OLEH :
1.NENI A. SIMON
2. SEMELTY TANESAB
3. YOLLA K. BILISTOLEN
4. JITRAM ADONIS
5. EKA W. BISTOLEN
KUPANG 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kelompok panjatkan kepada yang maha kuasa karena kiranya atas
tuntunannya makalah ini dapat diselesaikan dengan aman dan lancer dan tak terkendalah apapun.
Semoga makalah tentang konsep dasar imunologi ini kiranya dapat berguna bagi kta semua yang
membacanya dan menambah wawasan kita tentang Imun. Segalah macam kritik dan saran yang
di berikan akan penulis terima sebagai masukan untuk kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya karena kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN :
a. Latar belakang
b. Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
a. Pengertian imun
b. Klasifikasi imun
c. Faktor antimikroba dan kekebalan
d. Antigen
e. Klasifikasi antigen
f. Struktur dasar immunoglobulin
g. System komplemen immunoglobulin
h. Reaksi imunologi
BAB 3 PENUTUP
a. kesimpulan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem imun atau sistem pertahanan tubuh yang sangat unik. Sistem ini menjaga
manusia untuk dapat bertahan ditengah kepungan mikroba. Sistem imun merupakan salah
satu sistem yang menetukan tingkat kesehatan seseorang. Sistem imun juga dipengaruhi
oleh makanan, aktivitas, dan tingkat stres. Namun benarkah sesederhana itu? Itulah
mengapa kami menulis makalah ini selain untuk memenuhi tugas Ilmu Dasar
Keperawatan. Dan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem imun, Imunologi akan
kami paparkan dalam makalah kami ini.
B. TUJUAN
Mengetahui apa itu system imun
Mengetahui klasifikasi system imun
Mengetahui faktor anti mikroba dan kekebalan
Mengetahui apa itu antigen
Mengetahui klasifikasi dari antigen
Mengetahui struktur dasar dari immunoglobulin
Mengetahui apa itu system komplemen immunoglobulin
Mengetahui bagaimana reaksi imunologi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Sistem Imun/pertahanan tubuh adalah suatu sistem pertahanan internal yang
berperan penting dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda di
dalam tubuh yang asing bagi diri. Benda asing tersebut seperti : patogen (virus , bakteri
dan jamur,), sel-sel yg sudah rusak/debris sel, sel kanker, dan melakukan respon imunyg
tidak pada tempatnya yg menyebabkan alergi (auto imun).
Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Berbagai bahan organik dan
anorganik, baik yang hidup maupun yang mati asal hewan, tumbuhan, jamur, bakteri,
virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap dan lain-lain iritan, ditemukan dalam
lingkungan hidup sehingga setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
dan menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh
yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak
diingini dan perlu disingkirkan.
Jadi system imun adalah suatu system dalam tubuh yang berfungsi
mengahancurkankan bahan atau materi-materi berbahaya dalam tubuh.
2. Faktor kekebalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi system kekebalan adalah :
1. Faktor genetik dan fisiologis
Faktor resiko fisiologis melibatkan fungsi fisik dari tubuh. Kondisi fisik tertentu,
seperti kehamilan atau berat badan berlebih akan meningkatkan stres pada sistem
fisiologis ( sebagai contoh : sistem sirkulasi darah) sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit pada area ini.
Faktor keturunan, atau presdiposisi genetik terhadap penyakit tertentu merupakan
faktor resiko fisik yang penting. Sebagai contoh, seseorang dengan riwayat keluarga
diabetes melitus akan berisiko untuk menderita penyakit ini pada hidupnya, faktor
resiko genetik lainnya adalah riwayat keluarga dengan penyakit kanker, penyakit
jantung, penyakit ginjal, atau penyakit mental.
Getah lambung menyebabkan suatu lingkungan yang kurang menguntungkan
untuk sebagian bakteri patogen. Air kemih akan membilas saluran kemih sehingga
menurunkan infeksi oleh bakteri. Pada kulitpun dihasilkan zat-zat yang bersifat
bakterisida. Darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara nonspesifik
yaitu "natural antibody'' yang tidak bersifat khas untuk bakteri bersangkutan. Faktor
humoral lain yaitu properdin dan interferon yang selalu terdapat dan siap
untuk.menanggulangi masuknya zat asing.
2. Usia
Usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Sebagai contoh seseorang bagi yang lahir secara prematur dan semua bayi baru lahir
lebih rentan terhadap infeksi. Resiko penyakit jantung meningkat seiring usia untuk
wanita dan pria. Pada usia 45 tahun atau lebih, terdapat resiko yang lebih besar untuk
timbulnya kanker.
Faktor usia sering dihubungkan dengan faktor resiko lainnya,seperti riwayat
keluarga dan kebiasaan pribadi. Perawat harus menekankan pentingnya pemeriksaan
berkala untuk kelompok usia tertentu. Otoritas di amerika serikat telah memberikan
rekombenasi jadwal skrining kesehatan, imunisasi, dan konseling.
Orang-orang yang berada pada kedua ujung rentan usia lebih rentang usia lebih
besar kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi sistem imun ketimbang orang-orang yang berusia dibawah
rentang tersebut. Frekuensi dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang
berusia lanjut dan peningkatan ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan
untuk bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya.
Produksi maupun fungsi limfosit T dan B dapat terganggu. Insidensi penyakit
autoimun juga meningkat bersamaan dengan pertambahan usia; hal ini mungkin
terjadi akibat penurunan kemampuan antibodi untuk membedakan antara diri sendiri
dan bukan diri sendiri. Kegagalan sistem surveilans untuk mengenali sel-sel yang
abnormal atau yang mengalami mutasi mungkin bertanggung jawab atas tingginya
insidensi penyakit kanker yang berkaitan dengan pertambahan usia.
Penurunan fungsi berbagai sistem organ yang berkaitan dengan pertambahan usia
juga turut menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas
lambung memungkinkan flora normal intestinal untuk berproliferasi dan
menimbulkan infeksi sehingga terjadi gastroenteritis serta diare.
Penurunan pada sirkulasi renal, fungsi fitrasi, absorpsi dan ekskresi turut
menyebabkan infeksi saluran kemih. Lebih lanjut, pembesaran kelenjar prostat dan
neurogenic bladder dapat menghambat pengaliran urin serta selanjutnya klirens
(pembersihan) bakteri lewat sistem urinarius. Stasis urin yang lazim terjadi pada
kaum lanjut usia akan memudahkan pertumbuhan mikroorganisme.
Pajanan terhadap tembakau dan toksin lingkungan akan mengganggu fungsi paru.
Pajanan yang lama terhadap kedua agens ini akan menurunkan elasrisitas jaringan
paru, keefektifitas silia dan kemampuan batuk yang efektif. Semua gangguan ini akan
menghalangi pengeluaran mikroorganisme yang infeksius dan toksin sehingga
kerentanan lansia terhadap penyakit infeksi serta kanker paru semakin meningkat.
Akhirnya, bersamaan dengan pertambahan usia, kulit akan menjadi tipis dan tidak
begitu elastis lagi. Neuropati perifer dan penurunan sensibilitas serta sirkulasi yang
menyertainya dapat menimbulkan ulkus statis, dekubitus, ekskoriasi dan gejala luka
bakar. Gangguan integritas kulit merupakan faktor predisposisi yang memudahkan
orang tua untuk mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang merupakan bagian dari
flora kulit yang normal.
3. Lingkungan
Tempat dan kondisi lingkungan kita ( udara, air, dan tanah) akan menentukan cara
hidup, makanan, agen genetik, keadaan kesehatan, dan kemampuan kita untuk
beradaptasi ( murray dan zentner, 2001). Lingkungan fisik tempat seseorang bekerja
atau berdiam dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya suatu penyakit. Sebagai
contoh, beberapa jenis kanker lebih mungkib timbul jika pekerja industri terpajan
pada zat kimia tertentu atau jika masyarakat berdiam di dekat lokasi limbah beracun.
Penilaian keperawatan meluas dari individu ke keluarga dan kumonitas sekitarnya
( murray dan zentner, 2001)
4. Gaya hidup
Banyak kegiatan, kebiasaan, dan praktik yang melibatkan faktor resiko. Praktik
gaya hidup dan tingkah laku dapat memiliki efek positif atau pun efek negatif
terhadap kesehatan. Praktik dengan efek yang negatif merupakan faktor resiko.
Beberapa kebiasaan merupakan faktor resiko bagi penyakit tertentu.
Sebagai contoh, berjemur di sinar matahari secara berlebihan akan meningkatkan
resiko kanker kulit, dan berat badan yang berlebihan akan meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Mokdad, et al. (2004) mengidentifikasi faktor resiko tingkah
laku yang dimodifikasi sebagai penyebab kematian utama di amerika serikat.
Analisis mereka menunjukkan bahwa walaupun merokok adalah penyebab utama
kematian, diet buruk dan kurangnya aktivitas fisik dapat menggantikan posisi ini.
Data ini menekankan pentingnya layanan pencegahan. Informasi ini juga
memperlihatkan dampak yang besar pada ekonomi dari sistem layanan kesehatan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami dampak tingkah laku gaya hidup
terhadap status kesehatan.
5. Stres
Stres merupakan faktor risiko gaya hidup jika ia cukup berat atau berkepanjangan
atau jika individu tersebut tidak dapat mengatasi suatu kejadian hidupnya secara
adekuat. Stres mengancam kesehatan mental (stres emosional) dan juga kesejahteraan
fisik (stres fisiologis). Keduanya dapat berperan terhadap timbulnya penyakit dan
mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang berkaitan dengan
penyakit dan juga kemampuan untuk bertahan dari penyakit yang mengancam jiwa.
Stres juga mengganggu aktivitas promosi kesehatan dan kemampuan untuk
menerapkan modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan. Stres juga mengancam
kesejahteraan fisik dan dihubungkan dengan penyakit seperti penyakit jantung,
kanker, dan kelainan gastrointestinal.
6. Jenis kelamin
Kemampuan hormon-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah diketahui
dengan baik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa estrogen memodulasi aktivitas
limfosit T sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan produksi
interleukin-2 (IL-2) dan aktivitas sel supresor. Efek hormon seks pada sel-sel B tidak
begitu menonjol.
Estrogen akan mengaktifkan populasi sel B yang berkaitan dengan autoimun yang
mengekspresikan marker CD5 (marker antigenik pada sel B). Estrogen cenderung
menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat imunosupresif. Umumnya
penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada wanita ketimbang pada laki-laki.
7. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi sistem imun yang
optimal. Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi protein-kalori dapat
terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA dan protein.
Vitamin juga membantu dalam pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur renik atau trace element (yaitu, tembaga,
besi, mangaan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan mensupresi
fungsi imun. Asam-asam lemak merupakan unsur pembangun (building blocks) yang
membentuk komponen struktural membran sel. Lipid merupakan prekursor vitamin
A, D, E dan K di samping prekursor kolesterol. Baik kelebihan maupun kekurangan
asam lemak ternyata akan mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfosit,
depresi respon antibodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan gangguan fungsi
fagositik. Sebagai akibatnya, kerentanan akibat infeksi sangat meningkat. Selama
periode infeksi dan sakit yang serius terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang
potensial untuk menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin, serta unsur-unsur
renik dan bahkan menyebabkan resiko terganggunya repon imun serta terjadinya
sepsis yang lebih besar.
D. ANTIGEN
Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel,
tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya
sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi
tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau
polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten)
dipasangkan ke protein-pembawa.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh.
KLASIFIKASI ANTIGEN
Antigen dapat dibagi jenisnya berdasarkan asal, determinan, spesifitas, dan bahan
kimianya. Berikut pembagiannya.
1. Berdasarkan Asal
Determinan adalah komponen antigen yang dapat menginduki atau memacu pembetukan
antibodi.
a. Unideterminan univalen : hanya memiliki satu jenis determinan dan jumlahnya satu
c. Multideterminan univalen : memiliki dua atau lebih jenis determinnan namun hanya
berjumlah satu pada setiap jenis determinannya
d. Multideterminan multivalen : memiliki dua atau lebih jenis determinan dan setiap
jenisnya berjumlah lebih dari satu.
3. Berdasarkan Spesifitas
b. Xenoantigen : dimiliki oleh banyak spesies namun hanya spesies tertentu saja
a. Polisakarida
b. Lipid
c. Asam nukleat
d. Protein
FUNGSI KOMPLEMEN
1. Inflamasi
Sebagai langkah awal untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta
membersihkan jaringan yang rusak. Tubuh mengerahkan elemen-elemen system imun ke
tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk ke tubuh atau jaringan yang rusak
tersebut
Dalam inflamasi, ada 3 hal yang terjadi, yaitu:
Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing dan mikrorganisme atau
jaringan yang rusak
Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel
yang memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibody dan fagosit
bergerak keluar pembuluh darah menuju ke tempat benda asing (diapedesis)
mikrorganisme atau jaringan yang rusak.
Peningkaan permeabilitas vascular yang local terjadi atas pengaruh anafilatoksin
(C3a, C4a, C5a).
2. Kemokin
Merupakan molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit. C3a,
C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkans sel-sel fagosit baik
mononuclear maupun polimorfonuklear ke tempat terjadi infeksi. C5a adalah
kemoatraktan untuk neutrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Monosit yang masuk
ke jaringan menjadi makrofag, dan fagositosisnya diaktifkan opsonin dan antibody.
Makrofag yang diaktifkan melepas berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi
inflamasi.
3. Fagositosis opsonin
C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin. Opsonin adalah molekul yang dapat
diikat disatu pihak leh partikel (kuman) dan dilain pihak oleh reseptornya pada fagosit
sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau sel lain. C3 yang banyak diaktifkan pada
aktivasi komplemen merupakan sumber opsonin utama (C3b). Molekul C3b dalam
bentuk inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsonin dalam fagositosis oleh karena
fagositosis juga memiliki reseptor untuk CiC3b.
IgG juga dapat berfungsi sebagai opsonin, bila berikatan dengan reseptor Fc pada
permukaan fagosit. Oleh karena fagosit tidak memiliki reseptor Fc untuk IgM, opsonisasi
yang dibantu konplemen merupakan hal yang sangat penting selama terjadi respon
antibody primer yang didominasi IgM yang merupakan activator komponen poten. CRP
juga berfungsi sebagai opsonin.
4. Adherens Imun
Adherens Imun merupakan fenomena dari partikel antigen yang melekat pada
berbagai permukaan (mis: permukaan pembuluh darah), kemudian dilapis antibody dan
mengaktifkan komplemen. Akibatkan anigen akan mudah difagositosis. C3b berfungsi
dalam adherens imun tersebut.
C3a atau C3b dapat diendapkan dipermukaan kompleks imun dan merangsang
eleminasi kompleks imun. Baik sel darah merah dan neutrofil memiliki CR1-R dan
mengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 ditemukan dalam kompleks imun yang larut dan
diikat oleh CR1-R pada sel darah merah yang mengangkutkan ke organ yang
mengandung banyak fixed fagosit seperti hati dan limpa. Melalui reseptor komplemen
dan Fc, fagosit-fagosit tersebut menyingkirkan dan menghancurkan kompleks imun dari
sel darah merah. Pada proses ini, sel darah sendiri tidak rusak.
Neutrofil dapat mengeliminasi kompleks imun kecil dalam sirkulasi. Bila antigen
tidak larut yang diikat antibody dan dibentuk dalam darah atau jaringan tidak
disingkirkan, akan memacu inflamasi dan dapat menimbulkan penyakit kompleks imun.
Kompleks besar tidak larut sulit untuk disingkirkan dari jaringan; sejumlah besar C3 yang
diaktifkan dapat melarutkan kompleks tersebut.
Aktivasi C3 (jalur alternative atau klasik) akan mengaktifkan bagian akhir dari
kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang erjadi dipermukaan sel
bakteri akan membentuk Membrane Attack Complex dan akhirnya menimbulkan lisis
osmotic sel atau bakteri. C5 dan C6 memiliki aktivasi enzim, yang memungkinkan C7,
C8 dan C9 memasuki membrane plasma dari sel sasaran.
7. Aktivitas sitolitik
Eosinofil dan sel polimorfonuklear mempnyai reseptor untuk C3b dan IgG
sehingga 3b dapat meningkakan sitotoksisitas sel efektor Antibody Dependent Cell
Mediated Cytotoxicity (ADCC) yang kerjanya bergantung pada IgG. Disamping itu sel
darah merah yang diikat C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak. C8-9
merusak membrane membentuk saluran-saluran dalam membrane sel yang menimbulkan
lisis osmotic.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
System imun adalah system pertahanan yang ada di dalam tubuh manusia yang
berfungsi untuk membunuh, menghancurkan atau melenyapkan materi-materi berbahaya
yang ada di dalam tubuh. System imun ada yang di dapat maupun ada yang di bawah
sejak lahir. Respon imun terjadi sebagai akibat peristiwa yang menyangkut antigen,
limfosit, antibodi, limfokin, mediator kimia & sel efektor untuk melindungi manusia dari
bahan-bahan asing yang merugikan serta menyingkirkan jaringan mati atau rusak.