Anda di halaman 1dari 31

TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan


ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya
melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit.
Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk
mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing
atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi karena kegagalan
mengenali beberapa bagian dari dirinya.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen
adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel
(seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen ada pada jaringan
sendiri tetapi biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari
bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen sendiri. Sistem imunitas
kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antigen
asing dan menghasilkan antibodi (disebut autoantibodi) atau sel imunitas
menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi
autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti
itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan
jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
Autoimunitas adalah kegagalan dari suatu organisme untuk mengenali
bagian-bagian penyusunnya sendiri sebagai diri, yang memungkinkan respon
imun terhadap sel sendiri dan jaringan tubuh. Setiap penyakit dari hasil respon
imun yang menyimpang diistilahkan sebagai suatu penyakit autoimun.
Penyakit Autoimune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ
tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh
antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |2

peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi
kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Salah satu jenis penyakit autoimun yaitu Anemia Hemolitik Autoimun
atau Autoimmune hemolytic anemia (AIHA). Penyakit ini adalah suatu kondisi
dimana imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada
antigen permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah
merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Autoimmune hemolytic anemia
(AIHA) adalah suatu keadaan hemolitik yang dasar patofisiologinya melalui
proses autoimmune. Sel darah merah dibentuk secara normal tetapi mengalami
proses destruksi dini karena kerusakan yang diperoleh dalam sirkulasi. AIHA
terjadi jika terdapat antibodi yang dihasilkan oleh sistim imunologi penderita
sendiri dan melekat pada eritrosit menyebabkan pecahnya eritrosit yang
berlebihan sehingga menyebabkan penurunan eritrosit sedangkan sumsum tulang
tidak dapat mengkompensasi destruksi eritrosit yang dipecah secara berlebihan
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian autoimun?


2. Apa penyebab autoimun?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya autoimun?
4. Apa faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun?
5. Apa jenis-jenis penyakit autoimun?
6. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit autoimun?
7. Bagaimana cara mengobati penyakit autoimun?
8. Apa pengertian anemia hemolitik autoimun?
9. Apa penyebab penyakit anemia hemolitik autoimun?
10. Bagaimana mekanisme terjadinya penyakit anemia hemolitik autoimun?
11. Apa faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit anemia
hemolitik autoimun?
12. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit anemia hemolitik autoimun?
13. Bagaimana cara mengobati penyakit anemia hemolitik autoimun?

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |3

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian autoimun.


2. Untuk mengetahui penyebab autoimun.
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya autoimun.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan
penyakit autoimun.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit autoimun.
6. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit autoimun.
7. Untuk mengetahui cara mengobati penyakit autoimun.
8. Untuk mengetahui pengertian anemia hemolitik autoimun.
9. Untuk mengetahui penyebab anemia hemolitik autoimun.
10. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya anemia hemolitik autoimun.
11. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan
penyakit anemia hemolitik autoimun.
12. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit anemia hemolitik autoimun.
13. Untuk mengetahui cara mengobati penyakit anemia hemolitik autoimun.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |4

BAB II
AUTOIMUN

2.1 Pengertian Autoimun

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang


disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan
self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan
disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan
fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya
sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya
sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad,
parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.
Setiap penyakit yang dihasilkan dari seperti respon imun yang
menyimpang, kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang
ditimbulkan oleh respon autoimun disebut penyakit autoimun.
Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ
tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh
antibodi. Jadi adanya penyakit autoimun tidak memberikan dampak peningkatan
ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan
tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen
adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel
(seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk
sari atau makanan, ada di mereka sendiri. Sistem imunitas bereaksi hanya
terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari
orang yang memiliki jaringan sendiri. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang
rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan
menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan
menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |5

tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin
merupakan gangguan autoimun.

2.2 Penyebab Autoimun

Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :


a. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu
(disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran
darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata
dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh
untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
b. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari,
atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi
sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian
mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
c. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki
badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan
senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri
penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip
dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat
menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari
demam rheumatik).
d. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel badan.
e. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan
kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang
yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat
membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan,
karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |6

2.3 Mekanisme Terjadinya Autoimun

Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan


ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya
melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit.
Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk
mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing
atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk
mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).
Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan
tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh
manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous,
gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan
pembuluh darah. Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya
adalah terjadinya gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya salah
arah sehingga merusak berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.

2.4 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Perkembangan Penyakit


Autoimun

Penyakit autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri dan


dipengaruhi oleh berbagai faktor (multi faktor). Faktor-faktor yang bersifat
predisposisi dan/atau bersifat kontributif adalah:
1. Genetik, yaitu haplotipe HLA tertentu meningkatkan risiko penyakit
autoimun. Reaksi autoimun dijumpai .
2. Kelamin (gender), yaitu wanita lebih sering daripada pria.
3. Infeksi, yaitu virus Epstein-Barr, mikoplasma, streptokok, Klebsiella,
malaria, dll, berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun;
4. Sifat autoantigen, yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering sebagai
antigen sasaran dan mungkin bereaksi silang dengan antigen mikroba;
5. Obat-obatan, yaitu obat tertentu dapat menginduksi penyakit autoimun;
6. Umur, yaitu sebagian besar penyakit autoimun terjadi pada usia dewasa.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |7

2.5 Jenis-Jenis Penyakit Autoimun

1. Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun


Penyakit ini menyerang sel darah merah, ditandai dengan gejala Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan,
kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa
hebat dan bahkan fatal.

2. Penyakit Bullous Pemphigoid


Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar, yang kelilingi
oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan
pengobatan, prognosis baik.

3. Penyakit Sindrom Goodpasture


Penyakit ini menyerang paru-paru dan ginjal, ditandai dengan Gejala,
seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin
berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-
paru atau ginjal hebat terjadi.

4. Penyakit Graves
Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok
dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid
(hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan
panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis
baik.

5. Penyakit Tiroiditis Hashimoto


Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok
meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah
(hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan
ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid
perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |8

6. Penyakit Multiple Sclerosis


Penyakit ini menyerang Otak dan spinal cord, ditandai dengan Seluruh sel
syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf
seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal,
kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan
hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi.
Prognosis berubah-ubah.

7. Penyakit Myasthenia Gravis


Penyakit ini menyerang Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular
junction), ditandai dengan otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan
lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola
progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.

8. Penyakit Pemphigus
Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar terbentuk di
kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.

9. Penyakit Pernicious Anemia


Penyakit ini menyerang sel tertentu di sepanjang perut, ditandai dengan
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12.
(Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).
Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit
kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan
sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya
menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko
kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.

10. Penyakit Rheumatoid Arthritis


Penyakit ini menyerang Sendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru,
saraf, kulit dan jantung, Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam,
kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun |9

nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di
bawah kulit. Progonosis bervariasi

11. Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (Lupus)


Penyakit ini menyerang sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel
darah, ditandai dengan Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat. Gejala
anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai
ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas,
gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan
berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif
meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.

12. Penyakit Diabetes Mellitus Tipe


Penyakit ini menyerang Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin),
ditandai dengan Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil,
dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.
Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel
pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks
iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih
jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.

13. Penyakit Vasculitis


Penyakit ini menyerang pembuluh darah, Vasculitis bisa mempengaruhi
pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-
paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti
bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan,
batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan
syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang
dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak.
Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 10

2.6 Cara Mendiagnosa Penyakit Autoimun

Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga


sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR)
seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang
mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk tetap ada di darah.
Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi
produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya
yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan
darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang
mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi
antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor
rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang
biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang
mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh
sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala
orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.

2.7 Cara Mengobati Autoimun

Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan


sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga
mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama
infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti
azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan
methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka
panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga
kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-
jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan
kanker meningkat.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 11

Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral.


Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh.
KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek
samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek
sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid
kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Gangguan autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan
tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid.
Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor
necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat
efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin
berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya,
seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker
tertentu.
Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah
putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada
reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih
(sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu
dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan
sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi
rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya.
Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun.
Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah
yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi
tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan
autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol
gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 12

BAB III
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

3.1. Pengertian Anemia Hemolitik Autoimun

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis,


yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal
umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis,
kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam
pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh
(extravascular).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah
(HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit
yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika
terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang
masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut
anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang
tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik. Anemia
hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal
eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada
penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada
antigen permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah
merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA
antara lain IgG,IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda.
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu keadaan hemolitik yang
dasar patofisiologinya melalui proses autoimmune. Sel darah merah dibentuk
secara normal tetapi mengalami proses destruksi dini karena kerusakan yang
diperoleh dalam sirkulasi. AIHA terjadi jika terdapat antibodi yang dihasilkan
oleh sistim imunologi penderita sendiri dan melekat pada eritrosit menyebabkan
pecahnya eritrosit yang berlebihan sehingga menyebabkan penurunan eritrosit

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 13

sedangkan sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi destruksi eritrosit yang


dipecah secara berlebihan tersebut.
Tapi sebenarnya defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena
terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan
hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh
mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru
mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun
ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.
Pada tahun 1945 sarjana Coombs menemukan serum antiglobulin yang
digunakan untuk mendeteksi adanya reaksi antara antibodi dengan globulin
serum. Dengan menggunakan test ini antibodi spesifik dapat diketahui melapisi
eritrosit atau terapung bebas dalam serum. Test Coomb yang positif menunjukkan
adanya anemia hemolitik autoimune.
Diagnosis Essensial
- Anemia, ikterus, splenomegali
- Hb/PVC/eritrosit menurun
- Hapusan darah tepi: sel eritrosit patologis dan eritrosit muda
- Retikulositosis, Bilirubin indirek meningkat
- Sumsum tulang: Hiperplasia normoblastik
- Coomb test (+)

3.2.Epidemiologi
AIHA merupakan suatu kelainan yang jarang terjadi, hanya sekitar
0,001% dari seluruh populasi. Insiden AIHA diperkirakan 1 sampai 3 kasus per
100.000 penduduk dalam suatu populasi per tahun dan lebih sering dijumpai pada
wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan dapat terjadi pada semua
umur. Insiden warm AIHA oleh karena IgG mencapai puncaknya pada dekade
keempat dan kelima sedangkan cold AIHA oleh karena IgM umumnya terjadi
pada dekade ketujuh.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 14

3.3. Etiologi

a) Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit kelainan karena
faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung
ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih
menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa
sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan
krisi aplastik.Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang
telah lama menderita kelainan ini. Dalam keadaan normal bentuk eritrosit
ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara
dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit
ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan
bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,
misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena
kekurangan enzim sbb:
 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 15

 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah
mencapai keadaan normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar
gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain .
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
b) Faktor Ekstrinsik :
1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat.
3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi
yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
4) Infeksi, plasmodium, boriella

3.4. Klasifikasi

a) Tipe Hangat
Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal (37 derajat
celcius). Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu
tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya
sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang
dalam hati dan sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 16

Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu


(misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus
eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.
Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin
karena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga
bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman. Pengobatan
tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan
kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena,
selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon
yang baik terhadap pengobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan
pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel
darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil
mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal,
diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan
siklofosfamid).
Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia
hemolitik autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah
yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang
pembentukan lebih banyak lagi antibodi. Manifestasi klinis: gejala tersamar,
gejala2 anemia, timbul perlahan, menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika
diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga
terjadi splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pemeriksaan Lab:
Coomb’s test direk positif. Prognosis: hanya sedikit yang bisa sembuh total,
sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali.
Survival 70%. Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan
penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15-25%.
Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika membaik
dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2) splenektomi, jika
terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi: azatioprin 50-200 mg/hari
atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi lain: danazol, imunoglobulin; (5)
tansfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3mg/dl)

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 17

b) Tipe Dingin
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu
ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau
kronik. Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut,
terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya
tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk
yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama
penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk yang kronik
biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun
ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah,
memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak
kebiruan) pada tangan dan lengan. Penderita yang tinggal di daerah bercuaca
dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang
tinggal di iklim hangat. Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu
yang lebih rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan
ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan
dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala
yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik
terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai biasanya
adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan langsung
memicu fagositosis.Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya
Hb:9-12g/dl), sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.pemeriksaan lab:
anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes coomb positif, spesifisitas tinggi
untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr, anti-M dan anti-P.Prognosis:baik,
cukup stabil. Terapi hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4
mg/hari, dan plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 18

3.5. Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh
turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah
beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat,
abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit,
mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan
hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak
langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan
eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia
ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh
virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak
dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit
terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang
tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan
tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau
talasemia.
1. Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular
Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di
organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di
dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim
heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan
hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan
heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi
menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin
akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan
dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect
yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin
direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 19

(mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air


seni).
2. Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular
Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas
ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke
sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat,
jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan, akibatnya
Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit
yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah
itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi
hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh
sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan
dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi
hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria
merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis. Berkurangnya jumlah eritrosit
diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang
eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan
polikromasia.

3.6. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik umumnya terjadi gejala anemia yang bervariasi


mulai ringan sampai berat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
hemoglobin yang rendah, hematokrit rendah (,37% pada perempuan dan <40%
pada laki-laki), peningkatan jumlah retikulosit (>2,4% pada perempuan dan
>2,6% pada laki-laki), terdapat peningkatan indeks retikulosit >3%. Pada pasien

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 20

bisa didapatkan sferosit atau agregat eritrosit pada hapusan darah tepi, dengan
sebagian besar didapatkan Direct Coomb’s Test (DAT) yang positif.
Pada dasarnya manifestasi klinis dari AIHA tergantung dari kecepatan
hemolisis dan beratnya anemia. Individu dengan AIHA biasanya menunjukkan
gejala serupa dengan tipe anemia yang lainya seperti kelelahan, pusat, sakit
kepala, takikardia, takipneu, bahkan dapat terjadi gagal jantung. Ikterus dapat
terjadi akibat kelebihan pigmen bilirubin karena kecepatan hemolisis lebih besar
daripada kemampuan hepar untuk memetabolisme bilirubin. Beberapa gejala yang
unik dari AIHA adalah splenomegali kadang hepatomegali karena destruksi SDM
yang berlebihan dan urine yang berwarna gelap karena kelebihan katabolit hasil
hemolisis SDM.
Kadang-kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat,
menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai
dengan:
a) Demam
b) Mengigil
c) Nyeri punggung dan lambung
d) Perasaan melayang
e) Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
a) Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan
hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada
hasil ekskresi yaitu urin dan feses.2.
b) Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya
tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang
berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem
keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
c) Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 21

d) Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi


banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak
ditemukan.
Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala
hemolisisnya berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect
dalam darah, pembengkakan limfa (splenomegali), pembengkakan organ hati
(hepatomegali) dan kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih
lanjut sangat tergantung pada penyakit yang menyertai.

3.7. Pemeriksaan Diagnostik

Pasien AIHA umumnya datang dengan keluhan pucat, lemah, perubahan


warna urin menjdi gelap dan disertai deman. Bila lebih berat dapat ditemukan
tidak hanya hiperbilirubinemia, tapi juga nyeri perut dan gejala gagal jantung.
Splenomegali dan hepatomegali sering ditemukan. Gejala AIHA pada anak
tergantung pada beratnya anemia dan kecepatan proses hemolitik yang terjadi. Di
samping itu, proses hemolitik dapat terjadi sekunder terhadap penyakit primernya.
Gambaran sediaan apus darah tepi menunjukkan poikilositosis,
pembentukan sferosit dan polikromasia, namun kadang-kadang gambaran darah
tepi normal. Produksi eritrosit meningkat ditandai dengan adanya makrosit
polikromatofilik, hitung retikulosit meningkat dan dapat ditemukan sel eritrosit
berinti pada apusan darah tepi. Pada keadaan hemolitik akut umumnya awalnya
ditemukan retikulositopenia sebelum akhirnya terjadi peningkatan retikulosit.
Leukosit umumnya normal, sedang trombosit dapat meningkat mengingat adanya
homologi antara eritropoietin dan trombopoietin, kecuali pada sindrom Evans
ditemukan trombositopenia.
Pemeriksaan Direct Antoglobulin Test/Coombs test merupakan suatu
pemeriksaan yang cukup sensitif adanya AIHA. Coombs Test bertujuan untuk
menunjukkan adanya antobodi atau komplemen pada permukaan eritrosit.
Pemeriksaan ini menggunakan darah pasien yang dicampur dengan antobodi
kelinci yang melawan IgG atau C3 manusia. Hasil tes positif menunjuukkan

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 22

adanya aglutinasi antara antibodi penderita atau eritrosit yang diliputi komplemen
dengan serum anti-IgG atau anti-C3. Pada pemeriksaan lebih lanjut akan dilihat
apakah aglutinasinya dengan anti-IgG (pada AIHA warm type) atau anti-C3 (pada
AIHA cold type).
Tes Coombs penting dilakukan pada AIHA karena mampu mendeteksi
autoantibodi dan menentukan jumlah antibodi yang ada. Tes ini disebut juga
sebagai tes antiglobulin dan menghasilkan aglutinasi pada sel eritrosit yang
tersensitisasi. Ada 2 jenis tes Coombs yaitu langsung (Direct Coombs Test) dan
tidak langsung (Indirect Coombs Test). Direct Coombs Test digunakan untuk
mendeteksi sel eritrosit yang dilapisi globulin yang umumnya terdiri dari IgG atau
C3, tes ini berguna untuk mendiagnosis AIHA, hemolytic disease of the newborn,
dan reaksi aloimun sekunder terhadap transfusi PRC yang inkompatibel. Indirect
Coombs Test digunakan untuk mengetahui adanya antibodi yang bebas (unbound)
di dalam serum. Tes ini digunakan untuk tes cross-match pada tindakan transfusi
darah.
Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
a) Bilirubin serum meningkat
b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
Gambaran peningkatan produksi eritrosit
a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
b) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
Gambaran rusaknya eritrosit:
a) morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,
target cell, sickle cell, sferosit.
b) fragilitas osmosis, otohemolisis
c) umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 23

3.8. Penatalaksanaan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan
perawatan khusus.
a) Terapi transfuse
b) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
c) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
d) Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan
silang mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika
ditandai. Risiko hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat
hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah
oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah
kehancuran cepat transfusi darah.
e) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi.
Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox
dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen,
deferoxamine.

3.9 Pengobatan

Pengobatan AIHA ditujukan untuk mengembalikan nilai hematologi (Hb)


ke nilai normal. AIHA ringan tidak memerlukan terapi, tetapi pada keadaan yang
sangat akut penanganan kedaruratan menjadi prioritas karena telah terjadi
gangguan sirkulasi dan kardiovaskuler. Terapi pada AIHA adalah kortikosteroid,
splenektomi, sitostatik imunosupresif, transfusi darah, terapi hormonal,
immunoglobulin intravena dan plasmaferesis. Terapi sangat tergantung dari
penyebab penyakitnya sehingga diagnosis yang akurat menjadi dasar sebelum
terapi yang tepat diberikan.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 24

1. Terapi Lini Pertama


Kortikosteroid merupakan lini pertama yang penting pada AIHA dengan
dosis predison 1 mg/KgBB/hari dibagi beberapa dosis, selama 14 hari apabila
memberikan respon yang baik (Hb normal, retikulosit normal) diteruskan 14
hari lagi kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan sampai dosis paling kecil
tanpa adanya tanda-tanda hemolisis (Hb normal, retikulosit normal). Untuk
mengurangi efek samping kortikosteroid sebaiknya menggunakan methyl
Prednisolon dengan dosis 3 x 16 mg/hari. Apabila dengan kortikosteroid tidak
memberikan respon setelah pemberian selama 14 hari dosis kortikosteroid
diturunkan kemudian distop.
2. Terapi Lini Kedua
Sebagai lini kedua terapi AIHA adalah Splenektomi. Dengan splenektomi
akan mengurangi jumlah ntibodi, perusakan sel oleh makrofag dalam limpa
juga akan berkurang. Dengan splenektomi akan memberikan respon 50-70%
penderita.
3. Terapi Lini Ketiga
Sebagai lini ketiga untuk penderita gagal dengan steroid dan splenektomi atau
pada orang tua yang mempunyai resiko tinggi bila dilakukan splenektomi
atau pada penderita yang menolak operasi atau yang mempunyai efek
samping serius dengan steroid dapat digunakan obat immunosupresif seperti
siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari atau azathioprine 1,5 mg/kgBB/hari yang
dapat menghambat produksi antibodi, produksi sitokinin dan sebagai
mekanisme efektor menghambat siklus sel yang abnormal sehingga
menghambat proloferasi sistim imun sel T dab sel B.
4. Transfusi Darah
Transfusi darah diberikan bila terdapat anemia yang sangat berat dan
mengancam jiwa penderita. Darah yang diberikan adalah darah yang paling
sedikit memberikan reaksi (WE=Wash Erythrocyte), sebab pemberian
transfusi akan memperberat hemolisisnya. Transfusi tidak merupakan kontra
indikasi absolute pada penderita AIHA tetapi harus diberikan kortikosteroid
sebelumnya.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 25

5. Immunoglobulin Intravena
Dosis tinggi immunoglobulin intravena 400 mg/kgBB/hari sampai 2
g/kgBB/hari selama 5 hari juga masih dalam penelitian diduga sebagai anti
idiotipe immunoglobulin ini menetralisasi autoantibodi sehingga mencegah
perlekatan dengan sel darah merah, menurunkan produksi autoantibodi dan
meregulasi fungsi sel T dan hanya 40% penderita yang memberikan respons.
6. Plasmaferesis
Plasmaferesis pada penderita dengan Cold AIHA cukup efektif bila terjadi
hemolisis yang sangat berat dan tidak terkontrol mengingat proses
hemolisisnya terjadi di intravaskuler.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 26

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang


disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan
self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan
disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan
fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya
sendiri.
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) merupakan salah satu jenis
penyakit autoimun yaitu suatu keadaan hemolitik yang dasar patofisiologinya
melalui proses autoimmune. Sel darah merah dibentuk secara normal tetapi
mengalami proses destruksi dini karena kerusakan yang diperoleh dalam sirkulasi.
AIHA terjadi jika terdapat antibodi yang dihasilkan oleh sistim imunologi
penderita sendiri dan melekat pada eritrosit menyebabkan pecahnya eritrosit yang
berlebihan sehingga menyebabkan penurunan eritrosit sedangkan sumsum tulang
tidak dapat mengkompensasi destruksi eritrosit yang dipecah secara berlebihan
tersebut. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh
mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru
mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun
ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

4.2. Saran

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai ilmu
pengetahuan dan wawasan umum. Saya menyadari bahwa dalam makalah ini
masih banyak memiliki kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan sarana
yang saya miliki. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun selalu saya
harapkan sehingga dimasa mendatang makalah ini dapat menjadi lebih baik.

Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 27

DAFTAR PUSTAKA

Ashariati, A. (2015). Anemia Hemolitik Autoimmun. Dalam: Tjokroprawiro, A.


Dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kesehatan
Universitas Airlangga, Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya.
Airlangga University Press. Edisi 2. 812 hal: 369-374.

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

http://beritanda.com/gaya-hidup/berita-gaya-hidup/kesehatan/5605-kenali-3-
penyakit-autoimun.html

http://sandurezu.files.wordpress.com/2011/03/blood-cells.jpg?w=300

http://allergyclinic.wordpress.com/

Price, Sylvia. (2010). Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.

Rosina Raraq
.
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 28

TUGAS IMUNOSEROLOGI

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

OLEH:
ROSINA RARAQ
NPM 5219038

DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2019

. Rosina Raraq
. .
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan judul makalah “Anemia Hemolitik
Autoimun” hingga selesai . Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Imunoserologi. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca dan untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Desember 2019

Penyusun

i Rosina Raraq
. TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 30

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................... .......................................................................... i


Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................. 3
BAB II AUTOIMUN
2.1. Pengertian Autoimun ........................................................... 4
2.2. Penyebab Autoimun ............................................................ 5
2.3. Mekanisme Terjadinya Autoimun ...................................... 6
2.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Perkembangan
Penyakit Autoimun ............................................................. 6
2.5. Jenis-Jenis Penyakit Autoimun ............................................ 7
2.6. Cara Mendiagnosis Penyakit Autoimun ............................. 10
2.7. Cara Mengobati Autoimun .................................................. 10
BAB III ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
3.1. Pengertian Anemia Hemolitik Autoimun ........................... 12
3.2. Epidemiologi ....................................................................... 13
3.3. Etiologi ............................................................................... 14
3.4. Klasifikasi ........................................................................... 15
3.5. Patofisiologi ........................................................................ 18
3.6. Manifestasi Klinis ............................................................... 19
3.7. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................... 21
3.8. Penatalaksanaan .................................................................. 23
3.9. Pengobatan .......................................................................... 23
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ......................................................................... 26
4.2. Saran ................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

ii
Rosina Raraq
TUGAS IMUNOSEROLOGI Anemia Hemolitik Autoimun | 31

ii

ii

Rosina Raraq

Anda mungkin juga menyukai