Anda di halaman 1dari 73

Melsya Halim Utami

1102016118

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi


1.1. Nervus Cranialis
1.2. Jaras Sensorik
1.3. Jaras Motorik
1.4. Kapsula Interna
1.5. Vaskularisasi Cerebri
2. Memahami dan Menjelaskan Stroke
2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Stroke
2.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Stroke
2.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Stroke
2.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Stroke
2.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Stroke
2.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
2.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Stroke
2.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Stroke
2.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Stroke
2.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Stroke
2.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Stroke
3. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri yang Sakit dalam Pandangan
Islam

1
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi
1.1. Nervus Cranialis

Dua belas pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf
cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut
sensorik dan serabut motorik.
Tabel Saraf Kranial
1. Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal
OLFAKTORIUS ( dari epithelium olfaktori mukosa nasal.
CN I ) Berkas serabut sensorik mengarah ke
bulbus olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung lobus
temporal (girus olfaktori), tempat persepsi
indera penciuman berada.
2. OPTIKUS ( CN II ) Merupakan saraf sensorik. Impuls dari
batang dan kerucut retina di bawa ke badan

2
sel akson yang membentuk saraf optic.
Setiap saraf optic keluar dari bola mata
pada bintik buta dan masuk ke rongga
cranial melaui foramen optic. Seluruh
serabut memanjang saat traktus optic,
bersinapsis pada sisi lateral nuclei
genikulasi thalamus dan menonjol ke atas
sampai ke area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.
3. OKULOMOTORIUS Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian
( CN III ) besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari otak tengah dan
membawa impuls ke seluruh otot bola
mata (kecuali otot oblik superior dan
rektus lateral), ke otot yang membuka
kelopak mata dan ke otot polos tertentu
pada mata. Serabut sensorik membawa
informasi indera otot (kesadaran
perioperatif) dari otot mata yang
terinervasi ke otak.

3
4. TROCHLEAR Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian
( CN IV ) besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan saraf terkecil dalam saraf
cranial. Neuron motorik berasal dari langit-
langit otak tengah dan membawa impuls ke
otot oblik superior bola mata. Serabut
sensorik dari spindle otot menyampaikan
informasi indera otot dari otot oblik
superior ke otak.
5. TRIGEMINAL Saraf cranial terbesar, merupakan saraf
( CN V ) gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf
sensorik utama pada wajah dan rongga
nasal serta rongga oral. Neuron motorik
berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan
sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
trigeminal. Serabut ini bercabang ke

4
arah distal menjadi 3 divisi :
 Cabang optalmik membawa
informasi dari kelopak mata, bola
mata, kelenjar air mata, sisi hidung,
rongga nasal dan kulit dahi serta
kepala.
 Cabang maksilar membawa
informasi dari kulit wajah, rongga
oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan
palatum.
 Cabang mandibular
membawa informasi dari gigi
bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan
area temporal kulit kepala.

6. ABDUSCENT Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian


( CN VI ) besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari sebuah nucleus pada
pons yang menginervasi otot rektus lateral
mata. Serabut sensorik membawa pesan
proprioseptif dari otot rektus lateral ke
pons.

5
7. FACIALIS Merupakan saraf gabungan. Meuron
( CN VII ) motorik terletak dalam nuclei pons.
Neuron ini menginervasi otot ekspresi
wajah, termasuk kelenjar air mata dan
kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa
informasi dari reseptor pengecap pada dua
pertiga bagian anterior lidah.

8. Hanya terdiri dari saraf sensorik dan


VESTIBULOKOKLEARI memiliki dua divisi. Cabang koklear atau
S auditori menyampaikan informasi dari
( CN VIII ) reseptor untuk indera pendengaran dalam
organ korti telinga dalam ke nuclei koklear
pada medulla, ke kolikuli inferior, ke
bagian medial nuclei genikulasi pada
thalamus dan kemudian ke area auditori
pada lobus temporal. Cabang vestibular
membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala
terhadap ruang yang diterima dari reseptor
sensorik pada telinga dalam.

6
9. GLOSOFARINGEAL Merupakan saraf gabungan. Neuron
( CN IX ) motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan
menelan serta kelenjar saliva parotid.
Neuron sensorik membawa informasi yang
berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian
posterior lidah dan sensasi umum dari
faring dan laring ; neuron ini juga
membawa informasi mengenai tekanan
darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.

10. SARAF VAGUS Merupakan saraf gabungan. Neuron


( CN X ) motorik berasal dari dalam medulla dan
menginervasi hampir semua organ toraks
dan abdomen. Neuron sensorik membawa

7
informasi dari faring, laring, trakea,
esophagus, jantung dan visera abdomen ke
medulla dan pons.

11. AKSESORI SPINAL Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian


( CN XI ) besar terdiri dari serabut motorik. Neuron
motorik berasal dari dua area : bagian
cranial berawal dari medulla dan
menginervasi otot volunteer faring dan
laring, bagian spinal muncul dari medulla
spinalis serviks dan menginervasi otot
trapezius dan sternokleidomastoideus.
Neuron sensorik membawa informasi dari
otot yang sama yang terinervasi oleh saraf
motorik ; misalnya otot laring, faring,
trapezius dan otot sternokleidomastoid.

12.SARAF Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian


HIPOGLOSAL besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
( CN XII ) motorik berawal dari medulla dan

8
mensuplai otot lidah. Neuron sensorik
membawa informasi dari spindel otot di
lidah.

Tabel Syaraf dan fungsi

9
A. Saraf Olfaktorius (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan di bawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa singgah di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi
timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat
menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang
menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus, dan sistem limbik.

B. Saraf Optikus (N.II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-
serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma
optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan
visual temporal (separuh bagian nasal
retina) menyilang kiasma, sedangkan
yang berasal dari lapangan visual nasal
tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus superior,
dimana terjadi hubungan dengan kedua
nuklei saraf okulomotorius. Sisa
serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus
menuju korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal
dari radiasio optika melewati bagian

10
posterior kapsula interna dan berakhir di
korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut
tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadran atas melalui lobus temporal.
Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital
kanan dan sebaliknya.
C. Saraf Okulomotorius (N.III)
Nukleus saraf okulomotorius
terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab
untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot
oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris
D. Saraf Troklearis (N.IV)
Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada
di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini
merupakan satu-satunya saraf kranialis
yang keluar dari sisi dorsal batang otak.
Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah,
ke dalam dan abduksi dalam derajat kecil.
E. Saraf Trigeminus (N.V)
Saraf trigeminus bersifat campuran
terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar
dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

F. Saraf Abdusen (N.VI)

11
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah
dekat medula oblongata dan terletak di bawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.

G. Saraf Fasialis (N.VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik. Fungsi motorik
berasal dari nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus
sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam meatus akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari
otot orbikularis okuli, otot buccinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik
menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

H. Saraf Vestibulokoklearis (N.VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen


yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut

12
aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini
terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju
girus superior lobus temporalis. Serabut-
serabut untuk keseimbangan mulai
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis
dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-
serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar
melewati batang dan serebelum.

I. Saraf Glosofaringeus (N.IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada
waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis
inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

J. Saraf Vagus (N.X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare
dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen
jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung, dan paru-paru.

K. Saraf Aksesorius (N.XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis
dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang
mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

13
L. Saraf Hipoglossus (N.XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis
tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi
otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

1.2. Jaras Sensorik


JARAS SENSORIK OTAK
Fungsi: membawa informasi sensorik (exteroseptif dan proprioseptif) dari receptor
ke pusat sensorik sadar di otak.
Informasi exteroseptif meliputi:
 Sakit
 Suhu (panas atau dingin)
 Sentuhan
 Tekanan
Informasi proprioseptif meliputi :
 Keadaan otot sadar/otot lurik
 Keadaan sendi
 Keadaan ligamentum
Tiga stasion jalan sensorik:
Untuk bisa mencapai pusat sadar pada gyrus
postcentralis (area Brodmann 3, 2, 1) maka semua
informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3
neuron:
1. Neuron orde pertama
Letak: Pada ganglion radix posterior s. Ganglion spinale (ganglion adalah sel
saraf yang terletak di luar susunan saraf pusat, sedang yang berada di dalam SSP
disebut sebagai nucleus atau neuron) dimana dendrit dari sel saraf tersebut datang
dari receptor, sedang axon-nya pergi memasuki medulla spinalis untuk
bersinapsis pada neuron orde kedua
2. Neuron orde kedua
Letak: Pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapat menyilang garis
tengah atau langsung berjalan dalam columna lateralis pada sisi yang sama,
selanjutnya naik keatas untuk bersinapsis pada neuron orde ketiga
3. Neuron orde ketiga
Letak: Pada thalamus dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar pada
gyrus postcentralis (area Brodmann 3, 2, 1)

14
Jalan raya sensasi sakit dan suhu
Nama jalan: Tractus spinothalamicus lateralis
1) Jalan pada medulla spinalis:
a) Axon dari neuron orde pertama (Ganglion spinale)
Memasuki ujung cornu posterius substansia grissea medulla spinalis dan
segera bercabang dua:
 Serabut yang naik
 Serabut yang turun
Sesudah memasuki satu atau dua segment medulla spinalis membentuk
Tractus Posterolateral (Lissaueri). Dia segera bersinapsis dengan neuron orde
kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa pada cornu
posterius.
b) Axon dari neuron orde kedua
Jalan menyilang garis tengah pada commissura anterior substansia grissea dan
substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kontralateral sebagai tractus

15
spinothalamicus lateralis. Tractus tersebut berjalan medialis dari tractus
spinocerebellaris anterius. Sewaktu jalan keatas, serabut saraf baru terus
bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa
sehingga pada bagian atas cervical:
 Serabut saraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
 Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial
***serabut saraf yang mengantar informasi sakit terletak sedikit di depan
dari serabut saraf yang mengantar suhu
2) Jalan pada medulla oblongata
Pada medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nuclues olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini
dia bergabung dengan:
 Tractus spinothalamicus anterius
 Tractus spinotectalis
 Ketiga tractus tersebut bersama-sama disebut sebagai: Lemniscus spinalis
3) Jalan pada pons
Lemniscus spinalis naik ke atas di bagian belakang pons
4) Jalan pada mesencephalon
Lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari lemniscus medialis
5) Jalan pada diencephalon
Serabut saraf tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis dengan neuron
orde ketiga yaitu: nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian
dari nucleus lateralis thalamus). Disini terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan
suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
6) Jalan ke cortex cerebri
Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan
corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1).
Dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area
asosiasi di cortex lobus parietale. Fungsi utama cortex cerebri gyrus postcentralis:
Menafsirkan sensasi suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran akan sensasi
tersebut.
Jalan raya sensasi sentuhan ringan dan tekanan
Nama jalan: tractus spinothalamicus anterius
1) Jalan pada medulla spinalis
Axon dari neuron orde pertama: ganglion spinale memasuki ujung cornu
posterius medulla spinalis dimana dia segera bercabang dua:
 Serabut yang naik
 Serabut yang turun
Serabut saraf tersebut jalan melalui 1 & 2 segment medulla spinalis untuk
membentuk tractus posterolateral (LISSAUERI). Kemudian dia akan bersinapsis
pada neuron orde kedua yang terletak pada substansia gelatinosa cornu posterius
substansia grissea.
Axon dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah untuk berada pada sisi
kontralateral pada commissura anterior substansia alba dan grissea untuk
kemuadian naik ke atas pada bagian anterolateral substansia alba sebagai tractus
spinothalamicus anterior.

16
Sebagaimana halnya dengan tractus spinothalamicus lateralis, serabut saraf juga
bertambah dari caudal ke cranial. Disini juga di bagian cervical serabut saraf
sacralis terletak lebih ke lateral dan berasal dari cervical lebih ke medial.
2) Jalan pada medulla oblongata
Jalan beriringan dengan tractus spinothalamicus lateralis dan tractus spinotectalis,
semuanya disebut sebagai Lemniscus spinalis
3) Jalan pada pons, mesencephalon dan diencephalon
Beriringan dengan lemniscus medialis untuk akhirnya bersinapsis pada neuron
orde ketiga pada neuron yang sama dengan lemniscus medialis yaitu nuclei
posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari kelompok nuclei
lateralis thalamus). Disini sensasi kasar dari sentuhan dan tekanan mulai
diinterpretasi.
4) Jalan ke cortex cerebri
Axon neuron orde ketiga jalan dalam crus posterius capsula interna dan corona
radiata untuk berakhir pada cortex gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1)
dimana sensasi sentuhan dan tekanan disadari.

Jalan raya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan, getaran sendi/otot sadar


Nama jalan: fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus
1) Jalan dalam medulla spinalis
Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius
substansia alba sisi yang sama untuk segera bercabang 2:
 Cabang turun
Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan
beberapa cabang collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu
posterius dan neuron pada cornu anterius pada segmen yang dilewati.
Hubungan intersegmental ini berfungsi dalam reflex intersegmental.
 Cabang naik
Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinaps dengan neuron
orde kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan ini
berperan dalam reflex intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang naik
berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:
- Fasciculus Gracilis
Dapat ditemukan sepanjang segmen medulla spinalis lumbalis dan 6
segmen bawah thoracal
- Fasciculus Cuneatus
Terletak lateralis dari fasciculus gracilis, dan mengandung serabut saraf
dari segmen medulla spinalis 6 buah bagian atas thoracal dan semua
segmen cervical.
2) Jalan dalam medulla oblongata
Axon dari neuron orde pertama jalan ke atas secara ipsilateral (tidak menyilang
garis tengah) dan akan bersinapsis dengan neuron orde kedua: nuclei gracilis dan
nuclei cuneatus.
Axon dari neuron orde kedua membentuk berkas serabut saraf disebut sebagai:
fibra arcuata interna. Dia kemudian berjalan menyilang garis tengah membentuk
decussatio sensorik. Selanjutnya pergi kedua tempat:
Pertama: Ke cerebellum melalui pendunculus cerebelli inferior pada sisi yang
sama dan membentuk tractus cuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok
membentuk fibra arcuata externa. Fungsinya untuk mengirimkan informasi
sensasi otot skelet dan sendi ke cerebellum

17
Kedua: Ke pons
3) Jalan dalam pons, mesencephalon, dan diencephalon
Setelah decussatio dia jalan ke atas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir
pada neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalamus
(bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus)

4) Jalan ke cortex cerebri


Axon dari neuron orde ketiga kemudian jalan dalam crus posterius capsula
interna dan corona radiata menuju gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1). Di
sini baru kita menyadari adanya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan dan
getaran dari sendi/otot sadar.
Jalan raya sensasi otot sadar(otot lurik) dan sendi ke cerebellum
Ada 3 jalan:
1) Tractus spinocerebellaris posterius
a) Jalan dalam medulla spinalis
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki medulla spinalis pada
columna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde
kedua: nucleus dorsalis (Clarki) yang terletak pada bassis cornu posterius
substansia grissea.
Axon dari neuron orde kedua memasuki bagian posterolateral substansia alba
pada sisi yang sama untuk naik ke atas sebagai: tractus spinocerebellaris
posterius.
b) Jalam dalam medulla oblongata
Tractus spinocerebellaris posterius jalan memasuki pedunculus cerebellaris
inferior untuk menuju cortex cerebellum. Karena Nucleus dorsalis paling
bawah hanya ada mulai segmen medulla spinalis lumbalis III atau IV, maka
axon dibawah segmen tersebut harus naik langsung dalam columna posterius
substansia alba, sampai dia mencapai segmen medulla spinalis lumbal III atau
IV disana dia baru bersinapsis dengan neuron orde kedua.
Fungsi: membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari receptor
muscle spindle dan receptor yang ada di tendo, ligamentum, dan capsula
articulare dari tubuh dan anggota badan
2) Tractus spinocerebellaris anterius
1) Jalan dalam medulla spinalis
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki medulla spinalis
untuk bersinapsis pada neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki).
Bagian terbesar dari axon orde kedua jalan menyilang garis tengah dan naik ke
atas pada bagian depan substansia alba sisi kontralateral.
Bagian kecil dari axon neuron orde kedua jalan pada sisi yang sama.
2) Jalan dalam medulla oblongata
Tractus spinocerebellaris anterius memasuki medulla oblongata dan pons
untuk kemudian memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebelli superior
untuk berakhir pada cortex cerebelli.Berbeda dengan tractus spinocerebellaris
posterius yang tidak terdapat pada semua segmen medulla spinalis, justru
tractus spinocerebellaris anterius terdapat sepanjang segmen medulla spinalis.
Fungsi: membawa informasi dari receptor muscle spindle dan tendo dari
anggota badan atas dan bawah. Diduga juga membawa informasi dari kulit dan
fascia superficialis

18
3) Tractus cuneocerebellaris
Pusat: nulceus cuneatus
Jalan: memasuki pedunculus cerebelli inferior menuju cortex cerebelli sisi yang
sama, sebagai fibra arcuata externa posterius
Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dan tendo ke cerebellum

Jalan raya naik lainya


1) Tractus spinotectalis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius untuk
bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius tak
persis diketahui.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas
pada anterolateral substansia alba sebagai tractus spinotectalis.
Jalan dalam medulla oblongata, pons, dan mes-encephalon:
o Beriringan dengan tractus spinothalamicus lateralis et anterius
o Membentuk lemniscus spinalis bersama-sama dengan tractus spinothalamicus
lateralis et anterius
o Sinaps akan terjadi pada colliculus superior
Fungsi: membawa informasi untuk reflex spinovisual dan akan menimbulkan
gerakan bola mata dan kepala yang menunjuk ke arah datangnya sumber stimuli
2) Tractus spinoreticularis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius dan
bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius tidak
jelas.
Axon dari neuron orde kedua naik ke atas pada sisi lateral substansia alba pada
sisi yang sama dan bercampur dengan tractus spinothalamicus
Jalan dalam medulla oblongata, pons dan mesencephalon:
Tractus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis dengan
neuron orde ketiga: formatio reticulare di medulla oblongata, pons, dan
mesencephalon
Fungsi: membawa informasi tentang tingkat-tingkat kesadaran
3) Tractus spinoolivarius
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius dan
bersinapsis dengan neuron orde kedua yan letaknya pada cornu posterius tidak
jelas.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas
antara cornu anterius dengan cornu latelare substansia alba sebagai tractus
spinoolivarius.
Jalan dalam medulla oblongata:
Tractus spinoolivarius akan bersinaps dengan neuron orde ketiga: nuclei olivarius
inferius
Axon neuron orde ketiga jalan menyilang garis tengah dan memasuki cerebellum
melalui pedunculus cerebelli inferius untuk pergi ke cortex cerebellum
Fungsi: membawa informasi exteroseptif dan proprioseptif ke cerebellum

Jalan raya sensasi visceral

19
1) Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) dari daerah thorax dan abdomen
memasuki cornu posterius untuk bersinaps dengan neuron orde kedua dalam
substansia grissea mungkin pada cornu posterius atau cornu lateral.
2) Axon neuron orde kedua diduga bergabung dengan tractus spinothalamicus untuk
berakhir pada neuron orde ketiga: Nuclei posterolateral dari kelompok ventral
thalami (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).
3) Axon neuron orde ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann
3,2,1).
Fungsi: informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria
untuk keperluan defaecatio dan mixtio.

1.3 JARAS MOTORIK OTAK


Pengertian: Jalan raya motorik secara tradisional terbagi atas dua jalan:

A. Systema pyramidalis s. Tractus corticospinalis


Jalan motorik yang berasal dari area Brodmann 4 di samping area 6,3,2,1 cortex
cerebri menuju medulla spinalis.
Bertolak dari tempat asal dan tujuannya, jalan motorik ini dikenal juga sebagai:
tractus corticospinalis.
Ada dua alasan kenapa jalan motorik ini disebut sebagai systema pyramidalis:
1. Karena dia berasal dari sel pyramid (lapis ketiga) cortex cerebri khususnya
dari area Brodmann 4
2. Karena pada medulla oblongata, jalan motorik tersebut menimbulkan benjolan
di bagian depan medulla oblongata yang disebut sebagai: pyramid
Tractus corticospinalis berakhir pada cornu anterior medulla spinalis

B. Systema Extrapyramidalis
Semua jalan motorik selain tractus corticospinalis :
1. Yang datang dari batang otak menuju medulla spinalis:
 Tractus reticulospinalis
 Tractus tectospinalis
 Tractus rubrospinalis
 Tractus vestibulospinalis
 Tractus olivospinalis
2. Yang datang dari cortex cerebri menuju batang otak disebut sebagai
tractus corticobulbaris:
 Tractus corticostriata
 Tractus corticothalamicus
 Tractus corticohypothalamicus
 Tractus corticonigra
 Serabut serabut yang berasal dari area Brodmann 4 dan 6 tapi khusus
menuju ke: Tegmentum, Nuclei pontis, Nucleus olivarius inferius

Pusat: jalan raya motorik punya 2 pusat:


1) Neuron motorik atas atau pusat supraspinal
Letak: cortex cerebri
Neuron yang di cortex cerebri disebut sebagai : Neuron orde pertama(berupa
sel pyramidalis: sel lapis ketiga cortex cerebri). Axon neuron orde pertama
turun ke bawah melalui corona radiata kemudian masuk ke crus posterior capsula

20
interna, terus ke mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medula spinalis
untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua yang terletak pada cornu
anterius substansia grissea medulla spinalis
2) Neuron motorik bawah atau pusat spinal
Letak: Columna anterius substansia grissea medulla spinalis
Di sini terdapat 2 kelompok neuron:
 Neuron orde kedua (neuron antara) yang terletak pada pangkal columna
anterius substansia grissea. Punya axon yang sangat pendek untuk bersinapsis
dengan neuron orde ketiga
 Neuron orde ketiga yang terletak juga pada columna anterius substansia
grissea medulla spinalis. Axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis
sebagai radix anterior n.spinalis untuk bergabung dengan radix posterior
membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar: otot serat lintang
atau otot lurik (otot skelet). Sebagian kecil serabut penghubung dari neuron
orde pertama bersinapsis langsung dengan neuron orde ketiga yang penting
dalam fungsi arcus reflex.
Fungsi: menerima perintah dari pusat supraspinal dan neuron orde kedua yang
terletak pada columna anterius substansia grissea medulla spinalis dan setelah
bersinapsis pada neuron pusat spinal, perintah tadi diteruskan ke efektor : otot
skelet

Yang termasuk systema pyramidalis hanya ada satu yaitu:

1. Tractus Corticospinalis
Asal: Neuron orde pertama:

 1/3 berasal dari area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
 1/3 berasal dari area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
 1/3 berasal dari area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis

Pusat yang mengontrol otot muka terletak di sebelah bawah, sedang yang
mengontrol otot anggota bawah justru terletak di bagian atas dari dataran medial
hemisphaerum cerebri.

Jalan:
Dalam hemisphaerum cerebri:
Mula-mula turun memasuki corona radiata, kemudian memasuki crus posterius
capsula interna yang serabutnya tersusun sebagai berikut:
 Serabut yang dekat genu akan mensarafi otot bagian atas leher
 Serabut yang terletak lebih ke belakang akan mensarafi otot badan bawah

Dalam mesencephalon:
Dia berjalan pada 3/5 tengah crus cerebri mesencephalon dengan susunan sebagai
berikut:
 Yang mensarafi bagian atas leher terletak di sebelah medial
 Yang mensarafi otot kaki terletak di sebelah lateral
21
Dalam pons:
Di sini tractus akan terpecah dalam beberapa berkas saraf oleh fibra
pontocerebellaris transversa

Dalam medulla oblongata:


Berkas saraf yang tadinya terpecah-pecah kini bergabung menjadi satu berkas lagi
dan akan menonjolkan medulla oblongata membentuk: pyramid. Itulah sebabnya
tractus tersebut sering juga disebut sebagai: Tractus pyramidalis. Pada perbatasan
medulla oblongata dengan medulla spinalis serabut sarafnya akan mengalami 2 hal:
 Mayoritas serabut akan saling bersilangan membentuk: Decussatio pyramidalis
 Minoritas serabut tidak bersilangan dan langsung memasuki medulla spinalis

Dalam medulla spinalis


 Serabut yang bersilangan memasuki columna lateralis substansia alba medulla
spinalis disebut sebagai: Tractus corticospinalis lateralis. Dia jalan sepanjang
columna lateralis dan kemudian akan bersinapsis dengan Neuron orde kedua
pada columna anterius setiap segmen medulla spinalis
 Serabut yang tidak bersilangan memasuki columna anterius substansia alba
medulla spinalis disebut sebagai: Tractus cortispinalis anterius. Selanjutnya dia
akan menyilang garis tengah dan akan berakhir pada neuron orde kedua pada
columna anterius segmen medulla spinalis cervicalis dan bagian atas thoracal.
Axon dari neuron orde kedua akan bersinapsis dengan neuron orde ketiga yang
juga ada di columna anterius.

Fungsi:
 Umum: Bersama-sama dengan tractus lainnya mengantarkan perintah
untuk menggerakkan otot serat lintang (otot sadar)
 Khusus: untuk jalan motorik yang berkaitan dengan ketepatan, ketrampilan
terutama gerakan ujung-ujung anggota badan

Yang termasuk systema extrapyramidalis:


Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal: Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons, dan
medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan:
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus ke bawah: traktus
reticulospinalis pontinus
 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke
medulla spinalis: traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan
ketiga)
Fungsi: mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet  berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh.

22
2. Tractus Tectospinalis
Asal: colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan: menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
1) Terjadinya reflex pupilodilatasi sebagai respon kalau lagi berada dalam ruang
gelap
2) Terjadinya reflex gerakan tubuh sebagai respon terhadap rangsang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis
Asal: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
setinggi coliculus superior.
Jalan: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun ke bawah
melewati pons, medulla oblongata menuju cornu anterior medulla spinalis
subtansia grisea (pusat spinal)

23
Fungsi: memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
 berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis
Asal: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor
 berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal: nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari:
cortex cerebri, corpus striatum, nucleus ruber
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi: mempengaruhi kontraksi otot skelet  berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh

24
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
Fungsi umum: melakukan fungsi supresi terhadap gerak otot sadar
1. Tractus corticostriata
Asal : area 4s, 6, 8, dan 9 Brodmann
Tujuan : nucleus caudatus dan globus pallidus
2. Tractus corticothalamus
 Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
 Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
 Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
3. Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
4. Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodmann 6
Tujuan : subthalamus
5. Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
6. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
1.4 Kapsula Interna
Kapsula interna adalah bagian otak yang terletak di antara nucleus lentikularis
dan nucleus caudatus. Struktur ini adalah sekelompok saluran serat termyelinasi,

25
termasuk akson dari jaras piramidalis dan extrapyramidal upper motor neurons yang
menghubungkan korteks ke badan sel dari jaras motorik yang lebih rendah. Karena
begitu banyaknya akson yang berkumpul dalam kapsula interna, bagian ini kadang-
kadang juga disebut sebagai leher botol serat (bottleneck of fibers). Hal ini juga
membuat lesi pada kapsula interna sangat buruk dampaknya.
Ujung kapsula interna berakhir dalam otak, tepat di atas otak tengah, namun
akson-akson yang melewatinya terus ke bawah melalui batang otak dan sumsum
tulang belakang. Mereka turun melalui batang otak dalam dua bundel besar yang
disebut pedunkulus serebri atau crus serebri.
Kapsula interna merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansia
alba yang memisahkan nucleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus.
Mengandung serabut saraf penghubung bolak-balik antara cortex cerebri dengan
thalamus dan medula spinalis.Pada penampang lintang berventuk huruf V, dimana
titik sudutnya disebut genu menghadap ke medial dan kaki-kakinya disebut crus
anterior dan crusposterior.
Kapsula Interna terdiri dari:
A. Krus Anterior
Berisi serat-serat talamokortikal dan kortikotalamik, jaras-jaras frontopontin
dan serat-serat saraf yang menghubungkan nucleus kaudatus dan putamen
B. Krus Posterior
Terdiri dari 3 bagian:
1. Bagian Sentral (2/3 depan)
Berisi jaras-jaras kortikobulbaris, kortikospinalis dan kortikorubralis
2. Bagian Retrolentikular (1/3 belakang)
Berisi jaras-jaras sensorik dari inti posterolateral thalamus ke girus post-
sentralis
3. Bagian Sublentikular (di bawah nucleus lentikularis)
Berisi serat-serat parietotemporopontin, radiasio auditorik (pendengaran),
dan serat serat (penglihatan) genikulokalkarina.

1.5 Vaskularisasi Cerebri


Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis:
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan
masuk ke rongga tengkorak melalui canalis carotikus, berjalan dalam sinus

26
cavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus opticus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media:
 Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral
hemisfer.
 Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis
bagian tengah, corpus callosum, dan nukleus caudatus.
 Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis,
parietalis, dan temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subclavia, menuju dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna
vertebralis cervikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas
medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis
atas.
 Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
 Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis,
oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum
dan mamilaria, pleksus koroid, dan batang otak bagian atas

Arteria basilaris (aa. vertebrales → a. Basilaris) terdiri dari:


 Inferior anterior cerebelli (a. labyrinthi)
 Aa. pontis
 Aa. mesencephalicae
 Superior cerebelli
 Aa. cerebri posteriores  circulus arteriosus cerebri Willisi

Circulus Arteriosus Wilisi


Merupakan anastomose yang penting antara 4 arteri (a.vertebralis & a.carotis
interna) yang memasok darah ke otak. Dibentuk oleh a.cerebri posterior,
a.communicans posterior, a.carotis interna, a.cerebri anterior, dan a.comunicans
anterior.
Masing-masing a.cerebralis mengantar darah ke satu permukaan dan satu kutub
cerebrum:
1. A. cerebri anterior → mengantar darah hampir seluruh permukaan medial &
superior serta polus frontalis
2. A. cerebri media → mengantar darah ke permukaan lateral & polus temporalis
3. A. cerebri posterior → mengantar darah ke permukaan inferior & polus
occipitalis.

27
Pembuluh balik di otak
Ada 2 kelompok pembuluh balik:
1. Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)
2. Vv.cerebrales profunda (v.cerebri interna)
 Cabang v.cerebri externa: v.cerebri superior, v.cerebri media, v.cerebri
anterior, dan v.basilaris. V. cerebri externa terdapat di rongga subarachnoid.
 Cabang v.cerebri interna: v. terminalis & v. choroidea. V. terminalis & v.
choroidea bergabung membentuk v. cerebri magna.

2. Memahami dan Menjelaskan Stroke


2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Stroke
Menurut WHO, stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekunder karena trauma maupun infeksi (Setyopranoto, 2011).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi (Hackey, 2003). Munculnya tanda dan gejala
fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi
dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai
anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke
hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.

2.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Stroke


Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28
rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada
987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari

28
seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di
Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).

2.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi


ETIOLOGI:
A. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1. Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri
arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah,
terutama oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari
aneurisma kongenital, arteriovenosa atau kelainan vaskular lainnya, trauma,
aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis
tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau
gangguan vasculitic jarang terjadi.
2. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang
berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan
subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak.
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau
fenomena embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis,
terutama dari vaskular serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan
kasus stroke iskemik. Emboli kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien
bersamaan menderita fibrilasi atrium, penyakit jantung katup, atau berbagai
kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan.
Membedakan antara emboli kardiogenik dan penyebab lain dari stroke iskemik
adalah penting dalam menentukan jangka panjang farmakoterapi pada pasien
yang diberikan.
B. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor risiko medis, antara lain hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),
kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung,
diabetes, riwayat stroke dalam keluarga, migrain. Faktor resiko perilaku,
antara lain merokok (aktif & pasif), makanan tidak sehat (junk food, fast food),
alkohol, kurang olahraga, mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba, obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan aterosklerosis. Pemicu stroke pada
dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu
banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang
berlemak.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
RIND disebabkan oleh aterosklerosis, emboli, obat–obatan, infeksi, dan
hipotensi.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Etiologi SIE terdiri dari:
1. Penyebaran trombus secara progresif lokasi asal dalam arteri primer
sehingga mengganggu sirkulasi anastomotic dan memperluas wilayah
kerusakan jaringan

29
2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan/atau
stenosis, awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan
lama-kelamaan akan menambahkan daerah iskemia otak
3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin mengurangi
fungsi klinis tanpa perluasan daerah infark asli
4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan
elektrolit, keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat
memperluas daerah infark
d. Completed stroke
Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang lain
hanya berbeda pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap.

FAKTOR RISIKO:
Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor
potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut
usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok.
Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh
yang dapat mengganggu aliran darah.
 Herediter
Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
 Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi (darah tinggi)
Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan
aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang.
Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan kekurangan
suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara
terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
pengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak.
Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian
secara mendadak ataupun bertahap.
 Diabetes melitus

30
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
 Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan
terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan
menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar HDLnya.
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

2.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Stroke


Klasifikasi berdasarkan waktu:
 Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar
antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam (kurang dari 24 jam) yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina, tanpa adanya infark
dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
 Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologis menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih
dari 1 minggu.
 Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
Akibat penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh trombus yang
menyumbat pembuluh darah secara parsial, sehingga aliran darah otak berkurang.
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai alur munculnya gejala makin lama
semakin buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
 Completed stroke
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
namanya, stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

Klasifikasi berdasarkan non hemoragik dan hemoragik:


1. Stroke iskemik
Penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi
atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark
pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien
atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.

31
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
a) Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa
terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat
arteri yang lebih kecil.
b) Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya
bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling
sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama
fibrilasi atrium).
c) Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
d) Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang
menuju ke otak.
e) Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
f) Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini
terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera
atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

2. Stroke hemorragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial
non traumatik. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan
perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang
melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi
perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang
biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
a) Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam
jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke
jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase
kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang
yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.

32
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan
hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah
berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan
intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
(hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah.
Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan
pembesaran ventrikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi
yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat
pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif
pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut
amyloid yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid
angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya
penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang
ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu
tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan
risiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal
dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan
sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
b) Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang
subarachnoid) di antara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab
yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat,
seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid
adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat
permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih
umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun
begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid
dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara
spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti
kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba
aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang
lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi.
Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari
aneurisma sejak lahir.

33
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan
tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di
otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak
lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,
penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan
perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
2.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Stroke
PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama
sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah
kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel (Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini (Misbach & Kalim 2007).
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf
dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila
gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka
akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera,
kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005).

34
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik
diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke
iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup)
arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau
arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil,
yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient
ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului,
karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA
merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu
berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian
mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun
lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi
secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke
dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24
jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit
dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau
reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus
yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk
ke dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior
umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85%
aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya
terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis
langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya
serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya
bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik
karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke
waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri
vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke
semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

35
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK

Sumber:
http://www.nature.com/nrneurol/journal/v10/n1/abs/nrneurol.2013.246.html

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid
(PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme
lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat
ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang
dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma
berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada
diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah,
darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula
spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung
oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput
otak (Price, 2005).

36
Sumber: http://asuhankeperawatan.kumpulan-askep.com/pathway-cvastroke-24199

2.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke


Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat
Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf cranial
Menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak
jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex
Aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

37
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.

Stroke-stroke kecil mungkin tidak menyebabkan gejala-gejala apa saja, namun


tetap dapat merusak jaringan otak. Stroke-stroke ini yang tidak menyebabkan gejala-
gejala dirujuk sebagai silent strokes. Menurut the U.S. National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS), ini adalah lima tanda-tanda utama dari
stroke:
1. Kematian rasa (kekebasan) atau kelemahan-kelemahan yang mendadak dari
muka, tangan atau kaki, terutama pada satu sisi dari tubuh. Kehilangan dari
gerakan sukarela (voluntary movement) dan/atau sensasi mungkin adalah
sepenuhnya atau sebagian. Mungkin juga ada suatu sensasi kegelian (kesemutan)
yang berkaitan pada area yang terpengaruh.
2. Kebingungan atau kesulitan berbicara atau mengerti yang mendadak. Adakalanya
kelemahan pada otot-otot muka dapat menyebabkan pengeluaran air liur.
3. Kesulitan melihat yang mendadak pada satu atau kedua mata
4. Kesulitan berjalan, kepeningan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi yang
mendadak.
5. Sakit kepala yang parah yang mendadak dengan penyebab yang tidak diketahui

Manifestasi Klinis berdasarkan klasifikasi:


A. Stroke Iskemik
Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
 Sumbatan total:
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia
pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional aphasia,
dysarthria pada hemisphere non dominan.
 Sumbatan partial:
Lemah tangan/lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau
tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa
kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus
cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia
contralateral atau hemiplegia contralateral.

38
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal
medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous
hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada
splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenberg’s syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala
hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral,
tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.

3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)


Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan
aphasia broca.

B. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis:
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah
yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan
retina, dan epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal/umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis:
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.

39
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK


Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non
PIS PSA Hemoragik
1. Gejala defisit Berat Ringan Berat/ringan
lokal
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
(onset)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
5. Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi
awalnya di batang otak
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan

9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal


10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering
12. Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
13. Perdarahan Tak ada Bisa ada Tak ada
Subhialoid

14. Paresis/gangguan - Mungkin (+) -


N III

2.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Stroke


1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini

GEJALA STROKE STROKE NON


HEMORAGIK HEMORAGIK
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ ±
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ±

40
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:

TANDA (SIGN) STROKE STROKE INFARK


HEMORAGIK
Bradikardi ++ (dari awal) ± (hari ke-4)
Udem papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda kernig, ++ -
brudzinski

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:
a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

b. P
e
n
e
t
a
p
a
n
jenis troke berdasarkan Djonaedi
Stroke Score:
Bila skor > 20 termasuk stroke
hemoragik, skor < 20 termasuk
stroke non-hemoragik. Ketepatan
diagnostik dengan sistim skor ini
91.3% untuk stroke hemoragik,
sedangkan pada stroke non-
hemoragik 82.4%. Ketepatan

41
diagnostik seluruhnya 87.5%. Terdapat batasan waktu yang sempit untuk
menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah
yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan
stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan
c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score:

Catatan:
 SSS > 1 = stroke hemoragik
 SSS < -1 = stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan
otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau
massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
 Jenis patologi
 Lokasi lesi
 Ukuran lesi
 Menyingkirkan lesi non vaskule

Normal

Stroke (tanda2 perdarahan warna 42


putih/hiperdens) atau tanda
iskemia/infak (hipodens)
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh
lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. Jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI
perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada
daerah magneti kuat suatu MRI.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna


yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak
dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation.
Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan
peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang


digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan
ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan
sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga
merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar
diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang
dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi


atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher
yang mensuplai darah ke otak)

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya
arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi
atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.

43
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu:

Gambaran CT-scan pada stroke infark dan stroke hemoragik:

Interval antara onset dan


Jenis stroke pemeriksaan CT scan Temuan pada CT scan
< 24 jam Efek massa dgn pendataran gyrus
yang ringan atau penurunan
ringan densitas substansia alba
dan substansia grisca
24 – 48 jam Didapatkan arca hipoden (hitam
Infark ringan sampai berat)
3 – 5 hari Terlihat batas area hipoden yang
menunjukkan adanya cytotoxic
udem dan mungkin
didapatkannya efek massa
6 – 13 hari Daerah hipoden lebih homogen
dengan batas yang tegas dan
didapatkan penyangatan pada
pemberian kontras
14 – 21 hari Didapatkan fogging effect
(daerah infark menjadi isoden
seperti daerah sekelilingnya
tetapi dengan pemberian kontras
didapatkan penyangatan)
> 21 hari Area hipoden lebih mengecil dgn
batas yang jelas dan mungkin
pelebaran ventrikel ipsilateral
7 – 10 hari pertama Lesi hiperdens (putih) tak
Hemoragik beraturan dikelilingi oleh area
hipodens (edema)
11 hari – 2 bulan Menjadi hipodens dgn
penyangatan disekelilingnya
(peripheral ring enhancement)
merupakan deposisi hemosiderin
dan pembesaran homolateral
ventrikel
> 2 bulan Daerah isodens (hematoma yang
besar dengan defect hipodens

44
Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
Tipe stroke infark / hemoragik MRI SIGNAL CHARACTERISTICS
T 1 – weighted T 2 – weighted
image image
Stroke infark Hipointens (hitam) Hiperintens (putih
Stroke hemoragik, (hari antara onset dan
pemeriksaan MRI)
 1 – 3 (akut) deoxyhemoglobine Isointens Hipointens
 3 – 7 intracellular Hiperintens Isointens
methemoglobine
 3 – 7 free methemoglobine Hiperintens Hiperintens
 > 21 (kronis) hemosiderin Isointens Sangat hipointens

DIAGNOSIS BANDING
 Acute coronary syndrome
 Atrial fibrilation
 Bell’s palsy
 Benign positional vertigo
 Brain abscess
 Epidural hematoma
 Inner ear labyrinthitis
 Myocardial infacrtion
 Neoplasms brain
 Syncope

2.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Stroke

PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat
45
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke
akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran,
serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke
yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke
Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV,
GCP).
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95% (ESO, Class V, GCP).
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C).
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau
pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika
pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

46
 Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan
Darah pada Stroke Akut)
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence B).
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
- Derajat kesadaran
- Pemeriksaan pupil dan okulomotor
- Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus


dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA,
Class V, Level of evidence C).
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
- Tinggikan posisi kepala 200 - 300
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolernia
 Osmoterapi atas indikasi:
- Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6
jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.
- Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.

47
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
 Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen
nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit
berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Pasien dengan kenaikan
krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau
lidokain sebagai alternative.
 Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan
kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence A).
 Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
 Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).

e. Penanganan Transformasi Hemoragik


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B). Terapi
transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan,
antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan
tekanan darah arterial secara hati-hati.

f. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of
evidence C).

g. Pengendalian Suhu Tubuh


 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).
 Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA
Guideline)1 atau 37,5 oC (ESO Guideline).

48
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus
dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).

h. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi
lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi
- Foto rontgen dada
- CT Scan

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa
dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.

49
g. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of
evidence B and C).

50
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam,
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). Resiko perdarahan
sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien
imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking
eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena
dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).
4. Penatalaksanaan Medis Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C). Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler,
TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
h. Rehabilitasi.
i. Edukasi.
j. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

A. Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut

1. Penatalaksanaan Hipertensi

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan


tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5-
27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg
(BASC: Blood Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST: International
Stroke Trial 2002.

Banyak studi menunjukkan adanya hubungan berbentuk kurva U (U-shaped


relationship) (U-shaped relationship) antara hipertensi pada stroke akut
(iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan kecacatan. Hubungan
51
tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu
berkaitan dengan tingginya kematian dan kecacatan.

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati
dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.

a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya,
tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B).
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.
h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

52
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan
ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan
darah belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Efek Samping


Obat
Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50- Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- 100 mg; IV menit garam,
channels infus; 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi lama
(1-12 jam).
ACEI
Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan < 15 Durasi lama (6
IV selama 15 menit. jam), disfungsi
menit. renal.
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, Awitan cepat Bradikardia,
Clevidipin kalsium 2.5 mg/jam (1-5 menit), hipotensi, durasi
Verapamil tiap 15 menit, tidak terjadi lama (4-6 jam).
Diltiazem sampai 15 rebound.
mg/jam. Eliminasi
tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
53
interaksi obat
rendah.
Beta Blocker
Labetalol Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
reseptor α1, β1, tiap 10 menit (5-10 menit). hipoglikemia,
β2 sampai 300 durasi lama (2-12
mg/hari; infus jam). Gagal
0,5-2 jantung kongestif,
mg/menit. bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Esmolol Antagonis Awitan jantung kongestif.
selektif reseptor 0,25-0,5 mg/kg segera, durasi
β1. IV bolus singkat < 15
disusul dosis menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat Takikardia,
reseptor α1, α2. (2 menit), aritmia.
durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum sickness-
dengan bolus (sampai like, drug-induced
mobilisasi 40 mg). lupus, durasi jam
kalsium dalam (3-4 jam), awitan
otot polos. lambat (15-30
menit)
Thiopental Aktivasi 30-60 mg IV. Awitan cepat Depresi
reseptor GABA (2 menit), miokardial
durasi singkat
(5-10 menit).
Trimetafan Blockade 1-5 mg/ menit Awitan Bronkospasme,
ganglionik. IV segera, durasi retensi urin,
singkat (5-10 siklopegia,
menit) midriasis
Fenoldipam Agonis DA-1 Hipokalemia,
dan reseptor alfa 0,001- 1,6 Awitan < 15 takikardia,
2 µg/kg/ menit menit, durasi bradikardia.
Sodium Nitrovasodilator IV; tanpa bolus 10-20 menit. Keracunan sianid,
Nitroprusid 0,25-10µ/ kg/ Awitan vasodilator
menit IV. segera, durasi serebral (dapat
singkat (2-3 mengakibatkan
menit) peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks takikardi.
Produksi
Nitrogliserin Nitrovasodilator methemoglobin,
5-1000 reflek takikardia.

54
µg/kg/menit IV Awitan 1-2
menit, durasi
3-5 menit.

2. Penatalaksanaan Hipotensi Pada Stroke Akut


Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh
karena itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya,
terutama diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output
karena iskemia miokardial atau aritmia.
Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan
disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin,
dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan
dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar
140 mmHg pada kondisi akut stroke.

Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke


A. Terapi Antiplatelet
i. Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses
pembekuan darah)
ii. Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin
iii. Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal
iv. Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien
stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya
stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik
dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus
memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer.
Obat pilihan: golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh:
candesartan golongan ACE inhibitor
E. Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:
1. meningkatkan kemampuan kognitif
2. Meningkatkan kewaspadaan dan mood
3. Meningkatkan fungsi memori
4. Menghilangkan kelesuan
5. Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)
F. Terapi rehabilitasi
Misal: fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

2.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Stroke


1. Komplikasi Akut
 Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
55
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik >
220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun
sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak
perlu diturunkan segera
 Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga
kadar glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi
kenaikan glukosa darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat
mekanisme stress
 Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi.
Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk
keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian
 Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat
napas
 Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan
hati
 Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa
 Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena

2. Komplikasi Kronik
 Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain
 Rekurensi stroke
 Gangguan sosial-ekonomi
 Gangguan psikologis

2.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Stroke


Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah
sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
 Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah
penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya
bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal
penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa
tekanan darah < 120/80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup
berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obat‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing‐
masing individu.
 Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah
perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka
obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat
pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes mellitus.
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan
56
kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar
HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
 Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi,
penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus
dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat,
dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut:
LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor
risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis
tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit
arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi
statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
 Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan
mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
 Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight
sangat dianjurkan untuk mempertahankan body‐mass index (BMI) antara
18,5–24,9 kg/m2 dan lingkar panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan
kurang dari 40 inci (laki‐laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui
keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan
hidup sehat
 Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas
fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30
menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka
dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuanorang yang sudah terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA,
dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya
kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah
stroke sekunder.

2.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Stroke


Indikator prognosis adalah tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik.
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3-nya mengalami kecacatan jangka
panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Prognosis pasien dengan stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung
pada ukuran hematoma, apabila hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar,
hematoma yang massive biasanya bersifat lethal. Jika infark terjadi pada medulla
spinalis maka prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis, jika
kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu maka prognosis jelek.

57
Pemeriksaan dan Kelainan Fungsi Motorik
a. Pemeriksaan fungsi motoric
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik
yang dapat dievaluasi ada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat,
keterlibatan yang terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk:
1) Assessment of strength
2) Tonus otot
3) Muscle bulk
4) Koordinasi
5) Pergerakan abnormal
6) Berbagai macam refleks.
Namun beberapa manuver dibutuhkan untuk membantu mendeteksi abnormalitas.
Bila didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya membutuhkan 2-3 menit
Elemen-elemen dalam pemeriksaan
Pemeriksaan motorik dapat bersifat objektif. Keterlibatan sistem campuran dapat
terjadi pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel
variabel seperti dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada
sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien lemah, ketidakpahaman terhadap
pemeriksaan yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungan pasien-dokter harus selalu
diperhitungkan.
Kelemahan yang pura-pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak
adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of
muscles tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasil temuan dan test
tambahan/konfirmasi apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan
mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem motorik yang terjadi
pada pasien.

Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yang diberikan untuk
menggerakkan otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala
dari 0-5.
 0 (tidak ada) : Tidak ada kontraktilitas
 1 (sedikit) : Ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
 2 (buruk) : Rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
 3 (sedang) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi
 4 (baik) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi dengan beberapa
resistensi
 5 (normal) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi dengan beberapa
resistensi penuh

Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan ‘+’ saat


kekuatan yang dihasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang
menambahkan ‘-‘ sebagai simbol saat didapatkan fungsi otot di bawah level normal.
Penilaian normal pasien juga harus disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien.

Untuk melakukan test ini, beberapa otot harus dites.

58
INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.
Movement Nerve
Main muscles Peripheral nerve
tested roots
Shoulder
Shrug
Trapezius C2-5 Spinal accessory
(elevation)
Abduction Deltoid/supraspinatus C5(6) Axillary/suprascapular
External
Infraspinatus/teres C5(6) Suprascapular
rotation
Internal
Pectoralis major C5-7 Lateral pectoral
rotation
Adduction Latissimus/pectoralis C6-8 Suprascapular/pectoral
Flexion Deltoid/coracobr. C5-6 Axillary/musculocut.
Elbow
Biceps/brachialis C5-6 Musculocutaneous
Flexion
Brachioradialis C5-6 Radial
Extension Triceps C6-7 Radial
Wrist
Flexor carpi radialis C6-7 Median
Flexion
Flexor carpi ulnaris C7-8 Ulnar
Extensor carpi
C6-7 Radial
Extension radialis
C7-8 Deep radial
Ext. carpi ulnaris
Pronation Pronator teres C6-7 Median
Supinator C5-6 Radial
Supination
Biceps C5-6 Musculocutaneous
Finger
Flexion Flexor digitorum mm. C7-8 Median (ulnar)
Extension Extensor digitorum C7-8 Deep Radial
Ab- &
Interosseous muscles C8-T1 Ulnar
Adduction
Thumb
Abductor pollicis br. C8-T1 Median
abduction
Hip
L2-3
Flexion Iliopsoas Lumbar plexus
(L4)
Extension Gluteus max L5-S2 Inferior gluteal
Abduction Gluteus medius L5-S1 Superior gluteal
Adduction Adductor mm. L2-4 Obturator
Knee
59
Flexion Hamstring L5-S1 Sciatic
Extension Quadriceps L2-4 Femoral
Ankle
Dorsiflexion Tibialis anterior L4-5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Gastroc/soleus S1 (S2) Tibial
Inversion Posterior tibial L5 (S1) Tibial
Eversion Fibular (peroneal) L5 (S1) Fibular (peroneal)
Great toe
Dorsiflexion Extensor hallucis L5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Flexor hallucis (S1) S2 Tibial

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah
kelainan bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi.
Keputusan yang paling penting adalah menentukan kerusakan, UMN atau LMN. Lesi
LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di
kortikospinal, dari korteks cerebri melalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN
biasanya dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi
LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan
penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen
setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan
oleh karena kelemahan yang terjadi.

"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes


Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk
menentukan kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN.
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran
refleks yang patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Salah satu
indikator dari hiperaktivitas adalah klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan
mengganggu jalan refleks.

60
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada
arah otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada lesi UMN. Tanda-tanda lain dapat
menentukan les pada UMN atau LMN, yaitu:
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)

Refleks Superfisial dan Refleks Patologis


Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih
atas dari medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang
otak dapat meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada
kerusakan saraf sensori atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe)
adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan
menggantikan respon normal dari plantar.

Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk
memegang tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup.
Lebih baik pasien diminta untuk tidak melakukan gerakan pada tangannya, dan
berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau untuk memisahkan kedua tangan
yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus
bersifat simetris. Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya
kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang
terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang
seperti tepuk tangan dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit
berada diatas lutut kaki lainnya dan ‘menepuk’ tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini
dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki
selama 10 detik tanpa adanya ayunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk
koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi
akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut
Intention Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan
ekstrapiramidal, seperti Parkinson’s Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem
motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot,
tonus otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya
persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak
kelainan, pada sitem motorik atau bukan.

Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering
digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan
tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri).
Tonus otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien

61
bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas.
Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat
pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki
menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi
singkat. Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan.
Kekejangan ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai
resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi
jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau
fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak
pasif. Ini telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit
ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.

Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia,
hemibailism dan fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari
tremor meliputi:
 Simetrisitas
 Kecepatan tremor
 Keadaan terjadinya

Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:


1. Tremor cepat (>7 cps)
Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat
2. Tremor Lambat
Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada
ekstrapiramidal, seperti parkinson’s disease.

Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis, seperti chorea,
athetosis dan hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin
kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham's chorea), keturunan
(Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau serebrovaskular.
Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus
mampu berdiri baik dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit
dukungan (kaki berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu
sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar
atau vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan
vestibular) atau mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang
mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus
mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup
kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan
penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka,
namun telah ditandai peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah
sugestif dari gangguan dari proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang
dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial).
Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar
62
dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk
evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan
di stasiun.

Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk
memperhatikan kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah
saat berjalan dan kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa
kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari
kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki
pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur
dalam jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka
mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan
untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal
memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara
berjalan seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri
akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu
sisi, dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas)
pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. Ia akan menyeret tungkai lemah di
sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau
terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya,
pasien dengan vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali
(terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung
untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering
mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan
ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah
pinggul akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah). Pasien
dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan,
langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit berbasis. Jika
parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem
gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita
kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil.
Ketika kerusakan pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive
(cenderung jatuh ke belakang berulang kali). Cedera punggung kolom dapat
menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko" kaki-nya, dan biasanya juga
perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki dapat
berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang
belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk ("monyet" postur).

b. Kelainan fungsi motorik

UMN LMN
 Spastis  Flaccid
 Atropi (-)  Atropi (+)
 Refleks fisiologis  Refleks fisiologis
meningkat menurun
 Refleks patologis (+)  Refleks patologis (-)

63
 Tonus meningkat  Tonus menurun

Gangguan Ekstrapiramidal
 Tonus: rigid
 Gerak otot abnormal tidak terkendali
 Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
 Gangguan otot asosiatif

Pemeriksaan
1. Inspeksi
 Sikap: perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan
berjalan
 Bentuk: Perhatikan adanya deformitas
 Ukuran: perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan

Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:


o Tremor: merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran,
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea: gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang
dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat
pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose: ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan
otot bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia: gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan
atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi
kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
o Balismus: gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan
terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
o Spasme: merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic): gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot
dalam hubungan yang sinergistik.
o Fasikulasi: merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik.
o Miokloni: merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

2. Palpasi
 Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
 Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.

3. Pemeriksaan Gerakan Pasif


 Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya.
 Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat
bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dst.
 Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.

64
 Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita
dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

4. Pemeriksaan Gerak Aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
i. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan
gerakan ini
ii. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan

5. Pemeriksaan Koordinasi Gerak


- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
o Gangguan keseimbangan
o Ataksia: gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-hidung
(tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang
satu lagi)
o Disdiadokokinesia: ketidakmampuan melakukan gerakan yang berlawanan
berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan. Suruh pasien merentangkan
kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan
bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini
dilakukan lamban dan tidak tangkas.
o Dismetria: gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau tepat
pada tempat yang dituju.
o Tremor intensi: tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan
kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa
dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada
benda tersebut, makin jelas tremor pada tangannya.
o Disgrafia (makrografia): terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin
lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
o Nistagmus: gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
o Fenomena rebound: ketidakmampuan menghentikan gerakan dengan segera atau
menggantikannya dengan antagonisnya.
o Astenia: lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun
tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan
kontraksi dan relaksasi.
o Hipotonia: dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif.
Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian
paha, siku, lutut dsb.
o Disartria: cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

c. Kelainan pada Nervus Cranialis


Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.I
Kelainan pada nervus olfaktorius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa
gangguan penciuman sering disebut anosmia, dan dapat bersifat unilateral maupun
bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan
penciuman. Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfaktorius di hidung yang
serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar tengkorak dan

65
mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman
akan mengakibatkan anosmia.

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:


Agenesis traktus olfaktorius, penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor
nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik,
dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa. Destruksi
bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilateral mungkin
merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital. Sinusitis etmoidalis,
osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya. Tumor garis tengah dari
fossa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis),
yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindroma foster kennedy, dan gangguan
kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat
merusak penciuman. Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya
(tumor intrinsik atau ekstrinsik). Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera
penciuman hilang, sebaliknya dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang
hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting
untuk pengecapan menjadi hilang.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.II

Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan


penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang.
Kerusakan atau terputusnya jaras penglihatan dapat mengakibatkan gangguan
penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau
sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika,
kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat maka dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah
anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta
semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang
pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus
optikus dapat disebabkan oleh:

a) Trauma Kepala: Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma,


astrositoma)
b) Kelainan pembuluh darah: Misalnya pada trombosis arteria karotis maka pangkal
artera oftalmika dapat ikut tersumbat juga. Gambaran kliniknya berupa buta
ipsilateral.
c) Infeksi: Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
- Papiledema (khususnya stadium dini): Papiledema ialah sembab pupil yang
bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakranial yang meninggi, dapat
disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial
benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
- Atrofi optik: Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma,
iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
- Neuritis optic
-

66
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.III

Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke medial, ke atas dan lateral, ke bawah dan keluar. Juga mengakibatkan
gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi
pupil akan berubah. N. III juga mempersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata,
sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh (ptosis) Kelumpuhan okulomotorius
lengkap memberikan sindrom di bawah ini:

a) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan
dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus
okulomotorius.

Penyebab kerusakan di perifer meliputi:

a) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan
lesi orbital.
b) Infark seperti pada arteritis dan diabetes

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IV

Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke bawah dan ke medial. Ketika pasien melihat lurus ke depan atas, sumbu
dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah
dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis
yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma,
biasanya karena jatuh pada dahi.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.V

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain:
Tumor pada bagian fossa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan
rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang
paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri
singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus
trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neuralgia
trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris
superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang
kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VI

67
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak
dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis
bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior. Jika ketiga
saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas
dan tidak dapat digerakkan ke segala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi
terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya
akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor. Penyebab yang
paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis,
trombosis sinus kavernosus, aneurisma arteri karotis interna atau arteri komunikan
posterior, fraktur basis kranialis.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VII

Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:

a) Lesi UMN (supranuklear): tumor dan lesi vaskuler.


b) Lesi LMN: Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.

Pada fossa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay
Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom
Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab
hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah
yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.

Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,


kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap
di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan
fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi,
ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi
yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan
keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang
sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea
pada sisi sakit tidak ada.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VIII

Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran


dan keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus
VIII antara lain:

a) Gangguan pendengaran: Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma
akustik. Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os
temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal,
sindroma rubella kongenital dan sifilis kongenital. Tuli konduktif dapat disebabkan
oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
b) Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler: Pada labirin
meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi
68
streptomisin. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor
ventrikel IV demielinisasi. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IX dan N.X

Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat


mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan
adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada
kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan
menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus
melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi
penyebab antara lain:

a) Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)


b) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
c) Pasca operasi trepansi serebelum
d) Pasca operasi di daerah kranioservikal

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XI

Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher
(otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta
kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius
dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot
trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XII

Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,


kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan
dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan
gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke
belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau
mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit
saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.

3. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri yang Sakit dalam Pandangan
Islam
Kewajiban Suami terhadap istri yang sakit:
1. Memperlakukan istri dan merawatnya dengan sebaik-baiknya
2. Memenuhi nafkah istri
3. Memenuhi hak-hak istri
4. Tidak mendzolimi istri
5. Lemah lembut serta pemaaf
6. Memberika rasa tenang, kasih sayang, dan rasa cinta kepada istri

69
Kewajiban suami secara umum:
Pertama: Bergaul dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik)
Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti, tidak menangguhkan
hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah manis dan ceria di hadapan istri.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah
orang yang paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah
no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).

Kedua: Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal dengan baik

Yang dimaksud nafkah adalah harta yang dikeluarkan oleh suami untuk istri dan anak-
anaknya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan hal lainnya. Nafkah seperti ini
adalah kewajiban suami berdasarkan dalil Al Qur’an, hadits, ijma’ dan logika.

Dalil Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7).

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf”
(QS. Al Baqarah: 233).

Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada’,

“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian
sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan
kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh
permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka
melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Kewajiban
kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang
ma’ruf” (HR. Muslim no. 1218).

Ketiga: Meluangkan waktu untuk bercanda dengan istri tercinta

Inilah yang dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang
diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha,
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas
berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasulshallallahu
‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578 dan
Ahmad 6: 264. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Nabi shallallahu
70
‘alaihi wa sallam masih menyempatkan diri untuk bermain dan bersenda gurau dengan
istrinya tercinta.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutup-nutupi pandanganku dengan
pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain
di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin
kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda” (HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim
no. 892).

Keempat: Menyempatkan waktu untuk mendengar curhatan istri


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa duduk dan menyimak curhatan dan cerita
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sampai pun kisah itu panjang. Di antara cerita ‘Aisyah pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikisahkan dalam hadits yang lumayan panjang berikut
ini: “Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak
menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka.”

Kelima: Mengajarkan istri masalah agama


Sebagian suami kurang mempedulikan hal ini. Mereka hanya tahu bahwa kewajibannya
hanyalah memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal atau kesenangan dunia. Kewajiban kali
ini sebenarnya terbilang penting bahkan teramat penting karena berkaitan dengan akhirat.
Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
(QS. At Tahrim: 6).
Lihatlah apa yang dikatakan oleh sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu,
“Ajarilah adab dan agama kepada mereka”.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga berkata,
“Lakukanlah ketaatan pada Allah dan hindarilah maksiat. Perintahkanlah keluargamu
untuk mengingat Allah (berdzikir), niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari jilatan
neraka”.
Mujahid berkata,
“Bertakwalah pada Allah dan nasehatilah keluargamu untuk bertakwa pada-Nya”.

Ketujuh: Tidak mempersoalkan kesalahan kecil istri


Inilah petunjuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai
suatu akhlak pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhoi” (HR.
Muslim no. 1469). Karena istri tentu saja dalam bersikap dan kelakuan tidak bisa seratus
persen perfect sebagaimana yang suami inginkan. Bersabarlah dan tetap terus menasehati
istri dengan cara yang baik.

Kedelapan: Tidak memukul istri di wajah dan tidak menjelek-jelekkan istri


Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallammengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian
sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul
istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya
(dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
71
Kesembilan: Tidak meng-hajr (pisah ranjang) dalam rangka mendidik selain di
dalam rumah
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam ayat dan hadits sebelumnya di atas. Mengenai
makna hajr di ranjang pada ayat,
“Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka”, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah tidak satu ranjang dengannya
dan tidak berhubungan intim dengan istri sampai ia sadar dari kesalahannya (Lihat Taisir
Al Karimir Rahman, 177).
Ibnul Jauzi menerangkan mengenai makna hajr di ranjang ada beberapa pendapat di
kalangan pakar tafsir:
1. Tidak berhubungan intim
2. Tidak mengajak berbicara, namun masih tetap berhubungan intim
3. Mengeluarkan kata-kata yang menyakiti istri ketika diranjang
4. Pisah ranjang
Dan hajr boleh dilakukan di luar rumah jika ada maslahat sebagaimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallampernah meng-hajr istri-istrinya selama sebulan di luar rumah mereka.

Kesepuluh: Memberikan hak istri dalam hubungan intim

Kesebelas: Memberikan istri kesempatan untuk menghadiri shalat jama’ah selama


keluar dengan hijab yang sempurna dan juga memberi izin bagi istri untuk mengunjungi
kerabatnya, sebagaimana hal ini telah diterangkan dalam kisah Ummu Zar’ dan Abu Zar’
sebelumnya.

Keduabelas: Tidak menyebar rahasia dan aib istri

Ketigabelas: Berhias diri di hadapan istri sebagaimana suami menginginkan demikian


pada istri
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).

Keempatbelas: Selalu berprasangka baik dengan istri


Inilah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar suami tidak
terlalu penuh curiga ketika ia meninggalkan istrinya lalu datang dan ingin mengungkap
aib-aibnya. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika salah seorang dari kalian datang pada malam hari maka janganlah ia mendatangi
istrinya. (Berilah kabar terlebih dahulu) agar wanita yang ditinggal suaminya mencukur
bulu-bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya” (HR. Bukhari no. 5246 dan Muslim no.
715).

72
DAFTAR PUSTAKA

Bannister R. Consciousness and Unconciousness. 2000. Brain's clinical Neurology 5th ed.
Oxford: The English Book Society Oxford University Press, pp 150-160.

Chandra B. 2002. Diagnostik dan penanggulangan penderita dalam koma Cermin Dunia
Kedokteran, nomor khusus, 95-100.

Dorland, W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC.

Gilroy, John. 2000. Basic Neurology, Third Edition. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.

Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI

Hackey W, Kaste M, Bogousslvsky J, dkk. 2003. Ischemic Stroke. Prophylaxis and


Treatment. EUSI.

Kewajiban Suami Terhadap Isteri, diunduh 16 Desember 2016 dari:


http://www.makalahkuliah.com/2012/06/kewajiban-suami-terhadap-isteri.html

Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Martono, Hadi. 2009. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A,
setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi
5. Jakarta: Interna Publishing.

Misbach J. 2000. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J


Indonesia, 9: 29-34.

Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi FK UI. Kesadaran. Jakarta 2006; hal. 39-50.

Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke Tahun
2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).

Price, S. A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2007.

Setyopranoto, I. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185, Vol.38, no.4: 247-
250.

Uddin, Jurnalis. 2009. Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta: FKUY.

73

Anda mungkin juga menyukai