Anda di halaman 1dari 6

1. Jelaskan 4 faktor yang berperan pada proses Autoimunitas !

Jawab :

4 faktor yang berperan pada proses autoimunitas yaitu :


a. Teori forbidden clones menurut Jerne dan Burnett
Menurut teori Jerne dan Burnett, self antigen dalam sirkulasi yang
sampai di sistem limfoid yang belum matang akan dikenal sebagai self dan
selanjutnya tidak terjadi respons imun terhadapnya ( proses self
tolerance). Menurut teori clonal selection dari Burnett , limfosit autoreaktif
yang kontak dengan self antigen selama ontogeny dihancurkan ( clonal
abortion) .
Mekanisme tersebut merupakan pertahanan terhadap autoimunitas.
Namun pada kenyataannya orang normal memiliki limfosit yang dapat
bereaksi dengan self–antigen, jika ada sel–sel yang lepas dari clonal
abortion. Limfosit imunokompeten tersebut dapat dirangsang oleh antigen
tertentu sehingga berploriferasi dan berdiferensiasi menjadi klon sel yang
dapat membentuk antibodi dan sel-sel memori. Klon yang dapat
meloloskan diri dari proses self tolerance atau timbul kembali akibat mutasi
disebut Forbidden clones.
b. Rangsangan molekul poliklonal
Autoimunitas dapat terjadi oleh karena molekul poliklonal seperti virus
Epstein–Bar (EBV) atau lipopolisakarida (LPS) dapat merangsang sel B
secara langsung dan menimbulkan autoimunitas. Beberapa reaksi
autoimun diduga terjadi akibat respons terhadap antigen yang
mempunyai reaksi silang dengan mikroorganisme yang masuk badan.
Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai autoantibodi.
c. Kegagalan auroregulasi
Diketahui terdapat juga limfosit B yang self-reactive, namun
kenyataannya penyakit autoimun merupakan lebih banyak kekecualian.
Hal ini ditunjang teori immunoregulation yang mempertahankan
homeostasis. Sehingga terdapat anggapan bahwa gagalnya sistem
pengontrolan yang menimbulkan respons terhadap antigen sendiri.
Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts.
Bila terjadi kegagalan sel Ts atau bila autoantigen bergabung dengan
molekulIa, maka sel Th dapat dirangsang sehingga mengakibatkan
autoimunitas. Penyakit autoimun baru terjadi bila reaksi autoimun
mengakibatkan kerusakan jaringan patologik.
d. Sequestered antigen
Sequstered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak
anatominya, tidak terpajan dengan sel B atau sel T dari sistem imun.
Pada keadaan normal sequestered antigen dilindungi dan tidak ditemukan
untuk dikenal sistem imun. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti
inflamasi, dapat memajankan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan
normal. Sebagai contoh adalah protein lensa intraocular, sperma dan
Myelin Basic Protein.

2. Tuliskan tentang ringkasan tentang penyakit Autoimunitas !


Jawab :

A. Pembagian penyakit autoimun menurut organ


Penyakit autoimun dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu yang mengenai
organ spesifik dan nonorgan spesifik.
1. Penyakit autoimun organ spesifik
Pada penyakit autoimun organ spesifik maka alat tubuh yang menjadi
sasaran adalah kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas. Respon
imun yang terjadi adalah terbentuknya antibodi terhadap jaringan alatnya sendiri.
Dalam hal ini muncul antibodi yang tumpang tindih , seperti antibodi terhadap
kelenjar tiroid dan antibodi terhadap lambung sering ditemukan pada satu
penderita. Kedua antibodi tersebut jarang ditemukan bersamaan dengan antibodi
yang non-organ spesifik seperti antibodi terhadap komponen nukleus dan
nukleoprotein.
Penderita anemia pernisiosa lebih cenderung menderita penyakit tiroid
autoimun dibanding orang normal dan juga sebaliknya penderita dengan penyakit
tiroid autoimun lebih cenderung untuk juga menderita anemia pernisiosa
2. Penyakit autoimun non-organ spesifik
Penyakit autoimun nonorgan spesifik terjadi karena dibentuknya antibodi
terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, seperti DNA.
Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan penyakit autoimun,
misalnya anti DNA yang dapat ditemukan pada golongan penyakit rheumatoid
seperti arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus sistemik. Juga sering
ditemukan gejala klinis yang sama pada kedua penyakit tersebut.
Pada penyakit autoimun nonorgan spesifik, sering juga dibentuk
kompleks imun yang dapat diendapkan pada dinding pembuluh darah, kulit, sendi,
dan ginjal, serta menimbulkan kerusakan pada organ tersebut. Tempat endapan
kompleks imun di dalam ginjal bergantung pada ukuran kompleks yang ada di
dalam sirkulasi

B. Pembagian penyakit autoimun menurut mekanisme


1. Penyakit autoimun melalui antibodi
a Anemia hemolitik autoimun.
b Miastenia Gravis
c Tirotoksikosis
2. Penyakit autoimun melalui kompleks imun
a. Lupus Eritematosis sistemik ( SLE)
b. Rheumatoid Arthritis (RA)
3. Penyakit autoimun melalui sel T
a. Hashimoto thyroiditis ( HT)

3. Jelaskan perbedaan penyakit autoimun antara organ spesifik dengan non


spesifik !
Jawab :
a. Penyakit autoimun organ spesifik
Pada penyakit autoimun organ spesifik maka alat tubuh yang menjadi
sasaran adalah kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas. Respon
imun yang terjadi adalah terbentuknya antibodi terhadap jaringan alatnya sendiri.
Dalam hal ini muncul antibodi yang tumpang tindih , seperti antibodi terhadap
kelenjar tiroid dan antibodi terhadap lambung sering ditemukan pada satu
penderita. Kedua antibodi tersebut jarang ditemukan bersamaan dengan antibodi
yang non-organ spesifik seperti antibodi terhadap komponen nukleus dan
nukleoprotein.
Penderita anemia pernisiosa lebih cenderung menderita penyakit tiroid
autoimun dibanding orang normal dan juga sebaliknya penderita dengan penyakit
tiroid autoimun lebih cenderung untuk juga menderita anemia pernisiosa
b. Penyakit autoimun non-organ spesifik
Penyakit autoimun nonorgan spesifik terjadi karena dibentuknya antibodi
terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, seperti DNA.
Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan penyakit autoimun,
misalnya anti DNA yang dapat ditemukan pada golongan penyakit rheumatoid
seperti arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus sistemik. Juga sering
ditemukan gejala klinis yang sama pada kedua penyakit tersebut.
Pada penyakit autoimun nonorgan spesifik, sering juga dibentuk kompleks imun
yang dapat diendapkan pada dinding pembuluh darah, kulit, sendi, dan ginjal, serta
menimbulkan kerusakan pada organ tersebut. Tempat endapan kompleks imun di
dalam ginjal bergantung pada ukuran kompleks yang ada di dalam sirkulasi

4. Tuliskan pembagian defisiensi system imun !


Jawab :
1. Defisiensi imun non-spesifik
a. Defisiensi komplemen
 Defisiensi komplemen kongenital
 Defisiensi komplemen fisiologik
 Defisiensi komplemen didapat
b. Defisiensi Interferon
 Defisiensi Interferon kongenital
 Defisiensi Interferon dan lizosim sekunder
c. Difisiensi sel NK
 Difisiensi sel NK kongenital
 Didapat
d. Defisiensi sistem fagosit
 Difesiensi fagosit kongenital
 Difesiensi fagosit fisiologik
 Difesiensi fagosit didapat

2. Defisiensi Imun Spesifik
a. Defisiensi kongenital
b. Defisiensi fisiologik
 Kehamilan
 Usia lanjut
c. Defisiensi di dapat
 Malnutrisi
 Infeksi
 Obat
 Penyinaran
 Penyakit berat
 Kehilangan lg/leukosit
 Agamaglobulinemia dengan trinoma
d. AIDS

5. Jelaskan tentang HIV dan respon imun !


Jawab :
Untuk sebuah virus yang dapat mematikan sistem imun, infeksi awal
dengan HIV akan memicu respons imun terhadapnya dan respons ini dapat
merupakan respons humoral dan diperantarai oleh sel. Respons imun terhadap
HIV sama seperti setiap respons imun terhadap infeksi virus. Limfosit T sitotoksik
dihasilkan untuk membunuh sel yang terinfeksi oleh virus melalui MHC kelas I,
epitop antigen endogen, CD8 dan mekanisme reseptor sel T. Spesifisitas sel T
sitotoksik biasanya diharahkan ke protein p24, p41, dan gp120. Beberapa antibodi
terhadap gp 120 bersifatkan menetralkan, tetapi sangat spesifik terhadap strain
virus yang mengimunisasi. Respons sel T CD8 yang kuat terhadap sel yang terinfeksi
HIV, menujukkan bahwa sel ini merupakan mekanisme efektor utama yang
berperan dalam memeriksa replikasi virus HIV. Beberapa mekanisme bawaan
yang mungkin berperan dalam membatasi replikasi virus yang dikenal sebagai
faktor retriksi. Suatu enzim DNA/RNA terkait dengan faktor retriksi yang
diperkirakan terlibat dalam hipermutasi somatik dapat memberikan perlindungan
dengan menyebabkan mutasi letal pada asam nukleat virus. Namun demikian, HIV
tampaknya telah menemukan cara untuk menghindari semua ini.
Selain itu studi telah menunjukkan bahwa sel T helper yang spesifik virus
dapat juga dihasilkan selama respons imun melawan HIV dan memainkan peran
dalam pemeliharaan sel T sitotoksik secara kontinyu melawan virus. Respons
humoral terhadap HIV menghasilkan berbagai antibodi yang melawan komponen-
komponen virus yang berbeda, antibodi ini biasanya digunakan untuk diagnosis.
Antibodi terhadap HIV biasanya dapat dideteksi di dalam aliran darah,
permukaan mukosa, dan cairan tubuh lainnya dalam 1 sampai 3 bulan setelah
infeksi HIV. Respons antibodi dini cenderung mentargetkan misalnya protein p24.
Antibodi ini dapat menghambat replikasi virus dan terus memantau virus pada
stadium asimtomatik dini. Namun, titer antibodi penetral ini cenderung rendah
dan spesifisitasnya sangat sempit ( hanya bereaksi dengan beberapa epitop virus
tertentu; hal ini membuat antibodi tersebut tidak efisien karena tidak memiliki
reaktifitas silang yang lebih luas, karena virus bermutasi sangat cepat dan dengan
demikian dapat menghindar dari efek antibodi tersebut. Dengan demikian,
meskipun respons imun awal terhadap HIV dapat mengurangi replikasi virus,
respons tersebut tidak dapat benar-benar menghilangkan virus dari pejamu.

Patogenesis HIV

Virus umumnya masuk tubuh melalui infeksi sel Langerhans di mukosa


rectum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplikasi di kelenjar
getah bening setempat. Virus kemudian disebarkan melalui viremia yang disertai
dengan sindrom dini akut berupa panas, myalgia, dan arthralgia. Pejamu
memberikan respons seperti terhadap infeksi virus pada umumnya. Virus
menginfeksi sel CD4+, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid.

Antigen virus nukleokapsid , p24 dapat ditemukan dalam darah selama


fase ini. Fase ini kemudian dikontrol sel T CD 8+ dan antibodi dalam sirkulasi
terhadap p42 dan protein envelop gp120 dan gp41. Efikasi sel Tc dalam
mengontrol virus terlihat dari menurunnya kadar virus. Respons imun tersebut
menghancurkan HIV dalam Kelenjar getah bening yang merupakan reservoir
utama HIV selama fase selanjutnya dan fase laten.

Dalam folikel limfoid, virus terkonsentrasi dalam bentuk kompleks imun


yang diikat sel dendritik. Walaupun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam
fase laten, destruksi sel CD4+ berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya
jumlah sel CD4+ dalam sirkulasi menurun. Hal ini dapat berlangsung bebberapa
tahun. Kemudian menyusul fase progresif kronis dan penderita menjadi rentan
terhadap berbagai infeksi oleh kuman nonpatogenik

Setelah HIV masuk dalam sel dan terbentuk dsDNA, integrasi DNA viral ke
dalam genom sel pejamu membentuk provirus. Provirus tetap laten sampai
kejadian dalam sel terinfeksi mencetuskan aktivitasinya yang mengakibatkan
terbentuk dan penglepasan partikel virus. Walau CD 4 berikatan dengan envelope
glikoprotein HIV 1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat masuk dan terjadi
infeksi

Anda mungkin juga menyukai