Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

OLEH :

1.NENI A. SIMON

2. SEMELTY TANESAB

3. YOLLA K. BILISTOLEN

4. JITRAM ADONIS

5. EKA W. BISTOLEN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANTHA

KUPANG 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan kepada yang maha kuasa karena kiranya atas
tuntunannya makalah ini dapat diselesaikan dengan aman dan lancer dan tak terkendalah apapun.
Semoga makalah tentang konsep dasar imunologi ini kiranya dapat berguna bagi kta semua yang
membacanya dan menambah wawasan kita tentang Imun. Segalah macam kritik dan saran yang
di berikan akan penulis terima sebagai masukan untuk kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya karena kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Kupang, Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN :

a. Latar belakang
b. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

a. Pengertian imun
b. Klasifikasi imun
c. Faktor antimikroba dan kekebalan
d. Antigen
e. Klasifikasi antigen
f. Struktur dasar immunoglobulin
g. System komplemen immunoglobulin
h. Reaksi imunologi

BAB 3 PENUTUP

a. kesimpulan
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem imun atau sistem pertahanan tubuh yang sangat unik. Sistem ini menjaga
manusia untuk dapat bertahan ditengah kepungan mikroba. Sistem imun merupakan salah
satu sistem yang menetukan tingkat kesehatan seseorang. Sistem imun juga dipengaruhi
oleh makanan, aktivitas, dan tingkat stres. Namun benarkah sesederhana itu? Itulah
mengapa kami menulis makalah ini selain untuk memenuhi tugas Ilmu Dasar
Keperawatan. Dan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem imun, Imunologi akan
kami paparkan dalam makalah kami ini.

B. TUJUAN
Mengetahui apa itu system imun
Mengetahui klasifikasi system imun
Mengetahui faktor anti mikroba dan kekebalan
Mengetahui apa itu antigen
Mengetahui klasifikasi dari antigen
Mengetahui struktur dasar dari immunoglobulin
Mengetahui apa itu system komplemen immunoglobulin
Mengetahui bagaimana reaksi imunologi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN
Sistem Imun/pertahanan tubuh adalah suatu sistem pertahanan internal yang
berperan penting dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda di
dalam tubuh yang asing bagi diri. Benda asing tersebut seperti : patogen (virus , bakteri
dan jamur,), sel-sel yg sudah rusak/debris sel, sel kanker, dan melakukan respon imunyg
tidak pada tempatnya yg menyebabkan alergi (auto imun).
Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Berbagai bahan organik dan
anorganik, baik yang hidup maupun yang mati asal hewan, tumbuhan, jamur, bakteri,
virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap dan lain-lain iritan, ditemukan dalam
lingkungan hidup sehingga setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
dan menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh
yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak
diingini dan perlu disingkirkan.
Jadi system imun adalah suatu system dalam tubuh yang berfungsi
mengahancurkankan bahan atau materi-materi berbahaya dalam tubuh.

B. KLASIFIKASI SISTEM IMUN


Terdapat 2 sistem imun yaitu sistem imun nonspesifik dan spesifik yang
mempunyai kerja sama yang erat dan yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain,
sistem imun ini semuanya terdiri dari bermacam-macam sel leukosit ( sel darah putih ).
1. System imun non- spesifik
Merupakan mekanisme pertahanan inheren (bawaan/ sudah ada) yang secara non
selektif mempertahankan tubuh dari benda asing atau materi abnormal apapun
jenisnya, bahkan baru pertama kali terpapar.
Terdiri dari :
a. Barier Fisik, Kimia dan Mekanik
b. Fagositosis
c. Inflamasi / peradangan
d. Zat antivirus dan anti bakteri non spesifik : interferon, sistem komplemen
e. Natur killer sel
2. System imun spesifik
Membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat
memberikan responnya atau dengan kata lain sistem ini dapat menghancurkan benda
asing yang berbahaya bagi tubuh yang sudah dikenal sebelumnya ( spesifik ). Sel-
selnya terdiri dari sel-sel limfosit T dan B.

C. FAKTOR ANTI MIKROBA DAN KEKEBALAN


1. Faktor anti mikroba
Terdiri dari :
a. Konsentrasi atau intensitas dari zat antimicrobial
Pada prinsipnya semakin banyak jumlah populasi mikroorganisme yang
menjadi sasaran untuk kita kendalikan, maka jumlah atau konsentrasi dari zat atau
bahan kimia atau intensitas sarana fisik juga harus sebanding dengan sasaran agar
pengendalian dapat berjalan dengan efektif. Sehingga dapat kita analogikan
sebagai berikut, makin banyak peluru yang kita tembakkan dalam suatu waktu
tertentu, maka makin cepat sasaran akan tertembak.
Apabila sasarannya adalah bakteri dan pelurunya adalah menggunakan
sinar X atau cahaya ultraviolet, maka akan terlihat nyata bahwa sel-sel bakteri
akan mati lebih cepat bila intensitas radiasinya bertambah besar. Suatu contoh
lagi misalnya, peluru yang kita gunakan adalah molekul dari suatu zat kimia maka
sel-sel akan terbunuh dan mati lebih cepat bila konsentrasi zat molekul yang kita
gunakan lebih tinggi (tentunya dengan menggunakan suatu batas tertentu).
b. Jumlah mikroorganisme
Pada faktor ini, kita dapat menggunakan asumsi bahwa semakin lama
waktu kita menembak sasaran dalam hal ini mikroorganisme, maka akan semakin
banyak pula mikroorganisme yang akan terkena tembakan kita; tetapi semakin
banyak sasaran yang kita tembak, maka semakin lama pula waktu yang
diperlukan untuk mengenai semua sasaran mikroorganisme, yaitu, bila segala
kondisi yang lain konstan.
Hal ini sejalan dengan pola kematian bakteri yang eksponensial. Yang
artinya, akan memerlukan lebih banyak waktu untuk membunuh populasi
mikroorganisme; dan bila jumlah selnya banyak, maka perlakuan atau tembakan
pada sasaran harus diberikan dalam julah waktu yang lebih lama untuk
memastikan bahwa kita cukup yakin semua sel tersebut mati.
c. Suhu dan temperature
Keefektifan dari suatu desinfektan atau bahan antimikrobial tertentu dapat
dinaikkan sehingga mampu bekerja lebih optimal dengan adanya kenaikan suhu
yang sedang secara besar. Suatu contoh berdasarkan hasil suatu studi dan
analisamenunjukkan, kenaikan suhu dari 30 menjadi 42 C akan sangat
meningkatkan sifat bakterisidal dari fenol. Hal itu dapat diterangkan dengan fakta
experimen yang menunjukkan bahwa: (1) zat kimia merusak mikroorganisme
melalui reaksi-reaksi kimiawi dan (2) laju reaksi kimiawi dipercepat dengan
meningkatkan suhu.
d. Jenis spesies mikroorganisme
Dari hasil sebuah uji untuk mengetahui pola kematian mikroorganisme
menunjukkan bahwa mikroorganisme jenis Spesies tertentu dari suatu mikroba
atau mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda terhadap
sarana fisik dan bahan kimia antimikrobial. Dari hasil tersebut diketahui bahwa
pada spesies mikroorganisme pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh
lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan sporanya.
Spora pada bakteri adalah yang paling resisten di antara semua organisme
hidup dalam hal kemampuannya untuk bertahan hidup pada keadaan sarana fisik
dan bahan kimiawi yang kurang baik. Kerentanan atau resistensi relatif spora
bakteri dibandingkan dengan mikroorganisme lain diperlihatkan pada Tabel di
bawah ini. Di antara spesies mikroorganisme terdapat perbedaan dalam hal
kerentanan sel vegetatif (dan juga spora) terhadap bahan kimia dan sarana fisik.

2. Faktor kekebalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi system kekebalan adalah :
1. Faktor genetik dan fisiologis
Faktor resiko fisiologis melibatkan fungsi fisik dari tubuh. Kondisi fisik tertentu,
seperti kehamilan atau berat badan berlebih akan meningkatkan stres pada sistem
fisiologis ( sebagai contoh : sistem sirkulasi darah) sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit pada area ini.
Faktor keturunan, atau presdiposisi genetik terhadap penyakit tertentu merupakan
faktor resiko fisik yang penting. Sebagai contoh, seseorang dengan riwayat keluarga
diabetes melitus akan berisiko untuk menderita penyakit ini pada hidupnya, faktor
resiko genetik lainnya adalah riwayat keluarga dengan penyakit kanker, penyakit
jantung, penyakit ginjal, atau penyakit mental.
Getah lambung menyebabkan suatu lingkungan yang kurang menguntungkan
untuk sebagian bakteri patogen. Air kemih akan membilas saluran kemih sehingga
menurunkan infeksi oleh bakteri. Pada kulitpun dihasilkan zat-zat yang bersifat
bakterisida. Darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara nonspesifik
yaitu "natural antibody'' yang tidak bersifat khas untuk bakteri bersangkutan. Faktor
humoral lain yaitu properdin dan interferon yang selalu terdapat dan siap
untuk.menanggulangi masuknya zat asing.
2. Usia
Usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Sebagai contoh seseorang bagi yang lahir secara prematur dan semua bayi baru lahir
lebih rentan terhadap infeksi. Resiko penyakit jantung meningkat seiring usia untuk
wanita dan pria. Pada usia 45 tahun atau lebih, terdapat resiko yang lebih besar untuk
timbulnya kanker.
Faktor usia sering dihubungkan dengan faktor resiko lainnya,seperti riwayat
keluarga dan kebiasaan pribadi. Perawat harus menekankan pentingnya pemeriksaan
berkala untuk kelompok usia tertentu. Otoritas di amerika serikat telah memberikan
rekombenasi jadwal skrining kesehatan, imunisasi, dan konseling.
Orang-orang yang berada pada kedua ujung rentan usia lebih rentang usia lebih
besar kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi sistem imun ketimbang orang-orang yang berusia dibawah
rentang tersebut. Frekuensi dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang
berusia lanjut dan peningkatan ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan
untuk bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya.
Produksi maupun fungsi limfosit T dan B dapat terganggu. Insidensi penyakit
autoimun juga meningkat bersamaan dengan pertambahan usia; hal ini mungkin
terjadi akibat penurunan kemampuan antibodi untuk membedakan antara diri sendiri
dan bukan diri sendiri. Kegagalan sistem surveilans untuk mengenali sel-sel yang
abnormal atau yang mengalami mutasi mungkin bertanggung jawab atas tingginya
insidensi penyakit kanker yang berkaitan dengan pertambahan usia.
Penurunan fungsi berbagai sistem organ yang berkaitan dengan pertambahan usia
juga turut menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas
lambung memungkinkan flora normal intestinal untuk berproliferasi dan
menimbulkan infeksi sehingga terjadi gastroenteritis serta diare.
Penurunan pada sirkulasi renal, fungsi fitrasi, absorpsi dan ekskresi turut
menyebabkan infeksi saluran kemih. Lebih lanjut, pembesaran kelenjar prostat dan
neurogenic bladder dapat menghambat pengaliran urin serta selanjutnya klirens
(pembersihan) bakteri lewat sistem urinarius. Stasis urin yang lazim terjadi pada
kaum lanjut usia akan memudahkan pertumbuhan mikroorganisme.
Pajanan terhadap tembakau dan toksin lingkungan akan mengganggu fungsi paru.
Pajanan yang lama terhadap kedua agens ini akan menurunkan elasrisitas jaringan
paru, keefektifitas silia dan kemampuan batuk yang efektif. Semua gangguan ini akan
menghalangi pengeluaran mikroorganisme yang infeksius dan toksin sehingga
kerentanan lansia terhadap penyakit infeksi serta kanker paru semakin meningkat.
Akhirnya, bersamaan dengan pertambahan usia, kulit akan menjadi tipis dan tidak
begitu elastis lagi. Neuropati perifer dan penurunan sensibilitas serta sirkulasi yang
menyertainya dapat menimbulkan ulkus statis, dekubitus, ekskoriasi dan gejala luka
bakar. Gangguan integritas kulit merupakan faktor predisposisi yang memudahkan
orang tua untuk mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang merupakan bagian dari
flora kulit yang normal.

3. Lingkungan
Tempat dan kondisi lingkungan kita ( udara, air, dan tanah) akan menentukan cara
hidup, makanan, agen genetik, keadaan kesehatan, dan kemampuan kita untuk
beradaptasi ( murray dan zentner, 2001). Lingkungan fisik tempat seseorang bekerja
atau berdiam dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya suatu penyakit. Sebagai
contoh, beberapa jenis kanker lebih mungkib timbul jika pekerja industri terpajan
pada zat kimia tertentu atau jika masyarakat berdiam di dekat lokasi limbah beracun.
Penilaian keperawatan meluas dari individu ke keluarga dan kumonitas sekitarnya
( murray dan zentner, 2001)

4. Gaya hidup
Banyak kegiatan, kebiasaan, dan praktik yang melibatkan faktor resiko. Praktik
gaya hidup dan tingkah laku dapat memiliki efek positif atau pun efek negatif
terhadap kesehatan. Praktik dengan efek yang negatif merupakan faktor resiko.
Beberapa kebiasaan merupakan faktor resiko bagi penyakit tertentu.
Sebagai contoh, berjemur di sinar matahari secara berlebihan akan meningkatkan
resiko kanker kulit, dan berat badan yang berlebihan akan meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Mokdad, et al. (2004) mengidentifikasi faktor resiko tingkah
laku yang dimodifikasi sebagai penyebab kematian utama di amerika serikat.
Analisis mereka menunjukkan bahwa walaupun merokok adalah penyebab utama
kematian, diet buruk dan kurangnya aktivitas fisik dapat menggantikan posisi ini.
Data ini menekankan pentingnya layanan pencegahan. Informasi ini juga
memperlihatkan dampak yang besar pada ekonomi dari sistem layanan kesehatan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami dampak tingkah laku gaya hidup
terhadap status kesehatan.

5. Stres
Stres merupakan faktor risiko gaya hidup jika ia cukup berat atau berkepanjangan
atau jika individu tersebut tidak dapat mengatasi suatu kejadian hidupnya secara
adekuat. Stres mengancam kesehatan mental (stres emosional) dan juga kesejahteraan
fisik (stres fisiologis). Keduanya dapat berperan terhadap timbulnya penyakit dan
mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang berkaitan dengan
penyakit dan juga kemampuan untuk bertahan dari penyakit yang mengancam jiwa.
Stres juga mengganggu aktivitas promosi kesehatan dan kemampuan untuk
menerapkan modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan. Stres juga mengancam
kesejahteraan fisik dan dihubungkan dengan penyakit seperti penyakit jantung,
kanker, dan kelainan gastrointestinal.

6. Jenis kelamin
Kemampuan hormon-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah diketahui
dengan baik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa estrogen memodulasi aktivitas
limfosit T sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan produksi
interleukin-2 (IL-2) dan aktivitas sel supresor. Efek hormon seks pada sel-sel B tidak
begitu menonjol.
Estrogen akan mengaktifkan populasi sel B yang berkaitan dengan autoimun yang
mengekspresikan marker CD5 (marker antigenik pada sel B). Estrogen cenderung
menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat imunosupresif. Umumnya
penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada wanita ketimbang pada laki-laki.

7. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi sistem imun yang
optimal. Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi protein-kalori dapat
terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA dan protein.
Vitamin juga membantu dalam pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur renik atau trace element (yaitu, tembaga,
besi, mangaan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan mensupresi
fungsi imun. Asam-asam lemak merupakan unsur pembangun (building blocks) yang
membentuk komponen struktural membran sel. Lipid merupakan prekursor vitamin
A, D, E dan K di samping prekursor kolesterol. Baik kelebihan maupun kekurangan
asam lemak ternyata akan mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfosit,
depresi respon antibodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan gangguan fungsi
fagositik. Sebagai akibatnya, kerentanan akibat infeksi sangat meningkat. Selama
periode infeksi dan sakit yang serius terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang
potensial untuk menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin, serta unsur-unsur
renik dan bahkan menyebabkan resiko terganggunya repon imun serta terjadinya
sepsis yang lebih besar.

D. ANTIGEN
Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel,
tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya
sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi
tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau
polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten)
dipasangkan ke protein-pembawa.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh.

KLASIFIKASI ANTIGEN

Antigen dapat dibagi jenisnya berdasarkan asal, determinan, spesifitas, dan bahan
kimianya. Berikut pembagiannya.

1. Berdasarkan Asal

a. Eksogen, karena berasal dari luar tubuh

b. Endogen, karena berasal dari dalam tubuh


2. Berdasarkan Determinan

Determinan adalah komponen antigen yang dapat menginduki atau memacu pembetukan
antibodi.

a. Unideterminan univalen : hanya memiliki satu jenis determinan dan jumlahnya satu

b. Unideterminan multivalen : hanya memiliki satu jenis determinan namun berjumlah


lebih dari satu pada satu molekul

c. Multideterminan univalen : memiliki dua atau lebih jenis determinnan namun hanya
berjumlah satu pada setiap jenis determinannya

d. Multideterminan multivalen : memiliki dua atau lebih jenis determinan dan setiap
jenisnya berjumlah lebih dari satu.

3. Berdasarkan Spesifitas

a. Heteroantigen : dimiliki oleh banyak spesies

b. Xenoantigen : dimiliki oleh banyak spesies namun hanya spesies tertentu saja

c. Aloantigen : dimiliki oleh individu dalam satu spesies saja

d. Antigen Organ Spesifik : hanya dimiliki oleh organ tertentu saja

e. Autoantigen : berasal dari tubuh sendiri

4. Berdasarkan Bahan Kimia

a. Polisakarida

b. Lipid

c. Asam nukleat
d. Protein

E. STRUKTUR DASAR IMUNOGLOBIN


Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam
serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam
famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida
dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi
tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik
dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast.
Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan
sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas
biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida
yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat)
dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000.
Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L.
Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga
membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah
penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain,
yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang
diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh
ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan
rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (), rantai A (), rantai M (), rantai E () dan
rantai D (). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L
mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M
dan E masing-masing 5 domain.
Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim
pepsin memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian
H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai
dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen
binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang
hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap.
Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan
aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan
komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan
basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus
plasenta.
Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil
terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan
sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun
demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu
rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan
antigen.

F. SISTEM KOMPLEMEN IMUNOLOGI


Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen
beredar di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan
melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan
jalur alternatif.
Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan
berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya
juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut
seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan
dapat menimbulkan penyakit.

FUNGSI KOMPLEMEN

1. Inflamasi

Sebagai langkah awal untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta
membersihkan jaringan yang rusak. Tubuh mengerahkan elemen-elemen system imun ke
tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk ke tubuh atau jaringan yang rusak
tersebut
Dalam inflamasi, ada 3 hal yang terjadi, yaitu:
Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing dan mikrorganisme atau
jaringan yang rusak
Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel
yang memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibody dan fagosit
bergerak keluar pembuluh darah menuju ke tempat benda asing (diapedesis)
mikrorganisme atau jaringan yang rusak.
Peningkaan permeabilitas vascular yang local terjadi atas pengaruh anafilatoksin
(C3a, C4a, C5a).

2. Kemokin

Merupakan molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit. C3a,
C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkans sel-sel fagosit baik
mononuclear maupun polimorfonuklear ke tempat terjadi infeksi. C5a adalah
kemoatraktan untuk neutrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Monosit yang masuk
ke jaringan menjadi makrofag, dan fagositosisnya diaktifkan opsonin dan antibody.
Makrofag yang diaktifkan melepas berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi
inflamasi.

3. Fagositosis opsonin

C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin. Opsonin adalah molekul yang dapat
diikat disatu pihak leh partikel (kuman) dan dilain pihak oleh reseptornya pada fagosit
sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau sel lain. C3 yang banyak diaktifkan pada
aktivasi komplemen merupakan sumber opsonin utama (C3b). Molekul C3b dalam
bentuk inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsonin dalam fagositosis oleh karena
fagositosis juga memiliki reseptor untuk CiC3b.
IgG juga dapat berfungsi sebagai opsonin, bila berikatan dengan reseptor Fc pada
permukaan fagosit. Oleh karena fagosit tidak memiliki reseptor Fc untuk IgM, opsonisasi
yang dibantu konplemen merupakan hal yang sangat penting selama terjadi respon
antibody primer yang didominasi IgM yang merupakan activator komponen poten. CRP
juga berfungsi sebagai opsonin.

4. Adherens Imun
Adherens Imun merupakan fenomena dari partikel antigen yang melekat pada
berbagai permukaan (mis: permukaan pembuluh darah), kemudian dilapis antibody dan
mengaktifkan komplemen. Akibatkan anigen akan mudah difagositosis. C3b berfungsi
dalam adherens imun tersebut.

5. Elimiasi kompleks imun

C3a atau C3b dapat diendapkan dipermukaan kompleks imun dan merangsang
eleminasi kompleks imun. Baik sel darah merah dan neutrofil memiliki CR1-R dan
mengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 ditemukan dalam kompleks imun yang larut dan
diikat oleh CR1-R pada sel darah merah yang mengangkutkan ke organ yang
mengandung banyak fixed fagosit seperti hati dan limpa. Melalui reseptor komplemen
dan Fc, fagosit-fagosit tersebut menyingkirkan dan menghancurkan kompleks imun dari
sel darah merah. Pada proses ini, sel darah sendiri tidak rusak.

Neutrofil dapat mengeliminasi kompleks imun kecil dalam sirkulasi. Bila antigen
tidak larut yang diikat antibody dan dibentuk dalam darah atau jaringan tidak
disingkirkan, akan memacu inflamasi dan dapat menimbulkan penyakit kompleks imun.
Kompleks besar tidak larut sulit untuk disingkirkan dari jaringan; sejumlah besar C3 yang
diaktifkan dapat melarutkan kompleks tersebut.

6. Lisis osmotic bakteri

Aktivasi C3 (jalur alternative atau klasik) akan mengaktifkan bagian akhir dari
kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang erjadi dipermukaan sel
bakteri akan membentuk Membrane Attack Complex dan akhirnya menimbulkan lisis
osmotic sel atau bakteri. C5 dan C6 memiliki aktivasi enzim, yang memungkinkan C7,
C8 dan C9 memasuki membrane plasma dari sel sasaran.

7. Aktivitas sitolitik

Eosinofil dan sel polimorfonuklear mempnyai reseptor untuk C3b dan IgG
sehingga 3b dapat meningkakan sitotoksisitas sel efektor Antibody Dependent Cell
Mediated Cytotoxicity (ADCC) yang kerjanya bergantung pada IgG. Disamping itu sel
darah merah yang diikat C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak. C8-9
merusak membrane membentuk saluran-saluran dalam membrane sel yang menimbulkan
lisis osmotic.

G. REAKSI IMU NOLOGI


Respon imun berawal sewaktu sel B atau sel T berikatan seperti kunci dan
gemboknya (Lock & Key), dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B
sebagai benda asing. Selama masa janin dihasilkan ratusan ribu sel B dan T yang
memiliki potensi berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan
sel T atau B disebut Antigen. Apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi
aktif,, bermultiplikasi dan berdiferensiasi lebih lanjut, maka antigen itu dikatakan bersifat
imunogenik.
1.Respon sel T terhadap antigen
Sewaktu berikatan dengan antigen imunogenik, sel T terangsang untuk
bereproduksi dan menghasilkan 5 subtipe sel T yang mampu bekerja pada satu antigen.
Kelima jenis sel T tersebut adalah:
a. Sel T sitotoksik, secara langsung menghancurkan antigen dengan mengeluarkan bahan-
bahan kimia toksik yang bekerja dengan cara melubangi sel-sel yang membawa antigen.
Sel T sitotoksik disebut CD8 atau sel pembunuh.
b.Sel hipersensitivitas tipe lambat, merangsang sel-sel peradangan (makrofag) untuk
berpartisipasi dalam respons antigen dan bekerja dengan cara mengeluarkan berbagai
mediator kimia yang disebut limfokin.
c. Sel T helper, mensekresikan bahan-bahan kimia untuk merangsang respons imun
humoral dan membantu keberhasilan sel B menghancurkan mikroorganisme. Sel ini
disebut T4 atau CD4.
d. Sel T penekan, penting untuk menghentikan respons imun seluler maupun humoral.
Apabila fungsi sel T terganggu maka reaksi imun dapat menjadi tidak terkontrol dan
diarahkan terhadap antigen-antigen diri (self).
e. Sel pengingat, memungkinkan pejamu untuk berespon segera terhadap antigen
berikutnya.
2. Respons sel B terhadap antigen
Apabila sel B berikatan dengan antigen spesifiknya untuk pertama kali, maka sel
tersebut mengalami langkah pematangan akhir dan mesaat itu juga.njadi sel plasma atau
sel pengingat (memory cell). Sel plasma ditemukan dalam peredaran darah, limpa, dan
tempat-tempat infeksi atau peradangan. Sel plasma berespons terhadap suatu antigen
dengan menghasilkan antibodi yang berikatan dengan antigen bersangkutan.
Apabila sel plasma menjadi aktif maka sel tersebut dapat membelah dan
menghasilkan lebih dari 10 juta salinan antibodi dalam 1 jam. Pembentukan antibodi
setelah pajanan primer sel B terhadap suatu antigen dapat memakan waktu 2 minggu
sampai lebih dari 1 tahun, tetapi secara normal antibodi terhadap suatu antigen telah
dapat terdeteksi dalam 6 bulan. Apabila di lain waktu antigen tersebut ditemukan
kembali, maka respons antibody terjadi hampir saat itu juga.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
System imun adalah system pertahanan yang ada di dalam tubuh manusia yang
berfungsi untuk membunuh, menghancurkan atau melenyapkan materi-materi berbahaya
yang ada di dalam tubuh. System imun ada yang di dapat maupun ada yang di bawah
sejak lahir. Respon imun terjadi sebagai akibat peristiwa yang menyangkut antigen,
limfosit, antibodi, limfokin, mediator kimia & sel efektor untuk melindungi manusia dari
bahan-bahan asing yang merugikan serta menyingkirkan jaringan mati atau rusak.

Anda mungkin juga menyukai