Anda di halaman 1dari 8

SYOK OBSTETRI

1.1 Definisi
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam
jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolism.
1.2 Etiologi
a. Syok Hemoragik
Syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan
pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan ektopik dan penyakit
trofoblas (mola hidatidosa); perdarahan antepartum seperti plasenta previa,
solusio plasenta, rupture uteri, dan perdarahan pasca persalinan karena
atonia uteri dan laserasi jalan lahir.
b. Syok Neurogenik
Disebabkan oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta,
persalinan dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana
pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar,
firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan
uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan
penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-
tiba tumor ovarium yang sangat besar.
c. Syok Kardiogenik
Terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak efektif yang disebabkan
oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada
penyakit-penyakit katup jantung.
d. Syok Endotoksik / Septic
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama  adalah infeksi bakteri gram nagatif.
Sering dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis, dan infeksi
pascapersalinan
e. Syok Anafilatik
Terjadi akibat alergi /hipersensitif terhadap obat-obatan
1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis syok pada umumnya sama pada semua jenis syok antara
lain:
a. Tekanan darah menurun,
b. Nadi cepat, dan
c. Lemah akibat perdarahan.

Jika terjadi vasokontriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat, keringat


dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, pengelihatan kabur,
gelisah dan oligouria/anuria dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ibu.

1.4 Patofisiologi
a. Syok Hipovolemik terjadi karena volume cairan darah intravaskula
berkurang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat.
Penyebab utama adalah pendarahan akut. 20% volume darah total.
b. Syok septik. Sering terjadi pada orang dengan gangguan imunitas dan pada
usia tua. Akibat dari reaksi tubuh melawan infeksi, bakteri mati dan
mengeluarkan Endotaksin melalui mekanisme yang belum jelas
mempengaruhi metabolisme sel dan merusak sel jaringan di sekitarnya. Sel
yang di rusak ini mengeluarkan enzim usosom dan Histamin. Enzim
usosom masuk peredaran darah sampai ke jaringan lain dan menyebabkan
kerusakan sel lebih banyak lagi serta sebagai pemicu dikeluarkannya
Bradikinin. Bradikinin dan Histamin menyebabkan vasodilasi pembulu
darah tepi secara masif dan meningkatkan permeabilitas kapler ( fase
hangat syok septik ).
1.5 Penatalaksanaan
a. Syok Hemoragik
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat
larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena
(v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena
perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada
peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya
infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus
ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan
infus:
1) Nadi. nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
2) Tekanan darah. Bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi
atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi,
menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
3) Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur
produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2
ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan
diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume
intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2
ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan
pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak,
pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi
cairan.
b. Syok Neurogenik
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus
diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur
tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang
meragukan.
c. Syok Kardiogenik
1) Bila mungkin pasang CVP.
2) Dopamin 10--20 µg/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan
kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.
d. Syok Endotoksik / Septic
e. Syok Anafilatik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak
terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:
1) Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih
tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam
usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2) Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
a) Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
b) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau
parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
c) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan
hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi
jantung paru.
3) Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--
4 ug/menit.
4) Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB
intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam
cairan infus.
5) Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
6) Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah
yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu
dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga
bisa melepaskan histamin.
7) Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan
kaki lebih tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,
tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3
kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
1.6 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien : nama, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan & alamat
2. Identitas penanggung jawab : nama, usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat & hub dengan klien
3. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
4. Pola kognitif dan persepsi
B. Analisa Data
DO: Tekanan darah menurun, nadi cepat, keringat dingin, pucat, oliguria,
sianosis jari-jari, & gelisah
DS: sesak napas, & penglihatan kabur
C. Diagnosa
Dx. Resiko Syok d.d perdarahan, anafilaksis, & kekurangan volume cairan
D. Intervensi

SIKI SLKI
1. Tingkat syok 1. Pencegahan syok
a. Output urine meningkat Observasi
b. Pucat menurun a. Monitor status
c. Tekanan nadi membaik kardiopulmmonal
d. Frekuensi napas b. Monitor status
membaik oksigenasi
e. Tekanan darah membaik c. Monitor status cairan
Terapeutik
a. Pasang IV
b. Berikan oksigen
c. Pasang kateter urine
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
factor resiko, dan tanda
gejala syok
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
IV
2. Manajemen hipovolemia
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (nadi
meningkat, TD
menurun, volume urin
menurun, Ht meningkat,
haus, dan lemah)
b. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik
a. Posisikan ekstremitas
lebih tinggi
b. Pasang IV line
c. Berikan asupan cairan
oral
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
koloid dan produk darah

Daftar Pustaka

TIM POKJA SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta : DPP PPNI

TIM POKJA SIKI PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Jakarta : DPP PPNI

TIM POKJA SLKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Jakarta : DPP PPNI

Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Cunningham, dkk. 2013. Obstetri William. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai