Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KLINIK

PENYAKIT SISTEM KARDIOVASKULAR

Oleh :
Ahmad Jauhari : K1A014001
Alfikalia : K1A014002
Andriliana Trihastuty : K1A014003
Angelia Anfa Anisa : K1A014004
Arif Setiawansyah : K1A014005

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK


PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN DISLIPIDEMIA
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid
yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL),
trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL) (European Heart Journal,
2011).
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL),
trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL) (PERKI, 2013).
Peningkatan prevalensi dislipidemia sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Dunia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko dari pernyakit seperti, diabetes
mellitus, penyakit kardiovaskular, stroke yang dapat dikontrol (Qi et al, 2015). Keadaan
social ekonomi yang berkembang secara cepat, gaya hidup, kultural, maupun etnik
sangat berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi dari dislipidemia (Qi et al, 2015).

B. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2008, terjadi peningakatan kolesterol total dengan prevalensi
perempuan (40%) dan laki-laki (39%). Menurut WHO peningkatan kolesterol total yang
tinggi terjadi di negara Eropa (54%), diikuti negara Amerika (48%), Asia Tenggara
(29%), dan Africa (22.6%). Peningkatan dari total kolesterol berhubungan dengan
peningkatan dari pendapatan di negeri tersebut. Di negara-negara dengan pendapatan
yang relatif tinggi, hampir 50% orang terjadi peningkatan total kolesterol dibandingkan
dengan pendapatan yang rendah. (WHO, 2017). Di China pada tahun 2014 prevalensi
dari dislipidemia mencapai 35,5% pada laki-laki sedangkan pada perempuan 37,6%
dengan umur rata-rata 30 tahun hingga 39 tahun. Tipe dislipidemia paling sering
dijumpai adalah hipertrigliceridemia dan Low K-HDL (Qi et al, 2015).
Di Indonesia sendiri prevalensi dislipidemia belum terdaftar dengan baik,
namun diperkirakan prevalensinya terus meningkat. Data Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2004 menyebutkan prevalensi dislipidemia di Indonesia
mencapai 14%. Sedangkan, data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar
nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk Indonesia
yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal (berdasarkan NCEP ATP III,
dengan kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl) dimana perempuan lebih banyak dari laki-laki dan
perkotaan lebih banyak dari di pedesaan. Data RISKEDAS juga menunjukkan 15.9 %
populasi yang berusia ≥ 15 tahun mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190
mg/dl), 22.9 % mempunyai kadar HDL yang kurang dari 40 mg/dl, dan 11.9% dengan
kadar trigliserid yang sangat tinggi (≥ 500 mg/dl)(4). (Perkeni, 2013).

C. PATOGENESIS
Lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida (TG), fosfolipid dan
asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lipid – lipid ini memerlukan
modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diangkut dalam sirkulasi darah karena
sifatnya yang tidak larut dalam air (Crook, 2012).
Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk
bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut
apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam sirkulasi darah,
sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat
didistribusikan ke jaringan tubuh. (Hughes, 2006)
Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang terdiri dari trigliserida dan ester
kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid,
dan apo-protein yang lebih larut air. HDL, LDL, dan Lp (a) dominan intinya
mengandung ester kolesterol, sedangkan pada VLDL dan kilomikron, TG merupakan
komponen yang dominan. (Hughes, 2006)
Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya, yaitu,
kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein
(IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Lipoprotein
ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein Lipase (LPL), Lechitin
Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL)
sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya. (Crook, 2012)

D. KLASIFIKASI DISLIPIDEMIA
Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang mudah
digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia primer dan
dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan dislipidemia yang terjadi
sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini penting dalam menentukan pola
pengobatan yang akan diterapkan. (PERKENI, 2015)
1. Dislipidemia primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien
dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan
dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena
hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia primer.
2. Dislipidemia sekunder
Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain
misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma
metabolik . Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada.
Dalam hal ini pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada
pasien diabetes mellitus pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab
risiko koroner pasien tersebut sangat tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap
mempunyai risiko yang sama (ekivalen) dengan pasien penyakit jantung koroner.
Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang berat.
(PERKENI, 2015)

E. DIAGNOSA
Penegakan diagnosis dari dislipidemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada :
 Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun)
 Riwayat keluarga dengan PJK dini (Infark miokard atau sudden death < 55 tahun
pada ayah atau < 65 tahun pada ibu
 Perokok aktif
 Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau dengan pengobatan antihipertensi)
 Kadar kolesterol HDL yang rendah (< 40 mg/dl)
Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari adanya
faktor-faktor risiko kardiovaskular terutama yang berkaitan dengan tingginya risiko
penyakit jantung koroner. Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang
direkomendasikan adalah : (IDI, 2014)
 Total kolesterol
 Kolesterol LDL
 Trigliserida
 Kolesterol HDL
Penghitungan K-LDL yang menggunakan Friedewald formula membutuhkan data
trigliserida, sehingga harus puasa 12 jam. Sedangkan pemeriksaan total kolesterol, K-
HDL dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa. (European Heart Journal, 2011)
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

A. KASUS
Inaq Muniah (50 tahun) dengan berat badan 73 kg dan tinggi badan 152 cm datang
ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, pusing, penglihatan kabur. Pasien mengeluh
nyeri dada yang dirasakan setelah marah-marah atau mengalami kelelahan selama
melakukan aktifitas fisik walaupun hanya sebentar. Dari hasil pemeriksaan pasien
diiagnosis PJK. Pasien memiliki riwayat penyakit HT. Riwayat pengobatan terdahulu
pasien yaitu HCT 25 mg 1x sehari.

B. ANALISIS KASUS
1. Analisis Subjektif

• Nyeri dada

• Pusing

• Kelelahan bila beraktifitas sebentar

• BMI =

= 31,59 (Obesitas) => normal : 18,5-25,0

• Riwayat penyakit: Hipertensi

• Riwayat pengobatan : HCT 25 mg 1 x sehari.

• Riwayat Penyakit keluarga:

Ayah : PJK

Ibu: Kelebihan berat badan


2. Analysis Objektif

Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan

TD 150/100 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi

Nadi 100x/menit 60-100x/menit Normal

T 36OC 37OC Normal

WBC 10,3 mm3 3200-10.000/mm3 Tinggi

Hb 11 g/DL 12-16 g/dL Rendah

Cr 1,3 mg/dL 0,8-1,8 mg/dL (wanita) Normal

GDS 180 mg/dL 70-200 mg/dL Normal

SGOT 32 u/L 5-35 U/L Normal

SGPT 29 u/L 5-35 U/L Normal

BUN 20 mg/dL 9-20 g/dL Normal

Kolesterol total 250 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

Trigliserida 170 mg/dL 35-135 mg/dL Tinggi

HDL 30 mg/DL 30-70 mg/DL Normal

LDL 190 mg/DL <150 mg/DL Tinggi

3. Assesment
Pasien didiagnosis mengalami PJK dengan keluhan nyeri dada, pusing,
penglihatan kabur. Pasien mengeluh nyeri dada yang dirasakan setelah marah-marah
atau mengalami kelelahan selama melakukan aktifitas fisik walaupun hanya
sebentar. Mudah mengalami kelelahan diduga karena kadar hemoglobin yang
rendah. Pasien obesitas dan memiliki riwayat Hipertensi yang merupakan faktor
resiko PJK. Riwayat HT pada pasien disebabkan tekanan darah tinggi, nyeri dada,
pusing, dan penglihatan kabur. Tingginya kadar LDL dan trigliserida pasien dapat
menyebabkan kerja jantung meningkat.
4. Plan
a) Mengurangi gejala : terapi simptomatik

b) Menghindari terjadinya infark miokard dan kematian

c) Mengontrol tekanan darah, kadar kolesterol, TG dan LDL

d) Pemberian informasi obat

e) Terapi non farmakologi:

 Istirahat yang cukup

 Untuk pasien obese, menurunkan BB

 Olahraga ringan

C. PEMBAHASAN KASUS
1. Terapi Rasional
a. Statin
Statin bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di liver dengan
menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA reduktase.
Pengurangan konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan ekspresi reseptor
LDL pada permukaan hepatosit yang berakibat meningkatnya pengeluaran
LDL - C dari darah dan penurunan konsentrasi dari LDL – C dan lipoproteinapo
– B lainnya termasuk trigliserida
b. Asam Fibrat
Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat dan
fenofibrat. Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis
trigliserid di hati. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang
kerjanya memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar trigliserid, obat ini
juga meningkatkan kadar kolesterol - HDL yang diduga melalui peningkatan
apoprotein A- I dan A - II.
c. Asam Nikotinat
Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase di
jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas.
Diketahui bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap
oleh hati dan akan menjadi sumber pembentukkan VLD. Dengan menurunnya
sintesis VLDL di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga
kolesterol- LDL diplasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga
meningkatkan kadar kolesterol- HDL. Efek samping yang paling sering terjadi
adalah flushing yaitu perasaan panas pada muka bahkan di badan.
d. Ezetimibe
Obat golongan ezetimibe ini bekerja dengan menghambat absorbsi
kolesterol oleh usus halus. Kemampuannya moderate didalam menurunkan
kolesterol LDL (15 - 25%). Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk
menurunkan kadar LDL, terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap
pemberian statin. Pertimbangan lainnya adalah penggunaannya sebagai
kombinasi dengan statin untuk mencapai penurunan kadar LDLyang lebih
rendah.
2. Evaluasi Obat Terpilih
a. Terapi Hipertensi
Hipertensi diterapi dengan Captopril 12.5 mg
Mekanisme: ACEI melebarkan arteri dan vena dengan menghambat secara
kompetitif konversi angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor
endogen kuat) dan dengan menghambat metabolisme bradikinin; Tindakan ini
menghasilkan pengurangan preload dan afterload di jantung. ACEI juga
meningkatkan ekskresi natrium dan air dengan menghambat sekresi aldosteron
yang diinduksi angiotensin-II; Peningkatan potassium juga dapat diamati. ACEI
juga menimbulkan efek renoprotektif melalui vasodilatasi arteriol ginjal. Selain
itu ACEI juga mengurangi remodeling jantung dan vaskular yang berhubungan
dengan hipertensi kronis, gagal jantung, dan infark miokard (Medscape, 2017).
Dosis: 2x 12.5 mg sehari
Indikasi: Akut Hipertensi
Kontra Indikasi:

Penggunaan Captopril (ACEI) sebagai terapi Hipertensi Obat ACEI dalam


pengobatan hipertensi dapat secara efektif mengurangi tingkat tekanan darah,
memperbaiki fungsi elastisitas arteri, mengurangi tingkat kekambuhan dan
tingkat kematian penyakit jantung koroner dan stroke. Efek antihipertensi dan
dua tingkat pencegahan hipertensi yang komplikasi dengan penyakit jantung
koroner dan stroke (Yi dkk, 2017). Selain itu, ACEI dapat mengurangi kejadian
kardiovaskular fatal dan nonfatal pada pasien dengan STEMI. ACEI dapat
digunakan pada pasien dengan resiko tinggi MI, gagal jantung maupun takikardi
dengan tanpa adanya kontraindikasi pada penggunanya (Rosello dkk, 2015).

b. Terapi Hiperlipidemia
Hyperlipidemia diterapi dengan Simvastatin 10 mg
Mekanisme: Statin bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di liver
dengan menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA
reduktase. Pengurangan konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan
ekspresi reseptor LDL pada permukaan hepatosit yang berakibat meningkatnya
pengeluaran LDL - C dari darah dan penurunan konsentrasi dari LDL – C dan
lipoproteinapo – B lainnya termasuk trigliserida.
Dosis: 1x 10 mg sehari
Indikasi: terapi Hiperkolesterol

Penggunaan golongan statin merupakan terapi lini pertama dalam pengobatan


hyperlipidemia. Penelitian Bruckert dkk (1995) menunjukkan bahwa obat-obat
golongan statin (dalam hal ini adalah simvastatin) lebih efektif menurunkan
kadar LDL kolesterol secara signifikan jika dibandingkan dengan obat golongan
fibrat. Selain itu, simvastatin mempunyai cost-effectiveness yang bagus pada
pasien dengan penyakit jantung coroner baik pasien laki-laki maupun
perempuan (Johannesson dkk, 1997). Sehingga pemilihan simvastatin sangat
cocok untuk pasien BPJS.

c. Terapi angina
Terapi angina dengan Nitrogycerin
Mekanisme: mengurangi kebutuhan oksigen miokardial sekunder terhadap
venodilatasi dan dilatasi arterial-arteriolar. Bekerja langsung pada sirkulasi
coroner termasuk dilatasi arteri coroner intramural kecil dan besar, dilatasi
kolateral, dilatasi stenosis arteri coroner dan peepasan nyeri pada spasmus
(Sukandar dkk, 2013).
Dosis: 0.3-0.4 mg (Subingual)
Indikasi: angina pectoris

Nitrat secara dominan menginduksi vasodilatasi pada pembuluh darah


dengan kapasitansi besar, meningkatkan diameter arteri koroner epikardial dan
aliran darah korateral, dan mengganggu terjadinya agregasi trombosit. Potensi
efek profilaksis nitrat short-acting tetap merupakan bagian terapi medis optimal
untuk mengurangi angina dan mengurangi iskemia miokard, sehingga
meningkatkan kualitas hidup pasien (Boden dkk, 2015).
Mekanisme aksi nitrat organik adalah dengan merelaksasi otot polos pada
pembuluh darah. Efek vasodilator mereka terlihat jelas pada sistemik arteri
(termasuk koroner) dan vena pada subyek normal dan pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik, namun muncul untuk menjadi dominan dalam
sirkulasi vena. Efek venodilator mengurangi preload ventrikel, mengurangi
ketegangan dinding miokard dan menurunkan kebutuhan O2. Tindakan nitrat
dalam mengurangi preload dan afterload membuat mereka berguna dalam
pengobatan gagal jantung juga sebagai angina pektoris. Dengan mengurangi
mekanis aktivitas jantung, volume, dan konsumsi O2, pada pasien dengan
exertional angina, nitrat meningkatkan toleransi latihan dan memperpanjang
waktu untuk onset angina dan iskemia selama pengerahan tenaga. Bila
digunakan dalam kombinasi dengan antagonis kalsium dan / atau beta-blocker,
efek antiangen tampak lebih besar (Kosmicki, 2009).
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pasien merupakan golongan pasien BPJS sehingga Pengobatan Hiperlipidemia dilakukan
dengan menggunakan simvastatin 10 mg yang memiliki cost-effectiveness. Hipertensi diterapi
dengan Captopril 12.5 mg 2x sehari. Angina diberi terapi nitroglycerin subingual 0.3 sampai
0.4 mg sehari.
LAPORAN MESO

A. PENDAHULUAN
1. Pengertian MESO (Monitoring Efek Samping Obat)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan
terapi. Efek Samping Obat/ESO (Adverse Drug Reactions/ADR) adalah respon
terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan dan yang terjadi pada dosis
yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi
penyakit atau untuk modifikasi fungsi fisiologik (Syah, 2012).
2. Tujuan MESO :
a. Memberikan kesempatan untuk mengenali suatu obat dengan baik dan untuk
mengenali respon orang terhadap obat.
b. Membantu meningkatkan pengetahuan tentang obat, manusia atau penyakit dari
waktu ke waktu.
c. Menerima info terkini tentang efek samping obat (Purwantyastuti, 2010).
d. Menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
e. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan.
f. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
g. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
h. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (Syah,
2012).

3. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat


Menurut BPOM (2012) MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih
bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO
berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan
terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga
kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan
untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat dapat dilakukan oleh Tenaga
kesehatan, yaitu:

a. dokter,
b. dokter spesialis,
c. dokter gigi,
d. apoteker,
e. bidan,
f. perawat, dan
g. tenaga kesehatan lain.
Hal-hal yang perlu dilaporkan adalah setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek
samping obat perlu dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan
kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR).
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian efek samping
obat yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera setelah adanya
kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang sedang dirawatnya.

B. ANALISIS MESO
Untuk mengetahui adanya kemungkinan hubungan antara antara efek samping yang
timbul dengan obat yang dicurigai, maka perlu diketahui profil dan informasi dari
masing-masing obat utamanya profil dan informasi obat dari literatur terpercaya.
Apabila berdasarkan profil dan informasi obat dari literatur ternyata tidak disebutkan
adanya efek samping yang terlaporkan, maka informasi terjadinya efek samping ini bisa
didapat dari hasil penelitian atau data mengenai kejadian di masyarakat (case reports)
karena kemungkinan besar efek samping tersebut merupakan efek samping baru.

Berikut ini akan dibahas mengenai efek samping obat dengan masing-masing obat
yang dicurigai berdasarkan pada profil dan informasi obat.

1. Plasmin
Menurut ISO halaman 219, plasmin mengandung lubricus yang diindikasikan untuk
melancarkan dan membantu sirkulasi darah. Obat ini kontraindikasi terhadap pasien dengan
kelainan pembekuan darah. Sedangkan untuk interaksi obatnya disarankan untuk hati-hati
penggunaannya dengan obat antiplatelet kuat.
2. Citaz
Menurut MIMS, Citaz mengandung cilostazol yang tergolong sebagai obat antiplatelet,
antikoagulan, antitrombolitik. Obat ini memiliki efek samping antara lain : ruam, palpitasi,
takikardi, muka merah dan panas, sakit kepala, pusing, mual, muntah, anoreksia, dan diare.
Perhatian : Pada pasien dengan gangguan hati atau ginjal, pasien dalam terapi
antikoagulan, antitrombolitik atau antiplatelet.
3. Blopress
Menurut MIMS dan ISO halaman 294, Blopress mengandung kandesartan sileksetil. Indikasi
Blopress adalah hipertensi dan gagal jantung. Sedangkan efek samping Blopress antara lain :
sakit kepala, gangguan hati berat dan kolestasis, dan pusing. Blopress dapat berinteraksi
dengan obat diuretik hemat kalium.
4. Neurotam
Menurut MIMS, Neurotam mengandung piracetam. Neurotam tergolong nootropic &
neurotonik atau neurotropik.
5. Brainact
Menurut MIMS dan ISO halaman 309, Brainact mengandung citicoline. Indikasi dari
brainact yaitu gangguan kesadaran disebabkan oleh kerusakan sel saraf, trauma kepala,
bedah otak, dan infark serebral, untuk meningkatkan rehabilitasi gangguan motoric setelah
apopleksi serebral, dan vasodilator). Perhatian dari brainact antara lain gangguan kesadaran
akut, berat, dan progresif, terapi bersama dengan obat golongan hemostatic atau yang
menurunkan tekanan intra kranial atau dilakukan tindakan untuk menjaga suhu tubuh tetap
rendah. Hindari pemberian dosis tinggi pada perdarahan intracranial. Sedangkan efek
sampingnya antara lain gangguan epigastrium, mual, kemerahan pada kulit, sakit kepala, dan
pusing.
6. Kalmeco
Menurut MIMS dan ISO halaman 483, Kalmeco mengandung mecobalamin. Indikasi
kalmeco yaitu untuk mengobati neuropati perifer. Sedangkan efek samping dari kalmeco
antara lain mual, hilangnya nafsu makan, diare dan gangguan GI lain.
7. Infus RL/NaCl
Menurut MIMS, Indikasi Infus RL/NaCl yaitu terapi untuk mengatasi deplesi volume berat
saat tidak dapat diberikan rehidrasi oral. Kontraindikasi Infus RL/NaCl adalah
hypernatremia. Sedangkan interaksinya adalah dengan preparat K & Ca.

8. Ranitidin
Menurut MIMS, indikasi dari ranitidine adalah untuk mengatasi tukak peptic. Perhatiannya
antara lain keganasan pada lambung, gangguan fungsi ginjal, disfungsi hati, riwayat porfiria
akut. Sedangkan efek samping ranitidine yaitu sakit kepala, konstipasi, diare, mual, muntah,
rasa tidak nyaman, nyeri perut, ginekomastia, impotensi. Interaksi dari ranitidine warfarin.
9. Clopidogrel
Menurut ISO halaman 217. Indikasi dari clopidogrel untuk mengurangi kejadian trombolitik
pada pasien MI, stroke atau penyakit arteri perifer. Kontraindikasinya antara lain,
pendarahan aktif patologik, ulkus peptikum, dan pendarahan kranial akut. Sedangkan efek
samping Clopidogrel antara lain sakit kepala, pusing, paresthesia, gangguan pencernaan,
kemerahan dan gatal.

C. HASIL MESO
Setelah diketahui laporan efek samping-efek samping dari obat-obatan yang
diberikan kepada pasien tersebut dan dihubungkan dengan anamnesis yang dirasakan
pasien berupa jantung berdebar-debar atau takikardi dicurigai akibat penggunaan Citaz
(cilostazol) yang diketahui memiliki efek samping berupa takikardi. Dari data yang ada,
setelah tanggal 14 nadi (kali/menit) pasien mengalami penurunan ketika Citaz
digantikan dengan menggunakan CPG atau Clopidogrel. Sedangkan rasa gatal yang
dirasakan pasien sehingga perlu diberikan Calamine diduga akibat efek samping dari
penggunaan CPG atau Clopidogrel. Selain efek samping-efek samping yang telah
terlihat, tentunnya tetap harus dilakukan pengawasan atau monitoring terhadap potensi-
potensi efek samping yang kemunkinan terjadi, terutama obat yang rentan menimbulkan
efek samping jika dikonsumsi dengan obat-obatan stroke yang diderita pasien.

 Skala Naranjo
No Pertanyaan/Question Scale
Ya/Yes Tidak/ Tidak
No diketahui/
unknown
1 Apakah ada laporan efek samping obat 1 0 0
yang serupa?
2 Apakah efek samping obat terjadi setelah 2 -1 0
pemberian obat yang dicurigai?
3 Apakah efek samping obat membaik 1 0 0
setelah obat dihentikan atau obat antagonis
khusus diberikan?
4 Apakah efek samping obat terjadi berulang 2 -1 0
setelah obat diberikan kembali?
5 Apakah ada alternatif penyebab yang dapat -1 2 0
menjelaskan kemungkinan terjadinya efek
samping obat?
6 Apakah efek samping obat muncul kembali -1 1 0
ketika placebo diberikan?
7 Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di 1 0 0
dalam darah atau cairan tubuh lainnya
dengan konsentrasi yang toksik?
8 Apakah efek samping obat bertambah 1 0 0
parah ketika dosis obat ditingkatkan atau
bertambah ringan ketika obat diturunkan
dosisnya?
9 Apakah pasien pernah mengalami efek 1 0 0
samping obat yang mirip sebelumnya?
10 Apakah efek samping obat dapat 1 0 0
dikonfirmasi dengan bukti yang obyektif?
Skor total 3

 Skala probabilitas NARANJO :


Total skor Kategori
9+ Sangat mungkin/highly probable
5–8 Mungkin/probable
1–4 Cukup mungkin/possible
0- Ragu-ragu/doubtful

Skor akhir dari skala Naranjo pada kasus ini adalah 3, sehingga termasuk kategori
cukup mungkin atau possible.

D. KESIMPULAN
Efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki
yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan.
Setelah diketahui laporan efek samping-efek samping dari obat-obatan yang diberikan
kepada pasien tersebut dan dihubungkan dengan anamnesis yang dirasakan pasien
berupa jantung berdebar-debar atau takikardi dicurigai akibat penggunaan Citaz
(cilostazol) yang diketahui memiliki efek samping berupa takikardi. Dari data yang ada,
setelah tanggal 14 nadi (kali/menit) pasien mengalami penurunan ketika Citaz
digantikan dengan menggunakan CPG atau Clopidogrel. Sedangkan rasa gatal yang
dirasakan pasien sehingga perlu diberikan Calamine diduga akibat efek samping dari
penggunaan CPG atau Clopidogrel. Skor akhir dari skala Naranjo pada kasus tersebut
adalah 3, sehingga termasuk kategori cukup mungkin atau possible.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. Jakarta : PT. Info Master.
Anonim. 2015. ISO Indonesia. Volume 43. Jakarta : Penerbit ISFI.
Yi L, dkk. 2017. Efficacy of ACEI in the treatment of hypertension and the effect of secondary
prevention in patients complicated with coronary heart disease and stroke. NCBI.
Online di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28736381 diakses pada 4
Desember 2017 pukul 22.48 Wita.
Crook, Martin A., 2012. Clinical Biochemistry and Metaolic Medicine.8th Edition. Hodder
Arnold. Available at: www.cw.taylorandfrancis.com.
European Heart Journal, 2011. ESC/EAS Guidelines for the Managemnet of Dyslipidemia.
European Society of Cardiology. 32: 1768-1818.
Hughes, Thomas A MD., 2006. Understanding Lipoproteins. Available at:
http://www.uthsc.edu/.endocrinology/documents/understanding-lipoproteins-
old.pdf. [Accessed 17 February 2017].
PERKENI, 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.
PERKI, 2013. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia. Centra Communication.
Qi, Li., Ding, Xianbin., Tang, Wenge., et al., 2015. Prevalence and Risk Factors Associated
with Dyslipidemia in Chongqing, China. Int. J. Environ. Res. Public Health 2015.
12: 13455-13465.
Kosmicki Marek Antoni. 2009. Long-Term Use of Short- and Long-Acting Nitrates in Stable
Angina Pectoris. Current Clinical Pharmacology. 4: 132-141.
Boden William E, dkk. 2015. Role of short-acting nitroglycerin in the management of ischemic
heart disease. Drug Design, Development and Therapy. 9: 4793–4805.
Rossello MD Xavier, dkk. 2015. Long-Term Use of Cardiovascular Drugs Challenges for
Research and for Patient Care. Journal Of The American College Of Cardiology. Vol.
66, No. 11.
Johannesson Magnus dkk. 1997. Cost Effectiveness Of Simvastatin Treatment To Lower
Cholesterol Levels In Patients With Coronary Heart Disease. The New England
Journal of Medicine.
Burckert E., dkk. 1995. Comparison of the Efficacy of Simvastatin and Standard Fibrate
Therapy in the Treatment of Primary Hypercholesterolemia and Combined
Hyperlipidemia. Clin. Cardiol. 18:621-629.
Sukandar Elin Yulinah, dkk. 2013. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI. 2012. Pedoman
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) bagi tenaga kesehatan. Jakarta : Direktorat
Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI.
Purwantyastuti. 2010. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Majalah Kedokteran
Indonesia, volume : 60.

Anda mungkin juga menyukai