HIPERTENSI URGENSI
Disusun oleh :
dr. Defri
Pembimbing :
JUDUL HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
2.4 Patofisiologi........................................................................................................ 4
2.8 Penatalaksaan.....................................................................................................11
2.9 Komplikasi.........................................................................................................15
2.11 Prognosis..........................................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………………......24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi. [6]
2.2 Epidemiologi
Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang
berbeda-beda sebab ada faktor-faktor genetik, ras, regional, sosiobudaya yang
2
juga menyangkut gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin
meningkat bersama dengan bertambahnya umur. [6]
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada
anak-anak yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan
pertumbuhan badan. Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga
makin meningkat, sehingga diatas umur 60 tahun prevalensinya mencapai 65,4%.
Obesitas, sindroma metabolik, kenaikan berat badan adalah faktor risiko
independen untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCl pada diet juga sangat
erat hubungannya dengan kejadian hipertensi. Mengkonsumsi alkohol, rokok,
stress kehidupan sehari-hari, kurang olahraga juga berperan dalam kontribusi
kejadian hipertensi. Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka
sebelum umur 55 tahun risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali
dibandingkan dengan anamnesa keluarga yang tidak didapatkan hipertensi.
Setelah umur 55 tahun, semua orang akan menjadi hipertensi (90%). [6]
2.3 Etiologi
Faktor penyebab hipertensi adalah terdapat perubahan vaskular berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga
karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan
resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat
kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi. [8]
3
yang jauh lebih rendah, sementara pasien dengan hipertensi yang berlangsung
lama dapat mentolerir tekanan darah yang sangat tinggi tanpa mengalami
disfungsi organ akut.[11]
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas. Namun, dua
mekanisme yang berbeda tetapi saling terkait mungkin memainkan peran sentral
dalam patofisiologi krisis hipertensi. Yang pertama adalah kegagalan mekanisme
autoregulasi di dasar vaskular. Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam
patofisiologi hipertensi dan krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai
kemampuan organ (otak, jantung, dan ginjal) untuk mempertahankan aliran darah
yang stabil terlepas dari perubahan tekanan perfusi. Jika tekanan perfusi turun,
aliran darah yang sesuai menurun sementara, tetapi kembali ke nilai normal
setelah beberapa menit berikutnya. Dalam kasus kerusakan autoregulasi, jika
tekanan perfusi turun, menyebabkan penurunan aliran darah dan peningkatan
resistensi pembuluh darah. Pada krisis hipertensi, terdapat kekurangan
autoregulasi pada vascular bed dan aliran darah sehingga peningkatan tekanan
4
darah secara tiba-tiba dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering
menyebabkan stres mekanik dan cedera endotel.[7]
Patofisiologi krisis hipertensi hingga saat ini masih belum diketahui dengan
jelas. Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi
dan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mendadak dan cepat.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel
sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal tersebut juga memicu
kaskade koagulasi dan deposisi fibrin sehingga terjadi iskemia serta hipoperfusi
organ yang menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam
sebuah lingkaran yang berkelanjutan sehingga disfungsi organ target bersifat
progresif (semakin memberat). [10]
5
mengakomodasi tekanan darah dasar yang lebih tinggi sambil mempertahankan
tekanan perfusi serebral yang stabil. Kecepatan peningkatan tekanan darah
dianggap sebagai faktor penting dalam menyebabkan kerusakan organ akhir.
Peningkatan akut yang parah kemungkinan terkait dengan masuknya
vasokonstriktor humoral, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular
sistemik. Peningkatan tekanan dinding pembuluh darah dan hasil cedera endotel
terkait dalam peningkatan permeabilitas pembuluh darah, aktivasi faktor koagulasi
dan trombosit, dan deposisi fibrin. Cedera endotel yang berlanjut dan nekrosis
fibrinoid menyebabkan iskemia, yang kemudian menyebabkan pelepasan lebih
lanjut mediator vasoaktif dan cedera lebih lanjut [12].
2.5 Klasifikasi
6
penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan
jam sampai hari).
(b
erdasarkan A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension, 2013).
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain: [8]
a) Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug)
pada penderita dan kepatuhan pasien.
b) Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
c) Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-130
mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan
intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi
maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial
ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai
tekanan darah normal.
d) Hipertensi ensefalopati
7
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi
reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.
Cara Mendiagnosis
8
krisis hipertensi sangat bervariasi termasuk sakit kepala, pusing, epistaksis,
kecemasan berat, dispnea, muntah, dan palpitasi. Krisis hipertensi akut
dikategorikan lebih lanjut menjadi hipertensi darurat (hipertensi emergensi),
ditandai dengan tekanan darah yang tinggi dan kerusakan organ target, atau
hipertensi urgensi ditandai dengan tekanan darah yang tinggi tetapi tanpa
kerusakan organ target. Tanda-tanda kerusakan organ bermanifestasi neurologis
sebagai stroke iskemik akut, perdarahan, atau ensefalopati hipertensi. Organ vital
lainnya juga dapat dipengaruhi oleh krisis hipertensi, mengakibatkan infark
miokard akut, gagal jantung ventrikel kiri akut dengan edema paru, disfungsi akut
mata, dan cedera ginjal akut. [9]
a. Anamnesis
Pada anamnesis menanyakan tentang riwayat hipertensi, penggunaan obat
bersamaan yang meningkatkan tekanan darah (misalnya, obat
antiinflamasi nonsteroid), riwayat sindrom sleep apnea, faktor risiko
kardiovaskular, dan komorbiditas lainnya. Pemeriksaan fisik yang relevan
termasuk jantung, supra-aorta, dan auskultasi perut untuk murmur
(koarktasio aorta), arteri leher untuk distensi, defisit neurologis,
fundoskopi untuk menilai retinopati, dan pemeriksaan perut untuk
mendeteksi aneurisma aorta. Tanda vital lanjutan pemantauan penting
untuk menilai perubahan kondisi pasien; misalnya, takikardia telah
dikaitkan dengan hipertensi emergensi karena hubungan klinisnya dengan
kegagalan ventrikel kiri akut. [9]
Riwayat hipertensi dan pengobatan hipertensi sebelumnya. Riwayat
konsumsi agen-agen vasopressor seperti simpatomimetik. Gejala organ
target yang dirasakan (serebrovaskuar, jantung dan fungsi penglihatan).[10]
b. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : tekanan darah sistolik >180 mmHg, tekanan
darah diastolik >120 mmHg;
9
Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema retina,
perdarahan retina (superfisial, berbentuk api atau titik), eksudat
retina, papil edema, vena membesar;
Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan
penglihatan, deficit fokal neurologis, kejang, koma;
Status kardiopulmoner;
Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gangguan ginjal akut;
Pemeriksaan denyut nadi perifer.
c. Pemeriksaan penunjang
Hematokrit dan apusan darah;
Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urin (hematuria);
Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum >200
mg/dL), glukosa, elektrolit;
Elektrokardiografi : adanya iskemia, hipertrofi ventrikel kiri;
Foto toraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi
aorta)
Diagnosis banding
10
2.8 Penatalaksanaan
Non farmakologis
11
Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alkohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan
dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2
gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
12
angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada
arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22%
(p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap
8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang
sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup
dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg
secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai
dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian.
Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara diberikan
15-30 menit dan puncaknya 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg
kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan
darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang
sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki
puncak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan
oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan
tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga
berhubungan dengan kejadian stroke. [8]
13
2.8.2 Hipertensi Emergensi
a) Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan
obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di
dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan
dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah
masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10%
selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan
darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan
pembuluh darah otak mengalami hipoperfusi. [8]
b) Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah >180/105 mmHg pada
hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus dipertahankan
dibawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah
harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara spontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan >130 mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti
iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan hipertensi emergensi melibatkan iskemik pada otot jantung dapat
diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan,
bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri
koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker
(labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal,
kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti
nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah
14
sampai target tekanan darah yang diinginkan (tekanan darah sistolik >120
mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai
dengan proteinuria, hematuria, oliguria dan atau anuria. Terapi yang
diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan
secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan
sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat
menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian
nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.
Hyperadrenergic staste. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena
pengaruh obat-obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat
monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti
pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan over
dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya
hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal.
Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan
darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator
arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers
dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan
tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidin, terapi yang terbaik adalah
dengan memberikan kembali klonidin sebagai dosis inisial dan dengan
penambahan obat-obatan anti hipertensi. [8]
2.9 Komplikasi
Kegagalan untuk membuat diagnosis atau pengobatan hipertensi emergensi
dapat menyebabkan hal berikut: [11]
Gagal ginjal
Kehilangan penglihatan
Infark miokard
Stroke
15
2.10 Pencegahan dan Edukasi
Cara terbaik untuk mencegah hipertensi darurat adalah tetap patuh
dengan obat antihipertensi. Sementara hipertensi rutin dapat dikelola oleh
penyedia layanan kesehatan primer, konsultasi pada ahli penyakit jantung
dianjurkan bila pasien menggunakan lebih dari 3 antihipertensi dan tekanan
darah masih tetap tinggi. Sampai tekanan darah terkontrol tirah baring
dianjurkan. Direkomendasikan diet rendah sodium dan penurunan berat
badan.[11]
2.11 Prognosis
Tampaknya hipertensi emergensi memiliki prognosis yang berbeda
dengan hipertensi urgensi. Karena fakta bahwa beberapa obat dapat
digunakan untuk mengobati krisis hipertensi, data epidemiologi menunjukkan
bahwa kematian darurat hipertensi telah menurun secara bertahap dari 80%
pada tahun 1928 menjadi 10% pada tahun 1989. Dalam sebuah penelitian
baru-baru ini dengan pasien krisis hipertensi yang dirawat di unit perawatan
koroner, para peneliti menemukan bahwa kematian secara keseluruhan adalah
3,7%. Pada pasien dengan hipertensi darurat, mortalitas lebih tinggi (4,6%)
dibandingkan dengan pasien dengan hipertensi urgensi (0,8%). Meskipun
prognosis yang berbeda antara pasien dengan dua entitas, peneliti lain
mencoba untuk menemukan faktor prognostik kejadian jantung atau
serebrovaskular utama yang merugikan (MACCE) yang didefinisikan sebagai
gabungan dari infark miokard, angina tidak stabil, krisis hipertensi, edema
paru, stroke, atau serangan iskemik transien.[7]
16
keseluruhan pasien dengan hipertensi darurat harus dijaga karena sejumlah
besar pasien dapat mengembangkan kejadian jantung yang merugikan atau
stroke dalam waktu 12 bulan.[11]
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Umur : 66 tahun
Alamat : S. Langkok
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 29 November 2021
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA :
- Nyeri kepala sejak 1 jam SMRS
18
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat merokok : 2 bungkus/ hari Perokok berat
- Riwayat konsumsi alcohol : disangkal
- Riwayat konsumsi NAPZA : disangkal
- Riwayat konsumsi obat : disangkal
Sosial Ekonomi
Pekerjaan : pasien bekerja sebagai Petani
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E-4 V-5 M-6 = 15 Composmentis
BB/TB : 80kg/160cm
Vital sign (Saat Masuk RS) :
Tekanan Darah : 200/110 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.6 oC
19
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Kulit : Sawo matang ,tidak kering, ekstremitas teraba
hangat.
2. Kepala : Normocephal, deformitas (-)
3. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-)
4. Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan
JVP (-)
5. Telinga : Normal, membran timpani intak
6. Dada
- Jantung
Cor Hasil Pemeriksaan
- Paru
20
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
- Abdomen:
Inspeksi : dinding abdomen simetris, tampak datar
Auskultasi : suara bising usus positif
Perkusi : suara timpani pada ke empat kuadran
Palpasi : tidak teraba massa atau hepar dan lien
Balotemen (-). Kandung kemih teraba kosong
- Ekstremitas:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN
Hb : 12,9 g/dl
Leukosit : 7000/mm3
Hematokrit : 42 %
Trombosit : 239.000/mm3
21
Gula Darah
Hipertensi Urgency
DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi Emergensi
TERAPI
- IVFD RL 20 tpm
- Ramipril tab 10 mg po
- Bisoprolol 5 mg tab po
- Amlodipin 10 mg
PROGNOSIS
Follow up
Hari ke-1
tanggal S O A P
22
30/11/21 Nyeri kepala KU: TSS, CM HT Urgensi IVFD RL 20
10.02 (+)berkurang, TD: 160/100 mmHg tpm
Mual (+), Muntah HR: 98x/mnt Ramipril tab
(-), Nyeri Ulu Hati RR: 20x/mnt 1x10 mg po
(-) Sh: 36,5 C Bisoprolol 1x5
mg tab po
Amlodipin
1x10 mg
Paracetamol
3x500 mg po
Hari ke-2
tanggal S O A P
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
9. Hussein M. T. El, dan Nguyen A. The Essence of Hypertensive Crises.
The Journal for Nurse Practitioners. 2021; 17: 377-381. Diakses pada
tanggal 06 Juni 2021 dari https://www.npjournal.org/action/showPdf?
pii=S1555-4155%2820%2930721-2
10. Tanto C, et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius.
11. Alley WD, Schick MA. Hypertensive Emergency. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
12. Alley WD, Copelin II EL. Hypertensive Urgency. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
26