BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan
kegagalan
mekanisme
normal
yang
berperan
untuk
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Autoimun
Respons autoimun selalu dikaitkan dengan didapatkannya autoantibodi
atau reaktivitas limfosit terhadap antigennya sendiri. Respons autoimun tidak
selalu harus mempunyai kaitan dengan penyakit autoimun yang dideritanya,
bahkan respon autoimun tidak selalu menampakkan gejala penyakit autoimun.
Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan
kegagalan
mekanisme
normal
yang
berperan
untuk
Pada salah satu ujung spektrum kita lihat penyakit autoimun spesifik
organ dengan autoantibodi spesifik organ. Penyakit Hashimoto pada kelenjar
tiroid merupakan satu contoh yang menunjukkan lesi spesifik pada tiroid.
Sedangkan Pada ujung lain dari spektrum terdapat penyakit autoimun tidak
spesifik
organ
(sistemik)
yang
secara
luas
digolongkan
penyakit
dan
poliendokrinopati
termasuk
penyakit
Addison,
B.
antibodi
dapat
menimbulkan
kerusakan
langsung.
2. Sequestered Antigen
Sequestered antigen
3. Kegagalan Autoregulasi
Regulasi
imun
berfungsi
untuk
mempertahankan
homeostasis.
10
6. Faktor keturunan/genetik
Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik.
Meskipun sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya penyakit pada
keluarga, tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah
11
kompleks dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada
hanya menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA. Halotipe HLA
merupakan risiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu.
Fenomena autoimun cenderung dijumpai pada satu keluarga tertentu.
Misalnya, anggota keluarga generasi pertama (saudara kandung, orang tua
dan
anak-anak)
dari
penderita
penyakit
Hashimoto
mengandung
autoantibodi dan tiroiditis yang nyata maupun yang subklinis dengan angka
kekerapan
tinggi.
Persentase
anggota
keluarga
yang
mengandung
autoantibodi lebih tinggi dalam keluarga dengan lebih dari seorang anggota
keluarga menderita penyakit itu.
Hubungan dalam keluarga ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan
misalnya kuman penyebab infeksi, tetapi ada bukti bahwa peran satu atau
lebih komponen genetik perlu dipertimbangkan secara serius. Pertamatama, bila tiroiditis terjadi pada kembar, kemungkinan bahwa keduanya
menderita penyakit yang sama lebih besar pada kembar identik dibanding
kembar tidak identik. Kedua, autoantibodi terhadap tiroid lebih sering
dijumpai pada penderita dengan disgenesis ovarium yang menunjukkan
aberasi kromosom X misalnya XO khususnya kelainan isokromosom X.
7. Faktor hormon dan seks
Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan adrenal memang
diketahui mempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan
terhadap antigen. Hormon seks berbeda yang terdapat pada pria dan wanita
mungkin juga berperan pada kekerapan untuk menderita penyakit
autoimun. SLE dan artritis reumatoid lebih kerap berlaku pada wanita, dan
myasthenia gravis lebih kerap berlaku pada pria.
Tabel 7. Angka kekerapan penyakit autoimun yang meningkat pada wanita
12
ditandai
dengan
adanya
autoantibodi
terhadap
autoantigen,
13
14
pada tirosit penderita dan sel-T spesifik antigen dalam kelenjar tiroid sesuai
dengan adanya keterlibatan sel ini.
5. Diabetes Melitus Insulin-Dependen (IDDM)
Seperti halnya pada tiroiditis autoimun, pada IDDM terdapat infiltrasi
radang kronik dan destruksu jaringan spesifik, yaitu destruksi sel-sel pulau
Langerhans pancreas yang memproduksi insulin. Kelambatan timbulnya
awal penyakit yang disebabkan oleeh pengobatan awal siklosporin A dengan
kadar yang hanya memberi dampak sedikit pada produksi antibody,
menunjukan bahwa sel-T efektor adalah penyebab destruksi karena obat itu
ditujukan pada sintesis sitokin oleh sel-T secara spesifik. In vitro, respons sel
T terhadap antigen-antigen sel pulau, termasuk glutamic acid decarboxylase,
secara langsung menggambarkan resiko perkembangan ke arah IDDM klinik.
6. Sklerosis Multipel (SM)
Dugaan bahwa MS mungkin merupakan penyakit autoimun telah lama
diramalkan berdasarkankemiripan morfologik dengan ensefalomielitis
alergik eksperimental (EAE), yaitu suatu penyakit dengan demielinasi yang
berakibat paralysis motorik. Diduga bahwa sel-T mencetuskan radang local
pada sel-sel endotel jaringan sawar darah-otak yang menyebabkan antibody
dari darah bisa masuk ke dalam jaringan otak.
II.6 Pengobatan Penyakit Autoimun
1. Pegontrolan Metabolik
Pada
banyak
penyakit
spesifik
organ,
upaya
memperbaiki
15
lain, misalnya SLE dan nefritis kompleks imun di mana obat-obat itu
mengurangi lesi inflamasi.
Pada Artritis rheumatoid, selain steroid, obat anti inflamasi seperti
salisilat dan obat sintetik penghambat prostaglandin yang tak terhitung
banyaknya digunakan secara luas. Sulfasalazin, penisilamin, garam emas dan
anti malaria seperti klorokuin, semuanya mendapat tempat penting dalam
tempat pengobatan, tetapi cara kerjanya tidak diketahui.
3. Obat Imunosupresif
Pada dasarnya karena siklosporin menghambat sekresi limfokin oleh
sel-T, disebut obat anti inflamasi dan karena limfokin seperti IL-2 pada
keadaan tertentu juga dapat meningkatkan proliferasi, siklosporin juga
dapat dianggap sebagai obat anti mitotic. Obat ini telah terbukti bermanfat
pada uveitis, diabetes dini tipe I, sindroma nefrotik dan psoriasis, dan
terbukti menunjukkan manfaat moderat pada purpura trombositopenia
idiopatik, SLE, poliomiositis, penyakit Crohn, sirosis bilier primer dan
miastenia gravis. Pada uji klinik obat dengan cara double blind acak,
siklosporin menunjukkan penekanan gejala penyakit secara bermakna
selama 12 bulan walaupun tidak lengkap pada kelompok penderita arthritis
rheumatoid yang sebelumnya refrakter.
16
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, bahwa dapat ditarik kesimpulan yaitu
sebagai berikut :
1. Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan
kegagalan
mekanisme
normal
yang
berperan
untuk
III.2 Saran
-
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Harnawatiaj.
Teori
Autoimunitas.
Maret
2008,
dari
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/teori-autoimunitas.html
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Danial.
Penyakit
Penyakit
Autoimun.
2008,
dari
http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html
8.
Lupus
Eitematosus
Sistemik.
pdf
diakses
dari
:
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupuseritematosussistemik.pdf
18
TRANSPLANTASI
(PENCANGKOKAN ORGAN : GRAFTING)
19
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah
berkembang dengan pesat. Salah satu diantaranya adalah teknik transplantasi
organ manusia. Transplantasi organ manusia merupakan suatu teknologi medis
untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi lagi dengan organ
dari manusia lain yang masih berfungsi dengan baik.
Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau
organ, disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu
yang lain. Individu yang memberikan graft disebut dengan donor, sedangkan
yang mendapatkan graft disebut dengan resipien.
Abad ini transplantasi organ telah menjadi salah satu jalan keluar yang
paling berarti dalam dunia kedokteran modern, banyak nyawa manusia yang
tertolong dengan cara transplantasi organ ini. Didukung dengan semakin
majunya ilmu dan teknologi bidang transplantasi organ manusia maka tingkat
keberhasilan dari transplantasi yang dilakukan pun semakin tinggi.
Faktor utama yang membatasi kesuksesan transplantasi adalah respon
imun dari resipien terhadap jaringan donor. Kegagalan ini terjadi akibat suatu
proses inflamasi yang disebut sebagai rejeksi (Abbas et al, 2007). Rejeksi
merupakan hasil dari proses reaksi inflamasi yang merusak jaringan transplant.
Antigen dari allograft yang berperan utama sebagai target rejeksi adalah protein
major histocompatibility complex (MHC).
Imunologi transplantasi pentig terkait dengan dua alasan, yaitu selain
karena respon rejeksi imunologi yang hingga saat ini masih menjadi barier utama
pada proses transplantasi, respon imun terhadap molekul allogeneik model studi
mekanisme aktivasi limfosit.
20
21
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Transplantasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online transplantasi adalah
pemindahan jaringan tubuh dari suatu tempat ke tempat lain (seperti menutup
luka yg tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yg lain).
Menurut
Medicastore,
pencangkokan
(Transplantasi)
adalah
pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada
orang lain (resipien) atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya
(misalnya pencangkokan kulit), dengan tujuan mengembalikan fungsi yang
telah hilang.
Jadi dapat disimpulkan transplantasi atau pencangkokan adalah
pemindahan organ sel, atau jaringan dari si pendonor kepada orang lain yang
membutuhkan penggantian organ disebabkan kegagalan organ, kerusakan sel
maupun jaringan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi organ, sel,
maupun jaringan yang telah rusak tersebut.
II.2 Jenis-Jenis Transplantasi
1. Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor)
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor atau jaringan tubuh,
maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan
atau organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau ke bagian
lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Biasanya yang
dilakukan adalah transplantasi ginjal, karena memungkinkan seseorang
untuk hidup dengan satu ginjal saja. Akan tetapi mungkin bagi donor
hidup juga untuk memberikan sepotong/sebagian dari organ tubuhnya
misalnya paru, hati, pankreas dan usus. Juga donor hidup dapat
memberikan jaringan atau selnya degeneratif, misalnya kulit, darah dan
sumsum tulang.
b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
22
Transplantasi
dengan
donor
mati
atau
jenazah
adalah
pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang baru saja
meninggal kepada tubuh orang lain yang masih hidup. Pengertian donor
mati adalah donor dari seseorang yang baru saja meninggal dan biasanya
meninggal karena kecelakaan, serangan jantung, atau pecahnya
pembuluh darah otak. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah
organ yang tidak memiliki kemampuan untukregenerasi misalnya
jantung, kornea, ginjal dan pankreas, hati, jantung dan hati.
2. Dari Penerima Organ (Resipien)
Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi:
a. Autograft
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya transplantasi ini
dilakukan pada jaringan yang berlebih atau pada jaringan yang dapat
beregenerasi kembali. Sebagai contoh tindakan skin graft pada penderita
luka bakar, dimana kulit donor berasal dari kulit paha yang kemudian
dipindahkan pada bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar.
b. Isograft
Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft yang
merupakan prosedur transplatasi yang dilakukan antara dua orang yang
secara genetik identik. Transplantasi model seperti ini juga selalu
berhasil, kecuali jika ada permasalahan teknis selama operasi.
23
c. Allograft
Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan jantung dari
seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada orang lain yang masih
hidup. Kebanyakan sel dan organ manusia adalah Allografts.
d. Xenotransplantation
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ dari spesies bukan manusia kepada tubuh manusia. Contohnya
pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ
manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.
24
teknis lebih mudah untuk mengganti jantung dan paru sebagai satu
kesatuan.
f. Transplantasi Dibagi (Transplantation Split)
Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat
dibagi untuk dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan tetapi
transplatasi ini tidak dipilih karena transplantasi keseluruhan organ lebih
baik.
3. Dari Sel Induk (Stem Cell)
Sedangkan khusus mengenai transplantasi sel induk dibedakan
menjadi:
a.
Transplantasi
sel
induk
dari
sumsum
tulang
(bone
marrow
transplantation)
Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam
tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang
punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang
kaya akan sel induk hematopoetik.
b.
c.
25
26
27
hingga 3 hari. Respon yang lebih cepat ini terkait dengan respon imun
sekunder. Sehingga dapat disimpulkan bahwa graft yang berbeda secara genetic
menginduksi timbulnya memori immunologi sebagai salah satu tanda respon
imun adaptive.
individu
berbeda.
Reaksi
rejeksi
dapat
dikurangi
dengan
a. Reaksi Hiperakut
Rejeksi hiperakut ditandai dengan oklusi trombotik vaskularisasi
graft yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam sesudah
transplantasi dan terjadi anastomose pembuluh darah host dengan
pembuluh darah graft. Hal ini disebabkan destruksi oleh antibodi yang
sudah ada pada sirkulasi resipien terhadap tandur/antigen donor akibat
transplantasi, transfusi darah atau kehamilan sebelumnya. Antibodi yang
terikat pada endothelium tersebut mengaktifkan komplemen yang
29
IgM
dengan
titer
yang
tinggi
sebelum
dilakukan
Rejeksi Akut
Rejeksi akut merupakan proses injuri vaskuler dan parenchymal
yang dimediasi oleh sel T dan antibody yang biasanya dimulai minggu
pertama setelah transplantasi. Penolakan akut terlihat pada resipien yang
sebelumnya tidak disensitisasi terhadap graft. Hal ini merupakan rejeksi
umum yang sering dialami resipien yang menerima graft yang missmatch
atau yang menerima allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang
dalam usaha mencegah penolakan. Rejeksi dapat terjadi sesudah beberapa
minggu sampai bulan setelah tandur/ ginjal tidak berfungsi sama sekali
dalam waktu 5-21 hari.
Pada
transplantasi
ginjal,
penolakan
akut
disertai
dengan
pembesaran ginjal yang disertai rasa sakit, penurunan fungsi dan aliran
darah, Adanya sel darah dan protein dalam urin. Pemeriksaan histologis
menunjukkan infiltrasi limfosit dan monosit yang diaktifkan. Bila resipien
sebelumnya sudah disensitasi antigen donor, reaksi dapat terjadi dalam 2-5
30
31
32
stimulus
mercaptopurin
alloantigen.
yang
mencegah
Contohnya
sintesis
ialah
RNA.
azatioprin
dan
Klorambusil
dan
toleran
33
delesi, atau supresi aktif sel T alloreaktif. Toleransi sangat diharapkan dapat
terjadi pada transplantasi karena bersifat spesifik alloantigen dan dapat
menghindarkan dari masalah utama terkait dengan immunosupresif yang
non spesifik yaitu kerentanan terhadap infeksi dan tumor yang diinduksi
oleh virus. Selain itu toleransi terhadap graft dapat mengurangi rejeksi
kronik yang tidak terpengaruh oleh agen immunosupresif.
II.7 Organ yang dapat Ditransplantasikan
1. Pencangkokan Ginjal
Untuk
orang-orang
yang
ginjalnya
sudah
tidak
berfungsi,
34
perubahan
tersebut
menunjukkan
diperlukannya
dosis
leukemia,
anemia
35
36
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, bahwa dapat ditarik kesimpulan yaitu
sebagai berikut :
1. Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau
organ, disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke
individu yang lain. Individu yang memberikan graft disebut dengan donor,
sedangkan yang mendapatkan graft disebut dengan resipien.
2. Adapun organ-organ yang dapat ditransplantasikan ialah, ginjal, jantung,
paru, kulit, hati, kornea, pankreas dan sumsum tulang belakang.
3. Jenis-jenis transplantasi ialah allograft, xenograft, isograft dan autograft.
4. Molekul utama yang menjadi target rejeksi transplant adalah molekul mhc
allogeneik kelas I dan II. Molekul allogeneik dipresenasikan melalui dua cara.
Jalur yang pertama disebut dengan direct presentation dan cara yang kedua
disebut dengan indirect presentation.
III.2 Saran
-
37
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abbas AK & Litchtman AH. 2009. Basic Immunology Functions and Disorders of
The Immune System. Saunders Elsevier, 3:45-63
2.
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology-6th
edition. Saunders Elsevier, 5-6:97-133.
3.
4.
5.
6.
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
Online,
yang
diakses
dari
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
7.
38
IMUNOPROFILAKSIS
39
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang
mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua
organisme.
Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti
pembebasan (kekebalan). Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang
terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama
secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kumankuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam tubuh.
Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap antibodi
spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun
dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi
mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif untuk
pertahanan tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi hipersensivitas.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Imunoprofilaksis Dan Imunisasi ?
2. Apa Fungsi Imunoprofilaksis ?
3. Apakah Manfaat Imunisasi ?
4. Apa Saja Tindakan Imunoprofilaksis ?
5. Bagaimana Jenis-Jenis Imunisasi Dan Vaksin ?
6. Bagaimana Kontraindikasi Pemberian Imunisasi ?
I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Imunoprofilaksis dan Imunisasi
2. Untuk mengetahui Fungsi Imunoprofilaksis
3. Untuk mengetahui Manfaat Imunisasi
4. Untuk mengetahui Tindakan Imunoprofilaksis
5. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Imunisasi Dan Vaksin
6. Untuk mengetahui Kontraindikasi Pemberian Imunisasi
40
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Imunoprofilaksis dan Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten
terhadap penyakit tertentu. Sedangkan Sistem kekebalan tubuh (imunitas)
41
42
Tetanus
Serum)
pada
orang
yang
mengalami
luka
bersifat
perolehan/buatan,
imunoglobulin.
43
terdiri
dari
antiserum
dan
Derajat kekebalan
Antigenisitas
Portal of entery
Kuantitas antigen
Kecepatan penyebaran antigen
II.6 Jenis Jenis Vaksin
Beberapa jenis vaksin dibedakan berdasarkan proses produksinya, antara
lain:
a) Vaksin hidup (Live Attenuated Vaccine)
Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih
antigenik namun tidak patogenik. Contohnya adalah virus polio oral. Oleh
karena vaksin diberikan sesuai infeksi alamiah (oral), virus dalam vaksin
akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran cerna, sehingga akan
memberikan kekebalan lokal. Sekresi IgA lokal yang ditingkatkan akan
mencegah virus liar yang masuk ke dalam sel tubuh.
b) Vaksin mati (Killed vaccine/ Inactivated vaccine)
Vaksin mati tidak jelas patogenik dan tidak berkembang biak
dalam tubuh. Oleh karena itu, diperlukan pemberian beberapa kali.
c) Rekombinan
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop
organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
d) Toksoid
Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman.
Pemanasan dan penambahan formalin biasanya digunakandalam proses
pembuatannya. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai
natural fluid plain toxoid dan merangsang terbentuknya antibodi
antitoksin. Imunisasi bakteriil toksoid efektif selama satu tahun. Bahan
ajuvan
digunakan
untuk
merperlama
meningkatkan imunogenesitasnya.
44
rangsangan
antigenik
dan
atau
reaksi
hipersensitivitas
yang
hebat
merupakan
45
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
46
DAFTAR PUSTAKA
1. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2babii.pdf
2. Rahardjo,P.,Adi,. Imunoprofilaksis dan Imunoterapi , Universitas Airlangga,
Fakultas
Kedokteran
Hewan
Bagian
Mikrobiologi
Veteriner,
47