A. Anatomi SLE
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang
semuanya siap bertindak begitu tubuh kita diserang oleh berbagai bibit penyakit
seperti virus, bakteri, mikroba, parasit dan polutan. Sebagai contoh adalah
cytokines yang mengarahkan sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan
proses penyembuhan.
Berdasarkan fungsinya :
a) Organ Limfoid Primer : organ yang terlibat dalam sintesis/ produksi sel imun,
yaitu kelenjar timus dan susmsum tulang.
b) Organ Limfoid Sekunder : organ yang berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya proses-proses reaksi imun. Misalnya : nodus limfe, limpa,
the loose clusters of follicles, peyer patches, MALT (Mucosa Assosiated
Lymphoid Tissue), tonsil.
1. Komposisi sistem kekebalan tubuh
Sel-sel sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih atau leukosit. Tugasnya
adalah untuk membunuh organisme yang menyebabkan infeksi dan penyakit
dalam tubuh. Leukosit dibentuk di berbagai bagian tubuh seperti timus , limpa
(limpa), dan sumsum tulang .
a) Gangguan Immunodeficienc
Ketika bagian dari sistem kekebalan tubuh tidak bekerja dengan baik, Anda
mungkin memiliki gangguan immunodeficiency. Immunodeficiency yang
akan berhubungan dengan genetikdan hormonal disebut immunodeficiency
primer dan selain itu immunodeficiency sekunder sering dijumpai pada
beberapa kondisi medis seperti HIV.Beberapa penyakit yang disebabkan
oleh immunodeficiency primer adalah sebagai berikut:
1) SCID atau Bubble Boy Disease - Penyakit kronis ini karena sistem
kekebalan tubuh atas kurangnya Sel B dan sel T dalam tubuh.
2) Sindrom DiGeorge (displasia thymus) - Ini adalah cacat di mana
orang dilahirkan tanpa kelenjar timus.
3) Sindrom Chediak-Higashi dan Penyakit Kronis Granulomatous - Ini
adalah penyakit yang disebabkan oleh kelemahan dan kurangnya
tindakan neutrofil.
Sementara penyakit yang disebabkan oleh immunodeficiency sekunder
sebagai berikut :
1) HIV (Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) . Ini adalah penyakit yang perlahan-lahan dan
memerangi sistem imun. HIV adalah virus yang membunuh sel-sel T.
Ketika kekebalan tubuh menurun maka tubuh tidak mampu melawan
berbagai macam infeksi terinfeksi.
2) Immunodeficiency ini disebabkan oleh obat-obatan, seperti yang
digunakan dalam kemoterapi pengobatan kanker . Sementara
kemoterapi membunuh sel-sel yang menyebabkan kanker, tetapi sel-
sel sehat juga ikut terpengaruh
b) Gangguan autoimun
1) Lupus
2) Juvenile rheumatoid arthritis
3) Juvenile on-set diabetes
4) Scleroderma
5) Ankylosing spondylitis
6) Dermatomiositis Juvenile
c) Gangguan Alergi
1) Ketika reaksi terlalu kuat dari sistem kekebalan tubuh untuk alergen,
tubuh menderita alergi. Sistem kekebalan tubuh menunjukkan gejala
seperti bersin, konjungtivitis, radang bagian-bagian tertentu dari tubuh
dan, dalam beberapa kasus, anafilaksis .
2) Obat antihistamin untuk alergi sering menyebabkan alergi. Beberapa
contoh dari alergi asma , eksim, reaksi alergi terhadap makanan, obat-
obatan, pada saat itu, dan lingkungan (misalnya debu).
d) Kanker pada sistem kekebalan tubuh
A. Definisi
B. Etiologi
Hingga kini penyebab SLE belum diketahui dengan jelas. Namun diperkirakan
berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain autoimun, kelainan genetik,
faktor lingkungan, obat-obatan.
a. Autoimun :
Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses kompleks
dimana sistem imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada SLE, sel-T
menganggap sel tubuhnya sendiri sebagai antigen asing dan berusaha
mengeluarkannya dari tubuh. Diantara kejadian tersebut terjadi stimulasi
limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi, suatu molekul yang dibentuk untuk
menyerang antigen spesifik. Ketika antibodi tersebut menyerang sel tubuhnya
sendiri, maka disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan sitokin. Sitokin
tertentu disebut interleukin, seperti IL 10 dan IL 6, memegang peranan
penting dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi autoantibodi oleh sel B
(Simon H, 2000).
Pada sebagian besar pasien SLE, antinuklear antibodi (ANA) adalah
antibodi spesifik yang menyerang nukleus dan DNA sel yang sehat. Terdapat
dua tipe ANA, yaitu anti-doule stranded DNA (anti-ds DNA) yang memegang
peranan penting pada proses autoimun dan anti-Sm antibodies yang hanya
spesifik untuk pasien SLE (Simon H, 2000). Dengan antigen yang spesifik,
ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi sehingga
pengaturan sistem imun pada SLE terganggu yaitu berupa gangguan klirens
kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan kompleks imun
dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun oleh ginjal. Sehingga
menyebabkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit
mononuklear. Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ
dan menyebabkan terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut dan
aktivasinya menghasilkan substansi yang menyebabkan radang. Reaksi
radang inilah yang menyebabkan keluhan pada organ yang bersangkutan
(Albar Z, 1996).
Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi antifosfolipid. Antibodi
ini menyerang fosfolipid, suatu kumpulan lemak pada membran sel.
Antifosfolipid meningkatkan resiko menggumpalnya darah, dan mungkin
berperan dalam penyempitan pembuluh darah serta rendahnya jumlah hitung
darah (Simon H, 2000).
Antibodi tersebut termasuk lupus antikoagulan (LAC) dan antibodi
antikardiolipin (ACAs). Mungkin berupa golongan IgG, IgM, IgA yang berdiri
sendiri-sendiri ataupun kombinasi. Sekalipun dapat ditemukan pada orang
normal, namun mereka juga dihubungkan dengan sindrom antibodi
antifosfolipid, dengan gambaran berupa trombosis arteri dan/atau vena
berulang, trombositopenia, kehilangan janin-terutama kelahiran mati, pada
pertengahan kedua kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi sendirian atau
bersamaan dengan SLE atau gangguan autoimun lainnya (Lehman TJA,
2004).
b. Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang
juga menderita SLE (Albar Z, 1996). Saudara kembar identik sekitar 25-70%
(setiap pasien memiliki manifestasi klinik yang berbeda)sedangkan non-identik
2-9% (Albar Z, 1996). Jika seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan
anak perempuannya untuk menderita penyakit yang sama adalah 1:40
sedangkan anak laki-laki 1:25 (Lamont DW, 2001). Penelitian terakhir
menunjukkan adanya peran dari gen-gen yang mengkode unsur-unsur sistem
imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3
serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah terbukti (Albar Z, 1996).
Suatu penelitian menemukan adanya kelainan pada 4 gen yang mengatur
apoptosis, suatu proses alami pengrusakan sel. Penelitian lain menyebutkan
bahwa terdapat beberapa kelainan gen pada pasien SLE yang mendorong
dibentuknya kompleks imun dan menyebabkan kerusakan ginjal (Simon H,
2000).
c. Faktor lingkungan
Satu atau lebih faktor eksternal dapat memicu terjadinya respon autoimun
pada seseorang dengan kerentanan genetik. Pemicu SLE termasuk, flu,
kelelahan, stres, kontrasepsi oral, bahan kimia, sinar matahari dan beberapa
obat-obatan (Simon H, 2000).
Virus. Pemicu yang paling sering menyebabkan gangguan pada sel T
adalah virus. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara
virus Epstein-Barr, cytomegalovirus dan parvovirus-B19 dengan SLE.
Penelitian lain menyebutkan adanya perbedaan tipe khusus SLE bagian tiap-
tiap virus, misalnya cytomegalovirus yang mempengaruhi pembuluh darah
dan menyebabkan fenomena Raynaud (kelainan darah), tapi tidak banyak
mempengaruhi ginjal (Simon H, 2000)..
Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai pemicu
tejadinya SLE. Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah struktur DNA dari
sel di bawah kulit dan sistem imun menganggap perubahan tersebut sebagai
antigen asing dan memberikan respon autoimun (Simon H, 2000).
Drug-Induced Lupus. Terjadi setelah pasien menggunakan obat-obatan
tertentu dan mempunyai gejala yang sama dengan SLE. Karakteristik sindrom
ini adalah radang pleuroperikardial, demam, ruam dan artritis. Jarang terjadi
nefritis dan gangguan SSP. Jika obat-obatan tersebut dihentikan, maka dapat
terjadi perbaikan manifestasi klinik dan dan hasil laboratoium (Lamont DW,
2001)
Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi antibodi dan
menimbulkan flare sementara testosteron mengurangi produksi antibodi.
Sitokin berhubungan langsung dengan hormon sex. Wanita dengan SLE
biasanya memiliki hormon androgen yang rendah, dan beberapa pria yang
menderita SLE memiliki level androgen yang abnormal (Simon H, 2000)
Penelitian lain menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang
respon imun (Albar Z, 2000).
C. Patofisiologi
Pathway
Penyakit SLE
Gangguan pemenuhan
Nutrisi
D. Klasifikasi
a. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
Lupus yang menyerang kulit.
b. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di
dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan
sistem saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus
Erythematosus).
c. Drug-Induced (Lupus obat) , penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan
obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.
E. Manifestasi Klinis
Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari
akan melibatkan organ lainnya.
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
3. Sistem Kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem Pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem Perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem Saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
Tapi secara umum,tanda gejala lupus antara lain :
a. Lelah
b. Demam
c. Hilang bb atau meningkat bb
d. Ruam yang berbentuk seperti kupu-kupu yang menutupi wajah dan hidung
e. Radang pada mulut
f. Rambut rontok
F. Penatalaksanaan SLE
1. Penatalaksanaan keperawatan
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih
jarang dipakai karena memiliki insiden hepatotoksik tertinggi, dan
sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan pada hati. Penderita
LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping obat-obatan AINS
pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus dipantau secara
seksama.
2) Kortikosteroid
3) Antimalaria
4) Imunosupresif
a. Pemeriksaan Autoantibodi
Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA
karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala.
Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala;
sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative
dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya
terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA).
Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara
pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk
SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel
Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari
aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun
terhubung lebih baik dengan nephritis
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga
bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi
antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA
rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk
lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang
berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya,
mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya
penyakit.
c. Ruam kulit atau lesi yang khas
d. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
e. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung
f. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
g. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
h. Biopsi ginjal
i. Pemeriksaan saraf.
H. Komplikasi
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun
jika tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda.
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak
ditangani dengan cepat dan tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda
divonis mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada
tubuh Anda sudah tidak normal. Ada yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus
yang lebih parah, gejalanya sampai urin bercampur darah hingga pasien
mengalami gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah
terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh
darah, dan melemahnya otot-otot jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput
pembungkus paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat
bernapas hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan
gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti
terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel
darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan menta
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa,
sakit kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini
dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan
menyebabkan stres pada pasien.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar (
pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya
pasien mengeluh demam dan kelelahan.
Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa
kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial,
namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada
jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan adanya
lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik
Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar
yang bersifat irreversibel.
Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang
sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan
jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis.
Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme,
intolerance glukosa.
Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis,
vaskulitis.
Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada
perut.
Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint
swelling.
Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif
b) Gangguan perfusi jaringan perifer
c) Kerusakan integritas kulit
d) Nyeri akut
e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif
Wiley, John dan Sons Ltd. 2009. NANDA International : 2009-2011. United Kingdom :
Markono Print Media.
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Wiley dan Blacwell. (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,
NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd