Anda di halaman 1dari 39

KELOMPOK 2 KASUS 3

1. CKD
1.1. Definisi Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD)
adalah kerusakan ginjal, atau penurunan fungsi ginjal, yang telah terjadi > 3 bulan, dengan
implikasi pada kesehatan (KDIGO, 2003).
1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
Klasifikasi PGK dapat didasarkan pada adanya 1 atau lebih petanda kerusakan lebih atau
penurunan Laju Filtasi Glomerulus (LFG).
 Pertanda kerusakan ginjal (1 atau lebih)
1. albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam, ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
2. sedimen urin
3. elektrolit & gangguan tubulus
4. kelainan histologi
5. pemeriksaan radiologis
6. riwayat transplantasi ginjal
 Penurunan LFG
LFG <60 ml/men/1,73 m2(kategori LFG G3a-G5)

Berdasarkan pedoman KDIGO, PGK dikategorikan berdasar LFG (Tabel 1) dan berdasar ekskresi
albumin dalam urin (Tabel 2), sehingga pada akhirnya PGK dapat dikelompokkan berdasarkan stratifikasi
faktor risikonya (Tabel 3).
1.3. Penyebab Penyakit Ginjal Kronis
Penyebab PGK dapat berupa faktor klinis maupun faktor sosiodemografis :
A. Faktor Klinis
1. Diabetes Mellitus
2. Hipertensi
3. Penyakit Otoimun
4. Infeksi Sistemik
5. Infeksi Saluran Kemih
6. Batu Saluran Kemih
7. Obstruksi Saluran Kemih
8. Keganasan
9. Keluarga Riwayat Penyakit Ginjal
10. Sembuh dari Gangguan Ginjal Akut
11. Penurunan Massa Ginjal
12. Paparan terhadap Obat tertentu
13. Berat Badan Lahir Rendah
B. Faktor Sosiodemografis
1. Usia Lanjut
2. Minoritas tertentu (di Amerika)
3. Paparan terhadap Bahan Kimia tertentu
4. Pendidikan / Pendapatan rendah

1.4. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis


Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseroang mengalami penyakit gagal ginjal kronis,
antara lain:
 Usia. Karena usia yang makin bertambah, maka risiko penyakit ini juga meningkat.
 Suku. Mereka yang merupakan keturunan Afrika, Amerika, dan suku asli Amerika memiliki
risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras lainnya.
 Jenis Kelamin. Umumnya laki-laki memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit ini.
 Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga juga merupakan salah satu faktor pemicu diabetes dan
hipertensi yang berakhir pada gagal ginjal kronis.
 Sering Konsumsi Makanan Tinggi Protein dan Lemak. Konsumsi makanan tinggi protein dan
lemak bisa tingkatkan risiko terkena gagal ginjal.
 Penggunaan Jenis Obat Tertentu. Ada baiknya untuk menghentikan penggunaan obat-obatan
tertentu yang dapat merusak ginjal, misalnya golongan analgesik (obat penghilang rasa sakit). 
1.5. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik

1.6. ALGORITMA TERAPI HT PADA CKD


(Dipiro et al., 2005)

1.7. Definisi Nefropati Diabetik


Nefropati Diabetik adalah komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada perjalanan penyakit Diabetes
Melitus (DM), bermula dari adanya hiperfiltrasi, mikroalbuminuria dan hipertensi serta berkembang
menjadi penyakit ginjal diabetes atau Nefropati Diabetik.

Tahapan Penyakit Ginjal Diabetik


Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis

1 Hipertrofi, hiperfungsi Normal Meningkat Normal Reversibel

2 Kelainan struktur Normal Meningkat Normal / Mungkin


meningkat reversibel

3 Mikroalbumin persisten 20-200 Meningkat / Meningkat Mungkin


mg/menit normal reversibel

4 Makroalbuminuria/proteinuria >200 mg/menit Rendah Meningkat / Mungkin bisa


hipertensi stabil

5 Uremia Tinggi/rendah < 10 Hipertensi Irreversibel


ml/menit

Keterangan AER; Albumin Excretion Rate. LFG : Laju Filtrasi Glomerulus. TD : Tekanan Darah

Faktor resiko yang menyebabkan Nefropati Diabetik pada seorang penderita DM:
1. Hiperglikemia, merupakan faktor utama penyebab terjadinya Hiperfiltrasi pada Glomerulus, cedera
ginjal, pelepasan Sitokin dan produk Glikosilasi.
2. Hipertensi sistemik maupun glomerular menyebabkan vasodilatasi arteriol aferen glomerulus dan
menambah hiperfiltrasi yang sudah ada.
3. Dislipidemia , terutama peranan kadar LDL dan TG yang tinggi adalah merupakan agen proinflamasi
yang berperan pada disfungsi endotel.
4. Genetik dan Ras, faktor penyakit dalam keluarga menunjukan adanya kerentanan terhadap Nefropati
Diabetik.
5. Merokok, sudah disadari bahwa resiko perokok terhadap Nefropati Diabetik lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok tidak merokok.

1.8. Penatalaksanaan Diabetik Nefropati


Penangan Nefropati Diabetik yang baik adalah bermula dari pengendalian faktor resiko yang masih dapat
dimodifikasi yaitu:

1. Pengelolaan DM dengan berbagai tahapan dari peranan terapi non medikamentosa berupa diet dan
perubahan gaya hidup, aktifitas fisik yang disesuaikan dengan target untuk mendapatkan
keseimbangan berat badan serta pilihan obat oral antidiabetik maupun insulin.
Target kendali Gula Darah pada DM ditentukan dari rata -rata Gula Darah Puasa < 130 mg/dl dan
Post Prandial < 160 mg/dl serta HbA1C <7.
2. Pilihan obat antihipertensi adalah terutama yang bekerja pada RAAS yaitu ACE-Inh atau ARB.
Captopril sebagai generasi pertama kelompok ini masih luas digunakan dan dirasakan manfaatnya
dalam mengatasi Nefropati Diabetik. Target pencapaian tekanan darah <130/80 mmHg dan pada
keadaan Proteinuria >1 gram/hari ditargetkan <125/75 mmHg.
3. Dislipidemia ditanggulangi dengan penggunaan Statin maupun Fibrat. Perlu perhatian untuk
pemakaian Fibrat pada LFG yang sudah menurun <30 ml/menit.
Aspirin digunakan terutama bila resiko kardiovaskular yang lainnya menyertai.
4. Atasi komplikasi Nefropati Diabetik sesuai berat ringannya berdasarkan kriteria Penyakit Ginjal
Kronis sesuai dengan KDIGO 2013.
a. Diet rendah protein 0,8-1,2 gram/hari 3,5 kalori/Kg Berat Badan.
b. Deteksi dini terhadap komplikasi kardiovaskular dan Retinopati.
c. Bila kondisi telah tiba pada tahap akhir Penyakit Ginjal Kronis maka penatalaksanaan akan
ditujukan dalam perbaikan kualitas hidup secara paliatif dengan terapi pengganti ginjal yaitu
Hemodialisis, CAPD, Transplantasi ginjal.

2. NSTEMI
2.1. Definisi
Nstemi sebagai nyeri dada tipe tekanan yang biasanya terjadi saat istirahat atau dengan pengerakan
minimal 10 menit. Rasa sakit yang paling sering dimulai di daerah retrosternal dan dapat menjalar ke baik
atau kedua lengan, leher, atau rahang. Para pasien yg menderita nstemi mungkin juga menderita dispnea,
mual, sakit perut. Faktor yang meningkatkan kemungkinan nste-ac adalah usia lanjut, jenis kelamin laki-
laki, riwayat kesehatan keluarga yang positif dari CAD, dan munculnya penyakit pembuluh darah tepi,
diabe tes mellitus, insufisiensi renal, sebelum MI, dan sebelum revaskularisasi koroner. Meskipun para
pasien yang lebih tua (≥75 tahun) dan para wanita biasanya menunjukkan gejala-gejala umum, frekuensi
presentasi atypical meningkat dalam kelompok-kelompok ini dan juga pada pasien penderita diabetes
mellitus, kelainan fungsi renal, dan demensia.
2.2. Etiologi
NSTEMI bervariasi karena ada beberapa penyebab potensial. Ini mencakup merokok, kurangnya
kegiatan fisik, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, dan keturunan.

2.3. Patofisiologi NSTEMI


Acute coronary syndrome adalah ketidakcocokan dalam kebutuhan dan konsumsi oksigen
miokard. Walaupun penyebab ketidakcocokan ini pada STEMI hampir selalu berupa ruptur plak
koroner yang mengakibatkan pembentukan trombosis yang menyumbat arteri koroner, ada
beberapa kemungkinan penyebab ketidakcocokan ini pada NSTEMI. Mungkin ada kondisi yang
membatasi aliran seperti plak yang stabil, vasospasme seperti pada Prinzmetal angina, emboli
koroner, atau arteritis koroner. Cedera non-koroner pada jantung seperti memar jantung,
miokarditis, atau adanya zat kardiotoksik juga dapat menghasilkan NSTEMI. Akhirnya, kondisi
yang relatif tidak berhubungan dengan arteri koroner atau miokardium itu sendiri seperti
hipotensi, hipertensi, takikardia, stenosis aorta, dan emboli paru menyebabkan NSTEMI karena
peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi.
(Basit Hajira; Ahmad Malik; Martin R. Huecker., 2020. Non ST Segment Elevation (NSTEMI)
Myocardial Infarction)

2.4. Diagnostik NSTEMI


2.5. Tatalaksana
3. Gagal Jantung
3.1. Definisi Heart Failure/Gagal jantung
Heart failure/Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat
atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istrahat (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008).
3.2. Tanda dan gejala gagal jantung
Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai
Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan
vena jugularis, edema perifer, hepatomegaly
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali, suara
jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas (ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure 2008).
3.3. Manifestasi klinis gagal jantung

(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012).

3.4. Klasifikasi gagal jantung


Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang
berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008)

3.5. Etiologi Gagal Jantung


Gagal jantung disebabkan oleh beberapa gangguan, termasuk penyakit yang mempengaruhi
perikardium, miokardium, endokardium, katup jantung, pembuluh darah, atau metabolisme.
Penyebab paling umum dari disfungsi sistolik (HFrEF) adalah kardiomiopati dilatasi idiopatik
(DCM), penyakit jantung koroner (iskemik), hipertensi, dan penyakit katup. Untuk disfungsi
diastolik (HFpEF), kondisi serupa telah digambarkan sebagai penyebab umum, menambah
kardiomiopati obstruktif hipertrofik, dan kardiomiopati restriktif.
3.6. Patofisiologi Gagal Jantung

(Pathophysiology of Heart Failure,2017).


3.7. Algoritma diagnosis gagal jantung
Algoritma diagnosis gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri. Penilaian klinis yang
telitidiperlukan untuk mengetahui penyebab gagal jantung, karena meskipun terapi gagal jantung
umumnya sama bagi sebagain besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik
dan mungkin penyebab dapat dikoreksi Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna
dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolic\k

(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012).

3.8. Tatalaksana non-farmakologi


a. Ketaatan pasien berobat
Pemantauan berat badan
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg
dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi
I, tingkatan bukti C)
b. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat
yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai
sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
c. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
d. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia
jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan
hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya
tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien
harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
e. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di
rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)
f. Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan pulmonal
tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan
dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B)
3.9. Tujuan pengobatan gagal jantung

(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure, 2008).
Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV) (ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012).
STUDI KASUS
Profil Pasien :
No. RM : 12-08xxxx Ruang Asal : Ginjal
Nama/Umur : Tn NS/ 76 tahun (25-5-1944)
BB/TB/LPT : 65 kg / 167 cm
Alamat : Sby
Status Pasien : BPJS
Diagnosis :
Tgl 28 April: NSTEMI + DMND V + HT stg 2+ DCFC IV
Tgl 1 : CKD stg V+HT stg I + DCFC III + AV Block derajat 1
Tgl 4: post NSTEMI+DM tipe 2+ ND V+ HT stg1
Alasan MRS / : Nyeri ulu hati sampai dada sejak 3 hari yang lalu, sesak nafas, Mual, muntah
Riwayat Penyakit : HT 15 tahun dan minum obat tidak teratur, DM 3 tahun (minum glibenklamid), jamu seduh setiap terasa pegal linu
No JENIS OBAT RUTE REGIMENTASI DOSIS Tanggal Pemberian Obat
Nama Dagang/Generik 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5 3/5 KRS

1 Infus PZ 500cc Iv 500 cc / 24 jam 400 √ √ √ √ √


2 Lovenox SC 1 x 0,6 √ - - -
3 Ranitidin 50 mg Iv 2 x 50 mg √ √ √ √ √ √ 2x1 tab po
4 Lasix Iv 3 x 1 ampul √ √ √ √ √ √ 3x1 tab po
5 Clopidogrel 75 mg p.o 1x75 mg √ - - -
6 Simvastatin 20 mg p.o 0-0-1 √ √ √ √ √ √ √
7 ISDN 3x5 mg p.o 3x1 ampul √ √ √ √ √ √ √
8 Amlodipin 5 mg p.o 1-0-0 √ 10 10 10 √ √ √
9 Ceftazidim inj Iv 3x1g √ √ √ √ √ √
10 Laxadyn Syr p.o 3x1C √ √ √ - √ √ √
11 Paracetamol 500 mg p.o 3x 500 mg (prn) √ √ √ √ √ √ √
12 Kalitake p.o 3x1 - √ √ √ √ √
13 O2 nasal 3lpm √ √ √ √ √ √
14 Transfusi PRC 1kolf/hari - √ √ √ √ √
15 Candesartan 8 mg po 8 mg – 0 – 0 √ √ √ √ √ √ √
16 Ondancetron 8 mg po 3 x 8 mg √ √ √ √ √ √
17 Cetirizin 10 mg po 2 x 1 tab √ √ √ √ √ √
18 Bisoprolol 2,5 mg po 2,5 mg - 0 -0 √ √ √ √ √ √
19 Metamizol 1 gram iv 3x1 √ √ √ √ √ √
No DATA KLINIK Tanggal
(yang penting) 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5 3/5

1 KU/GCS Lemah/ Lemah/ Lemah/ Cukup/


4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6
2 Tekanan darah (120/80 mmHg) 150-160/ 140/50 150-160/ 120/70
70-90 30-80
3 Temperatur (36-370C) 36,5-38 36 36,5
4 Nadi 60 48 47 60
(< 90x/menit)
5 RR 20 20 14-20 20
(< 20x/menit)
6 Sesak nafas + + - +
7 Rh/Wh +/- +/- -/- -/-
8 Nyeri ulu hati + + - -
9 Batuk berdahak + + - -
10 Mual / muntah ++/++ +/+ -/- -/-
11 Gatal ++ ++ + -
12 Nyeri seluruh badan ++ ++ + -
13. Mimisan + + +
14. Hematuria + + +
No Data Laboratorium 28/4 (09.01) 28/4 (16.34) 31/4
1 DL :
Hb (11,8-14,2 g/dL) 7,2
Leukosit (4,5-10,5x103/µL) 8,4
Trombosit (150-400x103/µL) 296
LED
Granulosit (1,4-6,5%) 84,1
Limfosit (1,2-3,4x103/ µL) 0,7
Monosit (0,1-0,6x103/ µL) 0,6
RBC (4,00-6,00x106 / µL) 2,35
HCT (35-60%) 23,0
MCV (80,00-90,99 fl) 97,7
MCH (27,00-31,00 pg) 30,6
MCHC (33,00-37,00 g/dL) 31,3
RDW (11,60-13,70 %) 11,1
MPV (7,80-11,00 fl) 7,8 fl
2 SE :
K (3,8-5,0 mmol/L) 6,8 5,1 3,4
Na (136-144 mmol/L) 131 141 131
Cl (97-103 mmol/L) 97 110 105
Ca (8,6-10,2 mmol/L) 7,3
3 RFT :
BUN (10-20 mg/dL) 76,2 91 79
SCr (0,5-1,2 mg/dL) 7,09 7,06 8,3
CCr
4 BGA :
pH (7,35-7,45) 7,39
PCO2 (35-45 mmHg) 23
No DATA KLINIK Tanggal
(yang penting) 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5 3/5

PO2 131
HCO3 (21-25 mmHg) 13,9
BE -11,1
5 LFT :
SGOT (˂ 38 u/L) 429 117
SGPT (˂ 41 u/L) 384 276
Bili Total
Bili Dir/Indir
6 Lain-Lain :
Albumin 3,33
GDA (40-121 mg/dL) 132 137
GDP
GD2PP
7 CKMB (7,0-25,0) 41,9 58
8 Troponin T (< 0,03) 0,1 0,1
9 EF 46%
10 Sat O2 90% 98%

Problem Medik Subjektif Objective Nama Obat Indikasi Dosis dan frekuensi Asessment Plan
Tgl 28/4-30/4 Spo2 90% dan 98% O2 nasal 3lpm Hipoksemia 3 lpm Terapi sudah tepat Monitoring saturasi
Sesak anfas oksigen
dan lemah
Kardiomegali Tgl 28/4-30/4 - Lasix Edema, 3 x 1 ampul 20 mg (iv) Terapi sudah tepat Monitoring sesak nafas
Sesak nafas, antihipertensi
edema
Keseimbangan Tgl 28/4-30/4 K (3,8-5,0 mmol/L): 6,8 Infus PZ Menyeimbangan 500cc/24 jam (iv) Terapi sudah tepat Monitoring kadar
Elektrolit Lemah Na (136-144 mmol/L): 131 kadar elektrolit elektrolit dan kondisi
klinik pasien
Troponin 0,1 Lovenox Antikoagulan, 1 x 0,6 ml (sc) Lovenox dapat menyebabkan Rekomendasikan
CKMB 41,9 dan 58 (Enoxaparin dapat mengurangi hiperkalemia, sedangkan untuk menghentikan
sodium) resiko kejadian kalium pasien sudah tinggi dan terapi.
iskemi pemberian dengan Clopidogrel
dapat meningkatkan resiko
perdarahan. Pasien sudah
Perdarahan
mengalami perdarahan
(mimisan,
(hematuria dan mimisan).
hematuria)
Troponin 0,1 Clopidogrel 75 Antiplatelet, 1x75 mg (po) Pasien sudah mengalami Rekomendasikan
CKMB 41,9 dan 58 mg menurunkan resiko perdarahan (hematuria dan untuk menghentikan
kardiovaskular mimisan). Sedangkan terapi.
pada NSTEMI pemberian dengan Lovenox
NSTEMI dapat meningkatkan resiko
perdarahan.
Tgl 28/4-31/4 OT↑ 429 Simvastatin 20 Stabilisasi 0-0-20 mg (po) Pemberian sudah tepat. Karena Monitoring OT, PT,
Sesak nafas PT↑ 384 mg plak/pleunotropik OT/PT pasien tinggi perlu Scr dan Proteinuria
dan berfungsi adjust dose 5 mg sehari sekali
sebagai vasodilator pada malam hari karena
simvastatin bersifat
hepatotoksik (McEvoy, 2011)
Tgl 28/4-31/4 Troponin 0,1 ISDN 3x5 mg Dilatasi pembuluh 3x5 mg (po) Pemberian sudah tepat Monitoring sesak dan
Sesak nafas CKMB 41,9 dan 58 darah koroner tekanan darah
untuk pasien yang
mengalami
arterosklerosis
DCFC III Tgl 28/4-30/4 Tgl 28/4-31/4: Bisoprolol 2,5 Mengurangi beban 2,5 mg-0-0 (po) Pasien pada tgl 28-31/4 HR Rekomendasi
Lemah Tekanan Darah 160/90, mg kerja jantung menurun, sehingga jika mengentikan terapi
140/50,160/80,120/70 dengan diberikan Bisoprolol akan untuk sementara,
Heart rate 60,48,47,60 memberikan efek menyebabkan pasien terapi dilanjutkan
pada reseptor B-1 mengalami bradikardi yang ketika heart rate pasien
yang akan memperburuk kondisinya, normal. Monitoring
mengakibatkan karena Bisoprolol menurunkan tekanan darah dan
turunnya konsumsi heart rate heart rate.
oksigen
miokardium
Lemah Kalium 3,8-5 - - - Menyarankan dokter untuk memberikan terapi antagonis
aldosterone (spironolakton) saat kalium pasien <5,0
mmol/L dan Scr <2,5 mg/dL untuk terapi DCFC III-IV
(gejala sedang sampai berat). Dosis spironolactone: awal
12,5 – 25 mg sekali sehari. Dapat ditingkatkan sampai 50
mg sekali sehari setelah 8 minggu. Penurunan dosis
sampai 25 mg jika terjadi hyperkalemia atau obat
dihentikan (PERKI, 2015).
Asidosis Mual dan Tgl 28/4: - - - Menyarankan dokter untuk memberikan Na Bikarbonat.
metabolik muntah, gatal Ph 7,39 Dosis Na Bikarbonat: 2-5 mEq/kg 33-50% kebutuhan Na
pCO2 ↓ 23 Bikarbonat (42,9 – 162,5 mEq) sebagai larutan infus
pO2 131 selama 4-8 jam (McEvoy, 2011). Na Bikarbonat harus
HCO3 ↓ 13,9 diberikan sebagai larutan isoosmotik (untuk mencegah
hiperosmolar) dan dengan infus yang lebih lambat
daripada bolus intravena (untuk mengurangi pembentukan
CO2).
Hipertensi Stage - Tgl 28/4-31/4 Amlodipin 5 Antihipertensi 3x5 mg (po) Pemberian sudah tepat Monitoring tekanan
II Tekanan Darah 160/90, mg stage 2 darah
140/50,160/80,120/70
Remodelling - Tgl 28/4-31/4 Candesartan 8 Hipertensi, CHF, 8 mg-0-0 (po) Karena pasien sudah Rekomendasi
Tekanan Darah 160/90, mg Diabetik nefropati mengalami hiperkalemia yang menghentikan terapi
140/50,160/80,120/70 dapat dilihat dari tgl 28/4 untuk sementara, dan
K (3,8-5,0 mmol/L): 6,8 K=6,8 , obat dapat dihentikan dilanjut ketika kadar
sementara sebab candesartan kalium pasien normal.
dapat menyebabkan Monitoring tekanan
hiperkalemia. darah dan kalium
Anemia Lemah Hb rendah (7,2) Transfusi PRC Pengobatan anemia 1kolf/hari Rekomendasi ke
RBC rendah (2,35) 1kolf/hari (meningkatkan Hb) dokter untuk
HCT rendah (23,0) mengganti obat dengan
MCV tinggi (97,7) terapi ESA Alfa
MCH (30,6) karena ESA Alfa lebih
MCHC tinggi (31,3) cepat mencapai steady
state.
Dosis ESA Alfa: 100
iu/kgBB/minggu
terbagi dalam 3 dosis
secara subkutan.

Hiperkalemia - K (3,8-5,0 mmol/L): 6,8 Kalitake Hiperkalemia 3x1 (po) Karena pasien sudah Menyarankan dokter
mengalami hiperkalemia untuk menghentikan
dengan kadar kalium yang terapi Kalitake karena
tinggi yaitu 6,8 pada tgl 28/4, onset of action kalitake
dapat diberikan terapi lain lebih lama daripada
untuk mempercepat onset onset of action terapi
dalam menurunkan kalium insulin + dextrose
pasien. yang merupakan terapi
utama hiperkalemia.
Dosis yang diberikan:
dengan iv insulin 6,5
unit, disertai 250 ml
infus D10W selama
lebih dari 2 jam (Clin
Kidney J, 2014).
Nyeri Nyeri seluruh - Metamizol 1 Analgesik, 3x1g (iv) Karena pasien sudah Rekomendasi untuk
badan gram antipiretik mengalami kondisi CKD-V, menghentikan terapi.
pemberian NSAID dihindari
karena akan menyebabkan
kerusakan ginjal dengan
mengurangi aliran darah ke
glomerulus (McEvoy, 2011).
Nyeri seluruh OT↑ 429 Paracetamol Analgesik, 3x500 mg (po) Karena OT/PT pasien tinggi Rekomendasi
badan PT↑ 384 500 mg antipiretik yaitu pada tgl 28/4 OT↑ 429 penggantian obat
PT↑ 384, pemberian menjadi Sistenol untuk
paracetamol dapat mengurangi efek
dikombinasikan dengan N- samping pada
asetilsistein sebagai antidote. gangguan hepar.
Tidak digunakan opioid karena
penggunaan opioid untuk skala
nyeri berat yaitu 6-7.
Infeksi Lemah Tanda-tanda SIRS: Ceftazidime inj Antibiotik yang 3x1 g (iv) Pemberian sudah tepat. Perlu Monitoring tanda-
Tgl 28/4-31/4 disebabkan S. adjust dose menjadi 500 mg tanda SIRS, dan
T: 38,36,36,5 aureus tiap 24 jam. Jika untuk pasien leukosit.
Nadi: 60,48,47,60 HD, Loading dose 1 g
RR: 20,20,20,20 kemudian dilanjutkan setelah
Granulosit ↑ 84,1 HD 1 g (McEvoy,2011).
Limfosit ↓ 0,7
Konstipasi Konsistensi - Laxadyn Syr Pencahar untuk 3x15 ml (po) Pemberian sudah tepat Monitoring konsistensi
feses mengatasi feses
konstipasi
Gastric ulcer Nyeri ulu hati - Ranitidin 50 Gastric ulcer 2x50 mg (iv) Pemberian sudah tepat Monitoring nyeri ulu
mg hati
Mual dan - Ondancetron 8 Antiemetik 3x8 mg (po) Mual muntah pada pasien PGK Monitoring frekuensi
muntah mg dapat disebabkan karena mual muntah
asidosis 21metabolik dan
uremia, sehingga
rekomendasikan untuk
mengehentikan terapi dan
memberikan terapi kombinasi
ranitidin (H2 Blocker) +
Gejala lain dari metoclopramid (ada efek
komplikasi CKD samping Ekstrapiramidal
Sydrom).
- Cetirizin 10 mg Antihistamin 2x10 mg (po) Gatal atau pruritus pada pasien Monitoring gatal
Gatal PGK dapat disebabkan karena
kadar urea yang tinggi dalam
tubuh (uremia).
Rekomendasikan untuk
menghentikan terapi dan
melakukan 21dialisis.
Diabetes Mellitus - Tgl 28/4 dan 31/4 - - Ada indikasi tidak ada Rekomendasi untuk pemeriksaan penunjang lain yaitu
GDA↑ 132; 137 terapi HbA1c, GDP dan GD2PP. Untuk pasienCKD non dialisis
dapat menggunakan meglitinide, repaglinide (dosis
dimulai dengan 0,5 mg) karena obat tersebut
tidadieliminasi di ginjal . Penggunaan insulin lebih baik
tetapi pasien dengan GFR <10 mL/min/1,73m2 dosis
dikurangi hampir 50%, yaitu dosis diawali dengan 7 unit
(75% dari 10 unit). Monitoring lengkapHbA1c dan GDP,
GDA,GDPP.
(Tunbridge et al, 1989 and Freeman et al, 1991)
Hiperfosfatemia - - - Ada indikasi tidak ada Pasien ada peningkatan fosfat (hiperfosfatemia),
terapi pemberian CaCO3 wajib diberikan pada pasien, diberikan
saat makan.
CaCO3 digunakan dalam penanganan kondisi
hiperfosfatemia pasien. Hiperfosfatemia pada pasien gagal
ginjal terjadi akibat pelepasan fosfat dari dalam sel karena
asidosis dan uremik. CaCO3 bekerja dengan mengikat
fosfat pada saluran pencernaan sehingga mengurangi
absorbsi fosfat (Sweetman, 2007).

No JENIS OBAT RUT REGIME Frekuensi Pemberian


E NTASI
DOSIS
Nama Dagang/ 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5
Generik P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M

09.0 14. 1 23. 05. 1 1 2 05. 1 17. 23. 05. 1 1 2 05. 1 1 2 05. 1 1 23.
00 8. 00 30 1. 7. 3. 30 1. 30 30 30 1. 7. 3. 30 1. 7. 3. 30 1. 7. 30
0
0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 Infus PZ 500cc Iv 500 cc / 400 500 500 500 500 500


bolu 24 jam
s

2 Lovenox SC 1 x 0,6 √ - - - - - - - - - - - - - - - - - -

3 Ranitidin 50 mg Iv 2 x 50 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
bolu mg
s
4 Lasix Iv 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ampul
5 Clopidogrel 75 p.o 1x75 √ √ - - - - - - - - - - - - - - - -
mg mg
6 Simvastatin 20 p.o 0-0-1 √ √ √ √ √ √
mg
7 ISDN 3x5 mg p.o 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ampul
8 Amlodipin 5 mg p.o 1-0-0 √ 10 10 10 √ 5 5
9 Ceftazidim inj Iv 3x1g √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
bolu
No JENIS OBAT RUT REGIME Frekuensi Pemberian
E NTASI
DOSIS
Nama Dagang/ 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5
Generik P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M

09.0 14. 1 23. 05. 1 1 2 05. 1 17. 23. 05. 1 1 2 05. 1 1 2 05. 1 1 23.
00 8. 00 30 1. 7. 3. 30 1. 30 30 30 1. 7. 3. 30 1. 7. 3. 30 1. 7. 30
0
0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

s
10 Laxadyn Syr p.o 3x1C √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - - √ √ √ √ √ √
11 Paracetamol 500 p.o 3x 500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg mg
(prn)
12 Kalitake p.o 3x1 - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
13 O2 nasal 3lpm √ √ √ √ √ √
14 Transfusi PRC - - - - √ √ √ √ √
1kolf/hari
15 Candesartan 8 po 8 mg – √ √ √ √ √ √
mg 0–0
16 Ondancetron 8 po 3 x 8 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
17 Cetirizin 10 mg po 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tab
18 Bisoprolol 2,5 mg po 2,5 mg - √ √ √ √ √ √
0 -0
19 Metamizol 1 Iv 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
gram bolu
s
Penyiapan Obat UDD
RUMAH SAKIT DISTRIBUSI RAWAT INAP DENGAN
UWM UNIT DOSE DISPENDING
No. Dokumen : No. Revisi Halaman : 1/2
STANDAR Tanggal Terbit Ditetapkan :
PROSEDUR Direktur RS UWMS:
OPERASIONAL
dr. R.R Novitasari
PENGERTIAN Proses ini digunakan untuk mengatur proses distribusi obat rawat inap diruang perawatan
dengan system unit dose dispending
TUJUAN Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan UDD
KEBIJAKAN
PROSEDUR 1. Petugas mengecek obat pasien
2. Retur obat bila pasien meninggal atau pulang
3. Resep diantar oleh perawat ke ruang farmasi
4. Petugas farmasi melakukan skrining resep
5. Obat disiapkan untuk keperluan 1 hari dengan masing-masing etiket ( etiekt pagi=
pink. Etiket siang=kuning, etiket malam= biru, etiket waktu antara=putih)
6. Entri pemakaian obat pada computer
7. Obat disimpan pada masing-masing loker obat pasien, lakukan serah terima
dengan perawat ruangan
8. Semua data obat dicatat direkam medik
UNIT TERKAIT Instalasi Farmasi, Rawat inap
Halaman 2/2
Hari/tanggal : 28/4/2020
Ruang : Ginjal
No. Reg : 12-08xxxx
No Nama Obat Dosis Waktu Penyerahan Sisa Paraf
Kamar Pasien Obat Perawat
Tn.NS 6 12 14 16 22 24
* ** * ** * ** * ** * ** * **

Catatan : * beri tanda √ bila obat SUDAH DISIAPKAN


beri tanda -- bila obat HABIS/KOSONG
** tulis F bila FARMASIS yang memberikan obat kepada pasien
tulis P bila PERAWAT yang memberikan obat kepada pasien
Penyiapan yang menyiapkan yang menerima
Farmasis Perawat
I Jam 11.30 ……………….. …………………
II Jam 15.30 ……………….. …………………
Serah Terima Kepada Perawat

FORMAT SERAH TERIMA OBAT


Nama Pasien : Tn. NS Ruang : Ginjal
Umur : 76 tahun No. Reg : 12-08xxxx
Tgl No. Nama Obat Dosis Keterangan Tanda Keterangan
(Diterima/Diserahkan) Tangan/ Nama
Terang yang
diserahkan
28/4/2020 1. Infus PZ 500cc 400 cc / 24 jam
2. Lovenox 1 x 0,6
3. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg
4. Lasix 3 x 1 ampul
5. Clopidogrel 75 mg 1x75 mg
6. Simvastatin 20 mg 0-0-1
7. ISDN 3x5 mg 3x1 ampul
8. Amlodipin 5 mg 1-0-0
9. Ceftazidim inj 3x1g
10. Laxadyn Syr 3x1C
11. Paracetamol 500 mg 3x 500 mg
(prn)
12. O2 nasal 3lpm
13. Ondancetron 8 mg 8 mg – 0 – 0
14. Cetirizin 10 mg 3 x 8 mg
15. Bisoprolol 2,5 mg 2 x 1 tab
16. Metamizol 1 gram 2,5 mg - 0 -0
17. Candesartan 8 mg 3x1
29/4/2020 1. Infus PZ 500cc 500 cc / 24 jam
2. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg
3. Lasix 3 x 1 ampul
4. Simvastatin 20 mg 0-0-1
5. ISDN 3x5 mg 3x1 ampul
6. Amlodipin 10 mg 1-0-0
7. Ceftazidim inj 3x1g
8. Laxadyn Syr 3x1C
9. Paracetamol 500 mg 3x 500 mg
(prn)
10. Kalitake 3x1
11. O2 nasal 3lpm
12. Transfusi PRC
1kolf/hari
13. Candesartan 8 mg 8 mg – 0 – 0
14. Ondancetron 8 mg 3 x 8 mg
15. Cetirizin 10 mg 2 x 1 tab
16. Bisoprolol 2,5 mg 2,5 mg - 0 -0
17. Metamizol 1 gram 3x1
30/4/2020 1. Infus PZ 500cc 500 cc / 24 jam
2. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg
3. Lasix 3 x 1 ampul
4. Simvastatin 20 mg 0-0-1
5. ISDN 3x5 mg 3x1 ampul
6. Amlodipin 10 mg 1-0-0
7. Ceftazidim inj 3x1g
8. Laxadyn Syr 3x1C
9. Paracetamol 500 mg 3x 500 mg
(prn)
10. Kalitake 3x1
11. O2 nasal 3lpm
12. Transfusi PRC
1kolf/hari
13. Candesartan 8 mg 8 mg – 0 – 0
14. Ondancetron 8 mg 3 x 8 mg
15. Cetirizin 10 mg 2 x 1 tab
16. Bisoprolol 2,5 mg 2,5 mg - 0 -0
17. Metamizol 1 gram 3x1
31/4/2020 1. Infus PZ 500cc 500 cc / 24 jam
2. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg
3. Lasix 3 x 1 ampul
4. Simvastatin 20 mg 0-0-1
5. ISDN 3x5 mg 3x1 ampul
6. Amlodipin 10 mg 1-0-0
7. Ceftazidim inj 3x1g
8. Paracetamol 500 mg 3x 500 mg
(prn)
9. Kalitake 3x1
10. O2 nasal 3lpm
11. Transfusi PRC
1kolf/hari
12. Candesartan 8 mg 8 mg – 0 – 0
13. Ondancetron 8 mg 3 x 8 mg
14. Cetirizin 10 mg 2 x 1 tab
15. Bisoprolol 2,5 mg 2,5 mg - 0 -0
16. Metamizol 1 gram 3x1
1/5/2020 1. Infus PZ 500cc 500 cc / 24 jam
2. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg
3. Lasix 3 x 1 ampul
4. Simvastatin 20 mg 0-0-1
5. ISDN 3x5 mg 3x1 ampul
6. Amlodipin 5 mg 1-0-0
7. Ceftazidim inj 3x1g
8. Laxadyn Syr 3x1C
9. Paracetamol 500 mg 3x 500 mg
(prn)
10. Kalitake 3x1
11. O2 nasal 3lpm
12. Transfusi PRC
1kolf/hari
13. Candesartan 8 mg 8 mg – 0 – 0
14. Ondancetron 8 mg 3 x 8 mg
15. Cetirizin 10 mg 2 x 1 tab
16. Bisoprolol 2,5 mg 2,5 mg - 0 -0
17. Metamizol 1 gram 3x1
2/5/2020 1. Infus PZ 500cc 2 x 50 mg
2. Ranitidin 50 mg 3 x 1 ampul
3. Lasix 0-0-1
4. Simvastatin 20 mg 3x1 ampul
5. ISDN 3x5 mg 1-0-0
6. Amlodipin 5 mg 3x1g
7. Ceftazidim inj 3x1C
8. Laxadyn Syr 3x 500 mg
(prn)
9. Paracetamol 500 mg 3x1
10. Kalitake
11. O2 nasal 3lpm
12. Transfusi PRC 8 mg – 0 – 0
1kolf/hari
13. Candesartan 8 mg 3 x 8 mg
14. Ondancetron 8 mg 2 x 1 tab
15. Cetirizin 10 mg 2,5 mg - 0 -0
16. Bisoprolol 2,5 mg 3x1
17. Metamizol 1 gram 2 x 50 mg
3/5/2020 1. Ranitidin 50 mg 2 x 1 (p.o)
2. Lasix 0-0-1 (p.o)
3. Simvastatin 20 mg 3x1 (p.o)
4. ISDN 3x5 mg 1-0-0 (p.o)
5. Amlodipin 5 mg 3 x 1 g (p.o)
6. Ceftazidim inj 3 x 1 (p.o)
7. Laxadyn Syr 3x 500 mg (p.o)
8. Paracetamol 500 mg 3 x 1 (p.o)
9. Candesartan 8 mg 3 x 8 mg (p.o)
10. Furosemid 40 mg 1-0-0 (p.o)
11. Clopidogrel 75 mg 1x1 (p.o)
Konseling KRS

1. Memanggil pasien, memberi salam kepada pasien, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien (dengan pasien sendiri/mewakili),
meminta izin ketersediaan waktu untuk konseling, dan menyampaikan manfaat konseling bagi pasien
2. Mengawali dengan three prime questions yaitu apa yang dikatakan dokter mengenai penyakit yang diderita bahwa pasien mengalami post
NSTEMI+DM tipe 2+ ND V+ HT stg1 harapan mengenai cepat kembali pulih dan stabil.
3. Apoteker menanyakan data-data pada pasien diantaranya: gejala yg dirasakan saat ini (sesak, nyeri), dan untuk hasil EKG (Irama sinus
52x/menit, sumbu normal, iskemik anterior+inferior)
4. Apoteker memberi informasi kepada pasien sebagai berikut: obat 1 yaitu ISDN untuk mengurangi nyeri dada, Sehari tiga kali diminum
setiap 8 jam sekali. Obat yang ke 2 Clopidogrel 75 mg yaitu untuk Untuk pengencer darah supaya aliran darah pasien lancar , diminum
1xsehari sekali setelah makan. Obat yang ke 3 yaitu Ranitidin untuk mengurangi stress ulcer yang dapat menyebab kan nyeri pada ulu hati,
diminum 2x sehari dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan. Obat selanjutnya, Lasix untuk megurangi nyeri badan pasien, Lasix diminum
3x sehari sesudah makan. Simvastatin untuk stabilisasi plak, dkonsumsi 1x sehari pada malam hari sesudah makan. Amlodipin dan
Furosemid untuk menurunkan tekan darah, diminum 1x sehari pada pagi hari sesudah makan. Candesartan ini juga untuk menstabilkan
tekanan darah, diminum pada pagi hari sesudah makan. Paracetamol 500 mg tambahan untuk mengurangi nyeri diminum, diminum 3x
sehari setelah makan. Laxadyn Syr untuk memperlancar BAB, diminum 3x sehari setelah makan.
5. Apoteker menjelaskan jika pasien lupa meminum obat tidak perlu untuk menggandakan jumlah minum obat serta
menyarankan pasien untuk mematuhi penggunaan obat, harus patuh meminumnya, dengan meminta bantuan orang-orang
terdekat untuk mengingatkan konsumsi pengobatan terutama obat hipertensi agar tekanan darah pasien turun. Dan
mengingatkan pasien untuk tidak mengkonsumsi jamu seduh kembali setelah ini karena akan memperberat kerja fungsi ginjal
pasien.
6. Apoteker memberikan kemungkinan efek samping yang terjadi akibat penggunaan obat seperti mual,muntah,sakit kepala, serta
menyarankan pasien untuk mematuhi penggunaan obat, harus patuh meminumnya, dengan meminta bantuan orang-orang
terdekat untuk mengingatkan konsumsi pengobatan terutama obat hipertensi agar tekanan pasien turun.
7. Apoteker menjelaskan terapi non farmakologi pasien istirahat yang cukup, jaga kebersihan dan makan makanan yg sehat. Dan
memberikan informasi untuk menghentikan minum jamu seduh karena dapat memperburuk kondisi ginjal pasien.
TUGAS
1. Obat-obat yang kontraindikasi dalam kasus
- Paracetamol 500 mg: Obat anti inflamasi non steroid menghambat sintesis prostaglandin
yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pada medulla ginjal. Penghambatan
sistensi prostaglandin yang kuat oleh OAINS dalam jangka waktu pendek sudah dapat
menyebabkan vasokonstriksi renal, menurunkaan aliran darah ke ginjal dan potensial
menimbulkan iskemia glomerular.
- Metamizol : Obat anti inflamasi non steroid menghambat sintesis prostaglandin yang
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pada medula ginjal.
2. Pengurangan asupan cairan pada pasien CKD
Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik, sangat perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Cairan yang masuk
kedalam tubuh dibuat seimbang dengan cairan yang keluar, baik melalui urin maupun
Insensible water loss (IWL). Dalam melakukan pembatasan asupan cairan, bergantung
dengan pengeuaran urin dalam 24 jam dan ditambahkan dengan IWL. Pemantauan
dilakukan dengan cara mencatat jumlah cairan yang diminum dan jumlah urin setiap
harinya pada chart/tabel (Shepherd, 2011).
Pada pasien gagal ginjal intake cairan yang direkomendasikan bergantung pada
jumlah urin 24 jam, yaitu jumlah urin 24 jam sebelumnya ditambahkan 500-800 cc (IWL)
(Europan Society for Parenteral and Enteral Nutrition dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro,
Mc Cann, Bedogni, 2012).
Perhitungan:
1 cc = 15 tts → 400 cc = 6000 tts / 24 jam → 6000 tts / 1440 menit = 4,16 tts / menit
1 cc = 15 tts → 500 cc = 7500 tts / 24 jam → 7500 tts / 1440 menit = 5,2 tts / menit
3. Statin
- Fungsi statin: Penurunan sintesis kolesterol, antidislipidemia, menstabilkan plak akibat
aterosklerosis, pleiotropic, antiinflamasi, antioksidan, vasodilatasi, mencegah disfungsi
endotel (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23521372/)
- Karena OT/PT pasien tinggi, dosis Simvastatin dapat diturunkan dengan pemantauan
konsentrasi serum aminotransferase, apabila terjadi transaminase elevation > 3 x ULN
maka simvastatin dihentikan (DIH, 2009).
- Efek samping statin pada hepar

(ACC/AHA, 2019) https://www.acc.org/~/media/Non-Clinical/Files-PDFs-Excel-MS-


Word-etc/Guidelines/2018/Guidelines-Made-Simple-Tool-2018-Cholesterol.pdf

4. Antiremodelling ACE-I/ARB
Berdasarkan pustaka, ACE-I lebih efektif untuk antiremodelling. Karena ACE-I dapat
membalikkan remodeling ventrikel melalui perubahan pada afterload/preload dengan mencegah
efek perkembangan Angiotensin II pada miosit dan dengan menekan fibrosis jantung yang
disebabkan oleh Angiotensin II dan Aldosteron (Goodman and Gillman, 2008).
Contoh: Captopril
Dosis untuk antihipertensi : 12,5- 25 mg sehari 2 kali (BNF, 2019)
Dosis untuk antiremodeling: 6,25-12,5 mg sehari sekali, dapat ditingkatnkan menjadi
sehari 2 kali (BNF, 2019)
5. Parameter infeksi
Gejala infeksi sbb:
1. Rasa sakit yang tidak terkontrol atau cachexia. Cachexia disebabkan oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel-sel tumor atau lingkungan mikro tumor yang bekerja langsung di otak
menyebabkan anoreksia yang diinduksi terpusat atau sitokin dapat mengganggu dengan
jalur metabolisme. Perubahan metabolisme berbeda menemani peningkatan pengeluaran
tubuh basal, seperti peningkatan glukoneogenesis, peningkatan konsumsi dan penurunan
sintesis serta peningkatan katabolisme lemak dan protein.
2. Demam > Durasi 3 minggu dan suhu> 38,3
3. Pruritus dapat menjadi manifestasi dari sejumlah penyakit sistemik dalam pengaturan di
mana tidak ada lesi kulit yang terlihat.
4. Leukositopenia, Neutrofilia, Neutropenia
5. Peningkatan laju endap darah (led ), trombositopenia, hipercalsemia

6. Perbedaan tiap golongan obat


ACE-I
Nama Obat Prodrug Onset T 1/2 Protein Bioavailabilitas Food effect Dosis Frekuensi
binding (%) (mg)
Captopril Tidak 1-2 jam <2 jam 25-30% 60-75 Menurunkan 25-150 2-3x sehari
25-40%
Enalapril Ya 4-8 jam <2 jam 50-60% 55-75 - 10-40 1-2x sehari
Lisinopril Tidak 1 jam 12 jam - 25 - 10-40 1x sehari
Benazipril Ya 1 jam 10-11 96,7% 37 - 20-40 1-2x sehari
jam
Quinapril Ya 1 jam 2 jam 97% 60 Menurunkan 20-80 1-2x sehari
25-30%
Ramipril Ya 4 jam 13-17 73% ≥50-60 Menurunkan 2,5-20 1-2x sehari
jam laju/rate
Trandonapril Ya 4 jam 6 jam 80% 10 Menurunkan 2-4 1x sehari
laju/rate
Moexipril Ya 1 jam 12 jam 50% 13 Menurunkan 7,5-30 1-2x sehari
konsentrasi
plasma puncak
Fisinopril Ya 1 jam 12 jam 99 36 Menurunkan 20-40 1-2x sehari
laju/rate
Perindopril Ya Beberapa 0,8-1 60% 75 Menurunkan 4-8 1x sehari
minggu jam bioavailabilitas
35%
(McEvoy, 2011)
 Lipofilitas quinaprillebih tinggi dibandingkan ACE-I lainnya, sehingga aktivitasnya juga
meningkat.
 Lisinopril satu-satunya ACE-I yang menunjukkan kurva dosis linier
(Siswandono, 2000)
ARB
Nama Obat Onset T½ Protein Bioavailabilitas Renal/Hepatic Food effect Dosis Frekuensi
(jam) binding Clearance
Losartan 1 minggu 2 >98 33 10/90 minimal 50-100 1x sehari
Candesartan 2 minggu 9 >99 15 60/40 - 8-32 1-2x sehari
Valsartan 2 minggu 6 95 25 30-70 40-50% 80-320 1x sehari
menurunkan
Irbesartan 2 minggu 11-15 90-95 70 1/99 - 150-300 1x sehari
Telmisartan 2 minggu 24 >99 42-58 1/99 - 20-80 1x sehari
Eprosartan 2-3 minggu 5 98 13 30/70 - 400-800 1-2x sehari
Olmesartan 2 minggu 14-16 >99 29 40/60 - 20-40 1x sehari
(McEvoy, 2011)

CCB
Nama Obat Onset T½ Protein Bioavailabilitas Food effect Dosis (mg) Frekuensi
(jam) (jam) binding (%) (%)
Non Dihidropiridin
Verapamil 1 minggu 2-8 atau 90 20-35 Menurunkan laju 80-320 2-3x sehari
4,5-12 dan absorbsi
Diltiazem - 2-11 jam 70-85 80 Laju absorbsi 180-240 1x sehari
meningkat
Dihidropiridin
Felodipin 2-5 11-16 >99 20 Meningkatkan 2,5-10 mg 1x sehari
konsentrasi plasma
puncak
Nikardipin 0,5-2 8,6-14,4 >95 Diabsorbsi Menurunkan 20-40 3x sehari
sempurna bioavailabilitas
Nifedipin 2,5-6 2 92-98 90 Menruunkan 10-20 3x sehari
laju/rate
Nimodipin 1 1,7-9 >95 Cepat dan Menurunkan 68% 60 Tiap 4 jam
sempurna dan bioavailabilitas
diabsorbsi 38%
Amlodipin 6-12 30-50 93 64-90 - 2,5-5 mg 1x sehari
(McEvoy, 2011)
PPI
Nama Obat Onset T½ Protein Bioavailabilitas Food effect Dosis (mg) Frekuensi
(jam) (jam) binding (%) (%)
Omeprazol 1-2 0,5-1 98 30-40 Menurunkan laju 20 1x sehari
absorbsi
Lansoprazol 1-2 atau 2-3 <2 97 >80 Absorbsi berkurang 15 1x sehari
50-70
Pantoprazol 2,5 1 98 77 Menunda absorbsi 40 1x sehari
(McEvoy, 2011)

STATIN
Nama Obat Struktur Keterangan
Lovastatin  Prodrug (harus diaktifkan oleh hidrolisis in vivo dari cincin lakton)
 (Drugbank, 2017)
 2x > dari agen pertama (mevastatin)
 Afinitas 20.000x > HMG-CoA (Drugbank, 2017)
 Onset (minggu): 4-6
 T1/2: 0,5-3 jam
 Protein binding (%): >95
 Bioavailabilitas (%): <5
 Dosis (mg): 10
 Frekuensi : 1x sehari

Simvastatin  Onset (minggu): 4-6


 T1/2:0,5-3
 Protein binding (%): 95
 Bioavailabilitas (%): <5
 Dosis (mg): 20-40
 Frekuensi : 1 x sehari

Fluvastatin  Onset (minggu): 2


 T1/2: < 3 jam
 Protein binding (%): 98
 Bioavailabilitas (%): 24
 Dosis (mg): 20
 Frekuensi : 1 x sehari

Atorvastatin  Onset (minggu): 2


 T1/2: 14 jam
 Protein binding (%): 98
 Bioavailabilitas (%): 14
 Dosis (mg): 10-20
 Frekuensi : 1x sehari
Rosuvastatin  Onset (minggu): 4
 T1/2: 19 jam
 Protein binding (%): 88
 Bioavailabilitas (%): 20
 Dosis (mg): 10
 Frekuensi : 1 xsehari

Pravastatin  Potensi lebih rendah, namun peningkatan hidrofilitasnya


diperkirakan memberi keuntungan seperti penetrasi minimal
melalui membrane lipofilik sel perifer, peningkatan selektivitas
untuk jaringan hati
 ES lebih kecil dibandingkan dengan lovastatin dan simvastatin
 Onset (minggu): 1
 T1/2: 0,5-3 jam
 Protein binding (%): 50
 Bioavailabilitas (%): 17
 Dosis (mg): 40
 Frekuensi : 1 xsehari

(McEvoy, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association, 2014, Understanding and Managing High Blood Pressure.
Dan pugh, Peter J. Gallacher, Neeraj Dhaun. 2019, Management of Hypetensionmin Chronic Kidney
Disease
Cortes,Carl Eric Mogenson,Humana Press Inc 2006,Totowa,New Yersey,page 437-452.
Morrow, Tori, "Pathophysiology of Heart Failure" (2017). Nursing Student Class Projects
(Formerly MSN). 246. https://digitalcommons.otterbein.edu/stu_msn/246
Dipiro, J.T.,Wells, B.G.,Talbert R.L, Yee G.C., Matzke, G.R., Posey, L.M., 2005, Pharmacotheraphy, 6th
Edition, Appleton ang Lange, New York.
Dipiro J.T., Talbert R.I., Yee G.C., Wells B.G. and Posey L.M., 2015. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, Tenth Ed., The McGraw- Hill Companies, Inc. All rights reserved,
United States of Amerika.
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388–442.
Duke L, Bakris G. L .,The pathogenesis of diabetic nephropathy.Nature Clinical Practice Endocrinology
and Metabolism. Vol 4 no 8, Aug 2008.
Gray, Alistair., Wright, Jane, et al., 2011, Injectable Drugs Guide, London: Pharmaceutical Press,
London, United Kingdom.
KDIGO, 2012. KDIGO Clinical Practise Guideline for the Management of Blood Pressure in Chronic
Kidney Disease, Official Journal of the International Society of Nephrology, Vol. 2: Issue 5.
KDIGO, 2013. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Managementof Chronic
Kidney Disease, Official Jounal of the International Society of Nephrology, Vol. 3.
Li, Tingting., Vijayan, Anitha., 2014, Insulin for The Treatment of Hyperkalemia: a double-edged sword,
Washington University in St. Louis, Washington.
McEvoy, G. K., 2011. AHFS Drug Information Essential. American Society of Health-System
Pharmacists, Inc., Bethesda, Maryland.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology.
Developed in collaboration with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1–641 – e61.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
Medscape, 2020, Interaction Checker, [online], http://reference.medscape.com, [23 Juni 2020].
Mogensen CE,Andersen NH,Diabetic and Renal Disease: ACE-Inhibitors,The Diabetic Kidney,ed Pedro

Anda mungkin juga menyukai