Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN FARMAKOTERAPI TERINTEGRASI

KASUS KASDIOVASKULAR

Kelompok D
1. Fidella Regina 2443015020
2. Venna Laurensia 2443015044
3. Retno Puspita 2443015082
4. Ramadhona Dwi 2443015106
5. Resi Anugrah 2443015132
6. Norma Ayu 2443015149
7. Dwi Indah 2443015164
8. Astuti Handayani 2443015187
9. Hajar Alia 2443015207
10. Fitra Cahayaning 2443015231
11. Viona Elsha 2443015248
12. Angelina Teti 2443015264
13. Riszan Rizky 2443015283

PROGRAM STUDI S1
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2018
BAB 1
SKENARIO PEMICU

1.1 Skenario Pemicu


Seorang laki-laki R, 65 tahun mengalami sesak nafas dan merasa kepayahan
saat bangun dari tempat tidur untuk ke kamar mandi.

1.2 Kata Kunci


• Laki-laki 65 tahun
• Sesak nafas
• Kepayahan saat bangun tidur untuk ke kamar mandi
1.3 Mind Mapping

Gambar 1.3 Mind Mapping Gagal Jantung


1.4 Daftar Pembahasan
1. Apakah riwayat penyakit pasien? Jantung koroner selama 10 tahun,
diabetes selama 15 tahun.
2. Berapa tekanan darah pasien? 150/80 mmHg.
3. Berapa kali denyut nadi pasien per menit? 125 kali/menit.
4. Berapa laju nafas pasien per menit? 24 kali/menit.
5. Berapa suhu aksiler pasien? 36,20C.
6. Berapa saturasi oksigen pasien? 96%.
7. Apakah pasien pernah MRS? Belum pernah MRS.
8. Apa saja keluhan lain dari pasien? Nafsu makan menurun dan sering
bersendawa.
9. Bagaimana hasil EKG pasien? Belum melakukan EKG.
10. Bagaimana fraksi ejeksi pasien? Tidak ada informasi.
11. Apakah sesak nafas pasien disertai nyeri dada? Sesak tanpa nyeri dada.
12. Bagaimana hasil x-ray pasien? Tidak ada udema paru tetapi ada kardio
megali ringan.
13. Bagaimana hasil lab pasien? Semua hasil lab pasien normal.
14. Apa saja gejala pasien yang dialami? Dan berapa lama gejalanya? Gejala
dialami selama 2 hari. Mengaku kelelahan berjalan cepat, selama 2 hari ini
semakin memburuk.
15. Apakah ada riwayat keluarga yang menderita gagal jantung? Tidak ada
riwayat keluarga.
16. Apakah ada udema di pergelangan kaki? Ada udema di pergelangan kaki,
tidak ada ronkhi.
17. Apakah pasien alergi terhadap obat? Tidak ada alergi obat.
18. Bagaimana diagnosis dosis terakhir? Pasien mengalami gagal jantung
stadium 3.
19. Apa saja riwayat obat yang telah dikonsumsi pasien? Metformin 500 mg
3x1, Bisoprolol 5mg 1x1, CPG 75mg 1x1, Atorvastatin 40 mg 1x1.
20. Apa saja terapi pasien saat ini? Spironolacton 25 mg 1x1.
BAB 2

STATUS MEDIK

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
BB :-
Riwayat Pekerjaan :-
Tempat tinggal :-
Tanggal MRS : belum pernah MRS

2.2 Keluhan Utama


1. Sesak napas
Sesak napas merupakan sensasi kesukaran bernafas atau napas yang
pendek, dimana mekanisme sesak napas belum dapat diketahui dengan
pasti. Menurut American Thoracic Society (ATS) 2012 mendefinisikan
sesak napas sebagai pengalaman subjektif atas ketidaknyamanan dalam
bernapas. Sesak napas dapat terjadi pada kondisi fisiologis dan patologis.
2. Kepayahan saat bangun tidur

2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


1. Jantung koroner selama 10 tahun dan diabetes melitus selama 15 tahun
2. Sesak napas selama 2 hari, lelah berjalan cepat tetapi dalam 2 hari
memburuk dan kepayahan saat bangun tidur dan ingin ke kamar mandi
3. Tekanan darah : 150/80 mmHg
4. Nadi : 125 kali/menit
5. Laju pernafasan : 24 kali/menit
6. Suhu tubuh : 36,2 °C
7. Saturasi oksigen : 96%

2.4 Riwayat Medik Dahulu


• Metformin 500 mg 3x1
Metformin adalah obat yang digunakan untuk mengontrol gula darah tinggi
yang bekerja dengan membantu mengembalikan respon tubuh terhadap
insulin.
• Clopidogrel 75 mg 1x1
Clopidogrel adalah obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit
(platelet) saling menempel yang berisiko membentuk gumpalan darah.
• Bisoprolol 25 mg 1x1
Bisoprolol merupakan obat golongan β-blocker yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi.
• Atorvastatin 40 mg 1x1
Atorvastatin merupakan obat golongan statin yang digunakan untuk
menstabilkan plak.

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada informasi

2.6 Hasil Pemeriksaan


Hasil Data Lab : normal
Hasil Foto X-Ray : ada kardiomegali ringan
Pemeriksaan fisik : tidak ada ronchi, pergelangan kaki bengkak
Tekanan darah : 150/80
Nadi : 125 kali/menit
Laju pernafasan : 24 kali/menit
Suhu tubuh : 36,2 °C
Saturasi oksigen : 90%
2.7 Diagnosis
Diagnosis Gagal Jantung Stage 3
Diagnosis dari Gagal Jantung Stage 3 adalah Gagal jantung yang
simtomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang mendasar.
Menurut PERKI Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan
saat istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak.

2.8 Tata Laksana


Diketahui bahwa pasien mengalami sesak nafas dan merasa mengalami
kepayahan saat bangun dari tempat tidur, hal tersebut makin memburuk selama
2 hari saat pasien melakukan jalan cepat. Berdasarkan data yang diperoleh
bahwa terdapat retensi cairan (edema) pada pergelangan kaki pasien, serta pada
pemeriksaan x-ray terdapat kardiomegali ringan. Riwayat pengobatan pasien
yaitu mendapat pengobatan Metformin 500 mg 3x sehari, Clopidogrel 75 mg
1x sehari, Bisoprolol 25 mg 1x sehari, dan Atorvastatin 40 mg 1x sehari. Serta
terapi yang digunakan pasien saat ini adalah Spironolakton 25 mg 1x sehari.

Berikut profil Metformin

Nama : Metformin ; Golongan : Antidiabetik


Metformin merupakan obat antihiperglikemik yang tidak menyebabkan
rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena
adanya aktivasi kinase di sel (AMPactivated protein kinase). Metformin tidak
merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien
diabetes yang gemuk, metformin dapat menurunkan berat badan (Sweetman,
2009).
Mekanisme kerja metformin menambah up-take diperifer dengan
meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin, menekan produksi glukosa
oleh hati, menurunkan oksidasi fatty acid dan meningkatkan pemakaian
glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk
akan diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai bahan baku gluconeogenesis.
Keadaan ini mencegah terjadinya efek penurunan kadar glukosa yang
berlebihan. Pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan kadar
glukosa darah sampai 20% (Katzung, 2012).

Obat ini dilaporkan mempunyai bioavailabilitas absolut yang rendah


50-60%, memiliki konsentrasi maksimal dalam plasma (Cmax) 1,6 ± 0,38
μg/ml dan waktu paruh yang pendek 2-6 jam. Dosis penggunaan 500 mg 2-3x
sehari atau 850 mg 1-2x sehari. Formulasi metformin HCl dalam bentuk
sediaan lepas terkontrol dapat mempertahankan kadar terapi obat dalam darah
selama 10-16 jam sehingga pasien cukup minum 1x sehari. Sediaan lepas
terkontrol metformin HCl dibutuhkan untuk memperpanjang durasi efek obat,
meningkatkan kepatuhan pasien minum obat, dan meningkatkan kualitas terapi
(Wadher et al, 2011). Metformin diabsorpsi secara selektif di sepanjang saluran
cerna bagian atas (Salve, 2011).
Berikut profil Clopidogrel

Nama : Clopidogrel ; Golongan : Antiplatelet


Clopidogrel merupakan antiplatelet yang bertujuan untuk mengurangi
atau mencegah kejadian kardiovaskuler dan serbrovaskuler, contoh: stroke
(Furie et al., 2010). Penggunaan clopidogrel beresiko terkena pendarahan
saluran cerna, tetapi persentase clopidogrel terkena pendarahan lebih kecil
dibandingkan antiplatelet lain (Wang et al., 2013).
Clopidogrel adalah obat golongan antiagregrasi trombosit atau platelet
yang bekerja secara selektif menghambat ikatan Adenosine Di-Phosphate
(ADP) pada reseptor ADP di platelet, yang sekaligus dapat menghambat
aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang
dapat menimbulkan penghambat terhadap agregrasi platelet. Clopidogrel tidak
menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh dalam
siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi (Adiwijaya, 2011).
Clopidogrel merupakan turunan dari derivat thienopyridine yang
menghambat agregasi platelet (Katzung, 2003). Farmakokinetik clopidogrel
yaitu dengan waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya dieliminasi melalui
feses atau ginjal (Sigit, 2003). Clopidogrel bekerja secara kompetitif dan
ireversibel menghambat adenosine diphospate (ADP) P2Y12 reseptor.
Adenosine diphosphate yang berikatan dengan PY1 reseptor menginduksi
perubahan ukuran platelet dan kelemahan serta agregasi platelet yang
sementara (Nguyen et al., 2005). Tidak seperti aspirin obat ini tidak memiliki
efek terhadap metabolisme prostaglandin (Katzung, 2003).
Pada beberapa percobaan dilaporkan efikasi penggunaan clopidogrel
dalam pencegahan transient ischemic attack, stroke dan unstable angina
pectoris. Efek antithrombotik dari clopidogrel tergantung kepada dosis,
didalam 5 jam setelah pemberian secara oral dosis awal clopidogrel 300 mg,
aktivitas platelet sebanyak 80% dapat dihambat. Dosis 75 mg merupakan
maintenance dose , yang dapat mencapai inhibisi platelet maksimum. Durasi
efek antiplatelet 7-10 hari (Katzung, 2003).
Clopidogrel Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
dengan ticlopidine yaitu supresi sumsum tulang belakang yaitu neutropenia
(Katzung, 2003) dan thrombotic thrombocytopenia purpura pada beberapa
kasus (Katzung, 2003). Kontraindikasi clopidogrel diberikan pada gangguan
hati berat, kecenderungan perdarahan dan pada wanita hamil (Sigit, 2003).

Adsorbsi Bioavailabilitas : Onset : Durasi: Makanan:


Cepat diserap setelah Setelah Setelah Pada pria sehat,
pemberian oral, pemberian oral penghentian, pemberian denga
setidaknya 50% dari dosis tunggal, agregasi trombosit makanan tinggi
dosis oral diserap. penghambatan dan waktu lemak atau stand
Konsentrasi plasma agregasi perdarahan menurun berarti
puncak dari metabolit trombosit dosis berangsur-angsur penghambatan
aktif terjadi sekitar 30- tergantung dapat kembali ke baseline agregasi platelet
60 menit setelah diamati dalam 2 sekitar 5 hari. oleh <9%.
pemberian oral. jam. Meskipun makan
Dosis berulang menurunkan
(75 mg setiap konsentrasi plasm
hari) puncak metabolit
menyebabkan aktif sebesar 57%
penghambatan paparan sistemik
agregasi platelet terhadap metabol
ADP-induced aktif tidak
pada hari terpengaruh.
pertama, dan
inhibisi steady-
state (40-60%)
terjadi dalam 3-
7 hari.
Metaboli Secara ekstensif dimetabolisme melalui jalur 2 langkah: 1) hidrolisis esterase-
sme dimediasi ke turunan asam karboksilat aktif 2) pembentukan metabolit tiol aktif
dimediasi oleh CYP isoenzim (misalnya, 2C19, 3A4, 2B6, 1A2) .
Eliminas Diekskresikan dalam urin (50%) dan dalam tinja (46%)
i
(AHFS, 2011).

Berikut profil Bisoprolol

Nama : Bisoprolol ; Golongan : Antihipertensi


Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya diketahui.
Faktor-faktor yang terlibat adalah:
• Penurunan curah jantung
• Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.
• Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada
otak.
Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan kejadian
takikardia yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan isoproterenol. Efek
maksimum terjadi dalam waktu 1-4 jam setelah pemakaian. Efek tersebut
menetap selama 24 jam pada dosis ≥5mg. Penelitian secara elektrofisiologi
pada manusia menunjukkan bahwa bisoprolol secara signifikan mengurangi
frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu pemulihan sinus node,
memperpanjang periode refrakter AV node dan dengan stimulasi atrial yang
cepat, memperpanjang konduksi AV nodal.Bisoprolol juga dapat diberikan
bersamaan dengan diuretik tiazid. Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg)
digunakan bersamaan dengan bisoprolol fumarat untuk menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi ringan samapai sedang.
Adsorbsi Bioavailabilitas: Onset: Durasi: Makanan:
Sekitar 80% Pada individu yang Pada individu Makanan
sehat, penurunan normal, tampaknya
takikardia (olahraga penurunan tidak
dan isoproterenol- takikardia mempengaruhi
induced) terjadi dalam umumnya penyerapan.
1-4 jam. berlangsung
selama 24 jam.

Metabolisme 20% pada saat first pass effect


Distribusi Peningkatan protein plasma sekitar 30%
Eliminasi Diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah (50%) dan sebagai
metabolit tidak aktif; kurang dari 2% diekskresikan dalam feses
(AHFS, 2011).

Berikut profil Atorvastatin

Nama : Atorvastatin ; Golongan : Antidislipidemia


Statin atau penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase adalah suatu
zat yang didapat dari jamur Aspergillus terreus yang bersifat kompetitor kuat
terhadap HMG-CoA reduktase suatu enzim yang mengkontrol biosintesis
kolesterol. Senyawa tersebut merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Atorvastatin ini sangat efektif dalam
menurunkan kadar LDL kolesterol plasma. Efek-efek lainnya adalah termasuk
penurunan oxidative stress dan inflamasi vaskular dengan peningkatan
stabilitas dari lesi aterosklerotik (Suyatna dan Handoko,1995; Katzung,2003).
Atorvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika dicerna. Absorpsi
penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat berbeda dari
sekitar 40% hingga 75%. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi diekskresi
dalam empedu; sekitar 5-20% diekskresi di dalam urine. Waktu paruh plasma
obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali atorvastatin yang waktu
paruhnya adalah 14 jam (Katzung,2003).
Efek samping dari Atorvastatin berupa diare, atralgia, nasofaringitis,
dyspepsia, myalgia, spasme otot, lelah, dan hilang rasa (American Pharmacists
Association, 2012). Salah satu efek samping dari statin berupa nyeri otot
(miopati). Nyeri otot terjadi karena statin tidak spesifik dalam menghambat atau
mengurangi produksi bahan-bahan pembentuk kolesterol saja, namun statin
juga dapat menggangu metabolisme otot (Fedacko, et al., 2010).

Adsorbsi Bioavailabilitas: Onset: Durasi: Makanan:


Atorvastatin cepat Respon 48 – 72 jam Makanan
diserap setelah terapeutik menurunkan
pemberian oral; terhadap tingkat dan
mengalami atorvastatin tingkat
metabolisme biasanya terlihat penyerapan
lintasan pertama dalam 2 minggu; atorvastatin
yang ekstensif di respons tetapi tidak
hati. maksimal terjadi mengubah
Konsentrasi dalam 4 minggu. efek
atorvastatin antilipemik
plasma puncak
tercapai pada 1-2
jam.
Bioavailabilitas
absolut dari
atorvastatin
adalah 14% .
Metabolisme Atorvastatin secara ekstensif dimetabolisme di hati, terutama oleh
CYP3A4,1 untuk metabolit aktif.
Distribusi Statin didistribusikan terutama ke hati, Pengikatan protein plasma sekitar
98% (terutama albumin)
Eliminasi Atorvastatin diekskresikan terutama dalam tinja; <2% dari dosis yang
diekskresikan dalam urin.
(AHFS, 2011).
BAB III
STATUS MEDIK

3.1 Definisi

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat
istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istrahat.
Pustaka : PERKI.2015 hal 1

3.2 Etiologi dan klasifikasi


3.2.1 Etiologi
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung
untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena
kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah
kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan
karena tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari
ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor
eksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.
Pustaka : Rachma. 2014. Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif. El-Hayah
Vol. 4, No.2

3.2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian kriteria yang dipakai pada gagal jantung,
diantaranya klassifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), dan
pembagian stage menurut American Heart Association.
Klasifikasi fungsional yang biasanya dipakai menurut NYHA (2011) adalah :
Kelas I : Tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas apapun, tidak muncul gejala
dalam aktivitas apapun.
Kelas II : Mulai ada keterbatasan dalam aktivitas, pasien masih bisa melakukan
aktivitas ringan dan keluhan berkurang saat istirahat
Kelas III : Terdapat keterbatasan dalam melaksanakan berbagai aktivitas, pasien
merasa keluhan berkurang dengan istirahat.
Kelas IV : Keluhan muncul dalam berbagai aktivitas, dan tidak berkurang meskipun
dengan istirahat.
Sedangkan pada tahun 2001, the American College of Cardiology/American Heart
Association working group membagi kegagalan jantung ini menjadi empat stage yaitu:
Stage A : memiliki resiko tinggi untuk terkena CHF tapi belum ditemukan adanya
kelainan struktural pada jantung
Stage B : sudah terdapat kelainan struktural pada jantung, akan tetapi belum
menimbulkan gejala.
Stage C : adanya kelainan struktural pada jantung, dan sudah muncul manifestasi gejala
awal jantung, masih dapat diterapi dengan pengobatan standard.
Stage D : pasien dengan gejala tahap akhir jantung, dan sulit diterapi dengan
pengobatan standard.

3.3 Patofisiologi gagal jantung

Penurunan curah jantung pada gagal jantung mengaktifkan serangkaian


adaptasi kompensasi yang dimaksudkan untuk mempertahankan homeostasis
kardiovaskuler. Salah satu adaptasi terpenting adalah aktivasi system saraf simpatik,
yang terjadi pada awal gagal jantung. Aktivasi system saraf simpatik pada gagal
jantung disertai dengan penarikan tonus parasimpatis, meskipun gangguan ini dalam
kontrol otonom pada awalnya dikaitkan dengan hilangnya penghambatan masukan dari
arteri atau refleks baroreseptor kardiopulmoner, terdapat bukti bahwa refleks rangsang
juga dapat berpartisipasi dalam ketidakseimbangan otonom yang terjadi pada gagal
jantung. Dalam kondisi normal masukan penghambatan dari “tekanan tinggi” sinus
karotis dan baroreceptor arcus aorta dan “tekanan rendah” mechanoreceptor
cardiopulmonary adalah inhibitor utama aliran simpatis, sedangkan debit dari
kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan otot “metaboreseptor” adalah input rangsang
utama outflow simpatik. Pada gagal jantung, penghambat masukan dari baroreseptor
dan mekanoreseptor menurun dan rangsangan pemasukan meningkat, maka ada
peningkatan dalam aktivitas saraf simpatik, dengan hilangnya resultan dari variabilitas
denyut jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem reninangiotensin


diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung. mekanisme untuk aktivasi RAS
dalam gagal jantung mencakup hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi
mencapai makula densa di tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal,
yang menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin
memotong empat asam amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang disintesis dalam
hepar, untuk membentuk angiotensin I. Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
memotong dua asam amino dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II.
Mayoritas (90%) dari aktivitas ACE dalam tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan
10% sisanya terdapat dalam bentuk terlarut (ikatan non membran) dalam interstitium
jantung dan dinding pembuluh darah. Angiotensin II mengerahkan efeknya dengan
mengikat gabungan dua reseptor G-Protein angiotensin yang disebut tipe 1 (AT 1) dan
angiotensin tipe 2 (AT 2). Reseptor angiotensin yang dominan dalam pembuluh darah
adalah reseptor AT1. Aktivasi reseptor AT1 menyebabkan vasokonstriksi,
pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan pelepasan katekolamin, sedangkan aktivasi
reseptor AT2 menyebabkan vasodilatasi, penghambatan pertumbuhan sel, natriuresis,
dan pelepasan bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting untuk
mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun, ekspresi
berkepanjangan dari angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal, dan
organ lainnya. Angiotensin II dapat juga memperburuk aktivasi neurohormonal dengan
meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatik, serta merangsang zona
glomerulosa korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron menyediakan
dukungan jangka pendek ke dalam sirkulasi dengan melakukan reabsorbsi natrium
dalam pertukaran dengan kalium di tubulus distal. Aldosterone dapat menimbulkan
disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan menghambat uptake norepinefrin,
salah satu atau semua dari kelainan tersebut dapat memperburuk gagal jantung.

Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan


konsentrasi renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II adalah
vasokonstriktor kuat dari ginjal (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik, di mana ia
merangsang pelepasan noradrenalin dari terminal saraf simpatis, menghambat tonus
vagus, dan mempromosikan pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi
natrium dan air dan peningkatan ekskresi kalium. Selain itu, angiotensin II memiliki
efek penting pada miosit jantung dan dapat menyebabkan disfungsi endotel yang
diamati pada gagal jantung kronis.
3.4 Faktor Resiko

a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV,
infark miokard, obesitas, diabetes.

b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik,


albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.

c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.

d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.

e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,


siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor),
NSAID, kokain, alkohol.

f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.

3.5 Tanda dan Gejala

3.5.1 Tanda
a. Tekanan darah : 150/80
b. Nadi : 125 kali/menit
c. Laju nafas : 24 kali/ menit
d. Suhu : 36,2 C

3.5.2 Gejala
a. Sesak nafas
b. Merasa kepayahan saat bangun dari tempat tidur
c. Kelelahan saat berjalan cepat dan memburuk 2 hari terakhir
d. Nafsu makan pasien menurun
e. Sering bersendawa
f. Edema pada pergelangan kaki
3.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan digunakan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki
kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan
angka rawat. Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penatalaksanaan secara non farmakologi dan secara farmakologi.
3.6.1 Terapi non farmakologi
Berdasarkan PERKI tahun 2015 tentang pedoman tatalaksana gagal jantung
dapat dilakukan dengan manajemen perawatan mandiri, yaitu tindakan tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Ketaatan pasien berobat
Berdasarkan literatur hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi farmakologi
maupun non-farmakologi.
2. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 h
ari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter (kelas
rekomendasi 1, tingkatan bukti C).
3. Pembatasan asupan cairan, asupan garam dan konsumsi alkohol
Restriksi cairan 1,5 -2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas
rekomendasi IIb, tingkatan bukti C).
4. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala
dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C).
5. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat. Kaheksia
jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan
hidup. Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia.
Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti C).
6. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
7. Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B).
3.6.2 Terapi farmakologi
Tabel 3.1 Tujuan pengobatan gagal jantung (PERKI, 2015).
Gambar 3.1 Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik
(NYHA fc II-IV). Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2012 (PERKI, 2015).

Gambar 3.2 Guideline/ alur tatalaksana HFrEF stage C dan D berdasarkan


ACC/AHA/HFSA
(Yancy dkk, 2017).
Tabel 3.1 Obat-obat yang digunakan untuk HFrEF (gagal jantung stage c) (Yancy
dkk, 2017).

Berdasarkan guideline dan kondisi medis pasien yang memiliki diagnosa gagal
jantung stadium III/C dengan riwayat penyakit jantung koroner dan diabetes melitus,
serta obat yang digunakan sampai sekarang, maka terapi yang perlu ditambahkan
adalah obat golongan ACE-I.
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACE-I)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal (PERKI,
2015).
a. Mekanisme kerja

Gambar 3.3 Skema hubungan jalur bradikinin dan jalur renin-angiotensin dengan
ACE (Rajeev Kumar dkk, 2010).

ACE-I bekeja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi


angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Selain itu degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam
darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-I. Vasodilatasi secara
langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron
akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium sehingga dapat
mengurangi beban jantung (Farmakologi dan Terapi, 2007).
b. Indikasi pemberian ACE-I
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
(PERKI, 2015)
c. Kontraindikasi pemberian ACE-I
• Riwayat angioedema
• Stenosis renal bilateral
• Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
• Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
• Stenosis aorta berat
(PERKI, 2015)
d. Klasifikasi ACE-I :
ACE inhibitor dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan struktur
molekulnya:
1. Agen yang mengandung sulfida: Captopril (Obat aktif), inhibitor ACE pertama,
Zofenopril, Alacepril dan Moveltipril.
2. Agen yang mengandung Dicarboxylate: Ini adalah kelompok terbesar,
termasuk: Enalapril, Ramipril, Quinapril, Perindopril, Lisinopril (Obat aktif),
Benazepril, Cilazapril, Delapril dan Spirapril.
3. Agen yang mengandung fosfonat: Fosinopril dan SQ 29852.
Kelima ACE inhibitor yang lebih baru (trandolapril, moexipril, spirapril,
temocapril dan imidapril) dicirikan dengan memiliki gugus fungsi karboksil dan
membutuhkan aktivasi hati untuk membentuk metabolit yang aktif secara
farmakologis (Rajeev Kumar dkk, 2010).
e. Pilihan obat
1. Perindopril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur
2. Hubungan Struktur dan Aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar
dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) meningkatkan potensi dan mengubah
farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.


Ester etil dapat membentuk kompleks dengan seng (Zn++) sehingga
dapat memperpanjang masa kerja obat. Bentuk ester adalah pra-
obat, dimana di dalam tubuh akan terhidrolisis menjadi bentuk asam
aktif.
• Gugus-gugus lain berfungsi untuk meningkatkan lipofilitas
senyawa, sehingga distribusi obat menjadi lebih baik.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Bioavailabilitas absolut dari perindopril adalah 75%; rata-rata
bioavailabilitas perindoprilat adalah 25%. Puncak konsentrasi
plasma perindopril dan perindoprilat dicapai dalam 1 dan 3-7 jam.
• Onset
Efek antihipertensi terjadi dengan cepat, dengan efek yang
meningkat sedikit selama beberapa minggu.
• Durasi
Efek antihipertensi maksimal (penghambatan 80-90% aktivitas
ACE) berlangsung selama sekitar 10-12 jam; pada 24 jam, hanya
60% aktivitas ACE yang diblokir.
• Makanan
Makanan tidak mempengaruhi tingkat penyerapan perindopril tetapi
mengurangi bioavailabilitas perindoprilat sekitar 35%.
2. Distribusi
Tampaknya melintasi sawar darah-otak. Disalurkan melalui plasenta
dan didistribusikan ke dalam susu. Pengikatan protein plasma
perindopril (60%) dan perindoprilat (10-20%).
3. Metabolisme
Secara ekstensif dimetabolisme di hati menjadi 6 metabolit, termasuk
metabolit aktif yaitu perindoprilat.
4. Eliminasi
• Rute eliminasi
Dieliminasi terutama dalam urin (sebagai metabolit). Dihilangkan
dengan dialisis ginjal.
• T½
Perindopril: 0,8-1 jam.
Perindoprilat: 3-10 jam.
c. Dosis (Yancy dkk, 2017)
Dosis awal: 2 mg/ hari
Dosis maksimum: 8-16 mg/hari
d. Efek samping
Batuk, proteinuria, palpitasi, sinusitis, infeksi virus, dispepsia, demam,
hipertonia (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Interaksi dengan diuretik hemat kalium (spironolakton, amiloride,
triamteren) dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga harus digunakan
dengan hati-hati dan dilakukan monitoring konsentrasi serum kalium secara
berkala (AHFS, 2011).
f. Farmakoekonomi
Prexum (Perindopril 4 mg): Rp 10.950,-/tablet
Dosis yang digunakan pada terapi 2 mg/hari. Sehingga biaya yang
diperlukan untuk 1 hari adalah Rp 5.500,-
2.Quinapril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan struktur dan aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) meningkatkan potensi dan mengubah
farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.


Ester etil dapat membentuk kompleks dengan seng (Zn++) sehingga
dapat memperpanjang masa kerja obat. Bentuk ester adalah pra-
obat, dimana di dalam tubuh akan terhidrolisis menjadi bentuk asam
aktif.
• Gugus-gugus lain (benzena, fenil, dll) berfungsi untuk
meningkatkan lipofilitas senyawa, sehingga distribusi obat menjadi
lebih baik. Lipofilitas quinapril lebih tinggi dibandingkan dengan
obat ACE-I lainnya, sehingga aktivitasnya juga meningkat.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Sekitar 60% dari dosis oral diserap. Konsentrasi plasma puncak
quinapril dan quinaprilat dicapai dalam 1 dan 2 jam.
• Onset
Setelah dosis oral tunggal, efek antihipertensi dicapai setelah 1 jam.
Selama terapi kronis, efek antihipertensi maksimum dicapai setelah
1-2 minggu.
• Durasi
Penghambatan > 80% aktivitas ACE berlangsung selama 24 jam.
Penghambatan 75% dari respon terhadap angiotensin I berlangsung
selama sekitar 4 jam.
• Makanan
Makanan tinggi lemak menghasilkan penurunan tingkat penyerapan
quinapril yang moderat (25-30%). Ketika kombinasi
quinapril/hydrochlorothiazide diberikan dengan makanan tinggi
lemak, tingkat penyerapan quinapril berkurang sebesar 14%.
2. Distribusi
Quinapril dan quinaprilat tidak melintasi sawar darah-otak. Disalurkan
melalui plasenta dan didistribusikan ke dalam susu. Pengikatan protein
plasma quinapril dan quinaprilat sekitar 97%.
3. Metabolisme
Metabolisasi terutama untuk metabolit aktif, quinaprilat (sekitar 38%
dari dosis oral).
4. Eliminasi
• Rute eliminasi
Dieliminasi terutama dalam urin (sebagai metabolit). Tidak
dihilangkan melalui hemodialisis atau dialisis peritoneal.
• T½
Quinaprilat: 2 jam; fase terminal berkepanjangan 25 jam.
c. Dosis (Yancy dkk, 2017)
Dosis awal: 5 mg 2x/hari
Dosis maksimum: 20 mg 2x/hari
d. Efek samping
Pusing, batuk, kelelahan, mual, muntah, nyeri dada, hipotensi, dyspnea,
diare, sakit kepala, ruam, nyeri punggung, peningkatan konsentrasi
kreatinin serum, peningkatan BUN (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Interaksi dengan diuretik hemat kalium (spironolakton, amiloride,
triamteren) dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga harus digunakan
dengan hati-hati dan dilakukan monitoring konsentrasi serum kalium secara
berkala (AHFS, 2011).
f. Farmakoekonomi
Accupril (Quinapril 5 mg): Rp 6.850,-/tablet
Dosis yang digunakan pada terapi 5 mg 2x/hari. Sehingga biaya yang
diperlukan untuk 1 hari adalah Rp 13.700,-
3. Fosinopril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan struktur dan aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) hidrofobik besar meningkatkan potensi
dan mengubah farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.


COOH mengikat seng melalui karboksilat memicu transisi
hidrolisis peptida.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Sekitar 36% dari dosis diabsorbsi. Puncak konsentrasi plasma 3 jam.
• Onset
Efek antihipertensi dicapai setelah 1 jam, dengan pengurangan
puncak BP 2-3 jam.
• Durasi
Aktivitas ACE berlangsung selama 24 jam.
• Makanan
Tidak berpengaruh pada absorbsi.
2. Distribusi
Tidak tampak melalui sawar darah otak, melalui placenta dan di
distribusi ke dalam ASI manusia.
3. Metabolisme
Dimetabolisme di dinding hati dan usus, terutama untuk metabolit aktif
(fosinoprilat).
4. Eliminasi
• Rute eliminasi
Dieliminasi terutama dalam urin (sebagai metabolit). Tidak
dihilangkan melalui hemodialisis atau dialisis peritoneal.
• T½
Fosinoprilat: 12 jam.
c. Dosis (AHFS 2011)
Dosis awal: 10 mg 1x/hari
Dosis maksimum: 20-40 mg 1x/hari
d. Efek samping
Batuk, hiperkalemia dan peningkatan BUN (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Interaksi dengan diuretik hemat kalium (spironolakton, amiloride,
triamteren) dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga harus digunakan
dengan hati-hati dan dilakukan monitoring konsentrasi serum kalium secara
berkala (AHFS, 2011).
f. Farmakoekonomi
Kelemahan : Tidak diproduksi di Indonesia.
4. Lisinopril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan struktur dan aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) hidrofobik besar meningkatkan potensi
dan mengubah farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.


COOH mengikat seng melalui karboksilat memicu transisi
hidrolisis peptida.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Sekitar 25% dari dosis diabsorbsi, 16% pada pasien CHP. Puncak
konsentrasi plasma 7 jam.
• Onset
Efek antihipertensi dicapai setelah 1 jam dengan pengurangan
puncak TD ±6 jam. Pada terapi kronis antihipertensi efek mencapai
setelah 2-4 minggu.
• Durasi
Penghambatan> 80% aktivitas ACE berlangsung selama 24 jam.
• Makanan
Tidak berpengaruh pada absorbsi.
2. Distribusi
Melalui BBB, melalui placenta dan di distribusi ke dalam ASI manusia.
3. Metabolisme
Tidak dimetabolisme.
4. Eliminasi
• Rute eliminasi
Dieliminasi terutama dalam urin (sebagai metabolit). Tidak
dihilangkan melalui hemodialisis atau dialisis peritoneal.
• T½
12 jam.
c. Dosis (ACC AHA)
Dosis awal: 2,5-5 mg 1x/hari
Dosis maksimum: 20-40 mg 1x/hari
d. Efek samping
Batuk, aortic stenosis, hypertrophic cardiomyopathy, hiperkalemia dan
peningkatan BUN (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Interaksi dengan diuretik hemat kalium (spironolakton, amiloride,
triamteren) dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga harus digunakan
dengan hati-hati dan dilakukan monitoring konsentrasi serum kalium secara
berkala (AHFS, 2011).
f. Farmakoekonomi
Lisinopril 5 mg: Rp 451,-/tablet
Dosis yang digunakan pada terapi 5 mg 1x/hari. Sehingga biaya yang
diperlukan untuk 1 hari adalah Rp 451,-
5. Ramipril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan Struktur dan Aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) meningkatkan potensi dan mengubah
farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.
• Gugus-gugus lain berfungsi untuk meningkatkan lipofilitas
senyawa, sehingga distribusi obat menjadi lebih baik.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Bioavailibilitasnya 50-60%, tidak terpengaruh oleh makanan,
puncak waktu plasma : 1 jam (ramipril), 2-4 jam ramiprilat
• Onset
Efek antihipertensi terjadi dengan cepat
• Durasi
puncak waktu plasma : 1 jam (ramipril), 2-4 jam ramiprilat
• Makanan
Tidak dipengaruhi oleh makanan
2. Distribusi
Protein terikat :73% (ramipril), 56% (ramiprilat)
3. Metabolisme
Metabolisme oleh hatimelalui pembelahan kelompok ester
4. Eliminasi
Half-life : 13-17 hari(ramiprilat)
c. Dosis (Yancy dkk, 2017)
Dosis awal: 2,5mg/ hari
Dosis maksimum: 5 mg/hari
d. Efek samping
Mual, muntah, vertigogangguan fungsi ginjal,diare (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Aspirin, celecoxib, digoxin dapat meningkatkan toxicitas ramipril(AHFS,
2011).
f. Farmakoekonomi
Ramipril : 820,-/tablet
5. Trandolapril
Tradolapril adalah prodrug yang mengalami deesterifikasi menjadi trandolapril.
Feel antihipertensi melalui sistem RAAS, Trandolapril memiliki waktu paru
sekitar 6 jam, dan trandolapriat memilikiwaktu paruh sekitar 10 jam.
Trandolaprilat memiliki sekitar 8 kali lipat aktivitas obat induknya. Sekitar 1/3
dari trandolapril dan metabolitnya diekskresikan dalam urin, dan sekitar 2/3
dari trandolapril dan metabolitnya diekskresikan dalam feses. Protein serum
pengikatan trandolapril sekitar 80%. Tololapril bersifat teratogenic dan dapat
menyebabkan cacat lahir dan bahkan kematian janin yang sedang berkembang.
a. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Plasma puncak : 1 hari
• Onset
1-2 hari.
• Durasi
72 hari setelah dosis tunggal
2. Distribusi
Protein bound : 80% (trandolapril) 65-94% (trandolaprilat)
3. Metabolisme
Dimetabolisme di hati
4. Eliminasi
Half-life : 6 hari (trandolapril), 22.5 hari (trandolaprilat)
b. Dosis (Yancy dkk, 2017)
Dosis awal: 1 mg/hari
Dosis maksimum: 4 mg /hari
c. Efek samping
Batuk,hypotensi, hyperkalemia,strock, bradikardia (AHFS, 2011).
d. Interaksi obat
Aspirin ,celecoxib, diklofenac,calcium carbonat, dapat meningkatkan
toksisitas trandolapril (AHFS, 2011).
e. Farmakoekonomi
Obat ini sudah jarang ditemukan diapotek karena sudah jarang digunakan.
8. Captopril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan struktur dan aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) hidrofobik besar meningkatkan potensi
dan mengubah farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.


Pengikatan superior terhadap seng, memberikan efek samping ruam
kuliat dan gangguan rasa, kemudian senyawa yang mengandung
sulfida dapat membentuk dimer dan disulfida yang dapat memendek
durasi aksi.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Cepat di absorbsi melalui oral, puncak konsentrasi dalam darah
dicapai 1 jam. Kurang lebih 60 – 75 % diabsorpsi.
• Onset
Maksimal 1 – 2 jam setelah penggunaan.
• Durasi
Umumnya 2 – 6 jam tergantung dengan peningkatan dosis.
• Makanan
Menurunkan absorpsi hingga 25 – 40 %.
2. Distribusi
Didistribusikan ke dalam jaringan tubuh, kecuali CNS distribusi melalui
plasenta dan ke dalam ASI.
3. Metabolisme
Kurang lebih setengah dosis cepat di metabolisme.
4. Eliminasi
• Diekskresi melalui urine sebagai obat tak berubah dan metabolit
• T½
< 2 jam.
c. Dosis (ACC AHA)
Dosis awal: 6,25 mg 3x/hari
Dosis maksimum: 50 mg 3x/hari
d. Efek samping
Pusing, hipotensi, diare, nyeri dada, mual, nyeri perut, ruam, dan gangguan
saluran pernapasan (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Melakukan monitoring
f. Farmakoekonomi
Captopril 12,5 mg: Rp 151,-/tablet
Captopril 25 mg: Rp 177,-/tablet
9. Enalapril
a. Hubungan Struktur dan Aktivitas
1. Struktur

2. Hubungan struktur dan aktivitas (Siswandono, 2016; Rajeev Kumar


dkk, 2010)


Cincin heterosiklik (N-ring) hidrofobik besar meningkatkan potensi
dan mengubah farmakokinetik.


N-ring yang mengandung asam karboksilat dapat meniru C terminal
dari substrat ACE.
b. Farmakokinetika (AHFS, 2011)
1. Absorpsi
• Bioavailabilitas
Sekitar 55 – 75 % dari dosis oral cepat diabsorbsi, pada saluran
cerna kurang di serap.
• Onset
Efek diamati dalam 1 jam, dengan pengurangan puncak BP pada 4
– 8 jam.
• Durasi
Berlangsung selama 12 -24 jam.
• Makanan
Tidak berpengaruh pada absorbsi.
2. Distribusi
Tidak bagus melalui BBB.
3. Metabolisme
Hati terutama untuk metabolit aktif.
4. Eliminasi
• Rute eliminasi
Dieliminasi terutama dalam urin (sebagai metabolit). Tidak
dihilangkan melalui hemodialisis atau dialisis peritoneal.
• T½
< 2 jam.
c. Dosis
Dosis awal: 2,5-5 mg 1x/hari
Dosis maksimum: 20-40 mg 1x/hari (AHFS, 2011)
d. Efek samping
Sakit kepala, kelelahan, dan pusing (AHFS, 2011).
e. Interaksi obat
Obat antidiabetes, diuretika, dan NSAIDs (AHFS, 2011).
f. Farmakoekonomi
Enalapril 5 mg (Tenace) : Rp 3.696,-/tablet
f. Pemilihan terapi
Lisinopril
Alasan : karena bersifat hidrofilik, memiliki waktu paruh dan jaringan
penetrasi yang panjang, tidak di metabolisme oleh hati dan satu-satunya
ACE Inhibitor yang menunjukkan kurva dosis respon linier.

Terapi Obat dan Monitoring


No Nama Obat Dosis Tanggal Pemberian
1 Lisinopril 2,5-5 6 Monitoring :
mg/hari 2. Tanda-tanda vital yaitu tekanan darah (goal <
2 Bisoprolol 25 mg/hari 6 140/90 mmHg), nadi (normal 60-100x/menit),
pernapasan nadi (normal 16-20x/menit), suhu.
3. Kadar elektrolit (kalium, natrium) pada hari ke-3.
4. Fungsi ginjal (BUN, kreatinin, dll) pada hari ke-3.
Periksa kembali kadar elektrolit dan fungsi ginjal 1-2
minggu setelah pemberian terapi ACE-I.
(PERKI, 2015)
3 Spironolakton 25 mg/hari 6 7 8 Monitoring :
1.Untuk memonitoring udema dapat
dilakukan dengan beberapa cara:
• Mengukur lingkar kaki sebelum
dan sesudah pemberian obat.
• Menimbang berat badan
sebelum dan sesudah
pemberian obat.
• Mengukur volume urine
sebelum dan sesudah
pemberian obat.
4 Metformin 500 mg 6 7 8 Monitoring glukosa darah pada hari
3x/hari ke-3. Periksa kembali glukosa darah
1-2 minggu.
(AHFS,2011)
5 Atorvastatin 40 mg/hari 6 7 8 Monitoring dengan melakukan
pemeriksaan darah (misalnya
6 Clopidogrel 75 mg/hari 6 7 8
trombosit, dll).

Terapi non farmakologis yang diberikan :


1. Untuk menambah nafsu makan pasien dilakukan dengan cara mengatur pola makan
pasien dengan rutin atau bias diberikan camilan yang sehat.
2. Membatasi asupan cairan, garam.
3. Jika pasien dapat berdiri direkomendasikan untuk melakukan aktifitas fisik ringan.
BAB 4
RINGKASAN DAN DAFTAR PUSTAKA
4.1 RINGKASAN
Pasien laki-laki R berusia 65 tahun mengalami sesak nafas dan merasakan
kepayahan saat bangun dari tempat tidur untuk ke kamar mandi. Dari keterangan yang
kami dapatkan bahwa pasien tidak pernah masuk rumah sakit (MRS). Kami menduga
pasien terkena penyekit gagal jantung. Untuk memastikan bahwa pasien tersebut
menderita gagal jantung maka kami menggali riwayat pasien serta uji data klinik
pasien. Dari hasil uji data klinik, pasien tersebut memiliki tekanan darah tinggi 150/80,
heart rate 125x/ menit, respiratory rate 24x/menit, suhu badan 36,2 °C, saturasi
oksigen 96%. Dari riwayat penyakit sekarang menyatakan bahwa pasien menderita
penyakit jantung koroner selama 10 tahun dan diabetes militus selama 15 tahun.
Sedangkan untuk sesak nafasnya sudah selama 2 hari, lelah berjalan cepat tetapi dalam
2 hari memburuk dan kepayahan saat bangun tidur dan ingin ke kamar mandi.
Kami juga mendapatkan hasil lab pasien dan menyatakan semua cek labnya
normal, hasil foto x-ray menyatakan ada kardiomegali ringan, sedangkan dari
pemeriksaan fisik tidak ada ronchi tetapi pergelangan kaki pasien mengalami bengkak.
Berdasarkan data klinis dan riwayat medis dahulu kami menyimpukan pasien terkena
gagal jantung.
Untuk riwayat pengobatan dahulu pasien pernah mendapatkan terapi obat
metformin 500 mg 3x1. Metformin adalah obat yang digunakan untuk mengontrol gula
darah tinggi yang bekerja dengan membantu mengembalikan respon tubuh terhadap
insulin. Clopidogrel 75 mg 1x sehari 1 tablet. Clopidogrel adalah obat yang berfungsi
untuk mencegah trombosit (platelet) saling menempel yang berisiko membentuk
gumpalan darah. Bisoprolol 25 mg 1 x sehari 1 tablet. Bisoprolol merupakan obat
golongan β-blocker yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Dan
pasien juga mendapatkan atorvastatin 40 mg 1x sehari 1 tablet. Atorvastatin merupakan
obat golongan statin yang digunakan untuk menstabilkan plak. Serta terapi yang
digunakan pasien saat ini adalah Spironolakton 25 mg 1x sehari. Dari diagnosis nya
dari Gagal Jantung Stage 3 adalah Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan
penyakit struktural jantung yang mendasar. Menurut PERKI Terdapat batasan aktifitas
bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
Berdasarkan guideline dan kondisi medis pasien yang memiliki diagnosa gagal
jantung stadium III/C dengan riwayat penyakit jantung koroner dan diabetes melitus,
serta obat yang digunakan sampai sekarang, maka terapi yang perlu ditambahkan
adalah obat golongan ACE-I. Untuk ACE-I yang diberikan kami memilih lisinopril
karena jika dilihat dari segi KF-Medisinalnya pada captopril terdapat gugus S dan H
yang dapat menimbulkan efek samping seperti ruam, gangguan rasa, yang disebabkan
karena golongan Sulfa. Sedangkan pada lisinopril terdapat gugus dikarboksilat. Dan
kelebihannya dibanding gugus lainnya adalah bersifat hidrofilik, memiliki waktu paruh
dan jaringan penetrasi yang panjang. Tetapi jika dilihat dari segi Farmakoekonomi
untuk harganya lebih murah captopril dibanding dengan lisinopril. Tapi kita lihat dari
aturan pakai untuk minumnya pada lisinopril cukup 1 x sehari 1 tablet, sedangkan pada
captopril 3 x sehari 1 tablet. Jadi untuk harga tidak jauh berbeda. Terapi non
farmakologis yang diberikan :
➢ Untuk menambah nafsu makan pasien dilakukan dengan cara mengatur pola
makan pasien dengan rutin atau bias diberikan camilan yang sehat.
➢ Membatasi asupan cairan, garam.
➢ Jika pasien dapat berdiri direkomendasikan untuk melakukan aktifitas fisik
ringan.
4.2 DAFTAR PUSTAKA

1. Bertram G.Katzung. Farmakologi dasar dan klinik. 10th ed. Jakarta.


EGC; 2003. p479 – 489.
2. AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of
Health System Pharmacists.
3. Adiwijaya, J., A. (2011). Efek dan Resistansi Clopidogrel pada Sindrom
Koroner Akut, Edisi V, Vol XXXVII.
4. Bertram G.Katzung. Farmakologi dasar dan klinik. 10th ed. Jakarta.
EGC; 2003. p479 – 489.
5. Bertram G.Katzung. Farmakologi dasar dan klinik. 10th ed. Jakarta.
EGC; 2012. p479 – 489.
6. Camm A.J., Luscher T.F., Serruys P.W., 2009. The ESC cardiovascular
Medicine Second Edition Oxford Univercity Press.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi
dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
8. http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/318-
artikelpenyegar/612-efek-dan-resistansi-clopidogrel-pada-sindrom-
koronerakut.
9. Kaplan, S. (1994). Pencegahan penyakit jantung koroner. Jakarta:EGC.
10. Kumar, R. dkk. 2010. Modern Development in ACE Inhibitors. Der
Pharmacia Lettre. 2(3): 388-419. Circulation. 136: e137-e161.
11. Lu, L., Peng, W.H., Wang, W., Wang, L.J., Chen, Q.J., Shen, F.W.,
2013. Effects of atorvastatin on progression of diabetic nephropathy and
local RAGE and soluble RAGE expressions in rats. J Zhejiang Univ-
Sci B (Biomed & Biotechnol). 12(8):652-59.
12. PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama.
Siswandono. (2016). Kimia Medisinal 1 (edisi kedua). Surabaya:
Airlangga University Press.
13. Siswandono. (2016). Kimia Medisinal 2 (edisi kedua). Surabaya:
Airlangga University Press.
14. Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference,
Thirty Sixth Edition, Pharmaceutical Press, New York.
15. Yancy, dkk. 2017. 2017 ACC/AHA/HFSA Focused Update of The
2013 ACCF/AHA Guidline for The Management of Heart Failure.

Anda mungkin juga menyukai