Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

BAB I

HIPERTENSI

Disusun oleh

Cagiva Geofani : 18.0605.0032

Erika Khoirul Maghfiroh : 18.0605.0033

Erisa Maulina : 18.0605.0034

Fadhil Luthfian : 18.0605.0035

Nur Hasanah : 18.0605.0036

Puput Setiyani : 18.0605.0037

telah diperiksa dan disetujui:

pada: tanggal post test

oleh: nama dosen praktikum

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2020
BAB I
HIPERTENSI

1. Capaian Pembelajaran Lulusan


a. Menguasai konsep teoritis farmasetika, farmakologi, farmakoterapi,
farmasi klinik, toksikologi, farmakoekonomi, farmakovigilance, DRP
(Drug Related Problems), interaksi obat, EBM (Evidence-based
Medicine), POR (Pengobatan Obat Rasional), Undang-Undang
kefarmasian, Kode etik profesi farmasi
b. Mampu mengidentifikasikan masalah terkait obat dan alternatif solusinya
untuk mengoptimalkan terapi

2. Tujuan Praktikum
Setelah menyelesaikan praktek ini maka mahasiswa memiliki kemampuan
menguasai penyelesaian kasus hipertensi menggunakan metode SOAP

3. Dasar Teori
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara diukur
dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian ibu dan bayi, serta
meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Proporsi penduduk Indonesia
umur 60 tahun ke atas pada tahun 2000 sebesar 9,37% dari jumlah penduduk,
pada tahun 2010 meningkat mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah
penduduk dan diproyeksikan pada tahun 2025 akan menjadi dua kali lipat.
Peningkatan UHH ini berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah populasi
lanjut usia yang berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit
infeksi ke penyakit degeneratif. Prevalensi penyakit menular mengalami
penurunan, sedangkan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Hipertensi
cenderung mengalami peningkatan (Sartika, Suryadi Tjekyan, 2017).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan di dunia karena menjadi faktor
risiko utama dari penyakit kardiovaskular dan stroke. Di dunia, hipertensi
diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari total
kematian. Hal ini menyumbang 57 juta dari disability adjusted life years
(DALY). Sekitar 25% orang dewasa di Amerika Serikat menderita penyakit
hipertensi pada tahun 2011-2012. Tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-
laki dan wanita tetapi prevalensi terus meningkat berdasarkan usia: 5% usia
20- 39 tahun, 26% usia 40-59 tahun, dan 59,6% untuk usia 60 tahun ke atas
(Glenys Yulanda, 2017).
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat
dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan
hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg, (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan Suddarth hipertensi
juga diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya
diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik yang persisten
diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan (Nuraini, 2015).
Menurut Narayana dan Sudhana, menyebutkan bahwa kejadian hipertensi
dengan status merokok ada dengan jumlah kejadian sebanyak 52,2%. Jika
merokok adalah salah satu faktor terjadinya hipertensi maka perlu adanya
perhatian khusus terapi pada kelompok penderita hipertensi dengan status
merokok, karena kebiasaan merokok akan berpengaruh pada peningkatan
tekanan darah, sedangkan tekanan darah yang tidak terkontrol pada penderita
hipertensi berpotensi mengalami penyakit berkelanjutan seperti, gagal ginjal,
penyakit jantung koroner, stroke dan bahkan kematian (Dna Raras Mardena,
2017).
Modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah dan mengobati
tekanan darah tinggi. Merokok adalah factor risiko utama untuk morbiditas
dan mortalitas kardiovaskuler. Kuantitas penderita hipertensi di Indonesia
diperkirakan mencapai 15 juta orang, tetapi hanya 4% penderita hipertensi
terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak
menyadari sebagai penderita hipertensi, sehingga mereka cenderung sebagai
penderita hipertensi berat karena tidak menghindari dan mengetahui faktor
risikonya. Adapun 90% merupakan penderita hipertensiesensial.Oleh sebab
itu diperlukan upaya-upaya pencegahan bagi penderita hipertensi dan orang-
orang yang beresiko tinggi untuk terkena hipertensi mengingat prevalensi
yang tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan cukup berat (Rika Lisiswanti,
2016).
Hipertensi termasuk penyakit tidak menular yang ditandai dengan
terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik dan distolik yang lebih dari 140
mmHg dan atau 90 mmHg. Gejala hipertensi yang tidak terdeteksi dini dan
tidak mendapatkan perawatan yang lebih baik dapat menimbulkan kerusakan
organ tubuh. Hipertensi perlu mendapatkan perhatian yang lebih, kondisi
tersebut karena hipertensi akan mengakibatkan komplikasi pada organ target
serta penyakit ini nampak tidak memperlihatkan gejala yang berarti pada awal
terjadinya penyakit oleh karena itu disebut “silent disease” (Desy Amanda,
2018).
Penderita hipertensi yang tidak rutin mengontrol tekanan darahnya akan
muncul komplikasi penyakit yang sangat beresiko bagi kesehatannya jika
hanya didiamkan tanpa adanya perawatan yang tepat, adapun komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari hipertensi yaitu penyakit jantung koroner (PJK)
dan stroke yang sangat membutuhkan perawatan yang lebih serius lagi.
Kedua penyakit tersebut merupakan masalah yang paling tinggi di seluruh
dunia. WHO meprediksi bahwa PJK dapat menyebabkan 7,3 juta kematian
setiap tahunnya serta stroke juga penyebab kematian di dunia yaitu sekitar 6,2
juta kasus. Sehingga penderita hipertensi sangat perlu melakukan kontrol
tekanan darah supaya tidak terjadi komplikasi yang lebih berbahaya dari
hipertensi tersebut. Sebagian besar seseorang baru dapat menyadari ketika
muncul komplikasi dari hipertensi seperti jantung coroner, stroke, gagal ginjal
dan penyakit lainnya yang lebih urgen dari hipertensi (Ainurrafiq, Risnah,
2019).

4. Cara Kerja
a. Alat dan bahan: Alat: laptop, LCD
Bahan: kasus, referensi penunjang

b. Cara kerja:
1) Mahasiswa dibagi menjadi 7 kelompok
2) Setiap kelompok diberikan satu kasus sesuai dengan materi praktikum
(kasus diberikan pada hari pelaksanaan praktikum dan penelusuran
informasi dilakukan mahasiswa pada jam kegiatan praktikum)
3) Masing-masing kelompok membuat laporan sementara yang berisi
hasil diskusi kelompok mengenai kasus
4) Kegiatan praktikum terdiri dari pre-test, presentasi serta diskusi antar
kelompok
5) Pada akhir praktikum, mahasiswa mengumpulkan laporan resmi dari
hasil penyempurnaan laporan praktikum sementara

5. Hasil dan Pembahasan


a. Lampiran Kasus

Hari 1. Pasien Ny H (48 tahun) memiliki tekanan darah 162/92 mmHg.


Selama ini pasien sehat dan rutin mengkonsumsi Ibuprofen 400 mg 3 x sehari
untuk mengatasi nyeri artritis ketika diperlukan. Berat pasien 95 kg dan tinggi
badan 1,7 meter. Denyut nadi pasien 82x/menit. Pasien merokok 15 batang
sehari dan minum alkohol sebanyak 6 gelas dalam 4 malam setiap minggu.
Nilai total kolesterol pasien adalah 5,9 mmol/L dan nilai HDL adalah 1,5
mmol/L.

Bulan 3. Pasien diperiksa tekanan darah sebanyak 2 kali dan diperoleh hasil
160/90 mmHg dan 164/92 mmHg. Pasien kemudian diberikan Captopril.

Pasien datang kembali ke RS setelah 2 bulan dan tekanan darah pasien


ternyata meningkat.

9 bulan kemudian pasien dibawa ke UGD karena kolaps setelah merasakan


nyeri dada dimana membaik dengan cepat setelah diberikan Gliserin Nitrat
sublingual. Pasien menyatakan merasakan nyeri dada pada saat aktivitas
selama beberapa bulan. Tekanan darah sebesar 165/99 mmHg. Berikut hasil
uji lab.

Natrium : 140 mmol/L (135-145) Total kolesterol : 7,1 mmol/L


Potasium : 4.9 mmol/L (3,5-5) Glukosa darah : 4,1 mmol/L
Kreatinin : 130 micromol/L (<110) HbA1c : 6,7%
Hb : 11,2 g/dL (12-18)

Terapi terakhir berupa

 Captopril 25 mg 1x sehari

 Simvastatin 10 mg 1x sehari

 Parasetamol 1 gr 4x sehari jika diperlukan

 Aspirin 75 mg 1x sehari

Pasien tetap meneruskan mengkonsumsi Ibuprofen dan tidak patuh


dengan terapi Statin.

b. Metode Penyelesaian Kasus Farmakoterapi


Metode yang digunakan untuk menyelesaikan kasus diatas adalah metode
SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan).

SUBJECTIVE (S)
Tabel 1.1 Data Subjektif

Data Subjektif yang Mungkin


Klasifikasi Penyakit
Ditemukan
Hipertensi stage 2 Nyeri artritis, tekanan darah
meningkat, Nyeri dada saat aktivitas
selama beberapa bulan
OBJECTIVE (O)
Tabel 1.2 Data Objektif

Jenis Pemeriksaan Data Objektif yang Dihasilkan


Pemeriksaan Kondisi/Keadaan Tekanan darah : 165/99 mmHg
Umum (KU) dan Tanda-Tanda
Vital (TTV)
Pemeriksaan Laboratorium Darah Natrium : 140 mmol/L (135-145),
Rutin Potasium : 4.9 mmol/L (3,5-5)
Kreatinin : 130 micromol/L (<110)
Hb : 11,2 g/dL (12-18)
Total kolesterol : 7,1 mmol/L
Glukosa darah : 4,1 mmol/L
HbA1c : 6,7%

ASSESSMENT (A)
Tabel 1.3 Data Assessment Menggunakan Pendekatan Problem List

Problem
Terapi Assessment Rekomendasi
Medik
Tekanan darah :  Captopril 25 Diagnose: Non
165/99 mmHg mg 1x sehari hipertensi stage farmakologis:
Kreatinin : 130  Simvastatin 2
micromol/L  diet rendah
10 mg 1x
(<110) natrium
sehari
Hb : 11,2 g/dL   diet rendah
Parasetamol
(12-18) lemak tinggi
1 gr 4x
Total serat
sehari jika
kolesterol : 7,1  penurunan
diperlukan
mmol/L berat badan
 Aspirin 75
Glukosa darah : pada kasus
mg 1x sehari
4,1 mmol/L obesitas atau
overweight,
HbA1c : 6,7% aktivitas
fisik
 pengurangan
konsumsi
alkohol
 berhenti
merokok
 mengubah
pola hidup.

Farmakologi:

 Nicardipine
20-30 mg 3 x
sehari
 Candesartan
8 mg 2 x
sehari
 Simvastatin
10 mg 1x
sehari
 Parasetamol
1 gr 4x
sehari jika
diperlukan
MONITORING TERAPI

NIKARDIPIN
Indikasi: krisis hipertensi akut selama operasi, hipertensi dalam keadaan darurat.

Peringatan: pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, pasien dengan


stenosis aorta. Tekanan darah dan denyut jantung harus terus dimonitor selama
menggunakan obat ini.

Interaksi: beta bloker (propranolol, dll), fentanil, digoksin, dantrolen natrium,


tandospiron sitrat, nitrogliserin, relaksan otot (pankuronium bromida, vekuronium
bromida, dll), immunosupresan (siklosporin, takrolimus hidrat, dll), fenitoin,
rifampisin, simetidin, intravena-protease inhibitor (sakuinavir, ritonavir, dll),
antifungi azol (itrakonazol, dll), obat-obat hipotensif lainnya.

Kontraindikasi: pasien dengan hemostasis tidak lengkap yang diikuti dengan


perdarahan intrakranial, pasien dengan tekanan intrakranial meningkat pada tahap
akut stroke serebral, hipersensitif.

Efek Samping: ileus paralitik, hipoksemia, edema paru, dispnea, nyeri angina,


trombositopenia, gangguan fungsi hati dan jaundice, takikardia, perubahan EKG,
hipotensi; pada pasien dengan gagal jantung akut: meningkatkan tekanan arteri
paru, penurunan indeks jantung, takikardia ventrikel dan sianosis; palpitasi, muka
merah, extrasistol ventrikel, blokade atrioventrikel, malaise menyeluruh, disfungsi
hati (peningkatan GOT dan GPT), peningkatan BUN atau kreatinin, erupsi, sakit
kepala, peningkatan suhu tubuh, penurunan volume urin, penurunan kadar
kolesterol dalam darah, rigor (kaku), back pain, peningkatan kadar serum kalium,
flebitis.

Dosis: Nikardipin injeksi diencerkan dahulu dengan injeksi glukosa 5% atau


larutan salin fisiologis hingga diperoleh 0,01%-0,02% larutan nikardipin
hidroklorida (0,1-1,2 mg/mL). Untuk krisis hipertensi akut selama operasi, secara
intra vena, dosis 2-10 mcg/kg bb/menit sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan, dapat ditingkatkan dengan tetap memantau tekanan darah. Untuk
pengurangan tekanan darah yang lebih cepat, dosis 10-30 mcg/kg bb/menit dapat
digunakan. Hipertensi dalam keadaan darurat, secara intravena, dosis 0,5 mcg /kg
bb/menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, dapat ditingkatkan
dengan tetap memantau tekanan darah.

KANDESARTAN SILEKSETIL

Indikasi: hipertensi; kombinasi dengan HCT: Pengobatan hipertensi yang tidak


dapat terkontrol dengan kandesartan sileksetil atau HCT sebagai monoterapi.

Peringatan: lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati; gangguan fungsi


ginjal (lampiran 1). Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).

Interaksi: Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).

Kontraindikasi: lihat keterangan di atas; menyusui (lampiran 4); kolestasis;


kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).

Efek Samping: lihat keterangan di atas; juga vertigo, sakit kepala; sangat jarang
mual, hepatitis, kerusakan darah, hiponatremia, nyeri punggung, sakit sendi, nyeri
otot, ruam, urtikaria, rasa gatal.

Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).

Dosis: hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg, gangguan fungsi


ginjal atau volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari, tingkatkan jika perlu
pada interval 4 minggu hingga maksimal 32 mg sekali sehari; dosis penunjang
lazim 8 mg sekali sehari.

Gagal jantung, dosis awal 4 mg sekali sehari, tingkatkan pada interval sedikitnya
2 minggu hingga dosis target 32 mg sekali sehari atau hingga dosis maksimal
yang masih dapat ditoleransi.

Kombinasi dengan HCT: kandesartan sileksetil 16 mg + HCT 12,5 mg sekali


sehari, dengan atau tanpa makanan.
Pasien usia lanjut, sebelum pengobatan dengan kombinasi harus dimulai dengan
kandesartan sileksetil 2 mg tunggal untuk pasien >75 tahun, atau kandesartan
sileksetil 4 mg tunggal untuk pasien < 75 tahun.

Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen lazim untuk kombinasi


kandesartan sileksetil/HCT dapat diikuti selama kreatinin klirens di atas 30
mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih parah, diuretika
kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi kandesartan sileksetil/HCT
tidak dianjurkan.

Pasien dengan gangguan fungsi hati, diuretika tiazid harus digunakan dengan hati-
hati, oleh karenanya dosis harus diberikan dengan hati-hati.

SIMVASTATIN
Indikasi: hiperkolesterolemia primer (hiperlipidemia tipe Ila) pada pasien yang
tidak cukup memberikan respons terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang
sesuai; untuk mengurangi insiden kejadian koroner klinis dan memperlambat
progresi aterosklerosis koroner pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan
kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih.

Efek Samping: juga ruam kulit, alopesia, anemia, pusing, depresi, parestesia,


neuropati perifer, hepatitis, sakit kuning, pankreatitis; sindrom hipersensitivitas
(termasuk angioedema) jarang dilaporkan.

Dosis: Hiperkolesterolemia, 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan


interval tidak kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam
hari. Penyakit jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari.

PARASETAMOL (ASETAMINOFEN)
Indikasi: nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi, pireksia.

Peringatan: gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (lampiran 3),


ketergantungan alkohol.

Interaksi: peningkatan risiko kerusakan fungsi hati pada pengunaan bersama


alkohol.
Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

Efek Samping: jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi


hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia,
leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus, PENTING:
Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat
menyebabkan kerusakan hati, lihat pengobatan pada keadaan darurat karena
keracunan.

Dosis: oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–
anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia, sebaliknya di bawah
umur 3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb jika
jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun
250– 500 mg, dosis ini dapat diulangi setiap 4–6 jam jika diperlukan (maksimum
4 kali dosisdalam 24 jam), infus intravena lebih dari 15 menit, dewasa dan anak–
anak dengan berat badan lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4
gram per hari, dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb
setiap 4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb per hari.

PLAN (P)
1. Tujuan terapi: untuk mengobati pasien hipertensi dengan gejala nyeri
artritis, tekanan darah meningkat dan nyeri dada saat aktivitas selama
beberapa bulan
2. Terapi Farmakologi: diberikan obat Nicardipine 20-30 mg 3 x sehari,
Kandesartan 8 mg 2 x sehari,, simvastatin 10 mg 1x sehari, parasetamol 1 gr
4x sehari jika perlu
3. Terapi Non-farmakologi: diet rendah natrium, diet rendah lemak tinggi
serat, penurunan berat badan pada kasus obesitas atau overweight, aktivitas
fisik, pengurangan konsumsi alkohol, berhenti merokok, mengubah pola
hidup.
4. Obat yang diberikan : Nicardipine, Kandesartan .simvastatin, dan
parasetamol
a) Alasan pemberian obat: untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala
hipertensi, kolesterol dan rasa nyeri.
b) Efek samping obat yang diberikan: pada obat hipertensi yang diberikan
memiliki efek samping pusing, sakit kepala, letih, mual terkadang
muntah, diare terkadang konstipasi, kram otot, batuk kering yang
persisten, gangguan kerongkongan, nyeri perut, gangguan tidur, gelisah.
Pada obat kolesterol yang diberikan memiliki efek samping anemia,
pusing, depresi, neuropati perifer, hepatitis, sakit kuning. Untuk obat
anti nyeri yang diberikan memiliki jarang terjadi efek samping.
5. Peringatan : diuretika ; dosis pertama mungkin menyebabkan hipotensi
terutama pada pasien yang menggunakan diuretika, dengan diet rendah
natrium, dengan dialisis atau dehidrasi; penyakit vaskuler perifer atau
aterosklerosis menyeluruh karena risiko penyakit renovaskuler yang tidak
bergejala; pantau fungsi ginjal sebelum dan selama pengobatan dan kurangi
dosis pada gangguan ginjal; mungkin meningkatkan risiko agranulositosis
pada penyakit vaskuler kolagen, reaksi anafilaktoid, menyusui, mungkin
menguatkan efek hipoglikemi insulin atau antidiabetik oral.
6. Monitoring adverse drug reaction Adverse Drug Reaction yang paling
sering dimonitor adalah munculnya efek samping dan interaksi obat. Efek
samping obat seringkali terjadi namun tidak dikenali. Farmasis seharusnya
dapat mengidentifikasi ESO potensial yang mungkin terjadi dan memonitor
tanda-tanda terkait ESO tersebut. Sedangkan interaksi obat yang perlu
dimonitoring adalah yang mengakibatkan perubahan klinis secara
signifikan.
7. Monitoring toksisitas Monitoring toksisitas terjadi akibat dosis yang
berlebihan atau interaksi potensial dengan obat lain.
Dokumen Farmasi Pasien (DFP)

Nama Pasien : Ny H
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
BB/TB : 95kg/1,7 meter

Keluhan utama (Subjective):


1. Hari 1 : memiliki tekanan darah 162/92 mmHg, nyeri, Denyut nadi pasien
82x/menit, nilai total kolesterol pasien adalah 5,9 mmol/L dan nilai HDL adalah
1,5 mmol/L.
2. Bulan 3 : pasein mengalami peningkatan tekanan darah sebanyak 2 kali
dan diperoleh hasil 160/90 mmHg dan 164/92 mmHg.
3. 9 bulan kemudian : pasien menyatakan merasakan nyeri dada pada saat
aktivitas selama beberapa bulan

Riwayat penyakit dahulu :


1. -

Riwayat pengobatan :
1. Ibuprofen 400 mg 3 x sehari
2. Captopril
3. Gliserin Nitrat Sublingual

Diagnosis :
Berdasarkan keluhan yang dialami oleh pasien berupa nyeri dada pada saat
beraktivitas dan mengalami peningkatan tekanan darah maka pasien tersebut
dapat didiagnosis mengalami penyakit Hipertensi stage 2.
DATA KLINIK (Objective)

Parameter Nilai normal Nilai


Tekanan darah
120/70 mmHg Tinggi
165/99 mmHg

DATA LABORATORIUM (Objective)

Nilai
Parameter Satuan Nilai
normal
Natrium 140 135-145 Normal
mmol/L
mmol/L mmol/L
Potasium 4.9 3,5-5 Normal
mmol/L
mmol/L mmol/L
Kreatinin Tinggi
< 110
130 micromol/L
micromol/L
micromol/L
Hb 11,2 g/dL g/dL 12-18 g/dL Rendah
Total Normal
> 200
kolesterol 7,1 mmol/L
mmol/L
mmol/L
Glukosa Rendah
4,4-6,6
darah 4,1 mmol/L
mmol/L
mmol/L
HbA1c 6,7% % < 5,7% Tinggi

ASSESSMENT AND PLAN

No. Problem Paparan Problem Rekomendasi


Megurangi
Tekanan darah : konsumsi alkohol,
Pasien merokak dan
1. 165/99 mmHg, berhenti merokok
mengkonsumsi alkohol
nyeri dada da mengubah pola
hidup seperti
berolahraga teratur
dan istirahat yang
cukup.

TERAPI
Regimen Tanggal penggunaan
No. Nama Obat
dosis
1 2 3 4 5 6

Nicardipine 20-30 mg 3 x
1
sehari
8 mg 2 x
2 Candesartan
sehari
10 mg 1x
3 Simvastatin
sehari
1 gr 4x sehari
4 Parasetanol jika
diperlukan

A. Monitoring

1) Pasien dimonitoring terhadap pengurangan gejala dengan melihat gejala

klinisnya dan melalui pemeriksaan ulang beberapa test sudah mengalami

perbaikan.

2) Pasien dimonitoring terhadap timbulnya efek samping obat

B. KIE

1) Pasien dijelaskan tentang penyakit pneumonia dan faktor resiko yang

menyebabkan.

2) Pasien dijelaskan tentang pemakaian obat termasuk kemungkinan efek

samping yang ditimbulkan.

3) Pasien diedukasi tentang pencegahan yang menyebabkan memperburuk

kondisi pasien.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien Ny H (48 tahun) dengan BB 95 kg memiliki riwayat
hipertensi. Pasien memiliki kebiasaan merokok 15 batang sehari dan meminum
alkohol sebanyak 6 gelas dalam 4 malam setiap minggu. Pasien melakukan terapi
dengan mengonsumsi Captopril 25 mg 1x sehari, Simvastatin 10 mg 1x sehari,
Parasetamol 1 gr 4x sehari jika diperlukan, dan Aspirin 75 mg 1x sehari. Setelah
melakukan beberapa kali pemeriksaan, tekanan darah pasien ternyata meningkat
dan pasien menyatakan merasakan nyeri dada pada saat aktivitas selama beberapa
bulan. WHO menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih
besar 95 mmHg, (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan Suddarth hipertensi
juga diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya diatas
140/90 mmHg.
Karena pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan merasakan nyeri dada
pasa saat aktivitas, pasien diberi rekomendasi terapi farmakologi berupa
Nicardipine 20-30 mg 3 x sehari, Candesartan 8 mg 2 x sehari, Simvastatin 10 mg
1x sehari, dan Parasetamol 1 gr 4x sehari jika diperlukan. Alasan pemberian obat
adalah untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala hipertensi, kolesterol dan rasa
nyeri. Pasien juga direkomendasikan terapi non farmakologi berupa diet rendah
natrium, diet rendah lemak tinggi serat, penurunan berat badan pada kasus
obesitas atau overweight, aktivitas fisik, pengurangan konsumsi alkohol, berhenti
merokok, dan mengubah pola hidup.
1. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan darah dan pasien
merasakan nyeri dada pada saat sedang beraktivitas. Pasien diberi
rekomendasi terapi farmakologi berupa Nicardipine 20-30 mg 3 x sehari,
Candesartan 8 mg 2 x sehari, Simvastatin 10 mg 1x sehari, dan
Parasetamol 1 gr 4x sehari jika diperlukan, dengan harapan dapat
mengeliminasi atau mengurangi gejala hipertensi, kolesterol dan rasa
nyeri.
b. Saran
Sebaiknya pasien merubah pola hidup dan bisa beristirahat dengan cukup
karena merasakan nyeri dada saat aktivitas dan tekanan darahnya masih
meningkat setelah dilakukan beberapa kali pemeriksaan. Pasien harus
tetap rutin periksa ke dokter.
Untuk apoteker pastikan tepat pemberian obat, serta harus mengawasi
atau memonitorig pasien setelah dilakukan pemberian obat.
2. Lampiran
3. Daftar Pustaka

Ainurrafiq, Risnah, M. U. A. (2019) ‘Open access Open access’, Faktor


Presdiposisi Ibu Usia Remaja Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di
Kecamatan Luahagundre Maniamolo Kabupaten Nias Selatan, 2(3), pp. 192–199.

Desy Amanda, S. M. (2018) ‘The Relationship between Demographical


Characteristic and Central Obesity with Hypertension’, Jurnal Berkala
Epidemiologi, 6(1), p. 43. doi: 10.20473/jbe.v6i12018.43-50.

Dna Raras Mardena, A. M. K. (2017) ‘Pengaruh Merokok Terhadap


Keefektivitasan Terapi Hipertensi Pada Penderita Hipertensi Perokok Di Empat
Puskesmas Tahun 2017’, Journal Of Tropical Pharmacy And Chemistry, 4(2), pp.
89–95. doi: 10.25026/jtpc.v4i2.133.

Glenys Yulanda, R. L. (2017) ‘Penatalaksanaan Hipertensi Primer’, Majority,


6(1), pp. 25–33.

Nuraini, B. (2015) ‘Risk Factors of Hypertension’, J Majority, 4(5), pp. 10–19.

Rika Lisiswanti, D. N. A. D. (2016) ‘Upaya Pencegahan Hipertensi’, Jurnal


Majority, 5(3), pp. 50–54. Available at:
http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/12/Dea-Nur-Aulia-Dananda.pdf.

Sartika, Suryadi Tjekyan, M. Z. (2017) ‘Risk Factors and the Incidence of


Hipertension in Palembang’, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8(3), pp. 180–
191. doi: 10.26553/jikm.2017.8.3.180-191.

Anda mungkin juga menyukai