Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH IMUNOLOGI

“Penyakit Autoimun dan Imunodefisiensi”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK :8
1. HESTI HAMIDAH 1704015360
2. NISSA NURIA A 1704015128
3. NURUL ISTIMALA 1704015290

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit AutoImune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap
sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak
memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru
terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa
respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari
kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif
maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan
respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi karena
kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya.
Sebenarnya apa terjadi, mengapa system imun yang terlalu aktif menyebabkan imunitas
tidak mengenali bagian dari dirinya, sehingga terjadi penyerangan-penyerangan oleh system
immune? Perubahan terbentuknya sistem imunokompeten penting untuk melindungi organisme
tubuh terhadap invasi dari luar. Karenanya setiap defisiensi pada salah satu komponen dari
sistem imun itu dapat mengganggu aktivitas sistem pertahanan tubuh. Perubahan patologis pada
sistem imunologi yaitu sindrome imunodefisiensi, dimana Imunodefisiensi itu adalah keadaan
dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara
primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara
sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi,
obat-obatan imunosupresan (menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan
malnutrisi (Kekurangangizi).
Immunodefisiensi tampak secara klinis sebagai kecenderungan yang abnormal untuk
menderita infeksi. Imunodefisiensi perlu dicurigai ada pada penderita yang menderita infeksi
oleh organisme yang tidak patogen pada individu normal.Pasien dengan imunodefisiensi
mengalami infeksi yang tidak akan hilang tanpa menggunakan anti biotik dan sering kambuh
antara satu atau dua minggu setelah pemakaian anti obiotik selesai. Pasien-pasien ini seringkali
memerlukan berbagai jenis antibiotik tiap tahun untuk tetap sehat. Ada beberapa bentuk
imunodefisiensi dan diantaranya sangat parah dan mengancam kehidupan. Beberapa lebih
ringan, tapi cukup penting dalam menyebabkan infeksi parah yang kambuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Autoimunitas
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh
menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau
keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh
tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang
terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit
(seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.
Setiap penyakit yang dihasilkan dari seperti respon imun yang menyimpang, kerusakan
jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun disebut
penyakit autoimun.
Penyakit AutoImune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap
sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak
memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru
terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul
yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel
kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka sendiri.
Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi,
biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak
terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-
kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan
(disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri.
Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan
jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang
menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
2.1.2Imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun
normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan
genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi,
pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obatan imunosupresan(menekan sistem
kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi (Kekurangan gizi).

2.2 Penyebab Utama Penyakit


2.2.1 Autoimunitas
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
 Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari
sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa
membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
 Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi.
Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan
tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari
oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
 Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem
kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti
bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai
beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan
tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari
demam rheumatik).
 Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih)
mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.
 Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan,
daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu,
seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor
hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi
pada wanita.
2.2.2 Imunodefisiensi
1.Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme
- Diabetes
- SindromaDown
- Gagalginjal
- Malnutrisi
- Penyakit sel sabit
2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan
- Kemoterapi kanker
- Kortikosteroid
- Obat immunosupresan
- Terapi penyinaran
3. Infeksi
- Cacar air
- Infeksi sitomegalovirus
- Campak Jerman (rubella kongenital)
- Infeksi HIV (AIDS)
- Mononukleosis infeksiosa
- Campak
- Infeksi bakteri yang berat
- Infeksi jamur yang berat
- Tuberkulosis yang berat
4. Penyakit darah dan kanker
- Agranulositosis
- Semua jenis kanker
- Anemia aplastik
- Histiositosis
- Leukemia
- Limfoma
- Mielofibrosis
- Mieloma
5. Pembedahan dan trauma
- Luka bakar
- Pengangkatan limpa
6. Lain-lain
- Sirosis karena alkohol
- Hepatitis kronis
- Penuaan yang normal
- Sarkoidosis
- Lupus eritematosus sistemik.

2.3 Mekanisme Kejadian Penyakit


2.3.1 Autoimun
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa
respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari
kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif
maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan
respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi
kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).
Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda
kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala yang
ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan
ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah. Pada gangguan penyakit tersebut diatas,
problema pokoknya adalah terjadinya gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya
salah arah sehingga merusak berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.
2.3.2 Imunodefisiensi
Defisit kekebalan humoral yaitu diperantarai oleh antibodi biasanya mengganggu
pertahanan melawan bakteri virulen, banyak bakteri seperti ini yang mengkapsul dan
merangsang pembentukan nanah. Pejamu yang mengalami gangguan fungsi anti bodi mudah
menderita infeksi berulang digusi, telinga bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal, struktur
bronkopulmonal. Pemeriksaan imunoglobulin serum dengan alat nefolometri sekarang telah
banyak digunakan untuk mengukur kadar IgG, IgA, IgM, dan IgD pada serum manusia.
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi antibodi yang sepesifik terhadap anti gen
yang di fokuskan pada penentuan titer anti bodi sebelum dan setelah mengimunisasikan bahan
non viabel yang mengunakan protein (vaksin tetanus taksoit dan influensa) pneumokokal
polisakarida (pneumovax) dan uji schick pada orang sebelumnya di imunisasi dengan difteri
toksoid dan penentuan antibodi ( IgM) yang terdapat secara alamiah pada golongan darah ABO
yang tidak ada pada eritrosit subyek bentuk imunodefisiensi bergantung pada anti body lanjutan
yang paling sering dijumpai adalah kekurangan IgA selektif, yang terjadi pada 1 dalam 500
sampai1000 individu. Pasien laki laki yang menderita hipogama globulinemia terkait –X
(bruton) memperlihatkan defisiensi selektif fungsi imun humoral yang paling parah dapat juga
di jumpai di beberapa defeksel T.
Imun defisensi humoral terutama menclok pada beberapa penyakit kegaganasan tertentu.
Seperti mioloma multipel dan leukimima limfositik kronik dan perlu dapat perhatian bila sel sel
tumor menginfiltarasi struktur linfotikular . Fungsi imun yang di perantarai sel tidak memadai
pada banyak penyakit juga sebagai defek primer atau di sebabkan oleh beberapa ganguan seperti
AIDS serkoidosis, penyakit hodgkin, neoplama non hodgkin tertentu dan uremia . fungsi sel T
yang relatif benar benar tidak ada terjadi bila timus gagal berkembang (seperti pada sindrom
digeorge) dan bayi yang terkena secara imunologi telah pulih ke fungsi yang adekuat yang tandur
jaringan timus fetus dini. Perhatian yang serius terhadap seorang yang menderita defisiensi sel T
yang jelas adalah pada ketidakmampuanya untuk membersikan sel sel asing termasuk lekosit
variabel dari darah lengkap yang di transfusihkan .

2.4 Diagnosa
2.4.1 Autoimunitas
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan
autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang
dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk
tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang
mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya
yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk
mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan
autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus
erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP)
antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang
mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter
biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil
keputusan apakah ada gangguan autoimun.
2.4.2 Imunodefisiensi
Bayi dengan gangguan sistem kekebalan, biasanya menderita infeksi bakteri berat yang
menetap, berulang atau menyebabkan komplikasi. Misalnya infeksi sinus, infeksi telinga
menahun dan bronkitis kronis yang biasanya terjadi setelah demam dan sakit tenggorokan.
Bronkitis bisa berkembang menjadi pneumonia. Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut,
mata dan alat kelamin sangat peka terhadap infeksi. Thrush (suatu infeksi jamur di mulut)
disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal dari adanya gangguan
sistem kekebalan. Peradangan mata (konjungtivitis), rambut rontok, eksim yang berat dan
pelebaran kapiler dibawah kulit juga merupakan pertanda dari penyakit immunodefisiensi.
Infeksi pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare, pembentukan gas yang berlebihan dan
penurunan berat badan. Masalah yang paling umum untuk orang dengan penyakit
imunodefisiensi primer adalah bahwa mereka lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi dari
pada orang lain. Gejala lain termasuk:
• Setelah infeksi lebih sering dan mendapatkan infeksi yang lebih parah, lebih tahan lama, dan
sulit untuk menyembuhkan dari pada orang dengan sistem kekebalan tubuh normal.
• Mendapatkan terinfeksi dengan kuman yang sistem kekebalan tubuh yang sehat akan mampu
menyingkirkan, yang dikenal sebagai infeksi oportunistik.
• Setelah masalah autoimun, yang berarti bahwa alih-alih sistem kekebalan tubuh menyerang
kuman dan penyakit-menyebabkan bahan, menyerang organ tubuh sendiri dan jaringan dengan
kesalahan.

2.5 Pengobatan
2.5.1 Autoimunitas
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimun dengan menekan sistem kekebalan
tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimun juga mengganggu kemampuan badan
untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine,
chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering
digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dalam jangka panjang. Obat ini menekan bukan
hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa
asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Konsekwensinya, risiko infeksi
tertentu dan kanker meningkat.
Sering kortikosteroid seperti prednison diberikan secara oral. Obat ini mengurangi radang
sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang
memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek
sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi kadang-kadang harus dipakai
untuk jangka waktu tidak terbatas.
Gangguan autoimun tertentu (seperti multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati
dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi
gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF),
bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang
sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan
autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi
dan kanker tertentu.
Obat baru tertentu secara khusus membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong
pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept
menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi
rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja
dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang
sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain
yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan
dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan
kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai.
Tetapi kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk
mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
2.5.2 Imunodefisiensi
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui:
• jumlah sel darah putih
• kadar antibodi/immunoglobulin
• jumlah limfosit T
• kadar komplemen.
2. Penatalaksanaan
Penangananya bisa dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui :
- jumlah sel darah putih,
- kadar antibodi/immunoglobulin,
- jumlahlimfosit T,
- kadar komplemen.

Jika ditemukan pertanda awal infeksi, segera diberikan antibiotik. Kepada penderita sindroma
Wiskott-Aldrich dan penderita yang tidak memiliki limpa diberikan antibiotik sebagai tindakan
pencegahan sebelum terjadinya infeksi. Untuk mencegah pneumonia seringkali digunakan
trimetoprim-sulfametoksazol.Obat-obat untuk meningkatkan sistem kekebalan (contohnya
levamisol, inosipleks dan hormon thymus) belum berhasil mengobati penderita yang sel darah
putihnya sedikit atau fungsinya tidak optimal.

Peningkatan kadar antibodi dapat dilakukan dengan suntikan atau infus immun globulin,
yang biasanya dilakukan setiap bulan. Untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis
diberikan suntikan gamma interferon. Prosedur yang masih bersifat eksperimental, yaitu
pencangkokan sel-sel thymus dan sel-sel lemak hati janin, kadang membantu penderita anomali
DiGeorge. Pada penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat yang disertai kekurangan
adenosin deaminase, kadang dilakukan terapi sulih enzim. Jika ditemukan kelainan genetik,
maka terapi genetik memberikan hasil yang menjanjikan. Pencangkokan sumsum tulang kadang
bisa mengatasi kelainan sistem kekebalan kongenital yang berat. Prosedur ini biasanya hanya
dilakukan pada penyakit yang paling berat, seperti penyakit immunodefisiensi gabungan yang
berat.
Kepada penderita yang memiliki kelainan sel darah putih tidak dilakukan transfusi darah
kecuali jika darah donor sebelumnya telah disinar, karena sel darah putih di dalam darah donor
bisa menyerang darah penderita sehingga terjadi penyakit serius yang bisa berakibat fatal
(penyakit graft-versus-host).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh
menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau
keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh
tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang
terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit
(seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine,
chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering
digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan
bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap
senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko
infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imunsistem
adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, anti bodi dan
sitokin/kemokin. Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba,
walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Sedangkan
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal.
Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik
yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan
kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obat animunosupresan (menekan sistem kekebalan tubuh)
atau pada usia lanjut dan malnutrisi(Kekurangan gizi).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddar Tahun.1997. keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Price dan Wilson.2003. Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit vol 2 edisi 6. Jakarta:
EGC.
Elisabethj.Corwin.2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3.Jakarta: EGC.

Baratawidjaja, Karnen Garna.2002.Imunologi Dasa.Edisi kelima : Penerbit FK UI.Jakarta.

Baratawidjaja, Karnen Garna.2006.Imunologi Dasa.Edisi ketujuh : Penerbit FK UI.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai