INSTRUKSI PENGERJAAN :
CASE 1.
Seorang pasien, Ibu Mn 55 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri saat buang air
kecil, rasa panas, demam, tidak nafsu makan, dan mual. Dari tanda fisik terlihat pasien
mengalami udem di bagian tungkai bawah dan nyeri pinggang. Hasil pemeriksaan BB ±
90kg dan TB ± 168 cm. Hasil observasi perawat pada saat masuk menunjukkan temp 38,2 oC,
TD 160/90 mmHg. Hasil lab pada saat masuk adalah sbb Cr 6,5 mg/dl ; BUN 75mg/dl; Na
122 meq/L; K 2,8 meq/L; Asam urat 7,2 mg/dl; Alb (N); GDP 120 mg/dl; 2JPP 150 mg/dl;
leukosit 19.000/mm3 . Pasien mendapatkan terapi Cefotaxim 3x1g iv, Lasix inj 1 x 1 amp,
Primperan 3 x 1 amp, infus NS dan D5 (2:2). Pada keesokan harinya perawat melaporkan
TD 160/100mmHg, temp 38oC, Nadi 85x/min, urin 24jam 500 ml.
5. Apa interpretasi dari nilai K 2,8 meq/L dan apakah rencana farmasis atas interpretasi
tersebut? (10)
KOLOM JAWABAN:
1. keluhan nyeri saat buang air kecil, rasa panas, demam, tidak nafsu makan, dan
mual,kemudian mengalami udem dan nyeri pinggang.
2. menurut saya pemberian laxic kurang begitu tepat untuk gejala nyeri buang air kecil
karena pasien mengalami nyeri pada saat buang air kecil,BUKAN mengalami
ketidaklancaran pada saat buang air kecil.Karena salah satu fungsi dari LASIX(furosemide)
itu biasanya membuat buang air kecil lancar.Maka dari itu untuk bagian gejala nyeri pada
saat buang air kecil cefotaxime lebih pas karena bisa untuk infeksi saluran kemih
3. dari data dan gejala pasien tidak terlalu banyak yang harus dipertimbangkan dalam
pemberian antibiotic(cefotaxime)karena biasanya yang harus diperhatukan dalam pemberian
antibiotic yaitu riwayat alergi,durasi penyakit yang diderita apakah sudah lama atau
baru,kemudian tekanan darah.Adapun efek dari cefotaxime itu beresiko kepada peningkatan
kerusakan ginjal jika digunakan dengan antibiotic golongan sefalosporin
4.pemberian laxic dalam kasus ini sepertinya untuk menurunkan tekanan darahnya
5.rencana yang dilakukan bisa dengan pemberian suplemen penambah kalsium karena nilai
K yang normal yaitu 3,5-5,0meq/L sedangkan data K pada pasien menunjukan data dibawah
normal
CASE 2.
Tn JM, 61 th, 80kg, 165 cm, masuk rumah sakit dengan keluhan pusing, tidak bisa menelan,
sulit bicara. Pengakuan keluarga bahwa pasien pernah stroke tahun 2005, memiliki DM
dengan obat glucodex 1-1/2-0 dan metformin 3x500mg. Pasien selanjutnya didiagnosa
sebagai CVA infark 2nd attack. Hasil pemeriksaan awal terhadap Cr (N); BUN (N); Chol
total 315 mg/dl; TG 198 mg/dl; Gula puasa 332 mg/ dl; Gula 2JPP 356 mg/dl; Albumin 4,1
mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap Tanda Vital diperoleh sebagai berikut: TD
170/100 mmHg. Pasien mendapat terapi Citicholin 3x500mg iv, Neurobion inj 2x1 im,
Clopidogrel 1x1 tab, Ranitidine 2x1 amp iv, Apidra 3x10 s.c.
KOLOM JAWABAN:
1. keluhan pusing, tidak bisa menelan, sulit bicara,kemudian DM dan stroke
2.pemberian ranitidine disini kurang tepat karena data pasien tidak menunjukan adanya
penyakit lambung
3.pemberian citicholin ini berguna untuk mengatasi keluhan seperti pusing karena pada
kadar kolesterol tinggi biasanya efeknya pusing di bagian kepala belakang kemudian nyeri
pundak juga.Untuk clopidogrelnya untuk mengatasi terjadinya penyakit stroke karena bisa
dilihat data pasien tersebut menunujukan tekanan darah yang relative tinggi resiko dari hal
tersebut biasanya bisa menyebabkan stroke
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Pakuan
4.Sudah tepat karena kadar gula pasien sangat tinggi sekali sekalipun dalam keadaan puasa
seharusnya kadar gula dalam keadaan puasa relative rendah dikarenakan belum ada
kandungan gizi makanan dan minuman yang diserap oleh tubuh jika dalam keadaan
puasa,maka dari itu penggunaan apidra ini sangatlah tepat karena apidra salah satu jenis
insulin yang bekerja dengan cepat untuk mengontrol kadar insulin yang tinggi.
5.stroke homoragik biasanya terjadi karena pembuluh darah yang menuju ke otak terhambat
kemudian stroke iskemik itu terjadi disebabkan karena adanya pembuluh darah di otak pecah
GOOD LUCK