0,5 ml pada dewasa.
3. Difenhidramin 2mg/kg IV pada bayi/anak-anak dan 12,5-25 mg IV pada dewasa.
4. Hidrokortison 5 mg/kg IV
1
Pada suspek epiglotitis : ceftriaxone (Rocephin) 2 g IV bagi dewasa,
atau 100 mg/kg IV pada anak-anak.
2
Pada Croup (ringan / moderat) : 5 ml NS sebagai uap nebulizer dingin tiap
15 menit.
3
Pada croup (severe/parah) : Adrenalin dibuat nebulizer sebanyak 5
ml dalam larutan 1:1000 di dalam 2,5 ml air steril.
4
Penempatan : Pada kasus yang moderat samapai severe, harus
dimasukkan ke dalam ICU atau OT untuk konsultasi. Croup yang menghilang dengan
nebulizer saline dapat di KRS-kan namun follow up dalam 24 jam harus diatur.
5
1.
2.
3.
4.
5.
106
107
Ringan sampai Retraksi ringan, warna normal, Terapi sebagai pasien rawat jalan
Moderat
sulit bernafas jika terganggu
hanya jika pasien membaik setelah
pemberian uap di ED, lebih tua dari 6
bulan dan keluarganya tidak bisa
diandalkan.
Moderat
Stridor ringan pada saat istirahat, Berikan adrenalin nebulizer
sianotik dan letargi
Severe / parah Sianotik dengan retraksi berat, Terapi dengan adrenalin nebulizer dan
stridor hebat saat istirahat.
MRS ke ICU
Tabel 3 : Apa yang Dilakukan dan Tidak boleh Dilakukan pada Anak Dengan Stridor
Yang Harus Dilakukan
Yang tidak Boleh Dilakukan
Perlakukan dengan lembut
Jangan melihat ke dalam tenggorokan
Biarkan anak pada posisi yang nyaman
Memaksa anak untuk berbaring
Berikan Oksigen yang lembab
Melakukan
venepuncture
sebelum
Bentuk tim airway : terdiri dari tim anestesi
pemeriksaan airway oleh ahli anestesi
dan ENT
Memaksa melakukan x-ray leher lateral
Atur bed pada ICU jika diperlukan
Angioedema / anafilaksis
1 Patensi dan proteksi jalan nafas merupakan prioritas in manajemen
2 Pemberian oksigen tidak ditujukan untuk meningktakan agitasi dan
mencetuskan henti nafas.
3 Pasang akses iv peripheral untuk fluid challenge dengan larutan kristaloid.
4 Terapi Obat : lihat Terapi utama pada bab Stridor
Inhalasi Asap
1 Injury ditangani awalnya dengan terapi oksigen yang lembab dan dingin
2 Jalan nafas buatan mungkin diperlukan karena secret yang dihasilkan akan berlebihan
3 Indikasi untuk Intubasi endotrakeal :
1. Hipokesmia yang tidak berespon terhadap supplemental oksigen
2. peningkatan PCO2
3. Obstruksi jalan nafas yang semakin memburuk
1
Cek BGA specimen (termasuk COHb). Lihat bab Poisoning,
Carbonmonoxide.
2
Lakukan EKG untuk mengeksklusi iskemik.
3
Lakukan CXR untuk mengeksklusi barotraumas.
108
30. Sinkope
Definisi
Sinkope merupakan keadaan yang mendadak, hilangnya kesadaran ringan karena
gangguan sirkulasi serebral transient karena berbagai sebab, bisaanya terjadi tanpa
adanya penyakit organic atau serebrovaskular.
Caveats
1 Banyak kemungkinan penyebab sinkope namun yang paling sering sesuai
dengan evidence yang telah dipublikasikan antara lain:
1. Kardiak (4-25%)
2. Vasodepresor vasovagal (8-37%)
3. Hipotensi ortostatic (4-10%)
4. Sinkope Micturition (1-2%)
5. Hipoglikemi (2%)
6. Etiologi Tidak diketahui (13-41%)
Lihat gambar 1 untuk mengetahui penyebab sinkope
1 Kehilangan darah merupakan sinkop yang mengancam jiwa. Kemungkinan
perdarahan GIT harus dicari pada semua pasien. Pada pasien wanita yang
memiliki kemampuan untuk hamil, pertimbangkan kehamilan ektopik.
2 Pencarian penyebab sinkope jangan diteruskan jika hipotensi postural talah ditemukan.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Walaupun mekanisme Vagal merupakan penyebab benign yang tersering,
keadaan tersebut harus didiagnosa eksklusi. Pertimbangkan penyebab lain
yang lebih serius, seperti kardiak, perdarahan dan kehamilan ektopik.
Manajemen Awal Pada
Pasien Sinkope
109
1 Pada setting rumah sakit, kasus tersebut bisaanya diperiksa melalui triage lebih
dahulu. Pasien harus dipindahkan ke rea critical care jika parameter ditemukan
tidak stabil. Pasien yang stabil dapat diistirahatkan pada area intermediate care.
2 Pasien harus dimonitoring pulsasinya, tekanan darah dan rimt jantungnya.
3 ABC pasien harus cepat diperiksa dan oksigen aliran lambat melalui nasal
prong harus diberikan.
4 Jalur iv harus dipertimbangkan, terutama parameter awal dari pasien tidak
normal atau ada kecurigaan bahwa penyebabnya adalah karena masalah
jantung atau kehilangan volume (contoh hemorrhage/perdarahan)
Pemeriksaan pasien
1 Riwayat yang lengkap sulit untuk didapatkan karena sering sekali pasien lupa
kejadian yang dialaminya. Juga sulit untuk membedakan secara bersamaan
antara kejadian syncopal dari kejang (tabel 1).
2 Pemeriksaan fisik yang penting untuk evaluasi sinkope adalah :
1. Tanda kehilangan darah : pucat, takikardi, tekanan darah pada posisi
berdiri atau berbaring.
2. Tingkat kesadaran pasien : jika mengantuk, pikirkan keadaan post ictal,
perdarahan subarachnoid, atau hipoglikemi.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk abnormalitas ritme jantung, murmur,
dan gejala gagal jantung.
4. Carotid bruit mungkin mengindikasikan adanya TIA sebagai penyebab
5. Bukti adanya deficit neurologist, mengindikasikan adanya keadaan iskemik.
6. pemeriksaan rectum untuk mencari adanya darah
Tekanan Darah harus dilakukan pada semua pasien. Harus dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
2 orang diperlukan (untuk mencegah pasien dari falling)
periksa tekanan darah posisi berbaring dan nadi setelah 10 menit posisi berbaring
Pasien berdiri selama 2 menit
Lakukan pemeriksaan BP dan nadi
Jika pasien tidak dapat melakukannya, lakukan pemeriksaan sambil
duduk, dengan posisi kaki tergantung dibawah kursi.
6. Definisi hipotensi posturtal : penurunan pada SBP > 20 mmHg atau
peningkatan PR >20x/menit.
1.
2.
3.
4.
5.
Cth: VT paroksismal, VF
Bradikardi
Obstruksi aliran
ventricular kiri
Disritmia
Kardiak
Effort syncope
Pengisian ventricular
yang inadekuat
Tamponade perikardial
110
Fungsional
Kehilangan cairan
Cth: rupture Kehamilan
Sinkope
Hipotensi
ortostatik
Obat-obatan
Neuropatik otonomik
Cth: Diuretik,
prazosin,
fenotiazine
Primer
Serebral
Neurogenik
Sindrom
hipersensitivitas
sinus karotid
Metabolik
Psikiatrik
Cth: hipoglikemi,
hipokalsemi,
intoksikasi
Cth: hiperventilasi
psikogenik
Kejang
111
Posisi pasien
Warna pasien
Onset
Gerakan tonik-klonik
dengan
buka-tutup
mata, lidah tergigit
Periode Tidak sadar
Inkontinensia Urin
Kembalinya kesadaran
Sequele
Perkataan
berulang
secara tidak sadar pada
individu muda
Posisi apapun
Pemeriksaan Penunjang
1 EKG, harus dilakukan pada semua pasien
1. EKG yang normal membuat kemungkinan iskemik kardiak sebagai
penyebab menjadi mengecil, namun tidak mengeksklusi disritmia.
2. Hasil EKG yang abnormal mengindikasikan adanya resiko hubungan
antara keadaan sinkope dengan penyakit kardiovaskular. Lihat kondisi
yang dapat menjadi predisposisi untuik terjadinya disritmia, contoh :
sindroma Wolff-Parkinson-White atau sindroma QT yang memanjang.
1.
2.
3.
4.
Stratifikasi Resiko
112
2
1.
2.
3.
4.
1 Persiapan
2 Triage
3 Primary survey (ABCDE)
4 Resusitasi terhadap fungsi vital
5 Riwayat kejadian
6 Secondary survey (evaluasi dari kepala- ujung kaki)
7 Monitoring post resusitasi yang berkelanjutan
8 Reevaluasi
9 Perawatan definitive
Catatan :
113
1 Kedua pemeriksaan yaitu primary dan secondary survey harus diulang secara
berkala untuk memastikan tidak adanya proses deteriorasi.
2 Pada bab ini tindakan yang dilakukan akan dipresentasikan secara longitudinal.
Pada setting klinik yang sebenarnya, banyak aktivitas ini terjadi secara simultan.
3 Serangan jantung yang terjadi pre hospital bisaanya akan berakibat fatal
apabila terjadi lebih dari 5 menit.
Persiapan Di Rumah sakit
Rencana tambahan bagi pasien trauma sangatlah penting. Tiap rumah sakit harus
memiliki Protocol Trauma.
Triage
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada setting prehospital, namun kadang-kadang
dapat dilakukan pada ED, jika :
1 Fasilitas yang tidak mencukupi : pasien yang terlihat paling parah yang akan
ditangani lebih dulu.
2 Jika fasilitas sangat mencukupi : pasien yang paling potensial untuk
diselamatkan yang akan ditangani lebih dulu.
Primary Survey (ABCDE) dan Resusitasi
Selama dilakukannya Primary Survey, kondisi yang mengancam jiwa harus diidentifikasi dan
ditangani secara simultan. Ingat bahwa tindakan lanjutan yang logis harus disesuaikan
dengan prioritas yang didasari oleh pemeriksaan pasien secara keseluruhan.
Caveats
1. asumsikan bahwa trauma cervical spine merupakan trauma multisistem,
terutama dengan gangguan kesadaran atau trauma tumpul diatas clavicula.
114
Pemeriksaan
1. periksa bagian leher dan dada : pastikan immobilisasi leher dan kepala.
2. Tentukan laju nafas dan dalamnya pernafasan.
3. Inspeksi dan palpasi leher dan dada untuk mencari deviasi trakeal,
gerakan dada yang unilateral atau bilateral, penggunaan otot aksesorius,
dan adanya tanda-tanda injury.
4. Auskultasi dada secara bilateral, basal dan apeknya.
5. Jika terdapat suara yang berbeda antara kedua sisi dada, maka perkusi
dada untuk mengetahui adanya dullness atau hiperresonan untuk
menentukan adanya hemotorak atau pneumothorax secara berturut-turut:
a. Tension pneumothorax
b.
c.
d.
Manajemen
1. Pasang pulse oksimetri pada pasien
2. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
Catatan : FiO2 > 0,85 tidak dapat dicapai dengan nasal prongs atau dengan face mask yang
simple. Non-rebreather mask dengan reservoir diperlukan untuk mencapai FiO2 100%.
6. pasang peralatan monitoring end tidal CO2 (jika tersedia) pada endotrakeal tube.
Caveat
s
115
Manajemen
1. tekan langsung daerah perdarahan eksternal
2. pasang jalur IV dengan ukuran 14G atau 16G
3. Darah untuk : GXM 4-6 unit darah, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil
koagulasi dan BGA jika diperlukan
Catatan : Jika darah gol. O negatif tidak tersedia, gunakan tipe darah yang spesifik
4. berikan terapi cairan IV dengan kristaloid hangat (NS atau Hartmanns) dan
transfuse darah.
5. pasang monitor EKG :
1. Disrritmia, pertimbangkan tamponade jantung
2. Pulseless electrical activity : pertimbangkan tamponade jantung,
tension pneumothorax, hipovolemia
3. Bradikardi, konduksi abberant, ventricular ektopik,: pertimbangkan
hipoksia, hipoperfusi
6. Pasang kateter urin dan NGT kecuali ada kontraindikasi.
Catatan : output urin adalah indicator sensitive untuk mengetahui status volume
tubuh. Kateter urin merupakan kontra indikasi jika ada kecurigaan injury
pada urethra, misal:
1. darah pada meatus uretra
2. Henatom skrotum
3. Prostate tidak bisa dipalpasi
Gastric tube diindikasikan untuk mengurangi distensi lambung dan menurunkan
resiko aspirasi. Darah pada cairan aspirasi lambung mungkin berarti :
116
7. cegah hipotermi
1 Caveats:
1. hipotensi persisten pada pasien trauma bisaanya terjadi karena hipovolemi
akibat perdarahan yang terus-menerus.
2. pada lansia, anak-anak, atlet, dan pasien lain dengan kondisi medis kronik,
tidak adanya respon terhadap hilangnya volume merupakan keadaan yang
bisa terjadi. Lansia mungkin tidak menunjukkan takikardi saat kehilangan
darah, lebih parah lagi pada pasien pengguna beta blocker. Pasien anak yang
resah akan sering menunjukkan tanda hipovolemi yang parah.
3. coba jangan memasukkan emergency suclavian line pada sisi yang sehat dari
pasien trauma dada. Jalur IV femoral dapat digunakan. Jika central line
digunakan untuk resusitasi harus digunakan jarum ukuran besar (>8Fr)
Disabilitas (Evaluasi Neurologik)
Cek tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
1 Metode
AVPUP A Alert
V respon terhadap rangsang
Vokal P respon terhadap
rangsang Pain U Unresponsif
P ukuran dan reaksi Pupil
Catatan : GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey; kecuali jika
akan melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih dulu.
1. tentukan tingkat kesadaran dengan metode AVPUP
2. Periksa pupil untuk ukurannya, equalitas dan reaksinya.
Caveats
Jangan anggap AMS hanya terjadi akibat trauma kepala saja, pertimbangkan :
1. Hipoksia
2. Syok
3. intoksikasi alcohol/obat
4. hipoglikemi
5. sebaliknya jangan anggap AMS terjadi akibat intoksikasi alkohol atau obat,
dokter harus dapat mengeksklusi adanya cedera kepala.
Kontrol terhadap paparan/lingkungan
Lepas semua pakain pasien, cegah hipotermi dengan memakaikan selimut dan atau
cairan IV yang hangat, berikan cahaya hangat.
1 Monitoring nadi, BP, pulse oksimetri, EKG, dan output urin terus-menerus.
2 Lakukan X ray
1. Lateral cervical spine
2. Dada AP
3. Pelvis AP
Secodary Survey
117
1
Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan
temperature
2
Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
3
Dapat disingkat menjadi tubes and fingers in every orifice
4
Dimulai dengan anamnesa AMPLE :
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
Kepala dan Wajah
1 Pemeriksaan
1. inspeksi adanya laserasi, kontusio dan trauma panas
2. Palpasi adanya fraktur
3. Evaluasi ulang pupil
4. Fungsi nervus cranial
5. Mata : perdarahan, penetrating injury, dislokasi lensapemakaian contact lenses
6. Inspeksi telinga dan hidung untuk mencari CSF leakage
7. Inspeksi mulut untuk mencari perdarahan dan CSF
Manajeman
1. Pertahankan airway
2. Kontrol perdarahan
3. Hindari brain injury sekunder
4. Lepaskan contact lenses
Leher
1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan
Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, deviasi trakea, penggunaan otot pernafasan
tambahan
Palpasi : nyeri tekan, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutaneus, deviasi
trakea
Auskultasi : periksa bruit pada arteri karotis
X ray lateral, cross-tabel cervical spine
Manajemen
Pertahankan immobilisasi cervical spine in-line yang adekuat
Dada
1 Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dan tajam, penggunaan otot pernafasan
tambahan, penyimpangan pernafasan bilateral.
2. Auskultasi : nafas dan suara jantung
3. Perkusi : dull atau resonan
4. Palpasi : trauma tumpul dan tajam, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
118
1.
2.
3.
4.
Manajemen
Pasang chest tube
dekompresi menggunakan jarum venule 14G pada ICS 2
tutup luka pada dada dengan benar
Lakukan CXR
Pemeriksaan Rektum
1. Perdarahan rectum
2. Tonus sphincter ani
3. integritas dinding usus
4. bony fragments
5. Posisi prostate
Punggung
119
120
1
2
3
4
121
PERHATIAN
1 Peran utama seorang dokter emergensi adalah untuk membedakan, bila
mungkin, penyebab organik dan anorganik dari psikosis.
2 Jangan pernah tinggalkan pasien sendiri: gunakan bantuan setidaknya 5
petugas keamanan berseragam untuk mendukung anda sebagai unjuk kekuatan
bila memang diperlukan. Jika pasien seorang wanita, setidaknya satu petugas
wanita harus hadir setiap saat.
3 Ingatlah perlindungan diri sendiri: selalu ada potensi pasien dengan
percobaan bunuh diri untuk menjadi agresif.
122
3 Pasien anda mungkin dapat tertangani dengan dosis oral obat-obatan berikut, yang
harus tersedia di kantor anda. Obat tersebut dapat diberikan dengan dosis yang lebih
besar dibanding pemberian parenteral (yaitu 20 mg Valium atau Haldol PO) dan
lebih tidak menakutkan untuk pasien daripada injeksi.
TATA LAKSANA
1 Penanganan Suportif
1.
Pasien sebaiknya ditangani di area intermediate atau pelayanan kritis di
UGD, tergantung pada keadaan umum pasien. Observasi pasien secara
kontinu dapat dioptimalkan dengan cara ini.
2.
Perhatikan ABC, hipoksia dapat menjadi penyebab perilaku gaduh gelisah.
3.
Ukur tanda vital secara lengkap bila pasien mengijinkan: abnormalitas
dapat menunjukkan adanya penyebab organik yang mendasari, penyebab
infeksius ataupun toksikologis dari perilaku pasien.
4.
Awasi: EKG, tanda vital setiap 30-60 menit, pulse oximetry, jika pasien
mengijinkan.
5.
Mulai pemeriksaan gula darah acak dan elektrolit serum bila pasien
mengijinkan.
6.
Tata laksana standar dan segera terhadap keadaan ingesti atau trauma
harus dilakukan.
7.
Pertimbangkan penggunaan ikatan/bebat: pertimbangan penggunaan
ikatan/bebat fisik untuk mencegah pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain sebaiknya selalu muncul dalam benak dokter jaga.
8.
Upayakan untuk mengambil hati pasien: perhatikan privasi pasien (tarik tirai untuk
menutupi sebagian bilik), kenyamanan pasien dan pendekatan penuh empati yang tidak
menghakimi dapat menghasilkan kerjasama dan meningkatkan kemampuan tim untuk
memperoleh informasi yang akurat, mengevaluasi intervensi yang sesuai.
9.
Evaluasi penilaian resiko pasien bunuh diri dengan menggunakan
modifikasi skala Sad Persons (tabel 1).
2 Terapi medikamentosa: jika pasien agresif, pertimbangkan penggunaan obat antipsikosis
ataupun penenang, baik tunggal, ataupun lebih baik lagi dalam bentuk kombinasi.
Dosis:
Deksripsi
Laki-laki
123
A
D
P
E
R
S
O
N
S
Age
Depression or hopelessness
124
12
5
1. Jika PCO2 yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent alkalosis respiratori.
2. Jika PCO2 yang didapat lebih tinggi dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent asidosis respiratori.
3.
2.
Kronik
3. Jika [HCO3-] yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent asidosis metabolic.
4. Jika [HCO3-] yang didapat lebih tinggi dari yang diharapkan, berarti
juga ada concurrent alkalosis metabolic.
PCO2 < 35
2. [HCO3-] >24
PCO2
3. [HCO3-], PCO2
4. [HCO3-], PCO2
normal
normal
> 45
AG > 11
AG normal
Asidosis metabolic +
Alkalosis respiratori
Alkalosis metabolic +
Asidosis Respiratori
HAGMA + Alkalosis metabolic
Normal (tidak seperti HAGMA +
Alkalosis metabolic)
1 Rule 1 :
1o arah perubahan pH merupakan merupakan abnormalitas yang primer.
2o Mekanisme kompensasi tidak overcompensate atau bahkan
mengembalikan keadaan menjadi normal.
2
Rule 2 :
1o Adanya anion gap yang sangat tinggi (> 20) menyokong adanya
HAGMA bahkan bila pHnya atau [HCO3-] normal.
Rule 3 :
1o Jumlah excess anion gap pada HAGMA dan hasil [HCO 3-] harus
equal dengan [HCO3-] normal.
126
127
1
Penyebab : Penyebab HAGMA dapat diringkas dengan SULK atau
CATMUDPILES (tabel 1). Sedangkan penyebab NAGMA dapat diringkas
dengan USEDCARP (tabel 2).
2
Terapi asidosis metabolic : ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mendasari :
1. KAD (hidrasi dan terapi insulin)
2. Syok (hidrasi, inotropik, terapi sepsis)
3. Gagal ginjal (dialysis)
4. penelanan methanol/etilenglikol (etanol)
3
Terapi bikarbonat: controversial
1. efek samping potensial meliputi gangguan elektrolit (cth : hipokalemia,
hipokalsemia,) asidosis intraserebral dan intraselular paradoksikal, post
treatmen alkalosis, overload cairan, hipernatremi/hiperosmolaritas. Lebih jauh
lagi terapi bikarbonat tidak menunjukkan perbaikan hasil.
2. keuntungan yang mungkin didapatkan perbaikan kontraktilitas miokard,
respon terhadap katekolamin dan status hemodinamik.
3. Patofisiologinya terapi bikarbonat mungkin lebih bermanfaat pada kasus NAGMA
daripada HAGMA. Karena pada NAGMA membutuhkan waktu beberapa hari untuk
penyembuhan ginjal maka ion bikarbonat akan bermakna. Sedang pada HAGMA, terapi
terhadap penyebab dasar menyebabkan perubahan excess anion menjadi bikarbonat.
128
Tipe Hipokalemik
Dilution Acidosis
Asidosis Respiratori
1 Definisi : pH < 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg
2 Penyebab : asidosis respiratori terjadi ketika ekshalasi CO2 berkurang .
lihat tabel 3 untuk mengetahui penyebabnya.
Tabel 3 : Penyebab Asidosis Respiratori
Penyebab Sntral terhadap usaha respirasi Obat-obatan (sedasi, opiate)
Trauma kepala
Lesi CNS
Alkalosis Metabolik
Hilangnya kendali hipoksik pada gagal nafas
tipe II kronik yang diterapi dengan
Obstruksi Jalan Nafas
oksigen
Asma
Abnormalitas thoracic cage
COLD
Kiposkoliosis
Obesitas yang morbid
Abnormalitas neurologik/neuromuskular
Trauma dada
Miastenia gravis
GBS
Injury cervical / high thoracic spine
1 Terapi asidosis respiratori ditujukan untuk mengatasi penyebabnya:
1. terapi suportif ventilasi mungkin diperlukan. Pilihannya meliputi
intubasi atau non-invasive positive pressure ventilation (NIPPV).
2. Terapi bikarbonat biasanya tidak diperlukan.
3. supplemental oksigen untuk pasien gagal nafas tipe II harus dilakukan dengan
fixed system untuk memastikan titrasi yang akurat dan mencegah supresi
hypoxic drive.
129
Alkalosis metabolic
1
Definisi : pH > 7,45 dan [HCO3-] > 25 mmol/L
2
Penyebab : kelebihan bikarbonat menyebabkan alkalosis metabolic yang
bisaanya dikeluarkan oleh ginjal. Alkalosis metabolic timbul bila penyebab akut terus
berlangsung, atau mekanisme kompensasi renal terganggu terus menerus tabel 4).
Hilangnya Asam
Acid shifts
Mekanisme Asidosis Metabolik
Hipovolemi
salin)
Penyalahgunaa
n antacid
Intake NaHCO3 yang berlebihan
Transfusi darah Massive (karena pecahnya sitrat)
Vomiting yang hebat (cth : hiperemesis
gravidarum, bulimia), suction nasogastric, obstruksi
gastric outlet
Diare hebat (cth : GE, penyalahgunaan laksatif)
ketika hilangnya HCO3- < hilangnya Cl, edema
villi, penyebab yang jarang seperti diare kloride
Renal losses, seperti diuresis loop dan distal.
Hipokalemia
Contraction alkalosis (karena berkurangnya
distribusi volume bikarbonat dan hilangnya H+
renal paradoksikal
Penyebab hilangnya HCl akut (seperti diatas).
Penyebab deplesi Cl-, seperti aklorhidria dan
fibrosis kistik.
Peningkatan aktivitas mineralokortikoid, seperti
hiperaldosteronism, penyakit cushing, liquorice
abuse, liddles syndrome.
Hilangnya potassium renal, seperti penggunaan
atau penyalahgunaan diuretic, penyakit congenital
yang jarang (Bartters and Gitelmanns syndrome)
130
Emboli paru
Pneumonia
Pneumothorax
Asma ringan
Anemia berat
High altitude
Keracunan CO
131
132
5. embolisasi menyebabkan iskemik tungkai bawah akut atau mottling trunkus bawaj
dan ekstremitas. Embolisasi peripheral dapat menyebabkan blue toe syndrome
3
Semua pasien dengan massa yang berdenyut > 3 cm harus di USG
4
Angka mortalitas dari pembedahan emergency adalah 75-90%,
dimana pada tindakan operasi repair elektif hanya sekitar 3-5%.
Tips khusus untuk Dokter Umum :
1 Aneurisme aorta dapat bermanifestasi sebagai nyeri abdomen, nyeri
punggung, nyeri iskemik pada tungkai atau kolik.
2 Diagnosis sering dibuat dengan pemeriksaan fisik dari abdomen.
3 Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan USG B-Mode.
4 Intervensi pembedahan elektif diindikasikan pada semua pasien
AAA dengan diameter > 5 cm, untuk mencegah ruptu/kematian.
5 Aneurisme yang lebih kecil harus dimonitoring dengan USG berkala.
Patofisiologi
1 Sebagian besar aneurisme aorta terkait dengan aterosklerosis, sementara etiologi
lain meliputi nekrosis kistik medial, Ehlers-danlos syndrome, dan disseksi.
2 Penelitian menunjukkan penurunan jumlah elastin dan kolagen pada dinding AAA.
3 Komponen immunologic pada penyakit atherosclerotic pembuluh darah juga
telah dikenali., dengan infiltrasi makrofag dan limfosit T&B pada dinding aorta.
Factor penting dalam patogenesa AAA adalah ketidakseimbangan antara
protease dinding aorta dan antiprotease.
4 Susceptibilitas genetic terjadi pada 15-20% insiden AAA diantara hubungan
first degree relative.
Factor resiko
1 Hipertensi : pada 40% AAA
2 Merokok : 8 kali lebih tinggi untuk menderita AAA dibanding tidak merokok
3 Hiperlipidemi dan hiperhomosisteinemia
Resiko rupture
1 Berdasarkan Diameter aneurisme :
1. Aneurisme dengan diameter 4-5,5 cm memiliki resiko rupture sebesar 5%
2. Aneurisme dengan diameter 6-7 cm memiliki resiko rupture sebesar 33%
3. Aneurisme dengan diameter >7 cm memiliki resiko rupture sebesar 95%
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa utama rupur AAA dengan ukuran kecil.
hipertensi dan COLD merupakan prediktor
133
134
135
penggunaan
steroid
kronis
atau
penggunaan
obat-obatan
PENANGANAN (MANAJEMEN)
Ukuran-ukuran pendukung
1
Pasien harus ditangani dalam area penanganan kritis karena hal tersebut berpotensi
sebagai kondisi yang dapat mengancam nyawa.
Investigasi:
1.
2.
darah lengkap
3.
136
1.
hiponatraemia
2.
hiperkalaemia
3.
metabolic acidosis
4.
peningkatan urea
5.
hipoglycaemia
AGD
4.
5. plasma cortisol (plain tube) dan ACTH (EDTA tube pada es). Kirim ke lab
secepatnya.
6. ECG: dapat menunjukkan QRS voltase rendah dan perubahan gelombang
ST-T non-spesifik dan/atau perubahan dikarenakan hiperkalaemia., dapat
kembali dengan pemberian glucocorticoid.
7. CXR mungkin normal, namun seringkali menunjukkan jantung yang kecil,
mungkin terdapat stigmata dari infeksi awal atau bukti adanya TB atau
infeksi jamur, jika hal ini menjadi penyebab dari penyakit Addison.
8.
1
Terapi Obat
1 IV D50W 40 ml untuk menyembuhkan hipoglycaemia yang mungkin bandel dan
membutuhkan bolus-bolus berulang kali; beri makan dengan isocal jika pasien
dalam kondisi sadar.
2 IV hydrocortisone 100 mg tiap 6 jam: ia merupakan fisiologis, lebih cepat bereaksi
dibandingkan dexamethasone dan memiliki aktifitas mineralocorticoid, terutama
dalam kasus insufisiensi adrenocortical. Ambil darah dari plasma cortisol dan
ACTH sebelum penanganan!
3 IV sodium bicarbonate (jika diperlukan; 50 mmol selama 1-2 jam; awasi status
asam basa dengan serial AGD.
Disposis
i
137
138
1 Glascow Coma Scale (GCS) secara statistik tidak dipengaruhi oleh alkohol sampai
kadar alkohol darah mencapai > 200 mg %. Jadi jangan memasukkan penuturunan
kesadaran karena alcohol kecuali kadar alkohol penderita sedikitnya 200 mg %
Kejang atau
postikal,stroke,
subdural
Kelainan lingkungan
Infeksi
Kelainan metabolic
hematome, tumor
Hipotermi
Meningitis/ ensefalitis, pneumonia, sepsis
Ketoasidosis diabetic, ensefalopati hepatic,
Kelainan respirasi
Keracunan
Trauma
PENANGANAN:
Filosofi daripenanganan
Tujuannya adalah:
1 Mencegah penderita menyakiti diri sendiri dan orang lain
2 Mengatasi keadaan yang mengancam nyawa tanpa di tunda, misalnya keadaan
yang reversible seperti: hipoksemia, dehidrasi, hipoglisemia dan hipotermi
139
dan radiologi
1. Laboratorium yang penting
1. Darah lengkap
2. Urea/ elektrolit/ kreatinin; hitung anion gap (Na +)- (HCO3-)- (Cl-). Lihat
pada penggunaan formula
2. Laboratorium pilihan
1. Kadar etanol darah: kepentingan dari test ini terletak pada keadaan dimana
kadar tidak berhubungan dengan dengan dugaan. (contoh dimana itu terlalu
Catatan :
140
141
Disposisi
1 Rawatlah di ruangan ICU atau ruangan dengan pengawasan , setelah memperoleh
konsultasi yang diperlukan, seperti berikut:
1. Trauma multipel
2. Penggunaan methanol dan etilen glikol
3. Sepsis
4. Perdarahan saluran pencernaan
5. Infark miokard akut
6. Sindrom putus obat utama
1 Masukkan pada bagian Kedokteran umum untuk melihat adanya Pneumonia,
Hepatitis atau Pankreatitis yang mengikuti. Masukkan ke bagian Bedah Umum atau
Bedah Saraf jika Cedera Kepala yang stabil mengikuti tergantung dari institusi.
Kriteria
pemulangan
142
2 Hipoglikemi sering terjadi : obati dengan 2-4 ml/kg D 25W IV Campurkan D50W
1:1 dengan air steril karena D50W sangat hiperosmoler
Catatan; pemberian berulang seringkali tidak diperlukan dan dapat menyebabkan
keadaan hiperosmoler.
Metanol dan etilen glikol
1 Harus dicurigai penderita mabuk yang mengeluh nyeri perut atau gangguan
penglihatan atau, pada siapa yang ditemukan adanya beda osmolalitas yang tinggi.
4 Kadar alkohol serum tidak siap tersedia sehingga pemeriksaan indirek seperti
beda kadar amnion dan osmolalitas sangat berguna.
Catatan : beda osmolalitas meningkat pertama kalinya sebelum metabolisme,
hanya beda anion akan meningkat kemudian.
1 Metabolit methanol menyebabkan:
1. Iritasi saluran pencernaan: nausea, muntah dan nyeri perut
2. Intoksikasi susunan saraf pusat: pusing, bingung dan penurunan kesadaran
3. Toksisitas okuli: lihat apakah ada edema retina dan hiperemi dari discus dan
tajam penglihatan
4. Asidosis metabolic
143
3. Terapi etanol:
Untuk mempertahankan kadar etanol 100-120 mg/dl
Beban : 0,6-0,8 g/kg
Pemeliharaan : 0,11 g/kg/j
Dialysis
: 0,24 g/kg/j
Metode oral: tidak dipergunakan jika penderita menolak dan tidak mempunyai
reflek muntah
Beban : gunakan 50% cairan unatuk memenuhi beban dengan tabung Reles: 2
Tanpa hemodialisis
Beban : IV fomeprizole 15 mg/kg, diikuti dengan dosis 10 mg/kg setiap 12 jam
X 4 dosis, kemudian 15 mg/kg 12 jam setelahnya
Catatan : semua dosis yang diberikan melalui intravena dan perlahan dengan normal salin
atau dilarutkan sepanjang 30 menit. Jangan memberikan tanpa dilarutkan ataupun bolus.
144
Fomediprizole oral : cocok untuk kasus2 dimana baru saja minum dan tidak ada muntah.
Dosis: 15 mg/kg awalnya, diikuti dengan 5 mg/kg 12 jam kemudian; kemudian 10 mg/kg
setiap 12 jam sampai kadar etilen glikol dalam plasma tidak dapat dideteksi.
2 Ketoasidosis merupakan hasil dariakumulasi dari asetoasetat dan beta hidroksi butirat.
3 Pemeriksaan laboratorium pH sekitar 7,1, bikarbonat serum 10, kalium dan fosfat
serum rendah, dan kadar glukosa darah rendah atau normal.
4 Penanganan: rehidrasi dengan dekstrosa 5% dengan cairan salin, anti muntah jika
diperlukan, benzodiazepine jika diperlukan untuk gejala putus obat.(Tabel 2).
Kalium dan pengganti kalium.
Catatan : terapi insulin kontraindikasi dan bikarbonat jarang dibutuhkan.
145
1 Kemungkinan perkembangan gejala putus obat yang berat bertambah dengan infeksi yang
menyertainya atau maslah kesahatan, riwayat yang terjadi sebelumnya dengan kejang
karena putus obat atau delirium tremens, dan pemakaian alkohol yang lebih banyak.
146
Semua kasus harus dimasukkan ke bagian Interna kecuali untuk kasus yang ringan yang
dapat dipulangkan dengan bensodiasepin oral dan di periksa kembali di Psikiatri
Durasi
2-3 hari
Gejala
Ansietas
Agitasi
goncangan
Takut
Tanda
Takikardia
Hpertensi
Hiperrefleksia
Kehilangan
nafsu
makan
Tidak bisa
tidur
2. the
2-3 hari
mengerikan
Tremor
Di atas ditambah Di
Halusinasi
atas
di
tambah:
Demam
6-12 hari
Berkeringat
Di
atas
147
putus alcohol
ditambah
Kejang
4.
tremens
2-5 hari
Hal
di
menyeluruh
atas Hal di atas
ditambah
ditambah
Bingung
Demam
Mimpi buruk
midriasis
Definisi
1 Urtikaria : plak edematous dan gatal dengan bagian tengah yang pucat dan
tepi yang meninggi.
2 Angioedema : Edema pada lapisan dalam kulit yang tidak gatal namun dapat
terasa seperti terbakar, mati rasa atau nyeri.
3 Anafilaksis : reaksi alergi sistemik yang hebat terhadap antigen yang dipresipitasi oleh
pelepasan mediator kimia pada pasien yang tersensitisasi. Paparan sebelumnya
terhadap antigen merupakan syarat yang diperlukan untuk terjadinya syok anafilaksis.
148
1 Reaksi Anafilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak membutuhkan kontak
dengan zat karena bukan merupakan proses yang dimediasi oleh system imun. Kedua
keadaan tersebut terjadi karena pelepasan histamine dari mast cell dan makrofag.
Caveats
1 Keadaan ini menunjukkan spectrum reaksi hipersensitivitas yang bervariasi dari
urtikaria ringan sampai pada anafilaksis yang dapat mengancam jiwa; progresivitas
dari bentuk yang ringan sampai pada anafilaksis yang full-blown dapat terjadi.
2 Frekuensi
Urtikaria
200 kasus
Angioedema 20 kasus
Anafilaksis 1 kasus
Reaksi ini dimediasi oleh IgE atau IgG4 dan bertanggungjawab terhadap
reaksi anafilaksis yang terjadi, contoh pada reaksi drug-induced (paling
sering : Penisilin dan NSAID) serta :
1. Makanan (kerang, putih telur, kacang)
2. Racun Hymenoptera (lebah, tawon, hornets/penyengat)
3. Reaksi lingkungan (debu, serbuk sari, dll)
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Lebih aman untuk merujuk pasien dengan presentasi reaksi alergi yang
bermacam-macam pada ED, kecuali dengan rash urtika yang ringan .
2 Selalu tanyakan adanya a lump in the throat dan terapi dengan SQ adrenaline
(kalau tidak ada kontraindikasi seperti IHD), sebelum mengirim pasien ke ED dengan
ambulan, karena ini merupakan tanda awal dari edema laring atau uvular.
3 Adrenalin merupakan terapi utama pada anafilaksis. Pada pasien normotensive,
berikan adrenalin 1 : 1.000 SQ atau IM 0,01 ml/kg (sampai 0,3 ml). pada pasien
hipotensi berikan 0,1 ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan adrenalin 1 : 10.000 IV
selama 5 menit, atau dengan IM dalam jika akses IV tidak dapat dilakukan.
Anafilaksis
Syok, stridor, bronkospasme
Evaluasi Klinis dari Gejala
1
Tanda awal impending anafilaksis
1. Rasa gatal pada hidung atau stuffiness / kesesakan
2. Pembengkakan pada tenggorokan (edema laryngeal atau uvular) atau suara serak
3. Lightheadedness dan sinkope.
4. Nyeri dada, sesak nafas dan takipneu
5. Komplain pada kulit : hangat dan tingling pada wajah (terutama pada
mulut), dada bagian atas, manifestasi pada telapak tangan atau telapak
kaki bisaanya timbul pertama kali pada reaksi anafilaksis.
6. Keluhan GIT : nausea, vomiting, diare dengan tenesmus atau nyeri
abdomen yang bersifat kram.
149
1
Anafilaksis yang Full-blown
1. Angioedema lidah, palatum molle dan laring dapat menyebabakan
obstruksi jalan nafas atas secara cepat.
2. Hipotensi, takikardi (atau disritmia lain), AMS, kebingungan, wheezing, dan
sianosis dapat cepat menyebabkan serangan jantung.
Catatan : batuk merupakan tanda buruk yang menandakan adanya onset
edema pulmonal.
3. Kulit mungkin menunjukkan atau tidak menunjukkan reaksi klasik wheal
and flare. Jika perfusi pada kulit pasien buruk atau memiliki kulit yang
gelap, reaksi kulit mungkin akan sulit untuk dinilai.
Manajemen
1
Supportif
1. Jika relevan, hentikan allergen yang dicurigai
2. Jika relevan, cungkil keluar bekas sengatan dengan pisau. jangan
meremas, karena akan menyebabkan masuknya venom lebih dalam.
3. Jika allergen telah ditelan, pertimbangkan gastric lavage dan karbon aktif
4. Jika nadi tidak ada, lakukan external cardiac massage
5. Pasien harus ditangani pada area resusitasi
6. Berikan oksigen aliran tinggi
7. Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5 menit
8. Pasang jalur intra vena besar 14G/16G
9. Support sirkulasi : 21 Hartmanns atau NS bolus.
10. Bersiap untuk melakukan Intubasi atau krikotiroidotomi
Catatan : Perhatian ekstra diindikasikan pada pemberian sedasi dan
paralysis sebelum intubasi. Pertimbangkan menggunakan Awake Oral
Intubation; lihat bab Airway Management / Rapid Sequence Intubation
untuk detilnya. Sedasi dan paralysis merupakan kontraindikasi karena
gangguan jalan nafas setelah paralisis dapat menghalangi intubasi.
11. Lakukan konsul anestesi dan THT untuk asistensi manajemen airway.
12. Labs : tidak diperlukan segera
1
Terapi Obat
1. Adrenalin : DOC ( drug of choise )
1. Pasien normotensi : 0,01ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan 1 : 1.000
SC/IM dalam.
2. Pasien Hipotensi : 0,1 ml/kg (sampai 5 ml) larutan 1 : 10.000
diberikan perlahan IV selama 5 menit (atau dengan injeksi IM dalam
jika akses IV tidak tersedia).
3. Pada kasus lain setengah dosis dapat diinfiltrasikan di sekitar lokasi
sengatan.
2. Glukagon : pertimbangkan menggunakannya jika adrenalin merupakan
kontraindikasi relative, cth : IHD, hipotensi berat, kehamilan, pasien
pengguna beta blocker, atau yang tidak berespon terhadap adrenalin.
Dosis : 0,5-1,0 mg IV/IM; dapat diulang sekali setelah 30 menit.
3. Pilih salah satu antihistamin pada tabel 1.
Tip : encerkan tiap ml dari 25 mg promethazine (phenergan) sampai 10 ml
dengan NS dan berikan IV pada kecepatan tidak lebih dari 2,5 mg/menit
untuk menghindari efek samping hipotensi transient.
150
Dosis
Dewasa : 25 mg IM/IV
Pediatrik 1mg/kg IM/IV
Chlorpheniramine
(Piriton; sebuah H1-blocker)
10 mg IM/IV
Promethazine (Phenergan)
Dewasa : 25 mg IM/IV
Anak > 6 tahun : 12,5 mg IM/IV
Anak < 6 tahun : 6,25-12,5mg IM/IV
Angioedema
Angioedema yang diinduksi Obat
ACE inhibitor merupakan penyebab yang paling sering;
1 Manifestasi klinis : area tubuh yang sering terkena :
1. Wajah dan leher (predileksi : bibir, palatum molle, dan laring)
2. Foreskin dan skrotum
3. Tangan dan kaki
1
Manajemen bersifat simptomatik, namun harus menyiapkan tindakan
definitive airway karena deteorasi menjadi anafilaksis dapat muncul kapan saja.
2
Terapi supportif
1. Pasien harus ditangani setidaknya di intermediate care.
2. Monitoring: tanda vital tiap 15 menit, pulse oksimetri, EKG
3. Pasang IV plug perifer
4. Oksigen supplemental untuk mempertahankan SpO2 > 94%.
5. Bersiaplah untuk intubasi atau krikotiroidotomi : pertimbangkan awake oral
intubation
1
Terapi Obat
1. Adrenalin
151
1 Manifestasi klinis
1- Edema, pembengkakan bibir dan lidah, palatum molle, dan struktur laryngeal
2- Nyeri abdomen disertai nausea, vomiting, dan diare
Manajemen
1. Berikan Fresh Frozen plasma ( mengandung C1-inhibitor)
2. Adrenalin seperti tersebut diatas mungkin efektif.
Catatan : kasus HAE sering tidak respon terhadap kortikoid, antihistamin
atau dosis standar adrenalin, dan definitive airway mungkin diperlukan.
Penempatan : MRS-kan pasien pada High dependency Unit selama 12-24
jam untuk memberikan tendensi apabila terjadi resistensi terapi.
Urtikaria
Tabel 2 : Penyebab Umum Urtikaria
Reaksi Obat
Penisilin
Aspirin
Obat gol. Sulfa
NSAID
TCMs
Infeksi
Infeksi mononucleosis
Hepatitis B
Xsackie virus
Infestasi parasitic
Lain-lain
152
Kehamilan
1
Manajemen : sebagian besar simptomatik, namun hati-hati terhadap
terjadinya anafilaksis
2
Supportif : tangani pada area intermediate care; manajemen pada
area low acuity cukup ekonomis namun harus tetap di evaluasi ulang untuk
mendeteksi deteriorasi.
3
Terapi Obat:
1. Antihistamin : lihat dosis di tabel 1
1. Difenhidramin
2. Chlorpheniramine
3. Promethazine
2. Prednisolone : dosis 40-60mg PO pada dewasa jika lesi luas, atau merupakan
episode ulangan, atau pasien telah mengalami angioedema sebelumnya. Resepkan
penggunaan di rumah selama 5 hari dan tidak dibutuhkan tapering dose.
Penempatan
1. KRS jika respon terhadap terapi baik dan tidak ada angioedema.
2. KRS dengan antihistamin sedikitnya untuk 3 hari.
3. pertimbangkan MRS jika punya riwayat MRS dengan urtikaria.
Reaksi Anafilaktoid
Reaksi anfilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak didahului dengan
paparan allergen sebelumnya karena bukan merupakan keadaan yang dimediasi
oleh proses imunologi. Keadaan ini disebabkan oleh pelepasan histamine
langsung dari sel Mast dan makrofag.
Manajemen
1 Penyebab yang sering : bahan kontras radiografik, aspirin, NSAID, opiate.
2 Terapi : sama dengan anafilaksis
153
154
2.
3.
4.
5.
6.
Abdominal disease
stroke
Iskemik trombosis ekstremitas bawah
Pneumonia
Penyakit pericardial
Catatan : Diseksi aorta dapat terjadi bersamaan dedngan salah satu penyakit diatas.
1
Jika diagnosa awal pasien adalah diseksi aorta, sedangkan lebih
lanjut tidak ditemukan, ingat :
1. Pada beberapa kasus, multiple test (transesofageal echocardiography
[TEE] diikuti dengan CT scan, dll) diperlukan untuk mendeteksi penyakit.
2. penyebab paling mungkin selanjutnya adalah penyakit jantung yang
serius. 3. jika pasien perlu dievaluasi sebagai diseksi aorta, MRSkan pasien
155
Semua pasien dengan diseksi aortic yang normotensiv atau tidak nyeri harus
diterapi dengan regimen medical. Penurunan tekanan darah dan HR tidak
akan menyebabkan kerusakan serta membantu progresivitas diseksi sama
halnya dengan pasien hipertensi.
156
1
Indikasi surgical repair disseksi
aortic : 1. Semua Diseksi Stanford tipe A
2. Diseksi tipe B dengan komplikasi (rupture, iskemik distal severe, nyeri tak
tertahankan, progresif, hipertensi tidak terkontrol). Diseksi tipe B saja dapat
diterapi medis
3. Hipertensi tidak terkontrol.
4. Progresi Diseksi.
5. hubungi kardiologis on call untuk TEE atau atur untuk Ct thorax jika
diagnosa dicurigai
Catatan: TEE merupakan pemeriksaan untuk diagnosa definitive diseksi aortic
pada pasien yang tidak stabil.
2
Hubungi bedah TKV secepatnya setelah dx dicurigai ada dan terapi
medis sedang diberikan.
40
41. KEKERASAN (NON SEKSUAL)
Definisi :
Abrasi
1. Jenis cedera paling superficial,misalnya tergores.
2. Tindakan pada epidermis atau sebagian besar
permukaan dermis. Contusio, misalnya babras-bruise
1. Cedera tumpul pada jaringan merusak pembuluh darah dibawah permukaan,
menjadikan darah ekstravasasi (bocor) kedalam jaringan sekitar.
157
42. Asma
Caveats
Tidak semua Wheezing adalah ASMA : diagnosa lain seperti gagal jantung
kongestif, obstruksi jalan nafas atas, karsinoma bronkogenik dengan obstruksi atau
metasatase karsinoma dengan metastasis limfangitik.
Asma merpakan kelainan inflamasi kronik yang dikarakterisasi dengan
peningkatan responsivitas jalan nafas sehingga terapi yang diperlukan adalah steroid.
Trias ASMA : dispneu, wheezing dan Batuk.
Manajemen
1 Pada ED, tanda dan gejala serangan asma berat harus diketahui dan
ditangani pada area critical care.
2 Tingkat keparahan serangan terlihat pada tabel 1.
3 Tabel 2 menunjukkan factor resiko menderita asma.
4 Manajemen meliputi suportif dan terapetik. Terapi awal pada asma yang tidak
mengancam jiwa (ringan dan sedang) meliputi kombinasi inhalasi beta
agonis/antikolinergik dengan steroid oral. Lihat flow chart pada gambar 1.
158
Berat
Gejala
Sesak
Saat berjalan
Saat bicara
Saat istirahat
Dapat berbaring Lebih
suka Duduk tegak
duduk
Bicara
Kalimat
Status mental
Dapat agitasi
Ancaman gagal
nafas
Kepayahan
Usaha nafas lemah
Sulit untuk bicara
Frase
Kata
Mengantuk
atau
Bisaanya agitasi Bisaanya agitasi kebingungan
Tanda
Laju Nafas
Meningkat
Penggunaan otot Bisaanya tidak
Bantu nafas
Menurun
Meningkat
Sering>30x/menit Paradoksikal
Sering
Sering
gerakan
thorakoabdominal
Tidak
ada
Wheezing
Sedang, kadang Nyaring,
saat Bisaanya nyaring wheezing (silent
saat
akhir ekshalasi
saat inhalasi dan chest)
ekspirasi
ekshalasi
Bradikardi
Klinis sianosis
Nadi/menit
<100
100-120
SaO2% (udara >95%
91-95%
> 120
ruang)
< 91%
Batuk
SOB
Wheezing
NO (TIDAK ADA)
YA (ADA)
1
2
3
4
5
Silent chest
Sianosis, SaO2<91%, bradikardi
Usaha nafas lemah, gerakan thorakoabdominal yang paradoksikal
Kepayahan, kebingungan atau obtundation
Prediksi PEFR < 35%
159
Terapi Suportif
1.
2.
3.
4.
Terapi Obat-obatan
1. MDI (Metered Dose Inhaler) dengan jarak : 4
hirupan salbutamol (100g) + 4 hirupan atrovent
(20mg) tiap 15 menit sampai 1 jam diulangsesuai
siklus 2-4jam sekali.
2. Terapi nebulizer Salbutamol (Ventolin) : 1 ml (5mg)
salbutamol dengan 2 ml ipatropium bromide dan 2 ml NS
sehingga menjadi 5 ml. (Pada anak 0,03ml/kg Ventolin
didilusikan dalam 2 ml saline : diulang dua kali). Terapi
alternative pada 1 kecuali suspek SARS; dapat digunakan
jika pilihan terapi obat pertama gagal.
3. Prednisolone oral 0,5-1mg/kg (maksimum 60mg).
Perbaikan
Non-Responder/Berespon sebagian
Pertimbangkan MRS
1. PEFR<50%
diprediksi
min
60menit:
ulang
nebul
2-3x
menggunakan salbutamol 5mg atau
1. Pasien
tidak
mampu
untuk
mempertahankan
PEFR50%
terap
setelah i
dan
observasi 1-2 jam
2. Previous
intubation/MRS di
ICU.
3. Bukti
Xray
menunjukkan
pneumothorax,
follow up.
0,01ml/kg
2x/hari.
infeksi
atau
concomitant CCF.
Evaluasi Ulang
Tabel 2 : Faktor Resiko Kematian pada Asma
160
43.............................
161
jika ada
ular berbisa
162
kepala dengan
sisik yang besar
ular laut
(hydropiidae)
ular kobra,kraits
koral(elapidae)
viper
(crotalidae)
Penatalaksanaan:
1 Pasien dirawat di ruang resusitasi,letakkan berbaring dan bagian tubuh
yang digigit harus diimobilisasi pada posisi dependent.
2 Pertahankan jalan nafas tetap terbuka bebas,jika bahaya paralysis pernafasan
atau bulbar akan terjadi maka pasien harus diintubasi atau ventilasi dengan
pembedahan jika intubasi tidak mungkin dilakukan karena berbagai sebab.
3 Berikan O2 high flow
4 Pemeriksaan tanda-tanda vital secara lengkap
5 Monitoring EKG,pulse oksimetri dan tanda vital tiap 5-10 menit
6 Pemeriksaan lab:DL, faal hemostasis, UL, urea/elektrolit/kreatinin,EKG.Pada
kasus yang berat ditambahkan: mioglobin urin,skrining DIC,CPK,CKMB
7 Jika pasien datang dengan terpasang torniqet, maka yang harus
dilakukan untuk antisipasi envenomasi mendadak:
1.pasang infuse NS 0,9% 2.peralatan
resusitasi yang memadai 3.monitoring
lengkap tersedia
163
Perhatian khusus
1 Berikan serum anti bisa ular untuk menetralisir bisa ular: anti bisa ular polivalen harus
selalu tersedia di ruang P1 dan harus disimpan di lemari es pada suhu 2-6C.
Ketika SABU sudah keluar dari lemari es,maka harus cepat diberikan karena
pada suhu ruangan akan cepat kehilangan khasiatnya.
2 Indikasi dan dosis pemberian dapat dilihat pada Tabel 2.
3 Pencegahan akibat reaksi SABU:
1.apakah pasien sudah pernah mendapat suntikan serum
sebelumnya,misalnya ATS(bukan ATT).
2.pasien punya alergi atau punya keluarganya ada yang alergi:
a.tes sensitivitas pasien terhadap serum dengan diberikan suntikan 0,1 cc serum
yang telah didilusi dengan perbandingan 1:10 secara intradermal.Observasi selama
30 menit apakah ada reaksi local dan menyeluruh.Bila terjadi reaksi, dapat
diberikan difenhidramin IV,kortikosteroid IV dan atau adrenalin IM 1:1000 atau IV
1:10.000. b.berikan SABU pada pasien dengan riwayat alergi setelah lebih dulu
diberikan antihistamin dan hidrokortison 15-30 menit sebelumnya.
4 Antikolinesterase diberikan pada pasien dengan gejala neurotoksin yang berat, dengan
diberikan dosis percobaan edrofonium klorida(Tensilon) 10 mg dengan atropine 0,6
mg.Bila respon setelah pemberian obat tersebut kurang,dapat diberikan neostigmin.
5 Analgesic/sedasi diberikan jika pasien sangat kesakitan.Dapat diberikan
morfin atau diazepam,atau keduanya dalam dosis kecil dititrasi sampai efek
yang diinginkan tercapai.Persiapan intubasi harus dilakukan bila tanda-tanda
depresi nafas muncul seperti kelemahan otot akibat efek racun dari bisa ular.
Disposisi
1 Semua penderita gigitan ular berbisa harus diobservasi,bila gejala
keracunannya berat harus dikonsultasikan pada tim ICU.
164
BAB 45
LUKA BAKAR MAYOR
165
Penanganan luka baker menurut ATLS pada primary survey adalah mengatasi masalah
jalan nafas dan respirasi, sedangkan pada secondary survey adalah penanganan gejala
klinis pada tubuh yang mengalami luka baker tan total cairan yang hilang.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan luka baker dilakukan di IRD. Setelah penenganan ABC nya maka
dilakukan profilaksis intubasi pada pasien dengan resiko sumbatan jalan nafas, spt pada;
intubasi jalan nafas ini sangat beresiko, sehingga harus dilakukan secata cepat.(RSI)
1. oleh karena sangat berpotensi menimbulkan kesulitan jalan nafas, maka
sebelum dilakukan RSI, sebaiknya dilakukan intubasi secara sadar.
166
1*
2*
yang dipakai sbg dasar pengobatan adalah luas luka baker terutama untuk kalkulasi
cairan. Banyak pasien dengan luka baker >20% membutuhkan caira resusitasi. Pemasangan
infuse dengan jaru 16G dapat dilakuakn pada tempat yang tidak mengalami luka baker.
Cairan yang digunakan dapat di kombinasi antara cairan kristaloid dengan cairan koloid.
PARKLANDS FORMULA
_____________________________________________________________
Total cairan yang diberika dalam 24 jam= 2-4 ml/kgbb/%luas luka baker
1 total volume dibagi dalam 2 tahap
2 setengah pertama diberikan lewat infuse dalm 8 jam pertama
3 setengah sisanya diberikan dalam 16 jam.
167
PENANGANAN NYERI
1. injeksi petidhin 1mg/kgbb
2. injeksi morphin 2mg tiap 20 menit maksimal 10mg
3. injeksi tramodol 50mg dilanjutkan dengan infuse
4. dapat juga diberikan inhalasi entonox
168
DIAGNOSIS BANDING
1 Gagal jantung kongestif (CHF): pemeriksaan beta natriuretic peptide (BNP)
merupakan metode terbaik untuk membedakan PPOK dari CHF.
2 Sindroma Koroner Akut (ACS)
3 Emboli paru (PE)
4 Pneumothoraks/ kolaps paru
5 Penumonia
beratnya menurut global initiative for
Tabel 1: Klasifikasi PPOK berdasarkan
16
9
chronic obstructive lung disease (GOLD)
0: Berisiko
I: Ringan
II: Sedang
III: Berat
Spirometri normal
TATA LAKSANA
1 Suplemen O2 aliran rendah terkendali untuk semua pasien dengan
distres nafas atau SpO2<90% untuk mencapai saturasi 90-95%. Dapat
digunakan kanul hidung atau sungkup venturi.
2 Indikasi RSI dan ventilasi:
1. Ancaman henti nafas
2. Sesak hebat & nyata
3. Asidosis berat atau hiperkapnia
4. Penurunan kesadaran
5. Syok
Catatan: Pengaturan ventilasi sebaiknya menggunakan frekuensi rendah, volume
tidal rendah dan fase ekspirasi yang lebih panjang.
1
Obat-obatan meliputi:
1. Agonis -2: salbutamol 5mg (1ml) diuapkan. Efikasi obat ini tergantung
pada tingkat ireversibilitas kondisi PPOK pasien.
1
Ventilasi non-invasif (VNI), merupakan standar pelayanan baru,
dapat menurunkan mortalitas, kebutuhan intubasi, komplikasi dan lama
rawat inap bila dibandingkan dengan terapi medikamentosa biasa. Indikasi
VNI adalah:
1. Asidosis respiratorik sedang (pH 7.26-7.32)
2. Distres nafas persisten (RR >22/menit) setelah terapi awal PPOK eksaserbasi
akut.
2
Pasien yang tidak sesuai untuk dilakukan VNI adalah pasien dengan:
17
0
1.
Henti nafas
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Obesitas ekstrim
1
Kriteria pasien dipulangkan meliputi:
1. Tidak memerlukan terapi inhalasi agonis -2 lebih sering dari setiap 4 jam.
2. Pasien yang sebelumnya memiliki mobilitas dan dapat berjalan dengan nyaman.
3. Pasien telah stabil secara klinis selama 12-24 jam.
4. Hasil AGD yang stabil selama 12-24 jam.
5. Pasien ataupun pihak yang merawatnya memahami dengan baik
penggunaan obat-obatan secara tepat.
6. Perjanjian untuk kunjungan lanjutan ataupun perawatan di rumah telah diselesaikan.
7. Pasien, keluarganya dan dokter yang merawat merasa yakin bahwa
pasien akan dapat dirawat dengan baik di rumah.
48. Coronary syndromes, akut
Definisi
Acute Coronary Syndromes (ACS) meliputi kondisi yang meiliki kesamaan patofisiologi oklusi
koronaria, contoh unstabel angina, non ST elevasi MI (NSTEMI) dan ST-segment elevation MI
(STEMI). Manajemen unstabel angina dan NSTEMI pada dasarnya serupa.
Caveats
1 Pasien bisaanya datang dengan gejala :
1. Onset baru (<2bulan) severe angina.
2. Angina yang memburuk, dengan gejala yang lebih sering, lebih parah, atau leboih
lama dan kurang berespon terhadap gliseril trinitrat. (GTN).
3. Angina yang memanjang padaa saat istirahat (>15 menit).
Catatan : Non-STEMI harus didiagnosa pada pasien dengan
peningkatan enzim kardiak tanpa adanya gelombang Q pada IMA.
Sebuah keadaan NSTEMI tidak harus ditandai dengan perubahan
EKG.
1
EKG mungkin menunjukkan :
1. Depresi ST segment
2. Elevasi ST segment transient yang akan mengalami resolve
secara spontan setelah GTN.
3. Inversi gelombang T
4. bukti adanya miokard infark sebelumnya.
5. Left Bundle Branch Block
6. perubahan minor yang tidak spesifik.
7. atau bisa juga normal
171
dalam > 12 jam setelah onset mengindikasikan pasien memiliki resiko yang
rendah unutk mengalami komplikasi.
1
Penelitian membandingkan troponin T dengan troponin I
menunjukkan keduanya sensitive dan spesifik, punya signifikansi indikasi
prognostic yang serupa, serta berperan pada stratifikasi resiko.
2
Pasien ACS memiliki resiko efek samping dini yang meningkat
dibawah kondisi berikut:
1. Usia > 65 tahun
2. Komorbid terutama dengan DM
3. Nyeri jantung yang memanjang pada saat istirahat (>15 menit).
4. Iskemik EKG depresi ST segment pada saat MRS atau selama
gejala muncul. 5. EKG menunjukkan inverse gelombang T
6. Bukti adanya kerusakan fungsi ventrikel kiri (preexisting atau selama
iskemik miokard).
7. Pelepasan troponin jantung yang positif
8. Peningkatan C-reactive protein
3
Kategori resiko rendah : troponin jantung normal pada 12 jam
setelah onset gejala. Kelompok ini juga memiliki EKG yang normal serta CKMB yang normal, serta tidak perlu MRS di CCU atau high dependency ward.
4
Terapi bertujuan : control gejala dan mencegah MI serta kematian.
Dapat dicapai dengan menggunakan antiiskemik dan antitrombotik, jika tidak
berhasil dilanjutkan dengan revaskularisasi mekanis.
5
Penting untuk menangani hipertensi dan gagal jantung pada fase akut ACS.
6
Terapi trombolitik tidak menunjukkan manfaat pada pasien ACS tanpa
ST elevasi pada EKG (kecuali pada suspek IMA dan left bundle branch Block).
Tips khususBagi Dokter Umum:
1 Rujuk semua kasus ACS ke ED.
2 Berikan aspirin 300mg sebelum mengirim pasien ke RS.
Manajemen
Nyeri Dada iskemik berkelanjutan/perubahan EKG menunjukkan Unstabel angina
atau NSTEMI
1 Monitoring tanda vital pada area critical care
2 Berikan O2 via mask
3 Aspirin oral 300mg
Catatan : ini merupakan terapi dasar ACS, yang akan mencapai platelet inhibition
dalam 1 jam. Hindari enteric-coated aspirin, karena onset akan lebih lambat
sampai 3-4 jam. Aspirin mengurangi resiko kematian jantung dan infark miokard
non-fatal pada sekitar 50% kasus dalam 3 bulan.
1 IV plug dan pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
kardiak, troponin T atau I, profil koagulasi, GXM 2 unit packed cells.
2 Berikan IV GTN 20-200 g/menit untuk mengurangi nyeri atau iskemik.
Tingkatkan 5-10 g/lmenit pada interval 5-10 mneit sampai nyeri dada hilang
atau MAP turun 10%. Hentikan jika terjadi hipotensi.
Catatan : IV GTN bermanfaat pada ACS dan
hipertensi/gagal jantung. Tidak ada bukti bahwa acting nirate yang diberikan melalui
172
rute lain, namun titrasi dosis dapat lebih cepat dan lebih mudah dilakukan dengan
jalur IV. GTN merupakan kontraindikasi bagi infark ventricular kanan.
1 Berikan IV morfin secara titrasi untuk mengurangi nyeri jika nyeri menetap
setelah pemberian GTN.
2 Berikan beta-blocker untuk mengurangi resiko infark jika tidak ada kontraindikasi,
cth gagal jantung, gagal nafas, heart block derajat 2 atau lebih, tekanan darah sistolik
< 90mmHg. Contoh : atenolol/metoprolol oral 50-100mg/hari.
3 Berikan Calsium Channel Blocker bersama dengan beta blocker atau pada
pasien dengan kontraindikasi betablocker namun tidak meilki gagal jantung
atau disfungsi ventrikel kiri. Titrasi sampai HR 60x/menit. Cth : Diltiazem IV
5mg selama 2-5menit, diulang tiap 5-10 menit samapai dosis total 50mg.
diikuti dengan infus 5 mg/menitsampai 15mg/menit.
4 Heparin, ketika digunakan IV, mengurangi insiden iskemik berulang dan
progresi Q-wave MI.
Penggunaan IV heparin butuh monitoring hati-hati. Namun tidak diperlukan
bila menggunakan heparin molekul kecil dan cara kerjanya lebih mudah
diprediksi karena memiliki bioavaibilitas yang nyaris komplit. Diberikan 2 kali
sehari dengan injeksi SC selama 3 hari.
Catatan : resiko komplikasi pada pasien unstabel angina dan non-STEMI akan
berkurang pada keadaan dibawah ini:
1. unfractioned heparin tanpa aspirin lebih efektif ddari pada placebo.
2. Unfractioned heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif dibanding
dengan aspirin saja.
3. Low molecular weight heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif
daripada aspirin saja.
1 Kasus resiko tinggi harus diterapi dengan intravenous small molecule
platelet glycoprotein IIb/IIIa inhibitor selama 96 jam. Juga harus diberikan
pada pasien dengan troponin T yang meningkat yang dijadwalkan menjalani
intervensi koronari perkutaneus menggunakan unfractioned heparin. 3 jenis
agent yang digunakan adalah : abciximab, tirofiban dan eptifibatide.
2
Deteksi dan koreksi factor pencetu yang jelas : anemia, demam,
tirotoksikosis, hipoksia, takidisritmia, stenosis aorta atau obat simpatomimetik.
3
Lakukan CXR.
4
MRS pada CCU.
Diagnosa Unstabel Angina berdasarkan keadaan klinis tanpa perubahan
EKG/perubahan ECG non-spesific serta pasien telah bebas dari nyeri dada
1 Monitoring pada area intermediate.
2 Berikan aspirin oral 300mg
3 Pasang IV plug dan periksa darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim jantung,
troponin T atau I jantung, profil koagulasi, cross match 2 unit packed cells.
4 Aplikasikan nitroderm patch 5-10mg tergantung pada tekanan darah.
5 Lakukan CXR.
6 MRS pada bangsal kardiologi.
173
174
50 Dengue Fever
Definisi
Dengue fever merupakan penyakit infeksi demam akut, disebabkan oleh virus dari
genus Flavivirus, vector : Aedes aegypti. Patofisiologi penyakit terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler yang berlebihan, dengan keluarnya plasma kapiler
yang difus, hemokonsentrasi, dan beberapa kasus terjadi syok hipovolemik
hemorrhagic.. periode inkubasi : 3-6 hari; bebepara kasus mencapai 15 hari.
Manifestasi klinis
Dengue fever (DF)
1 Gejala klinis dengue fever pada tahap awal serupa dengan pasien infeksi virus.
2 Ditandai dengan demam dan trombositopenia.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
1 Fase awal tidak dapat dibedakan dengan DF.
2 Setelah 2-5 hari, beberapa kasus pada infeksi yang pertama atau lebih sering setelah
infeksi yang berulang akan menunjukkan trombositopenia (<100.000/mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20% atau >45%).
3 Manifestasi perdarahan dapat muncul atau tidak; limphe tidak teraba, terdapatnya
pembesaran hepar serta nyeri tekan merupakan tanda prognosis yang buruk.
175
5
Penempatan : MRS untuk terapi cairan IV jika diperlukan pada kasus :
1. dehidrasi signifikan (>10% berat badan normal) telah terjadi dan ekspansi volume
secara cepat diperlukan atau ketika terjadi perdarahan spontan. Berarti pasien
176
dengan grade I yang merespon terapi cairan per oral serta tidak memiliki
kompplikasi saja yang dapat dipulangkan.
2. Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
3. Trombositopenia berat (<100.000).
4. Hitung platelet <20.000 akan membutuhkan bed rest karena ditakutkan
akan terjadi perdarahan spontan dan trauma yang tidak disengaja.
5. pasien lansia, atau yang sangat muda serta pasien dengan penyakit lain (cth : alergi,
DM, IHD).
Catatan: pasien dengan hitung trombosit 100.000-140.000 dapat dipulangkan namun
harus melakukan pemeriksaan FBC berkala sampai trombosit normal.
177
1 Distribusi meliputi kulit kepala, area genital, mukosa mulut, dan konjungtiva,
namun terutama pada trunkus.
2 Lesi timbul dengan usia yang berbeda, antara vesikel dengan krusta.
3 Pasien bersifat infeksius pada 48 jam sebelum onset timbul rash vesikel, selama
periode pembentukan vesikel, bisaanya 4-5 hari, dan sampai vesikel menjadi krusta.
Manajemen
1 Pertimbangkan asiklovir jika pasien datang pada 24-72 jam pertama sejak onset
rash. Dosis 800mg (dewasa) atau 20mg/kgBB (pediatric) 5 x per hari x 5hari.
2 Antihistamin untuk mengontrol gatal dapat dipertimbangkan, misal CTM 4mg 3x/hari.
3 Jangan berikan aspirin sebagai antipiretik karenadapat menyebabkan Reyes syndrome.
4 Pertimbangkan antibiotik oral jika ada gejala infeksi bacterial, cth : penisilin V
(Streptococcus grup A merupakan penyebab tersering)/cephalexin/doxyciclin
(jika alergi penisilin atau cephalexin) atau Cloxacillin jika dicurigai karena
Staphylococcus aureus.
5 Pasien dengan immunocompromised harus diMRS-kan.
Komplikasi
1 Terjadi terutama pada dewasa dan pasien immunocompromised: aseptic meningitis,
encephalitis, pneumonia, pneumonitis, transverse myelitis dan Reyes syndrome.
2
Komplikasi yang paling mengganggu dari herpes zoster adalah rasa
nyeri yang terkait dengan neuritis akut dan neuralgia postherpetik.
Manajemen
178
1 Kontrol nyeri dengan anlgesik pada fase akut. Trisiklik antidepresan seperti amitryptilin
10 mg dapat dipertimbangkan bila nyeri persisten setelah vesikel mulai
menghilang (postherpetic neuralgia); obat lain seperti gabapentin dan narkotik
digunakan pada kasus yang berat.
2 Obat antiviral, cth :Acyclovir :
1. menunjukkan pemendekan manifestasi herpes zoster bila diberikan dalam
48-72 jam pertama sejak onset rash muncul.
2. Dosis : 5 x 800mg selama 7-10 hari.
3. Berikan acyclovir IV pada pasien immunocompromised atau dengan
penyakit yang meluas.
1
Steroid dapat mencegah postherpetic neuralgia.
2
Rujuk ke ophthalmologist jika ada keterlibatan corneal.
Pemfigoid dan Pemfigus
1 Keduanya merupakan penyakit bullous karena proses autoimun.
2 Dasar terapi adalah memberikan antiinflamasi
3 Biopsy kulit sering diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosa.
4 Lihat bab 1 untuk membedakan manifestasi klinis.
Prognosis
Pemfigoid
Lansia
Bulla yang tegang
Pemfigus
Usia muda/pertengahan
Bulla lebih lunak yang mudah pecah
kemudian menyisakan erosi
Gatal
Nyeri
Membran mukosa kadang Membrane mukosa sering terlibat; sering
terlibat
menampakkan manifestasi.
Lebih benign
Potensial mematikan.
Manajemen
Pada umumnya keduanya membutuhkan manajemen yang melelahkan :
1. steroid sistemik immunosupresif
2. Perawatan luka local.
3. terapi infeksi
4. Koreksi kehilangan cairan dan elektrolit dari luasnya kulit yang luka.
Necrotizing Soft Tissue Infections
1
Sekelompok infeksi bacterial pada jaringan lunak yang dapat
mengancam nyawa dan ditandai dengan nekrosis jaringan.
2
Istilah spesifik digunakan berdasarakan jaringan yang terlibat serta
organisme penyebabnya:
1. Necrotizing fasciitis
2. Necrotizing myositis
3. Fourniers gangrene (genitalia)
1
Organisme :
179
1. Streptococcus grup A
2. Polymikrobial
3. Staphylococcus aureus.
Manifestasi Klinik
1
Toksik, demam, dan sering hipotensif confusion dan delirium.
2
Penampakan kulit yang minor dapat memperdayakan dibandingkan
dengan manifestasi klinis pasien yang toksik.
3
Terdapat edema dan eritema pada awalnya, menjadi pucat dan keabu-abuan
dengan perdarahan bullae (karena iskemik ketika pembuluh darah rusak) atau gangrene.
Diagnosa Diferensial
1 Selulitis dan infeksi jaringan lunak non-necrotizing lain
2 Erisipelas, memiliki batas demarkasi yang jelas serta streaking pada
limphangitis juga menonjol; vesikel dan bula dapat terjadi pada infeksi berat
(penyebab : Streptococcus beta hemolitikus grup A)
Manajemen
1 Ditangani pada area Critical Care
2 Resusitasi cairan dan inotropic support jika diperlukan
3 Pertimbangkan X ray jaringan lunak yang terlibat untuk mencari free air pada jaringan
subkutan.
Catatan : Tidak adanya penemuan tersebut tidak akan menyingkirkan diagnosa.
1 Lakukan kultur darah
2 Beri antibiotik spectrum luas, IV kristaline penicillin + Clindamycin (untuk
streptococcus grup A + Anaerob dengan beberapa Staphylococcus) +
Ceftazidime (untuk bakteri batang Gram negative dan Meliodosis).
3 Rujuk ke ortopedik/bedah umum (tergantung pada daerah yang terlibat)
untuk eksplorasi bedah secepatnya serta debridemen.
4 Penempatan : HD atau ICU tergantung stabilitas pasien.
Meningococcaemia
Penyebab : N. meningitides (Diplococcus Gram negative pada pewarnaan Gram CSF).
Manifestasi Klinis
1 Onset yang tiba-tiba dari demam, malaise, mialgia, athralgia, nyeri kepala,
nausea, dan vomiting.
2 Bersifat toksik dengan progresivitas yang cepat menjadi tanda meningitis.
3 Penemuan kulit yang terkait : jaringan parut berwarna merah muda atau papula
purpurik (lesi yang teraba < 1,5 cm) yang dapat menjadi vesicular atau pustular.
4 Dapat berkembang menjadi purpura fulminan : plak irregular namun berbatas
tegas, berupa purpura ungu dengan bagian tengah yang keabu-abuan,
kehitaman, ungu gelap atau nekrosis kehitaman.
Manajemen
1 Pasien harus ditangani pada area critical care
2 Resusitasi cairan dan support inotropik jika diperlukan
3 Kultur darah
180
Steroid
1. dipertimbangkan jika lesi luas dan rekuren, atau terkait dengan angioedema
2. Prednisolone tab 1mg/kg OM selama 5 hari
Penempatan : dapat KRS jika respon thd terapi baik, dan tidak ada
angioedema.
Erythema Multiforme
Merupakan reaksi hipersensitifiatas, diklasifikasikan:
1 EM minor : ringan dan paling sering
2 EM major/bullous/stevens-Johnson syndrome : bula dan erosi membrane
mukosa yang signifikan.
181
Manifestasi klinis
1 Papula merah, permukaan datar ukuran 1-3 cm.
2 Tidak gatal dan bersisik
3 Bulls eye atau lesi target : kehitaman, violaceous atau bagian tengah kecoklatan.
4 Lesi menetap
5 Bisaanya dimulai pada tangan dan kaki, termasuk telapak tangan dan kaki,
sebelum kemudian menyebar.
6 Bula dapat muncul pada lesi target.
7 Erosi membrane mukosa dapat terjadi.
Penyebab
1 Infeksi : HSV, EBV, Streptococcus, Mycoplasma merupakan yang paling sering.
2 Obat : Sulfa, penisilin, tetrasiklin, antikonvulsan (cth : fenitoin, carbamazepin,
barbiturate) NSAID, allopurinol, hidroclorothiazide, procainamide.
3 Lain-lain : penyebab autoimun.
Manajemen
1 Tentukan penyebab dan eliminasi allergen jika mungkin
1. review medikasi pasien
2. review simptomatologi untuk penyakit infeksi yang sering terjadi
3. Alergi makanan
4. Gigitan serangga/sengatan
5. Penyakit autoimun
1
EM minor 1.
berikan kenyamanan
2. Medikasi bisaanya tidak diperlukan karena bisaanya rash tidak gatal dan
tidak nyeri. 3. foolow up pada klinik kulit/general medicine.
2
EM major
1. MRS untuk perawatan inpatient
2. perawatan suportif umum : maintenance cairan dan elektrolit
3. Perawatan luka
4. Kontrol infeksi
5. perhatikan bahwa steroid sistemik adalah controversial.
6. MRS pada Unit Luka Bakar atau HD jika terjadi skin loss yang signifikan
atau toxic epidermal.
Erythema Nodosum
Merupakan reaksi hipersensitivitas
Manifestasi klinis
1 Onset akut nodul kemerahan yang nyeri
2 Terdistribusi terutama pada kaki bagian
bawah Penyebab
3 Infeksi : Streptococcus, tuberculosis, infectious mononucleosis, Chlamydia, Yersinia.
4 Terkait dengan sarcoidosis, Hodgkins disease, ulcerative disease.
5 Obat: kontrasepsi oral, sulfonamide, penisilin, tetrasiklin
Manajemen
1 Review sistemik untuk mengetahui kemungkinan infeksi
2 Eliminasi penyebab/pencetus
182
183
Manajemen
Terapi suportif
1 Harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
2 Oksigen aliran tinggi
3 Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar glukosa
darah, keton, potassium dan keseimbangan asam basa tiap 1-2 jam.
4 Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin/kalsium/magnesium/fosfat, enzim kardiak, DIC
screen (jika sepsis), urinalisis (untuk keton dan lekosit), serum keton (betahydroxybutyrate) dan BGA.
1 Pertimbangkan kultur darah (paling tidak 7,5 ml tiap botol).
2 EKG 12 lead, CXR, urin dipstick: cari penyebab DKA.
3 Support sirkulasi : IV NS sebagai dasar dari resusitasi cairan, ganti menjadi
NS 0,45% jika perfusi membaik dan BP normal, kemudian D 5W/0,45% NS jika
glukosa serum turun. Total kehilangan cairan pada DKA bisaanya 4-6 liter.
4 Kateter urin untuk monitoring output.
Terapi spesifik
1 IV Volume Replacement : Berikan NS 15-20ml/kg/jam pada jam I, dengan pemberian
koloid jika pasien tetap hipotensi. Jika pasien tidak hipotensif atau hiponatremia, barikan
0,45% NS 10-20ml/kg/jam selama 2-4jam kemudian dengan monitoring yang ketat dari
kadar glukosa serum. Ganti menjadi D5W/0,45% NS jika kadar glukosa serum turun
dibawah 14 mmol/L. Normal atau setengah NS dapat diteruskan bersamaan dengan IV
D5% untuk mengkoreksi derangement cairan dan elektrolit. Monitoring output urin setiap
jam, dan cek elektrolit serta kreatinin tiap 2-4 jam sampai stabil.
Catatan : Replacement cairan harus dapat mengkoreksi deficit yang diperkirakan
(4-6 liter) dalam 24 jam pertama, namun osmolaritas serum tidak boleh turun lebih
dari 3 mOsm/kg/jam untuk menghindari terjadinya edema serebral.
184
Penempatan:
1 MRS-kan semua kasus DKA
2 Pasien dengan hipotensi atau oliguri sebagai rehidrasi dini, atau pasien yang
memiliki gangguan mental/koma, dengan osmolalitas serum total > 340
mOsm/kg, harus dipertimbangkan untuk HD atau MICU.
3 Kasus ringan dapat dimasukkan pada general Ward atau tangani pada ED
dengan konsultasi pada general medicine.
185
nyeri punggung
visual
persisten
: rash yang
186
Tabel 1 menunjukkan gejala yang sering timbul dari 1249 kasus penyakit
dekompresi yang dilaporkan oleh Divers Alert Network (DAN)
Tabel 1 : Gejala dari penyakit dekompresi
Gejala utama
Nyeri
Penurunan sensasi kuli
Pusing (dizziness)
Kelelahan yang ekstrem
Sakit kepala
Kelemahan
Mual
Kesulitan bernafas
Penurunan kesadaran
Gatal
Gangguan visual
Rash
Paralisis
%
40.7
19.2
7.8
5.7
5.7
4.8
2.9
2.5
2.1
1.6
1.5
1.1
1.0
MANAJEMEN
Terapi yang segera dilakukan : bila kondisi pasien stabil
1. Pasien dirawat di ruangan intermediate
2. Posisi kepala lebih rendah dari badan
3. Berikan oksigen 100%
4. Siapkan infus intravena
5. Berikan carian NS 500ml dalam 1jam dilanjutkan dengan 500ml dalam 4 jam
6. Bila pasien tidak stabil manajemen dilakukan di ruangan critical care. Lakukan
monitoring ABC. Pada kasus berat dengan komplikasi cardiopulmonary arest
lakukan manajemen sesuai standar ACLS
7. Pasien harus diperiksa kemungkinan adanya trauma fisik yang menyertai
komplikasi menyelam
187
Investigasi :
1. Rontgen foto thoraks untuk mengetahui adanya pneumothoraks atau
pneumomediastinum
2. EKG untuk menyingkirkan penyebab dari jantung bila gejala utama yang
dominan adalah nyeri dada
3. Analisa gas darah bila pasien sesak nafas atau saturasi oksigen rendah
Terapi definitif : terapi definif emergency diving adalah terapi rekompresi segera
1. Bila dicurigai adanya DCI atau CAGE, segera hubungi spesialis diving
medicine setelah kondisi pasien stabil
2. Bila diagnosis cedera karena menyelam telah jelas, jangan rawat pasien di
bangsal neurologi atau penyakit dalam untuk investigasi karena :
1. Departemen ini tidak memiliki fasilitas untuk rekompresi
2. Terapi yang lambat pada DCI dan CAGE akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas
PERBANDINGAN ANTARA DCI DAN CAGE
Secara umum karakteristik CAGE dapat didiskripsikan sebagai cepat, pendek
dan dangkal sedangkan DCI sebagai lambat, panjang dan dalam (Tabel 2)
Faktor presipitasi
CAGE
Panik saat didalam
DCI
air, Kemampuan
menyelam
Menyelam
Kedalaman menyelam
yang rekomendasikan
Biasanya dangkal. Dapat Biasanya dalam, lebih dari
lambat,
tertunda
Jarang
Sering
Umum terjadi
Bilateral dan selang-seling
Kehilangan sensorik
CVA
Unilateral, fokal
188
54. EKLAMPSIA
DEFINISI
1 Preeklampsia: peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolic yang terjadi
setelah minggu ke-20 sampai 24 kehamilan pada wanita yang sebelumnya
normotensi ataupun hipertensi.
2 Eklampsia: preeklampsia yang disertai kejang grand mal atau koma.
PERHATIAN
1 Tujuan dari tata laksana adalah, pertama-tama, stabilisasi ibu dan kemudian
melahirkan bayi:
1.
Tata laksana jalan nafas ibu
2.
Pencegahan dan pengendalian kejang dengan terapi sulfas magnesikus
3.
Pemulihan volume intravaskuler
4.
Pengendalian tekanan darah
2 Kelahiran bayi: bagaimana dan kapan bayi akan dilahirkan merupakan
keputusan yang harus dibuat oleh seorang ahli kebidanan dan kandungan.
3 Konsultasi ke ahli kebidanan dan kandungan harus segera dibuat begitu
diagnosis ditegakkan.
4 Sindroma HELLP merupakan bentuk preeklampsia yang sangat berta yang
ditandai dengan:
1.
Hemolisis
2.
Peningkatan enzim hati
3.
Hitung platelet yang rendah (<100.000/mm 3)
Gejala: nyeri hipokondrium kanan disertai dengan mual dan muntah adalah yang
tersering. Tanda yang dapat ditemukan meliputi edema anasarka, nyeri tekan
hipokondrium kanan, ikterus, perdarahan saluran cerna dan hematuria.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 60% kasus terjadi pada kehamilan pertama.
2 Primigravida pada usia ekstrim (<17 atau >35 tahun) memiliki resiko
3
TATA
LAKSANA
189
Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area critical care.
2 Peralatan untuk tata laksana jalan nafas harus segera tersedia
Catatan: Pasien yang tidak memerlukan intubasi harus diletakkan pada posisi lateral kiri
1 Obat-obatan resusitasi harus segera tersedia.
2 Kalsium klorida (antidotum untuk intoksikasi magnesium) harus segera tersedia.
3 Berikan suplementasi oksigen aliran tinggi dengan sungkup bereservoir.
4 Monitoring: EKG dan tanda-tanda vital setiap 5 menit, pulse oksimetri.
5 Pasang jalur intravena perifer dan berikan larutan Hartmann: berikan bolus
cairan 250 cc segera, dilanjutkan dengan infus pada kecepatan 100 ml/jam.
6 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, uji faal
hati, PT/PTT dan uji silang dan golongan darah.
7 EKG
8 Pasang kateter urin: ukur produksi urin tiap jam.
Terapi medikamentosa untuk kejang
1 Sulfas Magnesikus
1. Dosis
190
3. Jika tidak ada respon, atau pasien mengalami periode penurunan kesadaran yang
panjang setelah pemberian MgSO4, maka terdapat kemungkinan terjaid perdarahan
intrakranial sehingga perlu dilakukan CT scan kepala pada saat yang tepat.
4. Pertimbangkan konsultasi
penggunaan infus thiopentone.
dengan
bagian
Anestesi
mengenai
191
BAB 55
KET
Setiap waqnita usia subur dengan nyeri abdomen dan perdarahan pervaginam
dengan atau tanpa amenorrhoe kita curigai KET sampai terbukti tidak.
Diagnosis dapat dengan mudah salah keculai jika kita mencurigainya. Curigai KET
pada wanita usia subur.
Tidak adanya nyeri atau kekakauan pada perababan cervical tidak menyingkirkan
diagnosa KET.
Catatan penting :
1- KET harus dicurigai pada wanita usia subur yang dating dengan nyeri abdomen.
2- Sebagaian besar gejalanya tidak khas.
3- Riwayat ligasi tuba tidak menyingkirkan KET.
4- Tes kehamilan urine adalah simple tetapi hati-hati akan
keterbatasannya. Manajemen
1. Urine HCG test.
2. Sebagian besar HCG kit test memiliki 100% spesificitas tetapi berfariasi pada
sensitifitasnya.
3. seluruh wanita usia subur dengan abdominal pain harus di tes urinenya untuk
menghilangkan kemungkinan KET. Dari suatu penelitian potensi kesalahandiagnosa
sekita 40% jika berdasarkan riwayat penyakit, menjadi 3% jika urine HCG negative
dan 2% jika serum HCG negative dan 1% jika USG negative.
4. test urine positip setelah 4 5 minggu setelah konsepsi dan serum HCG
positip setelah 3 4 minggu setelah konsepsi.
5. Alat tes urine yang berbeda emberi sensitifitas yang berbeda. Beberapa dapat
mendeteksi 10 IU/L.
192
193
5. DIVC
1- Pasang urine kateter
2- Pasang
uririne
kateter
untuk
194
luka bakar.
1 Jangan lupa untuk mencari trauma lain:
1. trauma servical spine
2. Toksik inhalasi
3. Jatuh dengan Fraktur/dislokasi
4. perawatan luka bakar dengan injury inhalasi
5. fetal injury selama kehamilan
Tips Khusus Bagi Dokter Umum :
1 Pastikan sumber elektrik sudah dimatikan
sebelum menolong korban, jika dipanggil
langsung pada lokasi kejadian.
Tipe Trauma Elektrik
195
1
True Electrical Injuries : terjadi ketika aliran listrik masuk melewati
tubuh menuju ke tanah.
2
Flash burns :
1. aliran tidak melibatkan bagian dalam tubuh
2. Luka dikarakterisasi dengan bagian tengah berwarna keputihan yang
dikelilingi dengan eritema; merupakan luka bakar yang simple.
Flame burns:
1. Disebabkan terbakarnya pakaian dan tidak dipertimbangkan sebagai True electrical
injury.
2. Ditangani sebagai luka bakar ketika trauma elektrik telah disingkirkan.
Situasi Khusus
1 Pasien anak-anak
196
1. luka bakar commisura oral secara eksklusif terjadi pada anak-anak dan
dapat menyebabkan morbiditas.
2. fatalitas jarang dimana sirkuit elektrik terletak pada mulut.
3. terdapat penonjolan local jaringan pada hari ke 7 samapi hari ke 10 dan
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat.
4. MRSkan pasien dengan luka bakar seperti itu
1
Konsiderasi Obstetrik
1. Injury fetal tergantung pada aliran listrik yang masuk ke tubuh ibunya.
2. fetal injury yang signifikan (kematian atau IUGR) dapat terjadi setelah
terkena aliran listrik walaupun dalam derajat yang rendah, terutama pada
kasus oligohidramnion.
3. Konsultasi OBG pada tiap kasus trauma elektrik selama kehamilan dan
lakukan monitoring fetal.
Penempatan
Kriteria MRS
1.
semua pasien dengan high voltage injury (> 1000 volt).
2.
Semua pasien dengan keterlibatan system organ spesifik.
3.
Semua pasien dengan suspek neurovascular compromise pada ekstremitas.
4.
Semua pasien dengan luka bakar komisura oral
5.
Luka bakar dalam pada tangan
Kriteria KRS
1. Pasien tanpa bukti luka bakar
2. pasien dengan trauma minor, disarankan untuk control pada unit rawat jalan.
197
Kulit
Vaskular
Respiratori
Ginjal/metabolic
GIT
Otot
Skeletal
Mata
Telinga
Fetal
Psikiatrik
198
57. EMERGENCY THT
4 Curigai adanya epiglotitis pada pasien dengan nyeri tenggorokan yang berat,
suara muffle dan tidak ditemukan kelainan lain dari pemeriksaan rongga mulut
BELLS PALSY
Merupakan penyebab paralysis wajah yang paling sering
di dunia Merupakan diagnosis eksklusi
Tugas dari seorang dokter emergency adalah untuk :
1. Menyingkirkan penyebab paralisis wajah yang lain
2. Segera memulai terapi yang sesuai
3. Melindungi mata
4. Mengatur follow-up yang tepat
Gambaran klinis
1. Onset yang cepat : paralisis parsial dengan onset yang perlahan
biasanya menunjukkan penyebab etiologi
2. Paralisis/kelemahan satu sisi pada wajah : perhatikan bagian wajah sepertiga
atas (orbikularis dan frontalis) yang mengindikasikan lesi di upper motor neuron
3. Gejala yang lain seperti air liur yang menetes, keluarnya air mata,
perubahan rasa, nyeri dibelakang telinga
4. Keluhan yang berhubungan dengan sindrom infeksi traktus respirasi
bagian atas/ infeksi virus
Diferensial diagnosis Bells palsy berhubungan dengan perjalanan nervus 7
199
4. Rujukan
1. Neurologi : bila ditemukan gambaran bells palsy yang atipikal
atau ditemukan tanda kelainan neurologi
2.
200
diagnosis
blood
dyscrasias,
emergency departemen :
1. Pijat hidung dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sedikitnya
selama 10 menit
2. Kompres hidung dengan es batu
3. Pasien dengan posisi duduk, memegang mangkuk digunakan untuk
menampung darah. Hal-hal yang dapat menyebabkan menghilangkan
terbentuknya bekuan darah seperti gerakan menelan sebaiknya dihindari.
suction
2.
menganestesi mukosa)
Selama perdarahan berlangsung :
1. Bila sumber perdarahan terlihat dapat dilakukan kauterisasi menggunakan
perak nitrat (hindari melakukan kauterisasi pada kedua sisi septum karena
resiko terjadinya perforasi) atau lakukan pemasangan tampon yang telah
201
2.
3.
Epistaksis berulang
4.
Pasien tua
202
pasien dapat dirujuk ke poliklinik THT saat jam kerja (tersedia mikroskop)
203
terlentang,
laring
dianestesi
dengan
cophenilcaine
spray.
Keuntungan dari tehnik ini adalah benda asing dapat dengan mudah
dikeluarkan
menggunakan
forsep
Magill.
Tehnik
ini
memerlukan
3. Terdapat resiko aspirasi benda asing atau tersangkut pada dinding faring
4. Fiberoptik nasofaringoskop
204
5. Lakukan pemeriksaan yang teliti pada kutub tonsil, dasar lidah, daerah
valekula epiglotika dan fosa piriformis
Bila benda asing tidak tampak, lakukan pemeriksaan radiologi foto
rontgen leher lateral kondisi jaringan lunak
Bila pada pemeriksaan radiologi tampak benda asing segera hubungi
dokter THT
Benda asing ditenggorok pada anak : lakukan pemeriksaan dengan
mendorong lidah kebawah, bila tidak tampak rujuk pasien ke dokter THT
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak dan pasien merasa tidak terganggu, berikan terapi simptomatik dengan
obat hisap dan kumur. Dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik (amoksisilin)
bila ditemukan adanya ulserasi dan abrasi. Rujuk pasien ke poliklinik THT 1-2
hari kemudian untuk evaluasi. Pasien harus diingatkan untuk segera kembali bila
ada gejala sesak nafas, panas, nyeri dada atau hematemesis.
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak namun pasien merasakan gejala tidak berkurang, segera hubungi dokter THT
untuk evaluasi dan melakukan pemeriksaan barium shallow (khususnya pada pasien
dengan keluhan nyeri leher dan dada) atau pemeriksaan rigid esofagoskopi
neuroma akustik
Gambaran klinis :
1. Biasanya unilateral
2. Tes weber : lateralisasi pada sisi yang sakit
3. Tes rinne : dapat positif (pada tuli parsial : konduksi melalui udara tetap lebih
baik daripada konduksi tulang) atau false negatif (tuli total : suara konduksi
205
tulang pada telinga yang tuli akan terdengar oleh koklea yang intak
pada sisi yang lain)
Penyebab :
1. Trauma pada telinga atau kepala : trauma menyebabkan robeknya
membrana intralabirin (fistula perilimfe)
2. Infeksi virus : mumps, campak, varisela
3. Vaskuler : gangguan mendadak pada aliran darah ke koklea
4. Sifilis
5. Neuroma akustik : biasanya muncul dengan gejala kehilangan
pendengaran unilateral
6. Idiopatik
Terapi dilakukan secara empiris bila penyebab tidak ditemukan
1. Kortikosteroid sistemik : prednisolon dengan dosis yang diturunkan
selama 5 hari
2. Obat-obatan vasodilator : Tanakan (ginko biloba) 1 tab 3x/hari
3. Anti virus : acyclovir (800mg 5x/hari selama 1 minggu)
OTITIS MEDIA AKUT
Umumnya terjadi pada anak-anak : organisme penyebabnya adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
Gambaran klinis :
Pada pemeriksaan menggunakan otoskop ditemukan : membrana timpani
tampak kemerahan dan cembung atau perforasi disertai adanya sekret
Terapi :
1. Antibiotik oral : amokcicilin, augmentin, cefaclor, co-timoxazol, erytromycin
2. Dongestan nasal topical : contohnya Iliadin (oxymetazolin) 3x/hari
selama 5 hari
3. Antihistamin oral : contohnya prometazin, Clarityne, Clarinase, Zyrtec
4. Analgesik
5. Antibiotik tetes telinga diberikan bila membrana timpani ruptur (terapi
berbeda dengan terapi membrana timpani yang ruptur karena trauma)
Rujuk poliklinik THT untuk follow-up
206
Benda asing
terlihat ?
Ya
Tidak
Foto roentgen leher lateral
kondisi jaringan lunak
Tidak
Ya
Benda asing
terlihat?
Tidak
Ya
207
208
Pemeriksaan radiologis :
1. Sinusitis tanpa komplikasi sering tidak terdiagnosis secara klinis dan
pemeriksaan radiologis tidak disarankan untuk dilakukan
2. Pemeriksaan foto polos sinus seringkali false negatif (40%). Tanda
infeksi pada pemeriksaan radiologis memberikan gambaran : air-fluid
level pada daerah sinus atau paranasal yang terinfeksi.
Singkirkan
adanya
komplikasi
perluasan
infeksi
intrakranial,
Bactrim
Dewasa
625mg 2x/hari
2 tab 2x/hari
Anak 2-6th
5ml 2x/hari
209
210
a Mencegah jangan sampai air masuk kedalam liang telinga b.
Tidak menggunakan penyumbat telinga atau cotton balls
Disposisi
1. Bila terdapat tanda-tanda penurunan pendengaran, rujuk ke
poliklinik THT saat jam kerjaesok hari untuk evaluasi selanjutnya
2. Bila tidak terdapat tanda-tanda penerunan pendengaran dapat
dirujuk 1 minggu kemudian
211
2.Penurunan fungsi
1 Didefinisikan sebagai penurunan yang progresif pada kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
2 Ada dua kesalahan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter
emergensi,yaitu: 1.melupakan masalah tersebut.
212
213
214
keterlibatan multidisiplin.
Pasien yang juga memiliki diabetes mellitus insulin dependent
memiliki resiko kematian tinggi yang signifikan.
Tabel 1 : Faktor Penyebab Gagal jantung
Kardiak
Non-kardiak
Iskemik miokard atau infark
Emboli paru
Disritmia
Superimposed infeksi sistemik
Valvular heart Disease
Penyakit sistemik, cth : hipertensi berat,
Non-compliance dengan regimen
anemia berat, tirotoksikosis, konsumsi
terapi termasuk kegagalan
alcohol berat
restriksi intake cairan
Obat : kokain,
amfetamin, penggunaan
215
Endokarditis bakterial
Manajemen
1 Tangani pasien pada area yang dapat diawasi : tanda vital, pulse
oksimetri, monitoring EKG terus menerus.
2 Pertahankan jalan nafas
3 Berikan oksigen, awalnya 100% non-rebreather face mask untuk
mempertahankan SpO2 >95%.
4 Pasang jalur IV dan periksa darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin,
enzim jantung dan marker kardiak serum.
5 Untuk menurunkan venous return, pasien dapat duduk tegak dengan
kaki menggantung dari tempat tidur.
6 Lakukan EKG untuk mendiagnosa concomitant iskemik kardiak, MI
yang sebelumnya, disritmia jantung, hipertensi kronik, dan penyebab
hipertrofi ventrkular kiri lain.
7 Lakukan CXR untuk mencari kardiomegali, dan diversi lobus atas.
Penemuan radiografik akan menetap selama beberapa hari walaupun
pemulihan sedang berjalan.
8 Berikan diuretic, IV furosemide 40-60mg jika hemodinamik pasien stabil.
9 Nitrodisc 5-10mg dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi
gejala akibat kongesti paru.
10 Pada kasus yang parah, Infusion GTN akan menurunkan left ventricular enddiastolic volume and pressure secara cepat dengan resolusi dari gejala.
216
1
KRS dengan ketentuan follow up pada klinik rawat jalan jika:
1. loop diretik, cth : lasix 40 OM, dan suplemen potassium, cth span K
1,2 mg OM jika pasien tidak menggunakan diuretic sebelumnya dan
urea/elektrolit/kreatinin normal.
2. tingkatkan dosis diuretic jika sebelumnya pasien telah menjalani
pengobatan tersebut.
3. jika terdapat concurrent hipertensi, disamping loop diuretic, berikan ACE
inhibitor cth Captopril 6,25-12,5mg 3x/hari atau hidralazin 25 mg 3x/hari.
217
218
1
Pemeriksaan fisik harus tidak menunjukkan chronic liver
disease, tanda neurologik fokal atau demam tinggi, untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab ensefalopati yang lain.
2
Grade ensefalopati :
I Kurangnya kewaspadaan ringan, ansietas, euphoria, atensi jangka
pendek.
35
Letargi atau apati dengan disorientasi minimal terhadap waktu dan
tempat, pasien mungkin menunjukkan perubahan kepribadian atau
perilaku
III Stupor dan kebingungan
IV Koma
Manajemen :
1.
Tangani di area critical care
2.
Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi, kalau perlu lakukan intubasi (jika
px koma atau ada airway compromise)
3.
Monitoring EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
4.
Pasang jalur IV perifer
5.
Cairan IV : infus NS untuk mempertahankan perfusi perifer
219
Pemeriksaan Fisik :
1. dapat menunjukkan chronic liver disease, cth : spider naevi, ginekomasti,
liver palms, leuchonychia dan hepatic flap.
2. Dapat menunjukkan pembesaran hati atau lien juga ascites.
3. harus meliputi pemeriksaan rectum untuk mencari melena.
Manajemen :
1. Tangani pada area critical care
2. Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi : jika px koma lakukan intubasi.
3. Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
4. Pasang jalur IV perifer
5. Cairan IV : infus NS untuk mempertahankan perfusi perifer
1
Pemeriksaan penunjang : ditujukan untuk mengkonfirmasi Dx
Ensefalopati akibat komplikasi sirosis juga untuk mencari factor pencetusnya.
1. GDA
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, ammonia, profil koagulasi, LFT.
3. Kultur darah dan urinalisis
4. CXR
2
Terapi obat:
1. IV D50% 40ml pada hipoglikemi, dan IV thiamine 100mg jika pasien
menderita sirosis alkoholik.
2. IV nalokson 2mg jika px memiliki significant obtundation.
3. IV Flumazenil 0,5mg diulang setelah 5 menit
220
epigastrium.
Nyeri bisaanya mulai secara akut dan dapat menjalar ke sudut
inferior pada scapula kanan.
221
yang terlokalisir tajam pada hipokondrium kanan. Nyeri bertambah seiring
waktu dan timbul dengan adanya gerakan.
1 Sering terdapat latar belakang episode nyeri abdomen atas mirip dengan
kolik bilier, yang semakin memburuk dalam frekuensi dan severitasnya.
2 Gejala terkait lain meliputi demam dengan atau tanpa menggigil,
hilangnya nafsu makan, nausea dan vomiting.
3 Pada pemeriksaan, nyeri yang terlokalisir pada hipokondrium kanan
dapat menjadi petunjuk lebih lanjut.
4 Massa palpable yang lunak, dan globular dibawah batas kosta kanan
yang ikut turun saat respirasi menunjukkan adanya masa inflamasi yang
dibentuk oleh omentum disekitar kandung empedu yang mengalami
inflamasi, atau sebuah empiema kandung empedu.
5 Murphys sign ada ketika pasien mengeluh nyeri dan menahan nafas saat
dipalpasi di hipokondrium kanan; hal ini terjadi karena kandung empedu
menjadi bersentuhan dengan ujung jari pemeriksa selama inspirasi.
Caveats
1 Nyeri tekan pada hipokondrium kanan tidak patognomonis untuk
kolesistitis, tanda ini juga ada pada kolangitis.
2 Secara klasik, tidak terdapat tanda obstruktif jaundice.
3 Selalu cari tanda dehidrasi atau labilitas hemodinamik pada pasien dengan
kolesistitis akut. Karena px sering mengalami vomiting dan anoreksia dan dapat
Manajemen
Pasien yang Stabil
1 Tangani pada area intermediate acuity care
2 Puasakan pasien selama investigasi dan terapi.
3 Lab : ditujukan untuk menyingkirkan ddx juga menyingkirkan adanya
komplikasi (kolangitis atau kolelitiasis).
4 FBC : lekositosis PMN yang positif konsisten dengan adanya infeksi
bacterial (kolangitis atau kolesititis).
5 LFT :
1.
Tes ini normal pada kolik bilier.
222
2.
Khas pada kolangitis : peningkatan bilirubin terkonjungasi
dan peningkatan enzim kolestatik duktus hepatikus (ALP/GGT),
peningkatan enzim hepatic intraselular (AST/ALT).
3.
Bisaanya tidak terdapat kolestatis pada kolesistitis akut.
2 Urea/elektrolit/kreatinin : untuk mendeteksi abnormalitas elektrolit dan
disfungsi sekunder akibat vomiting dan deplesi volume.
3 PT dan PTT : dilakukan saat terjadi jaundice untuk mendeteksi koagulopati
4 Serum amylase : menyingkirkan coexisting pankreatitis akut.
5 Urinalisis : untuk menyingkirkan kemungkinan urolitiasis dan pielonefritis
6 EKG : untuk menyingkirkan iskemik miokard.
7 CXR posisi berdiri : untuk menyingkirkan pneumonia basiler dan udara
subdiafragmatik.
8 KUB : untuk mendeteksi kalsifikasi intrabadominal, udara bebas, dan
air-fluid level.
Pasien yang tidak stabil (hemodinamik labil atau menunjukkan sepsis)
1 Tangani pada area critical care
2 Konsultasi dini pada ahli bedah
3 Monitoring : tanda vital tiap 10-15, ECG, pulse oksimetri
4 Berikan oksigen
5 Pasang jalur IV dengan ukuran jarum besar (14/16G) untuk resusitasi cairan.
6 Lab: seperti diatas.
7 Lakukan kultur darah (dari 2 bagian tubuh minimum 10 ml darah/botol)
8 Berikan antibiotik IV : sefalosporin seperti ceftriaxon atau cefuroxime untuk
organisme Gram Negatif, dan metronidazole 500mg IV.
Catatan : (1) jika alergi penisilin, ciprofloxacin merupakan alternative. (2)
hindari penggunaan antibiotik nefrotoksik seperti gentamycin.
1 Pertimbangkan terapi suportif inotropik pada pasien yang tidak
responsif terhadap fluid challenge yang adekuat.
2 Tetap puasakan px dan masukkan NGT untuk dekompresi lambung
3 Pasang kateter urin untuk monitoring output urin.
4 Berikan analgesic : dosis kecil agonis opioid via IV dititrasi sampai berespon.
Hindari antispasmodic dan NSAID.
Penempatan :
1 Px dengan kolik bilier saja serta tanpa jaundice dan sepsis dapat
diKRS-kan sebagai pasien rawat jalan bagian bedah, dimana nyeri
telah dikontrol dengan analgesic.
2 Px dengan kolesistitis atau kolangitis akut di MRS-kan,
pertimbangkan high dependency unit atau ICU pada px yang tidak
stabil, dengan konsultasi pada bagian bedah.
223
224
Manajemen
Terapi Suportif
1o Pasien harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
2o Berikan oksigen aliran tinggi
3o Monitoring: EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar
glukosa dan potassium tiap 1-2 jam
4o Suportif sirkulasi : deficit cairan rata-rata pada HHNK adalah 6-10 liter.
Separuh deficit air yang diperkirakan perlu untuk diganti selama 12 jam
pertama.
5o Lab
:
FBC,
urea/elektrolit/kreatinin/kalsium/magnesium/fosfat,
osmolalitas serum, BGA, urinalisis.
6o EKG, CXR untuk mencari penyebab keadaan HHS.
7o Kateter urin untuk monitoring output urin.
Terapi Spesifik
1o Replacement Volume intravena
1. jika pasien menunjukkan hipoperfusi jaringan signifikan, gunakan NS
sebagai bolus cepat sampai perfusi meningkat dan BP stabil. Berikan
setidaknya 1 liter NS pada jam pertama; selanjutnya diberikan dalam 2
jam. Kemudian ganti menjadi 1 liter NS 0,45% selama 4 jam berikutnya.
2. Jika pasien hipertensi atau mengalami hipernatremi signifikan (>155
225
yang didapat harus sekitar 10; jika lebih tinggi, partikel aktif osmotic
yang lain terdapat dalam serum seperti alcohol atau IVP dye.
Penempatan
1o Lakukan konsultasi dengan bagian General medicine atau endokrin, lakukan
pengawasan pada HD. Setelah mendapatkan volume replacement awal,
bisaanya pasien tidak membutuhkan MRS dibagian ICU.
63. Hipertensi
Krisis Definisi
1
Hipertensi : tekanan darah (BP) 140/90 mmHg atau lebih, walaupun harus
diketahui bahwa tekanan darah merupakan suatu variable berkelanjutan. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi berdasarkan JNC VII (seventh report of the Joint National
Committee) terhadap prevensi, deteksi, evaluasi, dan terapi tekanan darah tinggi.
2
Krisis hipertensi : peningkatan kritis BP dengan dengan peningkatan tekanan
darah diastolic. Tidak ada kadar BP absolute yang dapat mendefinisikan krisis
hipertensi, namun bila tekanan diastolic 120-130 mmHg dapat digunakan sebagai
pedoman. Krisis hipertensi meliputi hipertensi emergencies dan urgencies.
1.
Hipertensi emergency : jika peningkatan BP terkait dengan
disfungsi atau kerusakan end-organ yang akut atau sedang terjadi.
2.
Hipertensi Urgensi : jika peningkatan BP terkait dengan disfungsi
atau kerusakan end-organ imminen. Hipertensi berat merupakan merupakan
keadaan asimptomatik pada pasien yang tidak berkaitan dengan hipertensi
emergency dan lebih sering digambarkan sebagai urgensi.
1.
2.
3.
4.
5.
226
7.
8.
9.
1
227
Manajemen
Tangani pasien pada area yang dapat dimonitoring (critical atau intermediate)
1 Berikan oksigen aliran rendah
2 Monitor : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5-10
menit Apakah hasil pemeriksaan BP benar ?
3 Ulangi dengan manual sphygmomanometer
4 Periksa cuff yang benar
5 Periksa lengan yang lain
6 Ulang pemeriksaan kemudian jika asimptomatik
Apakah merupakan hipertensi emergency atau urgensi?
1 Cari bukti adanya kerusakan end-organ
2 Pemeriksaan klinik harus mencakup:
1. funduskopi untuk mencari pardarahan, eksudat, papil edema.
2. pemeriksaan neurologik untuk AMS, deficit fokal.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk kegagalan ventrikel kiri, murmur
regurgitasi aorta baru, bukti diseksis aortic.
1
Bedside investigation : EKG, urin dipstick untuk hematuri dan
proteiuria, tes kehamilan urin pada wanita usia subur.
2
Pemeriksaan lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, cardiac
enzyme screen, troponin T.
3
Radiologi :
1. CXR untuk kegagalan ventrikel kiri, pelebaran mediastinum.
2. CT scan kepala jika terdapat AMS.
3. CT thoraxjika ada kecurigaan diseksi aortic.
Apakah BP perlu diturunkan secara akut? Jika demikian, bagaimana caranya?
1
Penurunan BP yang optimal belum ditentukan secara pasti.
2
Jika hipertensi emergency terjadi, target adalah menurunkan
20-25% MAP (diastolic + 1/3 Pulse pressure) dalam beberapa jam,
atau DBP sampai mencapai lebih dari 100-110 mmHg, kemudian
menjadi 160/100 mmHg dalam waktu 2-6 jam.
228
1
Untuk px dengan stroke syndrome, jika CT scan kepala
dapat dilakukan maka disarankan untuk menunda BP sampai
perdarahan intracerebral dapat dilihat. Lihat bab Stroke.
2
Terapi Obat
1. Sodium nitroprusside : bermanfaat untuk semua hipertensi emergency
kecuali pada eklampsia. Dibatasi oleh toxic metabolite thiocyanate terutama
setelah penggunaan yang lama (24-48 jam), yang dapat menyebabkan
toksisitas sianida atau thiocyanate, bermanifestasi seperti laktat asidosis,
229
1 Hipertensi urgensi : dapat KRS jika respon baik dan BP dapat diterima
setelah 4 jam monitoring, namun follow up harus dilakukan dalam 48
jam. Jika pasien baru pertama kali didiagnosa hipertensi dengan
penyebab yang belum pasti, maka MRS pada bagian General
medicine untuk evaluasi dan eksklusi penyebab sekunder hipertensi.
64. Hipertermia
Francis Lee
PENTING
1 Trias gejala klasik untuk heat stroke
adalah : 1. Temperatur rectal > 41 C
2. Perubahan status kesadaran
3. Kulit kering dan panas
Ini adalah sebuah kondisi stadium lanjut dan seharusnya digunakan
dengan hati hati. Jika diikuti terlalu kaku, mungkin kita melewatkan
banyak kasus heat stroke pada fase awal.
2 Tidak ada petunjuk klinis untuk heat stroke dan banyak gejala dan tanda
adalah nonspesifik. Diagnosis, karena itu membutuhkan perhatian.
Perubahan status kesadaran, perubahan perilaku akut dan sinkop with
suatu riwayat paparan terhadap temperature yang tinggi seharusnya
menyadarkan seseorang untuk diagnosis dari diagnosis heat stroke.
3 Banyak yang disertai temperature yang tinggi di luar ruangan. Penting
untuk dicatat bahwa aktivitas yang berkepanjangan atau berada di
ruangan tertutup tanpa ventilasi yang cukup atau pengatur aliran udara
adalah faktor resiko untuk heat stroke.
4 Heat exhaustion adalah suatu prekursor dari heat stroke dan
mempunyai gambaran :
1. Kecemasan, irritabilitas, dan fatigue.
2. Rasa haus, polidipsi
230
3.
4.
5.
6.
7.
231
CXR untuk mencari bukti bukti edema paru atau ARDS. Infark
Pemeriksaan darah :
232
2. Alkohol tidak dapat digunakan untuk proses pendinginan sekalipun
kondisi hipertermi spesifik untuk proses penguapan karena absorpsi
kulit dapat menyebabkan penurunan kesadaran yang lebih progresif.
3. Hipotensi harus dikoreksi sebelum proses pendinginan yang efektif dilakukan.
4. Hati hati dengan edema paru yang mengalami rebound ketika
vasokontriksi terjadi setelah heat stroke terkontrol.
Disposisi
1. Semua penderita heat stroke harus dirawat di rumah sakit
2. Pemulihan heat exhaustion tanpa kerusakan end organ dapat
diobservasi di IRD dan kemudian dapat dipulangkan.
Referensi
1. Weiner KS, Khogali M. A physiological body-cooling unit for heatstroke.
Lancet. 1980; 1:507.
2. Gaffin SL, Gardner JW, Flinn SD. Cooling methods for heatstroke
victims. Ann Intern Med 2000; 132(8):678.
65. Hipoglikemi
DEFINISI
Merupakan kadar glukosa darah yang rendah, bisaanya kurang dari 3,0
mmol/l pada pemeriksaan vena, disertai dengan gejala dan tanda yang khas,
yang akan kembali membaik setelah dilakukannya koreksi.
CAVEATS
1 Selalu periksa GDA pada pasien AMS atau kejang.
2 Hasil pemeriksaan gula darah kapiler akan lebih rendah daripada hasil pada
vena dan dapat terlihat rendah pada pasien hipotensi, hipotermi dan edema;
sehingga selalu konfirmasikan adanya hipoglikemi dengan sample vena ke lab.
Penyebab
1 Separuh jumlah kasus terjadi pada pasien diabetes yang sedang
menjalani pengobatan dengan insulin atau sulphonylurea.
2 Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sehat:
1. Medikasi/obat
1. Alkohol
2. Salisilat
3. Non selective beta blocker (dengan kelemahan respon
adrenergic terhadap stress)
233
4. Factitious hypoglycaemia atau overdosis insulin atau obat
hipoglikemik oral.
3. latihan/exercise yang berlebihan
4. Insulinoma
2 Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sakit
1. Sepsis dan syok
2. Infeksi : malaria, terutama dengan terapi quinine atau quinidine
3. Starvasi/kelaparan, anoreksia nervosa
4. gagal hati
5. Gagal Jantung (diffuse disfungsi liver)
6. Gagal ginjal (gluconeogenesis yang terganggu)
7. Endokrin
1. Insufisiensi Hipothalamus-pituitary-adrenal axis pada kortisol
dan growth hormone.
2. Insulin antibodies
8. Non islet cell tumour, cth sarcoma, mesothelioma
9. masalah hati congenital termasuk defek karbohidrat, asam amino
dan metabolisme asam lemak.
Manifestasi klinis
Hipoglikemi dapat muncul dengan manifestasi spectrum luas kelainan neurologik, a.l:
1 Neurogenic/autonomic (BSL sekitar 2,8-3,0 mmol/l): keadaan simpatetic
yang berlebihan dengan diaforesis, takikardi, gugup, dan pucat.
234
1.
2.
3.
4.
MANAJEMEN
1 Tempatkan pada area yang dapat diawasi
1. monitor: EKG, pulse oksimetri, tanda vital
2. berikan oksigen aliran rendah
3. Cek GDA untuk semua px AMS
1.
2.
1.
2.
3.
235
2. Pertimbangkan dosis ulangan jika tidak respon terhadap terapi, atau
berikan infus D5% atau 10% continous, jika ada kemungkinan
penurunan kadar gula darah yang terus menerus.
3. mayoritas pemulihan pasien terjadi dalam 20-30 menit.
4. jika terdapat keadaan AMS yang persisten, walaupun hipoglikemi
telah teratasi, pertimbangkan keadaan patologis lain, serta lakukan
CT scan kepala.
1
Penempatan
1. Bergantung pada beberapa factor :
1. Etiologi hipoglikemi, termasuk agen penyebab.
2. Severitas deficit neurologik dan responnya terhadap terapi.
3. Respon kadar glukosa darah dan butuh replacement yang
terus menerus.
4. Adanya komorbiditis, seperti cedera kepala
5. Lingkungan social, ketersediaan yang merawat px, keinginan
px untuk bunuh diri.
2. secara umum, sebagian besar pasien harus di-MRS-kan dibawah
pengawasan bagian endokrinologi, General Medicine atau spesialis lain
tergantung etiologi dan komorbiditas. Semua kasus hipoglikemi karena
sulfonylurea harus di-MRS-kan karena efek jangka panjangnya.
3. pada kondisi yang menyebabkan kecenderungan hipoglikemi (overdosis
OHGA, kegagalan hati akut, sepsis berat), pertimbangkan MRS di ICU.
236
66.OBSTRUKSI INTESTINAL
TITIK BERAT
mekanis ( ileus )
strangulasi
Tabel 1 penyebab obstruksi mekanis
Perlekatan dari operasi masa lalu
Hernia
Tumor
Batu enpedu
Volvulus
Intusepsi
Inflamatori bowel disease, Crohns disease
Tabel 2 penyebab ileus
1
2
3
4
Postoperative
Hipokalsemia
Uremia
pseudoobstruksi
Tabel 3 strangulasi
1
2
3
4
5
Febris
Shok
Nyeri menetap setelah dekompresi
Peritonitis dan shok
Pada kasus strangulasi karena hernia eksternal, sumbatan terasa
tegang, lunak, tidak dapat berkurang, tidak dipengaruhi impuls batuk
dan terdapat peningkatan ukuran
Managemen
oksigen
237
Rochephin
238
2.
3.
4.
5.
6.
Dysarytmia,
terutama
atrial
fibrilasi
dimana
Hypovolemia
8.
Hypotensi
239
1 Beri infus kristaloid dengan aliran rumatan, kecuali jika shock
2 Lab
1. Darah lengkap
2. Urea/Electrolyte/cretinine
3. Analisa Gas Darah, untuk melihat adanya metabolic asidosis yang
tidak dapat dijelaskan dengan kelaianan patologis yang lain.
4. Pemeriksaan coagulasi
5. Persiapan darah protrasfusi 2-4 unit
3 Foto polos abdomen untuk melihat penebalan dinding
saluran cerna, dan udara bebas yang menunjukan adanya
perforasi dari saluran cerna yang mengalami gangren
4 ECG menunjukan dysarytmia tersering berupa Atrial Fibrilasi
5 Pasang NGT dan beri antibiotic (Chepalosporine
IV dan metronidazole IV)
6 Pasang urinary cateter dan monitor produksi urin
7 Konsultasi segera ke bagian bedah
240
68. Malaria
Chong Chew Lan
Caveats
1 Secara klasik, pasien tampak dengan paroxysm atau demam dengan puncak
yang tinggi setiap 48 jam (plasmodium vivax, p. Ovale) atau setiap 72 jam (P.
malariae). Infeksi P. falciparum bisa tidak menunjukkan paroxysm.
2 Pertimbangkan malaria pada semua pasien dengan demam, terutama saat
rekrutmen tenaga militer, pekerja asing dan pasien yang baru saja mengadakan
perjalanan ke India, Amerika Selatan, Afrika atau Asia Tenggara.
241
1.
242
2.
Ganti dengan sediaan oral bila memungkinkan atau hitung <1% untuk
mengakhiri 7 hari terapi. Monitor parasetemia setiap 6 jam. Bila terapi
efektif, diperkirakan 75% level parasit menurun setelah 48 jam terapi.
Bila parasitemia >10-15%, pertimbangkan mengganti transfusi.
Steroid berbahaya bagi cerebral malaria.
69
jantungHati-hatipadapresentasik linisAMIyangtidakkhaspadapx
243
2.
3.
4.
Manajemen
1 oksigen dengan masker, monitoring tanda vital
2 Aspirin oral 300mg
3 S/L GTN 1 tab dan ulang setelah 5 menit (untuk menyingkirkan
perubahan EKG karena spame koroner).
4 Lakukan right-side ECG pada MI inferior untuk menyingkirkan
concomitant right ventricular infarct.
5 Pasang IV plug dan tes darah, cth: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
kardiak, Troponin T, PT/PTT, dan GXM 2U PCT. Hindari arterial puncture.
6 IV morfin 2-5mg bolus lambat. Ulangi dengan interval 10 menit sampai
nyeri berkurang.
7 Pertimbangkan IV metoklopramid 10 mg sebagai antiemetik.
8 IV GTN 20-200g/menit, terutama pada:
1. nyeri dada iskemik yang terus-menerus
2. gagal ventrikel kiri
3. Hipertensi
Meningkat 5-10 g/menit, pada interval 5-10 menit sampai nyeri dada
menghilang atau MAP turun 10%. Hentikan bila terjadi hipotensi. Hatihati pada MI inferior karena pasien dapat mengalami concomitant right
ventricular infarct, dimana nitrat merupakan kontraindikasi.
Pertimbangkan Myocardial salvage therapy, contoh PCI (procedural
coronary intervention) versus trombolisis (PCI lebih disukai bila
tersedia). Lihat tabel 1.
Tabel 1 : Tindakan Reperfusi pada AMI, keuntungan dan Kerugian 2 strategi Reperfusi
Trombolisis
Keuntungan Pemberian cepat
Tersedia luas
Nyaman digunakan
PCI
Efikasi klinis yang lebih baik, cth
patensi pembuluh darah
superior, TIMI grade 3 flow
rate dan penurunan oklusi
Lebih sedikit perdarahannya
Definisi dini dari anatomi koroner
244
memudahkan
terapi
penyesuaian dan stratifikasi
resiko yang lebih efisien
Kerugian
1
Pertimbangkan apakah pasien merupakan kandidat untuk
terapi trombolitik dengan criteria sbb:
1. nyeri dada khas AMI
2. peningkatan segment ST paling tidak 1mm pada setidaknya 2 lead EKG
inferior atau elevasi paling tidak 2mm pada setidaknya 2 lead EKG anterior
245
SK
1. paling sering
digunakan dan
ekonomis
2. pilihan yang lebih baik jika resiko
perdarahan intracranial lebih besar
(cth: usia tua) karena penggunaan
rtPA
berakibat
terhadap
peningkatan resiko perdarahan
intracranial.
1.
2.
3.
4.
rtPA
dapat digunakan pada kedua
gender
kurang dari usia 50th
anterior AMI
kurang dari 12 jam dari onset nyeri
dada
1
KIE tentang untung rugi tx trombolitik.
2
Efek samping dari terapi trombolitik meliputi:
1. resiko perdarahan intracranial (1%) lebih tinggi jika
1. usia pasien > 65th
2. berat badan rendah < 70kg
3. hipertensi pada saat datang
4. rtPA digunakan, dibandingkan SK
2. alergi SK terjadi pada 5% pasien yang diterapi untuk pertama kalinya,
terutama pada px yang baru saja mengalami infeksi streptococcus, dan
0,2 % pasien mengalami reaksi anafilaksis yang serius.
3. Hipotensi selama IV SK infusion (15%), penurunan laju infus dan
ekspansi volume.
Dosis terapi trombolitik
SK
rtPA
1. IV SK 1,5 mega unit dalam 100ml
1. 100mg rtPA dilarutkan dalam
NS selama 1 jam
100ml air steril
2. berikan 15mg IV bolus
3. Berikan infus IV 0,75mg/kg selama
30 menit (tidak lebih dari 50mg)
4. diikuti dengan infus IV 0,5mg/kg
selama 60 menit (tidak lebih dari
35mg)
jika pasien syok, selalu cari factor penccetusnya:
lakukan pemeriksaan rectum untuk mencari perdarahan GIT.
jika pasien bradikardi, terapi menurut pedoman ACLS
jika pasien takikardi, terapi menurut pedoman ACLS
jika pasien memiliki right ventricular infarct
1. lakukan right-side lead pada adanya ST elevasi di lead II, III dan
aVF seperti AMI inferior (gambar 1a). cari paling tidak 1 mm ST
elevasi pada V4R, V5R dan V6R (gambar 1b).
2. jika demikian, berikan fluid challenge 100-200ml NS selama 510 menit dan periksa responnya.
3. Bisa diulang jika pasien tidak menjadi sesak dan tidak ada tanda
klinis edema pulmonal.
4. Mulai inotropik (IV dobutamin/dopamine 5-20 g/kg/menit) jika
BP tetap rendah dengan pemberian 500ml cairan IV.
5. jika pasien syok kardiogenik karena komplikasi mekanik, cth disfungsi
otot papillary atau rupture, septal rupture atau tamponade jantung dari
1
1.
2.
3.
4.
246
2. sementara
itu
mulai
terapi
support
dobutamin/dopamine 5-20 g/kg/menit.
3. Pasang kateter untuk mengukur output urin.
inotropik,
cth
dalam
air. Caveats
1 Penyelamatan segera (< 5 menit) dan resusitasi awal di tempat
kejadian merupakan kunci keselamatan pasien.
2 Bagian penting pemeriksaan adalah unuk mencari penyebab (cth
trauma, usaha bunuh diri, keracunan, sengatan organisme laut).
3 Hipotermi merupakan komplikasi yang potensial, terutama pada usia
yang lebih muda.
Tips khusus Bagi Dokter Umum
1 Resusitasi di dalam air sulit dilakukan
dan membahayakan jiwa penyelamat.
2 Coba untuk mengeluarkan air yang tertelan
dengan bermacam cara, seperti manuver
Heimlich, masih controversial.
Manajemen prehospital awal
1 Penyelamatan cepat mengeluarkan korban dari air
2 Pemeriksaan ABC
3 Lakukan CPR jika diperlukan
4 Berikan oksigen
5 Pasang akses intravena (jika peralatan
tersedia). Manajemen
6 Focus manajemen adalah menyelamatkan ABC dan koreksi hipoksia
7 Membedakan jenis air, fresh water (surfaktan selamat dari washout) dan salt
water (surfaktan hilang dengan denaturasi), wet atau dry (asfiksisasi karena
laringospasme yang dicetuskan oleh masuknya air ke dalam laring) cukup
bermanfaat untuk memahami kemungkinan mekanisme patofisiologi morbiditas
dan mortalitas namun tidak mempengaruhi manajemen pasien di ED.
247
Secondary Survey
1. lakukan pemeriksaan kepala sampai kaki untuk mencari penyebab
tenggelamnya px
2. Berikan perhatian khusus pada :
1. perubahan sensorium setelah resusitasi : pengguna alcohol dan obat
2. cedera kepala : lihat tanda pada kepala dan wajah
3. cedera cervical spine merupakan penyebab near drowning
4. Epilepsi : abrasi dan injury pada lidah merupakan petunjuk
5. Disritmia jantung : pemeriksaan EKG dan monitoring penting
6. Diving injury : decompression illness (DCI) atau Cerebral
Arterial Gas Embolism (CAGE)
3. lakukan pemeriksaan serial GCS
Penempatan
1 bisaanya semua kasus near drowning diMRS-kan
2 pasien yang terlihat baik harus ditangani dan diawasi selama 12 jam
dan di-KRS-kan bila:
1. pasien terlihat baik dan sadar
2. tidak ada abnormalitas tanda vital
3. CXR normal
4. memiliki pengawas yang dapat diandalakan di rumah
1. pasien diintubasi
248
2. AMS berkelanjutan
3. parameter tidak stabil setelah resusitasi
Prognosis
1
Buruk jika :
1. anak usia < 3 tahun
2. durasi tenggelam diperkirakan > 5 menit
3. tidak resusitasi selama 10 menit setelah penyelamatan
4. datang pada ED dalam keadaan koma atau kollaps
5. delayed respiratory gasp hanya 20 menit setelah penyelamatan.
72.kegawatan di bidang onkologi
Penting
1 Semua pasien malignansi dapat jatuh pada kondisi emergensi/gawat
yang diakibatkan karena pengobatan dengan sitostatika/kemoterapi
atau akibat langsung dari malignansinya.
2 Ada beberapa prinsip penting yang harus diingat bila merawat
penderita tersebut di IRD:
1.bila perlu,dokter yang merawat penderita sebelumnya harus cepat
diberitahu. 2.keterlibatan langsung dokter senior/konsultan harus
dilakukan,penanganan symptom, seperti control nyeri dan membuat
keputusan yang cepat adalah yang diharapkan/ideal.
3.penting untuk mengetahui stadium dari malignansi,respon penderita
terhadap pengobatan,prognosis dan pemilihan terapi yang obyektif(paliatif
atau aktif).Terutama bila penderita datang dalam kondisi kritis dan keputusan
harus segera dibuat,apakah resusitasi aktif harus dilakukan atau tidak.
249
MRS:
1.ceftazidime intravena(Fortum) 1-2 gram dan gentamisin 2mg/kgBB.
2.bila pasien tampak parah,berikan ceftazidime intravena(Fortum)
2gram,dan amikasin 7.5mg/kgBB.
Peringatan:bila penderita alergi penisilin,maka kombinasi antibiotic
yang poten adalah ciprofloksasin intravena dan gentamisin
intravena.Bila terdapat infeksi kulit,maka kloksasilin harus diberikan.
F.disposisi pasien:kirim ke ruang onkologi(ruang isolasi)
Peringatan:
1. jangan melakukan injeksi IM,pemasangan kateter atau colok dubur
kecuali kondisi pasien kritis.
2. untuk semua penderita malignasi yang dalam pengobatan
kemoterapi/radioterapi dengan keluhan demam tapi hasil hitung
absolute tidak netropenia,tidak perlu memberikan antibiotic di IRD.
3. bila penderita dalam pengobatan kemoterapi,tapi tidak ada febris
dan tidak netropenia,lebih baik penderita dirawat,terutama bila
durasi terjadinya keadaan netropenia belum terlewati(kecuali bila
dokter yang merawat penderita tersebut mengijinkan untuk pulang).
2.Trombositopenia
1 akan terjadi ancaman perdarahan sistim saraf pusat bila jumlah
trombosit <20.000
2 panatalaksanaan:
A.rencana tranfusi 6 labu
trombosit. B.peringatan:
-hindari suntikan IM,hindari pemberian NSAIDs
dan, -pasien dipaksa untuk istirahat total.
C.disposisi:kirim ke ruang onkologi.
3.Hiperkalsemia
1 definisi jumlah serum kalsium yang terionisasi yang meningkat diatas normal.
2 Pertimbangan untuk diagnosis:
Sulit untuk mendiagnosis hiperkalsemia berdasarkan keluhan pasien dan secara
klinis,tapi tanda-tanda umum yang dapat membantu:
1.nyeri/sakit,letargi,lemah,mual/muntah,dehidrasi,poliuria,polydipsia,konstipasi,
bingung,penurunan kesadaran,kejang dan koma.
250
2.pendekatan praktis:
A.nyeri punggung tanpa disertai deficit neurologist:
1.foto roentgen vertebra,bila normal rencanakan pemeriksaan
scan tulang
2.bila foto roentgen tidak normal,cepat lakukan MRI/mielogram.
B.nyeri punggung dengan deficit neurologist, segera berikan injeksi
steroid
pada
Pasien dengan riwayat pasti menderita kanker(adanya
hasil PA) 1.secepatnya steroid diberikan,bila kompresi
spinal sudah dipastikan atau
diduga kuat atau,
2.kolaps vertebra,
menderita kanker
251
Maka steroid jangan diberikan,tapi kontak ahli onkologi untuk minta saran.
2 Penatalaksanaan:
1.pasien dirawat di P1 dan berikan O2 100% via masker,untuk
mempertahankan Saturasi >95%.
2.monitor ketat tanda-tanda vital.
3.aspiration percobaan cairan pleura,dan bila positif dilanjutkan
pemasangan chest tube,no 28-32F.
6.Efusi pericardial
1 Komplikasi ini sering pada pasien kanker paru dan kanker
payudara,tapi dapat terjadi oleh kanker lain,seperti limfoma yang
menunjukkan metastase ke pericardium.
2 Mendiagnosis efusi pericardial sulit,tapi dapat dicurigai bila
terdapat: 1.sinus takikardia
2.hasil EKG yang low voltage.
3.suara nafas yang bersih.
1 Penatalaksanaan :
1.bila penderita hipotensi,maka tindakan drainage harus cepat
dilakukan.Kirim ke ahli jantung untuk dilakukan perikardiosentesis yang
sifatnya hanya sementara,sedangkan terapi definitifnya pericardial
window yang harus dilakukan kemudian.
7.Emboli paru
1 Pasien kanker resiko untuk terjadi DVT dan emboli paru meningkat
akibat tirah baring yang lama dan masalah hiperkoagulabilitas.(lihat
alur penanganan Emboli Paru)
2 Mampu mendiagnosis awal dan penanganan yang tepat akan
memberikan hasil yang lebih baik.
3 Penatalaksanaan:segera kontak ahli onkologi/IPD.Bila mungkin pasien
dipersiapkan untuk CT scan spiral dengan kontras intravena.
252
73 Pankreatitis Akut
Definisi
1 proses inflamasi akut pada pancreas dengan keterlibatan bermacammacam jaringan regional atau system organ lain.
2 Secara klasik, dikarakterisasi dengan adanya nyeri abdomen dan
terkait dengan adanya hiperamilasemia.
Caveats
1 Secara klasik, pankreatitis akut terkait dengan kadar serum amylase
yang tinggi (nilai ambang dengan spesifisitas tinggi diatas 1000U/L
atau 4 kali normal). Keadaan ini tidak selalu harus ada.
2 Pasien dengan eksaserbasi akut pankreatitis akut sering menunjukkan
subtreshold peningkatan serum amylase karena penurunan volume
jaringan pancreas yang berfungsi.
3 Peningkatan kadar amylase dapat terlihat pada semua patologi
abdomen yang akut namun tidak mencapai nilai ambang yang klasik.
4 Lihat tabel 1 untuk mengetahui ddx pankreatitis
Tips khusus Bagi Dokter Umum
1 Hati-hati terhadap presentasi yang tidak khas : nyeri
sering terdapat pada abdomen bagian tengah atau
epigastrium, tapi tidak selalu demikian. Jika terkait
dengan patologi lain, cth batu common bile duct (CBD)
dan/atau kolangitis, px dapat melaporkan gx yang
Target Manajemen
Mengetahui:
1 Apa penyebab penkreatitis? Penyebab mungkin antara lain batu empedu
dimana px memiliki riwayat kolik bilier sebelumnya atau fat dyspepsia.
Konsumsi alcohol kronik juga merupakan penyebab umum, dimana keluhan
nyeri abdomen ditemukan pada pengkonsumsi alcohol berat. Lihat tabel 2.
253
2. Kebingungan
3. Ascites
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat > 10%)
5. Peningkatan urea/creatinin
6. Asidosis metabolic
2. Tanda kegagalan organ
1. Koagulopati (DIC screen posistif)
2. Gagal ginjal (peningfkatan kreatinin, asidosis metabolic,
hiperkalemia)
3. Distress respiratori dan hipoksia (PaO2 dan SaO2 rendah)
3. Tanda sepsis
1. komplikasi septic local (abses pankreatik, atau nekrosis pankreatik
terinfeksi) tidak terjadi awal, namun setelah 1 minggu kemudian,
disertai tanda sepsis (demam tinggi dan peningkatan TWC).
2. Jika demam tinggi terjadi pada awal prankreatitis, pertimbangkan
penyebab sepsis non pankreatik. Penyebab umum adalah kolangitis
sekunder obstruksi bilier. Cari gambaran kolestatik pada hasil LFT.
Protokol Manajemen
1 Pada semua pasien pankreatitis akut
1. puasakan px
2. mulai drip saline. Bila tidak ada dehidrasi, berikan dengan
maintenance rate 2,5-3 liter/hari.
3. berikan oksigen dengan masker
4. jika px vomit (karena gastroparesis) masukkan NGT untuk
dekompresi lambung
254
255
Patofisiologi
1 Organofosfat menghambat asetilkolinesterase, yang akan berakibat pada
akumulasi asetilkolin yang berlebihan pada myoneural junction dan sinaps.
256
L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
2. Efek Nikotinik
1. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
2. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan
flaccid muscle paralysis
3. Efek CNS
1. Ansietas dan insomnia
2. depresi nafas
3. Kejang dan koma
Manajemen
Terapi suportif
1 Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena
absorsi perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
2 Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi
yang selalu tersedia.
3 Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.
4 Pertahankan patensi jalan nafaslakukan intubasi orotrakeal jika px
apnue, atau tidak memiliki gag reflex. Suction aktif berkala dibutuhkan
bila ada bronkorhoea.
5 Berikan oksigen aliran tinggi via non-rebreather reservoir mask.
6 Lakukan gastric lavage jika ada indikasi, terutama pada beberapa jam
pertama setelah ingestion.
7 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
8 Pasang jalur IV.
9 Cairan IV : kristaloid untuk menggantikan hilangnya cairan melalui
vomiting dan diare.
10 Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, kolinesterase plasma gaster dan
specimen toksikologi serum
Terapi Obat
1 Arang aktif via gastric lavage tube. Dosis 1g/kgBB
2 Atropin : obat pertama yang diberikan pada keracunan simptomatik.
1. penggunaan utamanya adalahreduksi bronkorrhoea/bronkospasme
2. Dosis besar mungkin dibutuhkan untuk mengontrol sekresi jalan nafas.
Dosis : dewasa : 2 mg IV tiap 10-15 menit prn; dosis dapat digandakan
tiap 10 mneit sampai sekresi terkontrol atau tanda atropinisasi jelas (flush,
kulit kering, taikardia, midriasis, dan mulut kering).
Anak-anak : 0,05 mg/kgBB tiap 15 menit prn, dosis dapat digandakan
tiap 10 menit sampai sekresi terkontrol.
257
1 Pralidoxime (2-PAM, Protopam)
1. pralidoxime harus diberikan dengan atropine pada tiap pasien simptomatik
2. efek akan terlihat dalam 30 menit dan meliputi hilangnya kejang
dan fasikulasi, perbaikan kekuatan otot dan pemulihan kesadaran.
3. pemverian pralidoxim bisaanya mengurangi jumlah atropine yang diberikan
serta dapat unmask toksisitas atropine.
Dosis : Dewasa : 1gm IV selama 15-30 mneit; dapat diulang dalam 1-2 jam prn
Anak-anak : 20-25 mg/kgBB IV selama 15-30 menit; dapat diulang 1-2 jam.
BAB 74
PID (penyakit radang
pelvis) Penting :
Kehamilan ektopik dan radang pelvis banyak terjadi pada pasien dengan
keluhan nyeri perut bawah .
Kreteri dari nyeri pelvis :
Ada trias klasik berupa nyeri/tenderness bagian perut bawah, nyeri gerak cervixal dan
nyeri pada kedua adnexa yang dideteksi dengan colok rektal atau vaginal. Gejalanya
meliputi keluarnya cairan vaginal, perdarahan atau dispareunia. Panas lebih dari 38 C,
mual dan muntah serta ditemukan cairan purulen pada 95% wanita dengan spekulum.
Jika ada masa diadnexa bisa juga terdapat abses tuba maka perlu dilakukan USG.
Faktor Predisposisi :
1. Banyaknya patner sexual
258
berespon
terhadap
pengobatan,
hamil,
muntah,
abses
259
260
GEJALA
1 Pasien dengan ulkus peptik tanpa komplikasi umumnya datang dengan
nyeri atau rasa tidak enak pada perut. Selera makan yang buruk, rasa
terbakar, mual dan muntah juga dapat ditemukan.
2 Gejala yang mencurigakan meliputi: penurunan berat badan,
hematemesis atau melena, anemia, disfagia, teraba massa di abdomen.
3 Ulkus gaster dan duodenum tidak mungkin dibedakan hanya
berdasarkan riwayat penyakit semata, walaupun pasien ulkus gaster
cenderung berusia lebih lanjut dan sering disertai penurunan berat badan.
4 Nyeri secara khas terletak di epigastrium, tetapi dapat pula muncul di
dada bagian bawah atau hipokondrium kiri, dan terbatas pada daerah
yang sangat kecil (Pointing sign).
5 Nyeri cenderung muncul pada saat pasien lapar, 1 sampai 3 jam
setelah makan, membangunkan pasien di malam hari, mereda dengan
pemberian makanan, antasida, muntah serta ditandai oleh remisi dan
eksaserbasi. Nyeri akibat ulkus dapat menjalar ke punggung.
6 Diagnosis ulkus peptik tidak dapat ditegakkan atau disingkirkan
berdasrkan anamnesis semata. Nyeri yang khas ulkus dpaat muncul pada
pasien dengan dyspepsia non-ulkus. Di sisi lain, ulkus asimtomatik lebih
sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi NSAID.
7 Ulkus asimtomatik dapat datang dengan perdarahan. Pasien bisa jadi tidak
menyadari bila ia mengalami perdarahan, tetapi hanya merasa letih dan lemas akibat
anemia. Jika jumlah perdarahan besar, akan ditemukan hematemesis dan melena.
TATA LAKSANA
Tujuan tata laksana rasa tidak nyaman perut atas adalah untuk:
1 Membuat diagnosis kerja (lihat Nyeri, Perut)
2 Meredakan gejala
3 Menentukan pasien yang memerlukan rawat inap
4 Menentukan pasien yang memerlukan konsultasi spesialis.
Tata Laksana Gejala
Setelah menyingkirkan penyebab yang mengancam nyawa, yaitu IMA, diseksi
aorta, ruptur aneurisma aorta abdominalis dan penyebab penting lain seperti
perforasi ulkus peptik, pankreatitis, pasien harus diberi pereda keluhan.
261
262
2 Nyeri dan perdarahan yang timbul saat defekasi terjadi pad fisura ani.
Perdarahan yang berasal dari wasir umumnya tanpa nyeri.
3 Pada abses perianal yang dalam dapat ditemukan nyeri kronis yang
menetap pada anus dengan sedikit tanda klinis. Pada keadaan ini diperlukan
evaluasi ultrasound endoanal oleh seorang ahli bedah saluran cerna.
4 Abses perianal yang berulang pada daerah yang sama menunjukkan
adanya fistula ani yang mendasarinya.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan menganggap perdarahan rectum pada pasien
HEMORRHOID
1 Tampilan klinis
1.
Perdarahan per rectum berwarna merah segar yang umumnya
terjadi setelah defekasi.
2.
Perdarahan dapat terjadid alam jumlah yang bervariasi, tetapi
umunya swasirna.
3.
Adanya massa yang prolaps memerlukan reduksi manual.
4.
Massa yang prolaps dan nyeri serta berwarna kebiruan
menunjukkan adanya trombosis dan umumnya tak dapat direduksi.
5.
Hemorrhoid derajat I tidak tampak di anus setelah defekasi.
Gejala utama adalah perdarahan setelahd efekasi.
6.
Hemorrhoid derajat II menonjol melalui anus pada saat defekasi
tetapi tereduksi secara spontan.
7.
Hemorrhoid derajat III tetap berada diluar anus kecuali didorong
kembali secara manual.
8.
Hemorrhoid derajat IV tidak dapat didorong kembali ke dalam anus.
2 Tata laksana akut
1.
Perdarahan akibat hemorrhoid derajat I dan II
1.
Tenangkan pasien
2.
Lakukan pemeriksaan RT dan anuskopi untuk
menyingkirkan etiologi yang lebih proksimal.
263
3.
Pulangkan pasien dengan pemberian bulking agents
selama 6 minggu, misalnya dengan 1 sachet ispaghula, 2x/hari;
atau dengan micronized flavonoids dengan dosis 2x3 tablet selama
3 hari kemudian 2x2 tablet selama 2 minggu.
2. Perdarahan akibat hemorrhoid derajat III dengan trombosis ringan
1. Baringkan pasien telungkup dan berikan kompres es untuk
mengurangi edema.
2. Berikan analgetika parenteral, missal NSAID atau agonis opiat.
3. Upayakan reduksi manual dengan sejumlah besar pelumas.
4. Jika berhasil, pulangkan pasien dengan pemberian analgetika,
bulking agents dan flavonoid.
5. Jika tidak berhasil, rawat inapkan pasien untuk tata laksana lebih lanjut.
HEMATOM PERIANAL
Tampilan klinis
1.
Akibat robekan pembuluh darah dari kompleks vena hemorrhoid eksterna.
2.
Pada pemeriksaan terdapat tumor kebiruan yang sangat nyeri.
3.
Nyeri umumnya menjadi makin hebat dalam 2 hari pertama dan mereda pada
hari ke-5.
264
Tata laksana akut: jika nyeri sangat hebat sehingga tidak memungkinkan
SEPSIS ANOREKTAL
1
Klasifikasi: klasifikasi dari Park menggolongkan sepsis anorektal
dalam hubungannya dengan kompleks sphincter ani. Sebagian besar abses
berasal dari kelenjar yang berada di dalam dan sekitar sphincter ani dan dapat
terletak submukosa, perianal, intersphincter, ischiorektal atau supralevator.
2
Drainase persisten dari abses yang telah didrainase
sebelumnya (2 bulan atau lebih) menunjukkan adanya fistula.
3
Tampilan klinis
1. Abses klasik muncul sebagai pembengkakan yang disertai hiperemi
dan nyeri tekan, yang mungkin sudah mengandung atau mengalirkan
pus.
2. Diagnosis banding abses perianal dari abses ischiorektal: perhatikan
hubungan antara abses dengan kulit perianal yang hiperpigmentas.
Abses pada daerah kulit yang hiperpigmentasi menunjukkan suatu
abses perianal, sedangkan abses yang terletak lebih lateral dari kulit
yang hiperpigmentasi menunjukkan suatu abses ischiorektal.
3. Abses kecil yang terletak dalam mungkin hanya menunjukkan sedikit tanda
selain dari nyeri dan nyeri tekan saat pemeriksaan RT. Kekhasannya adalah
terdapat riwayat terapi antibiotika atau analgetika dari dokter pribadinya.
Karenanya pasien dengan nyeri perianal kronis harus dirujuk pada ahli bedah
saluran cerna untuk eksklusi absesyang letaknya dalam.
265
3.
Berikan analgetika selama 1-2 hari dengan rujukan pada
seorang ahli bedah saluran cerna dalam 1 minggu. Jika nyeri atau
demam menetap, sarankan pasien untuk datang kembali ke IRD
lebih dini, karena mungkin abses belum sepenuhnya terdrainase.
4.
Kriteria rawat inap: (1) penderita diabetes dengan abses perianal
untuk drainase dan kendali kadar gula darah, (2) kecurigaan suatu
necrotizing fasciitis (indurasi yang nyeri dengan krepitas di sekitar abses).
2.
Abses perianal rekuren atau dengan kecurigaan suatu fistula ani:
rawat inapkan penderita untuk drainase oleh ahli bedah saluran cerna.
3.
Abses ischiorektal: rawat inapkan pasien untuk drainase oleh
ahli bedah saluran cerna.
PROLAPS REKTI
1
Tampilan klinis
1.
True prolaps ditemukan pada bayi dan wanita usia lanjut tetapi
jarang terjadi. Seluruh ketebalan dinding rectum mengalami intusussepsi
melalui anus. Uji pinch menunjukkan adanya dua lapisan.
2.
Pseudo prolaps adalah hemorrhoid atau mukosa rectum yang
mengalami prolaps, dan hal ini sering terjadi. Uji pinch menunjukkan
tidak adanya lapisan dinding rectum lain di bawahnya. Prolaps mukosa
seringkali berkaitan dengan riwayat sering mengedan. Keadaan ini
juga dapat menyebabkan pruritus.
2
Tata laksana akut
1. True prolaps: reduksi manual, regulasi defekasi pada orang dewasa
untuk mencegah mengedan; rujukan dini pada ahli anak (bayi) atau
bedah saluran cerna (dewasa). Jika reduksi tidak dapat dilakukan
berarti terjadi inkarserata yang merupakan suatu kedaruratan bedah.
2. Pseudo prolaps mukosa rectum: berikan bulking agent dan
sarankan penderita untuk banyak minum guna menghindarkan
mengedan pada saat defekasi. Rujuk pasien pada ahli bedah saluran
cerna untuk tata laksana definitive.
PERDARAHAN PASCA HEMORRHOIDEKTOMI
Tampilan klinis: kurang dari 5% pasien mengalami perdarahan sekunder
pada hari 7-10 pasca pembedahan; hal ini dapat terjadi setelah defekasi
yang sulit disertai mengedan. Perdarahan ini biasanya swasirna dan
hanya sedikit jumlahnya. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus
jumlahnya dapat cukup banyak untuk menyebabkan syok hipovolemik.
Tata laksana akut
1.
Jika hebat, lakukan resusitasi dengan penggantian cairan cepat
melalui kanula IV berdiameter besar; jika perlu lakukan uji saring darah.
2.
Bersiaplah untuk memeriksa kanalis ani, identifikasi sumber
perdarahan dan lakukan hemostasis.
a. Siapkan pencahayaan yang memadai, proktoskopi, peralatan
suction, 20 cc larutan adrenalin 1:10.000 dalam spuit yang
266
4.
Caveats
1 Definisi sebagai infeksi akut pada parenkim paru
2 Diagnose :
1. infiltrat pada rontgent thorax konsisten dengan pneumonia.
2. perubahan suara napas dan/ atau krepitasi local.
3. pasien tidak tinggal dirumah sakit 14 hari sebelum onset gejala.
3 Gejala infeksi traktus respirasi bawah:
1. demam/ hipotermi
2. menggigil, keringat
3. batuk baru dengan/ tanpa sputum
4. nyeri dada
5. sesak
4 Gejala non spesifik:
1. lelah
2. nyeri otot
3. nyeri perut
4. anoreksia
5. sakit kepala
5 Pneumonia merupakan penyebab kematian utama dari infeksi di
Singapura. Bakteri patogen paling sering termasuk:
1. Strep pneumonia (65%)
267
2 Sistem
scoring:
table
menunjukkan
prediksi
model
untuk
268
model ini dapat menjadi petunjuk dalam keputusan awal (table 3);
namun tidak dapat dipakai pada semua pasien dengan penyakit ini
dan seharusnya berhubungan dengan keputusan dokter.
78. Pneumothorax
PERINGATAN
1 penanganan penumothorax tergantung pada ukuran, keadaan kesehatan si
pasien, dan apakah paru-parunya sakit atau normal.
2 Tension Penumothorax adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan
diagnosis klinis dan penanganan sebelum CXR. Dorongan trachea adalah
gambaran terakhir dari perkembangan tension pneumotorak
2 Adalah penting untuk memberikan saran yang tepat kepada semua pasien yang
pulang dari rumah sakit.
Tip khusus bagi dokter umum
269
1 seorang pasien yang diduga menderita pneumothorax dan memiliki tandatanda vital yang tidak stabil harus ditangani dalam area kritis. Pasien
pneumotorak lain dapat ditangani di perawatan intermediet.
2 Nilai tanda-tanda vital dan monitor pasien untuk ECG, dan pulse oximetry
3 Berikan oksigen 100%.
Investigasi
1 Investigasi utama adalah x-ray dada.
2 Ukuran pneumothorax ditentukan oleh jarak dari puncak paru-paru ke
ipsilateral cupola (puncak paru-paru) pada permukaan parietal: (1)
pneumothorax kecil <3 cm, dan (2) pneumothorax besar 3 cm.
PENANGANAN
1 Penanganan tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. stabilitas pasien
2. ukuran pneumothorax
3. jenis pneumothorax
Pneumothorax primer kecil (pasien stabil)
1 amati pasien dalam ED selama 3 jam.
2 Selanjutnya pasien tersebut boleh pulang jika:
1. pasien tersebut stabil secara klinis
2. CXR ulang tidak menunjukkan pembesaran pneumothorax
3 Beri saran pneumothorax (lihat hal. 355).
4 Lakukan follow-up dengan spesialis paru.
Pneumothorax primer besar (pasien stabil)
1 Keluarkan Pneumothorax dengan chest tube 20-24 F
2 Sambungkan chest tube tersebut ke Heimlich valve atau WSD.
3 Lakukan observasi pasien.
Pasien tidak stabil dengan
Pneumothorax besar
270
271
1 Pengukuran pengobatan suportif secara umum biasanya semua yang
membutuhkan dengan penekanan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Penanganan
Pengukuran suportif
1 Penderita dengan penurunan kesadaran dengan gangguan reflek
muntah dan depresi pernafasn, hemodinamik tidak stabil atau koma
harus ditangani di ruang kritis
2 Jalan nafas harus dijaga dan jika perlu penderita dintubasi dan
diventilasi. Penderita harus diberikan Oksigen 100% melalui masker
yang tidak menghisap kembali/ non rebreather mask
272
273
274
METABOLISME
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Absorpsi melalui inhalasi dan kemudian tidak dimetabolisme; distribusi
dalam darah, eliminasi melalui paru dengan cara ekshalasi
Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase; berkompetisi dengan
oksigen untuk berikatan dengan sitokrom A3
Sumber :
1 Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen
lain yang mengandung hem :
a Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan <
10% pada pasien bukan perokok
1. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%
2. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%
3. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%
2 Eksogen :
1a Rokok : saat meroko, sebatang rokok mengandung 2.5 kali lebih banyak
gas CO yang akan terinhalasi
2. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%
3. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung
lebih dari 10% gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan
untuk menyebabkan kadar letal COHb)
4. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang
biasanya terpapar CO karena tempat duduk yang terlalu dekat
dengan sistem buangan kendaraan
5. Metilen cloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat
mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme
menjadi CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb karena paparan
metilen cloride dua kali lebih besar daripada inhalasi.
275
PAPARAN AKUT
Sistem Saraf Pusat : sakit kepala, neuropati perifer, penurunan
cherry red
discolouration; bula
Optamologi : perdarahan retina flame-shaped, penurunan
kemampuan visual, kebutaan kortikal, edema papil, skotoma
Muskuloskeletal
kompartemen
Catatan : Analisa gas darah biasanya memberikan gambaran PaO 2 normal karena PaO2
adalah cara untuk mengetahui jumlah oksigen yang terdisosiasi dalam darah arteri,
bukan jumlah oksigen yang berikatan dengan Hb. Banyak analis yang menghitung
persentasi saturasi oksigen berdasarkan PaO2. Penghitungan saturasi oksigen akan
memberikan hasil yang jauh berbeda bila dibandingkan dengan permeriksaan langsung
dengan oksimeter. Perbedaan saturasi adalah ciri khas dari keracunan gas CO
1. Sakit kepala/pusing
2. Gangguan daya ingat
3. Perubahan kepribadian
276
4. Parkinsonisme
MANAJEMEN DI EMERGENCY DEPARTEMEN
Manajemen berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen
ABC
1. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
2. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi
3. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat
ke wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan
udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas
dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai
gejala hilang dan kadar COHb < 10%
4. Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi
dan perubahan segmen ST)
5. Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik
asidosis (pH darah arteri < 7.1)
Pemeriksaan Laboratorium
1. Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas
darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead
2. Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera
inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)
Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk
(2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan
dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif
dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO.
Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh gas CO bukan menghilangkan gas tersebut.
277
1. Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan jantung
dengan peningkatan kadar COHb
2. Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25%
3. Wanita hamil dengan kadar COHb > 10%
4. Iskemik myocardium
5. Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen
6. Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam
(termasuk kelainan test psikometer dan takikardia)
7. Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang
menjadi 23 menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk
melakukan terapi yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh
Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%,
berikan oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam
sampai kadar COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami
komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat untuk
segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut :
278
1 Pokok dari terapi adalah pemberian natrium bikarbonat karena zat ini mengubah
ikatan obat terhadap pompa natrium iokardium dan juga meningkatkan ikatan obat ini
pada protein, sehingga menjadikannya tidak aktif secara farmakologis.
2.
Pnyekat beta dan penyekat kanal kalsium yang dapat
memperberat hipotensi.
3.
Fenitoin dapat meningkatkan insiden disritmia ventrikel dan
penggunaannya masih merupakan suatu kontroversi.
4.
Flumazenil, karena beresiko mencetuskan kejang.
5.
Physostigmine beresiko terhadap terjadinya toksisitas pada jantung dan
kejang.
1) Tips Khusus Untuk Dokter Umum
1 Jangan merangsang terjadinya muntah atau memberikan
arang aktif jika pasien tampak mengantuk karena
penurunan kesadaran dapat terjadi cepat sehingga
diperlukan proteksi jalan nafas.
PATOFISIOLOGI KLINIS
Efek pada Jantung
1 Aktivitas antikolinergik yang dapat menimbulkan takikardia
2 Aktivitas serupa quinidine (hambatan pompa natrium dan kalium) yang
dapat menimbulkan blok intraventrikel dan atrioventrikel. Blok cabang
berkas dan fasikulus umumnya didahului dengan kompleks QRS yang
melebar. Sinus takikardia yang menyertai keadaan ini dapat menimbulkan
gambaran yang serupa dengan takikardia ventrikular.
3 Hipotensi akibat hambatan efek alfa adrenergik perifer.
4 Edema paru
Efek pada SSP
1 Kebingungan, agitasi dan halusinasi sebelum akhirnya penderita
dengan cepat jatuh dalam keadaan koma.
2 Kejang sering terjadi dan umumnya tunggal; status epileptikus lebih
sering terjadi pada kasus intoksikasi amoksapin atau maprotilin.
3 Temuan fisik meliputi:
1.
Klonus
2.
Koreoatetosis
3.
Mioklonus
4.
Peningkatan tonus otot
279
5.
6.
Hiperrefleksia
Respon ekstensor plantar
Efek antikolinergik (dapat muncul maupun tidak; todak adanya tanda berikut
tidak menyingkirkan toksisitas)
Flushing
Mulu/kulit kering
Pupil midiriasis
Demam
Bising usus menghilang
Retensio urin
Pandangan kabur akibat gangguan akomodasi
Efek lainnya
1 Bula pada kulit
2 Rhabdomyolisis dan gagal ginjal
3 Pneumonia
4 ARDS
Tanda yang mengindikasikan overdosis berat
1 Disritmia ventrikuler
2 Bradikardia dan blok AV
3 Defek konduksi intraventrikular dengan kompleks QRS >100 ms
4 Kejang
5 Hipotensi
6 Edema paru
7 Henti jantung
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor dan
alat resusitasi, termasuk defibrillator.
2 Jaga patensi jalan nafas; lakukan intubasi bila terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau hilangnya reflek muntah.
3 Berikan suplementas oksigen aliran tinggi dengan sungkup non-rebreathing.
4 Monitoring: EKG dan tanda-tanda vital setiap 5-15 menit, pulse oximetry.
5 Pasang jalur intravena prefer
6 Pilihan cairan intravena adalah NS
7 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit,
uji saring obat-obatan (kirimkan tabung sediaan ke bangsal bersama
pasien jika dicurigai terjadi overdosis akibat lebih dari 1 macam obat).
Catatan: Jangan meminta pemeriksaan kadar obat antidepresan dalam
plasma; hasilnya tidak akan mengubah prosedur tata laksana.
1 Peneriksaan analisis gas darah untuk memonitor pH seiring perjalanan terapi.
2 Foto thoraks untuk membuktikan adanya edema paru, pneumonia dan ARDS.
3 Pasang kateter urine untuk mengawasi produksi urin dan status
kecukupan cairan.
28
0
Lakukan kumbah lambung jika diindikasikan dan kirimkan hasil bilasan
pertama ke bangsal bersama dengan pasien.
Terapi medikamentosa
1 Arang aktif: dosis 1 mg/kg BB. Berikan melalui pipa orogastrik
2 Alkalinisasi darah sampai nilai pH 7,45 7,50. Cara terbaik untuk mencapainya
adalah dengan kombinasi hiperventilasi dan pemberian natrium bikarbonat:
1.
Jika pasien diintubasi, ventilasi mekanis dengan kecepatan 20x/menit
umumnya memadai untuk sebagian besar orang dewasa.
2.
Natrium bikarbonat 1-2 mmol/kgBB diberikan secara
bolus IV pelan selama 20-30 menit.
3.
ms.
Dosis: 1-2 gr IV bolus selama 60 detik, kemudian dilanjutkan dengan infus 1-2
gr/jam.
3 Kardioversi synchronized
takidisritmia supraventrikel.
dapat
digunakan
untuk
terapi
4 Kegagalan
perlunya
281
282
L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
2. Efek Nikotinik
1. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
2. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan
flaccid muscle paralysis
3. Efek CNS
1. Ansietas dan insomnia
2. depresi nafas
3. Kejang dan koma
Manajemen
Terapi suportif
1. Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena
absorsi perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
2. Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi
yang selalu tersedia.
3. Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.
283
284
ka
su
s
ov
erd
osi
s
ob
at
ya
ng
pal
ing
ser
ing
,
di
ma
na
pa
da
do
sis
7,5
gr(
15
tab
let
@
50
0m
g)
se
car
a
em
piri
s
su
83.
da
h
me
nc
2 M
ap
eai
ram
uba
png
aterj
kadi
any
na
iran
ng
tde
owa
ksa
sme
inel
kan
a>1
s50
img
./kg
BB
3 E
ata
fu
e7,5
kg
(15
ttab
olet
k@
s50
i0m
sg)
Ef
sek
utok
dsis
ada
hpat
terj
dadi
apa
pda
ado
tsis
ya
tng
eleb
rih
jre
and
dah
ipa
da
bpa
isie
ln
aya
ng
sme
eng
oala
m
vul
isi
ata
gu
apa
nsie
gn
gan
uor
aek
nsia
ya
fng
ume
nng
gala
smi
ike
kur
han
aga
tn
iglu
,tati
on.
bPa
eda
rka
ssu
a
s2
m
ase
ape
nrti
di
m
ata
is,
npa
u
kai
m
lah
oga
bris
ape
tng
ob
aata
nn
t
res
i
kiko
otin
nggi
pRu
ama
dckaMa
tth
tew
adib
ban
edin
lg
/ga
nris
ono
rrm
m
al
ope
gng
rob
aata
m
n.
285
1 Pedoman penanganan berdasarkan normogram Rumack-Matthew
hanya bermanfaat dalam menentukan kebutuhan dosis antidote Nacetylcystein (Parvolex) hanya pada intoksikasi tunggal dan akut.
2 N-acetylcystein (NAC) paling efektif diberikan dalam waktu 8 jam
pertama setelah menelan. Kadang masih di berikan pada 24 jam
pertama, bila dari anamnesis diperoleh data overdosis yang signifikan
dan pemeriksaan serum parasetamol tidak tersedia.
3 Pedoman filosofi dalam managemen intoksikasi parasetamol adalah
bila ragu/ tidak jelas, berikan NAC.
2 Tahap II (24-48 jam I): gejala yang muncul pada tahap 1 hilang,pada
pemeriksaan fisik hepar membesar dan nyeri tekan.Hasil laboratorium:
serum bilirubin meningkat,enzim hepar meningkat dan PT memanjang,
dan fungsi ginjal dapat tidak normal.
3 Tahap III (72-96 jamI):gejala pada tahap II menetap,didapatkan
ikterus,enzim hati mencapai kadar tertingginya,dan gagal hati dan
286
1 Tahap IV ( hari ke-4 s/d mgg ke-2): bila penderita datang terlambat atau
tidak segera medapatkan pengobatan,keadaan gangguan fungsi hati
memberat menjadi gagal hati,coma dan kematian.
Penatalaksanaan:
1 Penderita intoksikasi parasetamol harus dirawat di ruang intermediate,
juga bias di pindah diruang kritis bila terjadi hemodinamik tidak stabil
atau depresi status mental.
2 Depresi status mental harus dicari kemungkinan penderita intoksikasi
obat lain yang ditelan secara bersamaan.
3 Intoksikasi obat secara tunggal sangat tidak biasa.
4 Pertahankan jalan nafas, pasang intubasi orotrakeal tube jika terjadi
penurunan refleks muntah (antisipasi kumbah lambung atau pemberian
karbon aktif atau keduanya)
5 Berikan oksigen bila SpO2 turun.
6 Monitoring : EKG, tanda vital tiap 15 menit, pasang pulse oksimetry.
7 Pasang infuse, dan rehidrasi dengan kristaloid bila dehidrasi/hipovolume.
8 Lakukan kumbah lambung bila kejadian menelan obat terjadi dalam 1
jam pertama dan ambil cairan lambung untuk pemeriksaan toksikologi.
9 Studi terakhir pemasangan NGT tidak harus dilakukan,kecuali benar
dipastikan bahwa penderita menelan parasetamol dalam dosis toksis
dan datang ke IRD pada jam pertama.
10 Beberapa peneliti mengatakan NGT baru dipasang bila akan dilakukan
kumbah lambung.
Laboratorium:
1. Darah lengkap, Ureum/Elektrolit/Kreatinin, fungsi hati, PT.
Catatan: ALT >5.000 IU/L menyokong suatu kondisi hepatotoksik akibat intiksikasi
parasetamol karena kadar setinggi ini sangat jarang akibat infeksi virus.
Dari EBM hanya pengukuran serum parasetamol yang dibutuhkan untuk penderita
yang overdosis parasetamol yang tidak menunjukkan tanda2 hepatotoksik.
287
Parvolex(N-Acetylcystein) IV Infusion
Dosis pada orang dewasa:
1 Dosis inisial: 150mg/kgBB iv selama 15 menit, dilanjutkan infuse secara
kontinyu (50mg/kgBB dalam 500mL 5% dextrose dalam 4 jam), dilanjutkan
infuse secara kontinyu(100mg/kgBB dalam 1L D5% selama 16 jam).
288
2. hyperpnoea berat, hipertermia, dehidrasi, nyeri perut dan diaphoresis.
2 keracunan berat ditandai dengan ;
1. gangguan system syaraf pusat dengan tanda-tanda awal
stimulasi yang diikuti dengan depresi sampai konvulsi dan koma.
2. udem paru non cardiogenik, dysritmia, perdarahan dan gagal ginjal akut.
2 berdasarkan batasan tersebut, penggunaan nomogram tidak
direkomendasikan. Justru kondisi klinis pasien dan tanda-tanda awal pasien
yang lebih dapat digunakan sebagai pedoman untuk penanganan klinis.
3
4
5
6
289
1 Berikan cairan kristaloid untuk memperbaiki perfusi perifer
2 Laboratorium;
1. kadar serum salisilat
2. analisa gas darah
3. darah lengkap, test fungsi ginjal, elektrolit, fungsi hati.
Drug terapy
1 aktif chargo, dg dosis 1g/kgbb
2 sodium bikarbonat, dosis bolus 1-2 mmol/kgbb 8,4% NaHCO3
infusion; 150 mmol NaHCO3 8,4 %(150ml) dalam 850 cc D5, mulai
1,5 -2 kali maintenance dititrasi sampai PH 7.5-8
monitor kadar serum potassium dengan laborat atau ECG monitor.
Kontraindikasi pemberian natrium bikarbonat
1 bila salisilat mengakibatkan udem pulmonal non cardiogenic,
yang dapat menyebabkan cairan overload.
2 Terapi bikarbonat per oral akan meningkatkan absorbsi salisilat
3 Pasien yang telah mendapatkan azetazolamid yang dapat memperburuk
asidosisnya sehingga meningkatkan kadar salisilat di otak.
Disposisi
1 untuk keracunan yang berat dan terdapat peningkatan kadar serum
salisilat yang cukup tinggi, pasien di disposisi ke ICU/HD
2 untuk kasus yang lebih ringan dapat dirawat di ruangan .
290
Tabel 1 : Beberapa
Thromboembolic
Disease Stasis aliran
Kerusakan endotel
Riwayat thromboembolisme
sebelumnya Polysitemia
Abnormalitas platelet
Obat kontrasepsi oral yang tinggi
estrogen Neoplasia malignan
Defisiensi antitrombin III, protein C atau S
Catatan : pada pembedahan serial, resiko venous thrombolisme meningkat dengan cepat
seiring usia, panjangnya waktu pembiusan, dan adanya previous venous
thromboembolism atau kanker. Insiden tertinggi terdapat pada px yang akan menjalani
pembedahan emergency setelah trauma (cth fraktur panggul) dan pembedahan pelvis.
Pada medical series, venous thromboembolism sering terjadi pada cardiorespiratory
disorder (cth gagal jantung kongestif, irreversible airway disease), dengan immbilitas kaki
(disebabkan oleh stroke dan penyakit neurologik lain), juga oleh kanker.
> 50%
Manifestasi
Dispneu dengan atau
tanpa nyeri pleuritik dan
hemoptisis.
Right heart strain dengan
atau tanpa instabilitas
hemodinamik dan sinkop.
Dispneu dengan right
heart strain
Catatan :
1. PE massif tanpa hipoksemia jarang terjadi jika arterial oxygen tension
(PaO2) normal, merupakan diagnosis alternative harus dipertimbangkan.
2. Walaupun PE mengganggu eliminasi karbondioksida, hiperkapnia
jarang terjadi.
3. Px dengan PE massif jelas akan Nampak dispneu namun tidak orthopnoeic.
4. Sub akut massif PE menyerupai gagal jantung atau indolent
291
15-85%)
Rendah (kemungkinan < 15%) Tidak adanya onset mendadak dispneu dan
takipneu serta nyeri dada
Dispneu, takipneu, atau nyeri dada ada, namun
dapat dijelaskan oleh adanya kondisi lain
Tidak adanya factor resiko
Radiografi yang abnormal dapat dijelaskan oleh
kondisi yang lain
Antikoagulasi yang adekuat (INR > 2 atau aPPT >
1,5 kali control) selama minggu sebelumnya.
Catatan : Px dengan kemungkinan PE yang rendah, jika di tes dengan D-Dimer ELISA
Assay yang negative, maka dapat menyingkirkan dx PE dengan meyakinkan. Dengan
kontras, jika D-dimer positif pada px dengan probabilitas pretest yang rendah, maka px
harus direevaluasi. D-dimer yang negative tidak dapat digunakan secara meyakinkan
untuk menyingkirkan PE pada px dengan resiko tinggi atau intermediate.
292
293
1
2
3
4
5
proses kardiopulmonal
lainnya. Pemeriksaan Definitif
1
Lung scintigraphy
1. perfusi yang normal sangant penting untuk menyingkirkan dx yang
relevan dengan recent PE karena occlusive PE pada semua tipe
akan menyebabkan defek perfusi.
2. namun banyak kondisi selain PE seperti tumor, konsolidasi, gagal
jantung kiri, lesi bullous, fibrosis paru, dan obstructive airway
disease, yang dapat menyebabkan defek perfusi.
3. PE bisaanya menyebabkan defek perfusi namun tidak dengan ventilasi
(mismatch)dimana kondisi lain menyebabkan defek perfusi pada area
yang sama dengan defek perfusi (matched defects).
4. probabilitas defek perfusi sebagai penyebab PE dapat di nyatakan
sebagai tinggi, intermediate, atau rendah tergantung pada tipe
scans abnormalitas (tabel 4).
294
Tabel 4 : probabilitas (%) underlying PE menurut Kriteria penelitian PIOPED
Probabilitas Scan
Kemungkinan
Normal/ sangat
Non-diagnostik
Klinis
Tinggi
rendah
Rendah
Intermediate
Rendah
2
4
16
56
Intermediate
6
16
28
88
Tinggi
0
40
66
96
1 Computed Tomography (CT, spiral atau electron beam)
1. merupakan modalitas non invasive untuk menggantikan standar
lung scintigrafi
2. Keuntungan :
1.
lebih cepat
2.
kurang rumit
3.
kurang tergantung pada kemahiran operator dibanding
dengan pulmonary angiografi
4.
memiliki insufficient examination sama dengan pulmonary
angiografi (5%), dibanding dengan scintigram non-diagnostic (70%).
5.
Kesamaan interpretasi antar ahli yang lebih tinggi
dibandingkan dengan scintigrafi.
6.
Gambaran parenkim paru dan pembuluh darah besar sangat
mungkin didapatkan (cth massa pulmonal, pneumonia, emfisema,
efusi pleura, adenopathy mediastinal,) dan dx dapat dibut jika PE
tidak didapatkan. CT membantu mendiagnosa alternative adanya
dispneu, juga dapat mendiagnosa dilatasi ventrikel kanan, yang
mnunjukkan PE yang berat dan fatal.
3. CT memiliki spesifisitas dan sensitivitas 90% dalam mendiagnosa PE (lebih
besar dibandingkan dengan lung scintigrafi) pada arteri pulmonal utama, lobar
dan segmental, emboli subsegmental juga dapat terlihat. Sensitivitas CT akan
turun bila digunakan untuk mendeteksi non-diagnostic lung scan.
Pulmonary angiografi
1. Masih merupakan Gold standart
2. indikasi : (1) jika kardiovaskular kollaps dan terdapat hipotensi , dan (2)
ketika pemeriksaan lain tidak dapat membuat kesimpulan
3. Kerugian : (1) avaibilitas yang terbatas, dan (2) mortalitas kecil (<
0,3%) namun merupakan resiko definitive.
4. kontraindikasi relative : (1). Kehamilan, (2) resiko perdarahan signifikan,
(3) insufisiensi renal, dan (4) thrombus right heart yang diketahui
Echocardiografi : dapat digunakan secara cepat pada px yang critically ill, dengan
kecurigaan PE massif, juga dengan kollaps kardiovaskular, untuk menyingkirkan
dx banding, atau dengan menegakkan dx dengan menemukan clots pada arteri
pulmonal sentral pada right heart. Jika ada bukti right heart strain tanpa clots
pada echo, spiral CT atau pulmonary angiografi harus dilakukan.
Suspek PE
1
Mulai IV heparin 5,000 U bolus atau SC fraxiparine 0,4ml
untuk BB<50kg, 0,5ml untuk BB 50-65kg, 0,6ml untuk BB > 65kg.
Lakukan investigasi
295
1
2
296
Diagnosa edema pulmonal
1 Dx dibuat secara klinis, a.l:
1. distress respirasi yang severe, dengan ketidakmampuan
mempertahankan posisi berbaring/supine.
2. ekstremitas yang dingin dan lembab
3. thready pulse
4. SpO2 (banyak pasien yang parah yang memiliki saturasi sekitar 80-90%),
karena true hipoksia vasokonstriksi perifer mempengaruhi sensorik.
Manajemen
Harus ditangani pada area critical care
Monitoring penuh, pasang defibrilator
297
Obat lainnya
1. furosemide : 40-80 mg IV bolus
Efektif namun bervariasi pada onset efek yaitu antara 20 menit
sampai 2 jam. Efek tidak dapat dititrasi. Efeknya tidak fisiologis.
Dosis tinggi diperlukan pada px gagal ginjal.
2. Morfin : 0,1 mg/kg. Diberikan sebagai bolus tambahan 1 mg.
beberapa regimen dimulai dengan IV morfin 3-5mg. merupakan
venodilator yang lemah dibanding dengan obat lain, tidak mudah
dititrasi, juga menurunkan respiratory drive. Hindari bolus dalam
jumlah besar karena dapat menyebabkan apneu.
Obat Oral : dapat diberikan bila akses IV terlambat atau tidak
mungkijn dilakukan. Dapat ditambahkan sebagai kombinasi untuk
edema pulmonal akut.
1. Gliseril trinitrat : 0,5 -1,5 mg dapat diberikan SL. Dalam bentuk tablet
atau aerosol spray. Efek serupa dengan bentuk IV .
2. Captopril : SL captopril 6,25 mg atau 12,5mg. Dosis tergantung pada
BP dan bila digunakan secara tunggal atau dengan kombinasi
dengan obat lain. Efek tidak mudah dititrasi.
Regimen Kombinasi
1. IV GTN ditambah dengan Furosemide : Furosemid diberikan dalam
stat dose, sedangkan IV GTN diberikan sebagai infus yang dititrasi.
Dosis infus IV GTN harus lebih rendah.
2. IV GTN ditambah dengan Captopril : SL captopril diberikan sebagai
stat dose, IV GTN diberikan seperti diatas.
3. Furosemide ditambah dengan morfin : kombinasi tradisional.
Hipertensi pada Edema Pulmonal
Sering sulit dijelaskan apakah hipertensi menjadi penyebab
edema pulmonal karena hampir semua pasien memiliki respon
simpatetik yang akan menyebabkan peningkatan BP.
Manifestasi yang menunjukkan bahwa hipertensi merupakan
penyebab primer a.l:
1. Riwayat hipertensi berat yang tidak terkontrol.
2. Florid fundal changes, retinopati grade III atau IV
Jika bukti menunjukkan adanya krisis hipertensi sebagai penyebab
edema pulmonal, manajemen kasus tersebut harus melibatkan penggunaaan
vasodilator dengan tujuan untuk menurunkan BP secara cepat namun aman.
298
Penempatan
MRS-kan px dibawah ini pada CCU:
1. pasien yang diintubasi
2. concomitant ACS
MRS-kan px yang membutuhkan CPAP pada high Dependency
unit MRS-kan px sisanya pada bangsal umum kardiologi.
299
tepat untuk mempertimbangkan terapi empiris jika hasil potassium
serum tidak bisa didapatkan secara cepat.
Kadar potassium serum lebih besar dari 5,5 mmol/l dipertimbangkan
sebagai hiperkalemi. Pseudohiperkalemia banyak terjadi karena hemolisis
ekstravaskular. Penyebab lain meliputi trombositosis berat dan lekositosis.
Beratnya hiperkalemi adalah sebagai berikut:
Ringan : kadar potassium < 6,0 mmol/l dan EKG dapat normal atau
hanya menunjukkan peaked T wave.
Moderat : kadar potassium 6,0-7,0 mmol/l dan EKG dapat
menunjukkan peaked T waves
Severe : kadar potassium 7,0-8,0 mmol/l dan EKG menunjukkan
pendataran gelombang P serta pelebaran QRS; 8,0-9,0 menunjukkan
fusi QRS dengan gelombang T (sine wave) yang menyebabkan
disosiasi A-V, disritmia ventrikel, dan kematian.
4 langkah manajemen Hiperkalemi
Langkah 1 : Stabilisasi potensial membrane
Berikan Kalsium Kloride atau glukonat 10% : 10-20ml IV selama 3-10 menit,
sampai maksimum 20ml. Onset : 1-2 menit. Ulangi dosis yang sama jika tidak
300
301
Prioritas Keputusan
Ketika hasil lab telah ada, dan akurat, 3 langkah untuk
melanjutkan evaluasi keadaan asidosis. Lihat bab Acid Base
Emergencies dan rumus yang disarankan untuk lebih detilnya.
1. tentukan abnormalitas asam basa primer dan sekunder
2. Perhitungkan osmolal gap untuk mendeteksi adanya low molecular
weight osmotically active substance (lihat rumus yang disarankan).
3. review kadar potassium yang berhubungan dengan pH abnormal (lihat bab
Useful Formulae).
Terapi Spesifik
Terapi bikarbonat adalah untuk mengembalikan keadaan asidosis
organic yang hebat serta yang dapat kembali dengan mudah. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pH arterial diatas 7,2. Tidak perlu untuk mengkoreksi pH jika
pH 7,2 atau lebih kecuali ada maalah yang mengancam nyawa yang perlu
ditangani. Tidak ada rumus yang sempurna namun rumus dibawah ini dapat
digunakan : Dosis NaHCO3 [mEq] = ([HCO3-] yang diinginkan [HCO3] yang
terukur) x 50% berat badan dalam kg. setengah dosis diberikan pada awal,
sedang sisanya disesuaikan dengan hasil lab. Jangan bertujuan untuk
mengkoreksi bikarbonat sampai pada kadar yang normal.
Dosis : terapi bolus direkomendasikan hanya pada asidosis berat atau jika
ada hemodinamik compromise. Pasien dengan asidosis yang kurang
mengancam nyawa dapat diterapi dengan infus IV bicarbonate. Tambahkan
100-150mEq NaHCO3- (2-3 ampul NaHCO3- 8,4%) pada 1 liter D5W serta
berikan selama 1-2 jam dengan mengulangi BGA sebagai pedoman terapi.
302
Hemodialisis
1. komplikasi
terkait
akses
vascular Perdarahan
1.
tekan pembuluh darah namun jangan menyumbatnya
dengan tekanan yang berlebihan
2.
catat adanya thrill
3.
lanjutkan dengan konsultasi pada Dialysis Access Team serta
Renal medicine.
Loss of thrill in shunt : konsultasi cepat pada Dialysis
Access Team serta Renal medicine.
Infeksi
1. sementara tanda klasik sering muncul, namun pasien juga
dapat muncul dengan keluhan demam saja.
2. lakukan FBC dan kultur darah, berikan dosis awal antibiotik,
cth: IV ceftazidime 1-2g.
3. MRS pada Renal medicine;
B. Komplikasi terkait dengan non-vaskular
Hipotensi
1.
hipotensi post hemodialisis dapat terjadi karena
penurunan volume intravaskuler di sirkulasi. Cek seberapa
banyak cairan hilang pada saat melakukan hemodialisa.
2.
masalah yang serupa juga terjadi pada peritoneal
dialysis, yaitu hilangnya cairan selama peritoneal dialisa.
3.
sebagian besar kasus membutuhkan observasi setelah
dialisa, namun juga membutuhkan cairan IV.
4.
Pertimbangkan dan eksklusikan :
a. Occult Haemorrhage : lakukan PR untuk mendeteksi
perdarahan GIT.
2.
AMI akut/ disritmia atau tamponade jantung
3.
Hiperkalemi yang mengancam nyawa; berikan
terapi empiris.
4.
Infeksi.
5.
Emboli udara atau pulmonal dan hemolisis
akut saat hemodialisis
Dispneu
1. sebagian besar karena overload volume: pertimbangkan
gagal jantung mendadak, tamponade jantung, efusi pleural,
asidosis berat, anemia berat (yang berasal dari kehilangan
darah akut dan kronis) serta sepsis.
2. Eksklusi MI akut ; juga emboli udara dan emboli pulmonal
atau dan hemolisis pada hemodialisis.
Nyeri dada
1. sebagian besar iskemik yang berasal dari underlying IHD dan di
eksaserbasi dengan hipotensi transient dan hipoksemia terkait
dengan proses dialysis. Juga pertimbangkan emboli pulmonal,
hemolisis akut dan emboli udara pada hemodialisis.
2. manajemen : EKG, monitoring, enzim kardiak.
3. Konsultasi dengan renal medicine dan atau bagian kardiologi.
303
304
terlihat mengantuk, sedangkan pasien hipoksia sering terlihat agitasi,
dan kadang berlaku kasar. Mereka membutuhkan pemeriksaan BGA
ulang untuk monitoring PaCO2 atau end tidal CO2.
SaO2 91% berespon terhadap PaO2 60 mmHg secara umum, namun
keadaan ini dipengaruhi pH, temperature dan level 2,3 DPG.
Jangan memberi terapi kadar PaCO2 yang tinggi pada pasien dengan
chronic compensated gagal nafas tipe II, cth jika pH normal (pH > 7,35).
Selalu berikan oksigen sebanyak mungkin yang diperlukan untuk
mengkoreksi hipoksia (SaO2 > 90% namun tidak > 95%)
Gunakan pulse oksimetri untuk mentitrasi oksigenasi (SaO 2) dan BGA
untuk mengevaluasi ventilasi (CO2 dan pH).
Jika CO2 mulai meningkat karena hilangnya hipoksik drive, pasien butuh support
ventilasi dalam bentuk biphasic positive airway pressure (BIPAP), atau
305
Simple mask
1. aliran
lambat (510l/menit)
2. FiO2 0,350,50 (sekitar
3-4%)
Venturi
mask
1. aliran
tinggi
sampai 60
l/menit
2. FiO2 0,240,50
Nonrebreathing
mask
1. aliran
rendah (615 l/menit )
2. FiO2 0,500,80
1*
Koreksi aplikasi untuk Venturi masks
1. putuskan FiO2 yang diinginkan (24-30% : gunakan green diluter on mask ;
35-50%; gunakan white diluter)
2. pasang oksigen pada aliran yang tepat sesuai FiO 2 yang diinginkan
3. Atur ukuran venture mask sesuai FiO2 yang diinginkan.
Manajemen
1 tangani pada area resusitasi
2 berikan oksigen aliran tinggi via face mask dan monitoring jantung secara
kontinous, RR dan saturasi oksigen. Kurangi FiO2 sesuai pulse oksimetri dan
atau monitoring blood gas yang berkala setelah perbaikan pada px COLD.
Target saturasi O2 pada px COLD adalah 90-92% namun tidak > 92%. Awasi
px mungkin saja terdapat perburukan retensi CO2 dan narcosis.
3 Tanda klinis perburukan retensi CO2 dan asidosis respiratori tidak dapat
dipastikan. Pemeriksaan BGA diperlukan.
306
307
308
Penyakit Lymphoproliferatif
Sirosis hepatic
Burns
Kemoterapi
Manajemen
1
Harus ditangani pada area resusitasi
2
Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5 menit, pulse oksimetri
3
Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen aliran tinggi.
Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan jika jalan nafas
terncam atau jika ventilasi dan oksigenasi tidak adekuat.
4
Pasang 2 jalur IV dan koreksi hipotensi secara agresif
dengan resusitasi cairan ( 1-2 liter kristaloid). Pertimbangkan
central venous line.
5
Lab :
1. GDA
2. FBC
3. kultur darah (2 tempat yang berbeda)
4. DIVC screen
5. Urea/elektrolit/kreatinin
6. BGA
7. Kultur Urin
6
CXR untuk mencari tanda konsolidasi dan ARDS
7
Pertimbangkan EKG
8
Pasang kateter urin untuk monitoring urin output.
9
Semua px harus menerima terapi antibiotik empiris
segera mungkin. Jalur pemberian harus IV.
Catatan : tabel 2 merupakan suatu panduan. Spectrum sensitivitas
bakteri terhadap antibiotik bervariasi pada masing-masing RS.
Tabel 2 : Panduan Pilihan Antibiotik
Suspek Infeksi
Immunokompeten tanpa sumber yang pasti
309
Gram Positif
310
Mekanisme Trauma
1 Trauma tembus
2 Trauma tumpul dengan gangguan pada kolumna vertebra menyebabkan
robekan atau kompresi dari elemen elemen saraf.
3 Kerusakan vaskular primer pada medulla spinalis, contoh kompresi oleh
hematom ekstradural.
PENTING
1 Trauma medulla spinalis seharusnya dicurigai dan imobilisasi
cervical tetap dilakukan dari waktu trauma pada keadaan :
1. Pasien trauma yang tidak sadar
2. Pasien yang selamat dari trauma kecepatan tinggi.
3. Adanya berbagai keadaan yang menyertai trauma :
1. Trauma kepala atau wajah yang signifikan : 4 20% insiden disertai
trauma cervical
2. Kontusio scapula : dapat menunjukkan flexi rotasi dari vertebra thoracalis.
3. Trauma sabuk pengaman : mungkin disertai dengan trauma
thorakal dan lumbal.
4. Trauma pada kaki / ankle akibat jatuh dari ketinggian : mungkin
disertai dengan kompresi pada vertebra lumbalis.
1 Cari tanda tanda cedera medulla spinalis :
1. Tanda tanda vital : syok neurogenik ( hipotensi dengan bradikardi )
2. Pada inspeksi :
1. pernapasan diafragma
2. Sikap tubuh yang flexi pada anggota gerak atas menunjukkan
adanya trauma medulla soinalis letak tinggi.
3. Fascikulasi otot spontan.
4. Priapismus
3. Pada tes :
1. Pola myotom dari kehilangan tenaga : lihat table 1
2. Pola dermatom dari kehilangan sensoris : lihat gambar 1
3. Lesi cedera spinalis total : Kehilangan total dari tenaga motoris dan
sensasi distal dari tempat cedera medulla spinalis. Diagnosis differential
adalah syok spinal ( umumnya kurang dari 24 jam ). Cari sacral
sparing ( mempunyai nilai prognosis untuk pemulihan fungsional ) :
sensasi perianal yang intak.
311
91. Stroke
DIAGNOSA
1 Stroke akut ditandai dengan onset mendadak dari deficit neurologik fokal,
bisaanya terjadi pada teritorium pembuluh darah otak. Manifestasi klinis yang
sering timbul : hemiparesis, hilangnya hemisensori, kelemahan wajah, disartria,
afasia dan gangguan penglihatan, terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi.
2 Stroke diklasifikasikan :
1. Stroke iskemik (IS, 70-90%, insiden lebih tinggi pada ras
kaukasian). Etiologi yang sering meliputi atherothrombosis arteri
besar, kardioembolisme, dan small vessel disease (stroke lakunar)
2. Stroke Hemorragic, dimana terjadi perdarahan intraserebral
(ICH, 10-30%, lebih tinggi insidennya pada ras non-kaukasian)
dan subarachnoid haemorrhage (SAH, sekitar 2%).
pada keluarga untuk mengetahui gejala awal stroke, kemudian segera memfasilitasi px ke RS
bila terjadi serangan stroke.
1 Selalu periksa GDA untuk menyingkirkan hipoglikemi
2 Bells palsy sering membingungkan dx stroke. Bells palsy (isolated lower motor neuron-type
facial nerve palsy) ditandai dengan paralysis komplit separuh bagian wajah tanpa
mengecualikan otot dahi. Membedakannya dengan pasti sangatlah sulit pada kasus kelemahan
wajah partial, dan merujuk ke bagian neurology sangat disarankan.
3 Px dengan TIA (deficit neurology akut yang berkaitan dengan etiologi serebrovaskular dengan
remisi komplit dalam 24 jam sejak onset gejala) memiliki resiko tinggi menderita stroke iskemik lebih
dini pada periode post TIA. Mereka membutuhkan rujukan segera ke neurologist atau ke klinik stroke.
Jika pertemuan dengan ahli saraf tidak bisa dilakukan pada hari yang sama, maka berikan obat
antiplatelet (aspirin 150-300mg, diikuti dengan 75-100mg/hari) bila tidak ada kontraindikasi. Pasien
dengan TIA berulang atau crescendo TIAs harus segera dirujuk ke ED.
312
313
IV nitrogliserin 0,6-6mg/jam
Stroke iskemik
Tidak ada data yang menyebutkan keuntungan control BP
secara agresif pada stroke iskemik akut
Sebagian besar pasien BP akan secara spontan membaik pada beberapa
jam dan kembali ke baseline setelah beberapa hari sejak onset gejala stroke.
IV nitrogliserin 0,6-6mg/jam
DISPOSISI
seluruh px stroke harus MRS untuk evaluasi, terapi dan rehabilitasi
lebih lanjut. Namun px yang stabil dengan lakunar infark > 48 jam yang
tidak progresif serta tidak memiliki disabilitas neurology/deficit dapat
KRS dengan follow up segera di poliklinik.
Sebagian besar px TIA yang datang ke ED harus MRS untuk workup
dan inisiasi terapi medis. Merujuk ke spesialis neurology segera pada
hari yang sama merupakan alternative lain yang dapat dilakukan.
314
Px datang de
durasi 7hari,
Kelemahan pa
limb pada 1 sis
Rasa pusing
bicara Matiras
Ketidakm
mengekspre
atau untuk m
D
e
Kebutaan
sebagian a
pandang pad
Diplopia ata
dan atau limb
Monitoring BP
GTN patch5-10mg jika
220/120mmHg dalam
pengulangan setelah 5
tipe stroke yang belu
Review control BP dan
antihipertensi setelah
scan kepala
Cek GDA-terapi ketika
>11mmol/l
Cek criteria
STAT konsultas
trom
316
*
1
)2
)
*
*1
)2
)3
)
4
06
0
ta
h
92. u
n.
Haemorrhage
2
Ke
(SAH)
c
C e
p
1 S at
A a
H n
ti
m m
e b
n ul
i n
n y
g a
k o
a
n
t
s
et
s
s
e
i a
r kit
i k
n e
g p
al
u a
s (
i m
a e
, n
d
d a
a d
n a
k,
m s
e e
n p
g er
a ti
l th
a u
m n
i d
p er
c
l
a
p
)
s
a
d
ar
,
3
0
l %
e le
b ta
i rg
h i,
d
b a
e n
r si
g s
u a
n n
a y
a
3
s 2
e 0
b %
a st
g u
a p
i or
p at
e a
d u
o k
m o
a m
n a.
4 Ka
d k
a u
r k
i u
p d
a u
d k
a m
e
s m
e b
v ut
e u
r h
i k
t a
a n
n
d
a
n
e
ur
2 ol
- o
3 gi
k
j n
a o
m nfo
u ka
n l
t se
u ri
k n
g
m m
u u
n nc
c ul,
u ct
l h:
. n
a
us
5 P e
e a,
m vo
e mi
r
tin
i
k g,
s d
a e
a m
n a
m
f 6 ,
u
si
n
d nk
u o
s p
k e,
o ke
p bi
i
n
m
e g
n u
u n
n g
w
a
k
t
u
a
n
,
m
i
g
r
a
i
n
e
l
i
k
e
h
e
a
d
a
c
h
e
,
a
t
a
u
k
o
m
a
.
7 P
a
s
i
e
n
d
e
n
g
a
n
at
m
u
n
c
ul
d
e
n
g
a
n
p
u
pil
b
er
dil
at
a
si
ip
sil
at
er
al
,
at
a
u
d
e
vi
a
si
m
at
a
a
ki
b
at
p
al
sy
N
er
v
u
s
kr
a
ni
a a
l ki
i b
s at
p
k er
e d
t ar
i a
g h
a a
. n
p
8 P a
a d
s a
i lo
e b
n u
s
d te
e m
n p
g or
a ali
n s
at
m a
i u
d fis
d s
l ur
e e
S
c yl
e vi
r a.
e Nis
9
b ta
r g
a m
u
l s
d
a a
r n
t at
e a
r ks
ia
y d
a
a p
n at
e m
u
n
c
u
l
k
e
t
i
k
a
d
a
p
at
di
te
m
u
k
a
p n
e p
r a
d d
a a
r si
a
h rk
a ul
n a
si
t a
e nt
r
j er
a io
d r
i y
p a
a n
d
a g
m
f eli
o p
s ut
s i
a
ar
te
posri
teri c
or o
(10m
% m
beru
ry ni
an s
eurk
ys a
m n
a
C n
a a
t nt
a er
i atau
o sentin
r el.
d
a
n
p
o
s
t
e
r
i
o
r
Sakit
kepal
a
merup
akan
sekun
der
dari
perda
rahan
aneuri
sma
sac
dan
subse
quent
tromb
osis.
s
e
r
2
t
Pasie
a
n
deng
p
an
a
aneu
d
risme
a
SAH,
px
a deng
r an
t perd
e arah
r an
i seku
m nder
i terha
d dap
d arteri
l oven
e ous
malfo
s rmati
e on
r (AVM
e s)
b lebih
r cend
a erun
l g
. untuk
munc
ul dapat
denterjadi
ganakibat
kej traum
anga.
, Riway
cer at
ebrakan
al bergu
bruina
t, untuk
disf
mem
agi
bedak
dan
isk an
emikedua
k. nya
3 namu
Jann,
gankadan
me gkala
ndi perda
agnrahan
osaakan
migterjadi
renakibat
jikakeada
epi an
sodtraum
e atic.
pertRiway
am
at
a
yang
sak
dicari
it
kepdeng
ala an
terj berha
adi ti-hati
set sanga
tlah
317
Survival (%)
70
60
50
40
10
318
319
320
Patofisiologi
1 Tetanus disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani, mikrorganisme batang Gram negative anaerob yang masuk ke
dalam luka. C.tetani bisaanya masuk ke dalam luka dalam bentuk
spora, dalam keadaan non-invasive, namun dapat menghasilkan
toksin, dan berubah menjadi bentuk vegetatif jika jaringan tubuh host
mengalami compromised dan tekanan oksigen jaringan turun.
2 Tetanus berada pada luka tusukan yang dalam, laserasi, crush injury
juga pada orang yang menyalahgunakan obat-obatan suntik dimana
kondisi yang anaerob memfasilitasi pembentukan spora.
3 Tanda dan gejala klinik berkembang karena perpindahan eksotoksin ke
CNS, dimana ia akan memblok transmisi pada inhibitory interneuron
yang menyebabkan spasme otot yang bertentangan.
Manifestasi Klinik
1
Periode inkubasi dapat bervariasi dari 3-21 hari sejak onset
infeksi
2
Tanda tetanus generalisata meliputi kekakuan yang terasa sakit
pada rahang dan otot-otot trunkus.
3
Bentuk khas tetanus, meliputi risus sardonikus, disfagia, opistotonus,
fleksi lengan, tangan yang mengepal, kekakuan otot abdomen, ekstensi
ekstremitas
321
322
323
Manajemen
Terapi Supportif
1 Tangani pada area critical care karena dapat mengancam nyawa
2 Berikan oksigen aliran tinggi deangn non-rebreather reservoir mask
3 Monitoring: EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
4 Pasang jalur IV perifer
5 Cairan IV : Dekstrose-Saline melalui infus pelan dengan elektrolit dan
vitamin yang cukup; koreksi deplesi volume hati-hati untuk menghindari
tercetusnya atau memburuknya gagal jantung; namun hilangnya cairan
dapat membutuhkan replacement sebesar 3-5 liter/hari.
6 Labs :
1. FBC
2. Urea/elektrolit/kreatinin
3. Liver panel
4. Thyroid screen untuk memeriksa TSH, free T4.
5. CXR untuk mengetahui gagal jantung dan infeksi
6. EKG untuk menentukan adanya iskemik, infark, atau disritmia
7. Urinalisis dengan reagen dipstick: C&S jika ada kecurigaan sepsis.
2
Koreksi factor pencetus, cth: sepsis, AMI
3
Berikan
paracetamol,
aplikator/teknik
untuk
mendinginkan, untuk menurunkan demam.
Terapi Obat
1 Beta Blocker : pada keadaan kegagalan gagal jantung high cardiac output
1. berikan ultra-short acting IV esmolol : dosis 250g/kg diikuti dengan
infus 50 g/menit jika tersedia.
2. Berikan IV propanolol 1mg tiap 5 menit sampai takikardi berat dapat
dikontrol. Jika px dapat untuk mengkonsumsi per oral, maka
berikan propanolol 60mg PO tiap 4 jam atau 80mg tiap 8 jam.
Catatan : terapi penyakit kardiovaskular lain dengan tx konvensional
seperti digoksin, diuretic.
PTU (Propylthiouracil) memblokade iodinasi juga konversi T4 menjadi
T3. Dosis : 400-600mg PO atau via Ryles tube, diikuti dengan 200300mg tiap 4 jam.
Catatan : PTU per rectal dapat diberikan jka px NBM. Encerkan pada
pediatric fleet enema dan berikan melalui kateter Nelaton.
324
1
Larutan Iodine menghambat pelepasan hormone tiroid; harus
diberikan 1-2 jam setelah tx PTU. Dosis : Lugols iodine 5 tetes PO atau
via Ryles tube tiap 8 jam.
Catatan : Jika NBM, berikan IV sodium Iodida 1g/500ml salin tiap 12 jam.
2
Deksametason : 2mg IV untuk menghasilkan support
glukokortikoid; juga memblok pengubahan free T4 menjadi free T3.
Penempatan:
Konsultasi ke Endokrin/general medicine dalam rangka antisipasi
MRS ke MICU.
325
sirkulasi: pasang 2 IV line dengan jarum besar.bila pasien
hipotensi, resusitasi cepat cairan. Mulai dengan NS (sampai
2liter), lanjutkan dengan darah
periksa GXM, DL, ureum/creatinin/elektrolit
pemeriksaan harus meliputi:
Penilaian hemodinamik
stabil
rua
ng
pasien yang dikirim ke
CT
Tidak
stabil
Bedside
USG
da
n/
D
PL
ada
continuous
monitoring vital sign dan
harus diikuti dokter
CT scan abdomen:
326
indikasi: trauma tumpul dengan hemodinamik
stabil yang tidak memerlukan laparotomi cito, dugaan fraktur pelvis,
retroperitoneal, diafragma dan trauma urogenital
sensitifitasnya diatas 90%
DPL tidak perlu dikerjakan pada pasien stabil
Manfaat: dapat menentukan lesi intraabdominal
preoperatif, dapat mengefaluasi retroperitoneum, dapat
mendeteksi luka yang tidak perlu operasi, tidak invasiv
Kerugian: mahal, membutuhkan banyak waktu,
membutuhkan transport ke radiologi, membutuhkan kontras
DPL
indikasi:
pasien tidak stabil dengan dugaan trauma
abdomen hipotensi pada multipel trauma
trauma tumpul yang membutuhkan op segera untuk luka
eksternal pasien stabil dengan dugaan trauma intestinal
kontraindikasi:
indikasi absolut laparotomi
riwayat
operasi
abdomen/infeksi uterus gravid
obesitas
koagulopati
sebelum pelaksanaan: dekompresi buli-buli dan perut dengan
kateterv dan NGT
tehnik dengan insisi dibawah umbilikus. Alternatifnya, metode
perkutan dengan tehnik Seldinger
indikasi positif:
gross hematuria
cairan lavas terlihat keluar dari drain dada/kateter urin
eritrosit > 100.000/mm3, leukosit > 500 / mm 3, bakteri gram
positif DPL biasanya sensitif
Keuntungan:
DPL dapat mengetahui perdarahan intraabdomen pada
pasien tidak stabil dengan multipel trauma
DPL sangat bermanfaat pada pasien potensial perforasi
abdomen yang sekiranya jauh dari observasi klinis secara serial
Kerugian:
morbiditas, walaupun kecil. Meliputi: komplikasi luka (hematom,
infeksi, 0,3%), trauma intraperitoneal, kesalahan tehnik
327
akurasinya tergantung operator sebagaimana ketergantungan pada alat.
Kumpulan cairan bebas dijumlahkan tergantung dari gambaran USG, yang
memberi gambaran sesuai dengan beratnya perdarahan intraabdominal.
328
329
Manajemen Awal
1 Rujuk px pada Critical care atau area resusitasi pada ED.
2 Aktifkan in-house Trauma Team menurut protocol institutional
3 Tangani px sesuai protocol ATLS
4 Pertimbangkan intubasi pada px menggunakan teknik RSI dengan kondisi:
1. airway compromised
2. ventilasi inadekuat
3. SpO2 tidak dapat dipertahankan diatas 94% walaupun telah
menggunakan non-rebreathing mask.
Catatan : Jika mungkin, perikardiosentesis harus dilakukan sebelum
intubasi karena adanya excessive ventilation pressure yang
mengurangi venous return dapat menyebabkan serangan jantung.
1
Pasang jalur IV ukuran besar (14G/16G) pada kedua fossa cubiti.
Pilihan pertama cairan resusitasi awal adalah kristaloid (Hartmanns atau NS).
2
Cek darah untuk :
1. GXM 6 unit WB
2. FBC, urea/elektrolit/Kreatinin, dan BGA
Indikasi Chest Tube Insertion setelah trauma
1
Pneumothorax, Hemathorax, atau luka terbuka pada dada
2
Fraktur tulang iga yang membutuhkan ventilasi tekanan positif
3
Px dengan suspek severe lung injury, terutama mereka yang
ditransfer melalui jalur udara atau kendaraan darat.
4
Pasien yang akan menjalani general anestesi dalam rangka
terapi injury yang lain (cth : cranial, atau ekstremitas), yang dicurigai
mengalami lung injury yang signifikan.
Indikasi Thorakotomi di ruang ED pada trauma setting
1 Kehilangan darah pada ED yang tidak berespon terhadap infus kristaloid cepat
2 Witnessed arrest atau deteriorasi akut
3 Trauma penetrating dengan tanda vital atau tanda kehidupan (refleks
cahaya pupil, respirasi spontan, respon gerakan terhadap nnyeri, nonagonal cardiac rhythm) pada ED.
4 Luka penetrasi pada thorax bahkan tanpa tanda kehidupan pada tempat kejadian
atau pada ED (yang terbaik bila disertai dengan short duration of CPR).
330
2. Tension pneumothorax
3. Tamponade pericardial
Sangat penting untuk mengatasi keadaan tersebut dalam hitungan
menit Karena dapat menyebabkan kematian ! tidak ada waktu untuk
melakukan pemeriksaan investigasi.
Terapi untuk Kondisi dada yang Spesifik
Tension Pneumothorax
1 Kunci Gambaran Diagnostik : tanda trauma dada, tanda pneumothorax,
hipotensi, severe respiratory distress dan neck vein distension.
2 Terapi Immediate:
1. Lakukan Needle Thoracotomy : jarum 14G, pada ICS 2 midklavikular line.
2. diikuti dengan Tube Thoracotomy pada ICS 5, antara anterior dan
midaxillary line.
1
Poin penting:
1. Diagnosa didasarkan pada klinis, dan keputusan terapi sangat
bergantung pada Kecurigaan yang tinggi.
2. Melakukan CXR untuk mengkonfirmasi dx akan menyebabkan
keterlambatan dan kematian.
Catatan: sebuah simple traumatic pneumothorax jangan diacuhkan
karena dapat berkembang menjadi tension pneumothorax.
Pneumothorax terbuka
1 Patofisiologi : defek dinding dada yang luas dengan adanya kesamaan tekanan
intrathoracic dan tekanan atmosfer akan menyebabkan sucking chest wound.
2 Manajemen :
1. Berikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
2. tutup defek dengan kassa steril, dengan merekatkan di 3 sisi untuk
menghasilkan efek flutter-valve.
3. Jangan merekatkan pada keempat sisi karena dapat menyebabkan
tension pneumothorax.
4. kemudian lakukan insersi chest tube.
Catatan: Chest tube tidak boleh diinsersikan melalui luka penetrasi
karena akan secara tepat mengikuti traktus yang terbentuk menuju
paru atau diafragma sehingga akan merusak organ tersebut atau
menyebabkan perdarahan yang massif.
Flail Chest
1 Definisi : terjadi ketika ada 2 atau lebih tulang rusuk yang fraktur pada
2 tempat yang berbeda.
2 Diagnosis didasarkan pada :
1. Gerakan paradoksikal segment dinding dada (keadaan ini saja tidak
akan menyebabkan hipoksia).
2. Distress respirasi
3. bukti eksternal adanya trauma dada
4. nyeri pada usaha bernafas
catatan : penyebab utama hipoksia pada
flail chest adalah karena underlying kontusi restriksi gerakan dinding dada
331
terjadi.
Terapi Kontroversial : Splinting flail segment dapat memperburuk
ventilasi
Haemothorax Massif
1
Definisi : kehilangan darah > 1500 ml ke dalam cavum dada
pada initial output.
2
Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi adekuat (berikan oksigen 100%)
2. Pasang 2 jalur IV besar dan lakukan resusitasi cairan
3. transfuse darah dan koreksi koagulopati
4. Tube thoracocentesis
5. Waspada terhadap penghentian mendadak dengan drainase, cek
untuk blocked tube.
1
Indikasi Thorakotomy (konsul TKV secepatnya):
1. Drainase darah awal > 1500 ml
2. ongoing drainase > 500 ml/jam pada jam pertama, 300ml/jam pada
2 jam berikutnya atau 200 ml/jam pada 3 jam berikutnya.
3. kasus yang membutuhkan transfusi darah persisten
4. retained pneumothorax besar, terutama jika terkait dengan
perdarahan yang terus menerus.
5. instabilitas hemodinamik yang terus-menerus
6. kecurigaan injury esophageal, cardiac, pembuluh darah besar atau
bronkus utama.
Catatan : pikirkan kemungkinan kerusakan pembuluh darah besar, struktur
hilar dan jantung pada luka penetrasi dada bagian anterior, sebelah medial
dari nipple line dan luka dada posterior medial dari scapula.
Tamponade jantung
332
Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi yang adekuat (O2 100%)
2. pasang jalur IV ukuran besar
3. Berikan Cairan IV bolus 500 ml
4. lakukan perikardiosentesis dengan :
1.
Panduan EKG (dengan Lead EKG yang terhubung
dengan jarum perikardiosentesis)
2.
Panduan 2D Echo. Dapat bersifat diagnostic atau terapetik.
Catatan : Resusitasi cairan yang agresif akan membantu mempertahankan
333
1.
Etiologi
yang
mungkin: 1. Trauma penetrasi
2. dorongan akselerasi-deselerasi
3. blast injuries
2.
tanda
klinis
meliputi: 1. Haemoptysis
2. Emfisema subkutaneus
3. Tension pneumothorax
4. pnumothorax persistent setelah terapi
3.
Manajemen :
1. berikan suplementasi O2
2. berikan support ventilasi
3. px mungkin membutuhkan lebih dari 1 buah chest tube
4. konsultasi TKV dini
Pertimbangan khusus :
1.
secara klinis hanya ada beberapa tanda dan gejala yang reliable untuk BCI
2.
Adanya fraktur sternum tidak dapat menjadi prediktor adanya BCI.
3.
analisa CK-MB atau cardiac troponin T juga kurang berguna dalam
memprediksi keadaan ini.
4.
EKG yang abnormal (perubahan ST dan gelombang T) sensitive terhadap
BCI.
Manajemen
1. triage px ke dalam area critical care
2. Amankan ABC, berikan O2
3. lakukan pemeriksaan EKG
1
keputusan penanganan:
1. Jika EKG normal, px dapat dipulangkan (diasumsikan bahwa tidak
ada alas an lain bagi px untuk MRS).
2. Jika EKG abnormal /disritmia, perubahan segmen ST, perubahan
iskemik, AV block, sinus takikardi yang tidak terjelaskan) px harus
di-MRS-kan untuk monitoring kardiak lanjutan.
3. jika hemodinamik px tidak stabil, echocardiogram harus dilakukan.
Catatan : Nuclear medicine studies hanya sedikit membantu jika dibandingkan
dengan Echo sehingga tidak bermanfaat jika Echo telah dilakukan.
334
Manajemen :
1. sesuai protocol ATLS
2. CT thorax jika memungkinkan
3. GXM setidaknya 6unit WB : hubungi TKV dan bedah umum
2.
3.
4.
5.
Fraktur Costae
Manajemen dipengaruhi oleh level dan jumlah costae yang terkena
juga pada underlying visceral injuries.
Catatan : banyak fraktur costae yang tidak terlihat pada CXR. Tujuan utama CXR
pasien dengan kemungkinan fraktur costae adalah untuk mengeliminasi
haemothorax yang terkait, pneumothorax, kontusio paru, serta injury organ lain.
1.
2.
335
laparotomi
Etiologi:
1. Injury jalan nafas
2. Injury paru dan pleural
3. injury esophagus dan faringeal
4. Blast Injury
1
Tanda :
1. Krepitus
336
Trauma Laring
1 Walaupun merupakan injury yang jarang terjadi, yang dapat terjadi
bersamaan dengan obstruksi jalan nafas akut.
2 Diagnosis berdasarkan trias sbb:
1. Hoarseness (suara parau)
2. emfisema subkutaneus
3. Fraktur yang dapat terpalpasi
1
Manajemen :
1 jika jalan nafas px mengalami obstruksi total atau jika px berada
dalam keadaan distress respiratori hebat, maka lakukan intubasi
2 jika intubasi tidak berhasil dilakuakan, emergency tracheostomi
merupakan indikasi.
3 surgical cricothyroidotomy, walaupun tidak disukai pada situasi ini,
dapat menyelamatkan nyawa jika terdapat kegagalan trakeostomi.
4 kontak spesialis THT dan ahli anestesiologi secepatnya.
337
Hematoma Subungual
1
Klasifikasi : persentase area dibawah kuku yang
menunjukkan adanya darah
2
Terapi : trephine dengan sebuah red hot tip dari unfolded paper clip
(gambar1).
1. Blok digital tidak diperlukan kecuali pada px yang ketakutan. Nail plate
akan terbakar dan mengalami evaporasi saat tip yang telah
dipanaskan dipenetrasikan. Ujung klip kertas yang telah dipanaskan
kemudian akan menjadi dingin secara langsung karena aliran darah,
dan penetrasi yang lebih jauh serta cedera nail bed jarang terjadi.
Jangan melakukan tekanan, namun biarkan panas berpenetrasi ke nail
plate karena keadaan ini akan menghindarkan keadaan benturan klip
kertas ke dalam nail bed (resiko osteomielitis).
2. usap jari yang terluka dengan povidone iodine (bukan alcohol
karena bersifat mudah terbakar).
3. tempatkan 2 lubang pada dua sisi disebelahnya untuk memfasilitasi
drainase. Hematoma dievakuasi dengan memijat lembut diikuti
dengan menghisap povidone iodine.
3
Follow up dengan salep antibiotik, kassa dan protective splint
4
Untuk hematoma subungual lebih dari 50%, disarankan
untuk melepaskan kuku, eksplorasi dan suturing nail bed.
338
1
Control pada Hand surgery dalam 2hari.
2
Untuk defek lebih dari 1cm, MRS ke bagain hand surgery
untuk skin graft atau rekontruksi flap.
Dengan tulang yang terekspos
1 MRS pada bagian Hand surgery
2 Simpan bagian yang teramputasi, yang mungkin bisa digunakan untuk
replantasi.
3 Pasang IV plug pada lengan yang tidak terluka.
4 Berikan IV Cefazolin 1 g jika tidak ada kontraindikasi. Ambil swab untuk
kultur sebelum pemberian antibiotik.
5 Berikan profilaksis untuk tetanus.
6 Bagian yang teramputasi disimpan sesuai dengan cara yang telah
dijelaskan sebelumnya.
7 X ray bagian yang teramputasi : AP dan lateral.
Cedera Tendon Fleksoris
Sering terlihat di ED. Mekanisme yang sering menjadi penyebab adalah
laserasi. Waspada terhadap tanda kecil yang terkait dengan laserasi parsial
dimana dapat berakibat pada disabilitas jangka panjang.
Cara memeriksa integritas flexor digitorum superficialis (FDS) dan Flexor
Digitorum Profundus (FDP)
1 Cara memeriksa fungsi FDS (gambar 2a), dengan jari yang berdekatan ekstensi
penuh (menghambat gerakan FDP), usaha fleksi jari menghasilkan gerakan
isolated FDS, dimana diindikasikan dengan adanya solitary flexion PIP joint.
2 Cara memeriksa fungsi FDP (gambar 2b). isolated DIP flexion anya
dapat dilakukan dengan intake-nya FDP muskulotendinous unit.
Catatan : terlihatnya tendon yang intake pada lacerated sheath tidak berarti bahwa
tendon tidak cedera. Tendon mungkin berada pada posisi yang lain ketika cedera
terjadi juga pada saat pemeriksaan dilakukan. Bagian tendon yang mengalami
laserasi telah pindah kebagian proksimal atau distal. Periksa dan dokumentasikan
integritas nervus digital yang terlibat (menggunakan 2-point discrimination dengan
menggunakan ujung klip kertas, dengan jarak sekitar 5mm).
Riwayat/anamnesa :
Mekanisme injury : laserasi dan trauma tertutup/tumpul.
1 Okupasi
2 Tangan yang dominant
X ray jari dengan tujuan :
339
1
Outcome
1. Zona II dikenal sebagai no-mans land karena sulit untuk diperbaiki.
Output yang buruk ketika 2 tendon yang diperbaiki (FDS dan FDP)
diharapkan untuk dapat digerakkan secara luwes sebuah fibrous sheath.
2. Zone III bisaanya memiliki outcome yang baik setelah primary repair.
340
Deformitas Boutonniere
1
Kerusakan central slip dari tendon ekstensor PIPJ. Lateral band yang
secara normal berada pada dorsal dari aksis rotasi sehingga dapat membuat
gerakan meluruskan jari, saat ini menjadi jatuh ke volar dari aksis tersebut dan
gerakan yang dihasilkan jadi berkebalikan yaitu menyebabkan fleksor PIPJ.
Mekanisme cedera:
pukulan langsung pada dorsum PIPJ.
Beban aksila yang memaksa fleksi PIPJ saat jari sedang ekstensi.
Laserasi di sepanjang atau distal dari PIPJ.
Presentasi klinis:
Nyeri dan pembengkakan PIPJ
Pasien awalnya dapat melakukan ekstensi penuh dari PIPJ (karena
lateral slip functioning) walaupun kebanyakan px dengan cedera
seperti ini menunjukkan kelemahan pada saat ekstensi PIPJ.
3. deformitas Boutonniere bisaanya tidak muncul langsung setelah
cedera namun sering timbul setelah 10-14 hari.
4. kebanyakan memiliki associated dislocation yang telah direduksi sebelum
2
1.
2.
3.
1
1.
2.
1
X ray jari: jika terdapat fraktur avulse dari dorsal basis middle
phalanx.
2
Diagnosis: membutuhkan kecurigaan yang tinggi, dx
bisaanya tidak terlihat saat itu karena adanya pembengkakan akut.
3
Manajemen :
1. Cedera tertutup : boutonnire splint. Follow up pada hand surgery
dalam 5 hari.
2. cedera terbuka : MRS untuk primary repair.
Boutonniere Splint
pasang volar splint pada PIPJ, posisikan pada ekstensi penuh, DIPJ
341
342
2
Pemeriksaan
1. Cari luka masuk dan luka kelur
2. dapat mengalami thermal burn sekunder akibat terbakarnya pakaian.
3. periksa sirkulasi ekstremitas dan status neurovascular.
1
Manajemen saat di ED:
1. EKG 12 lead, monitoring jantung terhadap aritmia.
2. cek urea/elektrolit/kreatinin, kreatinin kinase, LDH
3. X ray pada suspek dislokasi sendi dari kontraksi katatonik otot
sekunder terhadap listrik tegangan tinggi.
4. terapi luka bakar dermal
1
Penempatan : MRs pada bagian General medicine untuk
monitoring jantung jika terjadi disritmia atau kollaps kardiovaskular.
Infeksi Tangan
Paronychia
1 Abses nail fold
2 Pembengkakan jaringan subungual dan kemerahan dengan atau tanpa frank pus.
3 Screening untuk DM
4 Terapi :
1. Awal : antibiotik oral, cth cloxacilin (versus S. aureus) dan rendam
air hangat setiap hari.
2. Lanjut : antibiotik oral dan I&D abses dibawah blok digital.
1
Metode drainase (lihat gambar 6 dan 7)
1. Iris mess/blade ke dalam nail sulcus di dekat titik dengan nyeri
tekan yang paling maksimal.
2.
Hilangkan sebuah potongan longitudinal kuku jika terdapat abses
subungual.
343
344
1
pengenalan dini serta terapi penting untuk menghindari
nekrosis tendon dan penyebaran ke proksimal.
2
X ray jari untuk meneksklusi benda asing.
3
Penempatan : MRS pada bagian Hand surgery untuk
antibiotik IV dan surgical drainase.
345
346
4.
5.
6.
7.
CT scan
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
aerocele
fraktur facial
Benda asing
diastasis (pelebaran) sutura.
Indikasi emergent CT scan setelah cedera kepala
GCS 13 tanpa adanya intoksikasi alcohol atau fraktur tulang tengkorak.
Resusitasi
Prioritas resusitasi menurut ATLS, a.l :
1
control jalan nafas dan cervical spine
2
pernafasan
Catatan : penyebab respiratory impairment meliputi : (1) penyebab
sentral seperti obat-obatan dan brain stem injury, (2) penyebab perifer
seperti obstruksi jalan nafas, aspirasi darah/vomit, trauma dada, adult
respiratory distress syndrome dan edema pulmonary neurogenik.
1
Sirkulasi
1. Pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi,
GXM kadar serum etanol.
Catatan : kadar alcohol darah < 2g/l menunjukkan bahwa AMS yang
terjadi adalah akibat cedera kepala bukan karena intoksikasi alcohol.
Namun tingginya kadar alcohol tidak dapat dikatakan sebagai
penyebab terjadinya keadaan AMS pada px cedera kepala tersebut.
2. lakukan pemeriksaan GDA pada semua px cedera kepala dengan
penurunan kesadaran untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi.
1
Pemeriksaan neurologik
Koma (GCS <8)
2
Indikasi Intubasi pada cedera kepala 1.
347
1
Indikasi penggunaan Mannitol pada cedera kepala :
1. pasien koma yang awalnya memiliki pupil yang normal dan reaktif
namun kemudian berkembang menjadi dilatasi disertai atau tanpa
adanya hemiparesis.
2. Dilatasi pupil bilateral dan nonreaktif tetapi tidak hipotensive.
Dosis Mannitol : 1g/kgBB, cth [5x BB (kg)] ml larutan mannitol 20%
dalam infus cepat selama 5 menit.
Perhatian sebelum menggunakan mannitol :
1. Pasang kateter urinary
2. Pastikan px tidak hipotensi
3. Pastikan px tidak menderita gagal ginjal kronis
Catatan : hiperventilasi dan IV mannitol akan membutuhkan
waktu selama 2jam, dan tidak boleh ada waktu yang terbuang
dalam pembuatan keputusan terapi definitive.
Kriteria Merujuk px ke Bedah Saraf
Dapat berbeda menurut institusi, a.l:
1
Cedera kepala dengan deteriorasi GCS
2
Depressed skull fracture
3
Pneumokranium
4
Penetrating skull injuries
5
Penemuan yang positif pada CT scan
Kriteria MRS pada cedera kepala ringan
1 Hilang kesadaran > 10 menit
2 Amnesia
3 Kejang post traumatic
4 Tanda klinis fracture basis cranii
5 Sakit kepala moderate atau severe, atau vomiting
6 Intoksikasi alcohol
348
1
2
3
4
Penetrating injury
Fraktur tulang tengkorak
Associated injuries yang signifikan
Tidak adanya pengawas yang dapat diandalkan dirumah
1
2
3
4
5
349
350
Mekanisme
1.
Kekerasan langsung cth akibat kecelakaan lalu lintas dengan dashboard
injury, jatuh pada permukaan yang keras, serta jatuhnya benda yang berat
diatas lutut.
2.
dengan kekerasan tidak langsung sebagai akibat kontraksi otot yang
mendadak.
Manifestasi klinis
1. ketidakmampuan untuk mengekstensikan lutut.
2. bruising dan abrasi di atas lutut
3. catat lokasi nyeri tekan
4. ada celah yang terpalpasi diatas atau dibawah patella.
5. displacement yang jelas dari bagian proksimal patella
1
X ray : AP dan lateral view lutut
2
Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. jika tidak terdapat pergeseran, aplikasikan cylinder backslab dan
KRS dengan diberikan analgesic, serta crutches kemudian dirujuk
pada klinik bedah.
351
352
1
Manifestasi klinis: pembengkakan yang besar dari
haemarthrosis atau effuse.
2
X ray :
1. AP dan Lateral View dari lutut. Catat bahwa fat fluid level pada
bursa suprapatellar mengindikasikan adanya fraktur intraartikular
walaupun fraktur tidak terlihat. (gambar 2).
2. skyline view digunakan pada subtle fracture dari condilus femoralis
(terutama pada dislokasi lateral patella) dan patella.
1
Komplikasi : hati-hati bahwa px mungkin tidak mengalami
dislokasi lutut atau concomitant fraktur lutut.
2
Terapi :
1. jika haemarthrosis lutut tidak tegang, px dapat KRS dengan istirahat,
es, kompresi (aplikasikan crepe bandage) dan terapi elevasi (RICE).
2. berikan analgesic
1
Penempatan
1. rujuk ke klinik ortopedi dalam 24-48 jam
2. jika terdapat tense haemarthrosis, px harus MRS untuk aspirasi.
Fraktur Tibial Plateau
1
mekanisme trauma : bisaanya akibat severe valgus strees
2
Manifestasi klinis
1. haemarthrosis
2. Bruising di lateral
3. Abrasi
4. Deformitas valgus pada lutut
1
X ray : AP dan lateral view dari lutut
2
Komplikasi : dx subtle tibial tabel fracture mungkin
terlewatkan. Jika berat badan px terus menerus bertumpu pada daerah
tsb, maka fraktur akan memburuk.
3
Terapi : berikan analgesic dan aplikasikan cylinder backslab.
4
Penempatan : fiksasi atau traksi tergantung beratnya fraktur
Fraktur Tibia/Fibula
1- Mekanisme trauma :
1. tekanan torsional (cedera olahraga)
2. Kekerasan yang ditransmisikan melalui kaki (cth : jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas)
3. Hentakan langsung (cth kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda yang berat)
Isolated fracture tibia atau fibula dapat terjadi akibat kekerasan secara langsung
353
1
X ray : AP dan Lateral view dari tibia/fibula (harus meliputi
lutut dan pergelangan kaki)
2
Komplikasi : compartment syndrome pada fraktur tertutup
dan infeksi pada fraktur terbuka.
3
Terapi:
1 fraktur tertutup undisplaced dari tibia dan fibula
1.
berikan analgesic IM/IV sebelum X ray
2.
aplikasikan backslab diatas lutut
3.
ulangi X ray untuk mengecek final position dari fraktur.
4.
MRS untuk observasi
2 Fraktur tertutup displaced dari tibia dan fibula
1. Berikan narkotik IV sebelum X ray
2. Dibawah conscious sedation dengan IV Midazolam dan
narkotik, coba untuk mereduksi fraktur.
3. Aplikasikan backslab diatas lutut
4. Ulangi X ray sebelum MRS
3. Fraktur terbuka tibia dan fibula
1. berikan analgesic IM/IV
2. lakukan swab c/s dari luka
3. tutup luka dengan dibalut
4. cek status immunisasi tetanus px.
5. Berikan antibiotik (Cefazolin)
6. Aplikasikan long leg backslab atau temporary splint
7. Rencanakan debridemen luka
4. Isolated Closed Fracture of Fibula
1. Berikan analgesic IM
2. Singkirkan fraktur tibia dengan cedera pada sendi pergelangan kaki
3. Crepe bandage
4. KRS dengan diberikan analgesic
5. Rujuk ke klinik ortopedi.
Catatan : pasien dapat diijinkan untuk menahan berat badan.
Cedera Ankle (pergelangan kaki)
1 Mekanisme trauma : ketika pergelangan kaki mengalami deformitas,
harus curigai adanya dislokasi ankle. Ini merupakan keadaan emergency!
Catatan : Dislokasi ankle harus direduksi secepatnya untuk mencegahg
nekrosis kulit.
1 Manifestasi klinis : pada suspek cedera ankle, lakukan palpasi 4
bagian tulang, sbb:
1. Malleolus medialis
2. Malleolus lateralis
3. Seluruh bagian panjang fibula
4. Basis metatarsal ke-5
X ray : tidak harus dilakukan pada kasus sprained ankle Indikasi X
ray pada cedera ankle :
1. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus lateralis.
2. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus medialis.
3. tidak mampu untuk menahan berat badan
4. pada kasus dimana terdapat pembengkakan yang nyata sehingga
tidak memungkinkan palpasi yang akurat.
354
Manifestasi klinis :
1.tumit ketika dilihat dari arah belakang akan nampak melebar,
memendek, mendatar atau miring ke lateral membentuk valgus.
2.
Pembengkakan yang menegang pada tumit
3.
Nyeri tekan local yang jelas
4.
Jika px muncul kemudian, mungkin akan timbul
bruising yang dapat menyebar ke sisi medial telapak kaki dan proksimal dari
betis.
Terapi :
355
5 Mekanisme trauma:
1. jatuh pada plantar flexed foot
2. Hantaman pada forefoot seperti pada kecelakaan lalu lintas
3. hantaman pada tumit ketika berada pada posisi berlutut/bersujud
4. run over kerb side accident
5. Inverse, eversi atau abduksi dari forefoot yang dipaksakan.
1
Manifestasi klinis : bengkak dan penyimpangan dari kaki
2
X ray : AP dan Oblique view dari kaki (gambar 3)
Catatan : Lisfrancs dislocation tidak selalu menyediakan bukti
yang jelas pada radiografi, dan tetap menjadi fraktur kaki yang
paling sering mengalami missdiagnosa
1 Komplikasi : arteri dorsalis pedis atau anastomosis medial plantar
dapat berada dalam ancaman.
2 Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. Aplikasikan backslab
3. MRS untuk open reduction and Internal Fixation (ORIF)
Fracture Metatarsal
1
Mekanisme : sering disebabkan karena Crushing injury
2
X ray : AP dan Oblique view dari kaki
3
Prinsip manajemen :
1. Jika fraktur undisplaced tanpa kerusakan jaringan lunak
1. bereikan analgesic sebelum X ray
2. Terapi simptomatik dengan crepe bandage atau short
backslab dari bagian distal sampai atas jari kaki
3. KRS dengan non-weight bearing crutches (NWB) dan analgesic.
4. Rujuk ke klinik ortophedi
2. Jika fraktur multiple dan undisplaced, terapi konservatif seperti diats.
3. Jika fraktur multiple dan displaced :
1. MRS untuk operasi jika fraktur terbuka
2. Aplikasikan backslab dan KRS dengan analgesic dan
crutches NWB kemudian rujuk segera ke klinik ortopedik
untuk review ORIF, jika fraktur tertutup.
356
Phalangeal Fracture/dislokasi
Prinsip manajemen :
1. tangani cedera jaringan lunak serta nail bed injury terlebih dahulu.
2. Reduksi dislokasi menggunakan digital block atau Entonox.
3. Immobilisasi Fraktur dan dislokasi menggunakan adhesive
strapping pada jari kaki yang berdekatan.
4. KRS dengan analgesic dan rujuk ke klinik ortopedik.
5. Untuk dislokasi jari kaki multiple, MRS untuk reduksi.
357
1 Keuntungan pada tulang anak-anak lebih lunak di banding dewasa,
lebih besar tenaga yang diperlukan untuk patah tulang wajah anak
dengan kejadian banyak terjadinya bersamaan perlukaan intracranial.
Tip khusus untuk dokter umum
1 Jangan memaksakan penderita dengan kecurigaan patah tulang mandibula
pada posisi terlentang sejak kemungkinan gangguan jalan napas.
358
c.
8. Foto rongen: waktu foto rongen wajah tidak prioritas dalam
multiple injury. 2 posisi radiografi adalah :
1. occipitomental atau posisi OM (waters).
2. posteroanterior atau posisi PA (Caldwell)
3. posisi lateral
4. posisi submentovertical (SMV) atau jughandle
5. posisi towne
Catatan : posisi a,b, dan c diatas digunakan sebagai posisi standard wajah. Yang
mana Goh et al (2002) menunjukan bahwa posisi 30 derajat tunggal OM seharusnya
cukup untuk melihat trauma maxillofacial. Meningkat, jika dicurigai patah tulang
wajah, suatu posisi 30 derajat OM tungal seharusnya diminta dan tidak posisi wajah.
Posisi OM (waters)
Lihat figur 1: baik untuk wajah bagian tengah, memperlihatkan rongga mata
dan dasar dan darah dalam sinus maxillary.
Posisi PA (Caldwell)
Lihat figur 2 : tampak tulang frontal dan sinus paranasal. Dapat kadangkadang tampak tsebelah atas suture frontal zygomaticus diastasis dalam
patah tripod lebih baik pada foto OM. 3
Posisi Lateral ( Cross-table or upright)
Lihat figure 3 : memudahkan gambaran darah dalam sinus.
Posisi Submentovertical (or jughandle)
Lihat figur 4 : tampak sudut zygomatic
Posisi Towne
Lihat figure 5 : tampak ramus mandibula dan condyles.
Sistem posisi OM mengunakan garis McGrigors.
lihat figur 6 : ikuti 3 garis pada posisi OM
Figure 2 : PA
(posisi
Caldwell)
Figure 4 :
SMW (posisi
jughandle)
Figure 3 :
posisi lateral
Figure 5 :
posisi Towne
359
Garis 1 (figur 7) : mulai sisi luar wajah, mengikuti lewat celah antara
tulang frontal dan zygomatic pada tepi lateral mata melintang dahi,
penilaian tepi orbita superior dan sinus frontal disisi luar.
Bandingkan sisi bagian perlukaan dan bukan. Cari :
1. Patah tulang.
2. Pelebaran suture zygomatikus.
3. Garis pada sinus frontal.
2 Garis 2 (figur 8) : mulai sisi luar wajah, telusuri keatas sepanjang
dinding tepi sudut zygoma (atas elephants trunk), melintang badan
zygoma, kebawah tepi orbita, mengarah bentukan hidung ke sisi lain
dari wajah. Bandingkan pada perlukaan dengan sisi yang bukan. Amati
patah tulang sudut zygoma melalui tepi bawah mata bayangan jaringan
lunak pada dinding atas antrum maxillaris (blow out fracture).
3 Garis 3 (figur 9) : mulai luar wajah, mengikuti sepanjang tepi sudut
zygoma ( bawah elephants trunk), dan bawah lateral dinding
antrum maxillaris ke dinding inferior dari antrum, melintang
sepanjang maxilla garis gigi kesisi lainnya.
360
1 Bukan prioritas dalam tatalaksana gawat darurat.
2 Harus menilai untuk patah tulang komplek, khususnya yang
termasuk sinus frontal, daerah nasoethroid dan orbita.
3 Standart foto rongen wajah lebih berguna untuk kasus rutin,
misalnya penganiyaan, jatuh pada lantai dll.
4 CT diperlukan untuk memastikan C-spine.
PATAH TULANG SPESIFIK
Patah tulang frontal
1 Pemeriksaan fisik : palpasi tulang periorbita ; uji untuk anastesi;
pengujian EOM.
2 Pencitraan : foto skull/posisi Caldwell.
3 Disposisi : rawat inap untuk patah tulang posterior dan patah tulang
depresi (IV antibiotik ,kontroversial). Kedua patah tulang ini sepertinya
melewati dura dengan kemungkinan terjadi intrakranial infeksi.
Patah tulang NEO (naso-ethmoidal-orbital)
1 Pemeriksaan fisik seharusnya mencari :
1. Nyeri tekan medial cantal.
2. Cerebrospinalfluid rhinorhea
3. telechantus
2 Pencitraan : CT wajah
3 Disposisi : rawat jalan (IV antibiotik kontroversi). Patah tulang NEO harus
perhatikan dasar dari tulang. Hal tersebut sulit untuk melihat secara klinik
atau pada foto rongen . jika terdapat harusnya berhubungan dengan dura
dengan meningkatnya kemungkinan infeksi intrakranial.
Figur 10 : mekanisme injury yang menyebabkan blow out frakture pada dasar mata.
Trauma lurus pada mata meningkatkan tekanan intraorbita. Patah tulang mata adalah
bagian yang paling lemah dinding orbita daripada bola mata. Alternative, trauma
pada dinding inferior mata menyebabkan dinding orbita mengeser dan patah.
361
Catatan : suatu patah tulang Blow out pada mata tidak termasuk pada
dinding mata. Kenyataannya , adanya patah tulang dinding mata
seharusnya diamati adanya patah tulang tripode pada zygoma.
1 Titik paling lemah adalah dinding inferomedial mata (lamina papyracea).
2 Herniasi pada komponen mata kedalam antrum maxillaries melalui
dinding (tear-drop sign).
3 Pemeriksaan fisik :
1. uji untuk anestesi orbita dengan menekan untuk mencari
perbedaan sensasi.
2. uji gerakan extraoculer.
3. uji visual.
4 Pencitraan : posisi waters
5 Disposisi : rujuk ke bedah plastic
Catatan : Hanya diplopia bukan indikasi untuk rawat inap.
1 Pembedahan emergency indikasi pada :
1. penekanan empisema orbita.
2. perdarahan retrobulbar.
3. trauma tusuk bola mata.
2 Penderita dipulangkan : hindari adanya
1. compressive orbital emphysema
1. nyeri mata yang bertambah.
2. Bola mata proptopsis
3. Opthalmoplegi
4. Bola mata yang tegang
5. Hilangnya pandangan
Untuk mencegah compressive orbita emphysema penderita
seharusnya diberi larangan agar tidak bersin hidungnya.
2. perdarahan retrobulbar
1. sebagai tambahan pada compressive
orbital emphysema.
2. Dilatasi pupil.
3. Discus optic pucat
Patah tulang hidung.
1
2
3
4
362
Patah Zygoma: tripode
1 Konsistensi patah tulang lantai dan dinding orbita, arcus zygoma,
dan dinding lateral dari antrum maxilla. Lihat figur 12.
1. dipoplia berat.
2. trismus
3. gangguan penglihatan
363
LeFort I
Patah tulang dinding lateral sinus maxillaris bilateral.
Patah tulang dinding medial sinus maxillaris bilateral (sulit untuk
dilihat). Patah tulang septum nasal (inferior).
LeFort II (patah tulang piramid)
Patah tulang Nasion
Dinding orbita inferior bilateral dan patah tulang dasar orbita.
Patah tulang dinding sinus maxillaris bilateral.
LeFort III (terpisahnya
craniofacial) Patah tulang Nasion.
Patah tulang dindng lateral orbita bilateral (suture
frontozygomaticus) Patah tulang arcus zygomatic bilateral.
Gigi
364
365
1
Trauma lain yang terkait : mortalitas dan morbiditas yang
terjadi pada fraktur pelvis kebanyakan terkait dengan trauma lain yang
mempengaruhi pembuluh darah, nervus, genitourinary, dan traktus
gastrointestinal bagian distal.
2
Penyebab kematian: perdarahan yang tidak terkontrol
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
1 Pertimbangkan dx fraktur ramus pubis pada lansia
dengan nyeri pangkal paha/panggul setelah terjatuh.
Manajemen
1 ABC merupakan manajemen yang utama
2 Koreksi hipovolemia : paling tidak 2 jalur IV ukuran besar terpasang pada px.
3 Kirim darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, dan
GXM 4-6 unit rapid matched blood.
4 Lakukan pemeriksaan Fisik :
1. Pembengkakan area suprapubik atau groin area.
2. ekimosis pada genitalia eksterna, paha bagian medial dan area flank.
3. darah dari urethra.
4. abrasi, kontusio dari tulang yang menonjol
5. step-off, instabilitas
6. krepitus pada palpasi bimanual iliac
wing catatan :
(1) jangan mencoba untuk melakukan spring/menutup pelvis
untuk medapatkan stabilitas karena hal ini tidak reliable, tidak
diperlukan dan dapat menyebabkan perdarahan tambahan.
(2) laserasi perineum, groin atau buttock setelah trauma
mengindikasikan adanya fraktur pelvic terbuka kecuali terbukti bukan.
366
PERHATIAN
Selalu ingatlah akan adanya perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan.
Pertimbangan kondisi jalan nafas (pada primary survey)
1. Intubasi mungkin sulit dilakukan dengan adanya edema jalan nafas
2. Terdapat peningkatan resiko aspirasi akibat berkurangnya tekanan esofagus
bagian bawah disertai peningkatan tekanan gaster akibat tekanan uterus.
1
Pertimbangan kondisi pernafasan (pada primary survey)
1. Peningkatan konsumsi oksigen sebesar sekitar 15%, mengakibatkan
menurunnya cadangan oksigen.
2. Peningkatan ventilasi per menit yang mengakibatkan hipokarbia
fisiologis. Keadaan normocarbia, jika terdeteksi, bisa jadi
sesungguhnya menunjukkan kondisi hipoventilasi.
367
dengan benar saat dalam mobil: bagian bahu harus terletak di atas rahim dan
bagian yang melintang di pangkuan harus terletak di atas panggul, di bawah
rahim.
2. Sarankan penggunaan alas kaki yang tepat untuk mencegah terjatuh:
bertumit datar dengan alas yang berdaya cengkram baik.
Pertolongan dasar yang dapat diberikan bila Dokter Umum sebagai
penolong pertama meliputi:
1. Memposisikan pasien dengan tepat (lihat komentar di atas)
2. Kendalikan perdarahan lokal
3. Suplementasi oksigen (jika tersedia)
368
TATA LAKSANA
Prinsip-Prinsip Umum
1 Prioritas masalah dan ABC dalam tata laksana trauma tidaklah
berbeda oleh adanya kehamilan.
2 Terdapat 2 pasien yang harus distabilisasi, tetapi lakukan stabilisasi
terhadap ibu terlebih dahulu.
3 Libatkan secara dini seorang ahli Obstetri dalam tim Trauma.
4 Tangani pasien di area yang dilengkapi dengan monitor (perawatan
intermediat):
1.
Berikan oksigen
2.
Awasi: EKG, pulse oximetry, tanda-tanda vital setiap 5-10 menit,
CTG secara terus menerus untuk pasien dengan kehamilan >20 minggu.
5 Posisi pasien:
1.
Bila dicurigai terjadi trauma spinal, posisikan pasien dengan
memletakkan kantong pasir atau baji (baji Cardiff) dibawah bokong
kanan dan pindahkan uterus secara manual ke sebelah kiri.
2.
Jika tidak, tangani pasien dengan posisi lateral kiri.
Primary Survey
1 Bebaskan jalan nafas seperti pada pasien yang tidak hamil.
2 Lakukan penekanan krikoid untuk mengurangi aspirasi gaster pada pasien
dengan penurunan kesadaran yang kehilangan refleks protektif jalan nafas.
2.
3.
369
tumpul.
b. Terjadi sebagai akibat regangan total oleh trauma
sampai 2 liter.
e. Berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya
2.
3.
4.
5.
6.
DIC.
Ruptur uterus
1. Jarang terjadi
2. Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul abdomen.
3. Resiko lebih tinggi pada wanita dengan riwayat SC.
4. Gambaran klinis meliputi peritonismus, uterus asimetris dan teraba
bagian janin.
Partus prematurus
1. Peningkatan iritabilitas uterus dapat terjadi sebagai akibat trauma uterus.
2. Disebabkan oleh peningkatan asam arakidonat.
3. 90% terjadi abortus spontan.
Cedera janin
1. Jarang terjadi, karena janin lebih sering mengalami gangguan
akibat hipoksia atau hipovolemik pada ibu.
2. Dapat terjadi akibat trauma tajam maupun tumpul.
Sensitisasi Rh
1. Terjadi bila darah dari janin Rh positif masuk ke dalam sirkulasi
ibu yang rh negatif.
2. Perlu dipertimbangkan pemberian Imunoglobulin Rh (IM
RhoGAM 300mg) pada semua ibu Rh negatif yang mengalami
trauma abdomen, dengan konsultasi ke ahli Obstetri.
Emboli cairan ketuban
1. Jarang terjadi dan dengan prognosis yang buruk
2. Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler, distres nafas,
kejang atau DIC.
Pemeriksaan
Darah lengkap, ureum, creatinin, elektrolit
Faal hemostasis
370
371
Untuk semua dislokasi sendi yang membutuhkan manipulasi dan reduksi
pada ED, jangan berikan opioids IM, namun berikan secara IV. Karena
opioid yang diberikan lewat IM absorbsinya baik. Sehingga ketika
dibutuhkan conscious sedation, seseorang harus memastikan dosis efek
penghilang nyerinya. Hal ini akan menyebabkan supresi pernafasan dan
hipotensi ketika dosis total opioid IM diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Untuk setiap cedera ortopedi, selalu ingat untuk mencatat status
neurovascular sebelum dan sesudah manipulasi/reduksi atau aplikasi gips.
372
1
Terapi:
1. Subluksasi minor : Broad arm sling, Analgesic dan control ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
2. Gross Displacement : MRS dibagian Ortopedi untuk eksplorasi /
reduksi di bawah GA.
Catatan : Cedera yang mengancam nyawa, bila mengenai struktur
didekatnya terjadi pada 25% kasus dislokasi posterior.
Cedera Sendi akromioklavikular
1 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan menumpu pada
bahu dengan lengan teraduksi atau jatuh pada lengan yang terulur.
2 Manifestasi : penonjolan lateral end dari klavikula dan adanya nyeri local.
3 X Ray : Foto AP dari sendi AC (bagian/sisi inferior dari akromion dan
klavikula harus membentuk suatu garis lurus).
Catatan : Weight Bearing view menunjukkan hasil tambahan yang
hanya sedikit, dan hanya akan menyebabkan nyeri serta tidak akan
mengubah terapi yang diberikan.
1
Terapi : Broad arm sling dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
Fraktur Skapula
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada
dada posterolateral.
2
Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya
associated injury.
3
X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
4
Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera
intrathorax yang signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur
klavikular, cedera pembuluh darah pulmonal dan pleksus brachialis.
5
Terapi :
1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, control
ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.
Dislokasi bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio ercto).
Dislokasi Anterior
1 Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
2 Manifestasi :
1. Khas : px bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian
siku dengan menggunakan tangan sebelahnya .
2. lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat squared off
4. Nyeri yang sangat.
X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan
dislokasi anterior dengan posterior.
373
Conscious sedation).
1. Teknik Cooper-Milch
1. Dibawah conscious sedation, tempatkan px pada posisi
supine dengan siku fleksi 90o.
2. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan
lengan pada posisi abduksi penuh yang ditahan pada traksi
lurus dimana seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang
lembut pada sisi medial dan inferior dari humeral head.
3. Adduksi lengan secara bertahap.
4. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.
2. Teknik Stimsons
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan
pada ED yang sangat sibuk.
1. berikan analgesic IV dimana px berbaring pada posisi
pronasi dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan
beban seberat 2,5-5kg terikat pada lengan tersebut.
2. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
3. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Countertraction
374
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
1. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
Mekanisme Trauma
1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta
terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat
tersetrum listrik.
1
Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu
1
X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)
Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior
pada bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat light bulb sign
karena rotasi internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus
dan glenoid labrum pada foto bahu AP.
1
Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
2
Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious
sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R
dibawah conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk
M&R di bawah GA, pertimbangkan ORIF.
1
Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan
pada posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan
rolledsheet dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
375
4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada seorang
dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan cuff.
Teknik :
1.
Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
lengan yang dibduksi.
2.
kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3.
Setelah relokasi, pasang collar & cuff.
376
2
Manifestasi :
1. Nyeri tekan local dan pembengkakan
2. Mungkin dapat timbul deformitas.
1
X ray : Foto AP dan lateral humerus
2
Komplikasi : Palsy nervus radialis (drop wrist) dan vascular
compromise.
3
Terapi :
1. untuk fraktur angulasi minimal, pasang U slab, lebih mudah
dilakukan pada saat px duduk pada trolley daripada pada saat px
berbaring terlentang, kemudian diikuti dengan collar& cuff, serta
control ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Untuk fraktur displaced yang parah, lakukan M & R dibawah IV
conscious sedation, pasang U salb dan Collar & cuff, kemudian
rujuk ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
3. Untuk kasus dengan komplikasi kerusakan neurovascular, MRS
dibagian ortopedi.
Fraktur Shaft Humerus Supracondylar
1
Mekanisme trauma : jatuh dengan tangan terulur, bisaanya pada
anak kecil.
2
Manifestasi klinis :
1. Nyeri tekan dan bengkak pada distal humerus dan siku.
2. Deformitas mungkin terjadi
3. Bentukan segitiga yang disusun oleh olekranon, epikondilus lateral
dan medial.
1
X ray : AP dan lateral siku (waspada terhadap adanya fraktur
kondilus lateralis, sarankan ORIF). Cari tanda fat pad (gambar 3).
2
Komplikasi :
1. Kerusakan arteri brakialis
1. Cek pulsasi radialis dan capillary refill.
2. Cari adanya kepucatan dan dingin pada ekstremitas, nyeri,
parestasi atau paralysis pada lengan bawah.
2. Cek jari dan ibu jari untuk mencari deficit neurologist terkait dengan
kerusakan Nervus radialis, ulnaris atau medianus.
Catatan : Dokumentasikan hasil pemeriksaan tersebut.
1 Terapi :
1. Jika terdapat displacement minimal (<10-15o) pasang long arm back slab
dan control ke klinik ortopedi setelah 1-2 hari. Berikan KIE yang jelas
mengenai ancaman Compartment syndrome (gejala dan tandanya).
2. Jika terdapat pembengkakan pada daerah siku dengan minimal angulated
fracture. Pertimbangkan meng-MRS-kan px untuk observasi sirkulasi.
3. Jika displacement > 15o, pasang long arm backslab dan rencanakan M&R.
377
3. trauma langsung
1
manifestasi klinis : pembengkakan dan nyeri tekan local.
2
X ray : AP dan lateral siku
3
Komplikasi : disposisi/terapi cedera nervus ulnaris.
1. jika minimal atau tidak ada displacement, pasang long arm back
slab dan control ke poli ortopedi setelah 3 hari.
2. Jika fraktur disertai displaced yang lebih parah, pertimbangkan
M&R dibawah GA, KIV ORIF.
Fraktur Condilus Lateralis Humerus
Catatan : sering terlewatkan karena dikaburkan dengan fraktur suprakondiler.
1 Mekanisme trauma : cedera adduksi pada siku
2 Manifestasi : nyeri tekan dan pembengkakan local
3 X ray : AP dan lateral siku
4 Komplikasi : tidak ada komplikasi akut, komplikasi yang terlambat, a.l:
1. mal-union dan non-union menyebabkan posisi cubitus valgus dan
tardy ulnar nerve palsy.
2. Kekakuan siku terutama pada dewasa.
Terapi :
1. Fraktur undisplaced atau minimal displaced, pasang long arm
backslab : control ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. jika fraktur displaced > 2mm atau terotasi, MRS pada bagian
ortopedi untuk M7R di bawah GA, ORIF.
Dislokasi Siku
1
Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang
paling sering ditemukan adalah dislokasi posterolateral.
2
Manifestasi :
1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak
2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial
mengalami kerusakan.
1
X ray : AP dan lateral siku.
2
Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus
3
Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation
1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan
2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.
3. setelah relokasi, pasang long arm back slab
4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik
ortpedi setelah 3 hari.
5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan,
MRS di bagian ortopedi untuk observasi.
6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.
Pulled Elbow (Subluksasi Radial head)
1
Mekanisme trauma : bisaanya terjadi pada anak usia 9 bulan-6
tahun, karena tarikan yang kuat pada tangan yang terulur, yakni adanya
tenaga yang menarik dengan kuat pada ligament annular di radial head.
2
Manifestasi :
378
sebuah sling, dan reduksi spontan bisaanya terjadi dalam waktu 48 jam.
379
2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS ke
bagian ortopedi untuk M & R dibawah GA, KIV ORIF.
Fraktur Lengan Bawah
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung,
namun juga karena jatuh dengan tangan terulur.
2
Manifestasi klinis : Nyeri tekan dan pembengkakan lengan
bawah, dengan deformitas jika fraktur displaced.
3
X ray : AP dan lateral view lengan bawah
Catatan : Pastikan bahwa film menampakkan siku dan peregelangan
tangan sehingga fraktur monteggia atau Galeazzi dapat dieksklusi. Jangan
pernah memebrikan terapi pada single fore arm bone fracture sampai
anda telah menyingkirkan fraktur-dislokasi yang tersebut di atas.
1. Fraktur-dislokasi Monteggia adalah fraktur pada ulna disertai
dengan dislokasi radial head.
Catatan : banyak gugatan hukum diajukan karena missed dx bowed ulna
2.
1
2
1.
2.
(green stick)!
fraktur-dislokasi Galeazzi adalah fraktur radius dengan dislokasi
pada inferior radio-ulnar joint.
Komplikasi : cedera vascular atau compartment syndrome.
Terapi :
untuk fraktur dengan minimal atau tidak ada displacement, pasang
ong arm back slab dan rujuk ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
Untuk fraktur displaced, lakukan M&R di bawah Bier Block.
Fraktur Colles
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan terulur.
2
Manifestasi klinis : khas : Deformitas bentuk dinner fork
dengan nyeri tekan local.
3
X ray : lateral (gambar 4a) dan AP (gambar 4b) pergelangan tangan.
4
Komplikasi : malunion : delayed rupture dari M. Extensor
pollicis longus; kompresi nervus medianus; sudecks atrophy.
5
Terapi reduksi :
1. pasang longitudinal traction untuk disimpact fracture.
2. Kemudian pasang flexion and ulnar deviation force pada fragmen
menggunakan jari atau ibu jari.
3. Setelah reduksi pasang short arm backslab dengan posisi lengan bawah
pronasi, ulnar deviasi dan fleksi ringan pada pergelangan tangan.
Penempatan :
1. jika reduksi memuaskan : control ke klinik ortopedi dalam 2 hari.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi
untuk M&R dibawah GA atau ORIF.
Fraktur Smiths (Reverse Colles)
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada punggung
tangan, dan fragmen distal miring ke depan.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak dan deformitas.
380
1
X ray : AP (gambar 5a) dan lateral (gambar 5b) dari pergelangan
tangan.
2
Terapi :
1. Reduksi di bawah Biers block, jika fraktur tertutup dan bukan
intraartikular.
2. Membutuhkan monitoring tanda vital dan EKG
1
Teknik reduksi :
1. traksi dengan lengan pada posisi supinasi sampai dis-impaksi tercapai.
2. Aplikasikan tekanan ke arah dorsal dari fragmen.
3. Pasang short arm volav slab dengan lengan bawah pada supinasi penuh,
pergelangan tangan pada posisi dorsiflexion dan siku dalam posisi
ekstensi, kemudian pasang long arm backslab dengan siku fleksi 90o.
Penempatan :
1. Jika reduksi memuaskan control ke klinik ortopedi setelah 2 haru.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi
untuk M & R dibawah GA atau ORIF.
Fraktur Bartons
Merupakan bentuk fraktur Smith dimana hanya bagian anterior radius yang terlibat.
1
2
3
4
3
Terapi :
1. pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica
splint dan control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada
gambaran fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan
control pada klinik ortopedi setelah 10-14 hari.
381
Dislokasi Lunate
1
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang
terulur.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
3
X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
4
Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudecks
atrophy.
5
Terapi :
1. Reduksi dibawah Biers Block
2. Monitor tanda vital dan EKG.
Teknik Reduksi
1.
Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2.
Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3.
Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4.
Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate
masuk ke dalam tempatnya.
5.
Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.
Penempatan
1.
bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2.
Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk
ORIF
Dislokasi Perilunate
1
Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau
hantaman langsung pada tangan.
2
Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.
3
X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.
4
Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke
klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
2. Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Biers block, diikuti
dengan aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
3. Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ
dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
Fraktur Rennetts
Merupakan fraktur metacarpal ibu jari, dimana ada fragmen medial kecil dari
tulang yang miring, namun tetap terhubung dengan trapezium.
1 X ray : AP dan Lateral view dari metacarpal ibu jari.
Catatan : garis vertical fraktur melibatkan trapezo-metacarpal joint dan
terdapat subluksasi proksimal dan lateral dari metacarpal ibu jari.
2 Terapi : pasang scaphoid thumb spica backslab dan MRs pada bagian
hand surgey untuk ORIF.
Fraktur Phalang proksimal dan tengah dari jari
1 Jika fraktur displaced, lakukan M&R dengan Entonox atau digital block.
2 Kemudian pasang alumunium splint, dari bagian pergelangan tangan sampai
ke ujung jari, dengan MCJP pada posisi fleksi 90o dan IPJ diluruskan.
382
1 Jika fraktur undisplaced, pasang alumunium splint tanpa M&R.
Fraktur Phalang terminalis
1 Terapi cedera jaringan lunak harus diutamakan.
2 Fraktur tertutup : tidak butuh M&R; pasang short alumunium splintpada
bagian posterior jari.
3 Fraktur terbuka (hanya pada bagian terminal tuft) :
1. Irigasi dengan saline minaml 500ml.
2. berikan IV Cefazolin 1 g dalam 1 jam sejak kedatangan px,
sebelum dilakukannya X ray.
3. pasang short alumunium splint pada bagian posterior, control ke
klinik Hand surgery dalam 3 hari.
Fraktur terbuka (shaft atau basis) : berikan antibiotik IV seperti diatas,
pasang kassa atau alumunium splint dan MRS ke bagian Hand surgery
untuk ORIF.
105. Urolithiasis
Caveats
383
384
106. PERAWATAN
LUKA
385
PENTING
1 Anamnesis yang baik mengenai kejadian sangatlah penting untuk
menentukan kemungkinan cedera penyerta dan derajat kontaminasi,
misalnya punch bite, cedera akibat injeksi tekanan tinggi, crush injuries.
2 Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap adanya benda asing, fungsi
tendon, fungsi neurovaskuler, kontaminasi dan infeksi sangatlah penting.
3 Luka harus dieksplorasi dengan pemberian anestesi yang memadai
untuk memungkinkan penilaian yang menyeluruh.
4 Jangan mengeksplorasi luka di leher di IRD, sesuperfisial apapun luka
itu terlihat.
5 Catat ada tidaknya abnormalitas. Pengambilan foto dapat berguna
pada kasus tertentu, misalnya penyiksaan.
6 Pada kasus berikut ini harus dilakukan pemeriksaan X-Ray (AP/lateral):
1.
Semua kasus dengan luka yang diakibatkan oleh kaca
2.
Kasus tertentu untuk menyingkirkan adanya fraktur terbuka,
keterlibatan sendi dan menyingkirkan adanya benda asing.
7 Petanda radioopak (misalnya penjepit kertas) yang dilekatkan pada luka
dapat membantu untuk identifikasi hubungan antara benda asing dengan luka.
3 Waspadalah terhadap luka kecil di plantar pedis. Luka seperti itu tidaklah
sederhana (lihat hal 509).
386
1 Teknik
1. Pembersihan luka merupakan bagian terpenting perawatan luka. Luka
sebaiknya dibersihkan dengan larutan chlorhexidine kecuali luka di
daerah wajah (larutan salin normal steril).
2. Jika luka terjadi pada daerah berambut, harus dilakukan pemotongan
rambut di sekitarnya dengan gunting, pencukuran dapat menjadi
predisposisi infeksi pada luka melalui kerusakan epidermis.
3. Buang semua debu dan benda asing yang terlihat; luka dalam harus
diirigasi dengan setidaknya 200 cc larutan steril salin normal.
4. Untuk anestesi lokal gunakan lignocaine 1%, yang digunakan untuk
infiltrasi lokal dan blok saraf.
5. Lakukan eksplorasi luka bila (a) kecurigaan adanya benda asing dan
(b) dari riwayat terdapat kecurigaan kerusakan yang dalam tanpa
didapatkan konfirmasi klinis.
Metode penutupan: jika terdapat keraguan, penjahitan luka merupakan
pilihan terbaik
1. Steristrips
1. Cara ini relatif tidak terlalu nyeri, dan jarang menyebabkan
iskemia jaringan.
2. Hemat waktu
3. Sesuai untuk anak-anak, laserasi flap pada orang berusia lanjut dan
penutupan kulit setelah dilakukan jahitan pada lapisan yang lebih dalam.
Teknik penjahitan
1.
Gunakan teknik 2 lapis (kulit dan subkutan) pada luka
dalam untuk menghasilkan penyembuhan luka yang lebih baik.
2.
Gunakan benang yang dapat diserap, misal Dexon atau
Vicryl untuk jaringan subkutan: untuk badan dan ekstremitas: 4/0;
untuk wajah: 5/0.
3.
Gunakan benang yang tidak dapat diserap untuk kulit,
misal Prolene atau Silk: untuk scalp: silk 2/0; badan dan
ekstremitas: Prolene 4/0; wajah: Prolene 6/0.
4.
Secara umum, dapat digunakan benang dengan satu
ukuran lebih kecil untuk anak-anak dan jahitan dapat dibuka lebih dini.
387
2.
Rawat inap untuk semua pasien dengan kerusakan tendon.
Pasien dengan cedera di distal bahu harus dirawat inap di bagian
Bedah Tangan. Kasus lainnya dirawat di bagian Orthopedi.
3.
Pasien immunocompromise, misal diabetes, GGK dan pasien onkologi.
4.
Luka yang besar: perlu waktu lebih dari 30-60 menit untuk
menanganinya.
5.
Rujuk luka khusus, seperti laserasi kelopak mata, ke bagian Bedah
Plastik.
LUKA YANG TIDAK SESUAI UNTUK PENUTUPAN PRIMER
1
Luka akibat gigitan, kecuali di bagian wajah.
2
Luka yang terkontaminasi hebat.
3
Luka yang telah terinfeksi.
4
Luka yang usianya sudah >12 jam, kecuali di bagian wajah.
Perawatan luka
1 Luka harus dibalut dengan pembalut yang tidak melekat, misal Sofra-tulle.
2 Tidak diperlukan pembalutan untuk luka di daerah wajah dan scalp.
3 Luka harus dijaga tetap bersih dan kering selama setidaknya 48 jam
setelah penutupan primer.
4 Pengangkatan jahitan:
1.
Scalp: 7 hari
2.
Wajah: 3-5 hari
3.
Tungkai: 10-14 hari
4.
Tubuh: 10 hari
LUKA KHUSUS
Luka tusuk pada telapak kaki
1 Walaupun luka tidak terlihat serius, ingatlah bahwa persendian pada kaki
ridak terletak dalam, sehingga mungkin terjadi penetrasi luka ke dalam sendi
dengan peluang terjadinya komplikasi infeksi serius. Area dari collum
metatarsal ke distal jari merupakan daerah paling berisiko terjadinya infeksi.
2 Komplikasi meliputi:
1. Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada
sebagian besar pasien.
388
2.
Osteomyelitis
(90%
osteomyelitis
diakibatkan
oleh
Pseudomonas aeruginosa)
2
Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya
benda asing dan penetrasi sendi.
3
Tata laksana luka tusuk merupakan hal yang kontroversial.
Berikut ini adalah acuan tata laksana pada berbagai presentasi klinis:
Luka tusuk sederhana
Biasanya diakibatkan oleh benda yang bersih seperti paku
payung, jarum, paku kecil yang tidak berkarat. Jika tidak satupun
dari berikut ini terlihat, yaitu:
1. Indikasi adanya benda asing yang tertahan dalam jaringan
2. Tepi luka yang kotor dan non vital, dan
3. Lokasi tusukan yang meninggi atau sangat nyeri
Pembersihan luka dan pemberian salep antibiotika, diikuti
dengan penutupan luka dengan plester sudah memadai
Berikan profilaksis tetanus
2
Luka tusuk dengan benda asing yang tertahan di dalam jaringan
1.
Luka tusukan seringkali lebih besar dari yang disebutkan
sebelumnya. Tepi luka terkontaminasi, dengan bentuk yang tak beraturan.
2.
Biasanya akibat paku yang sudah lama dan benda tidak
bersih yang saat menusuk patah, atau kemungkinan bagian dari
kaus kaki atau sepatu yang terdesak masuk ke dalam luka.
3.
Setelah diberikan anestesi, lakukan insisi paralel dengan garis
kerutan kulit melalui lokasi tusukan dan buang benda asing tersebut.
4.
Lakukan irigasi luka.
5.
Jangan menjahit luka. Cukup berikan salep antibiotik dan
dekatkan dengan plester.
6.
Berikan profilaksis tetanus.
7.
Gunakan tongkat penyangga selama 2-3 hari.
8.
Pulangkan dnegan pemberian antibiotika, misal Augmentin.
9.
Beri petunjuk pada pasien untuk mengenali tanda-tanda infeksi.
10.
Segera periksa ulang keadaa luka.
3.
Luka tusuk dengan komplikasi
1. Curigai adanya benda asing yang tertinggal bila lokasi tusukan
mengalami infeksi.
2. Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan benda asing
radioopak.
3. Berikan antibiotika spektrum luas IV, misal Unasyn atau Uagmentin.
4. Berikan profilaksis tetanus.
5. Rawat inap untuk tata laksana lebih lanjut, yaitu debridement
dengan pembedahan.
Catatan:
389
Luka flap
1 Suplai darah pada luka flap seringkali terganggu, terutama pada flap distal.
2 Luka flap sesuai untuk penjahitan primer bila terjadi pada daerah
wajah, atau pada pasien muda dimana kualitas kulitnya masih baik.
3 Kulit pada pasien usia lanjut tipis, sehingga flap seringkali tidak dapat
hidup jika dilakukan penjahitan dengan tegangan. Pada kasus ini luka harus
dibersihkan dan didekatkan dengan steristrips dan dievaluasi dini. Metode ini
meliputi eksisi primer dan tandur alih, terutama bila flap berukuran besar.
Luka pada scalp
1 Scalp memiliki kecenderungan untuk berdarah sampai pada derajat yang
sampai memerlukan resusitasi cairan. Cara terbaik untuk mencapai hemostasis
pada luka scalp adalah dengan membersihkan kontaminan kasat mata dan
segera bersihkan luka. Setelah itu gunakan benang sutera 2/0 untuk melakukan
jahitan langsung pada ke-5 lapisan scalp. Tindakan ini akan menghentikan
perdarahan. Tidak diperlukan penjahitan atau diatermi pada titik perdarahan.
390
391
108 BRONCHIOLITIS
PERHATIAN
1 Istilah bronchiolitis mengacu pada suatu sindroma virus pada bayi (<
2 tahun) yang ditandai dengan:
1. Diawali dengan riwayat gejala common cold, misalnya,
batuk,pilek, 2-3 hari.
2. Diikuti dengan gejala saluran nafas bawah: dyspnoea,wheezing,
sulit makan, dan gelisah karena obstruksi jalan nafas.
2 Organisme penyebab:
1. RSV merupakan causa paling umum (50-90%)
2. Parainfluenza, influenza,mump, adenovirus,echovirus, rhinovirus,
Mycoplasma pneumoniae,Chlamydia trachomatis.
CATATAN: Mycoplasma adalah agen prinsip pada anak usia sekolah
dengan bronchiolitis.
1 Differential Diagnosis :
1. Pneomonia
2. Benda asing
3. Gastroesophageal reflux
4. Congenital heart disease dengan gagal jantung, yang tidak
tediagnose sebelumnya
5. Abnormalitas anatomi jalan nafas yang tidak terdiagnose
sebelumnya, misalnya fistula tracheooesophageal.
6. Asthma dini
392
1 Identifikasi kelompok resiko tinggi untuk komplikasi apnoe dan
pemburukan akut, misalnya:
1. Bayi prematur dengan disertai penyakit paru-paru
kronis atau bronchopulmonary dysplasia.
2. Congenital heart disease
3. Cystic fibrosis
Tips khusus untuk dokter umum
MANAJEMEN
Sebagian besar kasus bronchiolitis sembuh sendiri. Monitoring yang
cermat pada apnoea, hypoxia, dan perawatan supportive yang baik
tetap merupakan pokok dari management.
1 Bacaan SpO2 : <92% menunjukkan bahwa terjadi distress nafas
yang sedang sampai berat.
2 Nilai hidrasi: Intake per oral yang jelek akibat sesak dan muntah
akibat batuk mengakibatkan dehidrasi.
3 Nilai beratnya distress nafas:
1. Ringan: tidak ada retraksi
2. Sedang :retraksi intercostal, tanpa sianosis
3. Berat: sianosis, apnoea, hypoxia(<92%), dehidrasi, retraksi
intercostal yang berat.
4 Foto rontgent thorax diindikasikan pada bayi yang sakit, dengan tanda yang
tidak khas, dan pemeriksaan respirasi yang sulit pada bayi yang menangis.
393
1 Pasien yang dipulangkan:
1. Jika tidak distress sedang atau berat, bisa makan dan hidrasinya baik.
2. Orang tua dapat mengerti dan mengenali tanda-tanda
pemburukan: makan buruk, gelisah.
3. Review follow up di klinik pediatri dalam 1-2 hari
Terapi supportif :
1 Terapi oksigen yang dilembabkan
2 Hidrasi (jaga jangan sampai over hidrasi)
Terapi spesifik:
1 Bronchodilator:
1. Sering digunakan tetapi manfaatnya diperdebatkan.
2. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa oba ini efektif, dan pada
beberapa kasus bisa disertai dengan efek yang memburuk (hypoxia dari
peningkatan V/Q mismatch khususnya jika nebulasi tanpa oksigen).
394
1-
2-
3-
Perhatian
1- 4% anak normal umur 6 bulan 6 tahun akan mengalami kejang demam
2- Kejang berulang lebih banyak terjadi pula riwayat keluarga mengalami
kejang demam, atau kejang demam pertama muncul diatas satu tahun.
395
1. postur opistotonik pada anak yang gelisah yang dicurigai
peningkatan tekanan intra kranial
2. anak yang iritabel sulit diperiksa bisa mengalami iritasi
meningeal : catat ada perbedaan antara iritabilitas dan
crankiness yang ditujukkan oleh anak yang merasa tidak baik.
3. Anak dengan palasia post ictal lebih menyerupai mengalami
tanda-tanda neurologis abnormal.
2- Ingat kaku kuduk menjadi tidak bisa pada bayi atau sulit disingkirkan
pada anak yang tidak kooperative
3- Sianosis bisa menunjukkan adanya obstruksi atau aspirasi jalan napas.
4- Ingat untuk menilai hepaomegali, yang biasanya umum ditemukan
pada anak dengan sepsis atau sindroma reye.
5- Rujuk semua pasien dengan kejang demam pertama ke ED.
6- Berikan antipiretik dan lakukan kompres dingin sebelum mengirim
pasien ke ED.
Managemen
Anak dengan kejang aktif
1- Amankan jalan napas
2- Beri oksigen dengan masker
3- Berikan diazepam 0,1-0,25 mg/Kg BB dengan kecepatan tidak
lebih
dari
mg/menit
atau
berikan
diazepam
perrektal
396
Anak tidak kejang
1 Ukur nadi dan suhu : jika suhu > 38,5 oC , berikan antipiretik atau
kompres dingin.
2 Berikan oksigen dengan masker jika cyanosis.
3 Pertimbangkan pemeriksaan urinalisa (UC9) untuk menyingkirkan UTI
Disposisi
Kriteria MRS
1- Kejang demam pertamasetelah keluarga atau pengasuhnya terlalu
stress untuk menangani di rumah.
2- Kecurigaan penyakit intrakranial atau metabolik
3- Anak mengalami lebih dari satu kali kejang selama sakit berlangsung.
4- Kejang status epileptikus
5- Riwayat baru mengalami cidera kepala( dalam 72 jam)
Kriteria dipulangkan
1- MRS tidak diperlukan jika seluruh kriteria berikut ditemukan :
1. barusaja terjadi (<15 menit) kejang demam sederhana dengan pulih
sepenuhnya dan tidak ada tanda neurologis abnormal. Hal ini berarti
bahwa jika anda mereview anak dalam satu jam terakhir, anak menjadi
normal dan dapat bicara, berjalan atau berlari sekitar ruangan.
2. anak diatas 2-3 tahun (yang lebih mudah memeriksa anak lebih
tua, dan anda lebih konfiden dengan tanda-tanda klinisnya).
3. kejang muncul dalam 24 jam pertama demam.
4. anda konfiden bahwa kausa demamnya dikarenakan virus
(misalnya anda telah menyingkirkan meningitis otitis media,
pneumonia dan bahwa anaknya bukan sepsis).
5. orang tua percayadiri, tenang dan berkeinginan mengobservasi
di rumah secara tertutup, dan follow up rawat jalan diarahkan
dalam 24-48 jam berikutnya.
6. anda telah memberikan instruksi yang jelas bagaimana
memberikan antipiretik dan stesolit rektal (catatan:jangan
resepkan NSAID untuk lebih dari 48 jam).
397
Kadang-kadang , orangtua yang melaporkan bahwa pasien sibling
mengalami menyerupai kejang demam yang lalu bisa menggantikan
tidak meng MRS kan anak. ini tanggung jawab anda bahwa diatas 6
kriteria ditemukan sebelum anda memulangkan pasien.
398
2- Definisi WHO : kekerasan pada anak atau salah asuh baik dalam bentuk fisik dan
emosional, penyimpangan seksual, penelantaran atau komersial atau eksploitasi
pada anak, dimana hal ini mengakibatkan potensial membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup, perkembangan atau harkat martabat anak.
399
4. Kesepian atau terisolasinya ibu ketika suami pergi atau kerja jauh
dari rumah, beban berat dalam mengasuh anak
5. Terisolasi karena faktor geografis, tidak ada sarana transportasi,
dan fasilitas umum
Gejala klinis
1- Cedera pada anak tidak sesuai atau berlawanan dengan anamnesa
2- Terlambat untuk segera memeriksakan anak
3- Respon orang tua yang kurang tanggap dalam mengasuh nak
4- Anak tidak diimunisasi
5- Gagal dalam perkembangan anak baik disertai keterlambatan atau tidak
6- Tingkah laku dan pengetahuan seksual anak seusianya tidak sesuai
7- Cedera multipel tidak sesuai dengan usia
8- Bentuk memar atau luka bakar, misalnya 3 atau 4 memar oval kemungkinan dari
tamparan pada wajah atau bekas genggaman pada anggota badan
10- Tanda melingkar pada pergelangan tangan atau kaki kemungkinan akibat ikatan
400
Manajemen
1- Ketika kekerasan anak dicurigai, anak sebaiknya dirujuk ke ahli anak
2- Disarankan rawat inap. Ini untuk menggali lebih dalam lagi anamnesa dan
pemeriksaan fisik sementara anak berada di lingkungan yang aman
5- Rawat anak di bagian yang terkait untuk mengatasi problem medis yang
ditemukan seperti bagian orthopedi untuk frakturnya. Anak tersebut sebaiknya
401
langsung dirujuk ke bagian ahli anak pada saat itu. Dokter anak
bersama timnya akan merawat dan mengobati selama di rumah sakit.
1- Kekerasaan seksual pada anak :
1. Korban wanita dirujuk ke bagian ginekologis dan diperiksa sesegera
mungkin di IRD. Ahli Bedah anak biasanya memeriksa korban pria,
sesuai protokol yang berlaku
2. Anamnesa dan pemeriksaan medis dilakukan seminimal mungkin
untuk menghindari trauma pada anak
2- Polisi mempunyai hak untuk mengambil foto seluruh cedera yang ada
sebagai bukti. Mereka sebaiknya segera dihubungi.
3- Buatlah catatan yang baik.
402
4 Waspada
terhadap
kemungkinan
non-accidental
injury
sebagai
Manajemen
Jalan Nafas
1 Intubasi orotrakeal dibawah direct vision dengan immobilisasi yang
adekuat serta proteksi terhadap cervical spine.
2 Preoksigenasi sebelum melakukan intubasi.
3 Gunakan uncuffed endotracheal tubes (ETT) untuk intubasi anak-anak.
Ukuran ETT dapat diperkirakan dengan mengukur diameter external nares
atau jari kelingking anak tersebut. Lihat Bab Paediatrics Drugs Equipment
403
1. Takikardi
2. Perfusi kulit yang buruk
3. Penurunan pulse pressure
4. Skin mottling
5. ekstremitas dingin bila dibandingkan dengan kulit bagian torso.
6. penurunan tingkat kesadaran dengan respon yang tumpul terhadap nyeri.
7. penurunan BP
8. urin output yang sedikit
404
405
dan stabil.
6.
contrast.
7.
8.
9.
406
Skor V
4. Gelisah, agitasi
anak a.l:
1. Fenobarbital 2-3 mg/kg
2. Diazepam 0,25 mg/kg, bolus Iv pelan
407
0,5-1,0g/kg
(jarang
diperlukan).
Obat
ini
dapat
Anak
dengan
Spinal
Cord
Injury
Without
Radiographic
Cedera spinal cord pada anak diterapi sama seperti pada orang
dewasa. Untuk spinal injury non-penetrating yang terjadi dalam 8 jam sejak
cedera, dapat diberikan methylprednisolone 30mg/kg dalam 15 menit
pertama, dilanjutkan dengan 5,4 mg/kg per jam untuk 23 jam selanjutnya.
408
BAB 112
PENATALAKSANAAN TRANSFUSI DI IRD
Pemberian darah dan produk darah hanya diberikan saat dibutuhkan saja.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian transfusi darah;
1. pemberian awal 2 unit labu WBC atau PRC bisa langsung diberikan
setelah disimpan di kulkas .Penghangatan diperlukan untuk pemberian
dalam jumlah volume besar dan cepat kira-kira > 50 mg /kg/jam
2. Komponen darah harus ditransfusi sesuai standar filter dimana
mengeluarkan clothing dan debris
3. Umumnya darah tidak ditransfusikan menggunakan alat infus biasa tapi dengan
infus khusus.Dalam banyak kasus terjadi haemolisa pada D5% dan terjadi
clotting pada cairan Hartmann.Hanya dgn NS bisa dipakai tanpa gangguan
Pasien IMA
2.
Penyakit koroner
3.
Penyakit katup
4.
CHF
5.
Ischaemia cerebral
6.
Riwayat TIA
7.
Stroke trrombotic
409
Syncope
2.
Sesak
3.
Postural hipotensi
4.
Takikardi
5.
Anginal
6.
TIA
Pada pengeluaran darah akut, HB dan hematokrit biasanya normal dan bisa
dikoreksi jika hilangnya 20% dengan kristaloid.
2. Kehilangan 25% darah dari total cairan tubuh
3. Pasien dengan resiko dan pasien dengan gejala dan tanda beresiko
Tabel 1 dan 2
Sel darah merah
Indikasi pemberian sel darah merah
1. Kehilangan darah yang lambat
2. Acut dan kronik leukemia
3. Kronik anemia dengan kegagalan sumsum tulan, uraemia, gejala yang berat dari
kekurangan besi atau anemia megaloblastik.
WB kontraindikasi untuk pasien kronik anemia karena resiko overload.
Satu unit sel darah merah dapat meningkatkan Hb 1 gr/dl atau 3% hematokrit
PLATELET
1. Indikasi :
2- Trombositopeni berat mengancam jiwa diberikan 20 X 10 9/l
3- Setelah tranfusi 15 20 unit WB /RBC
Hitung plateled sebelum 80 100 X 10
untuk keadaan hemostasis yang adekuat dengan trauma mayor bedah atau
pengobatan trauma yang berat.
410
Penting memperhatikan keadaan klinis pasien dan bukan hasil lab saja.
Fresh frozen plasma (FFP)
Diberikan jika terjadi gangguan faktor pembekuan darah
Indikasinya :
1. Menggantikan satu faktor kekurangan dengan spesifik atau gangguan
konsentrai tidak dianjurkan .
2. Pasien dengan warfarin beresiko jika diberikan.
Pada tranfusi masif dimana mengganti total kebutuhan pasien selama 24 jam
maka bisa diberikan FFP dengan perdarahan abnormal. Jadi FFP hanya
diberikan jika ada gangguan faal hemostasis berupa bleeding dan coagulasi.
Cryoprecipitale
Cryoprecipitale adalah faktor VIII, fibronogen dan von Willebronds. Faktor
dimana digunakan untuk terapi pada pasien Willebronds sindrom atau
hemophili A tapi jika penyebabnya virus tidak dianjuarkan.
Faktor VIII & IX
Virus menginaktifkan faktor VIII & IX sehingga dipakai untuk mengobati
hemofili A dan B.
Hemophili A
Faktor VIII (IU) dibutuhkan = Berat (kg) X level 1 X
0,5 1 Vial faktor VIII = 250 IU
Hemophili B
Fakto IX (IU) dibutuhkan = Berat (kg) x
level 1 1 Vial faktor IX = 500 IU
pasien hemophlili dikonsulkan penyakit dalam
Berat
411
30%
50%
1. Minor/perdarahan
1. Mayor/multiple
sendi tunggal
2. Perdarahan otot
75-1005
1. Perdarahan intracranial
perdarahan sendi
2. Perdarahan leher 2. Operasi besar
lidah atau paring.
3. Epistaxis
4. Perdarahan gusi
5. Haematuri
4. Compartemen syndrn
5. Perdarahan leher
Pasien
dengan panas
dingin, nyeri punggung atau sendi dan dada serta sensasi terbakar pada tempat
infus bisa manifestasi shock
b.
412
Tandanya :
1.
2.
Pengobatan
1. Lepas transfusi
2. Beri antipiretik
3. Injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5 mg/kg untuk anak).
4. Konsul hematologi.
2.
agioedema. Penatalaksanaan
2- Infus lambat terutama jika urtikaria terjadi transfusi dihentikan saja juga
jika panas, angioedema dan hypotensi menghebat.
3- Pemberian injeksi anatihistamin
4- Pemberian injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5mg/kg untuk anak).
413
sederhana, stridor, serta AMS. Gag reflex juga tidak sensitive atau spesifik
digunakan sebagai indicator hilangnya refleks proteksi jalan nafas.
414
Skor Mallampati :
Kelas I : pallatum molle, uvula, fauces,
pillars terlihat : Tidak ada kesulitan
Kelas II : pallatum molle, uvula, fauces
terlihat : Tidak ada kesulitan
Kelas III : Pallatum molle, basis uvula
terlihat : kesulitan Moderate
Kelas IV : Hanya terlihat pallatum durum :
Kesulitan Berat
Grade Laringeal view: Cormack-Lehane
Laryngoscopic grading system
Grade 1 : terlihat seluruh aperture glottis
Grade 2 : hanya terlihat kartilago arytenoid atau
bagian posterior aperture glottis.
415
1 Preoksigenasi
1. Merupakan usaha untuk membuat oxygen reservoir didalam paru
dan jaringan tubuh untuk memberikan waktu beberapa menit pada
keadaan apneu yang terjadi, tanpa arterial oxygen desaturation.
Hal ini sangat esensial pada prinsip no bagging dalam RSI.
Pretreatment
1. Merupakan tindakan pemberian obat-obatan (Tabel 1) untuk
mengurangi
Lignokain
efek
samping
yang
terkait
dengan
intubasi.
416
Postintubation management
1. Amankan endotracheal tube
2. Mulai ventilasi mekanik
3. Lakukan CXR untuk memastikan bahwa mainstem intubation tidak
terjadi. Cara lain yang dilakukan secara cepat adalah memastikan
bahwa proximal end dari Cuff ditempatkan pada 2-3 cm distal dari
vocal cord atau dimana black marking dari ETT telah ditempatkan.
Obat Induksi
417
Penting bagi px yang sadar ketika RSI dilakukan untuk mengurangi efek
fisiologi dan efek memori dari prosedur yang dilakukan terhadap diri px. (lihat
ringkasan obat-obatan induksi pada tabel 2).
Ketamin 2mg/kg
15-30 detik
0,5-2 jam
Amnestik,
sedative
Hipotensi, supresi
pernafasan
Nausea, v
saat injek
mioklonik
Peningkatan ICP
Peningka
419
420
114...................
421
422
Periksa Pasien
Tidak
Apakah Px sadar,
bangun dan tenang ?
Ya
Periksa adanya deficit Neurologikal
Tidak
Defisit neurologik
Lepaskan C-collar
Ya
Asumsikan Unstabel
Spine
Tanyaka
n
adanya
nyeri
leher
dan
Injury
Tidak
periksa
nyeri
tekan
pada
Ya
Lepaskan CCollar
Pemeriksaan Radiologis:
1. C-spine X ray
Wajib pada posisi
lateral. Coba untuk
m
en
ek
an
ba
hu
ke
ba
wa
h
un
tu
k
m
en
da
pa
tka
n
pa
par
an
yan
g
ad
eku
at
ter
ha
da
p
T1.
lak
uka
CSpine
Suruh px
untuk
mengger
akkan
leher
1Dari
kiri ke
kanan
2Fleksi
ekste
nsi
AP jika
n
1
Posisi
swi
mungkin
m
2
Open
mouth
me
Odontoid
view
rs
jika mungkin
vie 2. C-Spine lateral
w view dimana px
jika secara
sukarela
pa melakukan
fleksi
par dan ekstensi dari
an lehernya
tid
1 Diper
ak
timbangk
ad
an
bila
ek
screenin
uat
g 3 view
C-spine
.
normal,
namun
px
mengeluhkan
nyeri
leher
yang
bermakna.
2
M
an
eu
ve
r
ini
har
us
dila
kuk
an
dib
aw
ah
pe
ng
awasan
dokter
yang
berpen
galama
n.
423
4
3
2
1
Respon verbal
* orientasi bagus
* bicara bingun
* hanya berupa kata-kata
* hanya keluar suara saja
* tidak ada respon suara
5
4
3
2
1
Respon motorik
* sesuai dengan perintah
6
* dengan rangsangan mampu melokalisir nyeri
5
* dg rangsang nyeri, respon witdrawl
4
* dg rangsang nyeri, respon gerakan fleksi
3
* dg rangsang nyeri, respon gerakan ekstensi
2
* tidak ada respon
1
________________________________________________________________
Total GCS poin (1+3+3)
3 s/d 15
_______________________________________________________
1 GCS ini dapat dipakai untuk mengelompokkan pasien;
1. coma: pasien dikatakan koma bila respon membuka mata (E) = 1, respon
verbal (V) = 1 sp 2, dan respon motorik 1 sp 5. artinya pasien dengan
GCS = atau < 8 dapat dikatakan koma.
2. beratnya trauma kepala. Berdasarkan GCS pasien dapat dikelompokkan menjadi;
424
Score Anatomi
Abbreviated Injury Scale (AIS)
1 score AIS berkisar antara 1- 6 untuk masing-masing individu yang
mengalami trauma. (table 4). Score ini muncul sejak th 1971.
425
******************************
426
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
1 Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor tanpa
memandang usia dan kondisi fisik yang terlihat baik ataupun riwayat medis
lampau yang baik. Reaksi alergi dan idiosinkrasi sulit untuk diprediksi
2 Monitoring: EKG, pulse oximetry dan tanda-tanda vita setia 5-10 menit.
3 Suplementasi oksigen
4 Peralatan resusitasi yang harus segera tersedia
meliputi: 1. Alat bantu jalan nafas oral
427
2.
3.
4.
5.
Terapi medikamentosa
Benzodiazepin, mis. midazolam memiliki keuntungan akibat efek amnesia selain
sedasi dan pelemas otot. Akan tetapi obat ini tidak memiliki efek analgesia. Karenanya
obat ini paling baik digunakan bersamaan dengan analgesic agonis opiate.
428
Flumazenil:
429
Obat
Keuntunga
n
Dosis
Dewasa
Anak
Midazolam
0.1 mg/kgBB
IV dalam Dosis awal 0.05 mg/kgBB
Onset cepat, durasi kerja
(Dormicum ) dosis terbagi, bergantian IV kemudian ditingkatkan singkat, dapat dititrasi
dengan analgesia
terbagi,
S
di
d
g
bergantian
dengan
analgesic
Morfin
0.1-0.2 mg/kgBB IV
dalam dosis
bergantian
0.01-0.04 mg/kgBB IV
terbagi, dalam
sedasi
Telah diuji
coba
dosis
terbagi, bertahun-tahun,
dititras
dengan obat i
selama D
dapat S
e
d
e
p
a
sedasi
p
e
Meperidine
1.0
mg/kg
Durasi
S
singkat dan a
lebih
e
efek depresi kardiak lebih f
ringan
dibandingkan ri
Fentanyl
Dosis
awal
sampa
i
0.5
g/kgBB Onset
cepat,
kerja D
singkat, pemulihan
maksimal 2 cepat,
g/kgBB
dalam
terbagi
,
bergantian
l
e
k
e
s
histamine e
b
e
dosis pelepasan
dengan minimal
obat
sedasi
Ketamine
1-2 mg/kgBB IV
3 mg/kgBB IM
Tidak
menyebabkan L
d
depresi kardiorespiratori, o
bronkodilator
dan si
berguna pada pasien asma hi
a
r
Atropine
0.6 mg IM atau IV
Antisialogogue
Tambahan
pada ketamine
430
Replacemant DS ( R )
Yang diberikan di UGD dalam jam I = (300/2 + 1000/2 ) / 8 jam = 650/8 jam = 81 cc/ jam
*Resuitasi untuk pasien syok
Kristaloid (NS atau Hatmanns) = 10-20 cc/kg secepat mungkin dalam 15 menit
untuk mengisi volume extrasel ( ulangi jika dibutuhkan )
431
Acetophenetidin (Phenacetin)
SULFONAMID DAN SULFON
Suphanilamide
Sulphapyridine
Sulphadimidine
Sulphacetamide
Sulphafurazone
Dapsone
Sulphoxone
Glucosulfone sodium
Co-trimoxazole
Primakuin
Pamakuin
Klorokuin
KARDIOVASKULER
Prokainamid
Kuinidin
LAIN-LAIN
Vitamin C
Analog vitamin K
Naphthalene (kapur barus)
Probenecid
Dimerkaprol (BAL)
Biru metilen
Arsine
Phenylhydrazine
Biru toluidin
Mepacrine
432
433
434
4.
435
: 70 mmHg
Nadi/menit
110 - 160
95 - 140
80 - 120
60 -100
Pernafasan
30 - 40
20 -30
15 -20
12 -16
lahir
3mm
1 bln
3mm
3 bln
3,5mm
6 bln
4mm
1 thn
4mm
Panjang ETT
9cm
10cm
10,5cm
11cm
12cm
436
Tube dada
8F
8F
10F
10F
10F
Kateter urin
5F
5F
8F
8F
8F
DAFTAR
HALAMAN. 1.
AMS..4
437
2. ..
3. ..
4. .
5. .
6. ..
7. .
8.
9. ..
10.
11. .
12. ..
13. ..
14.
15.
16. 14
17. 16
18. .18
19. ..
20. 20
21. ..25
22. 30
23. ..
24. 32
25. .39
26. .
27. 48
28. .50
29. 53
30. 56
31. 60
32.
33.
34. 66
35. 72
36.
37.
38. 74
39. .78
40.
41.
42. 81
43. .
44.
45. .
46.
47. .
48. 84
49. .
50. 86
51. 88
438
52. 93
53.
54. ..
55.
56. 95
57.
58.
59. 99
60. 101
61. 103
62. 105
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71. ..
72. ..
73.
74.
75. ..
76. ..
77. ..
78. ..
79. ..
80. ..
81. ..
82. ..
83. ..
84. ..
85. ..
86. ..
87. ..
88. ..
89. ..
90. ..
91. .
92.
93.
94. .
95.
96.
97.
98. ..
99. ..
100.
101. ..
439
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..