HIPERTENSI
DYSPEPSIA
TB PARU
IKAKOM 1
PUSKESMAS KECAMATAN SETIABUDI
Rifa Imaroh
2010730092
Pembimbing: dr. Tri Murti
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu
dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan kasus Ikakom 1.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas laporan kasus ikakom 1 di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
Penyusunan laporan ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis,
melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi,
dan semangat. Maka dari itu saya sangat berterima kasih kepada :
1. dr. Tri Murti yang telah memberikan kesempatan dan bekal ilmu selaku
dosen pembimbing
2. Ibu Yanti Nurdin yang telah memberikan dukungan penuh ketika menjalani
coass di Kecamatan Setiabudi
3. Para Pasien yang berkunjung di puskesmas yang telah bersedia di
wawancara.
4. Serta semua pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat terutama
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kedokteran khususnya mengenai
kasus hipertensi, dyspepsia, dan TB Paru.
Akhir kata, saya sangat mengharapkan berbagai saran dan masukan yang
dapat membangun demi tercapainya kesempurnaan laporan kasus ini karena tiada
hal yang sempurna di dunia ini, melainkan hanya kebesaran Allah.
Jakarta, 09 April 2014
Pe
nulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
DAFTAR TABEL.............................................................................................
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
BAB 1
: HIPERTENSI.............................................................................
1.1 Status Pasien.........................................................................
1.2 Tinjauan Pustaka..................................................................
BAB 2
: DYSPEPSIA...............................................................
2.1 Status Pasien ........................................................................
2.2 Tinjauan Pustaka..................................................................
BAB 3
: TB PARU...................................................................................
3.1 Status Pasien.........................................................................
3.2 Tinjauan Pustaka..................................................................
BAB 4
: PENUTUP..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1 :
Tabel 2 :
Tabel 3 :
Tabel 4 :
8
9
11
19
i
ii
iii
iv
iv
1
1
7
13
13
15
23
23
25
33
34
Tabel 5 :
Tabel 6 :
Organik........................................................................................
Jenis dan Sifat OAT.................................................................... 31
Efek Samping OAT..................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 :
BAB 1
HIPERTENSI
18
1.1.1 Identitas
Nama
: Tn. Tugino
Umur
: 64 tahun
Alamat
: Ciputat
Pekerjaan : Kurir
1.1.2 Anamnesis
Anamnesis pada tanggal 03 April 2014, pukul 10.30 WIB, Autoanamnesa
1. Keluhan Utama:
Tn. OS mengaku pusing sejak dua hari yang lalu
2. Keluhan Tambahan:
sakit kepala, kadang nyeri dada dan agak sesak jika terlalu capek, pegalpegal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pusing sejak dua hari yang lalu, pusing dirasakan seperti terikat dibawah
leher dan merasakan sakit kepala, kadang nyeri dada dan agak sesak jika
terlalu capek serta pegal-pegal. Selain itu, tidak ada keluhan lain.
4. Riwayat pengobatan:
Keluhan sekarang belum pernah diobati
5. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada
6. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada
7. Riwayat Alergi
Tidak ada
8. Riwayat Psikososial:
Tn. OS mengaku sering mengonsumsi makanan bersantan seperti lontong,
gurih-gurih, kecap manis, supermi dan sering mengonsumsi minuman
kopi, ekstra joss, serta merokok.
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
OS tampak sakit ringan dan kesadaran compos mentis
BB: 66 kg
2. Tanda Vital
Nadi : 98 x/menit
Temperatur
: 36oC
RR
: 22 x/menit
Tekanan Darah
: 160/110 mmHg
3. Kepala :
Dalam batas normal
4. Thorax
Dalam batas normal
5. Abdomen
Dalam batas normal
6. Ektremitas
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
1.1.5
Diagnosa
I10: Hipertensi grade II kasus baru
1.1.6
Pengobatan
Catopril 12,5mg 3x1
Antalgin 500mg 3x1
B Complex 2x1
Epidemiologi
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia mau pun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin
meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi
kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639
juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
pendudukm saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka- angka prevalensi hipertensi
di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan
masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik
dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih
sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka
prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan
Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% s edangkan
angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).
1.2.3
Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor
yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan
etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas, dan
nutrisi.
1.2.4
Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua
kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada berbagai individu.
Tetapi umumnya disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang sama
atau lebih besar dari 140/90 mmHg adalah khas untuk hipertensi. (WHO,1999).
Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO-ISH tahun 1999
Kategori
Optimal
Normal
Tekanan Sistolik
(mmHg)
<120
<130
Tekanan Diastolik
(mmHg)
<80
<85
Normal tinggi
Grade 1 Hypertension
Sub group: borderline
Grade 2 hypertension
Grade 3
Isolated systolic hypertension
Sub group: borderline
130-139
140-159
140-149
160-179
>180
>140
140-149
85-89
90-99
90-94
100-109
>110
<90
<90
Tabel 2
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Kategori
Normal
Prehypertension
Stage 1 Hypertension
Stage 2 Hypertenion
Tekanan Sistolik
(mmHg)
<120
120-130
140-159
>160
Dan
Atau
Atau
Atau
Tekanan Diastolik
(mmHg)
<80
80-89
90-99
>100
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
pituitari) dan bekerja pada ginjal u ntuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan
volume
cairan
ekstraseluler
yang
pada
gilirannya
akan
10
1.2.6
Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan
akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10 - 20 tahun. Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu
Tabel 3
Komplikasi Hipertensi
Sistem organ
Jantung
Sistem saraf pusat
Ginjal
Mata
Pembuluh darah perifer
Komplikasi hipertensi
Gagal jantung kongestif
Angina pektoris
Infark miokard
Ensefalopati hipertensif
Gagal ginjal kronis
Retinopati hipertensif
Penyakit pembuluh darah perifer
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko
tinggi seperti d iabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah
adalah <130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis
11
BAB 2
12
DYSPEPSIA
13
BB: 38,8 kg
2. Tanda Vital
Nadi : 80 x/menit
Temperatur
: 36oC
RR
: 20 x/menit
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
3. Kepala :
Dalam batas normal
4. Thorax
Dalam batas normal
5. Abdomen
Inspeksi : dinding perut nampak datar
Palpasi : ada nyeri tekan dalam pada perut atas bagian kiri, tidak teraba
massa
Perkusi : terdengar suara tymphani pada seluruh abdomen
Auskultasi : terdengar bising usus 10 x/menit
6. Ektremitas
Dalam batas normal
2.1.4
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
2.1.5
Diagnosa
K.30: Dyspepsia
2.1.6
Pengobatan
Ranitidin 2x1
B6 3x1
Kalium diklofenax 2x1
kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa
penuh setelah makan.
Dispepsia fungsional adalah bagian dari gangguan pencernaan fungsional
yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik
berdasarkan pemeriksaaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi.
Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak
14
Epidemiologi
Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas diketahui.
Suatu pen elitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja
mengalami nyeri perut setiap minggunya dan dalam penelitian lain juga
dilaporkan berkisar 8% dari seluruh anak dan remaja rutin memeriksakan tentang
keluhan nyeri perut yang dialaminya ke dokter. Pada anak dan remaja berusia di
atas 5 tahun yang mengeluhkan sakit perut, rasa tidak nyaman, dan mual
setidaknya dalam waktu satu bulan, dijumpai 62% merupakan dispepsia
fungsional dan 35% peradangan mukosa. Seiring dengan bertambah majunya ilmu
pengetahuan dan alat- alat kedokteran terutama endoskopi dan diketahuinya
penyakit
gastroduodenum
yang
disebabkan
Helicobacter
pylori,
maka
diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Suatu studi
melaporkan tidak dijumpai perbedaan karakteristik gejala sakit perut pada
kelompok yang terinfeksi H. pylori dengan yang tidak. Pada anak di bawah 4
tahun
15
16
Gambar 1. Mekanisme
Dyspepsia
Akibat Stress
2.2.4
Klasifikasi
Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau
keluhan
a. Postpandrial Distress Syndrome
- Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi
-
seminggu.
b. Epigastric Pain Syndrome
17
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada
perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras
(borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan
pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi
nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut
kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa seperti adanya alarm symtoms , maka penderita harus
menjalani pemeriksaan
Tabel 4. Alarm Symptoms Sakit Perut Berulang Disebabkan Kelainan Organik
2.2.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan
18
leukositosis berarti ada tanda - tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau
banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat dipe
riksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19- 9
(dugaan karsinoma pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,
serologi H. pylori, urea breath test, dan lain- lain dilakukan atas dasar
indikasi.
2.2.6 Penatalaksanaan
2.2.6.1 Nonfarmakologis
Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu,
diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah
lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga yang
merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di
malam hari
dan membagi
beberapa
asam
lambung.
Antasida
biasanya
mengandung
natrium
19
20
BAB 3
TB Paru
21
1. Keluhan Utama:
Tn. OS mengaku batuk sejak 3 minggu yang lalu
2. Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, nafsu makan menurun, berat badan terasa menurun,
berkeringat pada malam hari, mudah lelah, lesu, terkadang demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Batuk berdahak sejak 3 minggu yang lalu, mudah lelah, lesu, OS
mengakui adanya penurunan nafsu makan dan berat badan, berkeringat
pada malam hari
4. Riwayat pengobatan:
Belum pernah diobati
5. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada
6. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada riwayat penyakit TB pada keluarga, namun tetangga dekat
rumah terdiagnosis TB Paru
7. Riwayat Alergi
Tidak ada
8. Riwayat Psikososial:
Tn. OS mengaku sering mengkonsumsi segala jenis makanan, minum
kopi, merokok, rumahnya dekat dengan penderita TB
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
OS tampak sakit ringan dan kesadaran compos mentis
BB: 59 kg
2. Tanda Vital
Nadi : 97 x/menit
Temperatur
: 36oC
RR
: 20 x/menit
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
3. Kepala :
Dalam batas normal
4. Thorax
Inspeksi : dada tampak simetris
Palpasi : vocal fremitus teraba meningkat pada lobus kanan paru
Perkusi : batas jantung paru normal, terdengar suara sonor pada kedua
lapang paru
Auskultasi : Suara nafas utama vesikuler dengan suara tambahan ronkhi
pada kedua paru
5. Abdomen
Dalam batas normal
6. Ektremitas
Dalam batas normal
22
3.1.4
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen
o COR: CTR<50%
o Trachea ditengah, kedua hilus tidak melebar
o Tampak infiltrat di apeks dan parakardial paru kiri
o Kedua sinus costophrenicus lancip, diafragma licin
o Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Sputum BTA SPS
++/+/++
Darah lengkap
o Hb
: 13,1 mg/dl
o Leukosit
: 8100 ul
o Trombosit
: 514.000 ul
o Ht
:37,6
3.1.5
Diagnosa
TB Paru kasus baru
3.1.6
Pengobatan
Pengobatan TB Paru kategori 1 selama 6 bulan
Fase intensif 2 bulan (HRZE) + fase lanjutan 4 bulan H3R3
Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru disebabkan
oleh
Mycobacterium
tuberculosis.
Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada ta hun 1882. Hasil penemuan ini
diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap
tahunnya
diperingati
sebagai
hari
Tuberkulosis.
Karakteristik
kuman
23
terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60C selama 30 menit,
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang
lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar
matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk
mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali
pertukaran udara per jam.
3.2.3
-
Gejala Tuberkulosis
Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah:
Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Dahak bercampur darah.
Batuk berdarah.
Sesak napas.
Badan lemas.
Nafsu makan menurun.
Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
Demam meriang lebih dari satu bulan.
Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment
dan/atau terus-menerus
selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah
dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala
tambahan.
24
meliputi :
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negative.
b. Foto toraks abnormal menunjukka n gambaran Tuberkulosis.
25
Cara Penularan
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal
serumah
dengan
penderita
atau
kontak
erat
dengan
penderita yang
mengurangi
jumlah
percikan,
sementara
26
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan
kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Depkes, 2008).
3.2.7
Perjalanan Penyakit
Menurut Depkes RI (2002) riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu
infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang
terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil
ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana.
Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah
sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin
setelah
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai
dormant
(tidur).
Kadang-kadang
daya
tahan
tubuh
tidak
mampu
Klasifikasi Diagnosis
27
fisik, pemeriksaan
lanjutan dapat berupa pemeriksaan bakteri, radiologi dan tes tuberkulin. Penetapan
diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak menurut
Depkes RI (2002) dikelompokkan menjadi penderita TB paru BTA positif yakni
sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
dan
foto
rontgen
dada
kematian,
mencegah
kekambuhan, memutuskan
mata
rantai
Pengobatan TB
Depkes
RI
(2002)
paru menurut
dilakukan
sebagai
berikut :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat ( PMO )
28
c. Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan lanjutan.
Pengobatan TB paru dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan efek
samping baik yang bersifat ringan maupun yang berat. Tabel 6 menjelaskan efek
samping OAT dari yang ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
Tabel 6
Efek Samping OAT
29
BAB 4
PENUTUP
30
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Nasional
31