Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular langsung yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang

organ paru. Selain menyerang organ paru, TB dapat menyerang organ lain (ekstra

pulmonal). Penyakit TB tidak hanya mengenai orang dewasa, anak-anak pun sudah

mulai banyak yang terjangkit penyakit ini.1

Tuberkulosis (TB) masih menjadi permasalahan kesehatan dunia. Menurut

laporan WHO pada tahun 2004, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara

yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas

sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Selain itu, menurut laporan TB dunia

oleh WHO tahun 2006, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang

TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru

sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun.2

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab

kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa

penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001

menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan

penyakit infeksi.2

1
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka diperlukan upaya-upaya khusus

untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan peran serta

masyarakat dengan tujuan utama pemberantasan TB. Sehingga dapat dilakukan

tindakan pengobatan yang tepat sasaran serta pencegahan penularan pada lingkungan

yang terkena untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat TB.1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan dan upaya pencegahan terhadap penyakit

Tuberkulosis pada masyarakat di era pandemi Covid-19 Puskesmas Sitiung 1

Kabupaten Dharmasraya ?”.

1.3 Tujuan Mini Project

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan upaya pencegahan terhadap

penyakit Tuberkulosis pada masyarakat di era pandemi Covid-19 Puskesmas

Sitiung 1 Kabupaten Dharmasraya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan dan kuesioner

mengenai penyakit tuberkulosis di wilayah Puskesmas Sitiung 1.

2. Mengetahui lebih dini penderita penyakit tuberkulosis sehingga dapat

ditanggulangi lebih cepat di wilayah Puskesmas Sitiung 1.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian penyakit

tuberkulosis di wilayah Puskesmas Sitiung 1.

2
1. 4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Bagi Instansi Kesehatan

1. Sebagai masukan bagi Puskesmas Sitiung 1 untuk evaluasi dalam promosi

kesehatan mengenai penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya pada

masa pandemi Covid-19.

2. Sebagai informasi tambahan untuk instansi kesehatan akan pentingnya

pengetahuan mengenai tuberkulosis pada masa pandemi Covid-19.

1.4.2 Manfaat Akademik

1. Sebagai acuan bagi dokter internsip yang akan melakukan kegiatan

selanjutnya.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

1. Sebagai sebagai informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya di masa pandemi

Covid-19.

2. Dapat memacu keluarga khususnya keluarga terdekat untuk berperan serta

dalam mendukung kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis di masa

pandemi Covid-19.

1.4.4  Manfaat Bagi Puskesmas

1. Sebagai informasi tambahan bagi petugas Puskesmas Sitiung 1 sehingga

dapat dijadikan pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan

pengetahuan dan upaya pencegahan tuberkulosis pada masa pandemi

Covid-19.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Gambar 1. Anatomi Paru

Paru berada dalam rongga thorax yang dilindungi oleh tulang sternum, costae

dan cartilago costalis. Paru-paru terdiri dari dua bagian yakni kanan dan kiri. Paru

dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura yaitu tiga lobus di paru kanan (lobus atas,

tengah dan bawah) yang dibagi oleh fisura oblique dan fisura horizontalis, dan dua

lobus di paru kiri (lobus atas dan bawah) yang dibagi oleh fisura oblique. Paru-paru

kiri lebih kecil karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh ini.1

Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung sternal kosta pertama dan

basis paru terletak di diafragma. Paru dilapisi oleh lapisan pembungkusnya yaitu

pleura yang membantu melindungi paru-paru dan untuk bergerak saat bernapas.

Pleura terdiri dari pleura visceral dan pleura parietal. Selain itu, terdapat dua cabang

bronkus yang berfungsi untuk membagi udara ke paru-paru kanan dan kiri.1

4
2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Gambar 2. Tuberculosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis complex. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi juga

dapat menyerang organ tubuh lain selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening

termasuk (mediastinum dan atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit,

sendi, tulang dan selaput otak.1

2.1.2 Etiologi

Infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.1

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi TB yaitu :2

5
1. TB Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang parenkim paru.

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah

 Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif

 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif + hasil foto toraks sesuai

dengan gambaran TB

 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif + hasil kultur Mycobacterium

tuberculosis positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah

 Sedikitnya dua dari hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada

laboratorium yang memenuhi syarat EQA.

 Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA

negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan

prevalensi HIV > 1 % atau pasein TB dengan kehamilan ≥ 5%.

2. Berdasarkan tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu

a. Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus Kambuh (Rellaps) adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh

6
dengan pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

c. Kasus Lalai Berobat adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1

bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

d. Kasus Gagal dalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

atau akhir pengobatan.

e. Kasus Kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih

positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang

baik.

f. Kasus Bekas TB. Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila

ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau

foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat

pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

2. TB Ekstra Paru

TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti

pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan atau hilus), abdomen,

traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.

a. TB ekstra paru ringan

Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali

tulang belakang), sendi dan kelenjer adrenal.

7
b. TB ekstra paru berat

Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi TB terdiri dari :1,4

1. Tuberculosis Primer

Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang

primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul dibagian mana saja dalam

paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan

tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah beninng di hilus (limfadenitis

regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis lokal dan limfadenitis

regional dikenal kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu

nasib sebagai berikut :

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c. Menyebar dengan cara :

 Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

8
 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya

 Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.

2. Tuberculosis Postprimer

Tuberculosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberculosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberculosis postprimer

mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberculosis bentuk dewasa,

localized tuberculosis, tuberculosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberculosis

inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi

sumber penularan. Tuberculosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang

umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang

dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan

mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif

kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila

jaringan keju dibatukkan keluar,

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti

9
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi :

 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang

pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di

atas.

 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tuberculoma.

Tuberculoma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut

sehingga seperti bintang (stellate shaped).

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis Tb terdiri dari :4

1. Anamnesis

Gejala TB dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.

Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.

a. Gejala respiratori

 Batuk ≥ 2 minggu

 Batuk darah

 Sesak napas

10
 Nyeri dada

b. Gejala sistemik

 Demam

 Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan

berat badan menurun.

c. Gejala TB Ekstra paru

Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.

Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak nafas dan kadang nyeri pada sisi

yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.

Kelainan paru pada umumnya mengenai daerah lobus superior terutama daerah apeks

dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemerikssan fisik akan

ditemukan antara lain :

 Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, mediastinum dan diafragma

 Pada perkusi ditemukan redup atau pekak

11
 Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup arau pekak, pada

auskultasi suara nafas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang

terdapat cairan.

 Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar Getah Bening, tersering di

daerah leher (pikirkan kemungkinn metastasis tumor), kadang-kadang di

daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abcess.

3. Pemerikssan Penunjang

a. Pemeriksaan Bakteriologi

1. Bahan pemeriksaan

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan

pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi.

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal 1 kali dahak pagi hari.

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

b. Dahak pagi (keesokan harinya)

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )

Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /

ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan

tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.

12
b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi

yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik atau CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB

dapat memberi gambaran bermacam - macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologi yang dicurigai TB aktif adalah :

 Bayangan berawan/nodular di segmen Apikal dan posterior lobus atas paru

dan segmen lobus bawah

 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular

 Bayangan bercak milier

 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :

 Fibrotik

 Kalsifikasi

 Schwarte atau penebalan pleura

c. Pemeriksaan Penunjang Lain

1. Analisis Cairan Peura

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

3. Pemeriksaan darah

13
2.1.6 Pengobatan

Terbagi menjadi 2 fase :5

 Fase intensif (2-3 bulan)

 Fase lanjutan 4 atau 7 bulan.

Obat Anti Tuberkulosis

1. Jenis obat utama yang digunakan adalah :

a. Rifampisin

b. INH

c. Pirazinamid

d. Streptomisin

e. Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination )

3. Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin,

INH, pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin,

INH dan pirazinamid.

4. Jenis obat tambahan lainnya :

a. Kanamisin

b. Kuinolon

c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam

klavulanat

d. Derivat rifampisin dan INH

14
Dosis OAT

1. Rifampisin 10-20 mg/kg BB

2. INH 5-10 mg/kg BB

3. Pirazinamid : 25-30 mg/kgBB

4. Etambutol : 15-25 mg/kg BB

5. Streptomisin : 15 mg/kg BB

Efek samping OAT :1

1. Isoniazid (INH)

 Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan

pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B

kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain

ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom pellagra)

 Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan

pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin

a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan

simtomatik ialah :

 Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

 Sindrom perut

 Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

15
b. Efek samping yang berat tapi jarang :

 Hepatitis

 Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.

 Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air

mata, air liur karena proses metabolisme obat.

3. Pirazinamid

Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)

dan kadangkadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan

sisebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang

terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk

warna merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa

minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak

karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan

keseimbangan dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Reaksi hipersensitiviti

kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan

eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti

16
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah

suntikan. Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis :1

- Kategori I ( 2 HRZE/4H3R3 atau 2 HRZE/4HR atau 2 HRZE/6HE )

- Penderita baru TBC Paru BTA (+)

- Penderita TBC Paru BTA (-) Rontgen (+) yang “sakit berat” dan

- Penderita TBC Ekstra Paru berat

- Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3 atau 2 HRZES/HRZE/5HRE)

- Penderita kambuh (relaps)

- Penderita gagal ( failure )

- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

- Kategori III ( 2HRZ/4 H3R3 atau 2HRZ/4HR atau 2HRZ/6HE )

- Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan

- Penderita Ekstra Paru ringan

- Kategori IV ( Sesuai Uji Resistensi atau INH seumur hidup )

- Penderita TB Paru kasus kronik

KETERANGAN

R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, H = INH, E = Etambutol, S = Streptomisin.

Pada kasus dengan resistensi kuman, pilihan obat ditentukan sesuai hasil uji

resistensi.

17
Dosis Obat berdasarkan berat badan :

Jenis Obat BB ˂ 30 kg BB 30 – 50 kg BB ˃ 30 kg
R 300 mg 450 mg 600 mg
H 300 mg 300 mg 400 mg
Z 750 mg 1000 mg 1500 mg
E 500 mg 750 mg 1000 mg
S 500 mg 750 mg 750 mg

Pengobatan Suportif / Simptomatik

a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin

tambahan

b. Tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis

c. Bila demam, berikan obat penurunan panas/demam

d. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.

Indikasi rawat inap :1

 Batuk darah (profus)

 Keadaan umum buruk

 Pneumotoraks

 Empiema

 Efusi pleura masif / bilateral

 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB ekstra paru yang mengancam jiwa :

 TB paru milier

18
 Meningitis TB

Evaluasi

Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun

setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah

mikroskopi BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan

setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24 bulan setelah dinyatakan

sembuh.2

2.1.7 Komplikasi

Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan

maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul

adalah :5

 Batuk darah

 Pneumothorak

 Luluh paru

 Gagal napas

 Gagal jantung

 Efusi pleura

19
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SITIUNG 1

UPT Puskesmas Sitiung I terletak di Kecamatan Sitiung Kabupaten

Dharmasraya terdiri dari 2 Nagari antara lain Nagari Sitiung dan Nagari Sei. Duo dan

mempunyai 11 jorong. Sebagian besar penduduk diwilayah kerja UPT Puskesmas

Sitiung I beragama Islam dengan mata pencaharian sebagian besar bertani.

3.1 Visi dan Misi Kabupaten Dharmasraya

a. Visi

“Menuju Dharmasraya Mandiri dan Berbudaya”

b. Misi

1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan

kesehatan kecakapan, keahlian, sikap dan moralitas sebagai upaya

untuk meningkatkan produktifitas, inovasi dan keharmonisan

masyarakat.

2. Meningkatkan kualitas infrastruktur daerah sebagai pelayanan dasar

secara merata dan sumber kemajuan ekonomi.

3. Mengelola kekayaan sumber daya alam pertanian, pertambangan,

perternakan dan pariwisata secara optimal dan bernilai tambah besar

mensejahterakan masyarakat.

20
4. Memelihara kualitas lingkungan kabupaten dharmasraya untuk

mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

5. Mewujudkan tata kelola pemerintah yang andal dan maju sehingga

mampu membangun berbagai potensi daerah berbagai potensi daerah.

6. Memberdayakan nagari dan kelompok masyarakat berbagai pelaku

pembangunan dalam bidang sosial dan ekonomi.

3.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya

a. Visi

“Menuju Dharmasraya Peduli Kesehatan Berbasis Keluarga”

b. Misi

1. Meningkatkan askes pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan berkualitas dan berkeadilan bagi

masyarakat.

3. Menekan angka kesakitan melalui peningkatan upaya kesehatan

masyarakat.

4. Meningkatkan kesiagaan pelayanan kesehatan.

5. Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat melalui keluarga

dalam mewujudkan kemadirian berperilaku hidup bersih dan sehat.

3.3 Visi dan Misi UPT Puskesmas Sitiung I

a. Visi

21
“Terwujudnya masyarakat Sitiung I berperilaku sehat melalui keluarga Tahun

2021”

c. Misi

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan

keluarga.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui

pemberdayaan masyarakat dan kemitraan.

3. Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang PHBS.

4. Menyelenggarakan manajemen Puskesmas yang responsif, akuntabilitas,

transparan, partisipatif dan profesional.

d. Tujuan

Terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya

guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya.

e. Fungsi

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan

pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Pengelolaan upaya kesehatan

3.4 Keadaan Geografis

22
UPT Puskesmas Sitiung I terletak di kecamatan Sitiung Kabupaten

Dharmasraya mempunyai 11 jorong dengan batas sebagai berikut:

 Sebelah utara : berbatas dengan Puskesmas Timpeh

 Sebelah selatan : berbatas dengan Puskesmas Koto Baru

 Sebelah barat : berbatas dengan Puskesmas gunung Medan

 Sebelah timur : berbatas dengan Puskesmas Koto Baru

Puskesmas Sitiung I berada pada ketinggian dari permukaan laut antara 82

meter sampai 1.525 meter dengan suhu berkisar antara 28-32 °C.Sebagian besar

penggunaan lahan di Wilayah Kerja Puskesmas Sitiung I adalah sektor pertanian.

Jarak tempuh Puskesmas Sitiung I ke Dinkes Propinsi Sumatera Barat lebih

kurang 203 KM (5-6 Jam Perjalanan).

Tabel 3.1Wilayah Kerja UPT Puskesmas Sitiung I

No Nagari Jorong

1 Sei. Duo 1. Koto Agung Kanan

2. Koto Agung Kiri

3. Teluk Sikai

4. Sei. Duo

5. Koto Daulat

2 Sitiung 1. Piruko Utara

2. Piruko Selatan

3. Lawai

23
4. Pulai

5. Sitiung

6. Padang Sidondang

Sumber : Data Dasar Puskesmas Sitiung I tahun 2019

Gambar 3.1. Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Sitiung I


Sumber : UPT Puskesmas Sitiung I tahun 2019

3.5 Keadaan Demografis

Jumlah penduduk tahun 2019 adalah 16.664 jiwa dengan jumlah kepala

keluarga sebanyak 4.266 KK.

Penyebaran jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sitiung I tersebar

di 2 nagari, di nagari sei. Duo terdiri dari jorong koto agung kanan 2.254 jiwa,

24
jorong koto agung kiri 2.201 jiwa, jorong teluk sikai 1.451 jiwa, jorong sei. Duo

1.392 jiwa, koto daulat 524 jiwa sedangkan di nagari sitiung antara lain jorong

piruko utara 1.107 jiwa, jorong piruko selatan 1.425 jiwa, jorong sitiung 2.648 jiwa,

jorong pulai 970 jiwa, jorong lawai 414 jiwa dan jorong padang sidondang 2.279

jiwa.

Grafik 3.1 Grafik Jumlah Penduduk Perjorong Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Sitiung I tahun 2019

jorong lawai; jorong padang jorong koto


414 sidondang; agung kanan;
2279 2254

jorong pulai; jorong koto


917 agung kiri;
2201

jorong sitiung;
2648

jorong piruko jorong teluk


selatan; 1425 sikai; 1451
jorong piruko utara; 1107
jorong sei.
duo; 1392
koto daulat; 524

Sumber : Data Pusdatin Tahun 2019

3.6 Keadaan Pendidikan

Jumlah sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sitiung I tahun 2018 untuk

jenjang PAUD tercatat 12 sekolah, TK 9 sekolah, SD 12 sekolah & 1 SLB, SMP

sederajat 6 sekolah, SMA sederajat 6 sekolah.

Grafik 3.2 Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Sitiung I

25
Sarana Pendidikan
14 12 12
12
10 9
8 6 6
6
4
2 1
0
PAUD TK SD SLB SLTP/MTsN SMU/
SMK/MA

Sumber: Data Sarana Prasarana

3.7 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Sitiung I

Sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Sitiung I yang meliputi Pustu dan

Polindes sebagai berikut :

Tabel 3.2 Sarana pelayanan kesehatan Di Puskesmas Sitiung I

No Jorong Pustu Polindes/

Poskesri

1 K. Agung kanan 1

2 K.Agung Kiri 1

3 Taluak Sikai 1

4 Sei.Duo 1

5 Koto Daulat 1

6 Sitiung 1

7 Lawai 1

8 Piruko Utara 1

9 Piruko Selatan 1

26
10 Padang Sidondang 1

11 Pulai 1

Jumlah 2 9

Sumber : Puskesmas Sitiung I Tahun 2019

Pusat kesehatan masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas merupakan

salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan. Puskesmas sebagai unit pelayanan

kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan, harus

melakukan upaya pelayanan kesehatan wajib dan beberapa upaya kesehatan pilihan

yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan inovasi serta

kebijakan pemerintah daerah setempat.

Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan preventif,

didalamnya juga terdapat pembangunan kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif.

Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang bergerak dalam

kegiatan kuratif dan rehabilitatif serta berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan

rujukan.

RSUD Sungai Dareh merupakan satu-satunya rumah sakit yang berada di

Kabupaten Dharmasraya yang memiliki kemampuan laboratorium kesehatan dan

memiliki 4 spesialis dasar. Selain itu dalam rangka pengendalian obat dan

perbekalan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan sarana produksi dan

distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan, Kabupaten Dahrmasraya di dukung 1

unit gudang farmasi.

27
Aksesibilitas jarak tempuh puskesmas Sitiung I ke Rumah Sakit Umum

Daerah adalah 30KM.

3.8 Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)

Salah satu jenis UKBM yang telah sejak lama dikembangkan dan mengakar

di masyarakat adalah posyandu. Dalam menjalankan fungsinya, posyandu

diharapkan dapat melaksanakan 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak,

keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Dalam

rangka menilai kinerja dan perkembangannya, posyandu diklasifikasikan menjadi 4

starata yaitu pratama, madya, purnama dan mandiri.

Jumlah posyandu mulai tahun 2017, 2018 & 2019 adalah 16 posyandu.

Poskesdes atau poskesri merupakan upaya kesehatan bersumberdaya

masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan penyediaan pelayanan

kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Kegiatan utama yaitu pengamatan dan

kewaspadaan dini (survailans perilaku beresiko, lingkungan dan masalah kesehatan

lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap

bencana serta pelayanan kesehatan.

3.9 Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Sitiung I Kabupaten

Dharmasraya tahun 2019 adalah sebagai berikut :

28
Tabel 3.3 Distribusi Tenaga Medis Puskesmas Sitiung I Kabupaten

Dharmasraya Tahun 2019

No Unit Kerja Dr. Spesialis Dr. Umum Dr. Gigi

1 Puskesmas Sitiung I 0 4 2

Sumber : Puskesmas Sitiung I Tahun 2019

Untuk gambaran jumlah tenaga kesehatan yang lainnya seperti tenaga

keperawatan dan bidan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Distribusi Tenaga Keperawatan dan Bidan Puskesmas Sitiung 1

Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019

No Unit Kerja Perawat Bidan

1 Puskesmas Sitiung I 21 43

Sumber : Puskesmas Sitiung I Tahun 2019

Program peningkatan sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan

ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan serta efektifitas

penggunaan. Jumlah perawat tahun 2019 adalah 21, namun 9 diantaranya masih

sukarela. Dan jumlah bidan tahun 2019 adalah 43 yang mana 19 orang diantaranya

merupakan tenaga magang/sukarela.

3.10 Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan di Puskesmas Sitiung I berasal dari berbagai sumber

baik APBD tidak ada,BOK berjumlah RP.544.239.400,-

29
Melalui gambaran tentang anggaran kesehatan diatas, pembiayaan kesehatan

terjadi peningkatan namun untuk mempercepat pemenuhan sarana dan prasaran

kesehatan serta meningkatkan kualitas pelayanan, maka diharapkan adanya bantuan

dana baik dari APBD maupun APBN.

BAB IV
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

4.1 Metode Pengumpulan Data

4.1.1 Rancangan Pengumpulan Data

Pengumpulan data digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan masyarakat dan upaya pencegahan penularan tuberkulosis khususnya di

Sitiung 1. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui survei pada warga yang dilakukan untuk

menganalisis kemungkinan akar permasalahan yang terjadi di jorong tersebut. Survei

dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung berdasarkan kuesioner

terhadap warga Jorong Padang Sidondang. Warga jorong Padang Sidondang dipilih

atas dasar adanya kasus TB MDR. Mengingat keterbatasan waktu, keterbatasan

biaya, pengambilan sampel hanya dilakukan pada Jorong Padang Sidondang.

30
Data sekunder yang didapat dari laporan POA Puskesmas Sitiung 1 memuat

profil Puskesmas Sitiung 1, identifikasi berbagai masalah berdasarkan program

seperti program penjaringan suspek TB, skrining dan kunjungan penyakit hipertensi

serta rokok. Data ini diolah untuk mendapatkan satu dari program yang paling sesuai

dan mudah untuk dilakukan intervensi. Cara yang digunakan untuk mengolah dan

mencari prioritas masalah tersebut adalah dengan melihat skor USG dari setiap

masalah yang ada .

Masalah Urgency Seriousness Growth Skor

Penjaringan Supek TB 2 1 3 6

Hipertensi 3 3 1 7

Rokok 1 2 2 5

4.1.2 Populasi dan Sampel

a. Populasi target adalah warga yang batuk di Padang Sidondang

b. Sampel

Kriteria sampel yang memenuhi syarat yaitu :

1. Kriteria inklusi

Sampel merupakan seluruh warga yang batuk yang datang ke Posbindu

Padang Sidondang, Kecamatan Sitiung 1, Kabupaten Dharmasraya.

2. Kriteria eksklusi

 Sampel yang tidak datang ke Posbindu

31
 Sampel yang tidak batuk

 Sampel yang tidak bersedia diberikan penyuluhan dan

wawancara kuesioner

4.1.3 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret-April 2021 di Puskemas

Sitiung 1.

4.1.4 Instrumen dan Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data pada mini project ini adalah data laporan program

tahunan Plan of Action Puskesmas Sitiung 1 tahun 2019 dan 2020 serta laporan

tahunan perihal pencapaian kunjungan pasien tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Siitung 1.

4.1.5 Cara Pengumpulan Data

Semua jenis data yang dikumpulkan pada mini project ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer berupa profil responden dan hasil intervensi.

Sedangkan data sekunder berupa profil puskesmas Sitiung 1.

4.2 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

1.2.1 Metode Intervensi

Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah penyuluhan

dengan alat bantu slide, lembar kuesioner dan pelaksanaan posbindu di era pandemi

32
COVID-19. Sebagai evaluasi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit

tuberkulosis paru di Posbindu Padang Sidondang dilakukan penilaian melalui

kuesioner. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Penilaian dilakukan dengan

menghitung skor di setiap poin pertanyaan. Pertanyaan 1-3, 6, 9-10 di jawab “ya”

maka diberi skor 1 dan pertanyaan 4-5 dan 7-8 di jawab “tidak” maka diberi skor 1.

Interpretasi dikategorikan menjadi tiga tingkat pengetahuan masyarakat terhadap TB

: tingkat pengetahuan baik (skor ˃8), tingkat pengetahuan cukup (6 sampai <8), dan

tingkat pengetahuan kurang (<6). Pelaksanaan kembali posbindu di era pandemi ini

akan dilaksanakan dengan menyesuaikan protokol kesehatan.

4.2.2 Petugas Penyuluhan

Petugas penyuluhan dari kegiatan mini project ini adalah :

1. Dokter Internship Puskesmas Sitiung 1 Periode Februari 2021 – Mei

2021, dalam hal ini dr. Lioni Anggita dan dr. Bunga Tamara Putri

selaku narasumber.

2. Petugas kesehatan lain dari Puskesmas Sitiung 1 sebagai penanggung

jawab pelaksanaan posbindu.

4.2.3 Lokasi dan Waktu Kegiatan

Kegiatan mini project ini bertempat di Posbindu Padang Sidondang.

Pelaksanaannya pada tanggal 10 April 2021, pukul 10.00 WIB sampai dengan

selesai.

4.2.4 Sasaran Kegiatan

33
Sasaran kegiatan mini project ini adalah seluruh pasien batuk yang datang ke

Posbindu Padang Sidondang.

BAB V
HASIL INTERVENSI

5.1 Penyuluhan Penyakit, Bahaya dan Komplikasi Tuberkulosis di Masa

Pandemi Covid-19

Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan saat posbindu adalah penyuluhan

kesehatan. Pada posbindu yang dilakukan kali ini kami mengangkat tema mengenai

tuberkulosis. Penyuluhan tuberkulosis kami lakukan dikarenakan tuberkulosis

merupakan salah satu yang menjadi prioritas masalah dikecamatan sitiung 1. Hal ini

dibuktikan dengan adanya kasus putus obat sehingga menimbulkan kematian. Salah

satu kemungkinan penyebab yang mendasari ialah tingkat pengetahuan penderita

tuberkulosis yang masih minim mengenai penyakitnya.

Penyuluhan dimulai ketika semua peserta sudah memasuki ruangan dan

duduk tempat yang disediakan dengan menjaga jarak. Penyuluhan diikuti oleh 22

34
orang peserta yang hadir pada Posbindu Padang Sidondang. Penyuluhan dimulai

dengan pengisian kuesioner oleh peserta. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian

materi oleh dokter internship (dr. Lioni Anggita) menggunakan slide sesi dan sesi

tanya jawab dengan para peserta. Penyuluhan tuberkulosis yang kami lakukan kali

ini berisi materi mengenai penyakit tuberkulosis, komplikasi dan bahayanya di masa

pandemic COVID-19. Penyuluhan ini menekankan kepada setiap para peserta

mengenai gejala, pencegahan, pengendalian dan kepatuhan pengobatan penyakit

tuberkulosis. Selain itu, kami juga menyampaikan kepada semua peserta penyuluhan

mengenai hubungan tuberkulosis dengan virus COVID-19, keadaan tidak perlu takut

kontrol pengobatan selama masa pandemi, serta selalu menerapkan protocol

kesehatan yaitu 5M selama berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk

kontrol pengobatan penyakit tuberkulosis.

5.2 Tingkat Pengetahuan Masyrakat Terhadap Penyakit Tuberkulosis

Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan masyarakat terhadap penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Sitiung 1. Pada laporan tahunan puskesmas sitiung 1 tahun 2020, terdapat 12 kasus

TB dan 81 suspek TB. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh minimnya

pengetahuan masyarakat terhadap penyakit Tuberkulosis. Untuk membuktikan hal

tersebut, kami membagikan kuosioner kepada 22 warga yang batuk yang datang ke

posbindu Padang Sidondang untuk menilai tingkat pengetahuan terhadap

tuberkulosis. Berdasarkan kuosioner didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

35
Jenis Kelamin Jumlah Pesentase

Tidak Sekolah / tidak tamat SD 2 9,0%

Tamat SD 10 45,5%

Tamat SMP 5 22,7%

Tamat SMA 5 22,7%

Tamat Perguruan Tinggi - 0%

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan sebayak 22 warga yang batuk yang hadir di

posbindu Padang Sidondang. Sebanyak 2 (9,0%) orang reponden tidak sekolah /

tidak tamat SD, sebanyak 10 (45,5%) orang reponden tamatan SD, sebanyak 5

(22,7%) orang reponden tamatan SMP, 5 (22,7%) orang reponden tamatan SMA, dan

tidak ada reponden tamatan Perguruan Tinggi.

Karakteristis responden yang dapat mempengaruhi penelitian adalah tingkat

pendidikan, mengingat seharusnya responden yang tmerupakan tamatan perguruan

tinggi ataupun SMA memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik mengenai

penyakit tuberkulosis dibandingkan reponden lainnya yang merupakan tamatan SMP,

SD, ataupun yang tidak tamat SD atau bahkan tidak sekolah sama sekali.

Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Tuberkulosis

Tingat Pengetahuan Jumlah Persentase

Kurang 10 45,5%

Cukup 8 36,4%

Baik 4 18,1%

36
Berdasarkan tabel 5.2 mengenai tingkat pengetahuan masyarakat terhadap

tuberkulosis di Posbindu Padang Sidondang didapatkan sebanyak 10 (45,5%) orang

tingkat pengetahuan kurang, 8 (36,4%) orang dengan tingkat pengetahuan cukup, dan

4 (18,1%) orang dengan tingkat pengetahuan baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tuberkulosis.

Pengetahuan mengenai perbedaan antara penyakit TB dengan

penyakit paru lainnya sangat penting untuk diketahui karena masyarakat perlu tahu

gejala-gejala penting apa saja yang terdapat pada penderita TB. Sehingga masyarakat

lebih cepat tanggap apabila terdapat seseorang yang menderita gejala seperti gejala

TB di wilayah tempat tinggalnya. Selain itu, pengetahuan mengenai

penatalaksanaan baik dari segi pencegahan ataupun pengobatan juga sangat penting

untuk diketahui oleh masyarakat agar morbiditas dan mortalitas karena TB dapat

berkurang. Selain tingkat pengetahuan, sikap masyarakat dalam menyikapi

permasalahan TB juga tidak kalah pentingnya. Masyarakat harus semakin tanggap

dan waspada dalam menyikapi permasalahan TB, terutama dalam hal pencegahan

dan pemantauan minum obat terhadap penderitaTB. Peran serta masyarakat

sangatlah penting untuk menyikapi permasalahan TB, dan diharapkan masyarakat

mau membantu menanggulangi permasalahan TB, terutama di lingkungan

sekitarnya.

5.3 Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

37
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan

dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif. Salah satu langkah untuk

mencegah TB (tuberkulosis) adalah dengan menerima vaksin BCG (Bacillus

Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib

dan diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima

vaksin BCG, dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota

keluarga yang menderita TB.

TB juga dapat dicegah dengan cara yang sederhana, yaitu mengenakan

masker saat berada di tempat ramai dan jika berinteraksi dengan penderita TB, serta

sering mencuci tangan. Walaupun sudah menerima pengobatan, pada bulan-bulan

awal pengobatan (biasanya 2 bulan), penderita TB juga masih dapat menularkan

penyakit. Langkah-langkah di bawah ini sangat berguna untuk mencegah penularan,

terutama pada orang yang tinggal serumah dengan penderita TB :

 Tutupi mulut saat bersin, batuk, atau gunakan tisu untuk menutup mulut,

buanglah segera setelah digunakan

 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan

 Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering

membuka pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat

masuk.

38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis complex.

2. Penyuluhan mengenai tuberkulosis bahaya dan komplikasinya dimasa

pandemi diberikan untuk menambahkan pengetahuan perserta posbindu

Padang Sidondang.

3. Keberhasilan pengobatan penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh

tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tuberkulosis. Tingkat

pengetahuan masyarakat di posbindu Padang Sidondang yang tergolong

kurang yaitu sebanyak 45,5%, tergolong cukup 36,4%, dan 18,1%

dengan tingkat pengetahuan baik. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi dan

masyarakat harus semakin tanggap dalam menyikapi permasalahan

tuberkulosis.

39
6.2 SARAN

1. Melaksanakan posbindu di nagari lainnya dengan menerapkan protokol

kesehatan selama masa pandemi ini. Agar menumbuhkan kesadaran

masyarakat untuk menanggulangi permasalahan Tuberkulosis.

2. Meningkatkan penyuluhan tentang penyakit Tuberkulosis, agar

pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap Tuberkulosis

meningkat.

3. Masyarakat diharapkan agar lebih cepat ke fasilitas pelayanan kesehatan

terdekat bila terdapat gejala Tuberkulosis seperti batuk lebih dari 2

minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, demam, penurunan berat

badan, penurunan nafsu makan. Selain itu, diharapkan masyarakat agar

turut memeriksakan ke pelayanan kesehatan terdekat bila berkontak

langsung dengan penderita Tuberkulosis.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017. “Tuberkulosis”. Editor Tim

Kelompok Kerja Tuberkulosis. Jakarta

2. Alsagaff, Muhammad. 2014.“Pengantar Ilmu Penyakit Paru”. Surabaya.

Universitas Airlangga.

3. Halim H. “Penyakit-penyakit Paru”. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam

FKUI Jilid III, edisi ke-5. 2012. Jakarta: Interna Publishing.

4. World Health Organization (WHO). “Global Tuberkulosis”. Report 2015.

5. Crofton, J, Horne. 2012. “Tuberkulosis Klinis”. Widya Medika. Jakarta

41

Anda mungkin juga menyukai