Anda di halaman 1dari 88

CBL

Klinik
Shafa Qotrunnada W
(1910631210050)
Kasus 1
Tn Rara usia 55 tahun seorang pensiunan PNS
dia dibawa ke unit gawat darurat di RS,
dengan hasil SARS Cov-2 nucleic acid test (RT-
PCR) positive dengan nilai CT 15. Dari hasil
pemeriksaan hasil laboratorium di dapat
Glukosa puasa = 200 mg/dL, Trigliserida = 165
mg/dL, LDL kolesterol = 170 mg/dL, Kolesterol
total = 210 mg/dL Asam urat = 9 mg/ dan hasil
pemeriksaan saturasi oksigen 89%
Problem Medik
Pasien positif covid dan komorbid DM tipe 2

Subject
- Nama : Tn. Rara
- Usia : 55 Tahun
- Pekerjaan : PNS
Object
Pemeriksaan Lab Nilai Nilai Normal Kesimpulan
Sars Cov 2 + - Virus penyebab covid 19
CT ▪ <29: positif kuat (jumlah virus banyak) Berpotensi reaksi kuat yang artinya jumlah partikel
15 ▪ 30-37: positif (jumlah virus sedang) virus yang ada di dalam tubuh terdeteksi
▪ 38-40: positif lemah (jumlah virus sedikit) mempunyai jumlah yang cukup banyak.
Glukosa Puasa 200 mg/dl GDP : 80 – 125 mg/dl Tinggi
Trigliserida Normal <150 mg/dl Kadar cukup tinggi
Cukup Tinggi 150 – 199 mg/dl
165 mg/dl
Tinggi 200 – 499 mg/dl
Sangat Tinggi 500 mg/dl
LDL Kolestro Sangat tinggi >190 mg/dl Tinggi
(Kolestrol Jahat) Tinggi 160 – 189 mg/dl
170 mg/dl Agak tinggi 130 – 159 mg/l
Mendekati optimal 100 – 129 mg/dl
Optimal <100 mg/dl
Kolestrol total Tinggi >240 mg/dl Cukup tinggi
210 mg/dl
Baik <200 mg/dl
Asam urat Laki – Laki : 3,5 – 7 mg/dl Tinggi
9 mg/dl
Perempuan : 2,6 – 6 mg/dl
Saturasi oksigen Normal 95 – 100% Rendah
89% Rendah <95%
Analisa
Pasien terkonfirmasi covid 19 🡪
Alasan : hasil lab menunjukan pasien + Sars Cov 2
(Penyebab Covid 19) dengan nilai CT 15 (Positif Kuat)

Pasien menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 🡪


Alasan :
● DM tipe 2 (Penyakit hiperglikemi akibat insensivitas
insulin)
● Berdasarkan usia pasien berusia >45 tahun
sehingga jika dilihat dari factor risiko pasien
mengidap Diabetes Mellitus tipe 2

Fatimah, R N. (2015). Diabetes Mellitus tipe 2.


Jurnal Majority. Volume 4 Nomor 5; Hal 93 – 101
Analisa
Pasien menderita penyakit Dislipidemia (Kolestrol)
Alasan : Berdasarkan hasil lab, nilai Trigliserida,
Kolestrol LDL dan Kolestrol Total dikatakan tinggi 🡪
Nilai normal dilihat di object.

Pasien menderita Hiperurisemia/Asam Urat


Alasan :
Hasil lab asam urat lebih tinggi dari nilai normal asam
urat pada pria. 🡪 Dibandingkan dengan nilai normal
yang ada pada object
Analisa Fridayanti, Susanti,
Selain itu, pasien berusia >40 tahun dimana Setiawan., M A. (2019).
hiperurisemia rentan terjadi pada pria dengan usia Perbedaan Jenis Kelamin
dan Usia Terahadap
>40 tahun karena kadar asam urat pada pria Kadar Asam Urat Pada
cenderung meningkat dengan bertambahnya usia Penderita Hiperurisemia.
Jurnal Medika Udayana
Vol 8 No 12 ; Hal 1 - 8

Perbedaan nilai kadar asam urat pada pria dan Wanita


🡪 Kadar normal asam urat pria dan Wanita berbeda
disebabkan karena Wanita memiliki hormone
estrogen dimana hormone estrogen memiliki efek
urikosurik (menurunkan kadar asam urat)
Guideline
Gambar 1. Guideline/Algoritma terapi asam urat
(Sumber : Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2018). Pedoman
Diagnosis dan Pengelolaan Gout. Jakarta : Perhimpunan
Reumatologi Indonesia)
Guideline

Gambar 2. Algoritma Pengobatan DM Tipe 2

(Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2021).


Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
Dewasa di Indonesia. Jakarta : PERKENI)
Guideline
Gambar 3. Algoritma Pengobatan Kolesterol

Sumber: PERKENI Pedoman Pengelolaan Dislipidemia di


Indonesia 2019
Pengobatan Lini
Pertama
1. Diabetes Mellitus

(Sumber : PERKENI)
Pengobatan Lini
Pertama
2. Asam Urat

Michelle A. Fravel et al. Widyanto, F W. (2014) Artritis


Pharmacotherapy A Gout dan Perkembangannya.
PathophysiologicApproach, 9th Journal UMM Vol 10 No. 2 ; Hal
Ed. 74 Gout and Hyperuricemia 145 – 152
Pengobatan Lini
Pertama
3. Kolesterol

Statin (inhibitor HMG-CoA reduktase)


Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan terbukti aman
tanpa efek samping yang berarti. Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol LDL, statin juga
mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan TG. Berbagai jenis statin dapat
menurunkan kolesterol LDL 18-55%, meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan menurunkan TG 7-
30%. Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA reduktase.

Statin terbukti dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular, maka obat ini adalah
pilihan pertama bagi pasien dengan tingkat risiko tinggi dan sangat tinggi yang mempunyai
konsentrasi TG moderat. Statin potensi tinggi seperti atorvastatin dan rosuvastatin, terutama pada
dosis tinggi, terbukti mampu menurunkan konsentrasi TG.

(Sumber: PERKI Pedoman Tatalaksana


Dislipidemia Edisi ke 1 2013)
Plan Terapi Farmakologi
1. Insulin

(Sumber: PERKENI Pedoman Petunjuk


Praktis Terapi Insulin Pada Pasien
Diabetes Melitus 2021)
Plan Terapi
2. Atorvastatin 40 mg 1xsehari
3. Allopurinol 100 mg 1xsehari
Farmakologi
4. Vitamin C 500mg, Vitamin D 1000 IU, Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
5. Antivirus :
remdesivir : hari pertama 200 mg/hari, hari ke-5 sampai ke-10 100 mg/hari
Molnupiravir : 200 mg diberikan dengan dosis 800 mg/12 jam selama 5 hari [rekomen karna oral]
6. Deksametason : 6 mg/24 jam dalam 10 hari
7. anti IL-6 : Actemra (tocilizumab) : 8 mg/kgBB maksimal 800 mg per dosis
8. Terapi cairan dan nutrisi :
pemantauan status hidrasi dan oksigen serta terapi non farmakologis lainnya
9. Antibiotic :
(tidak diperlukan kecuali terdeteksi penyakit lain penyakit infeksi bakteri)
10. Antikoagulan :
Enoxaparin 1 mg/kg 2x sehari secara SC
Terapi Non Farmakologi
Terapi Oksigen Plan
• Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 94%
• Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1
jam atau terjadi perburukan klinis.
• Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat
mempertahankan target SpO2 92 - 96%
• Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
• Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika o Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit) o
• Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%) o Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
• Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan
akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
• Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks ROX.
• Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan
bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
• Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi
perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV.
• De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga
mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L.
• Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 40%.
• Perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan alat HFNC membutuhkan ketersediaan suplai oksigen yang sangat tinggi.

Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas


(Sumber: Pedoman Tatalaksana Covid Edisi 4 2022)
PIO Terapi Farmakologi
1. Facemask reserpoir 15 liter/menit
- Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.
- Mencuci tangan dan pasang sarung tangan
- Mengatur posisi dengan semi fowler
- Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan sesuai order
(lihat batas maximal pemberian aliran tergantung jenis oksigen) kemudian
observasi humidifier pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung.
- Menempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung klien dan atur pengikat
untuk kenyamanan klien
- Periksa kecepatan aliran tiap 6 – 8 jam , catat kecepatan aliran oksigen , rute
pemberian, dan respon klien
- Buka sarung tangan dan cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
- Mencatat dalam lembaran catatan perawatan

(https://ppid.sumbarprov.go.id/images/2019/04/file/SPO_Pemasangan_Oksigen_REVISI.docx)
PIO Terapi Farmakologi
2. Insulin IV (Glargine Lantus)
- Dosis penggunaan : 0.2 – 10 unit/kg, satu kali sehari
- Waktu pemberian : sebelum makan
- Efek samping : hipoglikemik, reaksi local terhadap suntikan insulin, edema
insulin
- Cara pakai : 1. Mencuci tangan terlebih dahulu, 2. Siapkan insulin pen, jarum,
kapas alkohol dan tempat sampah, 3. Sebelum digunakan, periksa tanggal
kadaluarsa, warna dan kejernihan insulin, 4. Persiapkan insulin pen dan lepaskan
penutup insulin pen Pastikan insulin tidak menggumpal dengan memutar mutar
insulin pen sampai gumpalan hilang secara perlahan (jangan dikocok), 5.
Lepaskan kertas pembungkus dan tutup jarum, 6. Pastikan insulin pen siap
digunakan, 7. Atur dosis sesuai anjuran dokter, 8. Pilih lokasi bagian tubuh yang
akan disuntik, 9. Suntikan insulin, 10. Persiapkan insulin pen untuk penggunaan
berikutnya, 11. Simpan kembali insulin pen untuk digunakan ke pemakaian
selanjutnya, 12. Cuci tangan setelah selesai menggunakan insulin pen.

(https://ppid.sumbarprov.go.id/images/2019/04/file/SPO_Pemasangan_Oksigen_REVISI.docx)
PIO Terapi Farmakologi
3. Atorvastatin
- Dosis penggunaan: 40mg/2x sehari
- Dosis maksimal: 80 mg/hari
- Waktu penggunaan: sebaiknya selalu sama setiap malam hari sebelum tidur setelah
makan.
- Tablet harus ditelan utuh dan diminum dengan segelas penuh air.
- Tidak boleh berhenti minum obat secara mendadak tanpa bertanya kepada dokter.
- Bila anda lupa minum obat, segera gunakan dosis obat yang terlupakan ketika ingat.
Tetapi jika waktunya mendekati dosis berikutnya, lewati dosis tersebut, kemudian
lanjutkan menggunakan obat sesuai jadwal berikutnya. JANGAN minum dua
dosissekaligus.
- Penyimpanan: Simpan obat dalam kemasannya, tertutup rapat dan jauhkan dari
jangkauan anak-anak. Simpan tablet pada suhu 20 - 250 C.
- Efek samping: sakit atau kelemahan pada otot, demam, mual, sakit pada daerah dada,
nafsu makan berkurang, rasa gatal dengan bintik merah, warna air kencing gelap, kulit
dan mata berwarna kuning, nafsu makan berkurang

(https://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wpcontent/uploads/2022/08/ATORVASTATIN.pdf)
PIO Terapi Farmakologi
5. Vitamin C
- Dosis pemakaian : 500 mg/1x sehari
- Dosis maksimal : 2000 mg/hari
- Waktu pemakaian : sesudah makan
- Tablet harus ditelan utuh dan diminum dengan segelas air putih.
- Bila anda lupa minum obat, segera minum dosis obat yang terlupakan ketika
ingat, tetapi jika waktunya mendekati dosis berikutnya, lewati dosis tersebut.
Kemudian dilanjutkan menggunakan obat sesuai jadwal berikutnya, JANGAN
minum dua obat sekaligus
- Efek samping: sakit pinggang, sakit kepala, diare, mual, muntah, dispepsia,
hiperoksaluria, fotosensitif
- Penyimpanan: Simpan obat dalam kemasannya, tertutup rapat dan jauhkan dari
jangkauan anak-anak. Simpan tablet, kapsul, dan sirup pada suhu kamar di
tempat yang sejuk dan kering, lindungi dari cahaya jangan di simpan di lemari
pendingin atau freezer

https://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2022/09/Vitamin-C.pdf
PIO Terapi Farmakologi
6. Vitamin D 1000 IU
- Dosis pemakaian : 1000 IU/1x sehari
- Dosis maksimal : 4000 IU/hari sampai mencapai kadar
serum 25(OH)D yang optimum (40 – 60 ng/ml) selama
maksimal 30 hari penggunaan
- Waktu pemakaian : setelah makan

- Efek samping : hentikan penggunaan apabila terjadi


gejala alergi, antara lain wajah/lidah/bibir bengkak, susah
menelan, gatal-gatal, pruritus, ruam, urtikaria, dan sulit
bernafas.

https://asrot.pom.go.id/asrot/index.php/download/dataannounce2/344/Keputusan%20Kepala
%20BPOM%20HK.02.02.1.2.12.21.468%20Tahun%202020.pdf
Mekanisme
1. Insulin

Mekanisme kerja insulin terjadi di hepar dan jaringan perifer. Pada hepar, glukosa
dalam darah dan hepar tidak ada barier sehingga dapat keluar-masuk. Namun
glukosa tidak dapat langsung diolah, tapi harus melalui pemotongan enzim
glukokinase yang diaktifkan oleh insulin. Sehingga glukosa dapat dirubah menjadi
glukosa 6-fosfat, kemudian baru dapat dimetbolisme selanjutnya, melalui antara
lain HMP shunt, glikolisis, glikogenesis. Upaya ini untuk menurunkan kadar glukosa
darah.
Mekanisme
2. Atorvastatin
Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA reduktase. Efeknya
dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL dan
VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga
meningkatkan pembersihan kolesterol LDL. Dalam keadaan hipertrigliseridemia
(tidak berlaku bagi normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL.
Mekanisme
3. Allopurinol
Allopurinol sebagai inhibitor xanthine oksidase bekerja dengan cara
menghambat pusat molybdenum pterin dimana itu adalah tempat aktif
dari xanthine oksidase. Xanthine oksidase dalam hal ini butuh untuk
membantu proses oksidasi hipoxanthine dan xanthine sehingga berubah
menjadi asam urat yang berada dalam tubuh.
Mekanisme
4. Vitamin C
Pada manusia, sumber eksogen asam askorbat diperlukan
untuk pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan dengan
bertindak sebagai kofaktor dalam pembentukan pascatranslasi
4-hidroksiprolin dalam urutan -Xaa-Pro-Gly- dalam kolagen dan
protein lainnya. Asam askorbat dioksidasi secara reversibel
menjadi asam dehidroaskorbat dalam tubuh. Kedua bentuk
vitamin ini diyakini penting dalam reaksi oksidasi-reduksi.
Vitamin ini terlibat dalam metabolisme tirosin, konversi asam
folat menjadi asam folinat, metabolisme karbohidrat, sintesis
lipid dan protein, metabolisme zat besi, resistensi terhadap
infeksi, dan respirasi sel.
Mekanisme
5. Vitamin D
Bentuk hormonal vitamin D, 1,25(OH)2D, adalah ligan untuk faktor
transkripsi, reseptor vitamin D (VDR). Sebagian besar jika tidak semua
efek 1,25(OH)2D dimediasi oleh VDR yang bertindak terutama dengan
mengatur ekspresi gen yang promotornya mengandung sekuens DNA
spesifik yang dikenal sebagai elemen respons vitamin D (VDRE). Ada
ribuan VDRE di seluruh gen, seringkali ribuan pasangan basa jauh dari
bagian pengkodean dari gen yang diatur. Namun, beberapa tindakan
1,25(OH)2D lebih cepat, dan mungkin dimediasi oleh reseptor vitamin
D terikat membran yang memiliki karakteristik yang kurang baik
dibandingkan VDR nuklir atau oleh VDR yang bekerja di luar nukleus.
Di sisi lain, beberapa aksi VDR tidak memerlukan ligan 1,25(OH)2D.
Pemahaman kami tentang mekanisme di mana VDR mengatur
ekspresi gen telah meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir.
Mekanisme
6. Vitamin B1
Thiamin adalah vitamin yang larut dalam air dan diserap ke dalam
darah dari saluran pencernaan. Kemudian beredar dalam darah dan
akhirnya dikeluarkan melalui urin. Sejumlah kecil thiamin disimpan di
hati, jantung, ginjal, dan otak, tetapi hanya untuk jangka waktu yang
singkat. Dalam darah, enzim thiamin diphosphokinase mengubah
thiamin menjadi bentuk aktifnya, thiamin pyrophosphate (TPP). TPP
memainkan peran yang berbeda selama berbagai langkah
metabolisme, glikolisis, siklus Krebs, dan jalur pentosa fosfat.
Kehadiran TPP diperlukan oleh enzim transketolase eritrosit selama
jalur pentosa fosfat sintesis nukleotida dan menyediakan nikotinamida
adenin dinukleotida fosfat tereduksi untuk beberapa jalur sintetis
Mekanisme
7. Remdesivir
Remdesivir adalah analog nukleotida adenin dengan aktivitas antivirus spektrum
luas terhadap berbagai virus RNA, seperti SARS, MERS, dan Ebola. Remdesivir
mengalami konversi metabolik yang efisien dalam sel dan jaringan menjadi
metabolit nukleosida trifosfat aktif yang menghambat virus RNA-dependent RNA
polimerase (RdRp), tetapi tidak menghambat RdRp pasien. Dengan demikian,
remdesivir menghambat COVID19 pada tahap awal replikasi virus.
Mekanisme
8. Deksametason
Deksametason adalah glukokortikoid kuat dengan aktivitas mineralokortikoid yang sangat sedikit, jika ada. Efek
deksametason pada tubuh terjadi dalam berbagai cara. Ia bekerja dengan menekan migrasi neutrofil dan mengurangi
proliferasi koloni limfosit. Membran kapiler juga menjadi kurang permeabel. Membran lisosom telah meningkatkan
stabilitas. Ada konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa vitamin A dalam serum, prostaglandin, dan beberapa sitokin
(interleukin-1, interleukin-12, interleukin-18, faktor nekrosis tumor, interferon-gamma, dan faktor perangsang koloni
granulosit-makrofag) menjadi terhambat. Peningkatan kadar surfaktan dan peningkatan sirkulasi paru juga telah
ditunjukkan dengan deksametason. Deksametason dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan terutama dalam urin.
COVID-19 menghasilkan keadaan hiperinflamasi. Oleh karena itu efektivitas terapi deksametason kemungkinan karena
aktivitas anti-inflamasi glukokortikoid yang luas. Dalam uji klinis pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit,
penggunaan deksametason menghasilkan angka kematian 28 hari yang lebih rendah di antara mereka yang menerima
ventilasi mekanis atau oksigen.
Mekanisme
9. Actemra
Sebagai pemicu inflamasi, IL-6 sangat diekspresikan pada pasien COVID-19, dan dapat menginduksi diferensiasi limfosit B
dan produksi antibodi, dan juga berpartisipasi dalam respons imun tubuh dengan menginduksi proliferasi dan
diferensiasi limfosit T. Setelah infeksi SARS-CoV-2, limfosit CD4+T dengan cepat diaktifkan menjadi sel Th 1 patogen dan
menghasilkan GM-CSF, dll. Lingkungan sitokin menginduksi monosit CD14+CD16+ inflamasi dengan ekspresi tinggi IL-6
dan mempercepat peradangan. Sel-sel kekebalan yang menyimpang dan berlebihan ini dapat memasuki sirkulasi paru
dalam jumlah besar dan memainkan peran merusak kekebalan dalam menyebabkan kecacatan fungsional paru-paru dan
kematian yang cepat. IL-6 juga dianggap sebagai mediator utama CRS. Dengan demikian, obat target yang menghambat
IL-6 dapat memblokir CRS atau badai sitokin.
Sebagai antibodi monoklonal yang dapat memusuhi reseptor IL-6, tocilizumab memiliki prospek yang menjanjikan.
Berdasarkan kemanjuran beberapa penelitian tentang CRS, tocilizumab saat ini disetujui oleh FDA AS untuk pengobatan
CRS parah selain arthritis idiopatik, rheumatoid arthritis, dan arteritis sel raksasa. Secara signifikan, “Diagnosis dan
Rencana Perawatan Novel Coronavirus Pneumonia (edisi percobaan ketujuh)” di Cina merekomendasikan bahwa
tocilizumab dapat digunakan pada pasien dengan lesi paru bilateral yang luas dan penyakit paru-paru parah, yang
mengalami peningkatan kadar IL-6 dalam tes laboratorium .
Mekanisme
9. Actemra
Mekanisme tocilizumab dalam pengobatan COVID-19 masih belum jelas. Menurut penelitian sebelumnya, IL-6
disekresikan oleh hampir semua sel stroma dan sel sistem kekebalan tubuh, seperti limfosit B, limfosit T, makrofag,
monosit, sel dendritik, sel mast dan non-limfosit lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, keratinosit, sel mesangial
glomerulus dan sel tumor. Dalam keadaan normal, kadar IL-6 dalam tubuh sangat rendah, dan dapat dengan cepat
disintesis untuk memperkuat fungsi pertahanan tubuh ketika terjadi infeksi atau cedera. Pelepasan IL-6 yang berlebihan
dapat menyebabkan CRS, dan semakin parah CRS, semakin tinggi konsentrasi puncak serum IL-6.
Mekanisme
10. Enoxaparin
Enoxaparin adalah jenis heparin berat molekul rendah
(LMWHs) dengan berat molekul rata-rata 4000 hingga 5000.
Ini memiliki onset kerja segera ketika diberikan dalam bentuk
intravena. Ini mengikat dan mempotensiasi antitrombin III,
inhibitor protease serin, untuk membentuk kompleks yang
secara ireversibel menonaktifkan faktor Xa.[4] Enoxaparin
memiliki aktivitas yang lebih kecil terhadap faktor IIa
(trombin) dibandingkan dengan heparin tidak terfraksi.
Alasan Pemilihan Obat
1. Facemask reservoir 15 liter/menit
Dikerenakan pasien memiliki saturasi oksigen <93% yaitu 89%
sehingga masuk kedalam kategori kritis. Berdasarkan literatur
pedoman tatalaksana Covid-19, Inisiasi terapi oksigen dalam
kasus tersebut menggunakan NRM 15L/menit. Selain itu pasien
juga mengalami hipoksia sedang-berat.
Alasan Pemilihan Obat
2. Insulin IV (Glargine: Lantus)
Pemilihan Lantus yang merupakan Long-Acting Insulin
dikarenakan pada penderita diabetes tipe 2, tubuh masih
bisa memproduksi insulin secara alami meski jumlahnya
tidak mencukupi atau sel-sel di dalam tubuh tidak sensitif
terhadap efek hormon tersebut. Insulin basal merupakan
formulasi insulin inisial untuk pasien dengan DMT2. Dosis
awal bergantung pada berat badan (5 → 10 IU perhari atau
0,1 → 0,2 IU/kgBB/hari) dan episode hiperglikemia, selain
itu insulin ini memerlukan penyesuaian.
Alasan Pemilihan Obat
3. Atorvastatin
Dikarenakan pasien memiliki kadar LDL (kolesterol jahat)
sebesar 170mg/dl dengan kategori tinggi maka dipilih lini
pertama yaitu Atorvastatin dengan dosis 40 mg untuk
sekali minum dalam sehari. Dosis maksimal 80 mg perhari.
Alasan Pemilihan Obat
4. Allopurinol
Karena pasien memiliki kadar asam urat melebihi normal
(6 mg/dL) yaitu 9 mg/dL sehingga dapat ditanyakan pasien
mengalami gout sehingga dipilih allopurinol 100 mg tab
yang merupakan lini pertama dari pengobatan gout
Alasan Pemilihan Obat
5. Vitamin C, Vitamin D, Vitamin
B1
Dalam penanganan Covid pasti diberikan
vitamin dan suplemen untuk membantu
proses penyembuhan. Pada kasus ini pasien
ditanyakan dalam klasifikasi berat-kritis
dengan komorbid DMT2 sehingga diperlukan
untuk memberi vitamin C, D, dan B1.
Alasan Pemilihan Obat
6. Remdesivir (Antiviral)
Dipilih remdesivir sebagai antiviral karena merupakan
lini pertama pengobatan antiviral pada pasien covid-
19. Remdesivir juga direkomendasikan untuk diberikan
kepada pasien dengan kasus berat-kritis.
Alasan Pemilihan Obat
7. Deksametason
Deksametason merupakan obat golongan
kortikosteroid sebagai antiradang. Pada kasus Covid-
19, deksametason masuk kedalam lini pengobatan
yang penggunaannya sebagai antiinflamasi. Dalam hal
ini deksametason dipilih untuk melengkapi
Tocilizumab yang merupakan Anti-IL6 yang mana
penggunaannya harus dibersamai dengan
kortikosteroid.
Alasan Pemilihan Obat
8. Actemra (Tocilizumab: Anti-IL6)
Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal yang
berperan sebagai imunosupresor yang memblokir
reseptor IL-6 sehingga dapat mencegah terjadinya
badai sitokin sebagai penyebab terjadinya ARDS,
meningkatkan status klinis, dan menurunkan angka
kematian pada pasien COVID-19. Actemra dengan
dosis 20 mg/ml merupakan suatu merek dagang yang
mengandung tocilizumab.
Alasan Pemilihan Obat
9. Enoxaparin
Infeksi COVID-19 dikaitkan dengan inflamasi dan keadaan
protrombotik, yang ditandai dengan peningkatan fibrin, produk
degradasi fibrin, fibrinogen, dan D-dimer. Antikoagulan
parenteral yang bekerja cepat, seperti UFH, LMWH atau
fondaparinuks. Penggunaan LMWH dan fondaparinuks lebih
diutamakan karena memiliki risiko perdarahan yang lebih
rendah dibandingkan UFH. Enoksaparin yang termasuk dalam
low molecular weight heparin (LMWH) dapat dipertimbangkan
untuk tromboprofilaksis.
DRPs
1. Dexamethasone x insulin (moderate)
Dilakukan monitoring kemanjuran insulin dan agen antidiabetes lainnya dapat dikurangi dengan obat-obatan tertentu,
termasuk antipsikotik atipikal, kortikosteroid, diuretik, isoniazid, megestrol, omacetaxine, karena Obat ini dapat
mengganggu kontrol glukosa darah karena dapat menyebabkan hiperglikemia, intoleransi glukosa, diabetes mellitus onset
baru, dan/atau eksaserbasi diabetes yang sudah ada sebelumnya.
Saran : disarankan dilakukan pemantauan atau perhatian ketika obat yang dapat mengganggu metabolisme glukosa
diresepkan untuk pasien diabetes.
2. Atorvastatin x Deksametason (moderate)
Dilakukan monitoring karena pemberian secara bersamaan akan menurunkan konsentrasi plasma atorvastatin dan
metabolit aktifnya yang semuanya merupakan subtract isoenzim.
Saran : jika digunakan seccara bersamaan dan terjadi penurunan efek farmakologis dari atorvastatin atau salah satu obat,
maka penggunaan bersamaan dipertimbangkan.
3. Atorvastatin x tocilizumab (moderate)
Dilakukan monitoring konsentrasi plasma obat dapat menurun setelah inisiasi penghambat interleukin (IL), penghambat
faktor nekrosis tumor (TNF), atau penghambat interferon (IFN) pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis.
Saran : dilakukan perhatian khusus terhadap pasien yang menerima resep obat bersamaan dengan pemantauan klinis
dan/atau laboratorium harus dipertimbangkan setelah inisiasi atau penghentian pengobatan tersebut.
DRPs
4. Atorvastatin x remdesivir (moderate)
Hindari Penggunaan remdesivir secara bersamaan dengan agen lain yang diketahui menyebabkan
hepatotoksisitas secara teoritis dapat meningkatkan risiko cedera hati.
Saran : Sampai informasi lebih lanjut tersedia, penggunaan remdesivir bersamaan dengan obat
hepatotoksik yang diketahui harus dihindari jika memungkinkan.
5. Tocilizumab x remdesivir (moderate)
Hindari Penggunaan remdesivir secara bersamaan dengan agen lain yang diketahui menyebabkan
hepatotoksisitas secara teoritis dapat meningkatkan risiko cedera hati.
Saran: Sampai informasi lebih lanjut tersedia, penggunaan remdesivir bersamaan dengan obat
hepatotoksik yang diketahui harus dihindari jika memungkinkan. Fungsi hati harus dievaluasi sebelum
memulai remdesivir dan dipantau selama pengobatan yang sesuai secara klinis.
6. Dexamethasone x vitamin d (minor)
Monitoring Plan Asuhan
Pasien dibawa ke
Kefarmasian
Pemberian perhatian
terhadap pengobatan
1 1
ICU pada pasien
Pemantauan gula
darah, kolesterol, Dilakukan
2 2
asam urat pemantauan obat

Mengevaluasi
3 Cek tanda vital 3
penggunaan obat
Monitoring Plan
Lakukan pemeriksaan rutin terhadap suhu tubuh, kadar gula darah, saturasi
oksigen, kadar asam urat dan parameter kolesterol. Pasien dianjurkan
untuk mengonsumsi makanan rendah lemak dan latihan fisik secara
teratur. Konsumsi obat komorbid tetap dilakukan disertai obat Covid-19.
Selain itu periksa penggunaan obat apakah tepat penggunaannya,
regimen dosis, keamanannya, terdapat reaksi alergi atau tidak, terdapat
efek samping yang tidak diinginkan atau tidak, dan lain-lain.
Kasus 2
Ny. Wigati , berusia 35 tahun yang dirujuk ke Unit Gawat
Darurat di rumah sakit dengan riwayat 3-4 minggu batuk
produktif yang awalnya berupa sputum kuning, tetapi
sekarang disertai dengan adanya darah dalam dahak
selama 3 hari terakhir. Seiring dengan batuk, pasien juga
mengeluh demam subyektif, menggigil, berkeringat di
malam hari, sesak napas, nyeri dada pleuritis, kelelahan,
dan berat badan turun yang tidak disengaja selama
beberapa minggu terakhir. Tanda Vital : tekanan darah :
131/70 mmHg, denyut nadi : 94, laju pernafasan : 24, suhu :
38,8 C, Berat Badan : 68 kg, Tinggi badan : 160 cm
Berdasarkan ujinya, hasilnya positif basil tuberkel.
Problem medik
Batuk berdarah, demam, TBC, prehipertensi

Subject
- Nama : Ny. Wigati
- Usia : 35 tahun
- Berat Badan : 68 Kg
- Tinggi Badan : 160 cm
Object

Keluhan :
•3-4 minggu batuk produktif berawal sputum
kuning   Objek Nilai Normal
•Tiga hari terakhir terdapat darah dalam dahak. Tekanan darah 131/70 mmHg (Pra- 120/80 mmHg
•Batuk disertai demam subyektif, menggigil, Hipertensi)
berkeringat di malam hari Denyut nadi 94 kali/menit (Normal) 60-100kali/menit
•Sesak napas
Laju 24kali/menit (Normal) ≤ 28 x per menit
•Nyeri dada pleuritis
•Kelelahan, pernafasan
•Berat badan turun yang tidak disengaja selama Suhu 38,8 C (Tinggi) 36,5 – 37,2 C
beberapa minggu terakhir
Analisa
Pasien mengalami batuk produktif atau batuk berdahak lebih dari 3-4
minggu, disertai darah dalam 3 hari terakhir yang artinya menunjukan
adanya infeksi dan peradangan pada saluran pernapasan. (Ringel E, 2009).
Dengan keluhan dan tanda vital pasien yang telah diketahui, dilakukanlah
tes lab dan menunjukan hasil positif tuberkel. Oleh karena itu, pasien
didiagnosis menderita TBC. (Infodatin, 2018)
Guideline
Guideline
Lini 2 (Permenkes n0 67, 2016, hal 94)
Penanganan Pasien TB-RO (TB-Resistensi Obat)/TB-RR (TB- Resisten Rifampisin)
TB-RO : Keadaan M. tuberculosis sudah tidak dapat dibunuh dengan obat anti TB (OAT) lini pertama.
1. Prinsip Pengobatan TB-RO ~ Strategi DOTS
a. Semua pasien yang sudah terbukti TB RO/TB-RR berdasarkan uji kepekaan M. tuberculosis baik dengan TCM TB atau
metode konvensional ~ dilakukan pengobatan TB RO yang baku dan bermutu.
b. persiapan awal, serta pemeriksaan penunjang.
c. Paduan standar OAT TB RO mengandung OAT lini kedua dan lini pertama. *Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan
bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru
d. Penetapan pengobatan dan perubahan dosis dan frekuensi pemberian OAT MDR diputuskan oleh dokter dan/TAK
yang sudah dilatih, *dengan masukan dari tim terapik jika diperlukan.
e. Inisiasi pengobatan TB RO : di Puskesmas ~ Pemeriksaan Laboratorium penunjang *dapat dilakukan dengan
melakukan jejaring rujukan ke RS Rujukan.
f. Jika disertai penyulit yang tidak dapat ditangani di Puskesmas, rujukan ke RS harus dilakukan
g. Prinsip ambulatory :. Hanya pasien dengan kondisi dan atau komplikasi khusus yang memerlukan rawat inap di RS
atau fasyankes.
h. Pengawasan menelan obat dilakukan oleh petugas kesehatan di fasyankes. Jika OAT MDR diberikan dirumah,
pengawasan menelan obat dapat dilakukan oleh petugas kesehatan/kader/keluarga pasien dengan sebelumnya sudah
disepakati oleh petugas kesehatan dan pasien.
i. Pasien TB RO yang memulai pengobatan TB MDR di RS Rujukan dapat dilanjutkan pengobatannya di
Puskesmas/fasyankes terdekat dengan tempat tinggal pasien. Proses desentralisasi (perpindahan) pasien dari RS
Rujukan ke Puskesmas/Fasyankes dilakukan dengan persiapan sebelumnya.
Guideline
1) Pengobatan TB-RO Standar Konvensional (20-26 bulan)

Florokuinolon ~ Levofloxacin/Moksifloksasin
Kanamisin ~ Kapreomisin
2) Pengobatan TB-RO Jangka Pendek (9-11 bulan)

3) Pengobatan TB-RO Individual


a. Resisten Kanamisin
b. Resist florokuinolon
c. Resist Kanamisin dan florokuinolon
4) OAT Grup 5 : Bedaquilin, Linezolide, Clofazimine
Terapi Non Farmakologi
Plan
Terapi Farmakologi Istirahat yang cukup
Tuberkulosis (Selama 2 bulan) Menjaga pola makan dan pola hidup yang sehat
(R) Rifampicin 150 mg 4x sehari Rutin berolahraga
(H) Isoniazid 75 mg 4x sehari Cukupi kebutuhan air mineral
(Z) Pyrazinamide 400 mg 4x sehari
Rekomendasi
(E) Ethambutol 270 mg 4x sehari
Cek HIV
Setelah 2 bulan, selama 4 bulan Cek BTA
Rifampisin 150 mg 4x sehari Pernah menderita TB/tidak
Isoniazid 75 mg 4x sehari Foto toraks : untuk mengetahui Ro / lesi
Hipertensi
Karna masih pre hipertensi sehingga tidak
direkomendasikan untuk diberikan obat anti-
hipertensi.
PIO Terapi
Tuberkulosis (Selama 2 bulan)
(H) Isoniazid 75 mg 4x sehari Farmakologi
Waktu Penggunaan : 4 x sehari, setiap 3 jam sekali
Efek samping : Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik,
tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku,
depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk
morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis.
Hal lain yg mungkin timbul :
Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi.
Lama penggunaan obat :
Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan petunjuk. Upayakan jangan lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua
kali pada hari berikutnya.
Penyimpanan Obat
Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung Simpan ditempat kering dan tidak lembab
Cara Penggunaan yang Benar
Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami kulit gatal, merasakan panas, sakit kepala yang tidak
tertahankan, atau kesulitan melihat cahaya, kurang nafsu makan, mual, muntah, merasa terbakar, pada tangan dan kaki.
Menghindari meminum alokhol
Jangan makan keju, ikan tuna dan sardin karena mungkin menimbulkan reaksi.
Apabila lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya
PIO Terapi
Tuberkulosis (Selama 2 bulan)
(R) Rifampicin 150 mg 4x sehari Farmakologi
Waktu penggunaan obat :4 x sehari, setiap 3 jam sekali
Efek samping : Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare,
SSP: letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor,
gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara ( jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit,
sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel).
Hal lain yang mungkin timbul : Hati hati penggunaan pada : penyakit hati, riwayat alkoholisma, penggunaan bersamaan dengan
obat hepatotoksik lain.
Cara penggunaan obat yang benar : Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk
dokter / petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari
berikutnya
Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas.
Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum
obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan
waktu / dosis berikutnya.
Penyimpanan obat yang benar :
Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung Simpan ditempat kering dan tidak lembab
Jangan disimpan obat yang berlebih atau obat yang dibatalkan penggunaannya
PIO Terapi
Tuberkulosis (Selama 2 bulan)
(Z) Pyrazinamide 400 mg 4x sehari Farmakologi
Waktu penggunaan obat :4 x sehari, setiap 3 jam sekali
Efek samping : Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah,
artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada:
penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna;
penderita dengan riwayat tukak peptik.
Hal lain yang mungkin timbul : Hanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberkulosis dengan pirazinamid , namun dapat
dipakai secara tunggal mengobati penderita yang telah resisten terhadap obat kombinasi. Obat ini dapat menghambat ekskresi
asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam
uratnya.
Informasi u/ pasien : Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk dokter / petugas
kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya. Harus
disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas. Harus dipakai setiap hari atau
sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat
waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu / dosis berikutnya. • Minum sesuai
jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.
Penyimpanan obat yang benar : Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung. Simpan ditempat
kering dan tidak lembab
Untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas
PIO Terapi
Tuberkulosis (Selama 2 bulan)
(E) Ethambutol 270 mg 4x sehari
Farmakologi
Waktu penggunaan obat :4 x sehari, setiap 3 jam sekali (perut terisi/sesudah makan)
Efek samping : Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan
penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera
dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi,
mual, muntah dan sakit perut.
Hal lain yang mungkin timbul : Jika Etambutol dipakai, diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum pengobatan. Turunkan
dosis pd gangguan fungsi ginjal; usia lanjut; kehamilan; ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan
Interaksi : Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol. Jika dieprlukan
garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam.
Informasi u/ pasien : alergi yang pernah dialami karena etambutol, Penggunaan obat lain bila menggunakan Etambutol
Cara penggunaan obat yang benar : Obat ini diminum dengan makanan atau pada saat perut isi. Harus disesuaikan dengan
berat badan, sehingga perlu diberitahukan perubahan berat badan kepada petugas. Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan
dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu
sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu / dosis berikutnya. Minum sesuai jadwal
yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari. Sampaikan kepada dokter / petugas
kesehatan lain jika mengalami rasa sakit pada sendi, sakit pada mata, gangguan penglihatan, demam, merasa terbakar. Khusus
untuk gangguan mata dapat menghubungi dokter mata
Penyimpanan obat yang benar : Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung. Simpan ditempat
kering dan lembab
PIO Terapi
Tuberkulosis (Setelah 2 bulan, selama 4 bulan)
(H) Isoniazid 75 mg 4x sehari Farmakologi
Waktu Penggunaan : 4 x sehari, setiap 3 jam sekali
Efek samping : Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik,
tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku,
depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk
morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis.
Hal lain yg mungkin timbul :
Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi.
Lama penggunaan obat :
Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan petunjuk. Upayakan jangan lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua
kali pada hari berikutnya.
Penyimpanan Obat
Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung Simpan ditempat kering dan tidak lembab
Cara Penggunaan yang Benar
Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami kulit gatal, merasakan panas, sakit kepala yang tidak
tertahankan, atau kesulitan melihat cahaya, kurang nafsu makan, mual, muntah, merasa terbakar, pada tangan dan kaki.
Menghindari meminum alokhol
Jangan makan keju, ikan tuna dan sardin karena mungkin menimbulkan reaksi.
Apabila lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya
PIO Terapi
Farmakologi
Tuberkulosis (Setelah 2 bulan, selama 4 bulan)
(R) Rifampicin 150 mg 4x sehari
Waktu penggunaan obat :4 x sehari, setiap 3 jam sekali
Efek samping : Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare,
SSP: letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor,
gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara ( jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit,
sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel).
Hal lain yang mungkin timbul : Hati hati penggunaan pada : penyakit hati, riwayat alkoholisma, penggunaan bersamaan dengan
obat hepatotoksik lain.
Cara penggunaan obat yang benar : Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau petunjuk
dokter / petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari
berikutnya
Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan kepada petugas.
Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum
obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan
waktu / dosis berikutnya.
Penyimpanan obat yang benar :
Jauh dari jangkauan anak –anak. Dihindari dari panas dan cahaya langsung Simpan ditempat kering dan tidak lembab
Jangan disimpan obat yang berlebih atau obat yang dibatalkan penggunaannya
Mekanisme
A. Isoniazid
Isoniazid bekerja dengan cara menghambat sintesis asam
mikolat atau mycolic acids, yang dimana senyawa tsb
merupakan komponen penting pada dinding sel
mikobakteri. Isoniazid adalah obat yang diaktifkan oleh KatG
(mikobakteri katalase-peroksidase). Ketika isoniazid dalam
bentuk aktif ditandakan dengan terbentuknya kompleks kovalen
dengan acyl carrier protein (AcpM) dan KasA, protein pembawa
beta-ketoasil sintetase, yang kemudian menghambat sintesis
asam mikolat.
Mekanisme
B. Rifampisin
Mekanisme kerja dari Rifampisin ini akan berikatan dengan
subunit β dari DNA-dependent bacterial RNA polimerase dan
kemudian menghambat sintesis RNA.
Mekanisme
C. Pirazinamide
Mekanisme kerja dari Pirazinamide adalah terjadinya perubahan
dari pyrazinamide diubah menjadi asam pirazinoat (bentuk aktif
dari obat) oleh mikobakteri pirazinamidase, yang dikodekan oleh
pncA. Asam pirazinoat mengganggu metabolism dari membran
sel mikobakteri dan fungsi transportasinya.
Mekanisme
D. Etambutol
Mekanismek kerja dari Etambutol yaitu menghambat mikobakteri
arabinosyl transferases, yang dikodekan oleh operon embCAB.
Arabinosil transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi
arabinoglikan yang merupakan komponen penting dari dinding
sel mikobakteri.
Alasan Pemilihan Obat
Pemilihan obat didasarkan pada terapi lini pertama
tbc yaitu RHZE. penambahan terapi obat lain
diperlukan jika terjadinya efek samping yg merugikan
pada pasien.
Sumber :
● Katzung, BG. Basic & Clinical
Pharmacology 14th Edition. 2018. New
York : Mcgraw-Hill Education.
● Goodman., Gillman. Pharmacotherapy
Handbook Tenth Edition. 2017. New York :
Mcgraw-Hill Education.
● DEPKES RI. PHRMACEUTICAL CARE
UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSIS. 2005.
DRPs
2 bulan terapi
1. Isoniazid x Rifampicin (mayor)
Terus dimonitoring karena resiko terjadinya hepatotoksisitas lebih besar bila rifampisin dan isoniazid diberikan secara
bersamaan .
Saran : Tidak diberikan secara bersamaan.
2. Rifampicin x pyrazinamide (mayor)
Rifampisin dan pirazinamid untuk pengobatan infeksi tuberkulosis telah dikaitkan dengan cedera hati yang mengakibatkan
tingginya tingkat rawat inap dan kematian. Mekanisme pasti interaksi tidak diketahui, meskipun kedua agen secara
individual hepatotoksik dan mungkin memiliki efek aditif pada hati selama pemberian bersama.
Saran : lebih baik dihindari penggunaan secara bersamaannya.
3. Ethambutol x isoniazid (moderate)
Dilakukan monitoring karena risiko neuropati perifer dapat meningkat selama penggunaan bersamaan . Faktor risiko
pasien antara lain diabetes dan usia di atas 60 tahun. Dalam beberapa kasus, neuropati dapat berkembang atau menjadi
ireversibel meskipun pengobatan dihentikan.
Saran : selama penggunaan bersama agen dengan efek neurotoksik. Pasien harus dipantau secara ketat. Pertimbangan
lain harus diberikan pengurangan dosis atau penghentian segera obat ini pada pasien yang mengembangkan neuropati
perifer untuk membatasi kerusakan lebih lanjut. Jika memungkinkan, terapi umumnya harus dimulai kembali hanya
setelah resolusi gejala neuropati atau kembalinya gejala ke status awal.
DRPs
Setelah 2 bulan
1. Rifampisin x Isoniazid (mayor)
2. Paracetamol x isoniazid (moderate)
isoniazid dapat meningkatkan potensi hepatotoksisitas asetaminofen. Mekanisme mungkin terkait dengan induksi
metabolisme CYP450 2E1 dari asetaminofen menjadi metabolit toksik selama pemberian bersamaan, atau peningkatan
metabolisme asetaminofen sementara setelah penghentian isoniazid.
Saran : jika terjadi hipatotoksisitas maka dihentikan penggunaan secara bersamaan
Monitoring Plan
1 Cek HIV 3 Pernah menderita
TB/tidak

2 Cek BTA 4 Foto toraks


Asuhan Kefarmasian

Dilakukan Evaluasi Pemberian Monitoring


pengamatan pengobatan yang informasi obat kepatuhan pasien
kepada pasien diberikan
Monitoring Plan
1. Monitoring penggunaan obat apakah tepat penggunaannya, dosis,
keamanannya, terdapat reaksi alergi atau tidak, terdapat efek
samping yang tidak diinginkan atau tidak, dll

2. Memonitoring pasiennya apakah telah taat mengonsumsi obat


obatan tsb.
3. Melakukan pengecekan secara berkala LFT (liver function test) setiap
bulannya terutama untuk pasien yang mengalami penyakit hati
sebelumnya.
Monitoring Plan
4. Melakukan monitoring terhadap hasil baseline
visual acuity testing dan color.

5. Melakukan monitoring interaksi obat


Kasus 3 Pemeriksaan Hasil
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3
Hemoglobin 12,0 g/dl
hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus Leukosit 3100 /µL
menerus. Pasien merasa menggigil. Pasien juga Hematokrit 35%
memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari Trombosit 78000 /µL
ini, tiap hari muntah 3x/hari. Muntahnya berisi Glukosa sewaktu 200 mg/dl
Na 128 mmol/L
makanan, satu kali muntah 1⁄4 gelas, warnanya K 3,64 mmol/L
kuning. Nafsu makan pasien menurun sejak satu Cl 99 mmol/L
minggu sebelum masuk rumah sakit dan badan IgG dengue Positif
pasien terasa lemas dan terasa sakit. Pasien tidak IgM dengue Negative
S. Typhi Positif 1:80
mengeluh gusi berdarah,dan tidak pernah
S. Paratyphi CO Positif 1:60
mimisan. Berikut hasil pemeriksaan labnya :
Problem medik
Pasien DBD dan diabetes

Subject
- Nama :-
- Usia :-
- Pekerjaan :-
- Berat Badan :-
- Tinggi Badan :-
Object
Hasil Pemeriksaan Lab :
Keluhan :
o Demam sejak 3 hari sebelum Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
masuk rumah sakit, demam terus Hemoglobin 12,0 g/dl ∙ Laki laki 14– Jika pasien wanita, maka normal.

menerus. 18 g/dL
Jika pasien laki-laki, Hbnya
o ∙ Wanita 12–
Menggigil masuk kategori rendah.
o 16 g/dL
Mual dan muntah, muntah sudah 2
Leukosit 3.100 /µL 3.500–10.500 Rendah
hari ini, tiap hari muntah 3x/hari.
(sel/µL darah)
Muntahnya berisi makanan, satu Hematokrit 35% ∙ Laki laki Jika pasien wanita, maka normal.
kali muntah 1⁄4 gelas, warnanya 38,8–50%
Jika pasien laki-laki,
kuning. ∙ Perempuan
Hematokritnya nya masuk
o Nafsu makan pasien menurun sejak dewasa 34,9–
katgori rendah
satu minggu sebelum masuk rumah 44,5%
Trombosit 78.000 /µL 150.000 – 450.000 / Rendah
sakit.
o µL
Badan pasien terasa lemas dan Glukosa sewaktu 200 mg/dl < 200 mg/dl Tinggi
terasa sakit. Na 128 mmol/L 136 – 145 mmol/L Rendah
K 3,64 mmol/L 3.5 – 5.1 mmol/L Rendah
Cl 99 mmol/L 96 – 106 mmol/L Normal
IgG dengue Positif    
IgM dengue Negative    
S. Typhi Positif 1:80    
S. Paratyphi CO Positif 1:60    
Analisa Pasien diduga mengalami DBD dengan gejala yang ditunjukannya
yaitu, demam, menggigil terus menerus dan dalam pemeriksaan lab
nilai Hb, leukosit, hematokrit dan trombosit dibawah batas nilai
normal. Hasil dengue IgG positif dan IgM negatif yang menandakan
pasien terinfeksi atau pernah terinfeksi virus sebelumnya. Sedangkan,
S.typhi positif 1:80 dan S. Paratyphi 1:60 menunjukan bahwa pasien
bukan mengalami tyfus dikarenakan S.typhi dan S.paratyphi
menunjukan hasil negative.

Pasien dapat dikatakan positif mengalami penyakit tyfus bila angka


yang muncul setidaknya 1/320 pada tes widal. Angka 1/80 biasanya
belum menjadi indikator seseorang terdiagnosis tyfus

Dengue sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus


dengue sebelumnya. Setelah beberapa waktu bisa terjadi infeksi
dengan virus dengue yang berbeda. Pada awalnya akan muncul
antibodi IgG, sering pada masa demam, yang merupakan respon
memori dari sel imun. Selain itu juga muncul respon antibodi IgM
terhadap infeksi virus dengue yang baru.
Guideline
Guideline
Plan
Terapi Farmakologi Terapi Non Farmakologi
- Infus NaCl 0,9% - Istirahat yang cukup dan cukupi kebutuhan air
- Antipiretik : Parasetamol Injeksi.
mineral
Dosis : Infus Intravena selama 15 Menit
o Dewasa BB >50 kg: 1000 mg/pemberian, - Menajalani pola hidup yang sehat, kontrol berat
badan dan pola makan
interval minimal 4 jam, dosis maksimal 4 g/hari.
o Anak & dewasa >33-50 kg: 15 mg/kgBB, interval - Makan-makanan yang sehat dan bergizi.
minimal 4 jam, dosis maksimal 60 mg/kgBB.
o Anak 10-33 kg: 15 mg/kgBB, interval minimal 6 Rekomendasi
jam, dosis maksimal 60 mg/kgBB. - Cek tekanan darah
- Cek gula darah lainnya, seperti cek gula darah
- Antiemetik : Metokloperamid (Parenteral) puasa, postprandial
Dosis : 10 mg IV (slowly over a 1 to 2-minute period) or IM

Maksimal durasi terapi : Up to 10 days


Alasan Pemilihan
-
Obat
Antipiretik :
Parasetamol : Karena parasetamol adalah lini pertama untuk mengatasi
demam, dan untuk pasien DBD tidak disarankan menggunakan obat-
obatan analgesik karena dapat memicu gastritis, pendarahan dan
asidosis

- Antiemetik :
Metokloperamid : Karena metokloperamid digunakan untuk sifat
antiemetiknya pada pasien dengan diabetesgastroparesis sehingga cocok
dengan pasien yang memiliki nilai gula sewaktunya cukup tinggi.
Mekanisme
1.Paracetamol

Parasetamol bekerja secara non selektif dengan menghambat


enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2). Pada cox-1 memiliki efek
cytoprotektif yaitu melindungi mukosa lambung, apabila dihambat
akan terjadi efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan ketika
cox-2 dihambat akan menyebabkan menurunnya produksi
prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator nyeri, demam
dan anti inflamasi. Sehingga apabila parasetamol menghambat
prostaglandin menyebabkan menurunnya rasa nyeri. Sebagai
Antipiretik, parasetamol bekerja dengan menghambat cox-3 pada
hipotalamus. Parasetamol memiliki sifat yang lipofil sehingga
mampu menembus Blood Brain Barrier dan menjadi first line pada
antipiretik. Pada obat golongan ini tidak menimbulkan
ketergantungan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Oleh karena itu parasetamol aman diminum 30 menit –
1 jam setelah makan atau dalam keadaaan perut kosong untuk
mengatasi efek samping tersebut. Setiap obat yang menghambat
siklooksigenase memiliki kekuatan dan selektivitas yang berbeda Mekanisme Kerja Obat Parasetamol sebagai Analgesik
dan Antipiretik (Katzung, 2011)
Mekanisme
2.Metoklopramid

Metoklopramid bekerja bekerja secara antagonis di 2 reseptor


dopamin sentral dan perifer di zona pemicu kemoreseptor
meduler di area postrema yang dirangsang oleh levodopa
atau apomorfin. Yang dicapai dengan mengurangi sensitivitas
saraf aferen viseral yang mentransmisikan dari sistem
gastrointestinal ke pusat muntah di area postrema di zona
pemicu kemo reseptor. Metoklopramid juga menghambat
efek antiperistaltik apomorfin yang memungkinkan
metoklopramid untuk memperlambat penghambatan
pengosongan lambung oleh apomorfin, sehingga
mempercepat pengosongan lambung dengan meningkatkan
amplitudo dan durasi kontraksi esofagus. Hal ini juga
meningkatkan tonus istirahat sfingter esofagus bagian bawah
sekaligus merelaksasi bulbus duodenum dan sfingter pilorus
dan meningkatkan peristaltik duodenum dan jejunum.
Mekanisme
3.NaCl

Natrium dan klorida — elektrolit utama dari kompartemen cairan di luar


sel (yaitu, ekstraseluler) — bekerja sama untuk mengontrol volume
ekstraseluler dan tekanan darah
Efek Samping
Paracetamol
a. Dapatkan bantuan medis darurat jika Anda memiliki tanda-tanda reaksi alergi terhadap asetaminofen: gatal-
gatal; sulit bernafas; pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.

b. Dalam kasus yang jarang terjadi, acetaminophen dapat menyebabkan reaksi kulit yang parah yang bisa berakibat
fatal, bahkan jika Anda menggunakan acetaminophen di masa lalu dan tidak ada reaksi. Berhenti minum obat ini
dan hubungi dokter Anda segera jika Anda memiliki kulit kemerahan atau ruam yang menyebar dan menyebabkan
terik dan mengelupas.
 
c. Berhenti minum acetaminophen dan hubungi dokter Anda segera jika Anda memiliki tanda-tanda masalah hati:
• sakit perut (sisi kanan atas);
• kehilangan selera makan;
• kelelahan, gatal;
• urin gelap, tinja berwarna tanah liat; atau
• penyakit kuning (menguningnya kulit atau mata).

Efek samping acetaminophen yang kurang serius mungkin lebih mungkin terjadi, dan Anda mungkin tidak
memilikinya sama sekali.
Efek Samping
Metokloperamid
∙ Reaksi alergi terhadap metoklopramid: gatal-gatal; sulit bernapas; pembengkakan pada wajah, bibir, lidah,
atau tenggorokan.

∙ Berhenti minum metoclopramide dan hubungi dokter Anda segera jika Anda memiliki salah satu dari TANDA
GANGGUAN GERAKAN SERIUS ini, yang mungkin terjadi dalam 2 hari pertama pengobatan:
1. tremor atau gemetar di lengan atau kaki Anda;
2. gerakan otot yang tidak terkendali di wajah Anda (mengunyah, menampar bibir, mengerutkan kening,
gerakan lidah, berkedip atau gerakan mata); atau

3. setiap gerakan otot baru atau tidak biasa yang tidak dapat Anda kendalikan.
Efek Samping
NaCl:
Periksa dengan dokter Anda segera jika salah satu dari efek samping berikut terjadi:

∙ Kehilangan darah yang berlebihan ∙ Sakit kepala (berat atau tumpul)


∙ Demam ∙ Penurunan kesadaran
∙ Kecemasan ∙ Kegugupan
∙ Nyeri terbakar di perut bagian bawah ∙ Mati rasa pada ujung jari
∙ Nyeri dada, parah ∙ Nyeri di punggung bawah, panggul, atau perut
∙ Panas dingin ∙ Berdenging di telinga
∙ Kebingungan ∙ Kejang
∙ Batuk ∙ Berkeringat
∙ Pusing ∙ Haus (tiba-tiba) atau rasa asin
∙ Perasaan panas ∙ Masalah penglihatan
∙ Rasa hangat di bibir dan lidah ∙ Kelemahan
DRPs
Infus NaCl 0,9% : Dextrosa 5% (1:3)
Paracetamol x Ondansentron inj (no interaction)
Infus ganti ringer laktat (RL)
Monitoring Plan Asuhan
Cek tekanan darah
Kefarmasian
Pemberian
1 1
informasi obat

Cek gula darah


lainnya, seperti cek Evaluasi
2 2
gula darah puasa, penggunaan obat
postprandial
Monitoring Plan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah
• Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering
• Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.

• Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan,


mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan
apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi

Sumber :
- Katzung
- drugs.com
- drugbank.com
- pedoman tatalaksana dbd
- Isola, Sasank. Hussain, Azhar. Dua, Anterpreet.
Metoclopramide. 2022. National library of Medicine
Daftar Pustaka
Candrawati., N, Cassidy W., R. (2021). Interpretasi nilai Cycle Threshold (CT) Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) SARS-CoV-2 pada pasien hamil dengan uji
antibodi SARS-CoV-2 positif dan COVID-19 asimtomatik. Jurnal Intisari Sains Medis, Volume 12,
Number 3: 822-827
Tonglolangi., O, Pratiningrum., R, Yadi. (2021). Hubungan Gejala Klinis Dengan Nilai Ct Pada
Pemeriksaan Realtimepcr Sars-Cov-2. Jurnal Kedokteran Mulawarman Vol. 8 (3) ; hal 89 – 99
Fahmi., N, Firdaus., N, Putris., N. (2020). Pengaruh Waktu Penundaan Terhadap Kadar Glukosa
Darah Sewaktu Dengan Metode Poct Pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan, Vol 11
(2) ; Hal 1 – 11
Mirwan., D, Margo., E. (2020). Hubungan Saturasi Oksigen dengan Risiko Terjadinya Obstructive
Sleep Apnea Pada Pria Usia 30 – 60 Tahun. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol. 3 No. 2 ; 58 –
62
PERKENI
WHO
P2PTM KEMENKES RI
Ringel E. Pendekatan terhadap pasien dengan penyakit paru. In: Onion DK, editor. Buku Saku
Hitam Kedokteran Paru. Alih Bahasa,Melfiawati. Jakarta: PT Indeks,2009; p. 10
InfoDatin.Tuberkulosis.2018. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
Aini, Ira. 2016. Gambaran Penyakit dan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Warta
(48); 1829-7463

Anda mungkin juga menyukai