Anda di halaman 1dari 28

“ ASKEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN NAPZA”

Lusi Seviani (18301015)


Muhammad Rafi (18301019)
Putri Wardani (18301024)
Ramsida (18301025)
Siti Fathutia (18301032)
Sri Cahaya Ramdani (18301033)
 
Definisi NAPZA
• Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan
adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh
manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA
lanjutann
• Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam
kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan
(intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila
tidak dilakukan penanganan dengan segera.
• Rentang Respon Gangguan Penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari
kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku
yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA:
 Eksperimental
 Rekreasional

 Situasional
 Penyalahgunaan

 Ketergantungan
Etiologi HIV
• Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa
faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba
yaitu faktor eksternal dan fakto rinternal
 Faktor Internal
 Faktor Kepribadian

 Inteligensia
 Usia

 Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu


 Pemecahan Masalah
lanjutann

 Faktor Eksternal

 Keluarga

 Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)


 Faktor Kesempatan
Patofisiologi/ WOC NAPZA
Intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal akibat penggunaan
zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.
1. Intoksikasi/Over Dosis

a) Intoksikasi Opioida

b)Intoksikasi sedative Hipnotik (Benzodiazepin)


c)Intoksikasi anfetamin

d)Intoksikasi alkohol
e)Intoksikasi kokain
lanjutannn
2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/syndrome putus zat)
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin,
pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan

 Terapi yang dapat diberikan

 Terapi putus zat opioda, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi
detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama
program detoksifikaisi berbeda-beda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi
konvensional ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat.
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA
Lanjutann
• Penyalahgunaan Napza dapat menimbulkan adanya gangguan psikiatri lain
(komorbiditas atau dual diagnosis yang akan menyulitkan upaya terapi maupun
rehabilitasi. Komorbiditasnya yaitu
o Gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, pada
penyalahgunaan heroin atau putaw.
o Paranoid (perasaan curiga berlebihan), psikosis, depresi berat kadang-kadang
percobaan bunuh diri, mania agitasi, cemas sampai panik, keadaan ini dijumpai
pada penyalahgunaan stimulansia seperti amfetamin, ekstasi, shabu, kokain
o Depresi, cemas sampai panik dan paranoid dapat dilihat para pengguna alkohol
dan sedatif-hipnotika. 
Manifestasi Klinis NAPZA
• Tanda dan Gejala NAPZA ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan
mencoba untuk menghentikan penggunaan, dia akan mengalami gejala putus obat
atau sakau
 Apabila NAPZA yang digunakan adalah heroin dan morfin (opioid), maka
gejalanya dapat berupa: Hidung tersumbat, Gelisah, Keringat berlebih, Sulit
tidur, Sering menguap, Nyeri otot.
 Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa
gejala yang dapat dialami adalah:Diare, Kram perut, Mual dan
muntah,Tekanan darah tinggi, Sering merinding, Jantung berdebar,
Penglihatan kabur/buram.
Pemeriksaan Diagnostik
• Urinary Drugs Testing

• Pemeriksaan urine pada skrining narkoba merupakan


pemeriksaan yang banyak dilakukan karena cepat,
sederhana dan terpercaya dengan spesimen yang dapat
diperoleh secara tidak invasif. Kekurangan penggunaan
spesimen urine adalah mudahnya dilakukan pemalsuan
spesimen, sehingga dibutuhkan pengawasan saat dilakukan
pengambilan sampel
Penatalaksanaan NAPZA
• Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan
NAPZA
o Penatalaksanaan Kegawatan
o Penilaian Klinik
o Anamnesis
MCP Konsep
MD: Kegawatdaruratan pada pasien NAPZA
Key ass:
• Mual muntah
• Kesulitan bernapas Dx: pola napas tidak efektif d.b
• Mengantuk depresi susunan saraf pusat
Dx: bersihan jalan napas tidak • Kulit dapat terasa dingin, berkeringat atau panas Ds:
efektif b.d adanya penumpukan • Nyeri dada -Pasien mengatakan kesulitan
Ds: dalam bernapas
• Penurunaan kesadaran
-Pasien mengatakan sesak
napas Do:
-Penggunaan otot bantu
Do: pernapasan
-Batuk tidak efektif
Dx: volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d -Fase ekspirasi memanjang
-Sputum berlebihan/obstruksi jalan intake & output tidak seimbang
napas Ds: -Pola napas abnormal (takipnea,
-Pasien mengataka merasa mual & muntah bradipnea, hiperventilsi, kussmaul)
-Mengi, whezzing, dan/atau ronki
kering Do:
-Penurunan turgor kulit

-Haus, mual/anoreksia
Asuhan Keperawatan

• Pengkajian
 Anamesa/wawancara
Pada saat melakukan anamnesa, yang perlu dilakukan adalah mengkaji
keluhan utama saat ini, riwayat pemakaian zat, jenis zat, cara pakai zat dan
dosis setiap kali pakai, frekuensi pemakaian zat (jam/hari/minggu/bulan/dan
kapan terakhir pemakaian zat tersebut digunakan).
 Pemeriksaan Fisik

Kaji jalan napas: Periksa adanya sumbatan seperti lidah, sekret, benda asing,
dan darah

Kaji pernapasan: Periksa adanya bunyi napas, irama pengembangan paru dan
pola napas
Lanjutann
• Kaji sirkulasi: Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit, akral dan nadi. Atasi segera
jika kulit pucat dan andi cepat atau kecil, Karena ada kemungkinan terjadi syok.
• Kaji tingkat kesadaran: Periksa status neurologis dengan GCS (Glasgow Coma
Scale). Respon yang dinilai adalah respon membuka mata, respon motorik dan
respon verbal.
• Kaji intoksikasi: Intoksikasi perlu dikaji untuk mengetahui adanya obat atau zat
makanan, kimia, gas Karena sering ditemui kasus di IGD seringkali klien datang
dengan masalah depresi berat yang mencoba bunuh diri dengan bahan-bahan
tersebut.
• Kaji nyeri
• Kaji integument
• Turgor kulit
• Kaji muskoloskeletal
• Kaji psikososial
Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering ditemukan
pada kegawatdaruratan NAPZA diantaranya:
1. Bersihan jalan napas tidakefektik behubungan dengan adanya
sumbatan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan
syaraf pusat.
3. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake dan output tidak seimbang.
Intervensi Keperawatan
DX I: Ketidakefektifan bersihin jalan nafas
Tujuan: respiratory status ventilation
Intervensi:
O: Monitor respirasi dan status O2
Monitor status hemodinamik
M: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Berikan pelambab udara kasa basah NaCl lembab
E: Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
Jelaskan pada pasien atau keluarga tentang penggunaan peralatan
suction,O2, Inhalasi
K: Beri antibiotik
lanjutann
Dx II: Ketidakefektifan di pola nafas
Tujuan: Respiratory status ventilation dan airway patency
Intervensi:
O: Monitor vital sign
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor pola nafas
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
M : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakuakan fisioterapi dada bila perlu
Bersihkan mulut hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
E: Ajarkan bagaimana batuk
Informasikan pada pasein dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas
K: Berikan bronkodilator
Lanjutan
Dx III: Volume cairan kurang dari kenutuhan tubuh b.d intake dan output
ridak seimbang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x dalam 24 jam
volume cairan PX kembali normal
Intervensi:
O: Posisikan pasien untuk mendaoatkan perfusi yang optimal buat dan
pertahankan kepatenan jalan nafas,sesuai kebutuhan
Pasang dan pertahankan akses di vena besar
M: Monitor tanda-tanda vital tekanan darah orthostatik status mental dan
output urin
Monitor tekanan oksimetri,sesuai kebutuhan
monitor EKG sesuai kebutuhan
E: -
K: -
JURNAL TERKAIT
Metode
Penelitian ini menggunakan desain riset kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Lokasi penelitian di ruang Melati RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang. Penelitian dilakukan selama tujuh
bulan. Partisipan yang ikut dalam penelitian ini sebanyak empat orang
perawat dengan tingkat pendidikan minimal D3 keperawatan dan dengan
pengalamn kerja minimal 5 tahun. Data dikumpulkan dengan metode
wawancara semi terstruktur dengan waktu kurang lebih 20-40 menit dan
direkam dengan alat perekam.
lanjutann
• Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini mengungkapkan tiga tema antara lain: melaksanakan tahapan-
tahapan dalam proses keperawatan, kesadaran diri, empati.
Melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan proses
keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam merawat pasien perilaku kekerasan
yang disebabkan halusinasi adalah semua tahapan yang ada dalam proses keperawatan,
hal ini didapat dari hasil penelitian yang mana dalam tema melaksanakan tahapan-
tahapan dalam proses keperawatan didapatkan sub tema mulai dari melakukan
pengkajian, menentukan diagnosa, membuat rencana keperawatan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa semua partisipan telah melaksanakan
semua tahapan-tahapan yang ada dalam proses keperawatan tetapi ada beberapa
komponen, tidak dilaksanakan, dengan alasan kondisi pasien. Juga didapatkan hasil
tema kesadaran diri dan empati. Hubungan antara ketiga tema tersebut diatas telah
membentuk suatu siklus. Yang mana siklus tersebut terus berputar, mulai dar
Kesadaran Diri – Empati – Melaksanakan Tahapan-Tahapan Dalam Proses
Keperawatan.
Terapi Modalitas Keperawatan Atau Terapi
Komplementer
• Modalitas Terapi Napza
 Therapeutic Community -TC Model
 Model Medik
 Model Minnesota
 Model Eklektik
 Model Multi Disiplin
 Model Tradisional
 Faith Based Model
• Herbal: Kuncari, Juanedi, Yulianti, dan Suty. (2011), terdapatobat herbal
yang digunakan untuk pengguna/pecandu narkoba, yaitu: Habbatussauda
atau jintan hitam.

• Akupuntur: Mekanisme kerja akupuntur dalam penyembuhan diuraikan


sebagai berikut, titik akupuntur yang berjumlah 720 titik, merupakan
daerah kulit yang banyak mengandung banyak serabut syaraf.

• Logoterapi: .Logoterapi menuntun konseli untuk mencari alternative pada


suatumasalah agar konseli dapat menerima dan mampu
menyelesaikanmasalahnya.
Tren Dan Issue, Evidence Based Practice
Dalam Penatalaksanaan
• Hasil Dan Pembahasan
• Analisa Univariat
Karakteritik warga binaan pemasyarakatan terdiri dari umur, agama,
pendidikan, lama menyalahgunakan, alasan menyalahgunakan dan anggota
keluarga yang juga penyalahguna dan Djamaluddin (2014) yang semua
usianya <30 tahun. Penelitian Sartika (2010) dan Djamaluddin (2014)
mengatakan rata-rata usia klien yang menjalani terapi relapse prevention
training di DKI adalah 28,75 tahun4,5. Penelitian Windiarti (2013) tentang
pengaruh terapi stop berfikir negatif terhadap ketergantungan narkoba di Panti
Rehabilitasi NAPZA di Rumah Damai Gunung Pati Semarang yang
mengatakan 56,7 % penderita ketergantungan NAPZA dari kelompok umur
20-30 tahun6. Penelitian Rustyawati (2010) yang menyebutkan 72% umur
korban penyalahguna narkoba yang menjalani terapi di Semarang adalah 21-
30 tahun7.
lanjuttt
Peneliti menganalis bahwa rata-rata usia warga binaan 34-38 tahun menurut
Erik Erikson adalah termasuk usia dewasa muda yaitu mulai dari 19-34 tahun.
Usia ini ditandai denganindividu masih ingin menggabungkan identitas
dirinya dengan kelompok, ingin diterima, diakui kelompok sebaya (Nurdin,
2011)8. Pada usia ini juga sering labil dalam menangani dan menerima
pengaruh dari luar, sehingga lebih mudah terpengaruh dengan lingkungan atau
orang di sekitarnya. Individu yang berusia muda (murid SD) akan lebih
mudah menerima perubahan termasuk mengadopsi perilaku menyalahgunakan
zat. Anak belum mampu menolak ajakan teman sebaya atau kakak kelas
mencoba NAPZA yang semula diberikan gratis.
Hal ini dikarenakan semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka
kemampuannya berpikir rasional, menangkap informasi yang baru dan
menguraikan masalah semakin rendah pula. Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan laporan data RSKO yang menunjukkan proporsi terbesar pasien rawat
jalan dan inap tahun 2009-2003 adalah latar belakang SMA kemudian diikuti
S1 dan D3.
lanjutannn
• Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemampuan seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain secara efektif dan sebagai sumber koping
dalam mengatasi masalah (Stuart & Laraia, 2005).
• Jenis pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Peneliti menganalisis bahwa warga
binaan dengan pendidikan SMP lebih banyak dibandingkan dengan
pendidikan lain yaitu SD, SMA, atau PT, dikarenakan masa SMP
merupakan masa menuju kedewasaan seseorang untuk mulai melihat masa
depan, dan merupakan masa untuk mencoba hal-hal baru dengan
lingkungan yang lebih luas dan lebih menantang.
• Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa mayoritas lama
mennyalahgukan NAPZA adalah 1-2 tahun sebanyak 13 orang (52%) dan
berdasarkan wawancara mereka rata-rata sudah berobat ke dokter dengan
menjalani terapi rawat jalan dan beberapa orang diantaranya sudah
mengikuti rehabilitasi.
lanjutann
• Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menjelaskan efektifitasThought Stopping
(TS)/menghentikan pikiran negatif terhadap proses pikir penyalahgunaan NAPZA Anak yang
sedang menjalani pembinaan di Lembaga Pembinaan khusus Anak Kelas II A Pekanbaru.
Dapat disimpulkan bahwa terapi Thought Stopping (TS)/menghentikan pikiran negative
sangat efektif dalam merubah proses pikir pada warga binaan yang sedang menjalani
rehabilitasi di Lembaga Pembinaan Khusus Wanita Kelas II A Pekanbaru.
Berbagai jenis terapi dilakukan sebagai pembelajaran dan praktik secara langsung dalam
upaya mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif yang salah satunya adalah Terapi
thought stopping. Terapi thought stopping adalah salah satu terapi kognitif perilaku dengan
melalui suatu proses menghentikan pikiran yang tinggal dan mengganggu, membantu warga
binaan mengatasi pikiran yang mengancam. Terapi thought stopping memerlukan latihan
pemutusan pikiran yang pada awal dengan sesuatu yang mengagetkan seperti alarm dan tanda
“STOP “ dan pada akhirnya dengan suara dan cukup berbisik saja warga binaan sudah dapat
menghentikan pikiran negatifnya. Setelah itu warga binaan juga dilatih melakukan thought
stopping secara mandiri/otomatis tanpa bantuan terapis mengatakan bahwa terapi prilaku
dipandang efektif dalam mengubah proses pikir. 
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai