1102016118
SASARAN BELAJAR
1
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi
1.1. Nervus Cranialis
Dua belas pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf
cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut
sensorik dan serabut motorik.
Tabel Saraf Kranial
1. Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal
OLFAKTORIUS ( dari epithelium olfaktori mukosa nasal.
CN I ) Berkas serabut sensorik mengarah ke
bulbus olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung lobus
temporal (girus olfaktori), tempat persepsi
indera penciuman berada.
2. OPTIKUS ( CN II ) Merupakan saraf sensorik. Impuls dari
batang dan kerucut retina di bawa ke badan
2
sel akson yang membentuk saraf optic.
Setiap saraf optic keluar dari bola mata
pada bintik buta dan masuk ke rongga
cranial melaui foramen optic. Seluruh
serabut memanjang saat traktus optic,
bersinapsis pada sisi lateral nuclei
genikulasi thalamus dan menonjol ke atas
sampai ke area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.
3. OKULOMOTORIUS Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian
( CN III ) besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari otak tengah dan
membawa impuls ke seluruh otot bola
mata (kecuali otot oblik superior dan
rektus lateral), ke otot yang membuka
kelopak mata dan ke otot polos tertentu
pada mata. Serabut sensorik membawa
informasi indera otot (kesadaran
perioperatif) dari otot mata yang
terinervasi ke otak.
3
4. TROCHLEAR Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian
( CN IV ) besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan saraf terkecil dalam saraf
cranial. Neuron motorik berasal dari langit-
langit otak tengah dan membawa impuls ke
otot oblik superior bola mata. Serabut
sensorik dari spindle otot menyampaikan
informasi indera otot dari otot oblik
superior ke otak.
5. TRIGEMINAL Saraf cranial terbesar, merupakan saraf
( CN V ) gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf
sensorik utama pada wajah dan rongga
nasal serta rongga oral. Neuron motorik
berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan
sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
trigeminal. Serabut ini bercabang ke
4
arah distal menjadi 3 divisi :
Cabang optalmik membawa
informasi dari kelopak mata, bola
mata, kelenjar air mata, sisi hidung,
rongga nasal dan kulit dahi serta
kepala.
Cabang maksilar membawa
informasi dari kulit wajah, rongga
oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan
palatum.
Cabang mandibular
membawa informasi dari gigi
bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan
area temporal kulit kepala.
5
7. FACIALIS Merupakan saraf gabungan. Meuron
( CN VII ) motorik terletak dalam nuclei pons.
Neuron ini menginervasi otot ekspresi
wajah, termasuk kelenjar air mata dan
kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa
informasi dari reseptor pengecap pada dua
pertiga bagian anterior lidah.
6
9. GLOSOFARINGEAL Merupakan saraf gabungan. Neuron
( CN IX ) motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan
menelan serta kelenjar saliva parotid.
Neuron sensorik membawa informasi yang
berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian
posterior lidah dan sensasi umum dari
faring dan laring ; neuron ini juga
membawa informasi mengenai tekanan
darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.
7
informasi dari faring, laring, trakea,
esophagus, jantung dan visera abdomen ke
medulla dan pons.
8
mensuplai otot lidah. Neuron sensorik
membawa informasi dari spindel otot di
lidah.
9
A. Saraf Olfaktorius (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan di bawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa singgah di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi
timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat
menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang
menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus, dan sistem limbik.
10
posterior kapsula interna dan berakhir di
korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut
tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadran atas melalui lobus temporal.
Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital
kanan dan sebaliknya.
C. Saraf Okulomotorius (N.III)
Nukleus saraf okulomotorius
terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab
untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot
oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris
D. Saraf Troklearis (N.IV)
Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada
di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini
merupakan satu-satunya saraf kranialis
yang keluar dari sisi dorsal batang otak.
Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah,
ke dalam dan abduksi dalam derajat kecil.
E. Saraf Trigeminus (N.V)
Saraf trigeminus bersifat campuran
terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar
dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
11
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah
dekat medula oblongata dan terletak di bawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik. Fungsi motorik
berasal dari nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus
sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam meatus akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari
otot orbikularis okuli, otot buccinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik
menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
12
aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini
terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju
girus superior lobus temporalis. Serabut-
serabut untuk keseimbangan mulai
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis
dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-
serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar
melewati batang dan serebelum.
13
L. Saraf Hipoglossus (N.XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis
tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi
otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
14
Jalan raya sensasi sakit dan suhu
Nama jalan: Tractus spinothalamicus lateralis
1) Jalan pada medulla spinalis:
a) Axon dari neuron orde pertama (Ganglion spinale)
Memasuki ujung cornu posterius substansia grissea medulla spinalis dan
segera bercabang dua:
Serabut yang naik
Serabut yang turun
Sesudah memasuki satu atau dua segment medulla spinalis membentuk
Tractus Posterolateral (Lissaueri). Dia segera bersinapsis dengan neuron orde
kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa pada cornu
posterius.
b) Axon dari neuron orde kedua
Jalan menyilang garis tengah pada commissura anterior substansia grissea dan
substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kontralateral sebagai tractus
15
spinothalamicus lateralis. Tractus tersebut berjalan medialis dari tractus
spinocerebellaris anterius. Sewaktu jalan keatas, serabut saraf baru terus
bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa
sehingga pada bagian atas cervical:
Serabut saraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial
***serabut saraf yang mengantar informasi sakit terletak sedikit di depan
dari serabut saraf yang mengantar suhu
2) Jalan pada medulla oblongata
Pada medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nuclues olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini
dia bergabung dengan:
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Ketiga tractus tersebut bersama-sama disebut sebagai: Lemniscus spinalis
3) Jalan pada pons
Lemniscus spinalis naik ke atas di bagian belakang pons
4) Jalan pada mesencephalon
Lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari lemniscus medialis
5) Jalan pada diencephalon
Serabut saraf tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis dengan neuron
orde ketiga yaitu: nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian
dari nucleus lateralis thalamus). Disini terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan
suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
6) Jalan ke cortex cerebri
Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan
corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1).
Dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area
asosiasi di cortex lobus parietale. Fungsi utama cortex cerebri gyrus postcentralis:
Menafsirkan sensasi suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran akan sensasi
tersebut.
Jalan raya sensasi sentuhan ringan dan tekanan
Nama jalan: tractus spinothalamicus anterius
1) Jalan pada medulla spinalis
Axon dari neuron orde pertama: ganglion spinale memasuki ujung cornu
posterius medulla spinalis dimana dia segera bercabang dua:
Serabut yang naik
Serabut yang turun
Serabut saraf tersebut jalan melalui 1 & 2 segment medulla spinalis untuk
membentuk tractus posterolateral (LISSAUERI). Kemudian dia akan bersinapsis
pada neuron orde kedua yang terletak pada substansia gelatinosa cornu posterius
substansia grissea.
Axon dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah untuk berada pada sisi
kontralateral pada commissura anterior substansia alba dan grissea untuk
kemuadian naik ke atas pada bagian anterolateral substansia alba sebagai tractus
spinothalamicus anterior.
16
Sebagaimana halnya dengan tractus spinothalamicus lateralis, serabut saraf juga
bertambah dari caudal ke cranial. Disini juga di bagian cervical serabut saraf
sacralis terletak lebih ke lateral dan berasal dari cervical lebih ke medial.
2) Jalan pada medulla oblongata
Jalan beriringan dengan tractus spinothalamicus lateralis dan tractus spinotectalis,
semuanya disebut sebagai Lemniscus spinalis
3) Jalan pada pons, mesencephalon dan diencephalon
Beriringan dengan lemniscus medialis untuk akhirnya bersinapsis pada neuron
orde ketiga pada neuron yang sama dengan lemniscus medialis yaitu nuclei
posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari kelompok nuclei
lateralis thalamus). Disini sensasi kasar dari sentuhan dan tekanan mulai
diinterpretasi.
4) Jalan ke cortex cerebri
Axon neuron orde ketiga jalan dalam crus posterius capsula interna dan corona
radiata untuk berakhir pada cortex gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1)
dimana sensasi sentuhan dan tekanan disadari.
17
Kedua: Ke pons
3) Jalan dalam pons, mesencephalon, dan diencephalon
Setelah decussatio dia jalan ke atas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir
pada neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalamus
(bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus)
18
3) Tractus cuneocerebellaris
Pusat: nulceus cuneatus
Jalan: memasuki pedunculus cerebelli inferior menuju cortex cerebelli sisi yang
sama, sebagai fibra arcuata externa posterius
Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dan tendo ke cerebellum
19
1) Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) dari daerah thorax dan abdomen
memasuki cornu posterius untuk bersinaps dengan neuron orde kedua dalam
substansia grissea mungkin pada cornu posterius atau cornu lateral.
2) Axon neuron orde kedua diduga bergabung dengan tractus spinothalamicus untuk
berakhir pada neuron orde ketiga: Nuclei posterolateral dari kelompok ventral
thalami (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).
3) Axon neuron orde ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann
3,2,1).
Fungsi: informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria
untuk keperluan defaecatio dan mixtio.
B. Systema Extrapyramidalis
Semua jalan motorik selain tractus corticospinalis :
1. Yang datang dari batang otak menuju medulla spinalis:
Tractus reticulospinalis
Tractus tectospinalis
Tractus rubrospinalis
Tractus vestibulospinalis
Tractus olivospinalis
2. Yang datang dari cortex cerebri menuju batang otak disebut sebagai
tractus corticobulbaris:
Tractus corticostriata
Tractus corticothalamicus
Tractus corticohypothalamicus
Tractus corticonigra
Serabut serabut yang berasal dari area Brodmann 4 dan 6 tapi khusus
menuju ke: Tegmentum, Nuclei pontis, Nucleus olivarius inferius
20
interna, terus ke mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medula spinalis
untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua yang terletak pada cornu
anterius substansia grissea medulla spinalis
2) Neuron motorik bawah atau pusat spinal
Letak: Columna anterius substansia grissea medulla spinalis
Di sini terdapat 2 kelompok neuron:
Neuron orde kedua (neuron antara) yang terletak pada pangkal columna
anterius substansia grissea. Punya axon yang sangat pendek untuk bersinapsis
dengan neuron orde ketiga
Neuron orde ketiga yang terletak juga pada columna anterius substansia
grissea medulla spinalis. Axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis
sebagai radix anterior n.spinalis untuk bergabung dengan radix posterior
membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar: otot serat lintang
atau otot lurik (otot skelet). Sebagian kecil serabut penghubung dari neuron
orde pertama bersinapsis langsung dengan neuron orde ketiga yang penting
dalam fungsi arcus reflex.
Fungsi: menerima perintah dari pusat supraspinal dan neuron orde kedua yang
terletak pada columna anterius substansia grissea medulla spinalis dan setelah
bersinapsis pada neuron pusat spinal, perintah tadi diteruskan ke efektor : otot
skelet
1. Tractus Corticospinalis
Asal: Neuron orde pertama:
1/3 berasal dari area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
1/3 berasal dari area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
1/3 berasal dari area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis
Pusat yang mengontrol otot muka terletak di sebelah bawah, sedang yang
mengontrol otot anggota bawah justru terletak di bagian atas dari dataran medial
hemisphaerum cerebri.
Jalan:
Dalam hemisphaerum cerebri:
Mula-mula turun memasuki corona radiata, kemudian memasuki crus posterius
capsula interna yang serabutnya tersusun sebagai berikut:
Serabut yang dekat genu akan mensarafi otot bagian atas leher
Serabut yang terletak lebih ke belakang akan mensarafi otot badan bawah
Dalam mesencephalon:
Dia berjalan pada 3/5 tengah crus cerebri mesencephalon dengan susunan sebagai
berikut:
Yang mensarafi bagian atas leher terletak di sebelah medial
Yang mensarafi otot kaki terletak di sebelah lateral
21
Dalam pons:
Di sini tractus akan terpecah dalam beberapa berkas saraf oleh fibra
pontocerebellaris transversa
Fungsi:
Umum: Bersama-sama dengan tractus lainnya mengantarkan perintah
untuk menggerakkan otot serat lintang (otot sadar)
Khusus: untuk jalan motorik yang berkaitan dengan ketepatan, ketrampilan
terutama gerakan ujung-ujung anggota badan
22
2. Tractus Tectospinalis
Asal: colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan: menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
1) Terjadinya reflex pupilodilatasi sebagai respon kalau lagi berada dalam ruang
gelap
2) Terjadinya reflex gerakan tubuh sebagai respon terhadap rangsang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
setinggi coliculus superior.
Jalan: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun ke bawah
melewati pons, medulla oblongata menuju cornu anterior medulla spinalis
subtansia grisea (pusat spinal)
23
Fungsi: memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal: nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari:
cortex cerebri, corpus striatum, nucleus ruber
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi: mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
24
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
Fungsi umum: melakukan fungsi supresi terhadap gerak otot sadar
1. Tractus corticostriata
Asal : area 4s, 6, 8, dan 9 Brodmann
Tujuan : nucleus caudatus dan globus pallidus
2. Tractus corticothalamus
Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
3. Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
4. Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodmann 6
Tujuan : subthalamus
5. Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
6. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
1.4 Kapsula Interna
Kapsula interna adalah bagian otak yang terletak di antara nucleus lentikularis
dan nucleus caudatus. Struktur ini adalah sekelompok saluran serat termyelinasi,
25
termasuk akson dari jaras piramidalis dan extrapyramidal upper motor neurons yang
menghubungkan korteks ke badan sel dari jaras motorik yang lebih rendah. Karena
begitu banyaknya akson yang berkumpul dalam kapsula interna, bagian ini kadang-
kadang juga disebut sebagai leher botol serat (bottleneck of fibers). Hal ini juga
membuat lesi pada kapsula interna sangat buruk dampaknya.
Ujung kapsula interna berakhir dalam otak, tepat di atas otak tengah, namun
akson-akson yang melewatinya terus ke bawah melalui batang otak dan sumsum
tulang belakang. Mereka turun melalui batang otak dalam dua bundel besar yang
disebut pedunkulus serebri atau crus serebri.
Kapsula interna merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansia
alba yang memisahkan nucleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus.
Mengandung serabut saraf penghubung bolak-balik antara cortex cerebri dengan
thalamus dan medula spinalis.Pada penampang lintang berventuk huruf V, dimana
titik sudutnya disebut genu menghadap ke medial dan kaki-kakinya disebut crus
anterior dan crusposterior.
Kapsula Interna terdiri dari:
A. Krus Anterior
Berisi serat-serat talamokortikal dan kortikotalamik, jaras-jaras frontopontin
dan serat-serat saraf yang menghubungkan nucleus kaudatus dan putamen
B. Krus Posterior
Terdiri dari 3 bagian:
1. Bagian Sentral (2/3 depan)
Berisi jaras-jaras kortikobulbaris, kortikospinalis dan kortikorubralis
2. Bagian Retrolentikular (1/3 belakang)
Berisi jaras-jaras sensorik dari inti posterolateral thalamus ke girus post-
sentralis
3. Bagian Sublentikular (di bawah nucleus lentikularis)
Berisi serat-serat parietotemporopontin, radiasio auditorik (pendengaran),
dan serat serat (penglihatan) genikulokalkarina.
26
cavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus opticus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media:
Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral
hemisfer.
Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis
bagian tengah, corpus callosum, dan nukleus caudatus.
Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis,
parietalis, dan temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subclavia, menuju dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna
vertebralis cervikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas
medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis
atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis,
oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum
dan mamilaria, pleksus koroid, dan batang otak bagian atas
27
Pembuluh balik di otak
Ada 2 kelompok pembuluh balik:
1. Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)
2. Vv.cerebrales profunda (v.cerebri interna)
Cabang v.cerebri externa: v.cerebri superior, v.cerebri media, v.cerebri
anterior, dan v.basilaris. V. cerebri externa terdapat di rongga subarachnoid.
Cabang v.cerebri interna: v. terminalis & v. choroidea. V. terminalis & v.
choroidea bergabung membentuk v. cerebri magna.
28
seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di
Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).
29
2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan/atau
stenosis, awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan
lama-kelamaan akan menambahkan daerah iskemia otak
3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin mengurangi
fungsi klinis tanpa perluasan daerah infark asli
4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan
elektrolit, keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat
memperluas daerah infark
d. Completed stroke
Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang lain
hanya berbeda pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap.
FAKTOR RISIKO:
Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor
potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut
usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok.
Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh
yang dapat mengganggu aliran darah.
Herediter
Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan
aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang.
Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan kekurangan
suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara
terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
pengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak.
Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian
secara mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
30
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan
terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan
menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar HDLnya.
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
31
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
a) Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa
terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat
arteri yang lebih kecil.
b) Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya
bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling
sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama
fibrilasi atrium).
c) Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
d) Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang
menuju ke otak.
e) Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
f) Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini
terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera
atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
2. Stroke hemorragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial
non traumatik. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan
perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang
melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi
perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang
biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
a) Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam
jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke
jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase
kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang
yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
32
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan
hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah
berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan
intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
(hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah.
Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan
pembesaran ventrikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi
yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat
pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif
pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut
amyloid yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid
angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya
penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang
ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu
tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan
risiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal
dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan
sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
b) Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang
subarachnoid) di antara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab
yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat,
seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid
adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat
permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih
umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun
begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid
dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara
spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti
kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba
aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang
lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi.
Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari
aneurisma sejak lahir.
33
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan
tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di
otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak
lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,
penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan
perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
2.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Stroke
PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama
sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah
kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel (Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini (Misbach & Kalim 2007).
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf
dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila
gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka
akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera,
kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005).
34
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik
diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke
iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup)
arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau
arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil,
yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient
ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului,
karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA
merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu
berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian
mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun
lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi
secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke
dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24
jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit
dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau
reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus
yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk
ke dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior
umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85%
aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya
terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis
langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya
serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya
bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik
karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke
waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri
vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke
semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
35
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK
Sumber:
http://www.nature.com/nrneurol/journal/v10/n1/abs/nrneurol.2013.246.html
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid
(PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme
lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat
ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang
dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma
berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada
diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah,
darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula
spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung
oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput
otak (Price, 2005).
36
Sumber: http://asuhankeperawatan.kumpulan-askep.com/pathway-cvastroke-24199
37
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.
38
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal
medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous
hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada
splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenberg’s syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala
hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral,
tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.
B. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis:
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah
yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan
retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal/umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis:
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
39
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.
40
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:
b. P
e
n
e
t
a
p
a
n
jenis troke berdasarkan Djonaedi
Stroke Score:
Bila skor > 20 termasuk stroke
hemoragik, skor < 20 termasuk
stroke non-hemoragik. Ketepatan
diagnostik dengan sistim skor ini
91.3% untuk stroke hemoragik,
sedangkan pada stroke non-
hemoragik 82.4%. Ketepatan
41
diagnostik seluruhnya 87.5%. Terdapat batasan waktu yang sempit untuk
menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah
yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan
stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan
c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score:
Catatan:
SSS > 1 = stroke hemoragik
SSS < -1 = stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan
otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau
massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
Jenis patologi
Lokasi lesi
Ukuran lesi
Menyingkirkan lesi non vaskule
Normal
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya
arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi
atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.
43
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu:
44
Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
Tipe stroke infark / hemoragik MRI SIGNAL CHARACTERISTICS
T 1 – weighted T 2 – weighted
image image
Stroke infark Hipointens (hitam) Hiperintens (putih
Stroke hemoragik, (hari antara onset dan
pemeriksaan MRI)
1 – 3 (akut) deoxyhemoglobine Isointens Hipointens
3 – 7 intracellular Hiperintens Isointens
methemoglobine
3 – 7 free methemoglobine Hiperintens Hiperintens
> 21 (kronis) hemosiderin Isointens Sangat hipointens
DIAGNOSIS BANDING
Acute coronary syndrome
Atrial fibrilation
Bell’s palsy
Benign positional vertigo
Brain abscess
Epidural hematoma
Inner ear labyrinthitis
Myocardial infacrtion
Neoplasms brain
Syncope
46
Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan
Darah pada Stroke Akut)
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence B).
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal:
- Derajat kesadaran
- Pemeriksaan pupil dan okulomotor
- Keparahan hemiparesis
47
Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen
nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit
berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Pasien dengan kenaikan
krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau
lidokain sebagai alternative.
Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan
kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence A).
Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
f. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of
evidence C).
48
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus
dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).
h. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi
lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
Pemeriksaan radiologi
- Foto rontgen dada
- CT Scan
49
g. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of
evidence B and C).
50
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam,
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). Resiko perdarahan
sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien
imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking
eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena
dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).
4. Penatalaksanaan Medis Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C). Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler,
TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
h. Rehabilitasi.
i. Edukasi.
j. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).
1. Penatalaksanaan Hipertensi
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati
dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya,
tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B).
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.
h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
52
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan
ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan
darah belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
54
µg/kg/menit IV Awitan 1-2
menit, durasi
3-5 menit.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain
Rekurensi stroke
Gangguan sosial-ekonomi
Gangguan psikologis
57
Pemeriksaan dan Kelainan Fungsi Motorik
a. Pemeriksaan fungsi motoric
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik
yang dapat dievaluasi ada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat,
keterlibatan yang terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk:
1) Assessment of strength
2) Tonus otot
3) Muscle bulk
4) Koordinasi
5) Pergerakan abnormal
6) Berbagai macam refleks.
Namun beberapa manuver dibutuhkan untuk membantu mendeteksi abnormalitas.
Bila didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya membutuhkan 2-3 menit
Elemen-elemen dalam pemeriksaan
Pemeriksaan motorik dapat bersifat objektif. Keterlibatan sistem campuran dapat
terjadi pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel
variabel seperti dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada
sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien lemah, ketidakpahaman terhadap
pemeriksaan yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungan pasien-dokter harus selalu
diperhitungkan.
Kelemahan yang pura-pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak
adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of
muscles tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasil temuan dan test
tambahan/konfirmasi apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan
mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem motorik yang terjadi
pada pasien.
Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yang diberikan untuk
menggerakkan otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala
dari 0-5.
0 (tidak ada) : Tidak ada kontraktilitas
1 (sedikit) : Ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
2 (buruk) : Rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
3 (sedang) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi
4 (baik) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi dengan beberapa
resistensi
5 (normal) : Rentang gerak komplit terhadap gravitasi dengan beberapa
resistensi penuh
58
INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.
Movement Nerve
Main muscles Peripheral nerve
tested roots
Shoulder
Shrug
Trapezius C2-5 Spinal accessory
(elevation)
Abduction Deltoid/supraspinatus C5(6) Axillary/suprascapular
External
Infraspinatus/teres C5(6) Suprascapular
rotation
Internal
Pectoralis major C5-7 Lateral pectoral
rotation
Adduction Latissimus/pectoralis C6-8 Suprascapular/pectoral
Flexion Deltoid/coracobr. C5-6 Axillary/musculocut.
Elbow
Biceps/brachialis C5-6 Musculocutaneous
Flexion
Brachioradialis C5-6 Radial
Extension Triceps C6-7 Radial
Wrist
Flexor carpi radialis C6-7 Median
Flexion
Flexor carpi ulnaris C7-8 Ulnar
Extensor carpi
C6-7 Radial
Extension radialis
C7-8 Deep radial
Ext. carpi ulnaris
Pronation Pronator teres C6-7 Median
Supinator C5-6 Radial
Supination
Biceps C5-6 Musculocutaneous
Finger
Flexion Flexor digitorum mm. C7-8 Median (ulnar)
Extension Extensor digitorum C7-8 Deep Radial
Ab- &
Interosseous muscles C8-T1 Ulnar
Adduction
Thumb
Abductor pollicis br. C8-T1 Median
abduction
Hip
L2-3
Flexion Iliopsoas Lumbar plexus
(L4)
Extension Gluteus max L5-S2 Inferior gluteal
Abduction Gluteus medius L5-S1 Superior gluteal
Adduction Adductor mm. L2-4 Obturator
Knee
59
Flexion Hamstring L5-S1 Sciatic
Extension Quadriceps L2-4 Femoral
Ankle
Dorsiflexion Tibialis anterior L4-5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Gastroc/soleus S1 (S2) Tibial
Inversion Posterior tibial L5 (S1) Tibial
Eversion Fibular (peroneal) L5 (S1) Fibular (peroneal)
Great toe
Dorsiflexion Extensor hallucis L5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Flexor hallucis (S1) S2 Tibial
Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah
kelainan bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi.
Keputusan yang paling penting adalah menentukan kerusakan, UMN atau LMN. Lesi
LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di
kortikospinal, dari korteks cerebri melalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN
biasanya dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi
LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan
penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen
setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan
oleh karena kelemahan yang terjadi.
60
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada
arah otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada lesi UMN. Tanda-tanda lain dapat
menentukan les pada UMN atau LMN, yaitu:
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk
memegang tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup.
Lebih baik pasien diminta untuk tidak melakukan gerakan pada tangannya, dan
berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau untuk memisahkan kedua tangan
yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus
bersifat simetris. Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya
kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang
terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang
seperti tepuk tangan dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit
berada diatas lutut kaki lainnya dan ‘menepuk’ tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini
dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki
selama 10 detik tanpa adanya ayunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk
koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi
akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut
Intention Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan
ekstrapiramidal, seperti Parkinson’s Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem
motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot,
tonus otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya
persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak
kelainan, pada sitem motorik atau bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering
digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan
tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri).
Tonus otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien
61
bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas.
Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat
pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki
menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi
singkat. Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan.
Kekejangan ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai
resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi
jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau
fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak
pasif. Ini telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit
ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia,
hemibailism dan fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari
tremor meliputi:
Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis, seperti chorea,
athetosis dan hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin
kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham's chorea), keturunan
(Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau serebrovaskular.
Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus
mampu berdiri baik dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit
dukungan (kaki berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu
sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar
atau vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan
vestibular) atau mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang
mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus
mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup
kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan
penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka,
namun telah ditandai peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah
sugestif dari gangguan dari proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang
dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial).
Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar
62
dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk
evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan
di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk
memperhatikan kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah
saat berjalan dan kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa
kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari
kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki
pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur
dalam jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka
mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan
untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal
memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara
berjalan seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri
akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu
sisi, dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas)
pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. Ia akan menyeret tungkai lemah di
sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau
terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya,
pasien dengan vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali
(terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung
untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering
mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan
ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah
pinggul akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah). Pasien
dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan,
langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit berbasis. Jika
parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem
gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita
kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil.
Ketika kerusakan pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive
(cenderung jatuh ke belakang berulang kali). Cedera punggung kolom dapat
menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko" kaki-nya, dan biasanya juga
perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki dapat
berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang
belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk ("monyet" postur).
UMN LMN
Spastis Flaccid
Atropi (-) Atropi (+)
Refleks fisiologis Refleks fisiologis
meningkat menurun
Refleks patologis (+) Refleks patologis (-)
63
Tonus meningkat Tonus menurun
Gangguan Ekstrapiramidal
Tonus: rigid
Gerak otot abnormal tidak terkendali
Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
Gangguan otot asosiatif
Pemeriksaan
1. Inspeksi
Sikap: perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan
berjalan
Bentuk: Perhatikan adanya deformitas
Ukuran: perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.
64
Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita
dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.
65
mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman
akan mengakibatkan anosmia.
66
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.III
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke medial, ke atas dan lateral, ke bawah dan keluar. Juga mengakibatkan
gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi
pupil akan berubah. N. III juga mempersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata,
sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh (ptosis) Kelumpuhan okulomotorius
lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan
dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus
okulomotorius.
a) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan
lesi orbital.
b) Infark seperti pada arteritis dan diabetes
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke bawah dan ke medial. Ketika pasien melihat lurus ke depan atas, sumbu
dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah
dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis
yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma,
biasanya karena jatuh pada dahi.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain:
Tumor pada bagian fossa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan
rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang
paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri
singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus
trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neuralgia
trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris
superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang
kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
67
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak
dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis
bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior. Jika ketiga
saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas
dan tidak dapat digerakkan ke segala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi
terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya
akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor. Penyebab yang
paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis,
trombosis sinus kavernosus, aneurisma arteri karotis interna atau arteri komunikan
posterior, fraktur basis kranialis.
Pada fossa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay
Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom
Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab
hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah
yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
a) Gangguan pendengaran: Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma
akustik. Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os
temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal,
sindroma rubella kongenital dan sifilis kongenital. Tuli konduktif dapat disebabkan
oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
b) Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler: Pada labirin
meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi
68
streptomisin. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor
ventrikel IV demielinisasi. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IX dan N.X
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher
(otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta
kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius
dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot
trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
3. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri yang Sakit dalam Pandangan
Islam
Kewajiban Suami terhadap istri yang sakit:
1. Memperlakukan istri dan merawatnya dengan sebaik-baiknya
2. Memenuhi nafkah istri
3. Memenuhi hak-hak istri
4. Tidak mendzolimi istri
5. Lemah lembut serta pemaaf
6. Memberika rasa tenang, kasih sayang, dan rasa cinta kepada istri
69
Kewajiban suami secara umum:
Pertama: Bergaul dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik)
Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti, tidak menangguhkan
hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah manis dan ceria di hadapan istri.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah
orang yang paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah
no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
Yang dimaksud nafkah adalah harta yang dikeluarkan oleh suami untuk istri dan anak-
anaknya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan hal lainnya. Nafkah seperti ini
adalah kewajiban suami berdasarkan dalil Al Qur’an, hadits, ijma’ dan logika.
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7).
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf”
(QS. Al Baqarah: 233).
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada’,
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian
sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan
kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh
permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka
melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Kewajiban
kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang
ma’ruf” (HR. Muslim no. 1218).
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang
diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha,
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas
berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasulshallallahu
‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578 dan
Ahmad 6: 264. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Nabi shallallahu
70
‘alaihi wa sallam masih menyempatkan diri untuk bermain dan bersenda gurau dengan
istrinya tercinta.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutup-nutupi pandanganku dengan
pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain
di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin
kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda” (HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim
no. 892).
72
DAFTAR PUSTAKA
Bannister R. Consciousness and Unconciousness. 2000. Brain's clinical Neurology 5th ed.
Oxford: The English Book Society Oxford University Press, pp 150-160.
Chandra B. 2002. Diagnostik dan penanggulangan penderita dalam koma Cermin Dunia
Kedokteran, nomor khusus, 95-100.
Gilroy, John. 2000. Basic Neurology, Third Edition. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Martono, Hadi. 2009. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A,
setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi
5. Jakarta: Interna Publishing.
Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi FK UI. Kesadaran. Jakarta 2006; hal. 39-50.
Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke Tahun
2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
Setyopranoto, I. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185, Vol.38, no.4: 247-
250.
73