PEMBAHASAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
Ruang
:
:
Anak
Umur
Jenis Kelamin
Diagnosa
:
:
:
5 tahun
Perempuan
Pneumonia
II. SUBYEKTIF
NIM
1608611001
1608611002
1608611003
1608611004
1608611005
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
III. OBYEKTIF
:
: -
Riwayat penyakit terdahulu : Batuk berdahak (+), lendir berwarna putih encer (+), pilek
(+), hidung tersumbat (+), wheezing (+), ronkhi (+),sesak
napas (+), demam (+), nafsu makan menurun, rewel (+),
wajah pucat (+), lemas (+)
Riwayat pengobatan : Ibuprofen 100mg/5mL syrup 3 dd 1, ambroxol 5 mg 3 dd 1, CTM 2
mg 1 dd 1, salbutamol 2 mg 3 dd 1, defenhiramin HCL 5
mg 3 dd 1 yang dibuat dalam bentuk puyer dan terapi
antibiotik amoxicilin 250 mg 3 dd 1.
Hasil foto thorax PA
IV. ASSESMENT
4.1 Terapi Pasien
*diisi dengan terapi pasien untuk keluhan saat ini, tidak termasuk riwayat terapi atau terapi pada
kunjungan dokter/fasilitas kesehatan sebelumnya
4.2 Problem medik dan DRP pasien
PROBLEM
SUBYEKTIF dan
MEDIK
OBYEKTIF
TERAPI
1. Pneumonia
Subyektif
2. Penurunan
mg/5 mL syr 3
kadar
Obyektif
dd 1
kalium dan
natrium
3. Pasien
mengalami
resistensi
amoxicillin
1. Ibuprofen
DRP
100 1. Masalah
PA yaitu adanya
3 dd 1
103/mm3
HCl 5 mg 3 dd 1
a. Antibiotika
Hasil
kultur
menunjukkan
patchy
infiltrate 3. CTM 2 mg 1 dd
pasien mengalami
pada
bronkus
1
resitensi antibiotika
amoxicillin,
dengan ciri khas 4. Salbutamol
2
sehingga
terapi
pneumonia
mg 3 dd 1
antibiotik dengan
menggunakan
2. WBC = 15,8 x 5. Difenhidramin
3. Neutros = 67%
Amoxicillin 250 mg
amoxicillin tidak
efektif
atau
4. Na = 130 mEq/L
3 dd 1
gagal.
5. K = 3,0 mEq/L
b. Antipiretik
Efek
samping
menunjukkan
yang
dapat
pasien
ditimbulkan oleh
resistensi
amoxicillin.
Riwayat
ibuprofen adalah
penyakit
induksi gangguan
terdahulu :
pada
saluran
cerna.
2. Masalah
diperlukan CTM
dan
difenhidramine
HCl
sama
(+),
sebagai
lemas
(+),
BAK/BAB lancar
Riwayat pengobatan:
merupakan
bertindak
antihistamin
3. Masalah
syr 3 dd 1, ambroxol 5
indikasi
mg 3 dd 1, CTM 2 mg
tidak diterapi
1 dd 1, salbutamol 2 mg
Hasil
3 dd 1, difenhidramine
pemeriksaan
HCl 5 mg 3 dd 1 yang
laboratorium
dibuat
menunjukkan
dalam
bentuk
1.4
ada
yang
adanya
250 mg 3 dd 1
penurunan kadar
Na dan K dalam
darah,
yang
belum diberikan
terapi tambahan.
4. Masalah
Masalah lainnya
terkait
penyiapan
bentuk
sediaan
puyer.
a. Permasalahan 1
1. Antibiotika
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya adanya
peningkatan jumlah leukosit yaitu 15,8 x 103/mm3 dan jumlah neutrofil yang
predominan yaitu sebesar 67%. Peningkatan jumlah leukosit pada rentang 15 x 10 3
40 x 103 dan adanya dominasi neutrofil menunjukkan bahawa adanya infeksi
bakteri (Dipiro et al., 2005; Bradley et al., 2011). Pemberian amoksisilin sebagai
terapi empiris sudah tepat karena merupakan lini pertama, namun apabila hasil
kultur telah diketahui maka antibiotika yang digunakan harus diganti menjadi
antibiotika yang memiliki spektrum sempit dan sesuai patogen yang menginfeksi
(DirBinFar Komunitas dan Klinik, 2005). Hasil kultur dahak pasien menunjukkan
bahwa ditemukannya bakteri yang termasuk dalam golongan Streptococcus.
Streptococcus merupakan salah satu contoh bakteri gram positif yang peka terhadap
antibiotik golongan penisilin (Pelczar and Chan, 2010; DirBinFar Komunitas dan
Klinik, 2005). Namun hasil kultur dahak juga menunjukkan bahwa adanya tanda
resistensi bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik khususnya golongan penisilin
salah satu diantaranya adalah amoxicillin.
Intervensi yang dapat dilakukan pada tataran penulis resep yaitu dengan
mengajukan penggantian jenis antibiotika dalam terapi pneumonia. Antibiotika
yang dapat diajukan antara lain azitromisin, klaritromisin atau eritromisin.
Pengajuan beberapa antibiotika tersebut didasarkan atas pertimbangan penggunaan
antibiotika lini kedua dalam terapi pneumonia anak yang berusia 5 tahun sesuai
dengan Alberta Guidline dan Cincinnati Guidline (Shrock et al., 2012). Selain itu
campuran dari semua obat tersebut. Berdasarkan pertimbangan DRP diatas maka
obat yang tetap diberikan antara lain ambroxol 5 mg 3 dd 1, salbutamol 2 mg 3 dd
1, difenhidramine HCl 5 mg 3 dd 1 yang dibuat dalam bentuk puyer terpisah.
Apabila disetujui oleh penulis resep maka diberikan azitromisin suspensi oral
100mg/5mL 1 dd 1 selama 3 hari dengan takaran sendok makan dan paracetamol
syr 120 mg/5mL sebanyak 1,5 sendok takar.
V. PLAN
5.1 Care plan
A. DRP 1 diatasi dengan intervensi pada
Monitoring
a. Efektivitas Terapi
Pemantauan respon terapi awal dengan antibiotik setelah 48-72 jam ditandai dengan
perbaikan kondisi klinis yang nyata seperti penurunan suhu tubuh ke kondisi normal (Harris,
et al. 2011). Jika penyakit tidak menunjukan perbaikan yang nyata dalam 48-72 jam obat
diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat. Pemantauan terapi untuk obat antipiretik
adalah suhu tubuh normal antara 36,5 -37,5, jika suhu tubuh suhu normal selama 24 jam
maka terapi obat antipiretik dapat dihentikan, terapi antipiretik dengan obat parasetamol
tidak boleh lebih dari 7 hari dikarenakan menyebabkan efek samping hepatotoksik (Bradley,
et al., 2011; PDPI, 2003).
b. Efek Samping
Untuk menghindari efek samping obat Azitromisin, obat diminum setelah makanan untuk
mengatasi efek samping terhadap saluran cerna, dan menyarankan orang tua pasien untuk
tidak meminum obat antasida bersama dengan obat ini. Terapi antipiretik dengan obat
parasetamol tidak boleh lebih dari 7 hari dikarenakan menyebabkan efek samping
hepatotoksik. Efek samping penggunaan Difenhidramin HCl dapat menyebabkan kantuk,
disarankan kepada orang tua pasien sebaiknya pasien tidak melakukan aktifitas.